• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put /2014/PP/M.XIVA Tahun 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put /2014/PP/M.XIVA Tahun 2018"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-113975.16/2014/PP/M.XIVA Tahun 2018

Jenis Pajak : PPN

Tahun Pajak : 2014

Pokok Sengketa : Pemeriksaan terhadap materi sengketa banding dilakukan dengan mendahulukan Pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai objek pajak dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai tarif pajak, kredit pajak dan materi sengketa tentang hal lainnya, diakhiri dengan Pemeriksaan terhadap materi sengketa tentang sanksi administrasi;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(2)

Menurut Terbanding : bahwa Terbanding dalam sidang pada pokoknya berpendapat sebagaimana tertera dalam Surat Uraian Bandingnya;

bahwa Terbanding dalam sidang menyerahkan kepada Majelis kesimpulan akhir Nomor S- 702/PJ.07/2018 tanggal 2 Februari 2018 yang pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut :

A. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009;

B. Data dan Fakta

Berdasarkan dokumen, data, dan keterangan yang disampaikan Pemohon Banding dalam persidangan dapat diketahui hal-hal sebagai berikut.

1. Bahwa dalam persidangan, Pemohon Banding menyatakan koreksi yang menjadi pokok sengketa atas SKPKB PPN Nomor 00026/207/14/431/16 tanggal 16 Maret 2016 adalah Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan, sebagaimana tersebut dalam ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM, sebesar Rp9.233.500,00. Pemohon Banding juga menyatakan bahwa atas Pajak Masukan yang dikoreksi oleh Terbanding tersebut merupakan pengeluaran untuk kegiatan usaha / operasional perusahaan;

2. Bahwa Pemohon Banding menyatakan jenis kendaraan bermotor yang digunakan oleh Pemohon Banding dalam sengketa Pajak Masukan tersebut, yaitu berupa Toyota Avanza dan Toyota Kijang Innova, merupakan jenis kendaraan yang termasuk dalam kriteria Minibus. Hal ini diperkuat dengan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) kendaraan tersebut tertulis Minibus;

3. Bahwa Pemohon Banding mengakui adanya persewaan kendaraan ditujukan bagi antar-jemput karyawan Pemohon Banding untuk aktivitas yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding. Namun demikian, Pemohon Banding berpendapat bahwa pembuatan Faktur Pajak terkait pengenaan PPN atas persewaan kendaraan oleh Pemohon Banding tidak dapat dipilah-pilah menurut jenis kegiatannya, dan hal tersebut sudah di luar kendali Pemohon Banding;

C. Penjelasan Terbanding

Tanggapan Terbanding atas pendapat Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 006/OMI-ACC/VI/2017 tanggal 13 Juni 2017 dan penjelasan selama proses persidangan, adalah sebagai berikut.

1. Bahwa pokok sengketa antara Pemohon Banding dan Terbanding adalah koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dkreditkan berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf c UU PPN, yaitu Pajak Masukan atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa station wagon yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan;

2. Bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM yang menyatakan sebagai berikut.

Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk : (c) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;

3. Bahwa berdasarkan keterangan dari pihak Pemohon Banding, baik yang dijelaskan di dalam surat banding maupun selama persidangan, disebutkan jenis kendaraan yang diperoleh Pemohon Banding untuk digunakan bagi kegiatan operasional perusahaan adalah jenis Toyota Avanza dan Toyota Kijang Innova. Kendaraan tersebut digunakan oleh perusahaan untuk antar jemput karyawan, antar jemput dokumen, dan keperluan dinas lainnya.

4. Bahwa pengertian dan definisi atas station wagon memang tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Perpajakan dan peraturan lainnya. Namun demikian, Terbanding merujuk kepada peraturan dan pengertian/definisi lainnya dari station wagon tersebut, sebagaimana terdapat dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.653/AJ.202/DRJD/2001 tanggal 18 Juli 2001 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Angkutan Sewa:

Pasal 1 angka (8) huruf c menyebutkan, antara lain:

Station Wagon adalah kendaraan bermotor jenis mobil penumpang yang mempunyai bentuk sedemikian rupa (mempunyai kepala, tidak mempunyai bagasi tempat barang, dilengkapi dengan 3, 4, atau 5 pintu), dimana tempat barang tersebut ditutupi dengan sistem hach back dan atau pintu belakang, yang diperuntukkan bagi pengangkutan orang dengan kapasitas tempat duduk maksimum 8 (delapan) orang, tidak termasuk pengemudi.

Definisi station wagon tersebut di atas sesuai dengan penjelasan/definisi station wagon menurut situs https://id.wikipedia.org. Selain itu, dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tersebut juga diatur jenis mobil penumpang yang digunakan untuk angkutan sewa, yaitu kendaraan bermotor jenis sedan, van, station wagon, dan jeep, yang dalam hal ini tidak disebutkan jenis kendaraan bermotor kategori minibus;

5. Bahwa sementara itu, definisi mengenai minibus menurut situs wikipedia adalah kendaraan bermotor yang mengangkut penumpang yang didesain untuk membawa penumpang lebih banyak dari sekadar mobil minivan tetapi masih lebih sedikit daripada bus besar, memiliki kapasitas tempat duduk antara 8 sampai 30 kursi. Hal ini berarti jenis kendaraan bermotor yang digunakan Pemohon Banding tidak termasuk kategori minibus sesuai pengertian umum. Contoh kendaraan yang termasuk kategori minibus adalah Toyota Coaster dan Toyota MiniAce;

6. Bahwa selama persidangan Pemohon Banding tidak pernah menunjukkan adanya bukti STNK yang mengklasifikasikan suatu kendaraan bermotor ke dalam kategori station wagon, sehingga dimungkinkan kategori minibus dalam STNK adalah untuk kendaraan berjenis station wagon menurut definisi tersebut di atas;

7. Bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM yang menyatakan sebagai berikut.

Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk : (b) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.

8. Sesuai penjelasan Pemohon Banding dalam persidangan diketahui bahwa ternyata atas persewaan kendaraan oleh Pemohon Banding tidak seluruhnya ditujukan bagi aktivitas kegiatan operasional perusahaan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding;

9. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas dapat dinyatakan Pajak Masukan yang dipungut atas penyerahan jasa terkait aktivitas yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya. Atas Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tersebut tetap dapat dibiayakan oleh Pemohon Banding, sehingga secara material tidak ada kerugian yang ditanggung Pemohon Banding atas pajak yang telah dibayarnya;

Kesimpulan dan Usul

1. Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

a. Bahwa berdasarkan penjelasan selama proses persidangan, Pemohon Banding terbukti dan mengakui telah mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon yang bukan merupakan barang dagangan atau disewakan, yaitu berupa kendaraan jenis Toyota Kijang Innova dan Toyota Avanza, yang digunakan sebagai sarana transportasi kegiatan operasional perusahaan untuk antar jemput karyawan dan antar dokumen perusahaan;

b. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka (8) huruf c Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.653/AJ.202/DRJD/2001 tanggal 18 Juli 2001 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Angkutan Sewa, kendaraan jenis Toyota Kijang Innova dan Toyota Avanza yang digunakan sebagai sarana transportasi kegiatan operasional perusahaan untuk antar jemput karyawan dan antar dokumen perusahaan, merupakan jenis kendaraan yang termasuk kategori Station Wagon, sehingga hal tersebut termasuk dalam pengertian mengenai pengeluaran untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan, dimana Pajak Masukan atas perolehan kendaraan tersebut di atas tidak dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM;

c. Bahwa berdasarkan penjelasan selama proses persidangan, Pemohon Banding terbukti dan mengakui adanya aktivitas lain diluar kegiatan operasional Pemohon Banding sehubungan dengan penggunaan kendaraan yang disewa untuk antar jemput karyawan. Sehingga Pajak Masukan atas perolehan kendaraan tersebut tidak dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM;

2. Berdasarkan kesimpulan di atas Terbanding mengusulkan kepada Majelis Hakim untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding atas Surat Keputusan Direktur Jenderal

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(3)

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(4)

Menurut Pemohon Banding: bahwa Pemohon Banding dalam sidang pada pokoknya berpendapat sebagaimana tertera dalam Surat Banding dan Surat Bantahannya;

bahwa Pemohon Banding dalam sidang menyerahkan kepada Majelis kesimpulan akhir Nomor 01/OMI-ACC/II/2018 tanggal 15 Februari 2018 yang pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut :

a. bahwa Terbanding menguraikan bahwa, Jenis Kendaraan yang Pemohon Banding sewa adalah Station Wagon. Hal ini didasarkan pada definisi yang ada di wikipedia, namun setelah Pemohon Banding mencari detail kendaraan dalam kategori Station Wagon di situs https://wikipedia.org, ternyata kendaraan Toyota Kijang, Toyota Avanza, Daihatsu Xenia dan Suzuki Avanza tidak ada dalam perincian kategori Station Wagon. ;

b. bahwa mengambil contoh dari Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.10309/PP/M.11/16/2007 terkait dengan salah satu Jenis Kendaraan yang Pemohon Banding sewa, yaitu Toyota Kijang, Pengadilan Pajak menyimpulkan bahwa Toyota Kijang tidak termasuk dalam jenis kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi;

c. bahwa Di STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) yang diterbitkan oleh SAMSAT, kendaraan yang Pemohon Banding sewa jelas tertulis jenis kendaraan tersebut adalah Minibus;

d. bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang KUP bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang dibayarkan atas pembelian Barang Kena Pajak atau perolehan Jasa Kena pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha;

bahwa total Karyawan yang bekerja di PT QWE berjumlah 2.502 orang. Kendaraan yang Pemohon Banding sewa, digunakan untuk antar jemput karyawan (khususnya operator yang menghasilkan produk perusahaan) dan juga untuk keperluan dinas lainnya antara lain Ke Kantor Pajak, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bea Cukai, kirim tagihan/surat, ke customer dan lain-lain. menurut Pemohon Banding, biaya ini berhubungan langsung dengan kegiatan usaha;

e. bahwa dalam beberapa dokumen yang ada pada Pemohon Banding, dapat dilihat rute perjalanan, kendaraan yang Pemohon Banding sewa tersebut semata-mata digunakan hanya untuk kegiatan usaha antara lain : antar jemput karyawan, mengirimkan dokumen dan keperluan dinas lainnya;

bahwa hal ini sesuai dengan :

1) Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 296/KMK.04/1994 tentang Pengkreditan Pajak Masukan diatur bahwa : b.1.

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang dibayarkan atas pembelian Barang Kena Pajak atau perolehan Jasa Kena pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha;

2) Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. Kep-220/PJ./2002, Pasal 2 :

(1) Atas Biaya Perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 lampiran i butir 1 huruf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KM K .03.2002;

3) Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus, minibus atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam tahun pajak yang bersangkutan;

KESIMPULAN

bahwa berdasarkan uraian-uraian yang disampaikan di atas, maka Pemohon Banding mengambil kesimpulan sebagai berikut :

a. bahwa UU Perpajakan (UU PPN khususnya) hanya menyebut station wagon dan tidak ada kejelasan yang Iengkap tentang station wagon dari sisi kriteria yang diatur oleh UU Perpajakan. Untuk mendukung koreksinya, Terbanding mengambil definisi station wagon dari institusi lain yakni dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan dari situs https:id.wikipedia.org/wiki/Kategori : Station wagon;

b. bahwa dalam situs https://wikipedia.org, disebutkan merek dan jenis/tipe kendaraan yang termasuk dalam kategori station wagon. Dan ternyata kendaraan Toyota Kijang, Toyota Avanza, Daihatsu Xenia dan Suzuki APV tidak ada dalam kategori Station Wagon;

bahwa dengan demikian, sudah jelas bahwa kendaraan yang Pemohon Banding sewa yakni Toyota Kijang, Toyota Avanza, Daihatsu Xenia dan Suzuki APV tidak termasuk dalam kategori Station Wagon;

c. Perbedaan pendapat tentang dasar koreksi Terbanding dan pengkreditan PPN Masukan Pemohon Banding adalah :

1. bahwa Terbanding mendasari koreksinya hanya berdasarkan definisi station wagon yang mana definisi ini diambil dari institusi lain dan tidak didukung dengan contoh- contoh kendaraannya;

2. bahwa Pemohon Banding mengkreditkan PPN Masukan atas sewa kendaraan berdasarkan :

Di STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) kendaraan yang disewa Pemohon Banding, jelas tertulis bahwa jenis kendaraan yang dimaksud adalah MINIBUS;

Penggunaan/pemanfaatan kendaraan yang disewa adalah hanya untuk kepentingan operasional perusahaan. Ada bukti rute perjalanan untuk kendaraan yang digunakan.

Kendaraan yang disewa tersebut tidak ada yang dibawa pulang oleh karyawan tetapi dikembalikan ke perusahaan;

d. bahwa dalam contoh salah satu Putusannya, Pengadilan Pajak menyimpulkan bahwa Toyota Kijang tidak termasuk dalam jenis kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi.

Sumber : Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.10309/PP/M.11/16/2007;

USUL

bahwa Berdasarkan uraian yang disampaikan di atas, maka pemohon banding mengusulkan kepada Pengadilan Pajak agar mengabulkan permohonan banding dan membatalkan Keputusan Direktur Jendral Pajak di bawah ini :

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(5)

Menurut Majelis : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi Pajak Masukan PPN yang Dapat Diperhitungkan Masa Pajak Oktober 2014 sebesar Rp9.233.500,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

bahwa menurut Terbanding jenis kendaraan bermotor yang digunakan oleh Pemohon Banding dalam sengketa Pajak Masukan tersebut yaitu berupa Toyota Avanza, dan Toyota Innova termasuk jenis Station Wagon karena memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.653/AJ.202/DRJD/2001 tanggal 18 Juli 2001 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum dan sesuai dengan penjelasan/definisi station wagon menurut situs https://id.wikipedia.org.

bahwa selain itu menurut Terbanding pengeluaran atas sewa kendaraan merupakan pengeluaran yang sifatnya konsumtif, tidak berhubungan langsung dengan kegitan usaha sehingga Pajak Masukan yang dibayar untuk keperluan tersebut tidak dapat dikreditkan;

bahwa menurut Pemohon Banding jenis kendaraan bermotor yang digunakan oleh Pemohon Banding dalam sengketa Pajak Masukan tersebut termasuk dalam kriteria Minibus dan hal ini juga sesuai dengan apa yang tercantum dalam STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan);

bahwa Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) menyatakan sebagai berikut :

"Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk : (c) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan";

bahwa memori penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 menyebutkan : “Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha”;

bahwa sampai dengan Putusan ini dibuat belum ada Peraturan Perundangundangan Perpajakan yang menegaskan pengertian tentang kendaraan jenis Station Wagon;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menunjukkan fotocopy STNK yang mencantumkan Jenis/Model untuk Toyota Avanza, dan Toyota Innova adalah minibus;

bahwa menurut Majelis STNK merupakan bukti eksternal yang valid mengenai pengelompokkan Jenis/Model kendaraan bermotor karena diterbitkan instansi resmi yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia;

bahwa selanjutnya Pemohon Banding juga menjelaskan pemanfaatan kendaraan yang disewa tersebut semata-mata dan sepenuhnya digunakan hanya untuk kegiatan usaha antara lain : antar jemput karyawan, mengirimkan dokumen dan keperluan dinas lainnya;

bahwa berdasarkan fakta persidangan dan pertimbangan hukum sebagaimana belum adanya peraturan di Direktorat Jendral Pajak yang menegaskan pengertian tentang Station Wagon, sehingga belum ada dasar hukum yang menegaskan bahwa kendaraan yang Pemohon Banding sewa termasuk dalam kategori Station Wagon;

bahwa berdasarkan fakta persidangan dan pertimbangan hukum tersebut diatas, Majelis berkesimpulan bahwa kendaraan yang disewa oleh Pemohon Banding bukan Jenis/Model Station Wagon dan dipergunakan untuk kegiatan usaha sehingga terdapat alasan yang cukup untuk mengabulkan permohonan Banding Pemohon Banding dan karenanya koreksi Terbanding atas Pajak Masukan Masa Pajak Oktober 2014 sebesar Rp9.233.500,00 tidak dapat dipertahankan.

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(6)

Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding sehingga jumlah Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

- - -

Jumlah Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Terbanding Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Jumlah Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Majelis

Rp 2.087.816.613,00 Rp 9.233.500,00 Rp 2.097.050.113,00

Menimbang : Bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan peraturan perundang- undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;

(7)

Memutuskan : Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00091/KEB/WPJ.22/2017 tanggal 4 April 2017 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2014 Nomor 00026/207/14/431/16 tanggal 16 Maret 2016, atas nama PT QWE, sehingga perhitungan menjadi sebagai berikut:

No Uraian Jumlah (Rp

1 Dasar Pengenaan Pajak

a Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN

a.1 Ekspor 101.508.949.190,00

a.2 Penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri

18.446.750.474,00 a.3 Penyerahan yang PPN nya dipungut

oleh Pemungut PPN

0,00 a.4 Penyerahan yang PPN nya tidak

dipungut

7.706.241.434,00 a.5 Penyerahan yang dibebaskan dari

pengenaan PPN

0,00 a.6 Jumlah (a.1+a.2+a.3+a.4+a.5) 127.661.941.098,00 2 Perhitungan PPN Lebih Bayar :

a PPN yang harus dipungut/dibayar sendiri 1.844.675.047,00 b Dikurangi :

d Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan (b.6-c.1)

2.097.050.113,00 e Jumlah Perhitungan PPN Lebih Bayar (252.375.066,00) 3 Kelebihan Pajak yang sudah :

dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya 252.375.066,00 dikompensasikan ke Masa Pajak ... (karena

pembetulan)

0,00

Jumlah (a+b) 252.375.066,00

4 PPN yang masih harus dibayar Nihil

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan terakhir pada hari Senin 19 Februari 2018 oleh Hakim Majelis XIVA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis sebagai berikut:

ABC, Ak., M.M --- Drs. DEF, M.M ---

Dr. GHI, S.E, M.B.P --- dengan dibantu oleh

JKL, S.E, Ak.M.M ---

sebagai Hakim Ketua, sebagai Hakim Anggota, sebagai Hakim Anggota, sebagai Panitera Pengganti, Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 30 April 2018 dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Terbanding serta tidak dihadiri oleh Pemohon Banding;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

Referensi

Dokumen terkait

Mereka menemukan manfaat media yang tidak begitu besar untuk mengatasi kesepian pada kondisi sepi secara kronis, atau mereka yang merasa kesepian dalam jangka waktu

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2752/AJ.402/DRJD/2006 TENTANG

bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu diatur uji coba rambu nomor rute pada jaringan jalan nasional/arteri primer di Pulau Jawa

Khusus untuk Retribusi pengujian kendaraan bermotor, perubahan dimaksud berkaitan dengan adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.2874/AJ.402/DRJD/

Fungsi ‰ Menyediakan fungsi pendukung dalam perencanaan dan penyusunan kebijakan dan regulasi serta pengelolaan bidang kesehatan dengan membangun basis data dan sistem

3.1Pengujian Validitas dan Reliabilitas Berdasarkan pengujian validitas loading faktor pada Tabel 3.1, seluruh nilai loading > 0,7, yang berarti telah memenuhi syarat

21. Mineral berikut yang manakah yang bukan komponen yang banyak terdapat pada batuan mendak?. A) kuarza