Optimasi Proses Iradiasi Lateks Karet Alam Menggunakan Mesin Berkas Elektron (MBE)
(masuk/received 31 Agustus 2017, diterima/accepted 9 Januari 2018) )
Optimization of Natural Rubber Latex Vulcanization Process Using Electron Beams Machine (MBE)
Elin Nuraini, Wiwien Andriyanti, Rany Saptaaji
Pusat Sains dan Teknologi Akselerator -BATAN Jl. Babarsari, Kotak Pos 6101 ykbb, Yogyakarta 55281 [email protected]
Abstrak – Optimasi proses iradiasi lateks karet alam menggunakan Mesin Berkas Elektron (MBE) dilakukan untuk mendapatkan film lateks yang memenuhi standar untuk produk sarung tangan. Proses vulkanisasi dilakukan dengan cara mengiradiasi sampel lateks yang telah ditambahkan dengan normal Butyl Akrilat (nBA) sebanyak 5 psk (per satuan karet) dan Kalium Hidroksida sebanyak 0,2 psk. Sampel dicetak pada kaca setebal 0,4 mm kemudian diiradiasi dengan memvariasi waktu radiasi. Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Film lateks yang dihasilkan dari proses vulkanisasi iradiasi ini kemudian dilakukan pengujian sifat mekanik meliputi kuat tarik dan perpanjangan putus. Dari proses vulkanisasi yang telah dilakukan, didapatkan film karet dengan kuat tarik terbesar yaitu 8,860 N dengan perpanjangan mulur sebesar 900 %. Hasil tersebut diperoleh pada kondisi waktu iradiasi 150 menit. Hasil pengujian tersebut sudah memenuhi persyaratan SNI ISO11193-1-2008 untuk produk sarung tangan dengan standar kuat tarik sebesar 7 N dan perpanjangan mulur 650%.
Kata kunci: film lateks, vulkanisasi, MBE, ikatan silang, kuat tarik
Abstract – Optimization of natural rubber latex vulcanization process using Electron Beams Machine (EBM) carried out to obtain a rubber film for standard glove product. Vulcanization process carried out by irradiating samples of latex that have been added to the normal Butyl Acrylate (nBA) as much as 5 phr and Potassium Hydroxide as much as 0.2 phr.
This sample was printed in glasses with 0,4 mm of thickness and irradiated by varying the irradiation time. Vulcanization is the process of forming chemical crosslinking of a stand-alone molecular chain, increasing elasticity and decreasing plasticity. Latex film resulting from irradiation vulcanization process is then performed testing the mechanical properties of latex films which include tensile strength and elongation at break. From the experiments that have been carried out, obtained a rubber film with the largest tensile strength is 8.86 N with elongation of 900% extension. The results obtained on the condition of irradiation time of 150 minutes. The results of these tests has fulfilled the requirements of SNI ISO11193-1-2008 for standard gloves products with 7 N tensile strength and elongation of 650% extension.
Keywords: latex film, vulcanization, EBM, crosslinking, tensile strength
I. PENDAHULUAN
Karet merupakan komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia, yaitu antara lain sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja penduduk, sumber devisa negara dari ekspor non migas, serta dapat mendorong tumbuhnya agro-industri di bidang perkebunan, sumber daya hayati dan pelestarian lingkungan. Luas areal tanaman karet Indonesia pada tahun 2015 sekitar 3,62 juta hektar, dimana sebesar 3,07 juta ha (84,78%) adalah perkebunan rakyat dan selebihnya, yaitu sebesar 0,32 juta ha (8,84%) adalah perkebunan besar swasta dan hanya 0,23 juta ha (6,38%) yang diusahakan oleh perkebunan besar negara, sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah Thailand [1,2]. Di sektor perdagangan, karet dan produk karet merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) produk utama yang menjadi program prioritas Departemen Perdagangan, yang perlu ditingkatkan pengembangan ekspornya melalui berbagai kebijakan dan program yang berkesinambungan dan
terpadu, dalam mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi, khususnya dalam perolehan devisa negara dari ekspor non migas.
