PROPOSAL PENELITIAN
STRATEGI GURU DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI KLUMPIT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING
Oleh
DESY ARIYANTI NIM 201833112
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2021
ABSRTRAK
Ariyanti, Desy. 2021. Strategi Guru Dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Klumpit Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning.
Pembimbing (I) Yuni Ratnasari, S.Si., M.Pd. (II) F.Shoufika Hilyana, S.Si., M.Pd.
Kata kunci: Strategi guru, Contextual Teaching Learning, Minat belajar
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk minat belajar siswa dalam pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, mendeskripsikan startegi guru dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit menggunakan model pembelajaran kontekstual, dan mendeskripsikan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung guru dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning.
Dalam pemberlakuan pembelajaran tatap muka (PTM) kembali, pembelajaran yang berlangsung belum sepenuhnya berjalan dengan efektif yang ditandai kurangnya partisipasi siswa yang disebabkan rendahnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Di SD Negeri Klumpit, minat belajar siswa rata-rata tergolong rendah. Untuk itu perlunya peran guru dalam memilih strategi berupa model pembelajaran yang mampu meningkatkan semangat, keaktifan serta ketertarikan atau minat belajar siswa. Model pembelajaran kontekstual yakni model pembelajaran yang mengaitkan pengetahuan dengan pengalaman yang dimiliki siswa dirumah agar memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran agar membuat siswa semangat dan berantusias atau berminat dalam belajar karena materi pelajaran yang dipelajari ada disekitar mereka.
Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif deskriptif sebagai tahapan dalam melakukan penelitian. Penelitian ini akan di laksanakan di SD Negeri Klumpit, Kecamatan Tloowungu, Kabupaten Pati, dengan mengambil subjek guru dan siswa sebagai subjek penelitian. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yang meliputi tahap observasi, wawancara, dokumentasi, dan pencatatan. Dan analisis data kualitatif deskriptif merupaka analisis data yang digunakan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Wabah corona virus disease (covid-19) yang melanda berbagai negara di dunia, telah memberikan tantangan tersendiri salah satunya di bidang pendidikan. Dalam mengatasi lonjakan peningkatan penularan virus covid-19, pemerintah telah menegeluarkan berbagai kebijakan seperti isolasi, social and physical distanncing, pembatasan sosisal berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Kondisi ini, mengharuskan berbagai sekolah dan masyarakat harus bekerja dirumah atau belajar dari rumah. Berdasarkan SE Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah dalam rangka pencegahan penyebaran corona virus disease (covid-19), maka pembelajaran tatap muka siswa disekolah untuk sementara dialihkam menjadi belajar dirumah.
Meskipun belajar dirumah, kegiatan belajar mengajar harus tetap dijalankan melalui pembelajaran online. Pembelajaran online adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar secara virtual melalui aplikasi yang ada di handphone. Menurut Bilfaqih (2017:
1), pembelajaran yang dikemas dalam jaringan secara online menggunakan aplikasi pembelajaran atau jejaring sosial melalui perangkat elektronik. Pembelajaran online bukan sekedar materi yang dipindah melalui media internet bukan juga sekedar tugas dan soal-soal yang dikirimkan melalui aplikasi tertentu. Pembelajaran online harus direncanakan sesuai dengan minat dan efisiensi dari siswa disekolah tersebut, dilaksanakan, serta dievaluasi sama dengan pembelajaran yang terjadi di kelas.
Pembelajaran online yang diselenggarakan kurang lebih satu setengah tahun, pada akhirnya mulai digantikan lagi dengan pembelajaran tatap muka secara terbatas (PTM). Berdasarkan SE Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati nomor 420/11782/2021 tentang panduan pembelajaran tetap muka (PTM) sekolah dasar dimasa pandemi covid-19 Kabupaten Pati tahun ajaran 2021/ 2022, maka pembelajaran tatap muka disekolah mulai diaktifkan kembali dengan syarat dan ketentuan yang diberlakukan. Pembelajaran PTM yang diselenggarakan lagi belum sepenuhnya berjalan secara efektif. Siswa masih harus memerlukan penyesuaian lagi karena sudah terbiasa melakukan pembelajaran secara online.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di kelas IV SD Negeri Klumpit Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati, pada proses kegiatan pembelajaran
berlangsung terdapat beberapa siswa yang melamun saat guru menerangkan didepan, terdapat siswa yang terlihat memperhatikan akan tetapi saat ditanya tidak bisa. Selain itu, masih ada siswa yang mengobrol dengan teman sebangkunya saat proses pembelajaran berlangsung, dan masih ada siswa yang gaduh dengan menjahili teman sebangkunya.
Selama berlangsunya proses pembelajaran, keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran/tingkat partisipasi masih tergolong rendah. Hal itu terlihat, selama proses pembelajaran berlangsung tidak ada siswa yang mengemukakan pertanyaan untuk meminta klarifikasi atau penjelasan dari guru seputar materi yang dibahas. Penyataan tersebut merupakan bukti dalam proses pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas masih belum berjalan dengan efektif, kurangnya partisipasi siswa yang disebabkan rendahnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Melalui wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas IV SD Negeri Klumpit tentang minat belajar siswa, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut: minat belajar anak berbeda-beda, ada yang tinggi, baik, sedang dan rendah, namun rata-rata minat belajar anak masih tergolong rendah dapat dilihat saat pembelajaran terkadang siswa malas mencatat, tidak mendengarkan penjelasan guru dan saat jam masuk kelas masih terdapat beberapa siswa yang masih makan jajan diluar, dan saat guru memberikan tugas mandiri terkadang ada siswa yang malas-malasan dalam mengerjakannya tugas tersebut.
Minat, merupakan perwujudan dari sebuah rasa suka atau cenderung memiliki ketertarikan terhadap suatu hal bisa berupa aktivitas yang muncul dari keinginan diri sendiri tanpa diikuti adanya paksaan ataupun dorongan dari orang lain (Slameto, 2016).
Peran penting minat dalam kegiatan belajar sangatlah signifikan, seperti mendatangkan kegembiraan atau perasaan senang, mampu meningkatkan konsentrasi atau perhatian siswa, melahirkan sikap belajar siswa yang positif dan kontruktif, membantu siswa memperkuat kemampuan dalam mengingat, dan rendahnya kebosanaan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Faktor pendukung keberhasilan suatu pembelajaran untuk mencapai sebuah tujan belajar, salah satunya melalui peran minat siswa dalam kegiatan belajar (Sadirman, 2015: 25).
Mengingat pentinganya minat belajar siswa, maka perlunya tindakan lebih lanjut atau peran yang dilakukan guru dalam menyusun strategi belajar yang bertujuan meningkatkan minat belajar siswa dalam pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas.
Gerlach dan Ely dalam Santinah (2016), mengemukakan pendapat bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan cara-cara yang dilakukan guru dalam menentukan
model pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan Gropper dalam Santinah (2016), menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu langkah awal dalam kegiatan pembelajaran yang bertujuan memilih berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan.
Guru bukan sekedar berperan sebagai pengajar akan tetapi seorang guru juga memiliki peran dalam membimbing, memimpin dan menjadi fasilitator dalam belajar.
Pemikiran kreatif dan inovatif mestinya dimiliki oleh seorang guru dimana hal ini sangatlah penting karena dengan begitu akan lebih mudah dalam menyusun strategi mengajar yang menarik dan menyenangkan bagi siswa, adanya strategi mengajar yang dilakukan guru dengan begitu dapat meningkatkan semangat, aktif dalam belajar, antusiasme, serta memiliki rasa ketertarikan siswa untuk selalu belajar. Dari ketentuan tersebut terdapat beberapa model yang mamiliki tujuan mengaitkan pengetahuan yang diberikan guru disekolah dengan pengalaman yang dimiliki siswa dirumah agar memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran agar membuat siswa semangat dan antusias atau minat dalam belajar karena materi pelajaran yang dipelajari ada disekitar mereka. Model pembelajaran yang di maksud yakni model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL).
Menurut Nurhadi dalam Sugianto (2017:146) menyampaikan bahwa pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning-CTL) adalah saling keterkaitan antara materi pelajaran dan stuasi dunia nyata yang dialami oleh para siswa yang dikemas oleh guru dalam proses belajar mengajar. Kemudian, pembelajaran kontekstual mampu mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya pembelajaran kontekstual dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pengetahuan dan ketrampilan baru akan muncul dengan sendirinya, ketikas siswa dalam belajar mampu mengkontekstualkan pengetahuan dan ketermpilan yang diperoleh siswa dalam proses belajar mengajar bersama guru. Sedangkan menurut Howey dalam Hasibun (2015), CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Menurut Hasibun (2015) terdapat tujuh komponen utama model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) yakni: 1.) Guru membimbing siswa agar mengkontruksi pengetahuan dan kemampuannya sendiri (kontruktivisme), 2.) Guru mendorong siswa agar mandiri dalam menemukan pengetahuan yang akan dipelajarai
(inquiry), 3.) Guru meminta siswa untuk bertanya tentang hal yang belum dimengert (questionting), 4.) Guru mendorong siswa agar bekerja kelompok dalam menyelesaikan masalah (learning community), 5.) Guru memberikan contoh dengan menampilkan benda-benda kokret sebagai media pembelajaran (modeling), 6.) Guru mengajak siswa untuk merefleksi pembelajaran yang sudah dilakukan (reflekction), 7.) Guru melakukan penilaian terhadap penilaian siswa bertujuan mengetahui kemampuan siswa dalam belajar (authentic assessment).
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hairun, dkk (2020) yang berjudul “Application of Contextual Learning Approach to Improve Interest and Learning Result in Group a in TK of Country of Limboto”, menyatakan bahwa model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa yang diakibatkan pembelajaran berdasarkan pengalaman siswa, siswa belajar dan melakukan belajar secara langsung, bukan mentransfer ilmu dari guru ke anak. Strategi belajar lebih penting dari pada hasil kegiatannya, kara dalam model kontekstual tugas guru yakni membantu siswa dalam membimbing, memimpin dan menjadi fasilitator dalam belajar. Kemudian, penelitian lainnya dilakukan Novalis, dkk (2019) yang menhasilkan penerapaan strategi pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar yang dibuktikan dengan persentase minat belajar anak yang meningkat dari kondisi awal sebesar 0%
meningkat menjadi 63%.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai strategi apa saja yang dilakukan guru untuk meningkatkan minat belajar peseta didik di SD Negeri Klumpit. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti mengambil judul
“Strategi Guru dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Klumpit Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka di rumuskan masalah penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana minat belajar siswa kelas IV di SD Negeri Klumpit?
2. Bagaimana strategi guru dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning?
3. Bagaimana faktor-faktor yang menghambat dan mendukung guru kelas dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning?
1.3 Tujuan Penelitia
Merujuk dari perumusan masalah di atas dapat diketahui bahwa penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut.
1. Mengetahui minat belajar siswa kelas IV di SD Negeri Klumpit.
2. Mengetahui strategi guru dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning.
3. Mengetahui faktor-faktor yang menghambat dan mendukung guru kelas dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam setiap usaha tentu ada beberapa kegunaan yang diinginkan. Begitupun dalam sebuah penelitian diharapkan dapat memberikan kegunaan kepada berbagai pihak. Di antara kegunaan dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi referensi yang telah ada sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan khususnya yang berkaitan dengan strategi guru dalam meningkatkan minat belajar siswa.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber dan bahan tentang pentingnya minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit.
b. Bagi guru, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV di SD Negeri Klumpit sehingga tujuan pendidikan tercapai secara optimal.
c. Bagi peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan yang sangat besar dalam mengembangkan keilmuan yang didapat di bangku kuliah.
1.5 Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran penelitian ini, maka diajukan definisi operasional sebagai berikut :
a. Strategi guru adalah suatu cara atau metode yang dimiliki oleh guru dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.
b. Minat adalah rasa ketertarikan, perhatian, keinginan lebih yang dimiliki seseorang terhadap suatu hal tanpa ada dorongan dari siapapun itu.
c. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah proses pembelajaran yang holistic dan bertujuan untuk membantu siswa memahami makna materi ajar kemudian mengaitkanya dengan konteks kehidupan sehari-hari, sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang dinamis dan fleksibel.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian pustaka
Dalam kajian teori ini, penelitit menguraikan topik penelitian secara sistematis mengenai (1) strategi guru, (2) model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL, (3) minat belajar
2.1.1 Strategi Guru 2.1.1.1Pengertian strategi
Dalam pernyataan umumnya, strategi merupakan suatu garis besar yang menjadi dasar dalam jalannya kegiatan untukmencapai suatu tujuan. Bila dikaitkan dengan kegiatan belajar mengajar, maka strategi dapat didefinisikan sebagai suatu pola kegiatan antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memiliki tujuan pencapaian tertentu (ngalimun, 2017: 1)
Kemudian menurut Suryadi (2016: 13), menyatakan bahwa strategi merupakan suatu tindakan yang mendorong setiap individu atau kelompok untuk mencapai tujuannya. Selain itu, strategi bisa diartikan pemberian fasilitas oleh guru kepada siswa dalam mencapai suatu keberhasilan. Pengertian lain menurut Djamarah (2018: 3), mendefinisikan strategi adalah alur atau haluan yang ditentukan dalam suatu kegiatan yang bertujuan mencapai sasaran tertentu. Istilah strategi pada zaman sekarang banyak digunakan dalam banyak kebutuhan dalam meraih tujuan atau kesuksesan tertentu. Seorang guru yang menginginkan hasil yang memuaskan dalam proses pembelajaran tentu akan menerapkan strategi tertentu agar hasil belajar yang diperoleh siswa mendapatkan prestasi yang memuaskan (Majid, 2015: 238)
Berdasarkan pernyataan-pernyataan para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi yaitu perumusan kegiatan-kegiatan yang disusun berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam mewujudkan keinginan. Kemudian kaitannya dengan pembelajaran, startegi merupakan hal paling mendasar dalam perancangan jalanya proses pembelajaran. Strategi digunakan oleh guru dan
bersama siswa dalam mengatur jalannya proses pembelajaran dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan.
2.1.1.2 Pengertian Guru
Berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 pasal 2, guru dikatakan sebagai tenaga profesional yang mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu (Suprihatiningrum: 2017: 24)
Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor yang terpenting. Guru merupakan sosok di balik keberhasilan suatu pembelajaran. Komponen guru mampu memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi bervariasi dan sebaliknya komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen yang lainnya (Ngalimun, 2017: 17).
Guru orang kedua yang memberikan pembelajaran terhadap siswa setelah keluarga, guru ialah orang yang memberi bekal pengetahuan, pengalaman, dan menanamkan nilai-nilai, budaya, dan agama terhadap anak didik, dalam proses pendidikan guru memegang peran penting setelah orangtua dan keluarga di rumah. Dilembaga pendidikan guru menjadi orang terdepan dalam bertugas mengajar, membimbing, dan melatih anak didik mencapai kedewasaan.setelah proses pendidikan sekolah selesai, setelah itu diharapkan para siswa bisa menjalani kehidupannya ditengah masyarakat karena sudah dibekali pengetahuan dan pengalaman.
Guru merupakan seorang pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah mendedikasikan dirinya untuk menerima dan mengemban tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua. Mereka ini tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru. (Zakiah Daradjat, 2016: 39).
Dengan demikian tuntutan untuk meningkatkan kinerja guru dalam belajar hendaknya selalu diperhitungkan dan diperhatikan. Guru sebagai personel yang menduduki posisi strategi dalam rangka perkembangannya konsep-konsep baru dalam dunia pengajaran tersebut. Guru adalah salah satu faktor yang menentukan berbagai keberhasilan siswa dalam suatu proses pembelajaran dikelas, untuk itu profesionalitas guru dalam suatu pembelajaran sangatlah perlu dan dirasakan penting.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa guru merupakan seseorang yang memberikan dorongan berupa motivasi dalam menggapai tujuan melalui proses pembelajaran yang didalamnya mengembangkan kepribadian berupa sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri. Proses pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan dan menumbuhkan seluruh aspek pribadi dalam mempersiapkan suatu kehidupan yang mulia dan berhasil dalam suatu masyarakat dengan sebentuk pemenuhan profesionalisme dari seorang guru.
2.1.1.3 Strategi Guru
Bagi seorang guru memiliki strategi dalam meraih keberhasilan dalam proses belajar mengajar adalah suatu keharusan. Karena, dalam proses belajar mengajar seorang guru harus mimiliki ketrampilan yang mumpuni dalam memahami situasi dan mampu mengembangkan model pembelajaran berdasarkan siuasi agar proses pembelajaran menjadi efektif, kreatif, dan menyenangkan (Tutik dan Daryanto, 2017).
Menurut Djamarah (2018: 5-6), ada empat strategi dasar yang bisa dilakukan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar yang meliputi:
a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi serta kualifikasi perubahan kepribadian dan tingkah laku anak didik sebagaimana yang diharapkan.
b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar yang didasari pandangan dan aspirasi hidup masyarakat.
c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif.
d. Mempatenkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan yang dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam menjalankan evaluasi hasil kegiatan belajar yang kemudian akan dijadikan umpan balik sebagai penyempurnaan sistem internasional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Seorang guru sebelum menentukan strategi pembelajaran terlebih dahulu harus benar-benar memahami tujuan dari suatu pembelajaran (Murdiyono, 2017:31). Menurut Hariandi (2019:11) strategi digunakan sebagai cara-cara tertentu untuk mencapai tujuan termasuk juga metode pengajaran. Metode sebagai jalan untuk mengimplementasikan daftar rencana pembelajaran yang akan ditransfer kepada siswa. Dan untuk menentukan strategi pembelajaran seorang pendidik (guru) harus menyesuaikannya terlebih dahulu dengan kondisi dan kebutuhan siswa.
Berdasarkan penjelasan beberapa para ahli tersebut dapat disimpulkan, strategi guru adalah upaya yang dilakukan seorang guru dalam melakukan suatu hal pembelajaran agar dapat menimbulkan ketertarikan, minat dan perhatian siswa demi tercapainya tujuan. Seorang guru bertanggung jawab dalam membimbing, mendidik, mengarahkan, mengajar dan melatih siswanya agar menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
2.1.1.4 Prinsip Memilih Strategi Pembelajaran
Dalam memilih atau menentukan strategi pembelajaran terdapat prinsip yang patut diperhatikan seorang guru (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008:45) diantaranya sebagai berikut:
a. Tujuan pembelajaran
Adalah kemampuan yang di harapkan dapat tercapai setelah siswa menyelesaikan suatu aktivitas pembelajaran. Guru dapat menentukan atau memilih suatu strategi yang bakal digunakannya melalui tujuan pembelajaran.
b. Aktivitas dan pengetahuan awal siswa
Aktivitas siswa tidak hanya dalam hal fisik saja tetapi juga melibatkan aktivitas atau aksi yang bersifat psikis ataupun moral. Guru bisa memahami
pengetahuan awal siswanya melalui pretes tertulis ataupun tanya jawab pada waktu awal suatu kegiatan pembelajaran. Kemudian guru bisa melakukan penyusunan strategi dengan memaksimalkan metode yang tepat untuk siswa c. Integritas bidang study/pokok bahasan
Mengajar dapat menumbuhkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik karena dalam membangkitkan dan mengembangkan aspek tersebut terdapat strategi yang dilakukan oleh pendidik.
Selanjutnya, Mager dalam Santinah (2016), memberikan beberapa krietria yang dapat dijadikan acuan dalam pemilihan strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a. Berorientasi pada tujuan pembelajaran
b. Pilih tekhnik pembelajaran yang sesuai dengan keterampilan yang diharapkan dan dimiliki saat bekerja nanti (dihubungkan dengan dunia kerja)
c. Gunakan media pembelajaran yang sebanyak mungkin memberikan rangsangan pada indra siswa.
Sedangkan Djamarah (2018: 256) memberikan beberapa criteria dalam pemilihan srategi pembelajaran, yaitu:
a. Kesesuaian strategi pembelajaran dengan tujuan di ranah afektif, kognitif, maupun psikomotorik;
b. Kesesuaian strategi pembelajaran dengan jenis pengetahuan; misalnya verbal, visual, konsep,prinsip, procedural, dan sikap;
c. Kesesuaian strategi pembelajaran dengan sasaran (siswa). Karakteristik siswa yang perlu diperhatikan, yaitu : 1) Kemampuan awal anak seperti kemampuan intelektual, kemampuan berfikir, dan kemampuan gerak; 2) Perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, perhatian, minat, motivasi dan sebagainya; 3) Latar belakang dan status social kebudayaan
d. Kemampuan strategi pembelajaran untuk mengoptimalkan belajar siswa;
e. Karena strategi pembelajaran tertentu memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, oleh sebab itu dalam pemilihan dan penggunaannya harus menyesesuaikan dengan pokok bahasan dalam mata pelajaran tertentu;
f. Biaya. Penggunaan strategi pembelajaran harus memperhitungkan aspek pembiayaan. Sia-sia bila penggunaan strategi menimbulkan pemborosan;
g. Waktu. Lama waktu yang diperlukan untuk melaksanakan strategi pembelajaran yang dipilih dan berapa lama waktu yang tersedia untuk menyajikan bahan pelajaran, dan sebagainya.
Dari uraian diatas, dapat diatrik benang merah dalam menentukan strategi pembelajaran harus memperhatikan kondisi dan situasi, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, dan dilandasi prinsip efisiensi serta efektivitas dalam mencapai tujuan pembelajaran dan tingkat keterlibatan siswa
2.1.1.5 Pentingnya Strategi Guru
Djamrah (2018:45) mengemukakan pendapat bahwa apabila seorang guru mahir mengelola dengan bakat kreatif dan kemampuan mengajar murid-murid di semua jenjang, maka bisa jadi Anda tidak mempunyai hambatan dalam melaksanakan seluruh kurikulum yang diisyaratkan bagi mata pelajaran atau kelas”. Ngalimun (2016:31) menyatakan bahwa efektifitas seorang pendidik (guru) dinilai dari sosok yang mampu menyelesaikan tugasnya dan kewajibannya secara profesional.
Guru bukan sekedar berperan sebagai pengajar akan tetapi seorang guru juga memiliki peran dalam membimbing, memimpin dan menjadi fasilitator dalam belajar. Pemikiran kreatif dan inovatif mestinya dimiliki oleh pendidik (guru) dimana hal ini sangatlah penting karena dengan begitu akan lebih mudah dalam menyusun strategi mengajar yang menarik dan menyenangkan bagi siswa, adanya strategi mengajar yang dilakukan pendidik dengan begitu dapat meningkatkan semangat, aktif dalam belajar, antusiasme, serta memiliki rasa ketertarikan siswa untuk selalu belajar.
2.1.2 Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu pola atau suatu perencanaan yang dapat digunakan untuk pedoman dalam merencanakan pembelajaran di dalam kelas. Model pembelajaran mengrucut pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan–tujuan pengajaran, tahap–tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas (Setianingsih, 2016:118).
Husdarta (2018:5), memberikan penjabaran bahwa model pembelajaran adalah suatu garis-garis suatu kegiatan yang digunakan sebagai penyusun rancangan. Model pembelajaran berisikan startegi belajar yang dipergunakan dalam jalannya proses pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional.
Definisi model pembelajaran menurut Mulyani Sumantri dkk dalam Setianingsih dkk (2016:118) yakni “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar”.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat ditarik benang merahnya bahwa model pembelajaran merupakan suatu gambaran yang disajikan oleh guru dalam memberikan pembelajaran ke siswa yang memiliki ciri khas tersendiri.
Selain itu model pembelajaran bisa diartikan kemasan dari suatu pendekatan, tenik pembelajaran dan metode pembelajaran. Di dalam model pembelajaran berisikan strategi pembelajaran yang bertujuan menunjang jalannya proses pembelajaran agar tersusun sesuai perencaan yang sudah dirancang oleh guru.
2.1.2.2 Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Model pembelajarn Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu model pembelajaran yang mempunyai pendekatan pembelajaran yang direkomendasikan agar digunakan atau diterapkan pada kurikulum tingkat satuan pendidikan. Untuk itu, model pembelajarn contextual teaching and learning
(CTL) perlu dikembangkan dalam penerapannya terhadap proses kegiatan belajar mengajar (Chodijah, dkk 2015)
Kemudian, menurut Nurhadi dalam Sugianto (2017:146) menyampaikan bahwa pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning-CTL) adalah saling keterkaitan antara materi pelajaran dan situasi dunia nyata yang dialami oleh para siswa yang dikemas oleh guru dalam proses belajar mengajar.
Kemudian, pembelajaran kontekstual mampu mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya pembelajaran kontekstual dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pengetahuan dan ketrampilan baru akan muncul dengan sendirinya, ketikas siswa dalam belajar mampu mengkontekstualkan pengetahuan dan ketermpilan yang diperoleh siswa dalam proses belajar mengajar bersama guru.
Sedangkan menurut Jhonson dalam Sugianto (2017:148) “(contextual teaching and learning-CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang memiliki tujuan mengajak para siswa melihat pembelajaran kontekstual untuk mencari makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan pembelajaran kontekstual konteks keadaan pribadi, social dan budaya mereka.”.
Menurut Sudrajad dalam Chodijah (2015), “Model pembelajaran (contextual teaching and learning-CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami pembelajaran kontekstual makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan pembelajaran kontekstual mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa pembelajaran kontekstual memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya”.
Elaine B. Johnson dalam Sukarto (2019:3) memberikan penjelasan bahwa Contextual Teaching Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada pembelajaran kontekstual filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang
pembelajaran kontekstual mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan pembelajaran kontekstual informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Berdasarkan uraian para ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) adalah model pembelajaran yang saling keterkaitan antara materi pembelajaran yang disajikan dengan keseharian siswa di kesehariannya. Dengan begitu siswa akan lebih mudah memahami dan menelaah pembelajaran yang diberikan oleh guru.
2.1.2.3 Dasar Teori Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
Prinsip saling ketergantungan, deferensiasi, dan pangaturan diri mejadi sebuah tumpuan dari pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu hidup, tidak diam yang telah disetujui oleh para pendidik dalam menerapkan pandangan dan cara berpikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.
Menurut Jhonson dalam Sukarto (2019: 53) tiga pilar dalam sistem Contextual Teaching Learning (CTL), yaitu:
a. Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip saling kebergantungan. Kesaling bergantungan mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas ketika subjek yang saling bersebrangan dihubungkan, maka akan teripta sebuah keselarasan dalam mencapai suatu tujuan.
b. Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip diferensiasi.
Diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan- perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
c. Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan inat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan berperan serta dalam kegiatankegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka bernyanyi.
Landasan..filosofi Contextual..Teaching Learning (CTL) ..adalah konstruktivisme, yaitu..filosofi belajar yang..menekankan bahwa..belajar tidak hanya..sekedar..menghafal. Siswa harus..mengkonstruksi..pengetahuan..di..benak mereka..sendiri. Pengetahuan..tidak..dapat dipisah-pisahkan menjadi..fakta-fakta atau proposisi..yang terpisah, tetapi mencerminkan..keterampilan..yang dapat diterapkan. ”Konstruktivisme..berakar pada filsafat..pragmatisme yang..digagas oleh Jhon..Dewey pada awal..abad ke 20, yaitu sebuah..filosofi belajar..yang menekankan..pada..pengembangan..minat dan pengalaman..siswa” (Ngalimun, 2018:160).
Jean Piaget..dalam Anonim (2010:2) berpendapat bahwa..sejak kecil..setiap anak sudah..memiliki..struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”.
Skema terbentuk karena pengalaman, dan..proses penyempurnaan..skema itu dinamakan..asimilasi dan..semakin besar..pertumbuhan anak..maka skema..akan semakin..sempurna yang..kemudian disebut..dengan proses..akomodasi. Pendapat Piaget..tentang bagaimana..sebenarnya..pengetahuan itu terbentuk..dalam..struktur kognitif..anak, sangat..berpengaruh..terhadap beberapa..model..pembelajaran, diantaranya model..pembelajaran kontekstual. Menurut..pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala..ditemukan dan..dibangun sendiri..oleh siswa.
Pendapat Piaget..tentang bagaimana sebenarnya..pengetahuan itu..terbentuk dalam..struktur..kognitif anak, sangat..berpengaruh..terhadap..beberapa..model pembelajaran, ..diantaranya..model pembelajaran..kontekstual. ..Menurut pembelajaran..kontekstual, pengetahuan itu..akan bermakna..manakala..ditemukan dan..dibangun sendiri..oleh siswa.
Dengan Contextual Teaching Learning (CTL)..proses pembelajaran diharapkan..berlangsung alamiah..dalam bentuk..kegiatan..siswa..untuk..bekerja dan mengalami, bukan..transfer pengetahuan..dari guru..ke..siswa. Strategi pembelajaran..lebih dipentingkan..dari pada..hasil. Dalam..konteks itu..siswa perlu mengerti..apa makna..belajar, apa..manfaatnya, mereka..dalam status..apa dan bagaimana..cara..mencapainya. Mereka..akan menyadari..bahwa yang..mereka pelajari..berguna..bagi hidupnya. Dengan demikian..mereka mempelajari sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Untuk menciptakan kondisi tersebut strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta- fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui strategi Contextual Teaching Learning (CTL) siswa diharapkan meningkatkan minat belajar.
2.1.2.4 Karakteristik Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Johnson dalam Nurhadi (2017 : 13), merumuskan 8 indikator karakteristik karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut :
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningfull connection).
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapatbekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapatbelajar sambil berbuat (learning by doing).
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masayarakat.
c. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan kegiatan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata.
d. Bekerja sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, guru membantu siswa memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan salingberkomunikasi.
e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan- harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standard). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”.
h. Menggunakan penilain autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata.
2.1.2.5 Komponen Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Menurut Hasibun (2015), memaparkan bahwa pembelajaran berbasis Contextual Teaching Learning (CTL) melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu:
a. Konstruktivisme (constructivism) adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasar pengalaman.
Pengetahuan terbentuk bukan hanya dari obyek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subyek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu berasal dari luar akan tetapi dikontruksi dari dalam diri seseorang. Karena itu pengetahuan
terbentuk oleh objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterprestasikan objek tersebut.
b. Inkuiri (inquiry), artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukuan melalui beberapa langkah, yaitu : 1) merumuskan masalah 2) mengajukan hipotesis 3) mengumpulkan data 4) menguji hipotesis 5) membuat kesimpulan. Penerapan asas inkuiri pada Contextual Teaching Learning (CTL) dimulai dengan adanya masalah yang jelas yang ingin dipecahkan, dengan cara mendorong siswa untuk menemukan masalah sampai merumuskan kesimpulan. Asas menemukan dan berfikir sistematis akan dapat menumbuhan sikap ilmiah, rasional, sebagai dasar pembentukan kreatifitas.
c. Bertanya (questioning) adalah bagian inti belajar dan menemukan pengetahuan. Dengan adanya keingintahuanlah pengetahuan selalu dapat berkembang. Dalam pembelajaran model Contextual Teaching Learning (CTL) guru tidak menyampaikan informasi begitu saja tetapi memancing siswa dengan bertanya agar siswa dapat menemukan jawabannya sendiri.
Dengan demikian pengembangan keterampilan guru dalam bertanya sangat diperlukan. Hal ini penting karena pertanyaan guru menjadikan pembelajaran lebih produktif, yaitu berguna untuk : 1) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan pelajaran; 2) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; 3) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu; 4) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang didinginkan; 5) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
d. Masyarakat Belajar (learning community) didasarkan pada pendapat Vygotsky dalam Sugianto (2008:168), bahwa ”pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain”. Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain untuk saling membutuhkan. Dalam model Contextual Teaching Learning (CTL) hasil belajar dapat diperoloeh dari hasil Sharing dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru. Dengan demikian asas masyarakat belajar dapat diterapkan dalam kelompok, dan sumber-sumber lain
dari luar yang dianggap tahu tentang sesuatau yang menjadi fokus pembelajaran.
e. Pemodelan (modeling) adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Sebagai contoh, membaca berita, Membaca lafal bahasa, mengoperasikan instrument memerlukan cotoh agar siswa dapat mengerjakan dengan benar. Dengan demikian modeling merupakan asas penting dalam pembelajaran melalui Contextual Teaching Learning (CTL), karena melalui Contextual Teaching Learning (CTL) siswa dapat terhindar dari verbalisme atau pengetahuan yang bersifat teoritis- abstrak.
f. Refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan dan mengevaluasi kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman yang dicapai baik yang bernilai positif atau bernilai negative. Melalui refleksi siswa akan dapat memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuknya serta menambah khazanah pengetahuannya.
g. Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak. Penilaian ini berguna untuk mengetahui apakah pengalaman belajar mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan siswa baik intelektual, mental maupun psikomotorik. Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses belajar daripada sekedar hasil belajar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena assessment menekankan pada proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode (semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar tetapi dilakukan bersama-sama secara terintegrasi atau tidak terpisah dari kegiatan pembelajaran.
2.1.2.6 Perbedaan Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan Pembelajaran Konvesional
Berikut ini perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional yang dikemukakan oleh Hasibuan (2015: 20) :
Tabel 2.1 Perbedaan Model pembelajaran CTL dengan Model Pembelajaran Konvesional
No. Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran Konvesional 1. Pembelajaran lebih condong ke
pemahaman makna
Pembelajaran lebih condong pada hafalan
2. Memilih materi pembelajaran berdasarkan kebutuhan siswa
Memilih materi pembelajaran berdasarkan keinginan guru 3. Dalam jalannya proses pembelajaran
siswa ikut berkontribusi secara aktif
Dalam jalannya proses pembelajaran siswaterlihat pasif menerima materi
4. Adanya keterkaitan materi pembelajaran yang diberikan dengan kehidupan nyata siswa
Materi yang diberikan saaat proses pembelajaran bersifat teoritis
5. Dalam pembelajaran selalu mengaitkan materi dengan pengetahuan siswa
Dalam pembelajaran memberikan banyak materi terhadap siswa
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
Terfokus hanya satu bidang
7 Waktu belajar siswa dihabiskan dengan belajar (menemukan- menggali-berdiskusi-dan berfikir kritis)
Waktu belajar siswadihabiskan mengerjakan tugas di buku
8 Perilaku dibangun atas kesadaran dan ketrampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
Ketrampilan dikembangkan atas dasar pelatihan
Akhmad Sudrajad (2008:5) mengemukakan empat belas perbedaan antara model pembelajaran CTL dengan model pembelajaran konvensional, yaitu:
Tabel 2.2 Perbedaan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan Model Pembelajaran Konvensional
No. Model Pembelajaran CTL Model Pembelajaran Konvesional 1. Menyandarkan pada pemahaman
makna
Menyandarkan pada hafalan
2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa
Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru 4. Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu 7. Siswa menggunakan waktu
belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)
Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual)
8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
Perilaku dibangun atas kebiasaan
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor
No. Model Pembelajaran CTL Model Pembelajaran Konvesional subyektif
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik
Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting
Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik
Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan model pembelajaran konvensional adalah peran siswa dalam pembelajaran pada pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) adalah sebagai pencari informasi sedangkan pada pembelajaran konvensional siswa sebagai penerima informasi.
2.1.2.7 Langkah-langkah Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Hasibuan (2015), Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) mempunyai langkah-langkah pembelajaran antara lain :
a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan ebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri ,dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Menciptakan masyarakat belajar.
e. Menghadirkan model sebagia contoh belajar.
f. Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
g. Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Kemudian menurut E. Mulyasa (2013: 114), sedikitnya ada 5 elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:
a. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
b. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus).
c. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: menyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, dan merevisi dan mengembangkan konsep.
d. Pembelajaran ditekankan pada upaya nmempraktikkan secara langsung apa- apa yang dipelajari.
e. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
2.1.2.8 Kelebihan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Menurut Trianto (2016: 109) ada empat kelebihan model pembelajaran kontekstual, yaitu :
a. Pembelajaran CTL merupakan model pembelajaran yang bermakna dan nyata. Yang memiliki arti siswa memiliki kewajiban memahami keterkaitan antara pengetahuan yang diberikan di sekolah terhadap pengalaman yang ada di kehidupan nyata. Hal tersebut sangat dibutuhkan, mengingat saat siswa mempelajari materi yang didapat dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan slalu diingat pada memori siswa.
b. Siswa mampu berperan aktif dalam proses pembelajaran yang disebabkan karena materi yang diberikan tidak lagi sebagai materi yang harus dipahami saja akan tetapi siswa dapat menerapkannya kedalam pengalamannya dikehidupan sehari-hari.
c. Penerapan CTL memberikan dampak berfikir kritis dan kreatif bagi siswa, sesuai dengan materi yang sedang dipelajari dan dipahami.
d. Penerapan CTL mengacu terhadap pembelajaran yang mengkobinasikan antara pengalaman siswa dengan bahan materi pelajaran sehingga bisa untuk mengurangi kebosanan siswa dalam proses pembelajaran.
Sedangkan menurut Sugiyono (2014), berikut beberapa kelebihan dari pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah:
a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan nyata. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa.
b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
c. Kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
d. Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.
e. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru.
f. Penerapan pembelajaran kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.
Berdasarkan paparan yang disampaikan para ahli diatas mengenai kelebihan model pembelajaran CTL dapak disimpulkan bahwa model pembelajaran CTL memiliki kelebihan lebih dapat mengembangkan pengalaman siswa dalam belajar yang membuat siswa lebih aktif dan termotivasi dalam proses pembelajaran.
2.1.2.9 Kegiatan dan Strategi Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Kegiatan dan strategi pembelajaran kontekstual dapat ditunjukkan berupa kombinasi dari kegiatan-kegiatan, berikut kegiatan dan strategi model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut Hakiim dalam Hasibuan (2015):
a. Pembelajaran otentik (authentic instruction), yaitu pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam konteks yang bermakna, sehingga menguatkan ikatan pemikiran dan keterampilan memecahkan masalah- masalah penting dalam kehidupannya.
b. Pembelajaran berbasis inquiry (inquiry based learning), yaitu memaknakan strategi pembelajaran dengan metode-metode sains, sehingga diperoleh pembelajaran yang bermakna.
c. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masala-masalah yang ada di dunia nyata atau di sekelilingnya sebagai konteks bagi siswa untuk belajar kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan untuk memperoleh konsep utama dari suatu mata pelajaran.
d. Pembelajaran layanan (serve learning), yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan layanan masyarakat dengan struktur sekolah untuk medrefleksikan layanan, menekankan hubungan antara layanan yang dialami den pembelajaran akademik di sekolah.
e. Pembelajaran berbasis kerja (work based learning), yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan konteks tempat kerja dan membahas penerapan konsep mata pelajaran di lapangan. Prinsip kegiatan pembelajaran di atas pada dasarnya adalah peneklanan pada penerapan konsep mata pelajaran di lapangan, dan menggunakan masalah-masalah lapangan untuk dibahas di sekolah.
2.1.3 Minat Belajar
2.1.3.1 Pengertian Minat belajar
Dalam lebih mendalami tentang arti kata minat belajar, terlebih dahulu akan kita bahas mengenai pengertian minat. Minat identik dengan dengan ketertarikan dan lebih suka terhadap suatu hal bisa kegiatan, yang dilakukan tanpa adanya paksaan. Minat merupakan penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan suatu diluar diri. Yang memiliki perbandingan berdasarkan kuatnya hubungan yang dihasilkan maka akan semakin besar minat yang dihasilkan (Slameto, 2016: 179). Minat memiliki pengaruh yang signifikan terhadak kegiatan belajar, yang disebabkan bila materi pembelajaran yang dipelajari bertolak belakang dengan minat siswa maka siswa akan merasa bosan menerima pembelajaran yang disebabkan tidak adanya daya tarik yang ditawarkan materi pelajaran. Bahan pelajaran yang menarik adalah bahan pelajaran mudah dipahami dan mudah diserap materinya oleh siswa.
Dalam..kehidupan..ini tentunya..akan..selalu berkomunikasi..atau berhubungan dengan..orang lain, benda, situasi dan aktivitas. Aktivitas yang terdapat disekitar kita, dalam berhubungan tersebut mereka mungkin bersikap menerima, membiarkan, atau..menolaknya. ..Apabila seseorang..menaruh..minat itu, berarti..kita menyambutnya..atau bersikap..positif dan berhubungan..dengan obyek..atau lingkungan..tersebut dengan..demikian maka akan..cenderung..untuk memberi..perhatian dan melakukan..tindakan lebih lanjut. Jadi secara..sederhana minat dapat..diartikan sebagai..suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang lain, aktivitas atau solusi yang..menjadi obyek..dari minat..tersebut..dengan..disertai perasaan..senang. Dalam..bahasan tersebut..suatu pengertian..di dalam minat..ada pemusatan..perhatian subjek, ada..usaha untuk mendekati,..mengetahui, memiliki, menguasai, berhubungan..dengan subjek yang dilakukan dengan perasaan senang, ada daya penarik atau obyek (Muhibbin, 2012:
263).
Slameto (2016: 180), minat..adalah..suatu rasa..lebih suka..dan..rasa ketertarikan pada..suatu..hal atau..aktivitas, tanpa..ada..yang menyuruh. Minat pada..dasarnya adalah penerimaan..akan suatu..hubungan..antara diri sendiri
dengan..suatu diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minatnya. Sedangkan pendapat lain menurut Crow and crow dalam Djali (2014: 121) mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.
Sedangkan pengertian belajar adalah kegiatan yeng memberikan dampak perubahan perilaku individu yang baru secara keseluruhan, yang diperolah dari hasil pengalamannya melakukan interaksi antara lingkungannya (Anurrahman, 2015: 35). Dengan demikian dapat dipahami bahwa minat belajar adalah dorongan, rasa suka yang saling berkaitan yang dimiliki seseorang dalam melakukan kegiatan yang bertujuan memeperoleh perubahan yang baru didalam dirinya baik berupa perilaku atau pengetahuan yang dilakukan tanpa adanya dorongan atau paksaan dari siapapun.
Dari uraian para ahli tersebut dapat diambil benang merahnya bahwa minat belajar merupakan suatu ransangan yang muncul dalam diri siswa untuk melakukan kegiatan yang belum ia lakukan sebelumnya tanpa adanya pengaruh dari orang lain. Sehingga siswa tersebut mau melakukannya atau ingin melakukannya, akan tetapi bila siswa tidak suka maka ia akan berusaha untuk mengelakkannya.
2.1.3.2 Indikator Minat Belajar
Menurut Hidayat dalam Pratiwi (2015), Indikator Minat dibagi menjadi beberapa indikator yang menentukan minat seseorang terhadap sesuatu, antara lain antara lain :
a. Keinginan
Seseorang yang memiliki keinginan terhadap suatu kegiatan tentunya ia akan melakukan atas keinginan dirinya sendiri. Keinginan merupakan indikator minat yang datang dari dorongan diri, apabila yang dituju sesuatu yang nyata. Sehingga dari dorongan tersebut timbul keinginan dan minat untuk mengerjakan suatu pekerjaan.
b. Perasaan senang
Seseorang yang memiliki perasaan senang atau suka dalam hal tertentu ia cenderung mengetahui hubungan antara perasaan dengan minat.
c. Perhatian
Adanya perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa seseorang terhadap pengamatan, pengertian, dan sebagainya dengan mengesampingkan yang lain.
d. Perasaan tertarik
Minat bisa berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong kita cenderung atau rasa tertarik pada orang, benda, atau kegiatan ataupun bisa berupa pengalaman yang efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.
Orang yang memiliki minat yang tinggi terhadap sesuatu akan terdapat kecenderungan yang kuat tertarik pada guru dan mata pelajaran yang diajarkan. Sehingga perasaan tertarik merupakan indikator yang menunjukkan minat seseorang.
e. Giat belajar
Aktivitas di luar sekolah merupakan indikator yang dapat menunjukkan keberadaan minat pada diri siswa.
f. Mengerjakan tugas
Mengerjakan tugas yang diberikan guru merupakan salah satu indikator yang menunjukkan minat siswa.
g. Menaati
Orang yang berminat terhadap pelajaran dalam dirinya akan terdapat kecenderungan-kecenderungan yang kuat untuk mematuhi dan menaati peraturan-peraturan yang ditetapkan karena mengetahui konsekuensinya.
Sehingga menaati peraturan merupakan indikator yang menentukan minat seseorang.
Kemudian, menurut Ariyanto (2008) menyebutkan bahwa minat belajar siswa dibagi menjadi beberapa indikatot yakni:
a. Pengalaman belajar
Pengalaman yang dimiliki leh siswa dalam mata pelajaran tersebut baik seperti prestasi belajar.
b. Mempunyai sikap emosional yang tinggi
Seorang anak yang berminat dalam belajar mempunyai sikap emosional yang tinggi misalnya siswa tersebut aktif mengikuti pelajaran, selalu mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik.
c. Pokok pembicaraan
Apa yang dibicarakan (didiskusikan) anak dengan orang dewasa atau teman sebaya, dapat memberi petunjuk mengenai minat mereka dan seberapa keatnya minat tersebut. Jadi, artinya dalam berdiskusi anak tersebut akan antusias semangat berprestasi.
d. Buku bacaan (buku yang dibaca)
Biasanya siswa atau anak jika diberi kebebasan untuk memilih buku bacaan tertentu siswa itu akan memilih buku bacaan yang menarik dan sesuai dengan bakat dan minatnya.
e. Pertanyaan
Bila pada saat proses belajar berlangsung siswa selalu aktif dalam bertanya dan pertanyaan tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan itu bertanda bahwa siswa tersebut memiliki minat besar terhadap pelajaran tersebut
Dengan demikian, berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan indicator-indikator minat belajar siswa dapat diketahui oleh guru, apakah siswa tersebut yang diajarinya itu memiliki minat untuk mempelajari suatu pelajaran dalam arti belajar atau tidak berminat untuk belajar. Hal tersebut terlihat dari keinginan, perasaa senang, perhatian, tertarik, giat belajar, mengerjakan tugas, dan menaati peraturan oleh siswa dalam proses pembelajaran.
2.1.3.3 Macam-macam Minat Belajar
Minat dapat digolongkan menjadi beberapa macam, menurut Shaleh dan Wahab (2015: 265-268) menyatakan minat sangat tergantung pada sudut pandang dengan cara pengolongan misalnya berdasarkan timbulnya minat, berdasarkan arahnya, dan berdasarkan cara mengungkapkan minat itu sendiri.
a. Berdasarkan timbulnya minat, minat dapat dibedakan menjadi minat primitive dan minat dan kultitural. Adapun minat primitive adalah minat yang timbul berdasarkan kebutuhan biologis atau jaringanjaringan tubuh, misalnya kebutuhan makanan, perasaan enak atau nyaman, kebebasan beraktivitas dan lain lain.
b. Berdasarkan arahnya minat dapat dibedakan menjadi intrinsik dan ekstrinsik.
Minat instrinsik adalah minat yang langsung berhubungan dengan aktivitas itu sendiri. Misalnya seorang belajar karena memang pada ilmu pengetahuan atau karena memang senang membaca. Minat ekstrinsik adalah minat yang berhubungan dengan tujuan akhir dari kegiatan tersebut, apabila tujuan sudah tercapai ada kemungkinan tujuan itu hilang.
c. Bedasarkan cara mengungkapkan minat dapat dibedakan menjadi Exspressed Interest, Manifest Interest, Tested Interest, Inoventoried Interset. Exspressed Interest minat yang diungkapkan dengan cara meminta kepada subjek untuk menyatakan atau menuliskan kegiatan-kegiatan baik berupa tugas maupun bukan tugas yang disenangi dan paling tidak disenangi, Manifest Interest adalah minat yang diungkapkan dengan cara mengobservasi atau melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas-aktivitas yang dilakukan subjek atau dengan mengatahui hobinya. Tested Interest adalah minat yang diungkapkan cara menyimpulkan dari hasil jawaban tes objektif yang diberikan, nilai-nilai yang tinggi pada suatu objek atau masalah biasanya menunjukan minat yang tinggi pula terhadap hal tersebut. Inoventoried Intersetmi adalah minat yang diungkapkan dengan menggunakan alat-alat yang sudah distandarsikan.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa minat belajar memiliki penggolongan berdasarkan arah timbulnya, minat dapat dibedakan menjadi minat primitif dan minat kultural. Kemudian minat berdasarkan arahnya yakni minat isntrinsik dan ekstinsik dan bedasarkan cara mengungkapkan minat dapat dibedakan menjadi exspressed interest, manifest interest, tested interest, inoventoried interset.
2.1.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Blajar
Muhibin (2015: 20), menjelaskan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa disekolah untuk memperoleh hasil beajar, 70% dipengaruhi kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam proses belajar mengajar, perubahan tingkah laku sering terjadi sepenuhnya. Hal ini dimungkinkan adanya factor yang mempengaruhi minat belajar adalah internal dan eksternal yang terdpat dalam diri siswa tersebut. Faktor internal yang ada pada diri siswa sangat berpengaruh, dibandngkan yang dikemukakan oleh Clark dalam Nana (2015: 20), bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Aapun faktor tersebut adalah:
A. Faktor Internal
Faktor internal, menyangkut seluruh aspek yang menyangkut fisik, jasmani maupun yang menyangkut mental fisiknya, meliputi:
1) Faktor kesehatan sangat berengaruh terhadap kondisi belajar. Siswa yang kurang sehat, keadaan fisiknya sangat lemah, pusing dan gangguan kesehatan lainnya, tidak dapat berokomunikasi dalam belajar.
2) Faktor cacat tubuh juga mempengaruhi minat belajar siswa seperti gangguan penglihatan, pendengaran dan sebagainya (Ahmadi dan Supriyono, 2013: 130). Selain itu, factor cacat tubuh juga menyangkut aspek psikis seperti:
a. Intelegensi
Intelegensi beras pengruhnya terhadap pengajuan belajar. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih kesuksesan.
b. Perhatian
Perhatian merupakan factor yang berpengaruh terhadap minat belaar siswa. Apabila seseorang memiliki perhatian yang penuh terhadap apa yang dipelajai, maka hal tersebut dapat mendukung belajar yang dicapai.
c. Motivasi
Motivasi juga dapat mempengaruhi prestasi yang dicapai oleh siswa, baik motivasi intrinsic maupun ekstrinsik. Maksudnya motivasi pada diri siswa sangat penting untuk mengembangkan prestasi belajar siswa, sehingga apa yang diharapkan oleh siswa dapat diperoleh hasil yang maksimal.
d. Bakat
Faktor bakat dapat juga mempengaruhi proses minat belajar yang dicapai oleh seorang siswa.
B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal siswa terdiri atas 3 macam, yakni lingkungan sosial sekolah, lingkungan masyarakat, dan ingkungan keluarga (Usman 2014: 29).
1) Lingkungan sosial sekolah
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staff administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjang sikap dan perilaku yang simpatik dan memperhatikan suri tauladannya yang baik dapat menjadi daya dorong positif bagi kegiatan lingkungan belajar siswa.
2) Lingkuangan masyarakat
Pengaruh ini terjadi karena keberadaan siswa dalam mansyarakat yang terdiri dari orang-orang mempunyai kebiasaan yang baik dan buruk terhadap belajar anak.
3) Lingkungan keluarga
Sifat-sifat orang tua, praktis pengelolaan keluarga, keterangan keluarga semuanya dapat memberikan dampak baik dan buruk terhadap minat belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa
2.1.3.5 Cara Meningkatkan Minat Belajar Siswa
Ada banyak upaya meningkat minat belajar pada siswa seperti yang dijelaskan oleh Slameto (2016: 190) yaitu:
a. Menggunakan minat-minat yang ada, mengkaitkan pembelajaran dengan sesuatu yang diminati siswa.
b. Membentuk minat belajar yang baru yaitu dengan cara memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu,menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan datang.
c. Menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita yang sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa.
d. Memakai insentif dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran, maksudnya alat yang dipakai untuk membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mau melakukannya atau yang tidak dilakukannya dengan baik.
Menurut wina sanjaya cara yang dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa diantaranya:
a. Hubungkan materi yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa.
Minat siswa akan tumbuh apabila ia menangkap materi pelajaran itu akan berguna bagi kehidupan ia kedepannya.
b. Sesuaikan materi pembelajaran dengan pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pembelajaran yang terlalu sulit atau materi yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati siswa dan tidak akan berjalan dengan baik sehingga dapat mengakibatkan kegagalan dalam pencapaiaan hasil yang optimal.
c. Menggunakan berbagai model dan strategi pembelajaran yang bervariasi.
Dengan demikian seorang guru kelas bisa dinilai berupaya meningkatkan minat belajar siswa apabila mereka mengembangkan minat belajar siswa. Guru tidak hanya dituntut untuk mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga harus mampu mendorong dan membangkitkan kemauan siswa untuk belajar. Minat belajar