• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan."

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PAPARAN SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR BISFENOL A DALAM AIR YANG BERASAL DARI BOTOL

POLIKARBONAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DENGAN METODE PENGAYAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Topan Fajar Pamungkas NIM : 098114022

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vL

HALAMAN PERSEMBAHAN

(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga dapat terselesaikannya skripsi yang berjudul

“PENGARUH PAPARAN SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR

BISFENOL A DALAM AIR YANG BERASAL DARI BOTOL

POLIKARBONAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DENGAN METODE PENGAYAAN”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Proses pelaksanaan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. C.M. Maria Rini Nastiti, M.Phar, selaku Kepala Program Studi Farmasi Sanata Dharma.

3. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak sekali memberikan bimbingan, saran, arahan, nasehar, serta inspirasi yang bisa mengantarkan terseleseikannya skripsi ini.

(8)

viii

5. Rini Dwi Astuti, M.Sc., Apt. Selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan dorongan dan motivasi dalam hal perkuliahan, serta perannya sebagai Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengerjakan penelitian di laboratorium.

6. Pak Sanjaya selaku dosen yang telah memberikan saran, nasehat, dan masukan dalam proses pengerjaan penelitian ini.

7. Segenap dosen yang telah berkenan membagikan ilmu kepada penulis selama belajar di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

8. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Kethul serta segenap laboran dan staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu selama proses penelitian di laboratorium.

9. Papa dan Mama sebagai orang tua yang luar biasa, yang selalu memberikan semangat, doa, dukungan moral maupun materi

10.Prisma Andini Mukti, yang berperan sangat baik sebagai kakak

11.Ning Uswiyatun, yang selalu memberikan dukungan dalam kelancaran kuliah peneliti maupun dalam mengarjakan skripsi ini

12.Teman-teman satu kelompok skripsi Leo dan Ina atas kerja keras dan kerjasamanya dalam menyelesaikan penelitian ini.

(9)

ix

14.Teman-teman kelas 2009 A dan kelas FST-A : Nopes, Hera, Lambang, Bertha, Anggi, Raras, Yanshen, Danny, Jenny, Kenny, Wanda, Danu, Deny, Putra, Aldo, Felix, Mikhael, yang telah mewarnai hari-hari peneliti selama empat tahun perkuliahan, selalu menghadirkan tawa dan canda, serta selalu memerikan semangat bagi peneliti.

15. Teman-teman skripsi di laboratorium kimia analisis instrumental : Novia, Agnes, Victor, Shinta, Sasya, Metri, Teti, Febrin, Wisnu, dan Ozy yang selalu menghadirkan tawa saat kejenuhan melanda di lab, serta terimakasih untuk surprise ulang tahun yang telah dihadirkan.

16.Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu-persatu yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penyusunan skripsi ini akibat dari keterbatasan dari kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH……… v

HALAMAN PERSEMBAHAN………. vi

PRAKATA………... vii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xiii

DAFTAR GAMBAR………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xvi

INTISARI………... xvii

ABSTRACT……….………. xviii

BAB I. PENGANTAR………... 1

A. Latar Belakang……… 1

1. Perumusan masalah ……… 4

2. Keaslian Penelitian ……….. 5

3. Manfaat penelitian ………... 6

B. Tujuan Penelitian ………... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ………... 7

A. Plastik Polikarbonat…..………..……… 8

(11)

xi

C. Radiasi Sinar Matahari………... 13

D. Solid Phase Extraction (SPE)..…...……… 16

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).……….. 19

F. Landasan teori ……… 23

A. Jenis dan rancangan penelitian ……….. 26

B. Variabel Penelitian………. C. Definisi Operasional………... 26 27 D. Bahan-bahan Penelitian ………. 27

E. Alat-Alat Penelitian ………...……… 28 F. Tata Cara Penelitian ………...………

1. Preparasi sampel………...

A. Pengambilan dan pembuatan sampel…..……… B. Proses pemberian perlakuan pada sampel………..

(12)

xii

C. Pemekatan sampel air……….………

D. Optimasi eluen SPE.……..……….

E. Validasi prosedur analisis……… 1. Efisiensi proses pemekatan sampel...……….

2. Akurasi ……….….……….

3. Linearitas dan LOQ...….……… F. Penetapan kadar bisfenol A dalam sampel air……….

1. Analisis kualitatif bisfenol A………... 2. Analisis kualitatif bisfenol A pada sampel air………. G. Laju migrasi bisfenol A dari botol ke air………..…….

36

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………...

A. Kesimpulan ………..

B. Saran ………

56 56 56

DAFTAR PUSTAKA ……… 58

LAMPIRAN ……….. 62

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I Sifat-sifat plastik polikarbonat 9

Tabel II Rata-rata recovery SPE….……….. 43

Tabel III Efisiensi proses ekstraksi……… 43

Tabel IV Akurasi dan presisi sampel….…...……….. 44

Tabel V Linearitas kurva adisi……….…...……….. 45

Tabel VI Uji t kurva adisi dengan kurva baku……….…………. 46

Tabel VII Nilai limit of quantification (LOQ)...………. 46

Tabel VIII Pengamatan waktu retensi……….. 47

Tabel IX Kadar bisfenol A sampel perlakuan replikasi I………….……. 48

Table X Kadar bisfenol A sampel perlakuan replikasi II…………..…. 48

Tabel XI Kadar bisfenol A sampel kontrol replikasi I...………. 48

Table XII Kadar bisfenol A sampel kontrol replikasi II..………. 49

Tabel XII Lenearitas orde reaksi replikasi I……… 51

Tabel XIII Lenearitas orde reaksi replikasi II……… 51

Tabel XIV Laju peningkatan bisfenol A menurut orde 1 replikasi I………. 52

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Mekanisme hidrolisis polikarbonat……….. 9

Gambar 2. Mekanisme photo-Fries rearrangement………. 10

Gambar 3. Mekanisme photo-oxidation……… 11

Gambar 4. Struktur bisfenol A…………..……….. 11

Gambar 5. Jenis spektrum elektromagnetik…….……….. 14

Gambar 6. Solid phase extraction tipe cartridge………...…… 18

Gambar 7. Diagram KCKT………..……….. 20

Gambar 8. Gugus kromofor dan auksokrom pada bisfenol A…………... 33

Gambar 9. Kromatogram baku bisfenol A yang dielusi menggunakan metanol 50:50……….. 39

Gambar 10 Kromatogram baku bisfenol A yang dielusi menggunakan metanol 75:25………..…… 40

Gambar 11. Kromatogram baku bisfenol A yang dielusi menggunakan metanol 100% ………. 41

Gambar 12. Waktu retensi antara sampel dan baku adisi………... 47

Gambar 13. Kurva kenaikan kadar bisfenol A pada sampel replikasi I……… 49

Gambar 14. Kurva kenaikan kadar bisfenol A pada sampel replikasi II.…… 50

Gambar 15. Kurva hubungan bisfenol A dalam botol dan air sampel perlakuan replikasi I………...…….. 53

(15)

xv

Gambar 17. Kurva hubungan bisfenol A dalam botol dan air sampel kontrol

replikasi I………...………... 54

Gambar 18. Kurva hubungan bisfenol A dalam botol dan air sampel kontrol

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. COA bisfenol A…………...………. 63

Lampiran 2. Data penimbangan baku…..………. 64

Lampiran 3. Data optimasi eluen SPE……….. 64

Lampiran 4. Efisiensi ekstraksi……….... 64

Lampiran 5. Data perhitungan validasi, akurasi, linearitas dan pengaruh proses………. 65

Lampiran 6. Perhitungan penetapan kadar bisfenol A dalam air………….. 71

Lampiran 7. Regresi kadar bisfenol A menurut laju reaksi………... 75

Lampiran 8. Uji beda kadar bisfenol A perlakuan dan kontrol……….……… 83 Lampiran 9. Laju migrasi dalam botol dan dalam air……….………..………. 87

Lampiran 10. Kromatogram sampel tanpa pemekatan……….. 92

Lampiran 11. Kromatogram optimasi eluen SPE….……….. 93

Lampiran 12. Kromatogram akurasi sampel air………..……….. 95

(17)

xvii

PENGARUH PAPARAN SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR BISFENOL A DALAM AIR YANG BERASAL DARI BOTOL POLIKARBONAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DENGAN METODE PENGAYAAN

Topan Fajar Pamungkas 098114022

INTISARI

Bisfenol A (BPA) atau 4-[2-(4-hydroxyphenyl)propan-2-yl]phenol merupakan bahan pembuat plastik polikarbonat. Senyawa ini mempunyai dampak negatif yaitu menganggu kerja endokrin dan menurunkan jumlah sperma pada pria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan sinar matahari dalam jangka waktu 0, 7, 14, 21, dan 28 hari terhadap kadar BPA yang bermigrasi ke dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dan dibandingkan dengan kontrol. BPA dalam sampel air dipekatkan dengan Solid Phase Extraction (SPE) kolom C18 (enrichment method) dan ditetapkan kadarnya menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan detektor UV

Didapatkan parameter validasi yang baik untuk proses pengayaan yaitu efisiensi sebesar 90.4962%, recovery antara 84,5746% sampai dengan 95,5770%, presisi antara 0,7156% sampai dengan 7,1677%. Limit of Quantitation (LOQ) dari penelitian ini adalah sebesar 0,0101 µg/mL.

Kadar yang diperoleh dari sampel perlakuan hari ke 0 pada kedua replikasi tidak dapat terdeteksi, untuk hari ke 7, 14, 21, dan 28 replikasi I berturut-turut adalah 0,0148 µg/mL, 0,0256 µg/mL, 0,0355 µg/mL, 0,0768 µg/mL dan replikasi II berturut-turut adalah 0,0126 µg/mL, 0,0176 µg/mL, 0,0337 µg/mL, 0,0626 µg/mL. Pada semua kelompok kontrol hanya bisa terdeteksi pada hari ke 28, yaitu sebesar 0,0121 µg/mL dan 0,0118 µg/mL.

(18)

xviii

Effect Of Sunlight Exposure To Bisphenol A Concentration In The Water Leached From Polycarbonate Bottle With Riversed-Phased High

Performance Liquid Chromatography By Enrichment Method

Topan Fajar Pamungkas 098114022

Abstract

Bisphenol A (BPA) or 4-[2-(4-hydroxyphenyl)propan-2-yl]phenol is the raw material to make polycarbonate plastics. This material has negatif effects such as can disturb endocrine function, and reduce quantity of sperm. The aim from this study is to determine effect of sunlight exposure with 0, 7, 14, 21, and 28 days intervals to BPA concentration in the water leached from polycarbonate bottles compared with control determined by high performance liquid chromatography UV detector by enrichment method with solid phase extraction (SPE) C18.

Validation for enrichment method was good with various parameters such as efficiency 90,0836%; recovery between 84,5746% to 95,5770%, precision between 0,7156% to 7,1677%. Limit of quantification (LOQ) was 0,0101µg/mL.

BPA in treatment samples was not detected in day 0 in both replications, in day 7, 14, 21, 28 first replication BPA amount was 0,0148 µg/mL, 0,0256 µg/mL, 0,0355 µg/mL, 0,0768 µg/mL, in second replication was 0,0126 µg/mL, 0,0176 µg/mL, 0,0337 µg/mL, 0,0626 µg/mL. In control samples BPA a was not detected in day 0, 7, 14, 21. In day 28 first and second replication was 0,0121 µg/mL and 0,0118 µg/mL.

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Dalam dunia yang bersifat modern seperti saat ini, masyarakat lebih mengutamakan pola hidup yang bersifat praktis dan tidak susah. Tuntutan hidup yang menyita waktu tersebut juga membuat pola makan masyarakat menjadi berubah. Makan dan minum yang sebelumnya biasa dilakukan di rumah atau di rumah makan tidak jarang sampai dilakukan di tempat kerja, kantor, sekolah atau bahkan saat kita masih dalam perjalanan. Untuk membawa makanan atau minuman ke tempat bekerja atau tujuan lain biasanya digunakan suatu wadah atau kemasan untuk melindungi makanan dari kerusakan, kotoran dari luar, kerusakan kimia atau biolgis (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2009).

(20)

Kemasan plastik yang beredar di pasaran terbuat dari bermacam-macam bahan, antara lain polyethylene terephthalate (PET), polyvinyl chloride (PVC), polypropylene (PP), high density polyethylene dan polikarbonat (PC).

Bahan-bahan yang digunakan sebagai material pembuat plastik diidentifikasikan dengan kode penomoran antara nomor satu sampai dengan tujuh di luar kemasan tersebut. Selain dengan penomoran, di luar kemasan plastik juga terdapat tanda food grade yang aman digunakan sebagai kemasan untuk makanan atau pun minuman.

Bisfenol A atau yang biasa disingkat dengan BPA merupakan salah satu bahan pembuat plastik jenis polikarbonat. Kemasan plastik jenis polikarbonat masih banyak digunakan masyarakat sebagai pengemas makanan atau minuman. Plastik polikarbonat keunggulan mempunyai warna bening, kuat, ringan, dan relatif tahan terhadap suhu yang tinggi (Messey, 2003). Keunggulan yang dimiliki oleh plastik polikarbonat membuat plastik jenis tersebut banyak digunakan oleh masyarakat. Contoh penggunaan plastik polikarbonat adalah pada kemasan atau botol air minum, botol susu, dan kemasan makanan (Messey, 2003).

(21)

senyawa bisfenol A mempunyai struktur yang mirip dengan estrogen dalam tubuh (Felis, Ledakowicz, dan Miller, 2011).

Bisfenol A yang dikonsumsi oleh ibu hamil bisa berpengaruh terhadap janin yang dikandung olehnya. Penelitian yang dilakukan oleh Schönfelder, Wittfoht, Hopp, Talsness, Paul, Chahoud pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 37 subjek uji ibu hamil ras kukasoid terdapat senyawa bisfenol A baik di dalam plasma ibu, plasma janin, maupun plasenta. Hal itu menunjukka bahwa konsumsi air yang mengandung senyawa bisfenol A oleh ibu hamil bisa menyebabkan terpaparnya janin yang sedang dikandungnya.

Faktor yang mempengaruhi migrasi senyawa bisfenol A dari kemasan plastik ke makanan atau minuman salah satunya karena terpapar sinar matahari. Sinar matahari mempunyai cukup energi yang mampu menguraikan senyawa-senyawa kimia dalam plastik termasuk senyawa-senyawa bispenol a (Felis, Ledakowicz, dan Miller, 2011). Apabila kemasan plastik terpapar sinar matahari yang terus menerus bisa menyebabkan berpindahnya bisfenol A dari kemasan plastik ke makanan atau minuman sehingga bisa masuk ke dalam tubuh kita melalui makanan dan minuman tersebut.

(22)

Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol dengan tujuan untuk mengetahui apakah botol yang terkena pemanasan matahari dalam jangka waktu tertentu dapat melepaskan senyawa bisfenol A ke dalam air yang mengisi botol tersebut dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik dengan preparasi sampel menggunakan ekstraksi fase padat.

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan instrumen yang digunakan untuk menganalisis senyawa yang ada dalam suatu sampel baik berupa senyawa tunggal maupun senyawa campuran. Instrumen KCKT bisa digunakan alat untuk menganalisis senyawa-senyawa dalam sampel karena mempunyai keunggulan seperti bisa memisahkan senyawa campuran, mempunyai sensitifitas yang cukup baik, waktu analisis yang relatif cepat dan bisa dipasangkan dengan berbagai macam kolom maupun detektor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dengan pengaruh paparan sinar matahari.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar berlakang yang ada, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah solid phase extraction C18 mampu memekatkan konsentrasi bisfenol A dalam sampel air?

(23)

perbedaan kadar jika dibandingkan dengan yang tidak mengalami paparan sinar matahari?

c. Berapakah kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat yang diberi paparan sinar matahari dan tanpa mengalami pemaparan sinar matahari?

2. Keaslian penelitian

(24)

3. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat mengatahui kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dengan pengaruh paparan sinar matahari dibandingkan dengan kadar bisfenol A yang bermigrasi ke air tanpa pengaruh paparan sinar matahari. b. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

prosedur penggunaan SPE untuk memekatkan sampel air dan metode KCKT dalam penetapan kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dengan pengaruh paparan sinar matahari dan tanpa pengaruh paparan sinar matahari.

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalah yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengatahui apakah solid phase extraction C18 mampu memekatkan konsentrasi bisfenol A dalam sampel air.

2. Mengetahui pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dibandingkan dengan kadar bisfenol A yang bermigrasi dari botol plastik ke air tanpa pemaparan sinar matahari.

(25)
(26)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Plastik Polikarbonat

Plastik merupakan bahan sintesis organik, yang berbentuk padatan. Salah satu proses pembuatan plastik adalah dengan cara polimerisasi. Proses polimerisasi dimulai dengan mereaksikan monomer-monomer pembentuk plastik, diikuti dengan hilangnya ikatan rangkap atau ikatan ganda tiga menjadi molekul polimer. Peristiwa ini berlangsung sedemikian lama, selama pada ujungnya terdapat gugus yang mampu bereaksi. Produk polimerisasi misalnya polietilen, polipropilen, polivinil klorida (Voigt, 1995).

Polikarbonat (PC) merupakan polimer termoplastik yang biasanya digunakan untuk keperluan mekanik. Polikarbonat mempunyai karakteristik mempunyai sifat yang keras dan bening. Pembuatannya dilakukan dengan proses polikondensasi dari antara bisfenol A dan phosgene dalam metilen klorit atau air. Polikarbonat yang banyak terdapat di pasaran mempunyai berat molekul antara 20.000 sampai dengan 50.000 (La Mantia, 2002).

(27)

untuk membuat peralatan rumah tangga seperti toples atau botol susu bayi (Barnetson, 1996).

Tabel 1. Sifat-sifat plastik polikarbonat

Koefisien ekspansi panas (40O C) (/K) 1,2 x 10 -4

Kerapatan (g/cm3) 1.200

Konstanta dielektrikum (1 kHz) 3,02 Temperatur transisi gelas (OC) 144 Titik leleh (OC) (isokratik) 207

Indeks refraktif 1,568

(La Mantia, 2002). Polikarbonat adalah termoplastik yang dibuat dengan proses phosgenasi atau transesterifikasi alkohol aromatik dihidrat seperti bisfenol A. Mempunyai sifat kuat terhadap tekanan, tidak menyerap udara dari luar, cukup tahan terhadap panas. Proses pencetakan dilakukan dengan injeksi, pengecoran dengan tiupan, dan pencetakan dengan panas. Biasa digunakan untuk bahan telepon, gigi tiruan, peralatan makan, dan kotak penyimpan makanan / minuman. Bisa disebut dengan polikarbonat, PC, atau polikarbonat resin (Messey, 2004).

Menurut Chan dan Balke (1997), mekanisme hidrolisis pada plastik polikarbonat terjadi pada suhu tinggi, yaitu pada suhu antara 340-380OC. Mekanisme ini menghasilkan CO2 dan bisfenol A.

(28)

Penggunaan plastik polikarbonat tidak terbatas hanya pada dalam ruangan, tetapi juga tidak jarang digunakan untuk keperluan luar ruangan. Sinar matahari, kelembaban, dan oksigen dapat menyebabkan terdegradasinya polikarbonat. Mekanisme photodegradation polikarbonat terbagi menjadi 2 berdasarkan panjang gelombang yang diserap oleh polikarbonat. Mekanisme pertama photodegradation adalah melalui proses photo-Fries rearrangement. Mekanisme ini muncul apabila gelombang cahaya yang diserap kurang dari 300 nm. Mekanisme yang kedua adalah melalui proses photo-oxidation. Mekanisme photo-oxidation terjadi apabila panjang gelombang yang diserap lebih dari 340 nm. Sinar matahari memancarkan gelombang cahaya lebih dari 300 nm, tetapi bisa juga memancarkan gelombang cahaya kurang dari 295 nm. Oleh sebab itu, baik mekanisme photo-Fries rearrangement dan photo-oxidation mungkin terjadi pada saat penggunaan plastik polikarbonat pada luar ruangan (Diepens, 2007).

(29)

Gambar 3. Mekanisme photo-oxidation pada polikarbonat

B. Bisfenol A

Bisfenol A (BPA) atau dengan nama lain 2,2-(4,4’ -dihidroksidifenil)propana, 4,4’- isopropilidendifenol, atau 2,2’ -bis(4-hidrokfenil)propana dengan rumus kimia (CH3)2C(C6H4OH)2 (del Olmo, Gonzalez-Casado, Navas, Vilchez, 1997) telah banyak digunakan sebagai pembuat plastik polikarbonat dan resin epoksi (Szymański, Rykowska, Wasiak, 2006).

Struktur dari bisfenol A sebagai berikut:

OH HO

CH3 CH3

(Nerin, Philo, Salafranca, Castle, 2002).