Hasil kajian para pakar memperlihatkan bahwa prospek perdagangan karet alam dunia sangat baik.
Dalam jangka panjang, perkembangan produksi dan konsumsi karet menurut ramalan ahli pemasaran karet dunia menunjukkan bahwa konsumsi karet alam akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Oleh karena itu peningkatan kualitas produk karet sangat diperlukan terutama dalam proses pembuatannya.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai salah satu lembaga riset sudah lama melakukan penelitian tentang karet sebagai upaya dalam memecahkan masalah dalam industri lateks. Permasalahan utama dalam industri lateks adalah adanya kandungan nitrosamin dan protein alergen akibat proses vulkanisasi lateks karet alam dilakukan secara konvensional menggunakan belerang [3,4]. Oleh karena itu, pembuatan MBE 300 keV/20 mA untuk industri lateks merupakan salah satu upaya BATAN khususnya Pusat Sains dan Teknologi
Risalah Fisika Vol. 2 no. 1 (2018) 15-19 ISSN 2548-9011
Akselerator (PSTA) dalam pengembangan penguasaan teknologi akselerator dan sebagai upaya membantu pemerintah dalam pengembangan produksi karet nasional [5]. Untuk itulah, dalam rangka pemanfaatan MBE 300 keV/20 mA untuk industri lateks, maka diperlukan penguasaan proses vulkanisasi lateks karet.
Pada penelitian ini dilakukan optimasi proses vulkanisasi lateks karet alam menggunakan MBE. Proses optimasi proses dilakukan karena hasil uji sifat mekanik film lateks pada penelitian sebelumnya belum didapatkan hasil yang optimal. Hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya didapatkan kuat tarik film lateks berkisar antara 1-4 N/mm2 6]. Optimasi proses diawali dengan melakukan preparasi sampel dengan baik agar didapatkan film karet yang lentur dan kuat. Proses vulkanisasi dilakukan dengan memvariasi waktu proses iradiasi. Film karet yang dihasilkan dari proses vulkanisasi selanjutnya dianalisis sifat fisik dan mekaniknya yaitu meliputi kuat tarik dan perpanjangan putus. Kadar protein yang terkandung dalam karet alam sebelum dan sesudah iradiasi juga dianalisis untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses vulkanisasi. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh film karet yang telah teruji dan telah sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Acuan standar yang digunakan untuk film karet pada penelitian ini yaitu SNI ISO11193-1-2008 dengan acuan pengujian ISO 37 tentang “Sarung tangan karet steril, untuk keperluan bedah sekali pakai–Spesifikasi”, dengan persyaratan gaya saat putus (kuat tarik) minimum 7 N dan perpanjangan putus 650 % [7,8].
II. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Bahan
Bahan-bahan yang digunakan meliputi: lateks pekat, nBA, Neopelex FS, Aquadest, dosimeter CTA tipe FUJI FTR-125, dosimeter go-nogo.
Alat
Alat-alat yang digunakan meliputi: MBE 350 keV/10 mA, peralatan gelas (pipet ukur, pipet volume, gelas beker, gelas ukur, pengaduk kaca, labu takar), alat pencetak film lateks, ballpet, magnetic stirrer, log book MBE 350 keV/10 mA, alat uji tarik, pisau pond dan alat pres, Spectrophotometer Genesys, Mesin Berkas Elektron 350 keV/10 mA sebagai sumber berkas elektron, double tape, selotip, spidol permanen, tisu, sarung tangan, pinset, gunting.
Cara Kerja
1. Penentuan keseragaman dosis serap di sepanjang jendela pemayar (window)
a. Memotong dosimeter CTA sepanjang sekitar 7 cm sebanyak 9 potong dan diberi nomer urut.
b. Memasang dosimeter CTA di bawah jendela pemayar sepanjang 50 cm (Gambar 1), dengan jarak 10 cm untuk setiap dosimeter CTA.
c. Mengiradiasi dosimeter CTA dengan tegangan pemercepat dan arus berkas tertentu.
d. Mengkondisikan dosimeter CTA yang telah diiradiasi selama sekitar 2 jam.
e. Mengukur rapat optik dosimeter CTA setelah diiradiasi dengan menggunakan Spectrophoto- meter Genesys 5.
f. Menentukan dosis terserap dengan mengguna- kan kurva kalibrasi dosis vs respon dosimeter.
