ANALISIS HARGA SAHAM UNDERPRICING PADA SAAT INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA
( STUDI KASUS TAHUN 2013-2017 )
TESIS
Oleh :
VINA GABRIELLA SARAGIH NIM :167007102
MAGISTER MANAJEMEN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : ANALISIS HARGA SAHAM UNDERPRICING PADA SAAT INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA (STUDI KASUS TAHUN 2013-2017)
Nama : Vina Gabriella Saragih NIM : 167007102
Program Studi : Magister Manajemen Konsentrasi : Manajemen Keuangan
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME.
Ketua
Dr. Amlys Syahputra Silalahi, M.Si.
Anggota
Ketua Program Studi Direktur Sekolah Pascasarjana
Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME. Prof. Dr. Robert Sibarani, MS.
Tanggal Lulus : 07 Februari 2019
Telah diuji pada
Tanggal : 07 Februari 2019
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME.
Anggota : 1. Dr. Amlys Syahputra Silalahi, M.Si.
2. Dr. Iskandar Muda, SE., M.Si., Ak, CA.
3. Dr. Yeni Absah, SE., M.Si.
4. Dr. Rulianda Purnomo Wibowo, SP., M.Ec.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa Tesis saya yang berjudul :
“ANALISIS HARGA SAHAM UNDERPRICING PADA SAAT INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA (STUDI KASUS TAHUN 2013-2017)”
Adalah benar hasil karya Saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya. Sumber-sumber yang di peroleh dan digunakan telah dinyatakan secara jelas dan benar.
Medan, 07 Februari 2019 Yang Membuat Pernyataan,
Vina Gabriella Saragih Nim : 167007102
RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI
Nama : Vina Gabriella Saragih
Tempat/Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 25 Maret 1994 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Anak Kandung Dari : Bapak Ir. Berlindo Saragih Ibu Drs. Etti Loisa Damanik
Alamat : Jl. Eka Surya Komp. Royal Monaco Blok C/16 LK XI, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Sumut
Email : [email protected]
No Hp : 082362577719
Riwayat Pendidikan
SD Taman Asuhan Pematang Siantar Tamat 2005
SMP Sultan Agung Pematang Siantar Tamat 2008
SMA RK Budi Mulia Pematang Siantar Tamat 2011
D3 Komputerisasi Akuntansi
Universitas Methodit Indonesia Tamat 2012
S1 Akuntansi
Universitas Sumatera Utara Tamat 2016
ABSTRAK
ANALISIS HARGA SAHAM UNDERPRICING PADA SAAT INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BEI (STUDI KASUS TAHUN 2013-2017)
Penelitian ini dilakukukan dengan tujuan menganalisis dan menguji faktor- faktor apa yang mempengaruhi underpricing. Dalam penelitian ini, underpricing merupakan variabel dependen, sedangkan debt to equity (der), earning per share (eps), reputasi underwriter, dan reputasi auditor dalam penelitian ini merupakan variabel independen. Penelitian ini dilakukan pada semua perusahaan yang melakukan initial public offering tahun 2013-2017 di BEI. Penelitian ini memiliki populasi penelitian sebanyak 114 perusahaan, dan sampel penelitian sebanyak 68 perusahaan. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Penelitian ini menunjukkan debt to equity ratio (der) secara parsial berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap underpricing, earning per share (eps) secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing, reputasi underwriter secara parsial berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap underpricing, reputasi auditor secara parsial berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap underpricing pada saat ipo di bei, dan secara simultan der, eps, reputasi underwriter, reputasi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing pada saat ipo di bei tahun 2013-2017.
Kata Kunci : Underpricing, Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Reputasi Underwriter, Reputasi auditor
ABSTRACT
ANALYSIS ON UNDERPRICING STOCK PRICE AT THE TIME OF INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) IN BEI
(A CASE STUDY IN THE PERIOD OF 2013-2017)
The objective of the research was to analyze and to test what factors which influenced underpricing, a dependent variable, while debt to equity (DER), earning per share (EPS), underwiter reputation, and auditor reputation were independent variables. The research was done in all companies which did IPO in BEI in the period of 2013-2017. The population was 114 companies, and 68 of them were used as the samples. The data were processed by using multiple linear regression analysis in order to find out the correlation between independent variables and dependent variable.
The result of the research showed that, partially, DER had negative and insignificant influence on underpricing, EPS had negative but significant influence on underpricing, underwriter reputation had positive but insignificant influence on underpricing, and auditor reputation had negative and insignificant influence on underpricing at the time of IPO in BEI. Simultaneously, DER, EPS, Underwiter Reputation, and Auditor Reputation had significant influence on underpricing at the time of IPO in BEI, in the period of 2013-2017.
Keywords: Underpricing, Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Underwriter Reputation, Auditor Reputation
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis harga saham underpricing pada saat initial public offering di Bursa Efek Indonesia (Studi kasus tahun 2013-2017)”.
Selama menyusun tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H., M.Hum sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, S.E., M.E. selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara dan selaku Ketua Komisi Pembimbing.
4. Bapak Dr. Amlys Syahputra Silalahi, M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing.
5. Dr. Iskandarmuda, S.E, Ak, CA, Msi., Dr. Rulianda Purnomo Wibowo, S.P., M.Ec., dan Dr. Yeni Absah, S.E., M.Si. selaku Penguji.
6. Seluruh dosen Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis selama ini.
7. Bursa Efek Indonesia cabang Medan sebagai tempat penulis melakukan riset selama penelitian.
8. Orang tua Penulis, yang sangat penulis sayangi dan hormati yakni Ir. Berlindo Saragih dan Dra. Etti Loisa Damanik, terima kasih atas semua prinsip yang telah Papa dan Mama tanamkan, dukungan, semangat dan doa selama ini.
9. Saudara-saudari yang sangat penulis sayangi Vani Gabriella Saragih S.E dan Bezaleel Gabriel Saragih yang telah membantu dan mendukung agar terselesainya tesis ini.
10. Teman-Teman MM USU angkatan 41, terkhusus buat angkatan 41-Keuangan dan mahasiswa MM lainnya di Program Studi Magister Manajemen yang selalu saling memberikan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak memiliki kekurangan, semoga hasil penelitian ini memberi manfaat bagi yang membacanya.
