commit to user 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Brem
Brem merupakan salah satu makanan tradisional hasil fermentasi yang enak dan begizi yang banyak diusahakan di Madiun dan Wonogiri, mempunyai warna putih, tekstur tidak lembek, kering, dan mudah hancur di mulut. Ada 2 macam brem yang dikenal yaitu brem padat dan brem cair atau brem Bali (Susanto dan Saneto, 2004). Brem cair (Gambar 2.1a) merupakan minuman dengan rasa manis agak sedikit asam, berwarna merah, dengan kandungan alkohol 3-10 %. Brem cair diproduksi dari cairan hasil fermentasi ketan hitam maupun ketan putih yang dijernihkan dan didiamkan selama tujuh bulan. Sedangkan brem padat (Gambar 2.1b) menurut Meigia Hapsari, dkk. (2004) merupakan hasil pemekatan dan pengeringan cairan tape ketan.
(a) Cair (b) Padat
Gambar 2.1 Brem
B. Brem Padat
Brem padat (Gambar 2.1b) merupakan makanan dari fermentasi ketan menjadi cairan tape yang dipanaskan sampai kental dan kemudian didinginkan sampai memadat. Brem padat memiliki rasa manis atau manis keasaman, tekstur padat, kering tidak lembek, warna putih kekuningan sampai kuning kecoklatan serta mudah hancur di mulut. Brem padat banyak
dibuat di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Boyolali, Wonogiri, Caruban dan Madiun. Bentuk brem padat yang paling umum dipasarkan adalah bentuk persegi empat (kotak) atau bulat pipih (Astawan dan Wahyudi, 1991). Sedangkan menurut Made Astawan (2008), brem padat kaya akan kalori dengan kandungan terbanyak adalah gula, pati terlarut dan asam laktat.
Salah satunya brem Wonogiri yang berwarna putih dengan rasa manis dan sangat mudah larut. Bentuknya bulat tipis dengan diameter sekitar 5 cm.
Menurut Kuswanto dan Sudarmadji (1989), brem padat dapat diperoleh dengan cara mengolah air tape ketan yang terbentuk selama fermentasi dan dilanjutkan dengan proses pemanasan, pengadukan, dan pencetakan. Tape ketan dapat dibuat dengan cara memasak beras ketan sampai cukup matang yang kemudian didinginkan dan diinokulasikan dengan ragi.
Dalam SNI Nomor 01-2559-1992, standar mutu mengenai brem padat dapat dilihat pada Tabel 2.1. SNI tersebut berisi tentang persyaratan mengenai keadaan organoleptik brem, kadar air, kadar abu, pati, pemanis buatan, derajat asam, bagian tidak larut dalam air, logam berbahaya, jamur dan bakteri dalam bentuk Coli.
Tabel 2.1 Standar Mutu Brem Padat (SNI Nomor 01-2559-1992)
Jenis Uji Persyaratan
Keadaaan : Bau, Rasa, Warna Khas
Kadar Air Max. 16%
Kadar Abu Max 0,5%
Jumlah Karbohidrat dihitung sebagai Pati 60 – 70 %
Pemanis Buatan Tidak ternyata
Derajat asam (ml NaoH 1 N/100 gram) Max 15 %
Bagian tak Terlarut dalam Air Max 1 %
Logam Berbahaya (Cu, Pb, Hg, Zn dan As) Tidak ternyata
Jamur / bakteri bentuk Coli Negatif
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1992
commit to user C. Bahan Pembuatan Brem Padat
1. Bahan Baku Utama a. Beras Ketan
Beras ketan (Oryza sativa glutinosa) termasuk ke dalam famili Graminae dan merupakan salah satu varietas dari padi (Grist, 1975).
Beras ketan mempunyai kadar amilosa sekitar 1-2%, sedangkan beras yang mengandung amilosa lebih besar dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan (Winarno, 1986). Menurut Damardjati (1980), butir beras terdiri dari endosperm, aleuron, dan embrio. Di dalam aleuron dan embrio terdapat protein, lemak, mineral, dan beberapa vitamin, sedangkan pada bagian endosperm hampir seluruhnya terdiri dari pati.
Pati yang terdapat pada endosperm, tidak seluruhnya terdiri dari granula pati, tetapi juga mengandung pati terlarut, dekstrin, dan maltosa.
Beras ketan dapat dibedakan dari beras biasa, baik secara fisik maupun secara kimia. Secara fisik, butir beras ketan berwarna oval, lunak, memiliki warna putih di seluruh endospermnya, apabila dimasak, nasinya mempunyai sifat mengkilap, lengket, serta kerapatan antar butir nasi tinggi sehingga volume nasinya sangat kecil. Sedangkan butir beras biasa berwarna lebih terang dan keras, serta memiliki warna putih pada bagian tengah beras. Selama pertumbuhan butir beras, kandungan amilosa pada beras biasa akan meningkat, sedangkan pada beras ketan kandungan amilosanya akan menurun (Damardjati, 1980).
Beras ketan dibedakan menjadi dua macam, yaitu beras ketan putih dan beras ketan hitam. Kandungan protein, air, dan vitamin B1 pada beras ketan putih lebih tinggi dibandingkan dengan beras ketan hitam.
Kandungan karbohidrat dan kalsium beras ketan hitam lebih tinggi dibandingkan dengan beras ketan putih. Sedangkan untuk lemak dan besi mempunyai nilai yang sama untuk kedua jenis beras ketan. Protein yang terdapat pada beras ketan yaitu oryzenin, sedangkan asam-asam lemak yang paling banyak yaitu asam oleat, asam linolenat, dan asam
commit to user
palmitat. Beberapa vitamin yang terdapat pada beras ketan yaitu thiamin, riboflavin, dan niasin (Winarno, 1986).
b. Ragi Tape
Menurut Sujaya et al (2002), ragi tape adalah campuran dari beras tepung, rempah-rempah, air, jus tebu, dan mengandung jamur berfilamen. Khamir dan bakteri banyak digunakan dalam fermentasi tape (tape atau padi) di seluruh Indonesia dan dalam fermentasi brem, anggur beras tradisional di pulau Bali. Telah diketahui bahwa jamur amilolitik, Amylomyces rouxii, dan Saccharomycopsis fibuliger adalah mikroorganisme yang hidup dan bertanggung jawab untuk fermentasi.
Ragi tape merupakan populasi campuran suatu kumpulan mikrobia yang berperan dalam pembuatan tape. Mikrobia yang terdapat pada ragi diperoleh dari alam melalui proses penangkapan dengan menggunakan media tumbuh. Mikrobia yang dikehendaki tidak tumbuh diperlukan media yang steril, nutrisi cukup untuk tumbuh, media mempunyai tekanan osmose, tegangan muka dan pH sesuai, selain itu tidak mengandung inhibitor (Ernawati dan Djumingin, 2009).
Ragi tape mengandung tiga jenis mikroba, yaitu kapang, khamir, dan bakteri. Menurut Suliantari dan Rahayu (1990), mikroba yang diduga paling berperan dalam fermentasi tape adalah Amylomyces rouxii, Endomycopsis burtonii dan Saccharomyces cereviciae. Selain itu ada pula bakteri asam laktat (Pediococcus) dan bakteri amilolitik (Bacillus). Mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi berbeda-beda dan akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Masing-masing jenis ragi akan memberikan konsistensi, rasa, aroma maupun flavor yang berbeda-beda.
c. Air
Menurut Supardi (1999), air mempunyai peranan penting di dalam suatu bahan pangan. Air merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penampakan, tekstur, cita rasa, nilai gizi bahan pangan, dan aktivitas
commit to user
karakterisitk fisik yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang terkandung di dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya.
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia. Fungsi air tidak pernah dapat diganti oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen yang penting pada bahan pangan karena air dapat mempengaruhi tekstur, penampakan serta cita rasa. Semua bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa dalam pengolahan pangan air sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan.
Pengeluaran air selain mengawetkan juga untuk mengurangi besar dan berat bahan pangan sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan (Widyani dan Suciaty, 2008).
D. Proses Pembuatan Brem Padat
Menurut Setyorini (2002), tahapan pembuatan brem padat meliputi pencucian dan perendaman ketan, pengukusan, peragian dan fermentasi, pengepresan, pemekatan, pengadukan, pencetakan, dan penjemuran.
1. Pencucian dan Perendaman
Menurut Krisnawati (1996), pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada bahan baku sedangkan perendaman berperan dalam hidrasi molekul pati untuk memudahkan proses gelatinisasi. Menurut Winarno (1993), perendaman dapat menyebabkan hidrasi pada granula pati sehingga pati dapat tergelatinisasi dengan baik jika dipanaskan, jumlah air yang terserap 30 %.
2. Pengukusan
Ketan yang masak atau tanak dapat diperoleh dari pengukusan selama 30-60 menit dihitung saat uap air mulai terpenetrasi ke dalam bahan.
Selama pengukusan ketan akan menyerap air 7 – 12% dari berat awal
pengukusan. Total penyerapan air sebanyak 35 – 40% dapat menghasilkan ketan tanak yang baik untuk difermentasikan (Maria, 1994).
3. Peragian
Ragi tape diberikan setelah bahan yang dikukus dingin. Ragi terlebih dahulu dihaluskan untuk memudahkan inokulasi (Haryono, 1994). Brem padat dapat diperoleh dari penggunaan ragi 0,5% (Harijono dkk, 1994).
4. Fermentasi
Tahap terpenting dalam pembuatan brem adalah proses fermentasi yang dapat diartikan sebagai suatu proses pengolahan pangan dengan bantuan mikroorganisme untuk menghasilkan sifat-sifat produk sesuai yang diharapkan (Erwanto, 2011).
Fermentasi dalam pembuatan brem berlangsung dalam dua tahap, yaitu tahap fermentasi gula dan tahap fermentasi alkohol. Pada fermentasi gula terjadi pemecahan zat pati dalam bahan oleh amilase, yaitu enzim pemecah pati yang diproduksi oleh mikroorganisme dalam ragi, membentuk gula-gula sederhana (glukosa). Dalam fermentasi alkohol, gula-gula sederhana tersebut dipecah menjadi alkohol dan gas karbondioksida. Fermentasi dapat berlangsung apabila bahan ditutup sehingga kedap udara karena proses ini harus dilakukan tanpa kontak dengan udara (oksigen). Fermentasi berlangsung tidak spontan, artinya dapat berlangsung dengan penambahan ragi (starter) pada bahan baku (Anonimb, 2013). Adapun reaksi proses fermentasi menurut Anonimc (2013) adalah sebagai berikut :
C6H12O6 ragi 2C2H5OH + 2CO2 + Energi
Glukosa Etanol
Untuk memperoleh hasil fermentasi yang optimum, persyaratan untuk pertumbuhan ragi harus diperhatikan yaitu pH dan kadar karbohidrat substrat. Menurut Setyohadi (2006), khamir ragi menyukai pH 4,5-5,0 dan dapat tumbuh dengan baik pada pH 2,5-8,5. Dimana kadar karbohidrat yang baik untuk pertumbuhan khamir ragi sekitar 14-18 %. Selain itu
commit to user
pertumbuhan ragi juga dipengaruhi temperatur selama fermentasi, dan kemurnian dari ragi itu sendiri (Winarno dkk, 1986).
5. Pengepresan dan Pemekatan
Menurut Krisnawati (1996), pengepresan dimaksudkan untuk mendapatkan air atau sari tape. Pengepresan dilakukan secara perlahan- lahan sehingga filtrat yang keluar akan lebih banyak. Pemekatan bertujuan untuk mengurangi sebagian air yang ada. Pemekatan dilakukan dengan pemanasan sampai didapatkan konsentrasi tertentu. Selama proses pemekatan terjadi reaksi maillard (reaksi antara gula reduksi dan asam- asam amino yang distimulasi dengan pemanasan) sehingga semakin lama pemekatan, maka pembentukkan warna coklat semakin sempurna. Proses tersebut menimbulkan flavor khas pada brem. Proses pemekatan dilakukan dengan pemanasan pada suhu 90 °C selama tiga jam (Soesanto dan Saneto, 1994).
6. Pengadukan
Menurut Nasution (1982), proses pengadukan bertujuan untuk memperoleh kristal-kristal yang baik, pengadukan yang kuat pada larutan pekat akan menimbulkan kristal-kristal kecil dengan tekstur halus.
7. Pencetakan
Menurut Made Astawan (2008), proses pencetakan brem padat di Wonogiri menggunakan alat pencetak yang terbuat dari kawat dan bambu yang berbentuk lingkaran dengan diameter rata-rata 4-5 cm. Tujuan dari proses pencetakan ini adalah untuk menyeragamkan ukuran dan berat dari brem padat tersebut.
8. Penjemuran
Menurut Wasito (2006), penjemuran bertujuan agar brem menjadi kering dan mengurangi kandungan air didalamnya serta menjaga kualitas brem lebih lama. Proses penjemuran yang tepat waktu akan menghasilkan produk brem padat dengan warna putih bersih dan kering.
commit to user E. Pengendalian Mutu
Dalam kegiatan pengendalian mutu mencakup kegiatan yang menginterpretasikan dan mengimplementasikan rencana mutu. Rangkaian kegiatan ini terdiri dari pengujian pada saat sebelum dan sesudah proses produksi yang dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian produk terhadap persyaratan mutu. Mengacu Kadarisman (1994), sesuai dengan standar ISO 9000, maka kegiatan pengendalian memiliki fungsi antara lain:
1. Membantu dalam membangun pengendalian mutu pada berbagai titik dalam proses produksi.
2. Memelihara dan mengkalibrasi peralatan pengendalian proses.
3. Meneliti cacat yang terjadi dan membantu memecahkan masalah mutu selama produksi.
4. Melaksanakan pengendalian mutu terhadap bahan yang diterima.
5. Mengoperasikan laboratorium uji untuk melaksanakan uji dan analisa.
6. Mengorganisasikan inspeksi pada setiap tahap proses dan spot checks bilamana diperlukan.
7. Melaksanakan inspeksi akhir untuk menilai mutu produk akhir dan efektivitas pengukuran pengendalian mutu.
8. Memeriksa mutu kemasan untuk memastikan produk mampu menahan dampak transportasi dan penyimpanan.
9. Melakukan uji untuk mengukur dan menganalisa produk yang diterima akibat tuntutan konsumen.
10. Memberikan umpan balik data cacat dan tuntutan konsumen kepada bagian rekayasa mutu.
Pengendalian mutu produk pangan erat kaitannya dengan sistem pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses, pengolahan, penyimpangan yang terjadi dan hasil akhir. Sebagai ilustrasi, secara internal (citra mutu pangan) dapat dinilai atas ciri fisik (penampilan: warna, ukuran,bentuk dan cacat; kinestika: tekstur, kekentalan dan konsistensi; citarasa: sensasi, kombinasi bau dan cicip) serta atribut tersembunyi (nilai gizi dan keamanan
commit to user
kemampuan untuk mencapai kekonsistenan mutu (syarat dan standar) yang ditentukan oleh pembeli, baik di dalam maupun di luar negeri. Pengendalian mutu pangan juga bisa memberikan makna upaya pengembangan mutu produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan atau produsen untuk memenuhi kesesuaian mutu yang dibutuhkan konsumen. Untuk ilustrasi sederhana, suatu kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan suatu pasar swalayan, yaitu melakukan sortasi berulang-ulang terhadap sayur dan buah-buahan yang diperoleh dari pemasok sebelum siap dijual. Misalnya penerimaan diidentifikasikan oleh kondisi daun hijau segar dan tidak kekuningan atau coklat, daun tidak berlubang, batang/tangkai daun tidak lecet/luka atau patah, tidak berbau yang tidak enak, warna cerah dan mengkilap, tidak layu dan tidak berserangga/berulat; dan untuk buah-buahan dicirikan oleh tingkat kematangan optimum, ukuran dan bentuk relatif seragam, tidak berlubang, tidak cacat fisik dan permukaan menarik (Hubeis, 1999).
F. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu sistem yang dirancang untuk mencegah terjadinya masalah kualitas produk makanan baik yang disebabkan oleh faktor biologi, kimia maupun fisis (food safety problem). Identifikasi sumber masalah dilakukan sejak datangnya bahan baku, proses produksi dilakukan sampai dengan produk jadi yang siap didistribusikan. HACCP akan dapat mengidentifikasi critical control points (CCPs) dalam sistem produksi yang potensial dapat menurunkan mutu produk. Titik - titik kritis ini harus dikontrol secara ketat untuk menjamin mutu produk dan menjaga kadar kontaminan tidak melebihi critical limit (Prasetyono, 2000). Prinsip sistem HACCP yang diadopsi dari SNI 01-4852- 1998 sesuai dengan Codex terdiri dari tujuh prinsip, yakni sebagai berikut (Thaheer, 2005) :
1. Prinsip 1 : berkaitan dengan analisa bahaya 2. Prinsip 2 : menentukan titik kendali kritis 3. Prinsip 3 : menetapkan batas kritis
4. Prinsip 4 : menetapkan sistem pemantauan pengendlian titik kendali kritis 5. Prinsip 5 : menetapkan tindakan perbaikan yang dilakukan jika hasil
pemantauan menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali
6. Prinsip 6 : menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sitem HACCP bekerja secara efektif
7. Prinsip 7 : menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan penerapannya
Winarno dan Suroso (2004) menyatakan bahwa SSOP akan memberikan manfaat bagi usaha dalam menjamin sistem keamanan produksi pangannya.
Manfaat tersebut seperti dapat memberikan jadwal pada prosedur sanitasi, memberikan landasan program monitoring berkesinambungan, mendorong perencanaan yang menjamin didukungnya tindakan koreksi bila diperlukan, menjamin setiap personil, serta meningkatkan praktik sanitasi dan kondisi di unit usaha.
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendaliannya untuk mengontrol bahaya bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan, daripada mengandalkan kepada pengujian produk akhir (Ermina, 2010).