Skema eksperimen penentuan keseragaman dosis serap di sepanjang jendela pemayar (window) ditunjukkan pada Gambar 1, sedangkan perangkat alat ukur dosis serap Spectrophotometer Genesys 5 ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 1. Skema eksperimen penentuan keseragaman dosis serap di sepanjang jendela pemayar (window).
Gambar 2. Perangkat alat ukut dosis serap Spectrophotometer Genesys 5.
2. Pembuatan sampel lateks
Lateks karet alam dengan KKK 60 % diencerkan menjadi KKK 30 %. Neopelex FS 70% diencerkan menggunakan aquadest menjadi 1%. Dibuat emulsi nBA dengan cara larutan nBA 50% dicampur larutan Neopelex FS 1 % dengan perbandingan 50:50, diaduk dengan kecepatan 150 rpm selama sekitar 15 menit. Selanjutnya sampel lateks dituangkan ke dalam cetakan kaca berukuran 20 cm × 20 cm × 2 cm, dengan dibuat setipis dan serata mungkin. Sampel lateks kemudian diiradiasi mengguna- kan MBE dengan variasi waktu dan di sebelah sampel diberi CTA untuk mengetahui dosisnya, selanjutnya sampel yang telah diiradiasi dibiarkan satu malam.
Setelah kering, film karet dikeluarkan dari cetakan dan dicuci dengan 1% amonia dan aquadest. Film karet
50 cm
Dosimeter CTA Berkas elektron
Jendela pemayar
kemudian dianalisis sifat mekanisnya. Flow diagram pembuatan sampel lateks ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Flow diagram pembuatan sampel lateks.
3. Proses vulkanisasi lateks
Flow diagram proses vulkanisasi lateks karet alam menggunakan MBE ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Flow diagram proses vulkanisasi lateks karet alam menggunakan MBE.[8]
4. Pengujian sifat mekanik film karet berupa kuat tarik dan perpanjangan putus
Film karet dikondisikan terlebih dahulu pada temperatur sekitar 24oC selama satu malam, kemudian dipotong menggunakan cetakan pisau pond berbentuk dayung (dumb bell) dan ditekan dengan alat pres. Potongan uji tersebut pada bagian sempit dayung ditandai sepanjang 2,5 cm dan diukur lebarnya menggunakan jangka sorong digital, serta ketebalannya menggunakan thickness gauge.
Selanjutnya potongan uji dijepit pada alat uji tarik pada kedua ujung dayung, dengan sisi dayung dilipat ke arah dalam, kemudian alat uji tarik dijalankan dengan
kecepatan tertentu. Hasil uji terbaca sebagai beban (dalam kilogram, kg) untuk memutus film karet sebagai kuat tarik (yang selanjutnya dikonversi ke dalam satuan newton N/mm2), sedangkan perpanjangan putus diukur dengan meteran yang ditera selama penarikan potongan uji. Tahapan uji sifat mekanik film karet ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Flow diagram pengujian sifat mekanik film karet
5. Pengujian kadar protein lateks karet alam sebelum dan sesudah iradiasi dengan metode kjeldhal Pengujian kadar protein lateks dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT)-UGM Yogyakarta.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penentuan keseragaman dosis serap
Pengukuran keseragaman dosis sepanjang jendela pemayar MBE perlu dilakukan karena keseragaman dosis merupakan salah satu parameter untuk mendapatkan keseragaman/homogenitas kualitas bahan yang diiradiasi.
Dosis serap yang terbaca di sepanjang jendela pemayar (window) yang berukuran sekitar 50 cm dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai keseragaman dosis yang didapatkan di sepanjang pemayar (50 cm).
No. Lama iradiasi CTA (detik)
Dosis Serap (kGy) Selatan Tengah Utara
1 180 115,8 110 106,6
2 180 125,4 132,7 128,8
3 180 137,9 137,6 128,6
4 180 130,6 119,0 123,8
5 180 130,1 111,7 118,4
Rata-rata dosis 127,9 122,2 121,2 Nilai Dmaks/Dmin 127,9/121,2 = 1,05
Dalam proses iradiasi, pengukuran dosis maksimal (Dmaks) dan dosis minimal (Dmin) sangat penting karena
Risalah Fisika Vol. 2 no. 1 (2018) 15-19 ISSN 2548-9011
homogenitas atau keseragaman distribusi dosis radiasi di dalam bahan dinyatakan dari indikator perbandingan nilai Dmaks dan Dmin. Jika nilai ini mendekati 1, maka distribusi dosis dapat dikatakan homogen. Apabila terdapat perbedaan yang amat menyolok dari nilai Dmaks dan Dmin berarti iradiasi tidak homogen. Dalam praktek khususnya dalam industri, Dmaks/Dmin dapat mencapai 1 sampai 1,5 [9]. Dalam proses radiasi tertentu perlu ditetapkan toleransi nilai Dmaks/Dmin yang dianggap masih dapat memberikan produk yang baik.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari distribusi dosis berkas elektron sepanjang jendela pemayar (50 cm) didapatkan nilai Dmaks/Dmin = 1,05, sehingga dapat dikatakan bahwa keseragaman dosis serap homogen di sepanjang jendela pemayar karena masih dalam batas (range) yang ditetapkan yaitu perbandingan Dmaks/Dmin 1,5. Pengukuran keseragaman dosis berkas elektron ini dilakukan pada tegangan 300 kV dengan arus berkas 400 µA.
2. Proses vulkanisasi lateks karet alam
Dosis serap yang terbaca pada setiap variasi waktu iradiasi ditunjukkan pada Gambar 6. Pada Gambar 6 terlihat bahwa semakin lama waktu iradiasi maka akan diikuti dengan meningkatnya dosis yang terserap pada bahan. Dengan banyaknya dosis yang terserap maka kemungkinan terjadinya crosslinking (saling bertautan satu sama lain) akan semakin besar.
Gambar 6. Dosis serap yang terbaca pada setiap variasi waktu iradiasi.
Hasil analisis kuat tarik dan perpanjangan putus film lateks ditunjukkan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 7. Hasil analisis kuat tarik film lateks.
Gambar 8. Hasil analisis perpanjangan putus film lateks.
Berdasarkan Gambar 7, kuat tarik film karet dari setiap variasi lama iradiasi atau semakin besar dosis serapnya maka nilai kuat tariknya akan semakin besar.
Kuat tarik terbesar yang dicapai pada penelitian ini adalah sebesar 8,860 N pada waktu 150 detik. Naiknya dosis iradiasi akan meningkatkan jumlah radikal yang terbentuk, akibatnya jumlah ikatan silang (crosslinking) lebih banyak.
Dalam proses vulkanisasi, pembentukan crosslinking (saling bertautan satu sama lain) akan terjadi antar rantai polimer isopren yang menyebabkan polimer menjadi lebih panjang dan saling terikat sehingga tidak mudah bergeser dari tempatnya. Hal inilah yang menyebabkan ketika dikenakan tekanan/stress, maka karet yang sudah dilakukan proses vulkanisasi akan mudah berubah bentuk, tetapi ketika stress dilepas, kembali ke bentuk semula (bersifat lentur). Sedangkan jika tanpa proses vulkanisasi/cross-linking, karet alam tidak akan memberikan sifat elastis dan tidak stabil terhadap temperatur [11]. Hal inilah yang menyebabkan film lateks akan menjadi lebih lentur dan kuat sehingga kuat tariknya bertambah [4,9-11].
Pada Gambar 8, perpanjangan putus film karet dari variasi lama waktu iradiasi tidak stabil. Terjadi kenaikan dari tanpa iradiasi sampai waktu iradiasi selama 90 detik, namun setelah waktu tersebut ternyata terjadi penurunan.
Kenaikan dan penurunan nilai perpanjangan putus ini dikarenakan adanya kompetisi antara peristiwa degradasi dan pengikatan silang (crosslinking) pada saat proses vulkanisasi. Adanya peristiwa degradasi menyebabkan perpanjangan putus turun dan pengikatan silang menye- babkan perpanjangan putus naik [9,12].
Acuan standar yang digunakan untuk pengujian film karet pada penelitian ini menggunakan SNI ISO 11193-1- 2008 tentang “Sarung tangan karet steril, untuk keperluan bedah sekali pakai – Spesifikasi untuk sarang tangan terbuat dari karet lateks”, dengan persyaratan gaya saat putus (kuat tarik) minimum 7 N dan perpanjangan putus 650%. Namun persyaratan ini, terutama kuat tarik, nilainya kurang representatif karena tidak menunjukkan gaya persatuan luas seperti pada produk sarung tangan pada umumnya yang mengacu pada ASTM. Namun karena di tempat pengujian BBKKP (Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik) belum mempunyai standar ASTM untuk sarung tangan, sehingga untuk metode ujinya memakai ISO.37 tahun 2010 tentang “Karet, vulkanisat atau termoplastik - Penentuan sifat-sifat tegangan- regangan”, sedangkan standarnya mengacu pada SNI ISO 11193-1-2008. Berdasarkan hasil pengujian, film karet
pada penelitian ini sudah memenuhi persyaratan ISO11193-1-2008.
Syarat teknis sarung tangan karet selain memenuhi sifat mekanik juga harus aman pada saat digunakan.
Salah satu bahaya dalam lateks karet alam adalah kandungan protein alergen yang dapat menyebabkan alergi, terutama untuk alat-alat terbuat dari karet yang sering digunakan pada tubuh manusia dan alat-alat kesehatan [13][14]. Protein yang terdapat dalam getah karet antara 1–1,8 % tergantung dari tempat tumbuh, spesies, dan tempat penyemaian. Saat ini telah terdeteksi sebanyak sekitar 200 jenis protein dan telah diketahui beberapa protein yang menyebabkan alergi. Sebagian besar protein alergen yang terdeteksi di dalam karet alam juga terdeteksi pada produk barang jadi lateks, kadang- kadang dalam keadaan terurai atau bergabung dengan protein lain sewaktu pengolahan. Untuk itulah, salah satu cara menurunkan kadar protein terlarut dalam karet alam saat penyadapan adalah dengan menambahkan amonia 1–
5 %. Protein mengandung asam amino, dimana asam amino dapat dihidrolisa dengan amonia sehingga protein yang terlarut dalam air jumlahnya meningkat. Protein yang terkandung di dalam lateks juga dapat terdegradasi karena berinteraksi dengan elektron. Akibat degradasi inilah maka berat molekul akan menurun drastis, sehingga menjadi asam-asam amino yang mudah larut dalam air. Kemudian setelah dibuat film dan dicuci, maka protein (penyebab alergi) akan larut selama pencucian, akibatnya film karet bebas dari protein. Selain itu, protein yang terkandung dalam lateks juga dapat dihilangkan pada saat proses sentrifuge (pemusingan) [8].
Dalam penelitian ini, kadar protein lateks karet alam sebelum dan sesudah iradiasi diuji dengan metode kjeldhal untuk mengetahui efek interaksi elektron terhadap lateks. Hasil pengujian ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji kadar protein lateks karet alam sebelum dan sesudah iradiasi
Parameter uji
Hasil
Satuan Lateks
sebelum iradiasi
Lateks sesudah iradiasi
Protein 2,81 2,15 %
Dari Tabel 2 terlihat bahwa kadar protein lateks karet alam mengalami penurunan. Namun kadar protein yang terkandung dalam lateks masih tergolong besar karena protein yang terdapat dalam getah karet biasanya antara 1–1,8% tergantung dari tempat tumbuh, spesies, dan tempat penyemaian. Hal ini dapat terjadi kemungkinan dalam persiapan sampel, protein belum terhidrolisa sempurna. Selain itu, dapat juga karena interaksi antara berkas elektron dengan gugus fungsional pada film karet belum berlangsung dengan sempurna sehingga mengaki- batkan peristiwa degradasi yang tidak sempurna pula.
