• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas Limbah Cair Tapioka. diketahui kualitasnya yang bukan merupakan air dari habitat asli tumbuhan Pistia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas Limbah Cair Tapioka. diketahui kualitasnya yang bukan merupakan air dari habitat asli tumbuhan Pistia"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kualitas Limbah Cair Tapioka

Sebelum memulai penelitian, uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kualitas air yang digunakan sebagai pelarut dalam limbah cair tapioka. Pada uji pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan air PDAM yang telah diketahui kualitasnya yang bukan merupakan air dari habitat asli tumbuhan Pistia stratiotes, didapatkan bahwa tumbuhan Pistia stratiotes mampu hidup lebih dari

30 hari dan bahkan masih dalam keadaan utuh segar seperti baru diambil. Uji pendahuluan tersebut dilakukan sekaligus untuk aklimatisasi tumbuhan Pistia stratiotes selama 6 hari pada air PDAM tersebut. Uji pendahuluan lainnya ialah

mendapatkan konsentrasi limbah cair tapioka yang tepat sehingga Pistia stratiotes tetap bisa hidup meskipun dalam media limbah cair tapioka. Uji konsentrasi limbah dilakukan dengan menaruh 30 gram Pistia stratiotes ke bak uji dengan konsentrasi yang bertingkat yaitu 100%, 75%, 50%, 25%, dan 10%. Tujuan dari dibuatnya konsentrasi bertingkat ini ialah mengetahui berapa kepekatan yang masih dapat ditoleransi oleh Pistia stratiotes sehingga mereka dapat bertahan hidup. Setelah 6 hari Pistia stratiotes ditaruh di konsentrasi bertingkat tersebut, diketahui kepekatan yang masih bisa ditoleransi ialah 75%.

Uji awal untuk mengetahui kualitas limbah cair tapioka sebelum perlakuan juga dilakukan. Tabel 4 menunjukkan kualitas limbah cair industri tapioka sebelum diberi perlakuan.

commit to user

(2)

Tabel 4. Kualitas Limbah Cair Tapioka Sebelum Perlakuan

No. Parameter Sebelum

Perlakuan Baku Mutu

1 BOD5 166,5 mg/l 150 mg/l

2 COD 169,3 mg/l 300 mg/l

3 TSS 410 mg/l 100 mg/l

4 pH 4,82 6,0 - 9,0

5 CN 0,57 mg/l 0,3 mg/l

Dapat dilihat pada tabel bahwa parameter BOD5, TSS, pH, dan sianida (CN) telah melebihi baku mutu limbah cair tapioka, sehingga belum layak dilepaskan langsung ke perairan dan diperlukan adanya usaha untuk memperbaiki kualitas limbah cair tapioka tersebut.

B. Perubahan Konsentrasi BOD5 Limbah Cair Industri Tapioka Setelah Diberi Perlakuan Pistia stratiotes

Menurut Fardiaz (1998) Biochemical Oxygen Demand 5 (BOD5) merupakan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan buangan air. Proses oksidasi ini berjalan cukup lama dan dianggap lengkap selama 20 hari. Namun, penentuan BOD selama 20 hari dianggap terlalu lama dan tidak efektif sehingga pengukuran BOD dilakukan setelah 5 hari inkubasi yang disebut BOD5.

commit to user

(3)

Tabel 5. Konsentrasi BOD5 dalam mg/l Kode

Sampel

Hari ke-0

Hari ke- 5

Hari ke- 10

Hari ke- 15

Hari ke- 20

Hari ke- 25 B0 166,52 245,25 755,88 760,53 764,65 768,43

B1 166,52 11,04 9,13 7,26 5,77 4,17

B2 166,52 18,39 17,31 10,92 10,76 7,53

B3 166,52 9,03 3,69 0,82 0,78 0,47

B4 166,52 350,90 237,60 7,73 6,14 6,44 Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram Menurut Ramesh et. al. (2007) fokus utama dalam perbaikan kualitas limbah ialah mengurangi effluen BOD yang dilepaskan ke lingkungan. Apabila effluen BOD dengan konsentrasi tinggi dilepaskan ke perairan maka pertumbuhan bakteri di perairan akan meningkat sehingga konsumsi oksigen di perairan meningkat juga. Tabel 5. menunjukkan BOD limbah cair industri tapioka yang tidak diberi perlakuan Pistia stratiotes mengalami peningkatan konsentrasi sejak 5 hari pertama hingga 25 hari pengamatan. Peningkatan ini jelas dapat mengganggu kehidupan perairan seperti sungai atau danau apabila dilepaskan begitu saja.