Medan, 07 Februari 2019 Penulis
Vina Gabriella Saragih NIM :167007102
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
RIWAYAT HIDUP... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 . Latar Belakang... 1
1.2 . Rumusan Masalah ... 11
1.3 Tujuan Penelitian ... 12
1.4 Manfaat Penelitian ... 12
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 13
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 . Deskripsi Teori ... 15
2.1.1 Pasar Modal ... 15
2.1.2 Jenis – Jenis Pasar Modal ... 16
2.1.3 Initial Public Offering ... 18
2.1.4 Underpricing... 24
2.1.5 Teori–Teori Underpricing ... 25
2.1.6 Faktor–Faktor yang mempengaruhi Underpricing ... 27
2.1.6.1 Reputasi Underwriter ... 27
2.1.6.2 Debt to Equity Ratio ... 29
2.1.6.3 Reputasi Auditor ... 29
2.1.6.4 Earning Per Share... 31
2.2 Riview Penelitian Terdahulu ... 31
2.3 Kerangka Konseptual ... 33
2.4 Rumusan Hipotesis ... 38
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 40
3.2 Lokasi Penelitian ... 40
3.3 Definisi Operasional ... 40
3.4 Deskripsi Populasi dan Sampel Penelitian ... 41
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 42
3.6 Metode Analisis Data ... 42
3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif... 43
3.6.2 Analisis Regresi Linier Berganda ... 43
3.6.3 Uji Asumsi Klasik ... 43
3.6.3.1 Uji Normalitas ... 44
3.6.3.2 Uji Multikolinieritas ... 44
3.6.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 45
3.7 Pengujian Hipotesis ... 45
3.7.1. Uji Simultan ( Uji-F)... 45
3.7.2 Uji Parsial (Uji t) ... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum... 48
4.2 Gambaran Umum Sampel Perusahaan ... 51
4.3 Hasil Penelitian ... 52
4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 52
4.3.2 Analisis Regresi Linier Berganda ... 55
4.3.3 Uji Asumsi Klasik ... 56
4.3.3.1 Uji Normalitas ... 56
4.3.3.2 Uji Multikolinieritas ... 57
4.3.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 58
4.3.4 Pengujian Hipotesis ... 58
4.3.4.1 Uji Simultan... 58
4.3.4.2 Uji Parsial ... 59
4.4 Pembahasan ... 60
4.5 Implikasi Manajerial ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 66
5.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN ... 72
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman 1.1 Underwriter yang terdaftar TOP 50 Tahun 2013
-2017 ... 7
1.2 Auditor yang terafiliasi KAP Big FourTahun 2013 -2017 ... 8
2.1 Daftar Penelitian Terdahulu ... 32
3.1 Operasional Variabel... 40
3.2 Sampel Penelitian ... 42
4.1 Gambaran Umum Perusahaan Sampel ... 51
4.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 53
4.3 Distribusi Frekuensi ( Reputasi Underwriter dan Reputasi Auditor ) ... 55
4.4 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda... 55
4.5 Uji Multikolinieritas ... 57
4.6 Uji Heteroskedastisitas ... 58
4.7 Uji Hipotesis... 59
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman 1.1 Jumlah emiten yang melakukan IPO tahun
2011-2017 ... 4 1.2 Daftar perusahaan yang melakukan IPO
Tahun 2017 ... 5 1.3 Nilai rata-rata DER tahun 2013-2017 ... 9 1.4 Nilai rasio Profitabilitas pada perusahaan tahun
2013-2017 ... 11 2.1 Kerangka Konseptual ... 38 4.1 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera ... 57
DAFTAR LAMPIRAN
No.Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1 Tingkat Underpricing Perusahaan Pada Sampel
Penelitian ... 72
Lampiran 2 Debt to Equity Ratio Perusahaan Pada Sampel Penelitian ... 74
Lampiran 3 Tabel Perhitungan Reputasi Underwriter ... 76
Lampiran 4 Earning Per Share Perusahaan Pada Sampel Penelitian ... 79
Lampiran 5 Tabel Perhitungan Reputasi Auditor ... 81
Lampiran 6 Hasil Olah Data Statistik Deskriptif ... 84
Lampiran 7 Hasil Olah Data Uji Normalitas ... 85
Lampiran 8 Hasil Olah Data Uji Multikolinearitas ... 86
Lampiran 9 Hasil Olah Data Uji Heteroskedastisitas ... 87
Lampiran 10 Hasil Olah Data Uji Hipotesis……….. 88
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perusahaan yang sedang berkembang, pastinya membuat kebutuhan modalnya juga semakin meningkat. Kebutuhan modal perusahaan, mengakibatkan perusahaan harus melakukan beberapa alternatif pilihan untuk memenuhi kebutuhannya.Salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk memperoleh dana tambahan dalam rangka pengembangan usaha maupun perusahaan yang sedang berkembang adalah melakukan go public. Go public adalah suatu cara yang dilakukan perusahaan dalam menghimpun dana yang digunakan sebagai tambahan dana yang dilakukan melalui proses penjualan obligasi, saham, ataupun surat berharga lainnya kepada publik di pasar modal.Dana yang diperoleh dari hasil go public diharapkan dapat meningkatkan posisi keuangan perusahaan dan juga dapat memperkuat struktur permodalan perusahaan.
Saat melakukan go public Bursa Efek Indonesia memiliki peran penting, sebagai lembagayang melakukan atau menyediakan fasilitas sistem (pasar) untuk mempertemukan penawaran jual beli efek. Secara umum Bursa Efek Indonesia merupakan tempat/pasar untuk memperdagangkan efek ataupun surat berharga jangka panjang.Bursa Efek Indonesia adalah bursa efek satu-satunya yang ada di Indonesia.
Bursa efek secara umum mempunyai dua peranan penting yaitu sebagai fasilitator dan kontrol terhadap kegiatan perdagangan efek di Indonesia.
Didalam proses go public sebelum saham diperdagangkan di pasar
sekunder, saham tersebut dijual terlebih dahulu di pasar perdana yang sering disebut IPO. Initial Public Offering atau sering disebut IPO adalah saat dimana pertama kalinya perusahaan melakukan transaksi menjual sahamnya kepada publik melalui pasar modal. Harga saham pada saat IPO ditentukan oleh kesepakatan antara perusahaan penerbit/emiten dengan penjamin emisi/underwriter, sedangkan harga saham pada pasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar. Bagi perusahaan penerbit maupun penjamin emisi penentuan harga saham pada saat Initial Public Offering (IPO) merupakan faktor yang sangat penting, karena berkaitan dengan jumlah tambahan dana yang akan diperoleh emiten maupun risiko yang akan ditanggung oleh penjamin emisi/underwriter.
Dalam penawaran umum perdana dikenal istilah autorejection.
Autorejectionadalah pembatasan persentasi naik turun harga suatu saham dalam 1 hari perdagangan bursa. Tujuan autorejection adalah untuk menghindari volatilitas overdosis harga saham. Mengacu Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia No.00168/BEI/11-2018rentang harga saham Rp50-Rp200 maka bisa naik dan turun hingga 35% dalam sehari Sementara rentang harga saham Rp200-Rp5.000 maka bisa naik dan turun hingga 25% dalam sehari. Adapun harga saham di atas Rp 5.000 maka bisa naik dan turun lebih dari 20%. Khusus untuk saham yang melakukan IPO, kenaikan masing- masing faksi dikali dua.
Perbedaan kepentingan antara perusahaan penerbit/emiten dengan penjamin emisi/underwriter mengakibatkan terjadinya perbedaan harga saham pada saat diperdagangkan di bursa efek. Pada saat IPO harga saham yang ditawarkan dibursa
dana yang akan diperoleh penerbit/emiten. Selain penentuan harga saham pada saat IPO, underwriter dan emiten juga melakukan proses penjatahan saham yang disebut dengan allotment. Dalam proses allotment, terdapat istilah undersubscribed.
Undersubscribed jumlah permintaan saham perdana yang dipesan oleh investor kurang dari jumlah saham yang akan diterbitkan. Didalam keadaan ini, cenderung investor akan mendapatkan saham kurang dari jumlah yang dipesan, bahkan mungkin tidak mendapat sama sekali. Sebaliknya apabila jumlah permintaan saham perdana yang dipesan oleh investor melebihi jumlah saham yang ditawarkan, dalam keadaan ini investor pasti akan mendapatkan saham sesuai dengan jumlah yang dipesannya.
Keadaan ini disebut dengan oversubsribed. Apabila oversubscribed terjadi, maka dana yang lebih milik investor akan dikembalikan.
Sepanjang tahun 2017 terdapat kurang lebih kurang 36 perusahaan yang terdaftar dipasar modal. Banyaknya perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO menunjukan telah mulai dipercayanya sektor rill dipasar modal Indonesia. Selain itu hal ini menunjukan bahwa kinerja pasar modal di Indonesia terus mengalami kemajuan dan telah menjadisalah satu tujuan investasi, baik yang dilakukan pengusaha lokal maupun internasional. Perkembangan jumlah emiten yang IPO dari tahun 2011-2017 dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Sumber :idx, diolah tahun 2018 Gambar 1.1
Jumlah Emiten yang Melakukan IPO tahun 2011 – 2017
Apabila harga saham pada saat Initial Public Offering (IPO) lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada saat di pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi underpricing. Sebaliknya apabila harga saham pada saat IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham yang terjadi di pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi overpricing. Menurut Aggarwal et al (1994) Fenomena underpricing hampir selalu terjadi dan mendominasi setiap penawaran umum perdana pada pasar modal di seluruh dunia. Dari Gambar 1.2 terlihat bahwa 33 dari 36 perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) Tahun 2017 mengalami underpricing karena harga IPO lebih rendah dibandingkan dengan harga saham yang terjadi dipasar sekunder pada hari pertama. Sebaliknya 3 perusahaan lagi mengalami overpricing karena harga saham pada saat IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang terjadi dipasar sekunder pada hari pertama.
0 5 10 15 20 25 30 35 40
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Jumlah perusahaan
Jumlah perusahaan
Sumber : Data diolah, 2018
Gambar 1.2
Daftar Perusahaan yang melakukan IPO Tahun 2017
Brau dan Fawcett (2006) menyatakan bahwa ketika terjadi informasi asimetri, perusahaan sebagai pihak yang lebih banyak mempunyai informasi akan mengirimkan signal kepada pada investor. Signal-signal yang dikeluarkan perusahaan tersebut antara lain adalah reputasi perusahaan penjamin emisi saham, dan prospektus perusahaan yang didalamnya terdapat informasi keuangan maupun non keuangan perusahaan. Informasi dalam prospektus diharapkan memberikan gambaran mengenai prospek ekonomi, rencana investasi, kondisi, maupun ramalan laba dan deviden yang akan dijadikan dasar dalam pembuatan keputusan mengenai resiko dan nilai saham yang ditawarkan oleh perusahaan (Firt dan Liau- Tan, 1998) dalam Gumanti.
0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000
PCAR IPCM CAMP JMAS PBID DWGL PSSI WEGE PPRE MCAS ZINC MTWI GMFI KIOS BELL NASA MARK MPOW MABA HOKI HRTA WOOD MAPB ARMY TOPS FIRE FINN TGRA TAMU CSIS CLEO FORZ MINA CARS PORT PORT
HARGA (IDR)
PERUSAHAAN GO PUBLIC TAHUN 2017
Harga IPO Closing Price
Melalui Informasi yang terdapat dalam prospektus perusahaan para investor/pemodal melakukan penilaian terhadap perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO). Apabila kinerja perusahaan dalam prospektus baik serta proses penjamin dari pihak penjamin emisi juga baik, hal ini akan membuat para pemodal cenderung akan merespon baik saham yang ditawarkan tersebut. Hal ini akan terlihat dari harga saham yang dibeli dari perusahan yang bersangkutan.
Pemesanan saham akan mengalami oversubscribed, sehingga fenomena underpricing dapat ditemui. Akan tetapi Beatty dan Welch (1996) berpendapat bahwa, justru underpricing itu sendiri merupakan signal yang dikeluarkan oleh perusahaan. Perusahaan yang memiliki kualitas bagus akan cenderung memberikan tingkat underpricing yang tinggi. Pada titik inilah ketertarikan peneliti untuk meneliti pertentangan kedua teori tersebut.
Reputasi perusahaan penjamin emisi saham (underwriter) diukur berdasarkan total trading value dari perusahaan sekuritas yang melakukan transaksi perdagangan selama satu tahun sebelum periode pengujian perusahaan perusahaan yang melakukan IPO. Total trading value mencerminkan seberapa aktif underwriter tersebut dalam kegiatan di Bursa Efek Indonesia dalam periode tertentu. Dalam Jakarta Stock Exchange Statistic terdapat daftar peringkat ( rangking) Top 50 underwriter yang teraktif dalam kegiatan perdagangan dibursa setiap tahunnya. Apabila perusahaan yang melakukan listing ditahun tersebut dijamin oleh salah satu penjamin emisi (underwriter) yang terdapat dalam Top 50 maka akan diberi nilai baik, sebaliknya apabila tidak dijamin oleh salah satu penjamin emisi (underwriter) yang terdapat dalam Top 50 maka akan diberi nilai tidak baik.
Lee (2011) menyatakan bahwa underwriter yang aktif memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai kondisi pasar finansial, sehingga emiten yang menggunakan jasa underwriter tersebut memiliki keunggulan kompetitif dalam menciptakan harga penawaran perdana yang mendekati harga fundamental bagi emiten. Berikut ini disajikan ringkasan perusahaan IPO tahun 2013-2017 yang penjamin emisi (underwriter) termasuk dalam Top 50 .
Tabel 1.1
Underwriter yang terdaftar TOP 50 Tahun 2013-2017
Keterangan 2013 2014 2015 2016 2017
Jumlah Perusahaan Go Public 31 23 17 16 36
Jumlah Underwriter penjamin perusahaan
Go Public 21 20 15 11 20
Jumlah Underwriter yang masuk Top 50
IDX 19 19 15 8 17
Jumlah Underwriter yang tidak termasuk top
50 IDX 2 1 0 3 3
Sumber : Factbook IDX, diolah 2018
Salah satu informasi yang dapat digunakan untuk menilai perusahaan yang go public adalah melalui analisis fundamental yang berasal dari laporan keuangan.
Laporan keuangan adalah salah satu informasi yang dapat digunakan oleh calon investor/investor dan penjamin emisi (underwriter) dalam menilai perusahaan yang go public. Laporan keuangan yang telah diaudit akan mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang. Salah satu syarat dalam go public adalah laporan keuangan perusahaan harus telah diaudit oleh KAP yang mempunyai izin dari OJK (Keputusan Menteri Keuangan RI NO.859/KMK.01/1997). Auditor dalam proses go public memiliki fungsi sebagai pihak yang diberi kekuasaan oleh perusahaan untuk melakukan pemeriksaan laporan keuangan.