IV.KESIMPULAN
Proses vulkanisasi lateks karet alam dengan berkas elektron, di mana sampel lateks ditambah normal Butyl Akrilat (nBA) sebanyak 5 psk dan Kalium Hidroksida
sebanyak 0,2 psk menghasilkan film karet dengan kuat tarik terbesar yaitu 8,86 N dan perpanjangan putus 900
%. Hasil proses vulkanisasi tersebut dapat dikatakan sudah baik karena sudah memenuhi persyaratan SNI ISO11193-1-2008 untuk produk sarung tangan dengan standar kuat tarik ≥ 7 N.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PSTA- BATAN atas pendanaan dalam penelitian ini, serta teman-teman Bidang Fisika Partikel yang ikut membantu dan diskusi dalam penelitian ini.
PUSTAKA
[1] https://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik- Karet-Indonesia-2015--.pdf, Statistik Karet Indonesia, Badan Pusat Statistik, Nomor ISSN 1978-9920, 2015, diakses tanggal 7 Oktober 2016.
[2] http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/stati stik/2016/KARET%202014-2016.pdf, Statistik Perkebun- an Indonesia 2014-2016, Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta, 2015, diakses 7 Oktober 2016.
[3] Makuuchi. An Introduction to Radiation Vulcanization of Natural Rubber Latex. T.R.I Global Co.,Ltd. Bangkok.
2003.
[4] H. Chirinos, F. Yoshii, K. Makuuchi, A. Lugao, Radiation Vulcanization of Natural Rubber Latex using 250 keV Electron Beam Machine, Elsevier Physics Research B 208 (2003) p.256–259
[5] Darsono, "Rancangan Dasar Mesin Berkas Elektron 350 keV/20 mA Untuk Industri Lateks". Prosiding PPI Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, Edisi khusus, Juli 2006.
[6] Wiwien Andriyanti, Suprapto, Elin Nuraini, Agus Tri Purwanto, "Peningkatan Efektivitas Crosslinking Pada Vulkanisasi Lateks Dengan Mesin Berkas Elektron (MBE)", Laporan Teknis Tahun 2013.
[7] ISO 11193-1:2008. Single-use medical examination gloves -- Part 1: Specification for gloves made from rubber latex or rubber solution.
[8] SNI ISO 37:2010, Karet, vulkanisat atau termoplastik - Penentuan sifat-sifat tegangan-regangan
[9] Utama, M. Teknologi Lateks Alam Radiasi : Solusi Problema Produksi Barang Karet. Pusat Pengembangan Informatika Nuklir-BATAN. Jakarta. 2007.
[10] Utama, M., Aplikasi Akselerator untuk Industri, Diklat Pelatihan Bekerja Akselerator, Pusdiklat-BATAN, Jakarta, 2003.
[11] Prihatin, S., Utama, M., dan Andriyanti, W., “A Review on the rubber products from irradiation vulcanization natural latex”, Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014.
[12] Kardha, M.S., Pembuatan Kopolimer Lateks Karet Alam- Stiren Iradiasi untuk Sarung Tangan Listrik, Jurnal Sains Materi Indonesia Vol. 11, No. 3, Juni 2010, hal 24-27 [13] Utama, M., Herwinarni, Sumarti, M., Siswanto,
Suharyanto, Ruslim, S., Trial Production of Surgical Gloves from Irradiated Natural Rubber Latex on Factory Scale, Jurnal Atom Indonesia, 2005
[14] Sizue O. Rogeroa, Ademar B. Lugaoa, Fumio Yoshiib, Keizo Makuuchib, Extractable Proteins from Irradiated Field Natural Rubber Latex, Elsevier Science Ltd.
Radiation Physics and Chemistry 67 (2003) 501–503.