• Tidak ada hasil yang ditemukan

S I L I T E K ISSN (Online)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "S I L I T E K ISSN (Online)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 121

S I L I T E K

ISSN 2808-5825 (Online)

Jurnal Teknik

Vol. 01 No.02 April 2022 Page : 121-134

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER DAN IDENTIFIKASI SEBARAN AWAN KONVEKTIF MENGGUNAKAN METODE RGB PADA CITRA SATELIT HIMAWARI-8 TERKAIT BANJIR DI KAB. JAYAWIJAYA, WAMENA (STUDI

KASUS: PERIODE 9 MARET 2021)

Mawar Jihan Fadhilah1*, Aditya Mulya2

1

Program Studi DIV Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG),

[email protected]

2

Program Studi DIV Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG)

ABSTRAK

Telah terjadi banjir di sejumlah wilayah Wamena, Kabupaten Jayawijaya pada tanggal 9 Maret 2021.

Banjir tersebut terjadi dalam waktu yang cukup lama hingga 10 Maret 2021 dimana diakibatkan oleh hujan lebat yang terjadi. Berdasarkan rekapitulasi curah hujan harian pada 9 maret 2021 terukur sebesar 25,5 mm/hari yang mengindikasikan curah hujan termasuk kategori sedang di Stasiun Meterorologi Wamena. Analisa dinamika atmosfer diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan awan konvektif. Kemudian, hasil analisis kondisi medan angin terdapat daerah konvergensi dan belokan angin (sheraline) di wilayah lokasi penelitian. Analisis citra satelit menampilkan distribusi pola awan untuk mengetahui suhu puncak awan dimana pada tanggal 9 Maret 2021 memiliki suhu puncak awan terendah mencapai -65.6 °C pada pukul 16:00 UTC. Pada penelitian ini menggunakan metode RGB (Red Green Blue) pada citra satelit Himawari-8. Terdapat metode RGB yang mendukung pada penelitian kali ini, yaitu metode (Night Microphysics) digunakan untuk mengidentifikasi mikrofisi atmosfer pada malam hari, sebaran massa udara (Air Mass) yang menampilkan mikrofisis awan yang terjadi serta aliran massa udara penyebab hujan yang menyebabkan banjir di lokasi penelitian.

Kata kunci : banjir, curah hujan, satelit, RGB, air mass, Night Microphysics

@2021 Penerbit : Fakultas Teknik Universitas Pasifik Morotai

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Banjir merupakan suatu fenomena alam yang terjadi yang ditandai dengan meluapnya air secara berlebihan pada suatu wilayah tertentu (Puslitbang BMKG, 2009). Faktor penyebab banjir biasanya terjadi karena faktor alam dan ulah dari manusia. Curah hujan yang tinggi adalah salah satu faktor alam yang menyebabkan banjir terjadi.

Selain itu, tinggi dari curah hujan biasanya disebabkan oleh awan konvektif atau awan cumulonimbus (Cb).

(2)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 122 Menurut Peraturan Kepala BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) nomor: KEP.009 tahun 2010 tentang Prosedur Standar Operasional Peringatan Dini, Pelaporan, dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrem, skala lokal adalah fenomena meteorologi yang terjadi pada periode 1 (satu) menit sampai dengan 1 (satu) jam dengan jarak 1 (satu) kilometer (km) hingga 100 (seratus) kilometer (km). BMKG mengkategorikan intensitas curah hujan sebagai berikut:

a. Hujan ringan dengan intensitas 0,1-5,0 mm/jam atau 5-20 mm/hari b. Hujan sedang dengan intensitas 5,0-10,0 mm/jam atau 20-50 mm/hari c. Hujan lebat dengan intensitas 10,0-20 mm/jam atau 50-100 mm/hari d. Hujan sangat lebat dengan intensitas >20 mm/jam atau >100 mm/hari

Dikutip berdasarkan berita dari detiknews, pada tanggal 9 Maret 2021. Telah terjadi banjir yang di Kabupaten Jayawijaya, Wamena dimana terdapat 1.289 rumah warga, 169 hektare kebun, 6.064 bedeng, serta 145 kolam ikan ikut terendam air Banjir tersebut pada tanggal 9 Maret 2021 dimana diakibatkan oleh curah hujan yang terjadi dan beberapa saluran (drainase) yang dialih-fungsikan sehingga banjir tersebut meluas di beberapa wilayah Wamena.

Pada tanggal tanggal 7 Maret 2021 hingga 9 Maret 2021, jumlah total curah hujan perharinya termasuk kriteria intensitas sedang. Beberapa titik di Kota Wamena terjadi banjir dan mulai digenangi air. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana suatu kondisi atmosfer pada saat terjadinya hujan lebat tersebut dengan memanfaatkan citra satelit Himawari-8.

Satelit Himawari-8 merupakan satelit cuaca yang dioperasikan oleh Japan Meteorological Agency (JMA) sejak bulan Juli 2015. Menurut (Pandjaitan, 2015), Himawari 8 memiliki 16 kanal yang terdiri dari 3 kanal visibel, 3 kanal infra merah-dekat atau near infrared (NIR) dan 10 kanal Infrared (IR) [Tabel 1]. Serta memiliki resolusi temporal 10 menit dan resolusi spasial 2 km (Aditya, P.dkk. 2018: 712). Terdapat beberapa kanal yang tersedia pada satelit Himawari-8, maka para penggunanya dapat membuat produk RGB (Red Green Blue) dengan mengkombinaskan dari beberapa kanal (Kushardono, 2012).

Tabel 1. Karakteristik Kanal Satelit Himawari

Jenis Panjang Gelombang

Kanal

Panjang Gelombang Tengah (ⴗm)

Resolusi

(Km) Contoh Penggunaan

Vis

1 0.47 1 Daytime aerosols di daratan, coastal water mapping

2 0.51 1

Water/ocean color, termasuk deteksi terhadap algal blooms;

memungkinkn true color imagery ketika dikombinasikan dengan kanal biru dan merah (Kanal visible 1 dan 3)

3 0.64 0.5 Daytime cloud, kabut, insolasi angin

Near-IR

4 0.86 1 Daytime vegetation, bekas kebakaran, aerosol sepanjang perairan, angin

5 1.6 2 Fase Daytume cloud-top dan ukuran partikel, salju 6 2.3 2 Daytime land/cloud properties, ukuran partikel, vegetasi,

salju

SW IR 7 3.9 2 Permukaan dan awan, kabut pada malam hari, api, angin

(3)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 123 IR (WV)

8 6.2 2 Uap air atmosfer level tinggi, angin, curah hujan 9 6.9 2 Uap air atmosfer level menengah, angin, curah hujan

10 7.3 2 Uap air level rendah, angin SO₂

LW IR

11 8.6 2 Total water untuk stabilitas, fase awan, dust, SO₂ , Curah hujan

12 9.6 2 Total coloumn ozone, turbulensi, angin

13 10.4 2 Permukaan dan awan

14 11.2 2 Imagery, sea surface temperature (SST), awan, curah hujan

15 12.4 2 Total coloumn water vapor, ash, SST

16 13.3 2 Suhu udara, tinggi dan jumlah awan

SW: Shortwave LW: Longwave WV: Water Vapor

Metode RGB merupakan salah satu metode yang biasanya digunakan untuk mengidetifikasi awan konvektif dengan menggunakan satelit Himawari-8. Selain itu, metode RGB menampilkan 3 (tiga) warna primer (primary color) diantaranya merah (red), hijau (green), dan biru (blue) yang memanfaatkan kombinasi warna tersebut menjadi suatu informasi yang dapat di interpretasikan. Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 (dua) metode RGB yang baik dalam menginterpretasikan awan konvektif yakni, Metode RGB Night Microphysis yang digunakan untuk mengidentifikasi mikrofisis atmosfer dissat terjadi pelepasan panas laten dari uap air menjadi inti kondensasi dan butiran air, terdapat penyerapan molekul air pada kondensasi dan penggabungan antara butiran di dalam awan, metode ini bisanya digunakan pada malam hari (Jaka Anugrah, 2017). Dibawah ini adalah skema dari metode RGB- Night Microphysis pada [Tabel 2] dan [Tabel 3].

Tabel 2. Komposisi Metode RGB-Night Microphysis pada satelit Himawari-8

Tabel 3. Interpretasi warna pada metode RGB-Night Microphysis Color HB Bands Central wave

length [μm] Min [K/%]

Max

[K/%] Gamma

Red B13 - B15 10.4 - 12.4 -3.0 K 7.5 K 1.0

Green B07 - B13 3.9 - 10.4 -7.0 K 2.9 K 1.0

Blue B13 10.4 243.7 K 293.2 K 1.0

(4)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 124 Kemudian, metode RGB lainnya yang digunakan pada penelitian ini yakni Metode RGB-Air Mass yang digunakan untuk mengidentifikasi sebaran massa udara (Air Mass) yang menampilkan mikrofisis awan yang terjadi serta aliran massa udara. Dibawah ini terdapat skema yang menampilkan Metode RGB-Air Mass pada [Tabel 4] dan [Tabel 5].

Tabel 4. Komposisi Metode RGB-Air Mass pada satelit Himawari-8

Color HB Bands Central wave

length [μm] Min [K/%]

Max

[K/%] Gamma

Red B10 - B08 7.3 - 6.2 0.0 K 25.8 K 1.0

Green B13 - B12 10.4 - 9.6 -4.3 K 41.5 K 1.0

Blue B08 6.2 208.0 K 242.6 K 1.0

Tabel 5. Interpretasi warna pada metode RGB-Air Mass

2 DATA DAN METODE

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari :

1. Data Satelit Himawari-8 pada kanal 7 (3.9 μm), kanal 8 (6.2 μm), kanal 10 (7.3 μm), kanal 12 (9.6 μm), kanal 13 (10.4 μm), dan kanal 15 (12.3 μm) periode 9 Maret 2021 pukul 08:00 UTC , 10:00 UTC , 16:00 UTC dan 18:00 UTC, yang diperoleh dari subbid pengelolahan citra satelit BMKG dalam format sataid (.z) dan data pemodelan format (.nc).

2. Data akumulasi curah hujan harian pertiga jam periode 7 Maret 2021 hingga 10 Maret 2021, yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Wamena (WMO 97686)

3. Data streamline lapisan 700 mb dan 500 mb yang diperolah dari ECMWF periode 9 Maret 2021

Metode analisis dari satelit Himawari-8 menggunakan suatu perangkat lunak yakni SATAID (Satellite Animation and Interactive Diagnosis). SATAID merupakan salah satu teknik untuk menampilkan citra satelit untuk mengidentifikasi awan atau pola distribusi awan. Selain itu, pada fiture measure yang digunakan untuk menampilkan grafik time series suhu puncak awan dan countur awan konvektif. Pada penelitian ini, metode

(5)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 125 RGB yang dapat menginterpretasikan awan dengan baik adalah metode RGB- Night Microphysis yang menggunakan band 07, band 13, band 15 dan metode RGB-Air Mass yang menggunakan band 08, band 10, band 12 dan band 13 pada satelit Himawari-8.

Sedangkan data dengan format (.nc) dari satelit Himawari-8 dan data model ECMWF diolah menggunakan aplikasi GrADS (Grid Analysis and Display System) untuk menampilkan pola distribusi awan dan streamline lapisan 700 mb dan 500 mb. Data akumulasi curah hujan harian pertiga jam yang diolah menggunakan Microsoft Excel yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Kemudian, ketika semua data telah diolah.

Selanjutnya, digunakan metode deskriptif agar dapat dipahami oleh pembaca.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis yang dilakukan pada kejadian hujan lebat ini adalah Analisis unsur cuaca yakni akumulasi curah hujan harian dari Stasiun Meteorologi Wamena, analisis dinamika atmosfer yakni streamline, serta analisis citra satelit cuaca dan penerapan metode RGB pada saat kejadian hujan di wilayah Wamena, Kabupaten Jayawijaya.

3.1 Analisis Akumulasi Curah hujan

Berdasarkan data curah hujan harian yang diperoleh dari Stasiun Meterorologi Wamena. Pada tanggal 9 Maret 2021, hujan yang terjadi berada pada kisaran intensitas ringan hingga lebat. Informasi ini dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Akumulasi Curah Hujan Harian dalam Satuan Milimeter

JAM (UTC) 7-Mar-21 8-Mar-21 9-Mar-21 10-Mar-21

3:00 0 0 0 0

6:00 0 0 0 0

9:00 2.4 0.3 0.3 0

12:00 5.5 6.9 2.2 11

15:00 22.7 8.1 9.3 2.1

18:00 4.1 0.1 13.6 0.5

21:00 0 0 0.1 0.2

0:00 0 0 0 0

Jumlah 34.7 15.4 25.5 13.8

Dari informasi akumulasi curah hujan pada tabel 6, menunjukkan bahwa akumulasi curah hujan harian pada periode 7 Maret 2021 hingga 10 Maret 2021 yang merupakan akumulasi data curah hujan per 3 jam. Curah hujan pada tanggal 7 Maret 2021 memliki total curah hujan perhari sebesar 34.7 mm/hari, hal ini mengidikasikan bahwa pada periode tersebut terjadi hujan dengan intensitas sedang. Selain itu bisa terlihat pada periode 8 Maret 2021 terjadi hujan dengan intensitas ringan.

(6)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 126 Gambar 1. Grafik akumulasi curah hujan pertiga jam periode 9 Maret 2021 Stasiun Meteorologi Wamena Kemudian pada tanggal 9 Maret 2021 memiliki akumulasi perharinya sebesar 25.5 mm/hari. Sedangkan pada Jam 18.00 UTC (periode 9 Maret 2021) memiliki jumlah curah hujan sebesar 13.6 mm/jam hal ini mengindikasikan bahwa pada pukul tersebut terjadi hujan dengan intensitas cukup lebat. Begitupun pada tanggal 10 Maret 2021 masih terjadi hujan dengan intensitas rendah. Oleh karena itu, dari informasi akumulasi curah hujan pada periode sebelum dan sesudah kejadian berpotensi terjadinya banjir dikarenakan pada periode tersebut masih terjadinya proses hujan dari intensitas ringan hingga lebat.

3.2 Analisis Citra Satelit Himawari-8 3.2.1 Time Series Suhu Puncak Awan

Gambar 2. Time Series Profil Suhu Puncak Awan

Dari informasi yang didapatkan bahwa time series pada gambar 2, menunjukkan suatu analisis time series suhu puncak awan berdasarkan pertumbuhan awan pada periode 9 Maret 2021. Dimulai pada pukul 08:00 UTC hingga 09:00 UTC telah terjadi pertumbuhan awan konvektif yang ditandai naiknya suhu puncak awan, dimana pada pukul 08:55 UTC mencapai -58.9 °C. Kemudian pada pukul 09:00UTC hingga 10:00 UTC mengalami

0 0 0,3 2,2 9,3 13,6 0,1 0

3 : 0 0 6 : 0 0 9 : 0 0 1 2 : 0 0 1 5 : 0 0 1 8 : 0 0 2 1 : 0 0 0 : 0 0

(7)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 127 penurunan suhu puncak awan yang cukup drastis dengan selisih – 51.2 °C. Dimana dengan menggunakan metode cloud motion pada rentanng jam 08:55 UTC hingga 09:55 UTC diperoleh kecepatan berkisar 40 knot yang menyebabkan awan konvektif tersebut berpindah cukup cepat sehingga mengalami penurunan suhu puncak awan yang cukup drastis.

Kemudian pada pukul 10:00 UTC terjadi pertumbuhan awan konvektif yang ditandai dengan naiknya suhu puncak awan di wilayah Wamena. Aktifitas konvektif terus terjadi atau berlangsung hingga pukul 16:00 UTC yang mencapai suhu pucak awannya berkisar -65.6 °C. Kemudian awan akan mengalami fase peluruhan (disipasi) sekitar pukul 18:00 UTC dengan ditandai kenaikan suhu puncak awan dalam hal ini suhu awan mulai menghangat dan meluruh (turun) ke lapisan yang cukup rendah.

3.2.2 Analisis Kontur Suhu Puncak Awan

Gambar 3. Profil kontur suhu puncak awan awan periode 9 Maret 2021 pukul 16:00 UTC

Dari informasi yang didapatkan bahwa kontur awan pada gambar 2, menampilkan suatu analisis kontur suhu puncak awan periode 9 Maret 2021 pukul 16:00 UTC. Dimana pada pukul tersebut, memiliki suhu puncak awan yang relatif paling rendah dibandingkan wilayah lainnya. Di lokasi penelitian, suhu puncak awan mencapai - 67.5 °C. Sedangkan wilayah lainya mencapai sektitar -17.5 °C hingga -62.5 °C. Ketika suatu wilayah menunjukan suhu puncak awan yang relatif rendah kemungkinan atmosfer di wilayah tersebut labil. Hal ini dikarenakan terjadinya pertumbuhan awan-awan konvektif atau awan cumulonimbus yang membuat hujan terjadi.

3.3 Pola Distribusi Awan

3.3.1 Fase Pertumbuhan Awan

Pada fase pertumbuhan awan yang dapat dilihat dari time series. Dimulai pukul 08:00 UTC dengan suhu puncak awan sekitar 0 °C - 8 °C. Dimana hal tersebut menandakan bahwa kondisi awan masih berada di lapisan bawah (hangat). Kemudian dapat dilihat dari citra satelit, di wilayah tersebut mengalami penurunan suhu puncak awan

(8)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 128 pada pukul 09:00 UTC yang menampilkan suhu puncak awan berkisar -56 °C hingga -62 °C. Pada pukul 10:00 UTC kembali mengalami kenaikan berkisar -7 °C hingga -11 °C.

Gambar 4. Fase Pertumbuhan Awan

3.3.2 Fase Matang (Mature) Awan

Pada fase matang, pada pukul 11:00 UTC dengan suhu puncak awan sekitarr -56°C hingga -62 °C. Hal ini mengidentifikasikan adanya awan cumulonimbus atau awan konvektif yang dapat menghasilkan hujan lebat, dimulai dari intensitas sedang hingga lebat. Kemudian pada tanggal 9 Maret 2021, pada pukul 12:00 UTC hingga 16:00 UTC mengalami penurunan suhu puncak awan tertinggi mencapai -62 °C hingga -69 °C .

(9)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 129 Gambar 5. Fase Matang (Mature) Awan

3.3.3 Fase Peluruhan (Disipasi) Awan

Pada fase peluruhan (Disipasi) berdasarkan kanal IR satelit himawari pukul 18:00 UTC terlihat bahwa sebaran awan konvektif sudah tidak terlihat. Hal tersebut ditandai melalui suhu pucak awannya berkisar -34 °C hingga - 41°C dimana mengindikasikan hanya terdapat awan rendah.

(10)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 130 Gambar 6. Fase Peluruhan (Disipasi) Awan

3.4 Analisis Metode RGB

3.4.1 Metode RGB-Night Microphysics

Pada Metode RGB-Night Microphysics dari gambar 7 menampilkan pola warna yang dihasilkan dari selisih band pada citra satelit Himawari-8 dengan Red (B13-B15), Green (B07-B13), dan Blue (B13) dengan nilai gamma RGB 1.0. Dalam gambar tersebut kita dapat melihat proses mikrofisis awan.

Pada pola awan yang berwarna merah menampilkan bahwa ada suatu proses mikrofisis awan yang terjadi.

Selain itu, pola awan berwarna merah yang disertai dengan bintik kuning kecil mengindikasikan bahwa pada area tersebut memiliki suhu yang sangat rendah dari area lainnya dan sebagai area overshooting pada awan tersebut (Jaka, 2017).

Terdapat pola awan yang berwarna hitam yang mengindikasikan adanya awan cirrus (Ci). Kemudian, untuk pola awan yang berwarna merah muda mengindikasikan adanya awan rendah seperti cumulus maupun stratus.

(11)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 131 Gambar 7. Metode RGB-Night Microphysics periode 9 Maret 2021 pukul 03:00 UTC, 08:00 UTC, 10:00 UTC,

11:00 UTC, 12:00 UTC, 16:00 UTC, 18:00 UTC, dan 19:00 UTC.

Melihat dari pola distribusi awan sebelumnya, pada fase pertumbuhan hingga peluruhan (disipasi). Dimulai dari fase pertumbuhan yakni pada pukul 08:00 UTC hingga 10:00 UTC menunjukkan pola awan rendah hingga tinggi yakni cumulus maupun cirrus. Kemudian pada fase matang (mature), pada pukul 11:00 UTC hingga 12:00 UTC dan 16:00 UTC menunjukkan pola awan konvektif dan cenderung memiliki suhu yang lebih rendah dari area lainnya, yang ditandai dengan pola awan yang berwarna merah disertai dengan bintik kuning. Pada fase peluruhan (disipasi) pukul 18:00 UTC dan 19:00 UTC mengindikasikan awan tinggi yakni Cirrus (Ci).

3.4.2 Metode RGB-Air Mass

(12)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 132 Gambar 8. Metode RGB-Air Mass periode 9 Maret 2021 pukul 03:00 UTC, 08:00 UTC, 10:00 UTC, 11:00

UTC, 12:00 UTC, 16:00 UTC, 18:00 UTC, dan 19:00 UTC.

Pada Metode RGB-Air Mass dari gambar 8 menampilkan pola warna yang dihasilkan dari selisih band pada citra satelit Himawari-8 dengan Red (B10-B08), Green (B13-B12), dan Blue (B08) dengan nilai gamma RGB 1.0. Dalam gambar tersebut kita dapat melihat proses mikrofisis tehrhadap aliran massa udara (Air Mass) terhadap awan penghasil hujan yakni awan cumulonimbus.

Terdapat pola awan berwarna hijau tua yang mengindikasikan kandungan massa udara hangan yang ditandai dengan kandungan uap air yang tinggi pada lokasi penelitian. Dimana, pada kandungan uap air yang tinggi menjadi salah satu sumber yang akan membentuk awan konvektif. Kemudian pola yang berwarna putih cerah mengindikasikan bahwa terdapat awan tebal dengan pucak tinggi dan pola awan yang berwarna hijau kekuning- kuningan mengindikasikan massa udara hangat yang ditandai dengan sedikitnya kandungan uap ar.

Terlihat dari gambar 8, pada fase pertumbuhan yakni pada pukul 03:00 UTC dan 08:00 UTC hingga 10:00 UTC menunjukkan massa udara hangat dengan sedikit kandungan uap air. Kemudian pada fase matang (Mature) pukul 11:00 UTC hingga 12:00 UTC serta 16:00 UTC terdapat kandungan uap air yang tinggi sehingga terdapat pertumbuhan awan yang intensif pada lokasi penelitian. Dimana, ditandai dengan awan tebal dengan puncak awan yang menjulang tinggi.

Pada peta streamline (lihat gambar 9), terlihat aliran massa udara bergerak ke pusat kovergensi yang dapat menyebabkan proses pertumbuhan awan penghasil hujan (konvektif).

Kemudian pada pukul 18:00 UTC hingga 19:00 UTC, aliran massa udara dengan kandungan uap air yang tinggi semakin

berkurang pada lokasi penelitian. Hal ini menyebabkan awan tidak dapat tumbuh pada waktu tersebut dan mengalami yang namanya fase peluruhan (disipasi).

3.5 Analisis Streamline

(13)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 133 Gambar 9. Peta Streamline pada lapisan 700 mb tanggal 9 Maret 2021 pukul 16:00 UTC

Gambar 9 menunjukkan pada peta streamline tanggal 9 Maret 2021 pukul 16:00 UTC lapisan 700 mb, dapat terlihat bahwa adanya daerah konvergensi dan belokan angin (sheraline) yang memicu terjadinya potensi hujan lebat di wilayah tersebut.

Gambar 10. Peta Streamline pada lapisan 500 mb tanggal 9 Maret 2021 pukul 16:00 UTC

Berdasarkan gambar 10 menunjukan peta streamline tanggal 9 Maret 2021 pukul 16:00 UTC lapisan 500 mb, dimana dapat terlihat terdapat daerah belokan angin (shearline). Dimana hal tersebut, dapat memicu pertumbuhan awan konvektif yang dapat menghasilkan hujan lebat di lokasi pertemuan angin tersebut. Selain itu, aliran udara cenderung bergerak ke arah selatan.

4 KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa analisis yang telah dilakukan penulis terhadap analisis dinamika atmosfer di Kabupaten Jayawijaya, Wamena Pada tanggal 9 Maret 2021. Penulis mengambil kesimpulan mengenai kejadian hujan lebat yang memicu banjur di wilayah lokasi penelitian sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis akumulasi curah hujan harian di wilayah Wamena, pada periode sebelum yakni tanggal 7 hingga 8 Maret 2021 dan sesudah kejadian yakni 10 Maret 2021 mengindikasikan terjadinya hujan dari intensitas ringan hingga lebat. Terlihat bahwa dari periode tersebut dapat berpotensi banjir.

(14)

Jurnal Teknik SILITEK – Vol. 01 No. 02 April 2022 134 2. Berdasarkan analisis Citra satelit Himawari-8, dapat disimpulkan bahwa pola distribusi awan di wilayah

Wamena pada tanggal 9 Maret 2021, menunjukan adanya fase pertumbuhan, matang hingga peluruhan awan konvektif. Telihat dari analisis time series pada pukul 10:00 UTC terjadi pertumbuhan awan konvektif yang ditandai dengan naiknya suhu puncak awan. Aktifitas konvektif terus terjadi atau berlangsung hingga pukul 16:00 UTC yang mencapai suhu pucak awannya berkisar -65.6 °C. Suhu puncak yang rendah dapat mengindikasikan adanya awan konvektif yang berpotensi menghhasilkan hujan lebat. Kemudian untuk indeks stabilitas atmosfer terdapat potensi terbentuknya awan konvektif di lokasi penelitian.

3. Berdasarkan analisis kondisi angin, dimana terdapat adanya daerah konvergensi dan belokan angin (sheraline) pada lapisan 700 mb begitupun pada lapisan 500 mb yang memicu pertumbuhan awan konvektif yang dapat menghasilkan hujan lebat di wilayah pertemuan angin tersebut.

4. Berdasarkan hasil analasis kedua metode RGB yang baik dalam menginterpretasikan awan konvektif yakni Metode RGB-Night Microphysis dan Metode RGB-Air Mass. Dimana pada Metode RGB-Night Microphysis menampilkan sebaran awan konvektif yang menyebabkan wilayah wamena mengalami hujan.

Sedangkan metode RGB-Air Mass sebagai pemicu pertumbuhan awan konvektif yang ditandai dengan massa udara hangat tepat berada di lokasi penelitian yakni wilayah Wamena.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Puslitbang BMKG. 2009. Kajian Cuaca Ekstrim di Wilayah Indonesia. Laporan Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

[2] BMKG. (2010). Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan Desiminasi Informasi Cuaca Ekstrim. Indonesia,KEP.009

[3] Kushardono, D. 2012. Kajian Satelit Penginderaan Jauh CuacaGenerasi Baru Himawari 8 dan 9. Jurnal Inderaja Vol. 3 No.5, Desember 2012.

[4] JMA. 2015. Himawari User’s Guide. Diakses pada http://www.jmanet.go.jp/msc/en/support/index.html.

[5] Aditya, P., Saragih,I.J.A., Rosyady,M.P., & Kristianto, A. (2018). Deteksi Sebaran Debu Vulkanik Menggunakan Citra Satelit Himawari-8 (Studi Kasus: Gunung Raung, Gunung Rinjani, and Dan Gunung Bromo). Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-5 Tahun 2018: 711-715

[6] Awan Konvektif Menggunakan Teknik Rgb Pada Citra Satelit Himawari-8 (Studi Kasus: Banjir Jakarta 31 Desember 2019 - 1 Januari 2020). doi:10.46824/megasains.v12i1.42

[7] Akihiro, S. (2020, October). Introduction to Himawari-8 RGB composite imagery. Meteorological Satellite Center Technical.

[8] Hastuti, M. I., & Adi, M. (2017). Pemantauan Sebaran Awan Konvektif Menggunakan Metode Cloud Convective Overlays dan Red Green Blue Convective Storms pada satelit Himawari-8 (Studi kasus: Hujan Ekstrim Bima 21 Desember 2016). Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4.

[9] Mulya, A. (2021, April). Identifikasi sebaran awan konvektif menggunakan metode RGB dan CCO pada data satelit himawari-8 (studi kasus hujan lebat Putussibau 10 september 2020). Jurnal Ilmiah Matematika, VIII, 11-18.

[10] Rumahorbo, I., Ulil Hidayat, Suwignyo Prasetyo, & Aditya Mulya. (2020). ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN HUJAN LEBAT. Seminar Nasional Kahuripan I.

Referensi

Dokumen terkait

Raman SK dkk melaporkan angka kejadian fasikulasi otot pada pasien yang mendapat pretreatment obat pelumpuh otot non depolarisasi berkisar antara 30% - 85%, sedangkan

keluarkanlah Kami dari negeri (Makkah) ini, Yang penduduknya (kaum kafir musyrik) Yang zalim, dan Jadikanlah bagi Kami dari pihakMu seorang pemimpin Yang mengawal (keselamatan

(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak

Pada musim hujan, hama dan penyakit yang sering merusak tanaman padi adalah tikus, wereng coklat, penggerek batang, lembing batu, penyakit tungro, blast, dan

Zulham Sischa ( 2006 ) : “ Hubungan Antara Kekuatan Otot Punggung Dan Kekuatan Otot Lengan Dengan Kecepatan Gerak Bantingan Bahu pada Atlet Gulat Kota Semarang Tahun

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan pengujian secara statistik terhadap data empirik yang telah diperoleh dari lapangan dapat dikatakan

Pendaftaran mata kuliah dilakukan dengan mengisi formulir pendaftaran mata kuliah. Untuk maksud ini, yang harus dilakukan oleh mahasiswa adalah sebagai berikut: a)

Penelitian sebelumnya yang menjelaskan aspek sistem kredit prestasi di antaranya dengan judul “Sistem Informasi Satuan Kredit Kegiatan Ekstrakurikuler di Fakultas Teknik