Auditor yang memiliki reputasi yang tinggi akan lebih mempunyai komitmen besar dalam mempertanggung jawabkan kualitas auditnya, sehingga laporan yang telah diperiksa akan memberikan keyakinan yang lebih besar kepada investor terhadap kualitas informasi yang disajikan perusahaan dalam laporan keuangan dan prospektus. Dengan demikian, auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi tingkat underpricing atau dapat dikatakan reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap underpricing. Penelitian Risqi dan Harto (2013) menghasilkan reputasi auditor berpengaruh negatif secara signifikan terhadap underpricing. Namun berbeda dengan penelian yang dilakukan Daljono (2000) menunjukkan bahwa reputasi auditor tidak memiliki pengaruh terhadap underpricing.
Tabel 1.2
Auditor yang terafiliasi KAP Big Four 2013-2017
Keterangan 2013 2014 2015 2016 2017
Jumlah Perusahaan Go Public 31 23 17 16 36
Jumlah Auditor 16 11 9 12 22
Jumlah Auditor yang terafiliasi KAP Big
Four 6 1 0 2 3
Jumlah Auditor yang tidak terafiliasi KAP
Big Four 10 10 9 10 19
Sumber : Factbook IDX, diolah 2018
Beberapa rasio yang sering digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan adalah rasio leverange dan rasio profitabilitas. Salah satu rasio leverage adalah Debt to Equity Rasio (DER). DER menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannnya yang ditunjukkan oleh bagian modal sendiri yang digunakan dalam membayar hutang.
Menurut Kim et.al (2001), secara teoritis rasio leverage menggambarkan
kondisi ketidakpastian dan risiko suatu perusahaan. Besarnya DER perusahaan akan menggambarkan besarnya risiko financial/risiko kegagalan perusahaan dalam mengembalikan pinjaman (hutang), sehingga memberikan pengaruh dalam penentuan harga saham yang wajar pada saat Initial Public Offering (IPO).
DER perusahaan yang tinggi akan membuat penentuan harga saham yang cenderung underpricing, karena akan memberikan dampak pada tingginya tingkat ketidakpastian return yang akan diterima oleh investor atas investasi yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, apabila DER perusahaan semakin tinggi maka akan semakin besar pula tingkat underpricing. Berikut ini disajikan Gambar nilai rata- rata rasio leverage tahun 2013-2017.
Sumber : idx, data diolah 2018 Gambar 1.3
Nilai rata-rata DER tahun 2013-2017
Dari Gambar 1.3 dapat dilihat rata- rata nilai DER mengalami fluktuasi yang tidak konsisten. Tahun 2013, 2014, dan 2016 nilai DER mengalami peningkatan, namun tahun 2015 dan 2017 nilai DER mengalami penurunan, Secara teoritis,
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
2013 2014 2015 2016 2017
Nilai rata-rata Debt to Equity Ratio tahun 2013-2017
der
semakin tinggi rasio Leverage (DER) suatu perusahaan makan akan semakin tinggi tingkat underpricing.
Sedangkan Earning Per Share (EPS) merupakan salah satu dari rasio profitabilitas. EPS termasuk komponen penting perusahaan yang harus diperhatikan dalam menganalisis suatu perusahaan. Informasi EPS suatu perusahaan menggambarkan besarnya laba bersih perusahaan yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham.
Menurut Sulistio (2005) rasio EPS merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui risiko maupun membandingkan pendapatan per laba saham perusahaan dengan perusahaan lainnya. Earning Per Share (EPS) yang semakin tinggi akan mencerminkan gambaran semakin besar keuntungan perlembar saham dengan asumsi outstandingsharesnya tetap. Artinya semakin besar perusahaan dalam memperoleh laba maka kemungkinan perusahaan dalam membayar deviden juga semakin besar, ataupun dapat di retained earning yang diharapkan dapat memperoleh hasil yang semakin besar dimasa mendatang. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya EPS akan meningkatkan pendapatan saham.
Kim et.al (1993) mengatakan suatu perusahaan yang rasio profitabilitasnya tinggi akan mengurangi ketidakpastian bagi investor, sehingga mempengaruhi turunnya tingkat underpricing. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa diduga semakin tinggi EPS maka initial return semakin kecil. Berikut disajikan disajikan Gambar rata-rata nilai rasio Profitabilitas pada tahun 2013-2017.
Gambar 1.4 menunjukkan rata- rata nilai Earning per Share mengalami variasi. Tahun 2014 nilai EPS mengalami peningkatan, namun tahun 2013, 2015,
2016 dan 2017 nilai DER mengalami penurunan. Secara teoritis semakin tinggi Profitabilitas perusahaan tingkat underpricing semakin menurun.
Sumber : idx, data diolah 2018
Gambar 1.4
Nilai Rata-Rata Rasio Profitabilitas pada perusahaan tahun 2013-2017 Walaupun penelitian mengenai underpricing sudah banyak dilakukan, namun penelitian tentang underpricing masih dianggap sebagai masalah yang cukup menarik untuk diteliti, dikarenakan adanya ketidak konsistenan antara hasil penelitian yang telah dilakukan. Sehingga peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian kembali agar dapat memperoleh hasil yang diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah : 1. Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap
Underpricing pada saat Initial Public Offering (IPO) di BEI ?
2. Apakah Earning Per Share berpengaruh signifikan terhadap Underpricing pada saat Initial Public Offering (IPO) di BEI ?
20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00
2013 2014 2015 2016 2017
Nilai rata-rata Earning per share Tahun 2013-2017
eps
3. Apakah Reputasi Underwriter berpengaruh signifikan terhadap Underpricing pada saat Initial Public Offering (IPO) di BEI ?
4. Apakah Reputasi Auditor berpengaruh signifikan terhadap Underpricing pada saat Initial Public Offering (IPO) di BEI ?
5. Apakah Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, Reputasi Underwriter, dan Reputasi Auditor berpengaruh signifikan terhadap Underpricing pada saat Initial Public Offering (IPO) di BEI ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1) Untuk menganalisis pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Underpricing pada saat Initial Public Offering (IPO) di BEI.
2) Untuk menganalisis pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap Underpricing pada saat Initial Public Offering (IPO) di BEI.
3) Untuk menganalisis pengaruh Reputasi Underwriter terhadap Underpricing pada saat Initial Public Offering (IPO) di BEI.
4) Untuk menganalisis pengaruh Reputasi Auditor terhadap Underpricing pada saat Initial Public Offering (IPO) di BEI.
5) Untuk menganalisis pengaruh Debt To Equity Ratio, Earning Per Share, Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor terhadap Underpricing pada saat Initial Public Offering (IPO) di BEI.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Investor
Hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan pertimbangan untuk strategi investor dalam membuat keputusan investasi di pasar perdana, baik dalam prosses bidding harga saham maupun dalam memilih saham emiten yang dapat memberikan keuntungan yang tinggi dipasar sekunder.
2. Bagi emiten/calon emiten
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan harga yang tepat dalam penawaran saham dipasar perdana, sehingga perusahaan memperoleh modal yang banyak dengan biaya relatif murah.
3. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dibidang pasar modal khususnya Initial Public Offering (IPO) dan Underpricing.
4. Bagi Institusi Pasar Modal
Penelitan ini diharapkan bisa menjadi informasi sebagai pembuat kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di BEI. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengurangi asimetri informasi dan dampak sinyal yang positif antara manajemen dengan pihak luar termasuk investor, yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor yang bisa mempengaruhi underpricing di pasar saham.
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Underpricing pada penawaran umum perdana merupakan topik yang sangat luas. Oleh karena itu terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :
a. Penelitian ini hanya dilakukan pada BEI, oleh sebab itu, hasil dari penelitian ini hanya menggambarkan fenomena underpricing di Indonesia
saja, sehingga tidak bisa digeneralisasikan pada pasar modal lainnya.
b. Variabel independen yang terbatas. Di dalam penelitian ini hanya menggunakan empat variabel independen, yaitu debt to equity ratio (der), earning per share (eps), reputasi underwriter, dan reputasi auditor.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Pasar Modal
Pada dasarnya pasar modal adalah pasar yang digunakan untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Instrumen-instrumen keuangan yang diperjualbelikan di pasar modal antara lain seperti saham, obligasi, waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi (put atau call). Dalam Undang- Undang pasar modal No. 8 Tahun 1995, pasar modal diartikankan dengan lebih spesifik sebagai kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sama halnya dengan Keputusan presiden No. 52 tahun 1976 tentang pasar modal, pasar modal adalah bursa efek seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang No.15 tahun 1952. Menurut undang-undang tersebut, bursa adalah gedung atau ruangan yang ditetapkan sebagai kantor serta tempat kegiatan perdagangan efek, sedangkan surat berharga yang dikategorikan efek adalah saham, obligasi serta surat bukti lainnya yang umum dikenal sebagai efek.
Menurut Patrick et.al (1973) pasar modal dapat dibagi dalam tiga definisi yaitu : pasar modal dalam arti luas, pasar modal dalam arti menengah, dan pasar modal dalam arti sempit. Pasar modal dalam arti luas adalah keseluruhan sistem
keuangan yang terorganisir, termasuk bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan, surat berharga/klaim panjang pendek primer dan yang tidak langsung. Pasar modal dalam arti menengah dapat diartikan sebagai pasar yang terorganisasi dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya berjangka lebih dari satu tahun) termasuk saham, obligasi, pinjaman berjangka, hipotik, tabungan serta deposito jangka panjang. Pasar modal dalam arti sempit yaitu tempat pasar uang terorganisasi yang memperdagangkan saham serta obligasi dengan menggunakan jasa makelar dan underwriter.
Pasar modal ialah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan kegiatan perdagangan yang berhubungan dengan modal perusahaan publik seperti jual beli efek, dalam hal ini efek merupakan instrumen yang diperjualbelikan.
Telaumbanua dan Sumiyana (2008) menyatakan pasar yang efisien merupakan suatu pasar bursa dimana efek yang diperdagangkan merefleksikan semua informasi yang terjadi dengan cepat dan akurat.
2.1.2 Jenis-jenis pasar modal
Menurut Sunariyah (2003) jenis-jenis pasar modal ada empat macam yaitu 1. Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana atau pasar pertama adalah penawaran saham dari perusahaan yang menerbitkan saham (emiten) kepada pemodal selama jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan sebelum saham tersebut diperdagangkan dipasar sekunder.
Pengertian tersebut menunjukan bahwa pasar perdana merupakan pasar modal yang memperdagangkan saham-saham atau sekuritas lainnya yang dijual untuk pertama kalinya (penawaran umum) sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa
efek.
Harga saham di pasar perdana ditentukan oleh kesepakatan antara underwriter dan emiten berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan. Peranan underwriter pada pasar perdana selain menentukan harga saham, juga melaksanankan penjualan saham kepada masyarakat sebagai calon pembeli. Adapun ciri-ciri pasar perdana adalah :
a) Emiten menjual saham kepada masyarakat luas melalui penjamin emisi dengan harga yang telah disepakati oleh emiten dan penjamin emisi seperti yang tertera dalam buku prospektus.
b) Pembeli tidak dikenakan biaya transaksi.
c) Pembeli belum tentu memperoleh jumlah saham sebanyak yang dipesan, apabila terjadi subscribed.
d) Investor membeli melalui underwriter ataupun agen penjual yang ditunjuk.
e) Masa pesanan memiliki batas.
f) Penawaran melibatkan profesi seperti akuntan publik, notaris, konsultan hukum, serta perusahaan penilai.
2. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder atau pasar kedua diartikan sebagai perdagangan saham setelah melewati masa penawaran pada pasar perdana, dimana saham dan sekuritas lain diperjual-belikan secara luas. Harga saham dipasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli dan penjual. Adapun ciri-ciri dari pasar sekunder adalah :
a) Harga dibentuk oleh investor (order driven) melalui perantara efek yang
berdagang di bursa efek.
b) Transaksi dikenakan biaya jual dan beli.
c) Pesanan dapat berjumlah tidak terbatas.
d) Anggota bursa menginput tawaran jual/beli investor ke dalam komputer.
3. Pasar Ketiga (Third Market)
Pasar ketiga (Third Market) merupakan tempat perdagangan saham atau sekuritas lain diluar bursa (over the counter market). Bursa paralel adalah suatu sistem perdagangan efek terorganisasi diluar bursa efek resmi, dalam bentuk pasar sekunder yang diatur serta dilaksanakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek dengan diawasi dan dibina oleh BAPEPAM. Jadi dalam pasar ketiga ini tidak mempunyai pusat lokasi perdagangan yang dinamakan flour trading lantai bursa.
4. Pasar Keempat (Fourth Market)
Pasar keempat (Fourth Market) adalah bentuk perdagangan efek antara pemodal atau dapat diartikan sebagai pengalihan saham dari satu pemegang saham ke pemegang saham lainnya tanpa melalui perantara pedagang efek. Bentuk transaksi dalam perdagangan ini biasanya dilakukan dalam jumlah besar (black sale). Adapun ciri-ciri dari pasar keempat adalah :
a) Investor beli dan investor jual melakukan transaksi langsung lewat Electronic Communication Network (ECN).
b) Harga terbentuk dari tawar-menawar langsung antara investor beli dan investor jual.
c) Investor ikut menjadi anggota ECN, central custodin, dan central clearing.
d) ECN, central custodin, dan central clearing terhubung dalam satu sistem
jaringan perdagangan.
2.1.3 Initial Public Offering
IPO atau penawaran umum perdana secara umum diartikan sebagai kegiatan penawaran saham ke publik untuk pertama kali. Penawaran perdana sering juga dikenal dengan istilah go public (Arifin, 2010). Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal, penawaran umum diartikan sebagai kegiatan penawaran yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Efek dalam hal ini dapat berupa surat berharga yaitu surat pengakuan utang, saham, surat berharga komersial, obligasi, unit penyertaan kontrak investasi kolektif (seperti misalnya reksadana, kontrak berjangka atas efek, maupun setiap derivatif dari efek). Dalam penelitian ini, IPO dikhususkan dalam bentuk penawaran saham perdana. Sebelum melakukan Initial Public Offering, perusahaan akan menerbitkan prospektus ringkas yang diumumkan di media masa.
Prospektus berfungsi untuk memberikan informasi mengenai keadaan perusahaan kepada para calon investor, sehingga dengan adanya informasi tersebut diharapkan investor akan bisa mengetahui prospektus perusahaan di masa datang, dan selanjutnya tertarik untuk membeli saham yang diterbitkan emiten. Keputusan suatu perusahaan untuk melakukan go public harus diperhitungkan dengan matang oleh pihak manajemen, karena keputusan ini akan membawa dampak atau konsekuensi langsung baik konsekuensi yang mendatangkan manfaat (benefit) maupun yang dapat mendatangkan kerugikan (loss) perusahaan. Darmadji dan Fakhrudin (2006) mengatakan bahwa terdapat beberapa manfaat yang akan didapat perusahaan dengan
melakukan IPO, yaitu:
1) Mendapatkan dana yang relatif cukup besar dan diterima sekaligus ; 2) Biaya melakukan go public relatif murah;
3) Proses go public relatif mudah;
4) Tidak ada kewajiban untuk pelunasan atau bunga (beban tetap);
5) Pembagian dividen didasarkan pada keuntungan;
6) Penyertaan masyarakat biasanya tidak berminat masuk dalam manajemen;
7) Perusahaan diwajibkan lebih terbuka, sehingga hal ini dapat memacu perusahaan untuk meningkatkan profesionalisme;
8) Memberikan kesempatan masyarakat untuk turut serta dalam memiliki saham perusahaan, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial;
9) Emiten akan lebih mudah dikenal oleh masyarakat (go public merupakan media promosi);
10) Memberikan kesempatan kepada koperasi serta karyawan perusahaan untuk membeli saham.
Perusahaan yang akan go public dengan melakukan IPO harus mempersiapkan dokumen-dokumen yang telah ditentukan oleh regulator dari pemerintah yang dalam hal ini adalah OJK. Persyaratan perusahaan untuk bisa go public dan tercatat di bursa efek adalah sebagai berikut:
a. Badan hukum calon perusahaan tercatat sebagai Perseroan Terbatas;
b. Pernyataan pendaftaran yang ditujukan ke OJK telah menjadi efektif;
c. Memiliki Komisaris Independen minimal 30% dari jajaran anggota Dewan Komisaris, memiliki Direktur yang tidak terafiliasi, memiliki Komite Audit
atau dapat juga menyampaikan pernyataan untuk membentuk Komite Audit paling lambat 6 bulan setelah tercatat, memiliki Sekretaris Perusahaan;
d. Nilai nominal saham minimal Rp100;
e. Calon perusahaan emiten tercatat tidak sedang dalam sengketa hukum yang diperkirakan dapat mempengaruhi kelangsungan perusahaan;
f. Bidang usaha baik langsung atau tidak langsung tidak dilarang oleh undang- undang yang berlaku di Indonesia;
g. Khusus calon perusahaan emiten tercatat yang bergerak dalam industri pabrikan, memiliki sertifikat AMDAL dan tidak dalam masalah pencemaran lingkungan serta calon perusahaan tercatat yang bergerak dalam industri kehutanan harus memiliki sertifikat ecolabelling;
h. Persyaratan pencatatan awal yang berhubungan dengan hal finansial didasarkan pada laporan keuangan auditan terakhir sebelum mengajukan permohonan pencatatan.
Dalam melakukan proses IPO, perusahan emiten terlebih dahulu harus melalui beberapa tahapan. Tahapan IPO secara garis besar dibagi menjadi 4 tahapan yaitu:
1) Tahap Persiapan
Pada tahap yang pertama, perusahaan yang akan melakukan IPO harus mendapat persetujuan para pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). RUPS bagi sebuah perusahaan merupakan hal yang penting dan merupakan kaidah yang diatur oleh undang-undang perseroan terbatas. Go public harus disetujui terlebih dulu oleh pemegang saham, karena go public akan melibatkan modal baru di luar pemegang saham yang akan memerlukan keputusan apakah kehadiran modal
baru itu nantinya akan mengubah masing-masing kepemilikan para pemegang saham lama, berapa modal yang dibutuhkan, serta berapa modal yang mesti disetor masing- masing pemegang saham harus terjawab dan memperoleh persetujuan oleh pemegang saham lama.
Setelah mendapat persetujuan dari para pemegang saham, selanjutnya perusahaan emiten harus mencari dan menunjuk pihak-pihak yang akan menjamin emisi serta membantu menyiapkan kelengkapan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam proses IPO. Pihak-pihak yang diperlukan oleh perusahaan emiten dalam membantu proses IPO antara lain: penjamin emisi (underwriter), akuntan publik (auditor independen), penilai, konsultan hukum, notaris;
2) Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran
Dalam tahap kedua ini pihak perusahaan emiten bersama dengan underwriter menyiapkan dan membawa dokumen-dokumen pendukung sebagai syarat pendaftaran kepada Bursa Efek Indonesia dan OJK. Semua syarat pendaftaran dan pernyataan dari para profesi pendukung pasar modal (notaris, konsultan hukum, dan akuntan) termasuk penilai (appraisal) dan penjamin emisi akan diperiksa secara rinci, oleh karena itu semua dokumen yang diajukan harus lengkap, jelas, dan transparan.
Setelah semua diperiksa dan dinyatakan lengkap maka OJK akan mengeluarkan keputusan bahwa pernyataan pendaftaran emiten menjadi efektif.
3) Tahap Penawaran Saham
Pada saat pernyataan pendaftaran dari perusahaan emiten sudah dinyatakan efektif oleh OJK, maka perusahaan emiten tersebut sudah diperbolehkan untuk menawarkan sahamnya kepada masyarakat investor melalui penawaran saham.
Dalam konteks pasar modal penjualan saham melalui mekanisme IPO ini disebut dengan penjualan saham di pasar perdana. Penjualan saham pada pasar perdana mekanismenya diatur oleh underwriter.
Underwriter yang akan melakukan penjualan kepada investor dibantu oleh agen penjual. Agen penjual adalah perusahaan efek atau pihak lain yang ditunjuk sebelumnya dan tercantum dalam prospektus ringkas perusahaan, bagi perusahaan yang akan tercatat di pasar modal yaitu Bursa Efek Indonesia. Penjualan saham dalam IPO ini waktunya relatif terbatas, biasanya seminggu saja. Tapi bagi perusahaan yang setelah menjual sahamnya tidak mencatatkan di BEI maka penjualan sahamnya bisa lebih lama lagi. Dan tentunya akan sangat tergantung dari prospektus yang diajukan pada pernyataan pendaftaran. Hingga tahap IPO ini perusahaan emiten sudah bisa disebut sebagai Perusahaan Terbuka (tbk).
4) Tahap Pencatatan Saham Di Bursa Efek
Setelah melakukan IPO perusahaan dapat memilih apakah akan langsung mencatatkan namanya pada BEI atau tidak, karena tidak ada keharusan bagi perusahaan emiten untuk langsung tercatat (listed). Kendati tidak langsung listing di BEI namun perusahaan yang telah IPO tersebut tetap mempunyai kewajiban untuk mematuhi peraturan keterbukaan pasar modal. Itu artinya laporan keuangan, corporate action dan keterbukaan informasi lainnya harus disampaikan ke publik.
BEI memiliki 2 papan perdagangan, yang menjadi papan pencatatan emiten, yaitu Papan Utama (Main Board) dan Papan Pengembangan (Development Board).
Papan utama ditujukan untuk emiten yang mempunyai ukuran (size) yang besar dan lamanya menjalankan usaha utama minimal 36 bulan berturut-turut, sementara
papan pengembangan dimaksudkan untuk perusahaan-perusahaan yang belum dapat memenuhi persyaratan pencatatan di papan utama, termasuk perusahaan prospektif namun belum menghasilkan keuntungan.
2.1.4 Underpricing
Ross, Wessterfield, Jaffe (1999) mengatakan Underpricing merupakan keadaan dimana harga penawaran sekuritas berada di bawah harga pasar.
Underpricing terjadi apabila harga saham pada saat penawaran perdana lebih rendah ketika di perdagangkan di pasar sekunder . Jadi, underpricing adalah selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Selisih inilah yang dikenal sebagai initial return (IR) atau return positif untuk investor. Underpricing dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana secara rata- rata, harga pasar perusahaan go public, biasanya dalam hitungan hari atau minggu lebih tinggi di bandingkan dengan penawaran perdananya. Kebalikan dari underpricing adalah overpricing, yaitu suatu kondisi dimana harga pasar saham yang baru ditawarkan secara rata-rata cenderung rendah dibandingkan dengan harga penawarannya.
Underpricing merupakan biaya tidak langsung bagi perusahaan yang melakukan Initial Public Offering. Artinya, bila harga saham dapat diterima di pasar dengan harga yang lebih tinggi, kenapa tidak dijual dengan harga tersebut, yaitu harga pada saat penutupan hari pertama dipasar sekunder. Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran dari pemilik kepada investor. Mc Donald dan Fisher (1973) dalam Nyoman dan Suad (2004) mengatakan bahwa pada saat
terjadinya underpricing, selisih antara offering price dengan harga pasar setelah penawaran perdana meupakan “rent” atau bayaran yang didistribusikan oleh penjamin emisi kepada pembeli awal saham, sehingga IPO akan meningkat dengan tajam setelah diperdagangkan di pasar sekunder.
2.1.5 Teori-teori Underpricing 1. Signaling Theory
Informasi merupakan suatu unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada umumnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan suatu perusahaan dan bagaimana efek pasarnya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk pengambilan keputusan investasi. Teori ini didasarkan pada premis bahwa manajer dan pemegang saham tidak memiliki akses informasi perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut. Jadi, terdapat informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal ataupun kondisi perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain, terjadi pertanda atau sinyal (signalling).
Dalam signalling teory dijelaskan bagaimana seharusnya sinyal-sinyal keberhasilan atau kegagalan manajemen (perusahaan) disampaikan kepada pemilik atau investor. Berdasarkan teori ini perusahaan dituntut memberikan informasi penuh
tentang kondisinya agar investor dapat memperoleh informasi yang mendorong keputusan investasi mereka. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu bermanfaat sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Apabila pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar.
Reaksi pasar diperlihatkan dengan adanya perubahan harga saham pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, dimana pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news). Apabila pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik untuk investor, maka terjadi perubahan dalam harga saham, dimana harga saham menjadi naik dan sebaliknya. Dengan demikian informasi akuntansi maupun non akuntansi dapat memberi pengaruh ekspektasi investor terhadap intial return setelah Initial Public Offering.
2. Asimetri Informasi
Beberapa literatur menjelaskan terjadinya underpricing dikarena adanya asimetri informasi yang menjelaskan perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak- pihak yang terlibat dalam penawaran saham perdana yaitu emiten, underwriter (penjamin emisi), dan masyarakat pemodal. Model Baron (1982) sebagaimana dikutip oleh Daljono (2000), menganggap underwriter memiliki informasi lebih tentang pasar modal, sedangkan emiten sebagai pihak yang tidak memiliki informasi pasar modal. Sedangkan Ernyan dan Husnan (2002) menganggap bahwa asimetri informasi
yang menjelaskan perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penawaran perdana, yaitu emiten, penjamin emisi, dan masyarakat pemodal.
Penjamin emisi (underwriter) mempunyai informasi tentang pasar yang lebih lengkap dibandingkan emiten sedangkan terhadap calon investor, penjamin emisi mempunyai informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Underwriter memanfaatkan informasi yang dimilikinya untuk membuat kesepakatan harga IPO yang optimal baginya, yaitu harga yang memperkecil informasi, sehingga emiten menerima harga yang murah bagi penawaran sahamnya. Semakin besar ketidakpastian emiten tentang kewajaran harga sahamnya, maka lebih besar permintaan terhadap jasa underwriter menawarkan harga perdana sahamnya dibawah harga keseimbangan. Dengan demikian akan mengakibatkan tingkat underpricing semakin tinggi. Menurut Beatty and Ritter (1986) dalam Daljono (2000), mengatakan bahwa untuk mengurangi adanya asimetri informasi maka perusahaan yang akan go public harus menerbitkan buku prospektus yang berisi berbagai informasi perusahaan yang lengkap .
2.1.6 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING
Sudah dijelaskan bahwa ketika suatu perusahaan melakukan Initial Public Offering maka secara rata-rata biasanya harga saham pertama diperdagangan sekunder cenderung mengalami underpricing. Fenomena terjadinya underpricing dapat dijumpai hampir pada semua pasar modal yang ada di dunia. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya underpricing, yaitu :
2.1.6.1 Reputasi Underwriter
Reputasi underwriter cenderung menjadi bahan pertimbangan bagi investor
dalam melakukan investasi. Kim et.al (1993) mengatakan hal ini disebabkan karena underwriter yang mempunyai reputasi tinggi akan mengurangi resiko (dampak) yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi prospektus dan menunjukkan bahwa informasi privat dari emiten mengenai prospek perusahaan di masa mendatang tidak menyesatkan. Menurut (Sitompul 2004) underwriter setidaknya harus mempunyai beberapa keahlian antara lain:
1. Pengalaman dalam bidang pemasaran, hal ini diperlukan dalam menyusun struktur penawaran dan membentuk indikasi dengan penjamin emisi dan para broker (agen penjualan) agar mendukung penawaran efek perusahaan setelah proses pendaftaran.
2. Pengalaman yang luas, underwriter diwajibkan mempunyai pengetahuan yang luas tentang keadaan pasar dan berbagai tipe/jenis investor.
3. Berpengalaman dalam menetapkan harga penawaran efek, dengan demikian dapat membuat perusahaan terlihat menarik (attractive) dan juga menghasilkan keuntungan yang maksimal bagi investor.
4. Kemampuan memberikan dukungan, underwriter yang baik harus memiliki kemampuan untuk membantu perusahaan dalam penawaran efek selanjutnya.
5. Memiliki bagian riset dan pengembangan dengan ruang lingkup kerjanya dan membantu perusahaan dalam menganalisis perusahaan kliennya, pesaing pasar, dan juga perekonomian secara makro dan mikro.
Ang (1997) menyatakan fungsi underwriter pada IPO adalah menjamin terjualnya saham sesuai dengan tipe penjaminan yang disepakati, dan menentukan harga penawaran yang tepat dengan emiten. Underwriter juga memberi nasehat
tentang hal-hal yang perlu diperhatikan emiten, serta bagaimana dan kapan saat yang tepat melakukan penawaran. Underwriter dinilai menurut kemampuannya untuk memberikan penawaran dengan initial return yang tinggi bagi para investor.
Underwriter dengan reputasi tinggi lebih mempunyai kepercayaan diri terhadap kesuksesan penawaran saham yang diserap oleh pasar.
Dengan demikian ada kecenderungan underwriter menetapkan diskon rendah dan akibatnya underpricing pun rendah. Reputasi underwriter akan diukur berdasarkan perangkingan/peringkat underwriter yang dikeluarkan oleh BEI.
Perangkingan ini didasarkan pada total nilai perdagangan yang dilakukan masing- masing underwriter yang terdaftar di BEI setiap tahunnya.
2.1.6.2 Debt to Equity Ratio (DER)
DER merupakan salah satu dari rasio leverage. DER menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. DER menunjukkan perbandingan antara tingkat leverage (penggunaan hutang) dengan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Ang (1997) mengatakan DER juga memberi jaminan seberapa besar hutang-hutang perusahaan dijamin modal sendiri yang dimiliki perusahaan yang digunakan sebagai pendanaan usaha.
Semakin besar nilai DER menunjukkan struktur permodalan usaha lebih banyak menggunakan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas. Ang (1997) juga mengatakan semakin besar DER menunjukkan resiko perusahaan yang relatif tinggi, akibatnya para investor cenderung menjauhi saham-saham yang memiliki nilai DER yang tinggi. Dengan demikian semakin tinggi DER maka semakin besar tingkat
underpricing.
2.1.6.3 Reputasi Auditor
Perusahaan menyewa auditor independen untuk memeriksa kesesuaian laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dan memberikan pendapat atas keabsahannya. Pendapat wajar tanpa syarat dari auditor bereputasi baik berperan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat akan keakuratan informasi yang disajikan dalam prospektus, sebagai dasar analisis dalam pengambilan keputusan investasi. Auditor yang bereputasi tinggi memiliki komitmen yang lebih besar dalam mempertahankan kualitas auditnya sehingga laporan perusahaan yang diperiksa mempunyai keyakinan yang lebih besar kepada investor akan kualitas informasi yang disajikan dalam prospektus dan laporan keuangan perusahaan.
Dimovski et.al (2011) mengatakan bahwa reputasi auditor berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap underpricing, dimana reputasi auditor merupakan variabel dummy yang diukur dengan memberi angka 1 pada perusahaan yang berafiliasi dengan top 5 accountant dan angka 0 untuk perusahaan yang tidak berafiliasi dengan top 5 accountant pada saat melakukan IPO di pasar modal Australia. Sementara di Indonesia diteliti oleh Triani &
Nikmah (2005) yang mengatakan bahwa reputasi auditor tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap underpricing, dimana reputasi auditor merupakan variabel dummy yang diukur dengan memberi angka 1 pada auditor yang prestigious dan skala 0 untuk auditor yang non prestigious. Menurut Siamat (2004), Pelaksana auditing disebut sebagai auditor atau akuntan publik yang memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
1. Melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusahaan dan memberikan pendapatnya.
2. Memeriksa pembukuan perusahaan apakah sudah sesuai dengan prinsip akuntansi Indonesia dan ketentutan Bapepam.
3. Memberi arahan pelaksanaan cara-cara pembukuan yang baik (apabila diperlukan).
Penjamin emisi yang berpengalaman dan bereputasi baik akan mampu mengorganisir IPO secara profesional dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada investor. Pelayanan yang lebih baik merupakan salah satu indikator kemapanan dan keseriusan perusahaan kepada investornya. Penjamin emisi yang bereputasi baik umumnya akan memilih KAP yang bereputasi baik pula untuk mengurangi risiko underpricing. Sulistio (2005) mengatakan penggunaan jasa auditor dan underwriter yang berkualitas akan memberikan sinyal mengenai nilai perusahaan dan kualitas IPO kepada investor yang potensial dan memberikan jaminan bahwa ramalan laba yang dibuat sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan bahwa asumsi yang digunakan memiliki dasar yang rasional terhadap ramalan yang dibuat oleh manajemen.
2.1.6.4 Earning Per Share
Earning per Share yang dibagikan merupakan salah satu informasi penting bagi investor di pasar modal dalam pengambilan keputusan investasinya.
EPS merupakan pendapatan bersih yang tersedia bagi saham biasa yang beredar.
Jadi EPS menunjukkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham
biasa atau laba bersih per lembar saham biasa. Jumlah keuntungan yang diperoleh bagi pemegang saham adalah keuntungan setelah dikurangi pajak pendapatan.
Pertumbuhan Earning Per Share yang positif memiliki bagian laba yang lebih besar dimasa yang akan datang atas setiap lembar saham yang dimilikinya.
Variabel Earning Per Share merupakan proxy laba per lembar saham perusahaan yang diharapkan dapat memberikan gambaran kepada para investor mengenai bagian keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan memiliki suatu saham.
2.2 Review Peneliti Terdahulu
Penelitian tentang underpricing telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun yang diluar negeri. Berikut dilampirkan pada Tabel 2.1 beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan dengan fenomena underpricing .
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu N
O
PENELITI JUDUL PENELITIAN
VARIABEL HASIL
1 Natali
Yustisia dan Mailana Roza (2012)
Faktor-Faktor yang
mempengaruhi tingkat
Underpricing Saham Perdana Pada Perusahaan Non Keuangan Go Public
Underpricing (Y )
Reputasi
Penjamin Emisi (X1)
Reputasi Auditor (X2)
ROE (X3) Ukuran
Perusahaan (X4) Persentase Saham (X5)
Penelitian ini menun- jukkan reputasi penja-min emisi berpengaruh positif signifikan ,sedangkan reputasi auditor , ROE, ukuran perusahaan dan persen- tase
saham tidak
berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing.