• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Studi di SDLB Negeri Salatiga)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MANAJEMEN PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Studi di SDLB Negeri Salatiga)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

(Studi di SDLB Negeri Salatiga)

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Tarbiyah

Program Studi Kependidikan Islam

Oleh : PURWANTI

063311012

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2011

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Purwanti

NIM : 063311012

Jurusan/ Progam Studi: Kependidikan Islam

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

.

Semarang, 8 Juni 2011 Saya yang menyatakan

Purwanti

NIM. 063311012

(3)

KEMENTERIAN AGAMA R.I.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS TARBIYAH

Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang Telp. 024-7601295 Fax 7615387

PENGESAHAN

Naskah Skipsi dengan:

Judul : Manajemen Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Di SDLB Negeri Salatiga)

Nama : Purwanti NIM : 063311012

Jurusan : Kependidikan Islam Progam Studi : Kependidikan Islam

Telah diujikan dalam sidang munaqosah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam ilmu Pendidikan IsIam.

Semarang, 23 juni 2011

DEWAN PENGUJI Ketua,

Ismail SM., M.Ag.

NIP:19711021 199703 002

Sekretaris,

Dr. Musthofa, M.Ag NIP:19710403 199603 1 002

Penguji I,

Dr. H. Raharjo, M.Ed.St.

NIP: 19651123 199103 1 003

Penguji II,

Fakrur Rozi, M.Ag.

NIP: 19691220 199503 1 001

(4)

NOTA PEMBIMBING Semarang, 5 Juni 2011

Kepada Yth

Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : MANAJEMEN PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS (STUDI DI SDLB N SALATIGA)

Nama : Purwanti NIM : 063311012

Jurusan : Kependidikan Islam Program Studi : Kependidikan Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Pembimbing I

Ismail, SM, M.Ag.

NIP. 19711021 199703 1 002

(5)

NOTA PEMBIMBING Semarang, 9 Juni 2011

Kepada Yth

Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : MANAJEMEN PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS (STUDI DI SDLB N SALATIGA)

Nama : Purwanti NIM : 063311012

Jurusan : Kependidikan Islam Program Studi : Kependidikan Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Pembimbing II

Dr. Mustofa , M.Ag

NIP. 19710403 199603 1 002

(6)

MOTTO

äí÷Š$#

4’n<Î) È@‹Î6y™

y7În/u‘

ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/

ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$#

(

Oßgø9ω»y_ur ÓÉL©9$$Î/

}‘Ïd ß`|¡ômr&

4.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

(Q.S. An Nahl:125)1

1 Ahmad Hatta, Tafsir Qur an Perkata Dilengkapi dengan Asbabunnuzul&Tarjamah, (Jakarta; Maghfirah Pustaka,2009),cet.3, hlm. 525.

(7)

ABSTRAK

Judul : Manajemen Pembelajaran PAI Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (Studi di SDLB N Salatiga)

Penulis : Purwanti NIM : 063311012

Skripsi ini membahas pelaksanaan manajemen pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus. Kajiannya dilatarbelakangi oleh banyaknya anak cacat yang putus sekolah dikarenakan banyak hal. Sehingga dia tidak dapat hidup mandiri. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana Manajemen pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SDLB Negeri Salatiga? (2) Apa saja kendala yang dihadapi dan solusi yang dilakukan dalam pelaksanaan manajemen pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SDLB Negeri Salatiga? Datanya diperoleh dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Semua data dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif, yaitu metode analisis data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan angka.

Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Kondisi objektif pembelajaran PAI bagi bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SDLB Negeri Salatiga dari pihak siswa dan guru mempunyai semangat yang luar biasaMenejemen pembelajaran PAI di SDLB Negeri Salatiga sudah cukup baik karena melibatkan guru dan peserta didik untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Manajemen pembelajaran PAI di SDLB Negeri meliputi: a. Perencanaan yang meliputi: Penyusunan Rencana dan Program Pembelajaran (Silabus, RPP), Penjabaran Materi, Penentuan Strategi dan Metode Pembelajaran, Penyediaan Sumber, Alat dan Sarana Pembelajaran, Penentuan Cara dan Alat Penilaian Proses dan Hasil Belajar, Seting Lingkungan Pembelajaran rencanaan, b. Pengembangan difokuskan pada tiga ranah, yaitu:

kognitif, psikomotor, dan afektif, c. Pelaksanaan meliputi; Pra Intruksional, Instruksional, Evaluasi/Tindak Lanjut, dan d.Tahap penilaian berdasarkan;

Evaluasi kemampuan yang disesuaikan dengan tuntutan kurikulum peserta didik dengan kecerdasan normal, dan usia peserta didik yang disebut dengan maju berkelanjutan. (2) Adapun faktor Kendala dalam Pelaksanaan Manajemen Pembelajaran PAI di SDLB N Salatiga meliputi : a. Tingkat kesadaran masyarakat umum dan keluarga penyandang kelainan khusus tentang arti pentingnya pendidikan khusus (luar biasa) yang relatif kurang, b. Sarana dan Prasarana yang kurang lengkap, c. Tidak ada buku Penunjang pembelajaran PAI khusus PLB, d. Sumber Daya Manusia e. Pendanaan. Sedangkan upaya pemecahannya meliputi: a. Sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan SLB serta sekolah menyediakan buku penghubung siswa dengan orangtua untuk mengajak berperan serta dalam mengawasi perkembangan belajar dan kemandiriannya, b. Memanfaatkan dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya sarana prasarana yang ada serta mengadakan kerjasama dengan pihak lain, c.

Membentuk Tim MGMP khusus bagi siswa SLB, d. Mengajukan permohonan bantuan beasiswa bagi siswa berprestasi dibidang akademik dan ketrampilan kepada Walikota.

(8)

TRANSLITERASI ARAB LATIN

Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor:

158/1987 dan Nomor: 0543b/Untuk1987. Penyimpangan penulisan kata sandang (al-) disengaja secara konsisten agar sesuai teks Arabnya.

A t}

B z}

T

s| Gh

j F

h} Q

kh K

d L

z| M

r Dan

z W

s H

sy

s} Y

d}

Bacaan madd: Bacaan diftong:

a> = a panjang = au

i> = I panjang = a

u> = u panjang

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan yang mengajari kita ilmu dengan pena dan mengajari manusia atas apa-apa yang tidak diketahui. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita, manusia yang paling mulia, Nabi besar Muhammad Saw, berikut keluarga dan sahabat-sahabat beliau...

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Suja’i, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

2. Dr. Mustofa , M.Ag selaku Ketua jurusan dan Fahrurozi M.Ag selaku Sekretaris jurusan Kependidikan Islam atas masukan dan semangatnya.

3. Ismail SM, M.Ag dan Dr Mustofa, M.Ag yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing serta mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Para dosen serta staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah membekali penulis dengan berbagai pengetahuan.

5. Kepala Sekolah, semua staf pengajar, pegawai dan siswa/siswi SDLB Negeri Salatiga, terima kasih atas bantuan dan dukungan datanya selama penelitian.

6. Bapak, Ibu, dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberi nasihat, motifasi dan doanya untuk penulis.

7. Usfuriyah, Nenk, mbak Fani, maz Roiz, Nila, Arifah, dan kawan-kawan KI 2006 terima kasih atas kebersamaan yang sarat makna..

8. Teman-teman KI, 2007, dan 2008 terima kasih untuk semangat dan semua masukannya.

9. Teman-teman PPL SMP Hidayatullah serta rekan-rekan KKN desa Madugowong Jati, semoga kita selalu berada dijalan-Nya.

10. Semua pihak yang telah memberi dukungan baik moril maupun materiil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(10)

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberi apa-apa yang berarti, hanya do’a semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah dengan sebaik-baik balasan serta selalu dalam lindungan-Nya.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam penyusunan kata, landasan teori, dan beberapa aspek inti didalamnya. Oleh karena itu, kritik saran yang konstruktif sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya.

Amin.

Semarang, 14 Juni 2011 Penulis,

Purwanti

NIM. 063311012

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PENGESAHAN... iii

NOTA PEMBIMBING ... iv

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

TRANSLITERASI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ... 7

B. Kerangka Teoritik ... 8

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 35

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

C. Sumber Penelitian ... 36

D. Fokus Penelitian ... 37

E. Pengumpulan Data Penelitian ... 37

F. Tenik Analisis Data ... 38

BAB IV MANAJEMEN PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SDLB N SALATIGA A. Gambaran umum SDLB N Salatiga ... 40

(12)

B. Manajemen Pembelajaran PAI di SDLB N Salatiga ... 43 C. Pelaksanaan Manajemen Pembelajaran PAI Bagi Anak

Berkebutuhan Khusus di SDLB N Salatiga ... 48 D. Faktor Kendala dan Solusi yang dilakukan dalam

Pelaksanaan Manajemen Pembelajaran PAI Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SDLB N Salatiga ... 54 BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 57 B. Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Piagam PASSKA Institut Lampiran 2 : Piagam PASSKA Fakultas Lampiran 3 : Piagam KKN

Lampiran 4 : Hasil Wawancara Lampiran 5: : Alamat Sekolah

Lampiran 6 :Stuktur organisasi di SLB Negeri Salatiga

Lampiran 7 : Keadaan Guru Dan Karyawan SDLB Negeri Salatiga Lampiran 8 : Daftar Nama Guru Piket SLB Negeri Salatiga

Lampiran 9 :Pembagian Tugas Guru Dalam Kegiatan Estrakulikuler Lampiran 10 : Beban Jam Mengajar Guru SDLB Negeri Salatiga

Lampiran 11: Daftar Siswa Penerima Beasiswa Imbal Swadaya SDLB Negeri Salatiga Tahun Ajaran 2010/2011

Lampiran 12 Jadwal Pelajaran SDLB Negeri Salatiga Lampiran 13: Tata tertib dan Sanksi peserta didik

Lampiran 14: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran15: Silabus

Lampiran16: Contoh Soal Lampiran17: Brosur

Lampiran19: Surat Izin Riset

Lampiran20: Surat Keterangan Riset

Lampiran 21:Surat Keterangan Ko Kurikuler Lampiran 22:Trankip Ko Kurikuler

Lampiran 23: Surat Keterangan Bebas Kuliah Lampiran 24: Foto

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam telah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan.

Seperti yang terdapat dalam QS. Ashaad ayat 29, dimana manusia diperintahkan untuk mempelajari agama:

ë=»tGÏ.

çm»oYø9t“Rr&

y7ø‹s9Î) Ô8t•»t6ãB (#ÿrã•-/£‰u‹Ïj9

¾ÏmÏG»tƒ#uä t•©.x‹tFuŠÏ9ur

(#qä9'ré&

É=»t6ø9F{$#

ÇËÒÈ

“Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (Q.S.

Ashaad/38:29).1

Pendidikan islam tidak hanya diberikan kepada anak yang mempunyai kelengkapan fisik saja, tapi juga diberikan kepada anak yang mempunyai kelainan dan kekurangan fisik atau mental, karena manusia mempunyai hak yang sama di hadapan Allah SWT. Dalam QS. An Nuur ayat 61:

}§øŠ©9

’n?tã 4‘yJôãF{$#

Ólt•ym Ÿwur

’n?tã Ælt•ôãF{$#

Ólt•ym Ÿwur

’n?tã Çك̕yJø9$#

Ólt•ym Ÿwur

#’n?tã öNà6Å¡àÿRr&

br&

(#qè=ä.ù's?

.`ÏB öNà6Ï?qã‹ç/

...

“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri...” (Q.S. An Nuur/24:61).2 Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 dalam pasal 5 ayat 2 juga menyebutkan bahwa “setiap warga negara memiliki kelainan fisik, mental, sosial, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.3 Dengan kata lain, perkembangan manusia ada yang wajar atau normal dan ada pula yang perkembangannya terganggu (abnormal) yang akan berpengaruh terhadap mental

1 Ahmad Hatta, Tafsir Qur’an Perkata dilengkapi dengan Asbabunnuzul&Tarjamah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2009), hlm. 736.

2 Ahmad Hatta, Tafsir, hlm. 358.

3 Undang-Undang Sisdiknas 2003 (UU RI No. 20 Th. 2003), (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), hlm 6.

(15)

dan jasmani. Sehingga dalam permasalahan pendidikan, tidak ada perbedaan antara anak yang normal perkembangan jasmani dan rohaninya, dengan anak - anak yang mengalami kecacatan fisik atau kelemahan mental yang sering disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (heward).

Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan berbakat. Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan (exception) atau luar biasa.4 Konsep ketunaan berbeda dengan konsep berkelainan. Konsep ketunaan hanya berkenaan dengan kecacatan, sedangkan konsep bekelainan atau luar biasa mencakup anak yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan.

Beberapa yang termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus antara lain:

tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, dan anak dengan gangguan kesehatan.

Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak berkebutuhan khusus memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.5

Dalam ajaran Islam setiap manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Kewajiban beribadah ini diwajibkan kepada manusia yang dalam keadaan sadar, artinya mampu menggunakan akal dan hatinya untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Begitu pula pada anak berkebutuhan khusus, mereka tetap

4 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT.

Indeks, 2009), hm. 166.

5 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009), hm. vi.

(16)

diwajibkan beribadah kepada Allah selagi dalam keadaan sadar dan tentunya disesuaikan dengan perkembangan mereka.

Pendidikan agama Islam hendaknya ditanamkan sejak kecil, sebab pendidikan masa kanak-kanak merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Sebagaimana Zakiyah Daradjat mengemukakan, bahwa pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, pelatihan yang dilalui sejak kecil.6 Dengan harapan mampu mewujudkan ukhuwah islamiyah.

Pendidikan Agama Islam di sekolah dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup penyelenggaraannya ditinjau dari jalur pendidikan. Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, manghayati dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan.7 Pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam tidak hanya diberikan kepada anak yang mempunyai kelengkapan fisik saja, akan tetapi juga diberikan kepada anak yang mempunyai kelainan dan kekurangan fisik atau mental.

Peserta didik dipandang sebagai makhluk Tuhan dengan fitrah yang dimiliki, sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Setiap peserta didik memiliki perbedaan minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman dan cara belajar. Peserta didik tertentu mungkin lebih mudah belajar dengan cara mendengar dan membaca, peserta didik lain dengan cara melihat dan peserta didik yang lain dengan cara melakukan langsung.8 Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar dan cara penilain perlu disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Kegiatan pembelajaran perlu menempatkan mereka sebagai subyek belajar dan mendorong mereka untuk mengembangkan segenap bakat dan potensinya secara optimal.

6 Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 68.

7 Abdul Madjid, Pendidikan, hlm.12.

8 Nazarudin, MM, Manajemen Pembelajaran, (Jogjakarta: Sukses Offset, 2007), hlm.20- 21.

(17)

Pendidikan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak yang normal. Perbedaan ini bukan pada materi pokoknya melainkan pada segi luasnya dan pengembangan materi pendidikan agama yang disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. Para penyandang tuna tidaklah mudah untuk dididik ajaran agama Islam, Karena kekurangan dan kelemahan mereka dalam menangkap pelajaran agama serta tingkah laku yang berbeda dengan anak normal pada umumnya.

Sehingga kurikulum yang digunakan SLB adalah kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya.9 Dengan adanya manajemen pembelajaran yang tepat, maka diharapkan mereka akan mendapatkan sejumlah pengalaman baru yang kelak dapat dikembangkan anak guna melengkapi bekal hidup.10

Mengingat kondisi peserta didik yang memiliki keterbatasan intelegensi dan juga keterbatasan lainnya, dan juga pentingnya pendidikan agama bagi umat.

Maka pelaksanaan pembelajaran PAI di SLB harus berjalan sesuai dengan tujuan, sehingga pengetahuan yang diterima setiap anak tidak berbeda dengan anak-anak normal. Maka, diperlukan pelaksanaan manajemen pembelajaran yang matang.

Karena manajemen pembelajaran PAI merupakan substansi manajemen yang utama di sekolah.

Kebutuhan mengenai permasalahan keagamaan semakin kompleks seiring perkembangan zaman. Karena itu guru PAI harus tanggap, seorang guru harus tepat dan efektif dalam menyampaikan materi pelajaran PAI. Untuk menciptakan peserta didik yang berkualitas dan mampu menghadapi perkembangan zaman maka kebutuhan pembaharuan dalam metode merupakan suatu keharusan. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari proses dan dari segi hasil. Dari segi proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila

9 Ifdlali, “Pendidikan Inklusi Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus” dalam http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40-artikel/115-, diakses 13 April 2011.

10 Akhoiron Rosyadi. Pendidikan Profentik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm.

246.

(18)

seluruh atau setidak-tidaknya sebagian besar (75 %) peserta didik secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedang dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan yang positif dari peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75 %).11

Maka penulis tertarik untuk mengkaji pelaksanaan manajemen Pembelajaran PAI yang diterapkan di SDLB Negeri Salatiga. Karena SDLB Negeri Salatiga merupakan satu - satunya SDLB Negeri di Salatiga dengan siswa terbanyak dengan berbagai ragam ketunaan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka untuk mempermudah dalam memahami permasalahan, penulis membuat rangkaian dan batasan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Manajemen pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SDLB Negeri Salatiga?

2. Apa saja kendala yang dihadapi dan solusi yang dilakukan dalam pelaksanaan manajemen pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SDLB Negeri Salatiga?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan melihat rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan dan mengetahui bagaimana sekolah melaksanakan manajemen pembelajaran PAI

2. Memberikan gambaran yang jelas tentang beberapa kendala dan solusi dalam pelaksanaan manajemen pembelajaran PAI

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

11 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Konsep, Karakteristik dan Implementasi), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 102

(19)

1. Bahan informasi terhadap SLB tentang pelaksanaan pembelajaran PAI bagi anak berkepribadian khusus

2. Referensi bagi mahasiswa jurusan Kependidikan Islam dan Tarbiyah dalam mengembangkan pembelajaran PAI bagi anak berkepribadian khusus secara global.

(20)

BAB II

KONSEP DASAR MANAJEMEN PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan penelusuran pustaka yang berupa buku, hasil penelitian, karya ilmiah, ataupun sumber lain yang digunakan peneliti sebagai rujukan atau perbandingan terhadap penelitian yang dilakukan.

Dalam telaah pustaka ini penulis akan mendeskripsikan beberapa penelitian yang ada relevansinya dengan judul penulis antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Wahyu Hidayati pada tahun 2008 berjudul

“Pengaruh Pembinaan Agama Islam Terhadap Perkembangan Kepribadian Anak-Anak Di Panti Sosial” Putra Harapan Bangsa Kabupaten Rembang”.

Dalam penulisannya mengungkapkan pelaksanaan pendidikan Islam untuk menanamkan nilai-nilai agama dan budaya islam yang benar dalam diri anak- anak, pendidik juga harus mengajarkan anak-anak moral Islami.1

2. Penelitian yang dilakukan oleh Akhsanul Arifin yang berjudul “Manajemen Pembelajaran Agama Islam Non Formal Bagi Penyandang Tunanetra Di Panti Tunanetra dan Tunarungu Tunawicara Distrarastra Pemalang”, membahas tentang pelaksanaan pembelajaran Agama Islam bagi penyandang tunanetra.2 3. Skripsi yang berjudul “Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada

Anak Tunagrahita di SDLB RMP Sostrokartono Jepara” disusun oleh Ukhtin Muttoharoh. Dalam penulisannya mengungkapkan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam bagi anak Tunagrahita serta perilakunya ketika proses belajar

1 Siti Wahyu Hidayati, Pengaruh Pembinaan Agama Islam Terhadap Perkembangan Kepribadian Anak-Anak Dipanti Social Putra Harapan Bangsa Kabupaten Rembang, (Semarang:

Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo, 2008)

2 Akhsanul Arifin, Manajemen Pembelajaran Agama Islam Non Formal Bagi Penyandang Tunanetra Dipanti Tunanetra Dan Tunarungu Tunawicara Distrastra Pemalang, (Semarang: Fak.

Tarbiyah, IAIN Walisongo, 2010)

(21)

mengajar berlangsung.3 Ada titik sambung antara karya tersebut dengan pembahasan berikut, yaitu sama-sama menyinggung tentang pembelajaran pendidikan agama Islam bagi penyandang ketunaan. Namun, tentu saja banyak hal yang membedakan antara karya tersebut dengan tema yang akan dipaparkan di sini, yaitu dengan fokus penelitian anak berkebutuhan khusus secara umum.

B. Kerangka Teoritik

Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai berbagai teori dan referensi yang mendukung dengan apa yang akan dibahas. Kerangka teoritik ini akan menguraikan tentang pembelajaran PAI, Anak Berkebutuhan Khusus, serta Manajemen Pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat dalam pembahasan berikut ini:

1. Pembelajaran PAI

Pembelajaran PAI merupakan salah satu bagian yang penting dalam kurikulum pendidikan. Pembelajaran PAI terdiri dari dua kata yaitu pembelajaran dan PAI yang masing-masing memiliki pengertian sendiri. Oleh karena itu, sebelum membahas tentang pembelajaran PAI, terlebih dahulu kita ketahui pengertian dari masing-masing kata.

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran berasal dari kata “instruction” yang berarti

“pengajaran”. Menurut E. Mulyasa, “pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.”4 Dalam interaksi tersebut, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.

3 Ukhtin Muttoharoh, Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak Tunagritha di SDLB RMP Sastrokartono Jepara, (Semarang: Fak Tarbiyah, IAIN Walisongo, 2007)

4 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.

100.

(22)

Menurut Oemar Hamalik, “pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.”5

Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar ditinjau dari sudut kegiatan siswa berupa pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa yang direncanakan guru untuk dialami siswa selama kegiatan belajar mengajar.6 Dengan demikian, pembelajaran didefinisikan sebagai pengorganisasian atau penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan yang sebaik-baiknya yang memungkinkan terjadinya peristiwa belajar pada siswa.

Pembelajaran adalah proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar.

Proses belajar mengajar, merupakan proses interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan. Dalam kegiatan belajar mengajar ada kegiatan yang dilakukan siswa dan ada kegiatan yang dilakukan guru yang terjadi secara sinergis.

Pembelajaran menurut Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid dalam kitabnya “At-Tarbiyah wa Turuku al-Tadris” adalah .:

” ,

.

(Adapun pembelajaran itu terbatas pada pengetahuan dari seorang guru kepada murid. Pengetahuan itu yang tidak hanya terfokus pada pengetahuan normative saja namun pengetahuan yang memberi dampak pada sikap dan dapat membekali kehidupan dan akhlaknya).

Dalam buku Educational Psychology dinyatakan bahwa “learning is an active process that needs to be stimulated and guided toward desirable out

5 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 57.

6 Direktorat Pembinaan SLB, Model Pembelajaran Pendidikan Khusus, (Jakarta:t.p., 2007), hlm. 3.

7 Sholeh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid, At-Tarbiyah wa Turuku At-Tadris, (Mesir:

Darul Ma’arif, 1968), Juz I, hlm. 61.

(23)

comes.” 8 (Pembelajaran adalah proses akhir yang membutuhkan rangsangan dan tuntunan untuk menghasilkan out came yang diharapkan). Dan pada dasarnya pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan peserta didik, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.

Proses pembelajaran harus diupayakan dan selalu terikat dengan tujuan. Oleh karenanya, segala interaksi, metode dan kondisi pembelajaran harus direncanakan dan mengacu pada tujuan pembelajaran yang dikehendaki.

b. Pembelajaran PAI

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia, maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan. Pendidikan Agama Islam yang pada hakikatnya merupakan sebuah proses itu, dalam pengembangannya juga dimaksudkan sebagai rumpun mata pelajaran yang diajarkan di sekolah maupun perguruan tinggi. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat dimaknai dalam dua pengertian; Pertama,sebagai sebuah proses penanaman ajaran agama Islam. Kedua, sebagai bahan kajian yang menjadi materi dari proses penanaman/pendidikan itu sendiri.9

Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu mewujudkan ukhuwah Islamiyah dalam arti luas, yaitu ukhuwah fi al-ubudiyah, ukhuwah fi al-

8 Lester D. Crow and Alice Crow, Educational Psychology, (New York: American Book Company, 1958), hlm. 225.

9 Nazarudin, Manajemen Pembelajaran (Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum), (Yogyakarta:Teras, 2007), hlm. 12.

(24)

insaniyah, ukhuwah fi al-wathaniyah wa al-nasab dan ukhuwah fi din al- Islam. Ini dikarenakan PAI bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama Islam, tetapi juga untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (membangun etika sosial).10Firman Allah yang berbunyi:

’ÎA÷sムspyJò6Åsø9$#

`tB âä!$t±o„

4

`tBur

|N÷sムspyJò6Åsø9$#

ô‰s)sù u’ÎAré&

#ZŽö•yz

#ZŽ•ÏWŸ2

3

$tBur

ã•ž2¤‹tƒ HwÎ)

(#qä9'ré&

É=»t6ø9F{$#

“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Q.S. Al Baqarah/1:269).11

Dari ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa Allah memberi hikmat serta ilmu yang benar yang mengendalikan iradat (kehendak) kepada hamba-Nya, khususnya untuk mempelajari Al Qur’an dan agama. Dengan ilmu yang diperolehnya, manusia dapatlah membedakan antara hakikat dan prasangka negatif, selain itu dia akan mudah membedakan antara bisikan setan dan ilham.12

Definisi lain menjelaskan pembelajaran adalah seperangkat kejadian yang mempengaruhi siswa dalam situasi belajar. Sedangkan pengertian pembelajaran pendidikan agama Islam adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu siswa dalam belajar agama Islam.

Dalam pembelajaran PAI harus didasarkan pada pengetahuan siswa yang belajar dan lebih sering dikaitkan pada suatu materi mata pelajaran lain.

Pembelajaran PAI ini juga harus menjadi sesuatu yang direncanakan dari pada hanya sekedar asal jadi. Pembelajaran PAI ini akan lebih membantu siswa

10 Departemen Agama, Pedoman Umum Pendidikan Agama Islam Madrasah, (Jakarta:

Departemen Agama, 2003), hlm.3-4.

11Ahmad Hatta, Tafsir Qur’an Per Kata Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Terjemah, (Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2009), hlm. 51.

12 Tengku Muhammad Ash Shiddieqy, Tafsir Al Qur’anul Majid An-Nur Jilid 1, (Semarang:

PT Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 473-474.

(25)

dalam memaksimalkan kemampuan yang dimiliki siswa, menikmati kehidupan, serta kemampuan untuk berinteraksi secara fisik dan sosial terhadap lingkungan.

Jadi pengertian pembelajaran PAI adalah proses pendidikan yang diselenggarakan untuk mempelajari Agama Islam secara benar-benar sehingga Agama tidak hanya sebagi pengetahuan saja, melainkan sebagai pengalaman dan pedoman hidup seseorang.

c. Komponen-komponen sistem PAI

Jika pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, berarti pembelajaran terdiri atas beberapa komponen yang terorganisir antara lain:

tujuan pembelajaran PAI, materi pembelajaran PAI, metode pembelajaran PAI, media pembelajaran PAI, dan evaluasi pembelajaran PAI. Dari beberapa komponen yang satu sama lain saling berinteraksi dan berinterelasi.

1) Tujuan Pembelajaran PAI

Pembelajaran PAI di SDLB bertujuan untuk :

a) Menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

b) Mewujudkan manusia Indonesia berakhlak mulia yaitu manusia yang produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasammuh) serta menjaga hamoni serta personal dan sosial.13

Jadi, tujuan pembelajaran PAI disini akan mampu memprediksikan kebutuhan-kebutuhan dan kesiapan pendidikan Agama Islam dalam menyiapkan sumber daya yang diperlukan selaras dengan kebutuhan siswa, orang tua, maupun masyarakat.

13 Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDLB, (Jakarta:BSNP, 2006), hlm. 4.

(26)

2) Ruang Lingkup dan Bahan Pembelajaran PAI

Ruang lingkup pendidkan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara:

a) Hubungan manusia dengan Allah SWT b) Hubungan manusia dengan sesama manusia c) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri

d) Hubungan manusia dengan mahluk lain dan lingkungannya.14 Adapun ruang lingkup bahan pelajaran pendidikan agama Islam meliputi lima unsur pokok yaitu: Al-Qur’an, Aqidah, Syari’ah, Akhlak, dan Tarikh (sejarah). Pada tingkat SDLB penekanan diberikan pada tiga hal yaitu:15

a) Kepercayaan (i’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman, b) Perbuatan (‘amaliyah), yang terbagi dalam dua bagian: (1) masalah

Ibadah, berkaitan dengan rukun Islam, seperti syahadat, shalat, zakat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT.; (2) masalah Mu’amalah, berkaitan dengan interaksi manusia dengan sesamanya,

c) Etika (khulukiyah), berkaitan dengan kesusilaan, budi pekerti, adab atau sopan santun yang menjadi perhiasan bagi seseorang.

Materi merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran.

Dalam konteks tertentu, materi merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi.

3) Metode Pembelajaran PAI

Metode adalah komponen yang juga mempunyai fungsi yang sangat menentukan. Keberhasilan pencapaian tujuan sangat ditentukan

14 DEPDIKBUD, Kurikulum Pendidikan Luar biasa, Mapel – PAI SDLB, (Jakarta: t.p, 2007), hlm.2

15DEPDIKBUD, Kurikulum , hlm. 2.

(27)

oleh komponen ini.16 Bagaimanapun lengkap dan jelasnya komponen lain, tanpa dapat diimplementasikan melalui metode yang tepat, maka komponen-komponen tersebut tidak akan memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan. Oleh karena itu setiap guru perlu memahami secara baik peran dan fungsi metode dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Dari uraian tentang metode tersebut dapat dipahami bahwa penerapan metode dapat dijadikan sebagai motivasi dalam proses pembelajaran sekaligus sebagai alat pencapaian tujuan.

Menurut al-Nahlawi dalam Ahmad Tafsir, metode untuk menanamkan rasa iman antara lain:

a) Metode hiwar (percakapan) Qurani dan Nabawi b) Metode kisah Qurani dan Nabawi

c) Metode Amtsal (perumpamaan) Qurani dan Nabawi d) Metode keteladanan

e) Metode pembiasaan

f) Metode ‘Ibrah dan mauizah (nasihat)

g) Metode targhib (menceritaan hal yang menyenangkan) dan tahrib (cerita ancaman berbuat dosa dll).17

4) Fungsi Pembelajaran PAI

Pendidikan Agama Islam di sekolah luar biasa berfungsi sebagai berikut:

a) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya pertama-pertama kewajiban menanamkan keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkannya

16 Nazarudin, Manajemen, hlm. 15.

17Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 135.

(28)

lebih lanjut dalam diri siswa serta melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya

b) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan siswa yang memiliki bakat khusus di bidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan dapat pula bermanfaat bagi orang lain.

c) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan siswa dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

d) Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang dapat membahayakan dan menghambat perkembangan dirinya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

e) Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.

f) Sumber nilai, yaitu untuk memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.18

2. Anak Berkebutuhan Khusus

a. Pengertian anak berkebutuhan khusus

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang terkena disfungsi otak. Disfungsi otak merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan akibat dari adanya cedera atau kerusakan, kelainan

18 DEPAG RI, Pedoman Umum PAI Sekolah Umum dan Sekolah Luar Biasa, (Jakarta:

DEPAG, 2003), hlm. 4-5.

(29)

perkembangan, gangguan keseimbangan biokimiawi atau gangguan aktifitas listrik dalam otak.19

Anak berkebutahan khusus adalah anak yang memiliki kelainan atau penyimpangan dari rata-rata anak normal dalam aspek fisik, mental dan sosial, sehingga untuk pengembangan potensinya perlu layanan pendidikan khusus sesuai dengan karakteristiknya.20

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya, tanpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk ke dalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing.21

Banyak faktor penyebab disfungsi otak: mulai dari masa kehamilan ibu (kurang gizi, merokok, mengalami pendarahan), saat melahirkan (kelahiran yang sulit, lahir premature), atau saat bayi lahir (tidak langsung menangis, nampak biru, pucat, kuning) dan setelah bayi lahir (mengalami radang otak atau cedera kepala).22

19Indahnya Bersabar, “Anak berkebutuhan khusus (ABK)”, dalam http://indahnyabersabar.wordpress.com, diakses pada 14 April 2011.

20 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 26.

21 Wikipedia, “Anak Berkebutuhan Khusus”, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/, diakses pada 11 april 2011.

22 Indahnya Bersabar, Anak, hlm.2.

(30)

b. Klasifikasi dan jenis anak berkebutuhan khusus

Menurut klasifikasi dan jenisnya anak berkebutahan khusus dikelompokan ke dalam kelainan fisik, kelainan mental, dan kelainan karakteristik sosial.23

1) Kelainan fisik

Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh mereka. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal.24 Tidak berfungsinya anggota fisiknya terjadi pada;

a) Alat fisik indra, misalnya kelainan pada indra pendengaran (Tunarungu), kelainan pada indra penglihatan (tunanetra), kelainan pada fungsi organ bicara (tunawicara).

Anak berkelainan indra pendengaran atau tunarungu secara medis dikatakan, jika dalam mekanisme pendengaran karena sesuatu dengan lain sebab terdapat satu atau lebih organ mengalami gangguan atau rusak. Akibatnya, organ tersebut tidak mampu menjalankan fungsinya untuk mengantarkan dan mempersepsi rangsangan suara yang ditangkap untuk diubah menjadi tanggapan akustik. Secara pedagogis, seorang anak dapat dikategorikan berkelainan indra pendengaran atau tunarungu, jika dampak dari disfungsinya organ-organ yang berfungsi sebagai penghantar dan persepsi pendengaran mengakibatkan ia tidak mampu mengikuti progam pendidikan khusus untuk meniti tugas perkembangannya.25

23Mohammad Efendi, Pengantar, hlm. 4.

24Mohammad Efendi, Pengantar, hlm.4-7.

25Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2004), hlm 60.

(31)

Anak berkelainan penglihatan dalam kelompok ini adalah anak kelainan penglihatan yang sama sekali tidak mempunyai kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optik. Akibat kelainan penglihatan yang demikian beratnya sehinga kebutuhan layanan pendidikan hanya dapat dididik melalui saluran selain mata.

Terminologi kelainan bicara atau tunawicara adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengkomunikasikan gagasannya kepada orang lain (pendengar) dengan memanfaatkan organ bicaranya, dikarenakan celah langit-langit, bibir sumbing, kerusakan otak, tunarungu, dan lain-lain. Akibatnya, pesan yang terlihat sederhana ketika disampaikan kepada lawan bicara menjadi tidak sederhana, sulit dipahami, dan membingungkan. Kelainan bicara ini dapat terjadi pada sisi artikulasi, arus ujaran, nada suara, dan struktur bahasanya. 26

b) Alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang (poliomyelitis), kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik(cerebral palsy), kelainan anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurma , misalnya lahir tanpa tangan/kaki, amputasi, dan lain-lain. Untuk kelainan pada alat motorik tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa.27

Kelainan fungsi motorik tubuh atau tunadaksa adalah gangguan yang terjadi pada satu atau beberapa anggota tubuh yang menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi tubuhnya secara normal. Kelainan fungsi motorik tubuh, baik yang diderita sejak lahir maupun yang

26Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hlm. 65.

27 Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Yogyakarta: Kata Hati, 2010), hlm.44.

(32)

diperoleh kemudian, pada dasarnya memiliki problem yang sama dalam pendidikannya.28

2) Kelainan mental

Anak berkelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada aspek mental ini dapat menyebar kedua arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih (supernormal) dan kelainan mental dalam arti kurang (subnormal).29 Kelainan mental dalam arti lebih atau anak unggul, menurut tingkatannya dikelompokan menjadi: (a) anak mampu belajar dengan cepat (rapid learner), (b) anak berbakat (gifted), dan (c) anak genius (extremely gifted).30

Anak yang berkelainan mental (tunagrahita) yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingannya.31

Berdasarkan kapabilitas kemampuan yang bisa dirujuk sebagai dasar pengembangan potensi, anak tunagrahita dapat diklasifikasikan menjadi:

a) Anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dididik dengan rentang IQ 50-75

b) Anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dilatih dengan rentang IQ 25-50

28 SLBN Salatiga, http://slbnegerisalatiga.wordpress.com, diakses pada 12 April 2011.

29 Mohammad Efendi, Pengantar, hlm.8.

30 Karakteristik anak yang termasuk dalam kategori mampu belajar dengan cepat jika hasil kecerdasannya berada pada rentang 110-20, anak berbakat jika indeks kecerdasannya berada pada rentang 120-140, dan anak sangat berbakat atau jenius jika indeks kecerdasannya berada pada rentang di atas 140.

31Aqila Smart, Anak, hlm.49.

(33)

c) Anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dirawat dengan rentang IQ 25-kebawah.32

3) Kelainan perilaku sosial

Kelainan perilaku atau tunalaras adalah mereka yang mengalami kesulitan untuk mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Penderita biasanya menunjukkan perilaku yang menyimpang dan tidak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku di sekitarnya.33

Klasifikasi anak yang termasuk dalam kategori mengalami kelainan perilaku sosial di antaranya anak psychotic dan neurotic, anak dengan gangguan emosi dan anak nakal (delinquent). Berdasarkan sumber terjadinya tindak kelainan perilaku sosial secara penggolongan dibedakan menjadi;

a) Tunalaras emosi, yaitu penyimpangan perilaku sosial yang ekstrem sebagai bentuk gangguan emosi,

b) Tunalaras sosial, yaitu penyimpangan perilaku sosial sebagai bentuk kelainan dalam penyesuaian sosial karena bersifat fungsional.

Dari pengklasifikasian tersebut, maka bentuk pendidikan anak berkelainan di Indonesia di klasifikasikan menjadi;

a) Bagian A untuk kelompok anak Tunanetra b) Bagian B untuk kelompok anak Tunarungu c) Bagian C untuk kelompok anak Tunagrahita d) Bagian D untuk kelompok anak Tunadaksa e) Bagian E untuk kelompok anak Tunalaras

f) Bagian F untuk kelompok anak di atas rata-rata/ superior g) Bagian G untuk kelompok anak Tunaganda.34

32 SLBN Salatiga, http://slbnegerisalatiga.wordpress.com, diakses pada 12 April 2011.

33Indahnya Bersabar, Anak.

34Mohammad Efendi, Pengantar, hlm.11.

(34)

c. Prinsip-prinsip pembelajaran anak berkebutuhan khusus

Adanya suatu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan adalah untuk mencapai sebuah tujuan secara efektif dan efesien. Dalam hal tersebut, seorang guru seharusnya memperhatikan prinsip-prinsip di kelas SLB maupun di kelas inklusif secara umum. Di dalam kelas inklusif terdapat anak-anak yang memiliki kebutuhan yang berbeda, yaitu anak-anak yang memiliki kelainan atau penyimpangan, baik berupa fisik maupaun intelektual, sosial, emosional, atau sensorik neurologis dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya dan mengemplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan anak;35

1) Prinsif motivasi

Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada anak agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, dalam pemberian motivasi harus lebih sering guru lakukan secara personal antara anak yang satu dan anak yang lainnya karena masing-masing anak memiliki tingkatan masalah yang berbeda.

2) Prinsip latar/ konteks

Adanya sebuah pengenalan antara guru dan muridnya tentu saja akan sangat berarti. Hal ini perlu dilakukan dan dipertahankan demi sebuah kelancaran dalam sebuah proses pencarian jati diri anak tersebut.

Yang secara tidak langsung perlu adanya orang-orang yang bersedia mengerti dan memahami kondisinya serta dalam proses pendidikan karena hal ini bisa menjadi salah satu peran yang tidak kalah pentingnya.36 Dengan adanya kedekatan antara guru dan muridnya, tentu saja hal ini akan membantu dalam pengenalan seberapa besar kemampuan anak

35Aqila Smart, Anak, hlm. 77-81.

36 Meilani Kasim, Anak Berkebutuhan Khusus, dalam http://meilanikasim.wordpress.com, diakses pada 20 Maret 2011.

(35)

tersebut dan seberapa dalamkah masalah yang menyertainya. Tentu saja dengan pengetahuan latar tersebut dapat membantu guru untuk mengetahui anak tersebut masuk kedalam kategori yang ringan, sedang, atau berat. Dengan demikian, guru dapat memberikan materi pembelajaran kepada murid-muridnya sesuai dengan porsi anak tersebut.

Guru perlu mengenal anak didiknya secara mendalam dengan memberikan contoh secara langsung, dapat untuk memanfaatkan sumber belajar yang ada dilingkungan sekitar secara tepat dan semaksimal mungkin, juga menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak perlu terlalu penuh untuk ABK mengingat latar mental dan fisik anak tersebut.

3) Prinsip keterarahan

Pada prinsip ini, setiap anak yang mengikuti kegiatan secara mendalam, guru harus merumuskan secara matang tujuan kegiatan tersebut secara jelas. Yang tentunya tujuan tersebut baik untuk anak didiknya. Dalam penerapan suatu bahan dan alat yang sesuai dengan kategori anak yang menjadi murid serta guru, juga harus dapat untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat agar sesuai dengan porsi muridnya tersebut sehingga justru tidak menimbulkan masalah pada anak tersebut.37

4) Prinsip hubungan sosial

Dalam sebuah proses belajar mengajar, seorang guru harus dapat mengembangkan setiap strategi pembelajaran yang mampu untuk mengoptimalkan interaksi antara guru dengan muridnya. Hubungan antara murid dan sesama murid, guru dan murid dan lingkungannya, serta interaksi yang berasal dari berbagai arah.

5) Prinsip belajar sambil bekerja

37Mohammad Efendi, Pengantar, hlm.11.

(36)

Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan sendiri praktik atau percobaan atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian dan sebagainya.

Dengan demikian, anak tersebut mampu berkembang sendiri. Jangan sampai guru justu membuat muridnya menjadi anak yang tergantung dengan orang lain hanya karena ketidaksempurnaan yang ada dalam dirinya tersebut. Biarkan mereka melakukan sesuatu yang dapat mengembangkan dirinya dan ini sungguh sangat efektif bagi proses pendidikan anak tersebut, termasuk juga untuk melatih anak-anak tersebut agar dapat menghadapi dan mengatasi setiap masalah yang mungkin akan sangat sering mereka jumpai.38

6) Prinsip individualisasi

Dalam prinsip ini, guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampauan maupun ketidakmampuannya, dalam menyerap materi pelajaran.

Kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar dan perilakunya sehinga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai.39 Dengan demikian, tidak terjadi ketimpangan antara anak yang satu dengan anak yang lainnya.

7) Prinsip menemukan

Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing anak untuk terlihat secara aktif, baik fisik, mental, sosial atau emosionalnya. Untuk itu, peran guru sangat diperlukan di sini untuk mengembangkan strateginya demi membuat anak didiknya menjadi lebih terpancing dan bersemangat untuk belajar, dan mengenal, apa yang guru terangkan kepada mereka.

38 Meilani Kasim, Anak , hlm. 1.

39 Aqila Smart, Anak, hlm. 77-81.

(37)

Dengan demikian, anak-anak tersebut kini tidak lagi merasakan adanya kekurangan dalam dirinya dan membanding-bandingkan dirinya dengan anak-anak normal lain yang ada hanyalah bahwa dirinya kini menjadi seorang yang sama dengan anak normal lainnya, yaitu dirinya mampu belajar dan berhak untuk mendapatkan pengajaran.

8) Prinsip pemecahan masalah

Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan yang ada di lingkungan sekitar dan anak dilatih untuk mencari data, menganalisis, dan memecahkan masalah tersebut sesuai dengan kemampuan masing- masing dan guru sebaiknya tidak begitu memaksakan anak tersebut agar tidak menjadikan hal tersebut menjadi sebuah beban.

Dengan prinsip pemecahan masalah tersebut, dapat merangsang anak untuk berpikir keras dan melatih anak tersebut untuk tidak mudah menyerah dalam keadaan apa pun. Hal ini melatih anak tersebut untuk tetap bertahan serta mentalnya pun dapat terlatih dengan baik dalam menghadapi segala permasalahan yang ada dalam kehidupan yang sebenarnya.

d. Metode pembelajaran anak berkebutuhan khusus

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah, guru, dan keluarga sehubungan dalam merencanakan pembelajaran PAI di SLB antara lain:

1) Tunanetra

Anak tunanetra mengalami kekurangan pada gerak dan mobilitas, perabaan serta penggunaan sisa penglihatan bagi low vision.40 Untuk mereka pengembangan kegiatan pembelajaran PAI sebenarnya tidak hanya di sekolah saja, akan tetapi perlu dikembangkan juga di lingkungan

40Sutjihati Somantri, Psikologi, hlm 65.

(38)

keluarga dan masyarakat. Adapun pengembangannya adalah sebagai berikut;41

a) Lingkungan sekolah

Pengembangan itu dapat berupa;

(1) Pengembangan ekstra kulikuler (mengadakan kegiatan baca tulis arab braille bagi para siswa pemula, adanya seni dan budaya Islam)

(2) Pengembangan di asrama atau mushalla (mengadakan kegiatan membaca al-Quran braille serta praktik-praktik ibadah lainnya) b) Lingkungan keluarga

Pengembangan itu dapat berupa;

(1) Membiasakan pengamalan ajaran ajaran islam dalam kehidupan sehari hari

(2) Memotivasi anak untuk selalu tekun beribadah di rumah

(3) Mengulangi kembali pelajaran pelajaran agama yang diberikan di sekolah

(4) Melindungi anak dari pengaruh buruk di lingkungannya c) Lingkungan masyarakat

Pengembangan itu berupa, melibatkan diri dalam kepanitian hari-hari besar Islam di masyarakat atau di masjid-masjid.

Pada dasarnya dalam pengembangan pembelajaran agama di SLB seperti halnya anak-anak ”awas” yaitu dengan menggunakan metode personal, penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti serta contoh yang dapat dihayati oleh anak dan pengulangan terhadap materi yang abstrak maupun praktek ibadah (berkali-kali sampai dia paham).

2) Tunagrahita

41 DEPAG RI, Pendidikan, hlm. 45.

(39)

Anak tunagrahita kekurangannya terletak pada lemahnya mental atau intelektual.

a) Pengembangan materi

Dalam menyajikan materi keagamaan bagi anak tunagrahita harus lebih disederhanakan dan diturunkan, bobot materinya disesuaikan dengan kemampuan dan kesanggupan anak itu sendiri.

b) Pengembangan metode

Metode pengembangan hendaknya bervariasi.kadang satu materi harus dengan 6 (enam) atau 8 (delapan) metode. Sebab anak tunagrahita lebih sulit dan susah dalam menjalani proses pembelajaran dikarenakan keterbatasannya dalam mental intelegensinya

c) Pengembangan sistem penilaian

Menilai hasil belajar PAI bagi anak tunagrahita hendaknya lebih ditekankan pada aspek efektif dan pisikomotor, karena kemampuan kognitifnya terbatas. Meskipun aspek kognitif harus dinilai, tetapi jangan dijadikan ukuran atau standar pokok dari keberhasilan belajarnya

3) Tunarungu

Kekurangan anak tunarungu atau tunawicara terletak pada pendengaran dan percakapan.

a) Dalam pengembangan materi PAI bagi anak tunarungu tidak dalam bentuk ceramah sebagaimana anak ”awas” (umum) lainya, tetapi dengan cara percakapan. Jadi guru harus lebih aktif dalam percakapan.

Apalagi yang menyangkut ibadah dengan mengucapkan lafal atau bacaan.

b) Materi hendaklah lebih menarik bagi anak. Dalam hal ini kreativitas dan inovasi guru sangat diperlukan. Penyampaian materi hendaklah dari hal yang abstrak ke yang kongrit, dari yang mudah ke yang sulit.

(40)

c) Materi PAI hendaklah disesuaikan dengan kemampuan anak, serta dilakukan pengelompokan sesuai dengan kemampuannya. Anak yang pandai harus disendirikan dari anak yang berkemampuan sedang atau kurang.

4) Tunadaksa

Kekurangannya paada kerusakan atau hilangnya anggota fisik.

Dalam pengembangan materi PAI bagi anak tunadaksa baik dari segi materi maupun metodologi pengajaran hampir sama dengan anak-anak tunanetra dan tunalaras, hanya perlu bimbingan dalam gerakan karena keterbatasan atau kecacatan fisik mereka yang perlu diarahkan, apalagi yang menyangkut gerakan-gerakan ibadah sholat.

5) Tunalaras

Kekurangannya terletak pada pembinaan pribadi dan sosial. Dalam pengembangan materi PAI bagi anak tunalaras materi dan metodologi pengajaran hampir sama dengan anak-anak tunanetra dan tunadaksa. Yang berbeda, guru perlu mengkondisikan dan mengkonsentrasikan anak tersebut dalam praktik ibadah maupun pembelajaran di kelas karena anak tunalaras sangat sulit untuk berkonsentrasi atau terlalu banyak gerakan- gerakan.42

3. Manajemen Pembelajaran

a. Pengertian Manajemen Pembelajaran

Manajemen secara etimologi berasal dari kata “to manage”

mempunyai arti mengurus, mengatur, melaksanakan atau mengelola.43 Secara terminologi, manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,

42 DEPAG RI, Pendidikan, hlm. 46.

43 John M. Echols dan Hassan Shadily, An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: PT.

Gramedia, 2003), hlm.372.

(41)

penggerakan, dan pengontrolan terhadap sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya yang lain guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien.44

Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu, menurut Luther Gulick, karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat, menurut Follet, karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain untuk menjalankan tugas. Dipandang sebagai profesi, karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu tujuan atau prestasi manajer, dan para professional dituntut oleh suatu kode etik.45

Inti dari berbagai sudut pandang dan variasi pengertian manajemen tersebut sesungguhnya adalah usaha me-manage (mengatur) organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif, dan efesien. Efektif berarti mampu mencapai tujuan dengan baik (doing to right think), sedangkan efesien berarti melakukan sesuatu dengan benar (doing think right).

Manajemen pembelajaran merupakan salah satu bagian dari manajemen pendidikan. Manajemen pembelajaran merupakan usaha dan tindak kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional di sekolah dan usaha maupun tindakan guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas yang dilaksanakan sedemikian rupa untuk memperoleh hasil dalam rangka mencapai tujuan program sekolah dan juga pembelajaran.46 Pembelajaran yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus.

44 H. Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), cet. 6, hlm. 2.

45 Jamal Ma’ruf Asmani, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional, (Semarang : DIVA Press, 2009), hlm. 70.

46 Syaiful Syagala, Konsep dan Wawasan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm.

140.

(42)

Dari pengertian manajemen dan pembelajaran diatas, dapat disimpulkan pengertian manajemen pembelajaran ialah suatu proses penyelenggaraan interaksi peserta didik dengan seorang guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien.

b. Manajemen Pembelajaran PAI Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pada hakikatnya fokus kegiatan pembelajaran yaitu interaksi pendidik dan peserta didik dalam mempelajari suatu materi pelajaran yang telah tersusun dalam kurikulum. Sebagaimana yang telah tertulis pada uraian sebelumnya, bahwa untuk mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan, para pendidik perlu merencanakan dan menerapkan strategi pembelajaran terbaik. Keberhasilan belajar dan mengajar bergantung pada faktor-faktor pendukung terjadinya pembelajaran yang efisien dan efektif.

Dalam sekolah, khususnya bidang kurikulum atau pembelajaran dibagi dalam tiga tahapan, yaitu rencana pembelajaran, kegiatan atau pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil belajar.47

1) Perencanaan pembelajaran

Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang menentukan secara jelas pemilihan pola-pola pengarahan untuk pengambilan keputusan, sehingga terdapat koordinasi dari demikian banyak keputusan dalam kurun waktu tertentu dan mengarah kepada tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

Heresy dan Blanchard menyebutkan, perencanaan sebagai proses sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Sedangkan menurut Friedman,

“planning is process by which a scientific and technical is joined to

47 Permendiknas No. 49 tahun 2007, Standar Pengelolaan Pendidikan, hlm. 8

(43)

organized action” (proses yang menggabungkan pengetahuan ilmiah dan teknik yang diorganisasikan)48

Dalam merencanakan pembelajaran PAI di SDLB, maka diperlukan pendekatan khusus.

2) Pelaksanaan pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi dari perencanaan pembelajaran, sehingga tidak lepas dari perencanaan pengajaran atau pembelajaran yang sudah dibuat. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya akan sangat tergantung pada bagaimana perencanaan pengajaran sebagai operasionalisasi dari sebuah kurikulum.

Semua aspek tersebut akan tergambarkan dalam bagian Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau skenario pembelajaran. Guru membuka pelajaran, menjelaskan materi, murid menyimak kalau perlu bertanya, mengevaluasi dan menutup pelajaran.49

Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah direncanakan meliputi :

a) Pengelolaan dan pengendalian kelas

Pengelolaan kelas yang kondusif sangat mendukung kegiatan interaksi edukatif. Indikator kelas yang kondusif dibuktikan dengan alat dan asyiknya anak didik belajar dengan penuh perhatian, seta mendengarkan penjelasan guru yang sedang memberikan bahan pelajaran.

b) Penyampaian informasi

Informasi yang disampaikan guru berupa bahan atau materi pelajaran, petunjuk, pengarahan dan apersepsi yang divariasikan dalam berbagai bentuk tanpa menyita banyak waktu untuk kegiatan pokok.

48 Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, (Pekalongan : STAIN Pekalongan Press, 2008) hlm. 31-32.

49Zuhairi, “PelaksanaanPembelajaran“, http://zuhairistain.blogspot.com/, diambil pada tanggal 20 April 2011.

(44)

c) Penggunaan tingkah laku verbal dan non verbal

Gaya-gaya baru dalam mengajar merupakan cara kedua tingkah laku tersebut. Keduanya saling menguatkan bila dipergunakan dengan tepat dan benar.

d) Merangsang tanggapan balik dari anak didik

Indikator adanya tanggapan dari anak didik adalah ketika guru menyampaikan bahan pelajaran yaitu dengan menggunakan metode tanya jawab, ketrampilan bertanya dasar maupun lanjut, sebagai usaha mendapat tanggapan balik dari siswa.

e) Mendiagnosis kesulitan belajar

Dalam pembelajaran guru harus mampu memperhatikan anak didik yang kurang dapat berkonsentrasi dengan baik dalam belajar yaitu dengan mencari faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak.

f) Mempertimbangkan perbedaan individual

Dalam kelas jumlah anak didik yang banyak cenderung heterogen (berbeda-beda). Hal inilah yang hendaknya menjadi pertimbangan untuk kepentingan pengajaran.

g) Mengevaluasi kegiatan interaksi

Interaksi antara guru dan anak didik ini dibedakan menjadi tiga yaitu interaksi satu arah (guru ke anak didik), interaksi dua arah (Guru ke anak didik dan anak didik ke guru), interaksi banyak arah (guru ke anak didik, anak didik ke guru dan anak didik ke anak didik)

3) Evaluasi pembelajaran

Evaluasi pembelajaran atau penilaian merupakan tugas guru berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi

(45)

atau hasil belajar peserta didik. Keputusan tersebut berhubungan dengan tingkat keberhasilan peserta didik dalam mencapai suatu kompetensi.50

Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan inormasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja(performance), dan tertulis(paper and pencil test).51

Penilaian hasil belajar baik formal maupun nonformal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk dibandingkan dengan peserta didik lainnya., tetapi dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelumnya. Dengan demikian peserta didik tidak merasa dihakimi oleh guru tetapi dibantu untuk mencapai apa yang diharapkan.

a) Prinsip penilaian anak berkebutuhan khusus

Standar kompetensi untuk setiap mata pelajaran pada setiap ketunaan berbeda, sesuai dengan karakteristik ketunaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Hal penting yang harus diperhatikan dalam membedakan antara kurikulum pendidikan umum dan pendidikan khusus adalah ciri pembelajaran dan penilaian pada pendidikan khusus dengan memperhatikan karakteristik; kemampuan; keterbatasan baik secara emosional, intelektual, fisikal dan etika peserta didik. Kondisi ini membuat prinsip belajar pada pendidikan khusus menganut prinsip belajar yang fleksibel/luwes baik dilihat dari segi waktu, materi dan penilaian.

50Direktorat Pembinaan SLB, Model, hlm. 8.

51 DEPAG RI, Pedoman, hlm. 48.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: 1) perencanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus, 2) pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus , 3) evaluasi

Problematika dan Solusi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa ABK Anak Berkebutuhan Khusus di SMP Muhammadiyah 2 Malang Dalam penerapan

Siswa berkebutuhan khusus berbeda dengan siswa yang normal, dan guru mengimplemntasikan secara bertahap dengan memberikan stimulus terlebih dahulu dan mendemonstrasian

Diharapkan dengan diterapkan sistem pakar ini membantu tenaga pengajar untuk menentukan jenis gangguan perkembangan anak berkebutuhan khusus guna menempatkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi yang digunakan guru PAI berkebutuhan khusus dalam pembelajaran BTA pada anak tunanetra sesuai dengan

Hal ini didukung dengan hasil wawancara guru PAI Rohman,2020 yang menyatakan bahwa “Didalam Pembelajaran pendidikan Agama Islam sangat diperlukan pendekatan untuk anak berkebutuhan

Perlu adanya penelitian pelaksanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus untuk dapat mengidentifikasi pembelajaran yang sesuai serta dapat menganalisis sejauh mana peran guru

Perencanaan Kurikulum Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Perencanaan Kurikulum pendidikan anak berkebutuhan khusus Di SLB Negeri 2 Banjarmasin dilakukan secara bertahap yakni dengan