Konsentrasi BOD5 mengalami penurunan terbesar pada berat biomassa 40 gram (B3). Terlihat dari terjadinya penurunan sejak 5 hari sampai 25 hari penanaman perlakuan Pistia stratiotes konsentrasi BOD5 menurun jauh dari hari awal perlakuan. Hal ini juga menunjukkan dengan pengolahan fitoremediasi menggunakan Pistia stratiotes mampu menurunkan parameter BOD5. Limbah cair tapioka banyak mengandung bahan organik yang bersifat biodegradable (mudah diuraikan oleh jasad renik). Menurut Hayati (1992) senyawa organik yang terkandung di dalamnya menjadi sumber nutrisi bagi mikroba yang selanjutnya commit to user

(4)

diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan diserap oleh akar Pistia stratiotes tersebut. Proses penurunan pencemar dalam limbah cair menggunakan tumbuhan air merupakan kerjasama antara tumbuhan dan mikroba yang berada pada limbah cair tersebut. Berkurangnya jumlah bahan organik dalam air limbah mengakibatkan populasi mikroorganisme akan berkurang dan oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa komplek tersebut juga berkurang. Sehingga nilai oksigen terlarut (DO) akan meningkat dan nilai BOD5 akan menurun (Avlenda, 2009).

Gambar 3. Grafik Perubahan Konsentrasi BOD5 Limbah Cair Industri Tapioka Grafik perubahan konsentrasi BOD5 (Gambar 3) menunjukkan bahwa kontrol tanpa penambahan Pistia stratiotes (B0) mengalami kenaikan paling tinggi dalam perubahan BOD5. Hayati (1992) mengemukakan hal ini dikarenakan mikroba terus menerus mengubah senyawa organik sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk proses pemecahan senyawa menjadi lebih sederhana menjadi lebih besar namun senyawa yang telah menjadi sederhana tidak digunakan oleh commit to user

(5)

siapapun karena tidak adanya tanaman di permukaannya. Pada grafik perubahan BOD5 (Gambar 3) juga menunjukkan, penambahan biomassa 40 gr yang ditunjukkan dengan kode B3 mengalami penurunan konsentrasi BOD5 terbesar sejak hari ke-5. Biomassa B3 dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan biomassa lain dikarenakan sejak hari ke-5 penurunan BOD5 di biomassa B3 lebih besar dibandingkan penurunan BOD5 di biomassa B1, B2, dan B4. Semakin banyak tanaman maka semakin banyak bahan organik yang terserap dan bahan organik yang harus didegradasi oleh mikroorganisme semakin sedikit. Semakin sedikit bahan organik yang harus didegradasi oleh mikrobia, maka kandungan oksigen dalam air limbah semakin tinggi. Oksigen terlarut dalam air limbah juga semakin banyak karena adanya suplai oksigen dari hasil fotosintesis tanaman. Jadi semakin banyak tanaman maka nilai BOD semakin kecil yang berarti semakin baik kualitas air limbah tersebut. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Fachrurrozi (2010) dengan menggunakan tanaman kayu apu dengan variasi berat tanaman dari 40 gram sampai 250 gram dengan waktu penanaman selama 7 hari mampu menurunkan BOD5 sebesar 91,7%.

Tabel 6. Perubahan BOD5 Selama 25 Hari dalam mg/l Kode

Sampel

Jumlah Penurunan atau Kenaikan (mg/l)

U1 U2 U3

B0 601,60 602,10 602,02

B1 -162,40 -162,52 -162,14

B2 -158,67 -159,23 -159,08

B3 -166,06 -166,04 -166,04

B4 -159,78 -160,40 -160,07

Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu U = Ulangan

commit to user

(6)

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram

Data di atas (Tabel 6) diuji dengan analisis varian dan uji DMRT (Lampiran 4) yang dilakukan untuk membandingkan perubahan konsentrasi BOD5

selama 25 hari perlakuan biomassa Pistia stratiotes yang berbeda. Pengaruhnya dapat dilihat dari minus ( - ) yang ada pada nilai. Nilai minus menunjukkan adanya penurunan dari konsentrasi awal menuju konsentrasi setelah hari ke-25 perlakuan. Uji analisis varian dilakukan lalu terlihat data di atas (Tabel 6) ternyata memiliki signifikansi 0,00 atau lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) terdapat perbedaan nyata antara perlakuan penambahan Pistia stratiotes terhadap perubahan konsentrasi BOD5 limbah cair tapioka (Lampiran 4). Penurunan BOD5 terbesar dengan perlakuan biomassa, terlihat pada kode sampel B3 ulangan ke-1 (U1) sebesar -166,06 mg/l, sedangkan penurunan konsentrasi BOD5 terendah dengan perlakuan biomassa terlihat pada kode sampel B2 ulangan ke-1 (U1) sebesar - 158,67 mg/l. Jadi, berat biomassa Pistia stratiotes yang paling efektif untuk menurunkan BOD5 pada penelitian ini adalah biomassa 40 gr dengan kode sampel B3.

C. Perubahan Konsentrasi COD Limbah Cair Industri Tapioka Setelah Diberi Perlakuan Pistia stratiotes

Menurut Sugiharto (1987) Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya O2 dalam ppm yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk mengurai benda-benda organik secara kimia. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah tidak dapat dioksidasi commit to user

(7)

melalui proses biologis sehingga mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Alaerts dan Santika, 1987).

Tabel 7. Konsentrasi COD dalam mg/l Kode

Sampel

Hari ke-0

Hari ke- 5

Hari ke- 10

Hari ke- 15

Hari ke- 20

Hari ke- 25 B0 169.34 458.69 484.17 499.03 489.73 492.25 B1 169.34 89.03 52.38 69.09 37.56 34.87 B2 169.34 106.08 55.45 71.35 43.01 37.32 B3 169.34 86.93 53.98 95.60 68.74 52.41 B4 169.34 508.08 282.82 68.50 62.96 60.69

Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram Tabel 7. menunjukkan COD limbah cair industri tapioka yang tidak diberi perlakuan Pistia stratiotes mengalami peningkatan konsentrasi sejak 5 hari pertama hingga 25 hari pengamatan. Walaupun pada uji awal COD telah berada di bawah baku mutu, tetapi pada B0 yang tidak diberi perlakuan Pistia stratiotes peningkatan justru semakin tinggi dan melebihi baku mutu yang telah ditetapkan.

Menurut Jauhari, dkk. (2002) apabila COD tinggi, dapat disimpulkan unsur-unsur kimia organik maupun anorganik yang ada pada limbah cair tapioka ini masih cukup banyak dan juga keberadaan unsur-unsur tersebut masih belum stabil.

Peningkatan ini jelas dapat mengganggu kehidupan perairan seperti sungai atau danau apabila dilepaskan begitu saja.

Konsentrasi COD mengalami penurunan terbesar pada berat biomassa 20 gram (13). Terlihat dari terjadinya penurunan sejak 5 hari sampai 25 hari penanaman perlakuan Pistia stratiotes konsentrasi COD menurun jauh dari hari awal perlakuan. Hal ini juga menunjukkan dengan pengolahan fitoremediasi commit to user

(8)

menggunakan Pistia stratiotes mampu memperbaiki parameter COD. Penurunan COD dalam air limbah terjadi karena tanaman bekerjasama dengan mikrooorganisme yang menyebabkan senyawa-senyawa organik terurai menjadi lebih sederhana. Menurunnya nilai karena unsur-unsur kimia organik maupun anorganik diserap oleh tanaman yang mengakibatkan proses-proses kimiawi yang membutuhkan oksigen menjadi menurun (Jauhari, dkk., 2002). Tumbuhan akan menyerap ion-ion berupa ammonium, nitrat, fosfat, dan lain-lain. Akibat berkurangnya senyawa organik maupun anorganik dalam air limbah secara tidak langsung mengurangi jumlah mikroorganisme yang menguraikan bahan organik tersebut dan nilai COD menjadi turun (Avlenda, 2009).

Gambar 4. Grafik Perubahan Konsentrasi COD Limbah Cair Industri Tapioka Grafik perubahan konsentrasi COD (Gambar 4) menunjukkan bahwa kontrol tanpa penambahan Pistia stratiotes (B0) mengalami kenaikan paling tinggi dalam perubahan COD. Menurut Jauhari, dkk. (2002) COD yang tinggi menunjukkan unsur-unsur kimia organik maupun anorganik yang ada pada limbah commit to user

(9)

cair tapioka ini masih cukup banyak dan perlu dipecah menjadi lebih sederhana melalui proses-proses kimiawi. Pada grafik perubahan COD (Gambar 4) ini juga menunjukkan, penambahan biomassa 20 gr yang ditunjukkan dengan kode B1 mengalami penurunan konsentrasi COD terbesar pada hari ke-5 pengamatan (Lampiran 2). Biomassa B1 dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan biomassa lain dikarenakan sejak hari ke-5 penurunan COD di biomassa B1 lebih besar dibandingkan penurunan COD di biomassa B1, B2, dan B4.

Tabel 8. Perubahan COD Selama 25 Hari dalam mg/l Kode

Sampel

Jumlah Penurunan atau Kenaikan (mg/l)

U1 U2 U3

B0 321.32 322.37 325.04

B1 -137.70 -133.37 -132.34

B2 -130.30 -134.20 -131.57

B3 -112.94 -118.89 -118.97

B4 -109.63 -108.98 -107.33

Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu U = Ulangan

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram

Data di atas (Tabel 8) diuji dengan analisis varian dan uji DMRT (Lampiran 4) yang dilakukan untuk membandingkan perubahan konsentrasi COD selama 25 hari perlakuan biomassa Pistia stratiotes yang berbeda. Pengaruhnya dapat dilihat dari minus ( - ) yang ada pada nilai. Nilai minus menunjukkan adanya penurunan dari konsentrasi awal menuju konsentrasi setelah hari ke-25 perlakuan. Uji analisis varian (Tabel 8) ternyata memiliki signifikansi 0,00 atau lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) sehingga terdapat perbedaan nyata antara perlakuan penambahan Pistia stratiotes terhadap perubahan konsentrasi COD commit to user

(10)

limbah cair tapioka. Penurunan COD terbesar yang diberi perlakuan biomassa terlihat pada kode sampel B1 ulangan ke-1 (U1) sebesar -137,70, sedangkan penurunan konsentrasi COD terendah yang diberi perlakuan biomassa terlihat pada kode sampel B4 ulangan ke-3 (U3) sebesar -107,33 mg/l. Menurut Muhajir (2013), Penurunan nilai COD disebabkan karena sebagian besar zat pencemar telah teroksidasi dan terserap oleh tanaman, sehingga nilai COD berkurang.

Penurunan ini juga dikarenakan suplai oksigen terlarut cukup banyak terutama dari hasil fotosintesis tanaman air, sehingga menyebabkan dekomposisi bahan organik menjadi lebih efektif. Jadi, berat biomassa Pistia stratiotes yang paling efektif untuk menurunkan COD pada penelitian ini adalah biomassa 20 gr dengan kode sampel B1.

D. Perubahan Konsentrasi TSS Limbah Cair Industri Tapioka Setelah Diberi Perlakuan Pistia stratiotes

Menurut Fardiaz (1998) padatan tersuspensi (TSS) adalah padatan yang dapat meningkatkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung dengan diameter lebih besar dari 1 mikrometer. Kandungan padatan tersuspensi dalam air akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen dalam proses fotosintesis. Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Kekeruhan akan memperlambat pertumbuhan ikan atau dapat menyebabkan ikan mati karena insangnya tertutup oleh partikel-partikel penyebab kekeruhan.

commit to user

(11)

Tabel 9. Konsentrasi TSS dalam mg/l Kode

Sampel

Hari ke-0

Hari ke- 5

Hari ke- 10

Hari ke- 15

Hari ke- 20

Hari ke- 25 B0 410 455.67 438.33 401.67 398.33 383

B1 410 16.67 11.67 7 7 5

B2 410 22 7 6.67 5.33 4.33

B3 410 15.67 14.33 14 12.67 13

B4 410 38 23.33 23 22 20.67

Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram Tabel 9. menunjukkan TSS limbah cair industri tapioka yang tidak diberi perlakuan Pistia stratiotes memang mengalami peningkatan konsentrasi sejak 5 hari pertama namun juga menurun mulai 10 hari pengamatan. Peningkatan dan penurunan masih tetap saja berada di atas baku mutu sehingga ini jelas dapat mengganggu kehidupan perairan seperti sungai atau danau apabila dilepaskan begitu saja. Tabel 9. juga menunjukkan konsentrasi TSS yang diberikan perlakuan Pistia stratiotes semuanya mengalami penurunan sehingga dapat dikatakan

pengolahan fitoremediasi menggunakan Pistia stratiotes mampu memperbaiki parameter TSS.

Konsentrasi TSS mengalami penurunan terbesar pada berat biomassa 30 gram (B2). Terlihat dari terjadinya penurunan sejak 5 hari sampai 25 hari penanaman perlakuan Pistia stratiotes konsentrasi TSS menurun jauh dari hari awal perlakuan. Menurut Karathanasis et. al. (2003) padatan tersuspensi menurun akibat proses filtrasi dilakukan oleh akar tanaman yang terdapat dalam bak uji.

Sistem perakaran membentuk filter yang dapat menahan partikel-partikel solid yang terdapat dalam limbah. Teori ini dapat dibuktikan di penelitian ini dengan commit to user

(12)

melihat semua yang telah diberi perlakuan biomassa Pistia stratiotes konsentrasinya turun hingga di bawah baku mutu.

Gambar 5. Grafik Perubahan Konsentrasi TSS Limbah Cair Industri Tapioka Grafik perubahan konsentrasi TSS (Gambar 5) menunjukkan bahwa kontrol tanpa penambahan Pistia stratiotes (B0) mengalami penurunan konsentrasi TSS, namun masih di atas baku mutu yang ditetapkan. Endapan dan koloid serta bahan terlarut yang berasal dari bahan buangan yang berbentuk padat akan mengendap di dasar bila tidak dapat larut dan sebagian akan menjadi koloidal bila dapat larut. Pada grafik perubahan TSS (Gambar 5) ini juga menunjukkan, penambahan biomassa 30 gr yang ditunjukkan dengan kode B2 mengalami penurunan konsentrasi TSS terbesar sejak hari ke-5. Biomassa B2 dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan biomassa lain dikarenakan sejak hari ke-5 penurunan TSS di biomassa B2 lebih besar dibandingkan penurunan TSS di biomassa B1, B3, dan B4. Efektifitas pembersihan TSS

commit to user

(13)

merupakan filtrasi langsung oleh media tumbuh dan akar tanaman (Haddad et.

al.,2012).

Tabel 10. Perubahan TSS Selama 25 Hari dalam mg/l Kode

Sampel

Jumlah Penurunan atau Kenaikan (mg/l)

U1 U2 U3

B0 -33.00 -23.00 -25.00

B1 -404.00 -406.00 -405.00

B2 -406.00 -405.00 -406.00

B3 -398.00 -396.00 -397.00

B4 -388.00 -391.00 -389.00

Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu U = Ulangan

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram

Data di atas (Tabel 10) diuji dengan analisis varian dan uji DMRT (Lampiran 4) yang dilakukan untuk membandingkan perubahan konsentrasi TSS selama 25 hari perlakuan biomassa Pistia stratiotes yang berbeda. Pengaruhnya dapat dilihat dari minus ( - ) yang ada pada nilai. Nilai minus menunjukkan adanya penurunan dari konsentrasi awal menuju konsentrasi setelah hari ke-25 perlakuan. Uji analisis varian (Tabel 10) memiliki signifikansi 0,00 atau lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) terdapat perbedaan nyata antara perlakuan penambahan Pistia stratiotes terhadap perubahan konsentrasi TSS limbah cair tapioka

(Lampiran 4). Penurunan TSS terbesar dengan perlakuan biomassa terlihat pada kode sampel B2 ulangan ke-1 dan ulangan ke-3 (U1 dan U3) sebesar -406,00 mg/l, sedangkan penurunan konsentrasi TSSterendah dengan perlakuan biomassa terlihat pada kode sampel B4 ulangan ke-1 (U1) sebesar -388,00 mg/l. Jadi, berat

commit to user

(14)

biomassa Pistia stratiotes yang paling efektif untuk menurunkan TSS pada penelitian ini adalah biomassa 30 gr dengan kode sampel B2.

E. Perubahan Konsentrasi pH Limbah Cair Industri Tapioka Setelah Diberi Perlakuan Pistia stratiotes

Derajat keasaman menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Apabila terdapat kelebihan ion hidrogen maka air itu menjadi asam sedangkan bila kekurangan ion hidrogen menyebabkan air itu menjadi alkali. Jadi konsentrasi ion hidrogen bertugas sebagai petunjuk mengenai reaksi air, air limbah, atau air selokan.

Konsentrasi air limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis sehingga mengganggu proses penjernihan (Mahida, 1984).

Tabel 11. Konsentrasi pH Kode

Sampel

Hari ke-0

Hari ke- 5

Hari ke- 10

Hari ke- 15

Hari ke- 20

Hari ke- 25

B0 4.82 4.77 4.79 4.60 4.79 4.75

B1 4.82 7.46 7.98 7.76 7.67 7.77

B2 4.82 7.37 8.03 8.14 8.04 7.94

B3 4.82 7.58 8.07 7.65 7.77 7.55

B4 4.82 7.24 8.06 7.97 7.93 7.76

Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram Tabel 11. menunjukkan pH limbah cair industri tapioka yang tidak diberi perlakuan Pistia stratiotes masih berada pada tingkat keasaman yang tinggi.

Sebagaimana dikemukakan Mahida (1984) bahwa pada pH 6 - 9, kehidupan biota dalam suatu perairan dapat berlangsung secara normal baik kehidupan hewan commit to user

(15)

maupun tanaman air. Kondisi dengan pH tersebut menyebabkan tidak terjadinya proses-proses kimia dan mikrobiologis yang menghasilkan senyawa yang berbahaya bagi kehidupan biota dan kelestarian lingkungan sehingga pH 6 - 9 harus dicapai oleh limbah cair sebelum dilepaskan ke perairan agar kehidupan biota di sungai atau danau tetap seimbang. Limbah yang tidak diberikan perlakuan Pistia stratiotes (B0) berada pada tingkat keasaman tinggi sementara limbah yang

diberikan perlakuan Pistia stratiotes (B1, B2, B3, B4) berada pada rentang yang aman disebutkan di atas yaitu 6 - 9. Kondisi ini tidak jauh berbeda hingga 25 hari pengamatan sehingga dapat dikatakan pengolahan fitoremediasi menggunakan Pistia stratiotes mampu memperbaiki parameter pH.

Konsentrasi pH mengalami kenaikan tercepat pada berat biomassa 50 gram (B4). Terlihat dari terjadinya peningkatan pH menuju rentang aman (6 - 9) sejak 5 hari pertama hingga 25 hari penanaman perlakuan Pistia stratiotes konsentrasi pH masuk rentang aman dari hari awal perlakuan. Sebagaimana yang dikemukakan Mahida (1984) bahwa pada pH 6 - 9, kehidupan biota dalam suatu perairan dapat berlangsung secara normal baik kehidupan hewan maupun tanaman air. Kondisi dengan pH tersebut menyebabkan tidak terjadinya proses-proses kimia dan mikrobiologis yang menghasilkan senyawa yang berbahaya bagi kehidupan biota. Peningkatan pH menuju rentang aman ini disebabkan aktivitas tumbuhan dalam menguraikan bahan organik limbah juga berkaitan dengan aktivitas fotosintesis yang mengambil CO2 terlarut dalam bentuk H2CO3 yang menyebabkan terjadinya peningkatan pH (Axler et. al., 2004).

commit to user

(16)

Gambar 6. Grafik Perubahan Konsentrasi pH Limbah Cair Industri Tapioka Grafik perubahan konsentrasi pH (Gambar 6) menunjukkan bahwa kontrol tanpa penambahan Pistia stratiotes (B0) tetap stabil dengan pH yang asam. Pada penambahan Pistia stratiotes (B1, B2, B3, B4) semua menuju ke rentang aman pH sehingga kondisi ini menjadikan limbah cair tapioka berada pada kondisi yang bagus untuk tumbuhan air Pistia stratiotes tumbuh walaupun masih berada pada cekaman limbah cair tapioka yang masih belum stabil ketersediaan bahan organiknya maupun senyawa toksiknya yaitu sianida. Grafik perubahan pH (Gambar 6) ini juga menunjukkan, penambahan biomassa 50 gr yang ditunjukkan dengan kode B4 mengalami peningkatan pH tercepat sejak hari ke-5. Biomassa B4 dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan biomassa lain dengan dikarenakan sejak hari ke-5 kenaikan pH di biomassa B4 lebih cepat naik mendekati 7 dibandingkan kenaikan pH di biomassa B1, B2, dan B3. Walaupun hampir sangat kecil perbedaan yang terlihat antar perlakuan dikarenakan semua yang diberi perlakuan Pistia stratiotes masuk rentang aman (6 - 9) namun hal ini commit to user

(17)

merupakan bukti bahwa Pistia stratiotes mampu memperbaiki parameter pH dengan biomassa sebesar 20 gram, 30 gram, 40 gram, dan 50 gram.

Tabel 12. Perubahan pH Selama 25 Hari Kode

Sampel

Jumlah Penurunan atau Kenaikan (mg/l)

U1 U2 U3

B0 -0.25 0.04 -0.01

B1 3.10 3.05 2.69

B2 3.02 3.02 3.10

B3 2.76 2.71 2.72

B4 2.88 3.09 2.84

Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu U = Ulangan

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram

Data di atas (Tabel 12) diuji dengan analisis varian dan uji DMRT (Lampiran 4) yang dilakukan untuk membandingkan perubahan konsentrasi pH selama 25 hari perlakuan biomassa Pistia stratiotes yang berbeda. Pengaruhnya dapat dilihat dari minus ( - ) yang ada pada nilai. Nilai minus menunjukkan adanya penurunan dari konsentrasi awal menuju konsentrasi setelah hari ke-25 perlakuan. Uji analisis varian (Tabel 12) memiliki signifikansi 0,00 atau lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) terdapat perbedaan nyata antara perlakuan penambahan Pistia stratiotes terhadap perubahan konsentrasi pH limbah cair tapioka

(Lampiran 4). Sehingga berat biomassa Pistia stratiotes yang paling efektif untuk menurunkan pH pada penelitian ini adalah biomassa 50 gr dengan kode sampel B4.

commit to user

(18)

F. Perubahan Konsentrasi Sianida Limbah Cair Industri Tapioka Setelah Diberi Perlakuan Pistia stratiotes

Ubi kayu mengandung racun glukosida sianogenik (linamarin dan lotausralin) yang menghasilkan asam sianida dan glukosa ketika proses hidrolisis berlangsung. Senyawa sianida dapat berupa senyawa organik atau anorganik yang mengandung gugus siano (CN) sebagai bagian integral dari strukturnya dalam air yang mengandung senyawa sianida alkali sederhana. Gugus CN ada dalam bentuk CN- dan HCN (Syarifah, dkk., 1996).

Tabel 13. Konsentrasi Sianida (CN) dalam mg/l Kode

Sampel

Waktu (hari)

0 5 10 15 20 25

B0 0,57 0,04 0,02 0,01 0,01 0,01

B1 0,57 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01

B2 0,57 0,03 0,01 0,01 0,01 0,01

B3 0,57 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01

B4 0,57 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram

Limbah cair industri tapioka yang diberi perlakuan Pistia stratiotes mengalami penurunan konsentrasi sianida sejak hari ke-5 kemudian menjadi stabil di hari ke-15, 20, dan 25 untuk semua perlakuan biomassa. Menurut Salt et. al.

(1998) penyerapan terbesar terdapat pada bagian akar dan sedikit pada daun. Hal ini diduga bahwa kontak akar lebih lama dan langsung ke media terkandung sianida dibanding daun. Akar kayu apu memiliki jejaring bulu akar yang banyak dan mampu mengkhelat sianida sehingga mudah diserap dan diakumulasi ke commit to user

(19)

jaringan tanaman. Menurut Schulze et. al. (2009), penyerapan ini terjadi karena terdapat zat khelat atau phytochelatin yang diekresikan oleh jaringan akar kayu apu terhadap respon toksisitas sianida. Respon limbah cair seperti sianida dipengaruhi oleh afinitas reseptor kimia yang tinggi dalam mekanisme pengkhelatan, diperkirakan unsur polutan diserap tanaman dalam bentuk kompleks yang lebih mudah diserap akar dan ditranslokasi ke tajuk phytochelatin yang sebelumnya disintesis oleh phytochelatin sintase. Phytochelatin yang terbentuk berupa phytosiderophore, melalui bulu-bulu akar. Sianida dikhelat hingga masuk sistem penyerapan air dan unsur hara. Pengkhelatan sianida oleh zat khelat membentuk senyawa kompleks dan garam. Sianida berikatan dengan gugus S (sulfur) pada asam amino phytochelatin karena zat tersebut adalah enzim.

Senyawa kompleks dan garam yang dibentuk selanjutnya dapat diserap. Jadi, sianida telah dikhelat dapat berbentuk CN-Phytochelatin. Dalam penelitian ini dan selama pemeliharaan kayu apu yang berada pada bak uji berisi limbah cair tapioka terlihat banyak partikulat yang menempel dan menutupi bulu akar hingga berwarna kecoklatan pekat, diduga partikulat tersebut adalah senyawa Sianida (CN) atau Kalium Sianida (KCN) dalam limbah cair yang berhasil dikhelat.

Pada Tabel 13, terlihat bahwa kode sampel B4 yaitu penambahan Pistia stratiotes 50 gr merupakan biomassa yang paling efektif dalam menurunkan

konsentrasi sianida dibandingkan biomassa yang lain. Biomassa selain B4 memang menunjukkan penurunan, tetapi pada B4 sejak hari ke-5 sudah menunjukkan penurunan yang paling rendah yaitu 0,01 mg/l yang disebabkan adanya proses pengkhelatan yang telah dijelaskan sebelumnya.

commit to user

(20)

Gambar 7. Grafik Perubahan Konsentrasi Sianida Limbah Cair Industri Tapioka Grafik perubahan konsentrasi sianida (Gambar 7) menunjukkan, penambahan Pistia stratiotes dengan kode sampel B1, B2, B3, dan B4 mempengaruhi konsentrasi sianida. Menurut Fitter dan Hay (1998) penurunan disebabkan adanya penambahan tumbuhan yang ada dalam bak uji yang memindahkan ion toksik CN- dari tempat sirkulasi ke beberapa jalan atau toleran di sitoplasma. Kontrol tanpa perlakuan memang juga mengalami penurunan konsentrasi sianida yang disebabkan sianida dapat berdifusi baik dengan udara sehingga mudah menguap (DITJEN POM, 1985)

Grafik perubahan sianida (Gambar 7) menunjukkan, penambahan biomassa 50 gr dengan kode sampel B4 mengalami penurunan konsentrasi sianida pada hari ke-5, 10, 15, 20, dan 25 (Lampiran 2). Pada hari ke-5 pengamatan dimana B4 telah menurunkan konsentrasi sianida yang paling cepat sehingga biomassa B4 dapat dikatakan masih lebih efektif dibandingkan dengan biomassa

lain. commit to user

(21)

Tabel 14. Perubahan Sianida Selama 25 Hari dalam mg/l

Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu U = Ulangan

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram Data di atas (Tabel 14) diuji dengan analisis varian dan uji DMRT (Lampiran 4) yang dilakukan untuk membandingkan perubahan konsentrasi sianida selama 25 hari perlakuan biomassa Pistia stratiotes yang berbeda.

Pengaruhnya dapat dilihat dari minus ( - ) yang ada pada nilai. Nilai minus menunjukkan adanya penurunan dari konsentrasi awal menuju konsentrasi setelah hari ke-25 perlakuan. Uji analisis varian (Tabel 14) tidak memiliki signifikansi (nilai signifikansi tidak keluar). Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya perbedaan nilai perubahan pada data tersebut sehingga data tidak memiliki signifikansi. Jadi, dapat dikatakan adanya perlakuan penambahan Pistia stratiotes terhadap perubahan konsentrasi sianida limbah cair tapioka tidak berbeda nyata.

Konsentrasi sianida pada tabel perubahan konsentrasi sianida tidak memiliki titik terendah maupun titik terbesar karena semua nilai konsentrasi selama 25 hari perlakuan adalah sama yaitu -0,56 mg/l. Hasil yang didapat dari data (Tabel 14) hanya dapat menunjukkan penambahan biomassa Pistia stratiotes tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan konsentrasi sianida limbah cair tapioka.

Kode Sampel

Jumlah Penurunan atau Kenaikan (mg/l)

U1 U2 U3

B0 -0,56 -0,56 -0,56

B1 -0,56 -0,56 -0,56

B2 -0,56 -0,56 -0,56

B3 -0,56 -0,56 -0,56

B4 -0,56 -0,56 -0,56

commit to user

(22)

G. Perubahan Berat Pistia stratiotes dan Gejala Kahat yang Terjadi Biomassa Pistia stratiotes yang diberikan ke limbah cair industri tapioka mengalami perubahan berat. Biomassa Pistia stratiotes yang paling besar perubahannya terdapat pada perlakuan biomassa kode sampel B4 dengan berat 50 gr (Tabel 15). Perubahan pada Pistia stratiotes tidak terlalu cepat diduga karena terganggu aktivitasnya oleh senyawa pencemar dengan konsentrasi tinggi.

Gejala kahat yang terjadi pada Pistia stratiotes terlihat secara morfologi dari Pistia stratiotes itu sendiri. Hampir semua Pistia stratiotes pada pengamatan hari

terakhir yaitu hari ke- 25 mengalami gejala kahat seperti daun menguning yang dapat dilihat di Gambar 8. Ada beberapa dugaan mengenai gejala kahat ini.

Pertama, hal ini diduga karena Pistia stratiotes kekurangan unsur N yang merupakan penyusun senyawa organik seperti asam amino, amida, protein, asam nukleat, klorofil, koenzim, dan heksoamin. Menurut Purnomo, dkk. (2010), defisiensi N dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan klorosis (daun menguning) pada daun tua. Kedua, hal ini diduga akibat sianida yang terkandung dalam tumbuhan kayu apu itu sendiri seperti dalam penelitian Schulze et al.

(2009), tanaman kayu apu yang telah dipelihara selama 10 hari dalam perlakuan fitoremediasi limbah cair mengandung sianida mengalami beberapa perubahan morfologi yang tampak karena adanya respon toksisitas tanaman terhadap konsentrasi sianida yang terkandung. Perubahan morfologi yang tampak diantaranya perubahan warna pada daun (klorosis). Beberapa respon yang terjadi tersebut dapat diketahui melalui perubahan yang nampak pada tanaman sejak persiapan pemeliharaan sampai akhir pemeliharaan yakni saat dilakukan masa

commit to user

(23)

panen dan perlakuan berakhir. Pada hari ke-10 perubahan morfologi tampak dan terjadi penguningan pada daun atau fase letal beberapa individu. Rasio dari perubahan morfologi dari tiap bak uji berbeda namun pada dasarnya memiliki perbandingan yang tidak jauh berbeda. Selain respon toksisitas terhadap pertumbuhan kayu apu diduga penguningan pada bagian beberapa individu kayu apu pula dikarenakan kurangnya nutrisi untuk proses metabolisme tanaman uji (Schulze et. al., 2009).

Gambar 8. Daun Pistia stratiotes Menguning Setelah Perlakuan Limbah Cair Tapioka Selama 25 Hari

Pada perlakuan 20 gram, 30 gram, 40 gram, dan 50 gram (Tabel 15) Pistia stratiotes juga mengalami penambahan berat biomassa. Namun, penambahan

biomassa Pistia stratiotes tidak secepat dibandingkan di habitat asli Pistia stratiotes tersebut. Penambahan biomassa Pistia stratiotes walaupun mengalami

pertambahan berat tetapi, kerusakan atau gejala kahat yang terjadi pada Pistia stratiotes tidak dapat dihindari sehingga pertumbuhan dikatakan tidak normal.

commit to user

(24)

Tabel 15. Perubahan Biomassa Pistia stratiotes dalam gram Kode

Sampel Berat Awal Berat Akhir

B0 - -

- -

B1 5 5,07

10 10,05

B2 5 5,08

10 10,03

B3 5 5,02

10 10,03

B4 5 5,08

10 10,04

Keterangan :

B = Biomassa Kayu Apu

B0 = 0 gram, B1 = 20 gram, B2 = 30 gram, B3 = 40 gram, B4 = 50 gram

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

By including the available emergy for use in the category of Non-Financial Assets, while natural resources and energy used to produce emergy into the

Hasil perhitungan Return on Equity pada tahun 2016 – 2018 menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara Family Business dan Non-Family Business, jika dilihat dari hasil

Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dokumentasi; sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah uji instrumen penelitian meliputi uji validitas dan uji

Uji t adalah untuk mengetahui variabel bebas secara parsial terhadap tingkat kepuasan konsumen pada perusahaan Spektra Multi Financing di Samarinda adalah dengan

Hasil status gizi ini juga sesuai dengan penelitian Utami (2012) pada pekerja wanita di PT Apac Inti Corpora, dari 25 orang yang memiliki produktivitas tinggi 12 lainnya

Secara keseluruhannya, kaedah ataupun pedagogi yang digunakan dalam penyampaian pendidikan awal kanak-kanak ialah belajar melalui bermain, yang mana belajar melalui

Diketahui pengguna ingin login ke dalam sistem BPM UII, maka akan mengirimkan data request nip dan password ke endpoint “POST /auth/login” jika berhasil makapengguna

QFD adalah metodologi yang terstruktur yang digunakan dalam proses perancangan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan