DIRUJUK OLEH PUSKESMAS BATUA KE FASILITAS LAYANAN KESEHATAN TINGKAT DUA PADA
TAHUN 2016-2017
OLEH : Dwi Hastuti C111 14 116 PEMBIMBING :
Dr. dr. Gatot Susilo Lawrence, M.Sc.,Sp.PA(K),DFM,Sp.F.
DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN STUDI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
ii
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Dwi Hastuti NIM : C11114116
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Profil Pasien Hipertensi dan Diabetes Melitus Tipe-2 yang Dirujuk Oleh Puskesmas Batua ke Fasilitas Layanan Kesehatan Tingkat Dua pada Tahun 2016-2017” adalah hasil karya saya. Apabila ada kutipan atau pemakaian dari hasil karya orang lain baik berupa tulisan data, gambar, atau ilustrasi baik yang telah dipublikasi atau belum dipublikasi, telah direferensi sesuai dengan ketentuan akademis.
Saya menyadari plagiarisme adalah kejahatan akademik, dan melakukannya akan menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi akademik yang lain.
Makassar, 5 Desember 2017
Dwi Hastuti
vi DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ...ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS...v
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR GRAFIK ...ix
DAFTAR GAMBAR………..x
KATA PENGANTAR ...xi
ABSTRAK…………...xiii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1
1.2. Rumusan Masalah ……….... 4
1.3. Tujuan Penelitian ………. 4
1.4. Manfaat Penelitian ………... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi ... 6
2.2. Diabetes Melitus (DM) ………...….…….. 10
2.3. Jaminan Kesehatan Nasional ...……… 17
2.4. Sistem Rujukan BPJS... 19
BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ………... 23
3.2. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ……… 24
3.3. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ...……… 25
3.4. Hipotesis Penelitian ………..27
vii BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian ………. 28
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………...… 28
4.3. Variabel ……… 28
4.4. Populasi dan Sampel ……… 29
4.5. Kriteria Seleksi ………. 30
4.6. Instrumen Penelitian ……… 30
4.7. Prosedur Penelitian ………. 30
4.8. Cara Pengumpulan Data ………. 31
4.9. Pengolahan dan Penyajian Data……….. 31
4.10. Etika Penelitian………... 31
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN 5..1 Kunjungan Puskesmas Batua tahun 2016-2017………32
5.2. Frekuensi Pasien Hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk Berdasarkan Umur……….. 34
5.3. Profil golongan bpjs pasien yang dirujuk tahun 2016-2017………….35
5.4. Distribusi diagnosis Rujukan Pasien……… 36
BAB 6. PEMBAHASAN 6.1. Kunjungan Puskesmas Batua tahun 2016-2017……….39
6.2. Frekuensi Pasien Hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk Berdasarkan Umur……… 39
6.3. Profil golongan bpjs pasien yang dirujuk tahun 2016-2017 ………….40
6.4. Distribusi Diagnosis Rujukan Pasien………... .40
viii BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan...………... 43
7.2. Saran ………...………43
DAFTAR PUSTAKA ………. 45
Lampiran ...50
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Kunjungan Puskesmas Batua tahun 2016-2017……….45 Grafik 5.2 Frekuensi Pasien Hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk Berdasarkan Umur tahun 2016 ………47 Grafik 5.3 Frekuensi Pasien Hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk Berdasarkan Umur tahun 2017……….48 Grafik 5.4 Profil golongan bpjs pasien yang dirujuk tahun 2016-2017………...48 Grafik 5.5 Distribusi diagnosis Rujukan Pasien DM dan Hipertensi yang dirujuk tahun 2016………49 Grafik 5.6 Distribusi diagnosis Rujukan Pasien DM dan Hipertensi yang dirujuk tahun 2017 ………...49
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Kesehatan ...20
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat- Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini.Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana kedokteran fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin.Saya menyadari bahwa tanpa bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan bantuan dukungan moral dan material;
2. Dr. dr. Gatot Susilo Lawrence, M.Sc.,Sp.PA(K),DFM,Sp.F selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;
3. dr. Tjiang Sari Lestari selaku KPM Depatemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sekaligus penguji dalam skripsi ini yang telah meluangkan waktunya untuk turut memberikan perbaikan ataupun saran dalam pembuatan dan membantu kami dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
4. dr. Herri O. Mundung, selaku penguji dalam skripsi ini yang telah meluangkan waktunya untuk turut memberikan perbaikan ataupun saran dalam pembuatan dan membantu kami dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
5. Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
xii
Akhir kata saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan pihak yang telah membantu.Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Makassar, Desember 2017
Penulis
xiii
SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DESEMBER 2017 DWI HASTUTI C11114116
PROFIL PASIEN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS TIPE-2 YANG
DIRUJUK OLEH PUSKESMAS BATUA KE FASILITAS LAYANAN KESEHATAN TINGKAT DUA PADA
TAHUN 2016-2017 ABSTRAK
Latar Belakang :Menurut data dari Infodatin 2013 setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit Tidak Menular (PTM)(63% dari seluruh kematian). Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian dini tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.Beberapa penyakit tidak menular yang sering menimbulkan komplikasi hingga kematian yaitu hipertensi dan diabetes mellitus,penyakit hipertensi dan DM yang telah terjadi komplikasi merupakan penyakit yang paling sering dirujuk.Untuk menignkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia diadakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib.untuk memperoleh pelayanan kesehatan tersebut, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) wajib menerapkan sistem rujukan. Namun,tingginya rasio rujukan yang diakibatkan oleh semakin banyaknya prevalensi pasien dengan penyakit kronik salah satunya seperti hipertensi dan DM yang ber-komplikasi serta pelaksanaan rujukan yang tidak sesuai dengan alur jenjangnya akan menyebabkan penumpukan pasien di salah satu PPK yang pada akhirnya berdampak pada penurunan kualitas pelayanan
Metode : Penelitian ini menggunakan desain observasional deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang dilihat dari data rujukan pasien hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk oleh Puskesmas Batua ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua di Kota Makassar selama periode tahun 2016-2017.
Hasil :Hasil penelitian menunjukkan,dari total kunjungan puskesmas ,pasien golongan non PBI memiliki jumlah lebih besar yaitu 72% dibanding pasien golongan PBI yaitu28%..Kelompok usia terbanyak pasien hipertensi dan/atau DM yang dirujuk adalah 50- 69 tahun.Sedangkan golongan pasien terbanyak yang dirujuk adalah golongan non-PBI sebesar 74%. Diagnosis pasien yang terbanyak dirujuk adalah pasien dengan diagnosis hipertensi dan/atau DM disertai penyakit kompetensi 4 sebesar 76% pada tahun 2016-2017.
Kesimpulan :Usia Pasien DM tipe 2 dan atau Hipertensi yang dirujuk paling banyak merupakan pasien dengan rentang usia 50-69 tahun.jumlah pasien DM dan Hipertensi yang dirujuk dengan golongan Non-PBI memiliki jumlah yang lebih besar dibanding pasien dengan golongan PBI..Jumlah pasien yang dirujuk dengan diagnosis DM dan atau hipertensi dengan penyakit penyerta kompetensi 4A lebih besar dibandingkan dengan pasien DM dan atau hipertensi dengan penyakit penyerta kompetensi non-4A
Kata Kunci :Diabetes Mellitus,Hipertensi,Rujukan,BPJS
xiv
SKRIPSI FACULTY OF MEDICINE HASANUDDIN UNIVERSITY
DESEMBER 2016 DWI HASTUTI C11114116
Profile of Hypertension and Type 2 Diabetes Mellitus Referred by Puskesmas Batua to Secondary Health Care in 2016-2017
ABSTRACT
Background: Every year more than 36 million people die from Non Communicable Diseases (PTM) (63% of all deaths). More than 9 million deaths caused by non- communicable diseases occur before the age of 60, and 90% of these "premature"
deaths occur in low- and middle-income countries. (Infodatin: 2013). Some non- communicable diseases that often cause complications to death such as hypertension and diabetes mellitus, hypertension and diabetes mellitus that has occurred
complications is a disease most frequently referred. The National Health Insurance (JKN) is a part of the National Social Security System (SJSN) organized by BPJS through a compulsory social health insurance mechanism. to obtain such health services, the First Level Health Facility (FKTP) and the Advanced Referral Health Facility (FKRTL) shall apply the referral system. The high ratio of referrals caused by the implementation of referrals that are not in accordance with the flow path will lead to accumulation of patients in one of the KDP that ultimately impact on the decline in quality of service
Method: This research used descriptive observational design using secondary data taken from referral data of hypertension and DM type 2 patients referred by
Puskesmas Batua to second level health service facility in Makassar city during period of year 2016-2017.
Results: The results showed, from total visit of puskesmas, non PBI patient group has bigger amount that is 72% compared to patient of PBI group that is 28%. Most
hypertension and / or DM referred age group is 50-69 tahun.Most patients referred were non-PBI group of 74%. The diagnosis of most patients referred was patients with a diagnosis of hypertension and / or DM with a 4A competence disease that is 76% in year 2016-2017
CONCLUSION: The age of patients with type 2 diabetes and or hypertension referred to most often were patients with an age range of 50-69 years. the number of DM and Hypertension patients referred to with Non-PBI group has a greater number than patients with PBI classes. The number of patients referred with the diagnosis of DM and / or hypertension with 4A competention disease is greater than that of patients with DM and / or hypertension with of non-4A competention disease.
Keywords: Diabetes Mellitus, Hypertension, Referral, BPJS
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit Tidak Menular (PTM)(63% dari seluruh kematian). Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian “dini”
tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. (Infodatin :2013)
Beberapa penyakit tidak menular yang sering menimbulkan komplikasi hingga kematian yaitu hipertensi dan diabetes mellitus.Data statistik terbaru menyatakan bahwa terdapat 24,7% penduduk Asia Tenggara dan 23,3% penduduk Indonesia berusia 18 tahun ke atas mengalami hipertensi pada tahun 2014 (WHO, 2015).Di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi hipertensi. Secara keseluruhan prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,5%. Provinsi di Pulau Sulawesi dan Kalimantan merupakan provinsi dengan prevalensi hipertensi cukup tinggi (Riskesdas, 2013).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan kronik di masyarakat (Kepmenkes, 2013; El-Deeb et al, 2014;
Konner, 2014).Berdasarkan prediksi WHO pada tahun 2025 prevalensi hipertensi diseluruh dunia pada orang dewasa mencapai 29,2% (DepKes RI, 2007).
Selain hipertensi ,penyakit tidak menular lain yang masih menjadi masalah adalah Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).Jumlah penderita
2 DM ini meningkat di setiap negara. Berdasarkan data dari WHO (2006), diperkirakan terdapat 171 juta orang di dunia menderita diabetes pada tahun 2000 dan diprediksi akan meningkat menjadi 366 juta penderita pada tahun 2030.Pada tahun 2030 India, Cina, dan Amerika diprediksikan tetap menduduki posisi tiga teratas negara dengan prevalensi DM tertinggi. Sementara, Indonesia diprediksikan akan tetap berada dalam sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, et al, 2004).
Salah satu program yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan dan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menurut Undang- undang (UU) yakni UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib.Setiap peserta JKN memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan diberikan secara berjenjang, efektif, dan efisien dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan indikasi medis.Oleh karena itu, untuk memperoleh pelayanan kesehatan tersebut, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) wajib menerapkan sistem rujukan.Berdasarkan Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
Sistem rujukan dilakukan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut yang terdiri atas pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik) dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik).
Tingginya rasio rujukan yang diakibatkan oleh pelaksanaan rujukan yang tidak sesuai dengan alur jenjangnya akan menyebabkan penumpukan pasien di salah satu PPK yang pada akhirnya berdampak pada penurunan kualitas pelayanan .
Hal tersebut juga dapat merugikan secara finansial dan berpengaruh terhadap pencapaian kinerja di bidang kesehatan. Sedangkan dampak yang diterima BPJS Kesehatan apabila fasilitas kesehatan primer merujuk pasien secara berlebihan dan tidak proporsional yaitu BPJS Kesehatan akan dirugikan karena akan banyak membayar kasus- kasus rujukan di fasilitas pelayanan kesehatan sekunder dan tersier yang sebenarnya tidak harus dirujuk dengan sistem pembayayaran kapitasi pada FKTP (Dirjen BUK Kemenkes RI, 2012:35) .
Seiring perjalanannya, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) ini tak luput dari berbagai sorotan, mulai dari kepesertaan, pelayanan, hingga biaya operasional BPJS Kesehatan yang tak seimbang antara klaim dan iuran premi. Defisit BPJS Kesehatan terbilang fantastis, Rp 3,3 triliun pada 2014, pada tahun 2015 sebesar Rp 5,85 triliun, dan diperkirakan mencapai Rp 10 triliun pada 2016 (Parlementaria, 2016).
4 Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti memandang perlu untuk melakukan penelitian terkait profil pasien hipertensi dan diabetes melitus yang berobat di puskesmas sebagai fasilitas kesehatan primer dan dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Hal ini diperlukan sebagai sarana untuk mengevaluasi tingkat pemberian pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tingkat primer, khususnya di kota Makassar. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Profil Pasien Hipertensi dan Diabetes Melitus Tipe-2 yang Dirujuk Oleh Puskesmas Batua ke Fasilitas Layanan Kesehatan Tingkat Dua pada Tahun 2016-2017”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dirumuskan suatu masalah yaitu Bagaimana profil Pasien Hipertensi dan Diabetes Melitus yang Dirujuk Puskesmas Batua ke Fasilitas Layanan Kesehatan Tingkat Dua pada tahun 2016-2017?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pasien hipertensi dan diabetes melitus yang dirujuk oleh puskesmas Batua ke Fasilitias Layanan Kesehatan Tingkat Dua pada tahun 2016-2017.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang pasien Hipertensi dan Diabetes Melitus yang berobat pada fasilitas kesehatan pertama.
2. Bagi peneliti dan ilmu pengetahuan, penelitian ini akan menjadi acuan dan sumber bacaan untuk penelitian-penelitian berikutnya.
bahan informasi tentang profilpasien hipertensi dan diabetes melitus yang berobat di puskesmas.
4. Untuk tenaga kesehatan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan meningkatkan upaya preventif hipertensi dan diabetes melitus.
5. Bagi peneliti sendiri, dapat dijadikan bahan masukan dan pembelajaran yang bermanfaat untuk perkembangan keilmuan peneliti.
6 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi(HTN) didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arterial abnormal yang langsung terus-menerus.(Gray et al,2014).Menurut WHO ,Hipertensi adalah suatu kondisi di mana tekanan sistolik darah > 140 mmHg dan / atau diastolik
> 90 mmHg Tekanan darah sistolik merupakan tekanan paling tinggi pada pembuluh darah dan terjadi ketika jantung berkontraksi atau memompa. Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah terendah pada pembuluh darah di antara denyut jantung ketika otot jantung berelaksasi (WHO, 2013)
2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi
Hipertensi disebut primer bila penyebabnya tidak diketahui (90%),dan jika ditemukan sebabnya disebut hipertensi sekunder (10%).Penyebab hipertensi antara lain :
a. Penyakit :penyakit ginjal kronik,sindroma cushing,koarktasi aorta,obstructive sleep apnea,penyakit paratiroid,feokromositoma,aldosteronism primer,penyakit renovaskular,penyakit tiroid.
b. Obat-obatan :Prednison,fludrokortison,triamsinolon c. Makanan :sodium ,etanol,licorice
d. Obat-obat jalanan :cocaine,ephedra alkaloids,phenylpropalamine analogs (Yogiantoro,2014)
Sedangkan klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII
1. Tekanan darah normal ;Tekanan sistolik < 120 mmHg dan diastolic <80 mmHg
2. Prahipertensi : Tekanan sistolik 120-139 mmHg dan diastolic 80-89
3. Hipertensi derajat 1 :Tekanan sistolik 140-159 mmHg dan diastolic 90-99 mmHg
4. Hipertensi derajat 2 : Tekanan sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastolic lebih atau sama dengan 100 mmHg
(Mohani,2014)
2.1.3 Patofisiologi Hipertensi
Teori terkini mengenai patofisiologi hipertensi primer meliputi : Peningkatan aktivitas system saraf simpatis (SNS)
1. Respons maladaptif terhadap stimulasi saraf simpatis
2. Perubahan gen pada reseptor ditambah kadar katekolamin serum yang menetap
Peningkatan aktivitas system renin-angiotensin-aldosteron(RAA)
1. Secara langsung menyebabkan vasokinstriksi tetapi juga meningkatkan aktivitas SNS dan menurunkan kadar prostaglandin vasodilator dan oksida nitrat.
2. Memediasi remodeling arteri (perubahan structural pada dinding pembuluh darah)
8
3. Memediasi kerusakan organ akhir pada jantung (hipertrofi),pembuluh darah dan ginjal
Defek pada transport garam dan air
1. Gangguan aktifitas peptida natriuretic (brain natriuretic peptide,BNF),peptide natriuretic atrial(ANF),adrenomodulin,urodilatin,dan endotelin.
2. Berhubungan dengan asupan diet kalsium,magnesium,dan kalium yang rendah
Interaksi kompleks yang melibatkan resistemsi insulin dan fungsi endotel.
1. Hipertensi sering terjadi pada penderita diabetes,dan resistensi insulin ditemukan pada banyak pasien hipertensi yang tidak memiliki diabetes klinis 2. Resistensi insulin berhubungan dengan penurunan pelepasan endothelial
oksida nitrat dan vasodilator lain serta mempengaruhi fungsi ginjal.
3. Resistensi insulin dan kadar insulin yang tinggi meningkatkan aktivitas SNS dan RAA. (Brashers,2014)
2.1.4 Terapi hipertensi
2.1.4.1 Terapi farmakologis hipertensi
Berdasarkan JNC VIII, terapi Farmakologis terdiri dari beberapa golongan obat yaitu:
a. Diuretik, b. ACEI/ARB c. Beta bloker
d. Calsium Channel Blocker
e. Vasodilator
f. Centrally acting agents
2.1.4.2 Terapi non-farmakologis hipertensi
Menurut PERKI 2015, tapi non-farmakologis hipertensi yaitu :
a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
b. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
c. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
d. Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol
10
semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.
e. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.
2.1.5 Komplikasi hipertensi
Hipertensi dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya kejadian kardiovaskular dan kerusakan organ target.Berbagai kerusakan organ tersebut antara lain :
1. Pada jantung ;hipertrofi ventrikel kiri,angina atau infark miokard,dan gagal jantung kongestif.
2. Penyakit ginjal kronis dan penyakit ginjal tahap akhir 3. Retinopati
4. Pada otak :Stroke atau transient ischemic attack 5. Penyakit arteri perifer
(Mohani,2014)
2.2 Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan
2.2.2 Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (ADA,2013), klasifikasi diabetes meliputi empat kelas klinis :
1. Diabetes Mellitus tipe 1
Hasil dari kehancuran sel β pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut.
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif ynag menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin.
3. Diabetes tipe spesifik lain
Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
4. Gestational Diabetes Mellitus
2.2.3 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2
12
Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Depkes, 2005)
2.2.4 Diagnosis Diabetes Melitus
Menurut PERKENI (2015), diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Tabel 2.1 kadar tes laboratorium untuk diagnosis diabetes (PERKENI, 2015).
HbA1c % Glukosa plasma puasa (mg/dL)
Glukosa plasma 2 jam setelah TTGO
(mg/dL)
Diabetes ≥6,5 ≥126 ≥200
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal <5,7 < 100 <140
2.2.5 Tatalaksana Diabetes Mellitus
Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis (Suzanna Ndraha, 2014).
a. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien.Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat
14
masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak (Suzanna Ndraha, 2014).
b. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari (Suzanna Ndraha, 2014).
c. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih 30 menit.Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang.Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin (Suzanna Ndraha, 2014).
d. Intervensi
Intervensi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan
jasmani.Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan (Suzanna Ndraha, 2014).
1) Oral
 Pemicu sekresi insulin : sulfonil urea dan glinid
 Peningkat sensitivitas insulin : biguanid dan tiazolidindion.
 Penghambat glukoneogenesis : biguanid (metformin).
 Penghambat glukosidase alfa : acarbose 2) Suntikan
 Insulin
 Agonis GLP-1/incretin mimetik 2.2.6 Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis.
Komplikasi diabetes terbagi 2 yaitu komplikasi akut dan kronik 1. Komplikasi Akut
Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS) adalah komplikasi akut diabetes (Powers, 2010). Pada Ketoasidosis Diabetik (KAD), kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi badan keton dan asam lemak secara berlebihan.Akumulasi produksi badan keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik.Badan keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3-beta-hidroksibutirat (3HB). Pada Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS),
16
hilangnya air lebih banyak dibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar (Soewondo, 2009).
2. Komplikasi Kronik
Jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Waspadji, 2009). Komplikasi kronik DM bisa berefek pada banyak sistem organ.Komplikasi kronik bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu komplikasi vaskular dan non-vaskular.Komplikasi vaskular terbagi lagi menjadi mikrovaskular (retinopati, neuropati, dan nefropati) dan makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, penyakit serebrovaskular).Sedangkan komplikasi non-vaskular dari DM yaitu gastroparesis, infeksi, dan perubahan kulit (Powers, 2010).
2.3. Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dan memberi kewenangan penyelenggaraan JKN terbentang luas, mulai dari UUD NRI 1945 hingga Peraturan Menteri dan Lembaga.Pemerintah telah mengundangkan 22 (dua puluh dua) Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan program JKN dan tata kelola BPJS Kesehatan (Asih Eka Putri, 2014).Berikut peraturan yang terkait dengan JKN.
a. UUD NRI 1945 Pasal 28h Dan 34
b. UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)
c. UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS)
d. Peraturan Pemerintah No. 101 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PP PBIJK)
e. Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2013
18
f. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan (Perpres JK)
g. Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 (Perpres Perubahan Perpres JK)
h. Peraturan Presiden No. 107 Tahun 2013
i. Peraturan Menteri Kesehatan No. 59 Tahun 2014 j. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 k. Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014 l. Peraturan Menteri Keuangan No. 205 Tahun 2013 m. Peraturan Menteri Keuangan No. 206 Tahun 2013
n. Peraturan Pelaksanaan UU SJSN Dan UU BPJS Yang Mengatur Tata Kelola BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014.
Setiap peserta BPJS memiliki hak dan kewajiban.Hak Pesertayakni antara lain (BPJS, 2013).
1) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh 2) pelayanan kesehatan;
3) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban 4) serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang 5) berlaku;
6) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang 7) bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan
8) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.
Kewajiban peserta BPJS yakni sebagai berikut (BPJS, 2013).
1) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yangbesarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;
2) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitaskesehatan tingkat I;
3) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkanoleh orang yang tidak berhak;
4) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
2.4. Sistem Rujukan BPJS
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan (BPJS, 2014). Rujukan diberikan bila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap (Peraturan Menteri Kesehatan no. 001 tahun 2012). Namun berdasarkan standar kompetensi dokter Indonesia, seorang dokter umum harusnya mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaansecara mandiri dan tuntas (kompetensi 4A) pada
20
kasus hipertensi dan diabetes melitus (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012). Dengan demikian apabila puskesmas dilengkapi dengan fasilitas kesehatan yang baik, maka pasien diabetes melitus dan hipertensi seharusnya dapat ditangani secara mandiri tanpa dirujuk.
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Kesehatan
Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalamsatu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkatpelayanan yang lebih rendah ke tingkatpelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya (BPJS, 2014).
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yanglebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila.
1) pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
2) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasienkarena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yanglebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
1) permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengankompetensi dan kewenangannya;
2) kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baikdalam menangani pasien tersebut;
3) pasien membutuhkan pelayanan lanjutanyang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
22
4) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasienkarena keterbatasan sarana, prasarana,peralatan dan/atau ketenagaan.
5)
Tingkat ketiga
Tingkat kedua
Tingkat pertama Kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis
& rencana terapi, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes primer
Pelayanan kesehatan sub spesialistik oleh dokter sub spesialis di Faskes tingkat lanjutan
Pelayanan kesehatan spesialistik oleh dokter sub spesialis di Faskes tingkat lanjutan
Pelayanan kesehatan dasar oleh Faskes tingkat Pertama
23
KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Puskesmas sebagai faskes tingkat pertama, memiliki peran yang besar kepada peserta BPJS kesehatan. Apabila pelayanan puskesmas yang diberikan baik maka akan semakin banyak peserta BPJS yang memanfaatkan pelayanan kesehatan, namun dapat terjadi sebaliknya jika pelayanan dirasakan kurang memadai. Salah satu kasus terbanyak yang ditangani di puskesmas adalah hipertensi dan diabetes yang masuk dalam program rujukan. Dengan demikian, untuk melihat gambaran pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas perlu dilakukan pendataan mengenai profil pasien hipertensi dan diabetes yang dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua. Data yang akan diambil adalah usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT), riwayat merokok, riwayat pekerjaan, tekanan darah, kadar gula darah, dan penyakit penyerta.
24 3.2 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep
3.2.1 Kerangka Teori -Usia
-Jenis kelamin -IMT
-Riwayat merokok -Pekerjaan
(Febby Haendra, 2013;R.M Suryadi, 2015;
Delmi Sulastri, 2012; Wahyu Ratri, 2016;
Shara Kurnia, 2013)
Komplikasi
Hipertensi Diabetes Melitus
-LVH (Asdiana Nur, 2015) -PJK (Ira Dwi, 2014) -CHF (Merda Wati, 2013) -retinopati (Bianti Nuraini, 2015) -stroke (Leny Sukmawati, 2011) -CKD (R.M Suryadi, 2014)
-akut :hipoglikemia, hiperglikemia -kronik : PJK, penyakit pembuluh darah perifer, neuropati, nefropati, dan
retinopati
(Depkes, 2005; Oktaviana W, 2013)
3.3 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif a. Jumlah Kunjungan
Definisi : Jumlah kunjungan dalam penelitian iniadalah jumlah pasien yang datang memeriksakan diri ke Puskesmas Batua. Data dikategorikan dalam skala numerik.
Alat ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.
Cara ukur : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera pada data Puskesmas.
Hasil ukur : Sesuai jumlah yang tercatat dalam data Puskesmas.
b. Usia pasien
Definisi : Usia pada penelitian adalah usia pasien yang tercatat di rekam medis, didapatkan dari selisih tahun lahir pasien dengan waktu pemeriksaan di Puskesmas Batua. Data dikategorikan dalam skala ordinal.
Merujuk Puskemas
(FKTP)
Fasilitas Layanan Kesehatan Tingkat Dua
Faktor Pemicu:
-Keterbatasan Tenaga Medis -Keterbatasan Alat
-Keterbatasan fasilitas
26 Alat ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.
Cara ukur : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera pada rekam medik pasien.
Hasil ukur : Dikategorikan sebagai berikut:
- < 40 tahun
- 40-49 tahun
- 50-59 tahun
- 60-69 tahun
- 70-79 tahun
- ≥80 tahun c. Golongan kepesertaan BPJS
Definisi : Golongan kepesertaan BPJS pada penelitian adalah golongan peserta jaminan kesehatan yang dimiliki pasien yang dirujuk oleh Puskesmas Batua. Data dikategorikan dalam skala nominal.
Alat ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.
Cara ukur : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera pada rekam medik pasien.
Hasil ukur : Dikategorikan sebagai berikut:
- PBI
- Non-PBI d. Diagnosis Rujukan
dirujuk oleh Puskesmas Batua.
Alat ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.
Cara ukur : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera pada rekam medik pasien.
Hasil ukur : Dikategorikan sebagai berikut:
- HT
- DM
- HT dan/atau DM
- HT dan/atau DM disertai diagnosis kompetensi 4
- HT dan/atau DM disertai diagnosis bukan kompetensi 4
- HT dan/atau DM disertai gejala golongan R-ICD 10
3.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah profil pasien hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk oleh puskesmas ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua berupa pasien yang sudah mengalami komplikasi hipertensi dan DM tipe 2 yang bukan merupakan kompetensi dokter umum (kompetensi 4).
28 BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain observasional deskriptif. Pada penelitian ini, peneliti akan melihat profil pasien hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk oleh Puskesmas Batuake fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua di Kota Makassar selama periode tahun 2016-2017.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Batua, Kota Makassar, Sulawesi Selatan dan analisis sampel dilakukan di Universitas Hasanuddin. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 3 bulan.
4.3 Variabel
Variabel penelitian ini adalah profil pasien hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk oleh Puskesmas Batua ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua yaitu berupa usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT), riwayat merokok, riwayat pekerjaan, tekanan darah, kadar gula darah, dan penyakit penyerta.
4.4 Populasi dan Sampel 4.4.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang dirujuk oleh Puskemas Batua ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
4.4.2 Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua pada Puskesmas Batua di Kota Makassar.
4.4.3 Teknik Sampling
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non- probability sampling dengan jenis consecutive sampling.
4.5 Kriteria Sampel 4.5.1 Kriteria Inklusi
-Pasien hipertensi danatau DM tipe 2 yag terdata periode tahun 2016-2017 4.5.2 Kriteria Eksklusi
-Data rekam medik pasien hipertensi dan DM tipe 2 yang tidak lengkap.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Rekam Medik pasien Hipertensi dan DM Tipe 2 yang dirujuk.
2. Data Rujukan Pasien Hipertensi dan DM Tipe 2.
3. Peralatan penunjang lainnya : Alat dokumentasi
4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Tahap persiapan
Pada tahap persiapan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Peneliti menyusun proposal penelitian.
2. Peneliti mengajukan proposal kepada pembimbing.
3. Peneliti mengusulkan perizinan berupa izin etik penelitian dan perizinan pengambilan sampel penelitian di lokasi pengambilan sampel.
30
4. Peneliti mempersiapkan instrumen penelitian untuk pengambilan sampel penelitian.
5. Peneliti mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam analisis sampel penelitian.
4.7.2 Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Peneliti mengunjungi puskesmas yang telah ditetapkan secara acak sebagai lokasi pengambilan sampel.
2. Peneliti meminta izin dan menjelaskan tujuan penelitian
3. Peneliti mengambil data rekam medik dan data rujukan pasien hipertensi dan DM tipe 2 periode 2016-2017
4.7.3 Tahap pelaporan
Pada tahap pelaporan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Peneliti mengumpulkan data hasil rekam medik
2. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian 3. Peneliti melakukan evaluasi dan pembahasan hasil data penelitian
bersama pembimbing.
4. Penulis melakukan penarikan kesimpulan dan saran dari penelitian 5. Peneliti menyusun laporan penelitian
6. Peneliti mencetak hasil penelitian 7. Peneliti membuat publikasi penelitian
4.8 Cara Pengumpulan Data
Berdasarkan cara memperoleh data, jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu berupa rekam medik dan data rujukan pasien hipertensi dan DM tipe 2 pada puskesmas Batua.
4.9 Pengolahan dan Penyajian Data 4.9.1 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer memakai program Microsoft Excel.
4.9.2 Penyajian Data
Data yang telah diolah, disajikan dalam bentuk tabel distribusi disertai penjelasan yang disusun dalam bentuk narasi.
4.10 Etika Penelitian
1. Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin pada beberapa institusi terkait.
2. Setiap subjek akan dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dengan tidak menuliskan nama pasien, tetapi hanya berupa inisial.
32 BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1.Data Umum
Penelitian mengenai Profil pasien Hipertensi dan Diabetes Mellitus Tipe 2 yang dirujuk ke Fasilitas Layanan kesehatan tingkat 2 oleh Puskesmas Batua tahun 2016-2017 dilakukan di Puskesmas Batua makassar pada bulan November 2017
5.2.Hasil Penelitian
5.2.1 Kunjungan Puskesmas Batua tahun 2016-2017 Tabel 5.1 Kunjungan Puskesmas Batua tahun 2016-2017
Tahun PBI Non-PBI
2016 8829 25993
2017 8384 19268
Total 17213 45261
Persentase 28% 72%
Grafik 5.1 Kunjungan Puskesmas Batua tahun 2016-2017
8829 8384
25993
19268
2016 2017
PBI NON-PBI
Berdasarkan data dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan pasien Puskesmas Batua pada tahun 2016 sebanyak 34822,dengan rincian pasien dengan golongan PBI sebanyak 8829dan25993pasien golongan non-PBI. Sedangkan pada tahun 2017(Januari-November) total jumlah kunjungan yaitu 34868 dengan rincinan kunjungan pasien golongan PBI sebanyak 8384 dan golongan non-PBI sebanyak 19268 pasien.
. Secara menyeluruh pada periode 2016-2017, pasien golongan non PBI lebih banyak berkunjung ke puskesmas dengan jumlah sebesar 45261 kunjungan atau 72%% dibanding pasien golongan PBI sebanyak 17213 kunjungan atau 28%..
34
5.2.2 Frekuensi Pasien Hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk Berdasarkan Umur
Grafik 5.2 Frekuensi Pasien Hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk Berdasarkan Umur tahun 2016
Dari hasil olah data rujukan pasien didapatkan pada tahun 2016 ,pasien yang dirujuk karena hipertensi dan dm yang berusia kurang dari 40 tahun berjumlah 7 pasien ,pasien dengan usia 40-49 tahun berjumlah 16 ,pasien dengan usia 50-59 tahun berjumlah 81 ,pasien dengan usia 60-69 tahun berjumlah 78,pasien dengan usia 70-79 tahun berjumlah 20 ,pasien dengan usia lebih dari atau sama dengan 80 tahun berjumlah 8 pasien.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
USIA <40 Tahun 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89
Grafik 5.3 Frekuensi Pasien Hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk Berdasarkan Umur tahun 2017
Pada tahun 2017 ,pasien dengan usia kurang dari 40 tahun berjumlah 5 ,pasien dengan usia 41-49 tahun berjumlah 18,pasien dengan usia 51-59 berjumlah 48,pasien dengan usia 61-69 berjumlah 35,pasien dengan usia 71-79 tahun berjumlah 11 dan pasien dengan usia lebih dari atau sama dengan 80 tahun berjumlah 2 pasien.
5.2.3.Profil golongan bpjs pasien yang dirujuk
Grafik 5.4 Profil golongan bpjs pasien yang dirujuk tahun 2016-2017
0 10 20 30 40 50 60
USIA <40 40-49 50-59 60-69 70-79 >80
51
39 157
100
2016 2017
PBI NON-PBI
36
Pada tahun 2016 ,Pasien dengan status kepesertaan BPJS golongan PBI yang dirujuk berjumlah 51 ,dan pasien golongan NON-PBI berjumlah sama yaitu 157 pasien.Pada tahun 2017 ,pasien dengan status kepesertaan BPJS golongan PBI yang dirujuk berjumlah 39 ,dan pasien golongan NON-PBI berjumlah 100 pasien.
5.2.4 Distribusi diagnosis Rujukan Pasien DM dan Hipertensi yang dirujuk Tabel 5.2 Distribusi diagnosis Rujukan Pasien DM dan Hipertensi yang dirujuk
Grafik 5.5 Distribusi diagnosis Rujukan Pasien DM dan Hipertensi yang dirujuk tahun 2016
53%
8% 10%
3%
23%
3%
DM Hipertensi DM dan Hipertensi
DM HT dan penyakit peserta 4A
DM HT dan penyakit
peserta bukan 4A
DM HT dan Gejala penyakit lain
Diagnosis Rujukan 2016 2017 TOTAL PRESENTASE
DM 96 53 149 47%
Hipertensi 14 14 28 9%
DM dan atau HT 18 2 20 6%
DM dan atau HT dengan penyakit penyerta kompetensi 4A
5 14 19 6%
DM dan atau HT dengan penyakit penyerta kompetensi Non- 4A
42 36 78 24%
DM dan atau HT dengan gejala penyakit lain 6 20 26 8%
Pada tahun 2016 ,jumlah pasien yang dirujuk dengan diagnosis Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 53% ,pasien yang dirujuk dengan diagnosis hipertensi sebanyak 8%
,pasien ynag dirujuk dengan diagnosis DM dan Hipertensi sebanyak 10% ,pasien yang dirujuk dengan diagnosis DM dan atau Hipertensi dengan penyakit penyerta 4A berjumlah 3%,pasien yang dirujuk dengan diagnosis DM dan atau Hipertensi dengan penyakit penyerta bukan kompetensi 4A berjumlah 23%,dan pasien yang dirujuk dengan diagnosis DM dan atau Hipertensi disertai gejala penyakit lain berjumlah 3% dari total semua rujukan pasien dengan diagnosis dm dan atau hipertensi..
Grafik 5.6 Distribusi diagnosis Rujukan Pasien DM dan Hipertensi yang dirujuk tahun 2017
Pada tahun 2017 ,jumlah pasien yang dirujuk dengan diagnosis Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 38%,pasien yang dirujuk dengan diagnosis hipertensi sebanyak 10%,pasien yang dirujuk dengan diagnosis DM dan Hipertensi sebanyak 2%
,pasien yang dirujuk dengan diagnosis DM dan atau Hipertensi dengan penyakit penyerta 4A berjumlah 10% ,pasien yang dirujuk dengan diagnosis DM dan atau
38%
10%
2%
10%
26%
14%
DM Hipertensi DM dan Hipertensi
DM HT dan penyakit peserta 4A
DM HT dan penyakit
peserta bukan 4A
DM HT dan Gejala penyakit lain
38
Hipertensi dengan penyakit penyerta bukan kompetensi 4A berjumlah 26%,dan pasien yang dirujuk dengan diagnosis DM dan atau Hipertensi disertai gejala penyakit lain berjumlah 14%.
Grafik 5.7 Distribusi diagnosis Rujukan Pasien DM dan Hipertensi yang dirujuk tahun 2016-2017 secara keseluruhan
DM Hipertensi DM dan Hipertensi
DM HT dan penyakit peserta 4A
DM HT dan penyakit
peserta bukan 4A
DM HT dan Gejala penyakit
lain 53%
8% 10%
3%
23%
3%
38%
10%
2%
10%
26%
14%
2016 2017
39 BAB 6 PEMBAHASAN
Pada penelitian ini diperoleh 349 sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi,sampel merupakan data sekunder yang didapatkan dari data rujukan puskesmas Batua,.Sampel dari tahun 2016 berjumlah 210 dan dari tahun 2017 berjumlah 139.pasien Hipertensi dan atau DM tipe 2 yang dirujuk ke fasilitas layanan kesehatan sekunder .
6.1. Kunjungan Puskesmas Batua tahun 2016-2017
Jumlah kunjungan pasien pada tahun 2016-2017 di poli umum puskesmas batua berjumlah 62474,terhitung sejak bulan januari 2016 sampai November 2017.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada tahun 2016 hingga November 2017, pasien golongan non-PBI lebih banyak datang berkunjung dibanding golongan PBI.Kunjungan pasien Non-PBI yaitu sebesar 72%.dan pasien golongan PBI sebesar 28% dari total semua kunjungan..
6.2.Pasien Hipertensi dan DM tipe 2 yang dirujuk Berdasarkan Umur Penelitian kasus control di Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa umur penderita diabetes pada usia tua ≥ 60tahun 3 kali lebih banyak dari usia muda
<55 tahun.
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya diabetes karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena terjadi penurunan sekresi
atauresistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian
40
glukosa darah yang tinggi kurang optimal.Penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh RochmahW menunjukkan bahwa dari tahun 1996 1997 pada lansia umur >60 tahun,didapatkan hanya 12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali,8% kadar kolesterol normal,hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada aterosklerosis,makroangiopati,yang faktor faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang ditungkai yang lebih mudah terjadi diabetes mellitus ( RiniTri Hastuti, 2008 ).
Dari data hasil penelitian inididapatkan dilihat, pasien DM dan Hipertensi yang dirujuk dari Layanan kesehatan Tingkat Pertama paling banyak memiliki usia antara 50-69 tahun .
6.3.Profil golongan bpjs pasien yang dirujuk
Secara keseluruhan dari tahun 2016 hingga tahun 2017 (Januari- November) jumlah pasien DM dan Hipertensi yang dirujuk dengan golongan Non-PBI memiliki jumlah yang lebih banyak yaitu 74% dan pasien dengan golongan PBI 26%.
6.4. Distribusi diagnosis pasien DM dan atau Hipertensi yang dirujuk
Secara umum ,dalam peraturan menteri kesehatan tahun 2014 tentang panduan praktik klinis ,seorang dokter umum dalam hal ini dokter yang bertugas di fasilitas layanan kesehatan primer harus mampu melakukan diagnosis ,dan tatalaksana secara mandiri dan tuntas untuk penyakit-penyakit dengan kompetensi 4A di SKDI.
Namun dalam pelaksanaan rujukan ,ada hal-hal lain yang harus diperhatikan selain berdasarkan level kompetensi SKDI tersebut yaitu kriteria
TACC .Bagian ini berisi sistematika rencana penatalaksanaan berorientasi pada pasien (patient centered) yang terbagi atas dua bagian yaitu penatalaksanaan non farmakologi dan farmakologi. Selain itu, bagian ini juga berisi edukasi dan konseling terhadap pasien dan keluarga (family focus), aspek komunitas lainnya (community oriented) serta kapan dokter perlu merujuk pasien (kriteria rujukan).
Dokter akan merujuk pasien apabila memenuhi salah satu dari kriteria “TACC”
(Time-Age-Complication-Comorbidity) berikut:
Time : jika perjalanan penyakit dapat digolongkan kepada kondisi kronis atau melewati Golden Time Standard.
Age : jika usia pasien masuk dalam kategori yang dikhawatirkan meningkatkan risiko komplikasi serta risiko kondisi penyakit lebih berat.
Complication : jika komplikasi yang ditemui dapat memperberat kondisi pasien.
Comorbidity : jika terdapat keluhan atau gejala penyakit lain yang memperberat kondisi pasien.
Selain empat kriteria di atas, kondisi fasilitas pelayanan juga dapat menjadi dasar bagi dokter untuk melakukan rujukan demi menjamin keberlangsungan penatalaksanaan dengan persetujuan pasien.(Peraturan menteri kesehatan no.5 ,2014)
Dari semua pasien DM dan atau Hipertensi yang dirujuk pada tahun 2016- 2017 dapat dilihat bahwa pasien yang dirujuk dengan DM dan atau Hipertensi tanpa penyakit penyerta ,DM dan atau Hipertensi dengan penyakit penyerta kompetensi 4a ,serta DM dan atau Hipertensi dengan gejala penyakit lain memiliki jumlah yang lebih besar dibanding dengan jumlah rujukan penyakit DM dan atau Hipertensi dengan penyakit penyerta kompetensi Non-4A
42
Hal ini menunjukkan bahwa penyakit DM dan Hipertensi yang merupakan level kompetensi 4A belum dapat tertangani dengan baik di layanan kesehatan primer dalam hal ini puskesmas.Selain itu ,penyakit DM dan atau Hipertensi serta DM dan atau hipertensi dengan penyakit penyerta kompetensi 4A yang seharusnya tertangani di layanan kesehatan primer ,dirujuk ke fasilitas layanan kesehatan sekunder.Hal ini menyebabkan penumpukkan pasien di layanan kesehatan sekunder yang akan mengakibatkan terganggunya pelayanan kesehatan.
43 BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan
Sesuai hasil dan pembahasan penelitian yang dilaksanakan Oktober sampai bulan November 2017 dengan data rujukan yang di dapatkan dari puskesmas Batua Makassar , maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Total Kunjungan pasien NON-PBI lebih besar (72%) dibandingkan pasien PBI(28%)
2. Usia Pasien DM tipe 2 dan atau Hipertensi yang dirujuk paling banyak merupakan pasien dengan rentang usia 50-69 tahun 3. Secara keseluruhan dari tahun 2016 hingga tahun 2017 (Januari-
November) jumlah pasien DM dan atau Hipertensi yang dirujuk dengan golongan Non-PBI memiliki jumlah yang lebih banyak yaitu 74% dan pasien dengan golongan PBI 26%.
4. Jumlah pasien yang dirujuk dengan diagnosis DM dan atau hipertensi dengan penyakit penyerta kompetensi 4A lebih besar yaitu 76% dibandingkan dengan pasien DM dan atau hipertensi dengan penyakit penyerta kompetensi non-4A yaitu sebesar 24%.
7.2 Saran
1. Bagi masyarakat ,kiranya dapat membiasakan pola hidup sehat
mengingat banyaknya jumlah pasien DM dan Hipertensi yang semakin meningkat
44
2. Bagi tenaga medis khususnya yang berada di fasilitas layanan kesehatan primer ,agar lebih bersungguh-sungguh lagi dalam mencegah maupun menangani penyakit-penyakit dengan level kompetensi 4A
3. Bagi peneliti ,kiranya dapat melakukan penelitian lanjutan dengan data yang lebih besar,serta analisis dan penjabaran yang lebih tajam,antara lain yaitu penelitian berikutnya mungkin dapat membandingkan data jumlah rujukan dengan total kunjungan pasien selama satu tahun selain itu peneliti dapat memaparkan semua jenis penyakit pasien yang dirujuk selain hipertensi dan DM, agar dapat dilihat secara menyeluruh
gambaran kinerja fasilitas layanan kesehatan primer tersebut.
45
DAFTAR PUSTAKA
Ashar, Robby., Wijayanegara, Hidayat., Sutadipura, Nugraha. Penilaian Rujukan Pasien Bersalin Peserta BPJS Kesehatan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Berdasarkan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional Periode 1 Oktober -31 Desember 2014. Prosiding Pendidikan Dokter [Internet]. 2014 [cited 20
Februari 2016];ISSN: 2460-657X:[995-1000]. Available from:
http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/dokter/article/download/1531/pd f
BPJS Kesehatan.BPJS Kesehatan Pentingkan Kualitas Faskes Pertama.[Internet].
Jakarta: BPJS Kesehatan. 2015 [cited 26 April 2016]. Available from:
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/m/index.php?module=berita&id=314 BPJS Kesehatan.Optimalisasi Fungsi Utama Pelayanan Primer BPJS
Kesehatan.[Internet]. Jakarta: BPJS Kesehatan. 2014 [cited 23 April
2016]. Available from:
https://xa.yimg.com/kq/groups/23311043/1454602592/name/006+PENGU ATAN+PRIMARY+CARE+21-04-14.pdf
BPJS Kesehatan.Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada FKTP.[Internet]. Jakarta: BPJS Kesehatan. 2015 [cited 25 April 2016]. Available from:
46
Brashers L.V.2007.Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen (Edisi 2).Jakarta :EGC
http://www.jamsosindonesia.com/kjs/files/2015/PER BPJS Kes/6.
PeraturanBPJSKeNo 2_2015.pdf
Huon H.Gray.Keith D.Dawkins.John M.Morgan.Iain A.Simpson.Lecture notes Kardiologi.2014.
Indonesia. Dirjen BUK Kementerian Kesehatan RI.Pedoman Sistem Rujukan Nasional.[Internet]. Jakarta: Dirjen BUK Kementerian Kesehatan RI. 2012
[cited 26 Februari 2016]. Available from:
http://programrujukbalik.com/sites/default/files/pdf/211115_1237.pdf.
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.[Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2012 [cited 12
Februari 2016]. Available from:
http://bksikmikpikkfki.net/file/download/PMK%20No.%20001%20Th%2 02012%20ttg%20Sistem%20Rujukan%20Yankes%20Perorangan.pdf.
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.[Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2014 [cited 08 Maret 2016]. Available from:
http://www.bkkbn.go.id/Documents/JKN/PMK%20No.%2028%20ttg%20 Pedoman%20Pelaksanaan%20Program%20JKN.pdf.
Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.Situasi Kesehatan Jantung.2013
Kesumawati, Ima Nur. 2012. Analisis Pelaksanaan Rujukan RJTP Peserta Askes Sosial PT. Askes (Persero) Kantor Cabang Sukabumi di Puskesmas Nanggeleng dan Gedong Panjang Tahun 2012. Skripsi[Internet]. 2012.
[cited 10 Februari 2016].
Parlementaria. 2016. Audit dan Modernisasi BPJS kesehatan. DPR-RI: Edisi 135 TH. XLVI.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5.2014.Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan Primer.
Puspitaningtyas, A., Indarwati., Kartikasari, D. Pelaksanaan Sistem Rujukan di RSUD Banyudono. Jurnal [Internet]. 2014 [cited 13 Februari
2016];XI(2):[25-36]. Available from:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=340908&val=5466&t itle=PELAKSANAAN%20SISTEM%20RUJUKAN%20DI%20RSUD%2 0BANYUDONO.pdf
Putri, Asih Eka. 2014. Paham JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Kantor Perwakilan Indonesia.