(30)

Bisphenol (dua fenol dan aseton), merupakan bahan utama dari pembuatan polikarbonat yang diproduksi dengan cara mengkombinasikan aseton dengan fenol. Polikarbonat termasuk dalam golongan poliester amorf karena mengandung ester dari asam karboksilat dan bisfenol aromatik (Lokensgard, 2010).

OH

2 H3C C CH3

O CH3

CH3

HO OH

fenol aseton bisfenol a air

H2O

(Lokensgard, 2010). Menurut Vandenberg, Hauser, Marcus, Olea, Welshons (2007) banyak produk yang digunakan masyarakat mengandung bisfenol A yang kemungkinan besar bisa masuk dalam tubuh. Sumber bisfenol A yang utama diperoleh dari peralatan – peralatan plastik seperti botol bayi, botol plastik, dan berbagai makanan awetan yang disimpan dalam kaleng yang terbuat dari bahan resin epoksi.

(31)

Menurut penelitian Moriyama dkk (2002) bisfenol A dapat menghambat fungsi tiroid, menghambat transkripsi reseptor hormon toroid (TRs) dengan cara betindak menjadi senyawa antagonisnya. Bisfenol A bekerja dengan cara menekan aktivitas transkripsi yang distimulasi oleh hormon tiroid (T3). Al-Hisayat, Darmani, Elbetieha (2002) mengatakan bahwa pemberian bisphenol a yang pada mencit jantan dewasa galur Swiss dengan dosis 25 dan 100 µ g/kg/hari menyebabkan menurunnya jumlah produksi sperma harian yang berkorelasi dengan penurunan fertilitas pada mencit jantan tersebut. Dosis 5 µg/kg/hari pada mencit jantan juga menyebabkan peningkatan berat testis.

Beberapa lembaga kesehatan di dunia menentukan batas konsumsi harian bisfenol A yang masih diperbolehkan atau tolerable daily intake (TDI), Kanada sebesar 0,025 mg/KgBB.hari (Health Canada, 2008), di Eropa 0,01 mg/KgBB.hari (SCF, 2012), 0,05 mg/KgBB.hari (EFSA, 2013), Jepang 0,05 mg/KgBB.hari (AIST, 2007).

C. Radiasi Sinar Matahari

(32)

Gambar 5. Jenis – jenis spektrum elektromagnetik (US Drug and Food Admininstration,

2012).

Sinar matahari merupakan sumber utama sinar ultraviolet bagi bumi. Sinar UV yang dipancarkan matahari dibagi menjadi 3, yaitu UV A, UV B dan UV C. Sebagian besar sinar UV B dan UV C dapat diabsorbsi oleh lapisan ozon bumi, tetapi residu dari sinar UV B masih bisa mencapai tanah. Residu sinar UV B tersebut bisa diabsorbsi oleh protein dan DNA yang bisa berakibat fatal, seperti terjadinya kanker (Gruijl, 1999).

Peneliti menggolongkan sinar UV menjadi tiga jenis, yaitu :

1. UV A: panjang gelombang 320 – 400 nm. Tidak diabsorbsi oleh lapiran ozon.

2. UV B: panjang gelombang 290 – 320 nm. Sebagian besar diabsorbsi oleh lapisan ozon, tetapi hanya beberapa yang mencapai permukaan bumi.

3. UV C: panjang gelombang 100 – 290 nm. Seluruhnya diabsorbsi oleh lapisan ozon dan atmosfer (US Enviromental Protection Agency, 2010).

(33)

berlebih bisa menyebabkan penyakit akut dan kronis pada kulit, mata, dan sistem imun. Efek kronis yang paling banyak terjadi dalam masyarakat adalah kanker kulit dan katarak.

Degradasi plastik yang disebabkan oleh sinar UV pada sinar matahari biasanya disebabkan karena plastik digunakan untuk keperluan luar ruangan. Spektrum UV yang sangat berpengaruh dalam degradasi plastik berkisar antara 290 sampai 400 nm. Radiasi oleh sinar UV pada plastik dapat menyebabkan permukaan plastik menjadi buram, karena lapisan film yang ada mengalami kerusakan ikatan antar partikel penyusunnya. Selain itu radiasi sinar UV juga menyebabkan perubahan warna, hilangnya komponen penyusun fisik dan rusaknya ikatan antar penyusunnya (Sanders, 2003).

(34)

D. Solid Phase Extraction (SPE)

Solid phase extraction atau ekstraksi fase padat adalah salah satu tahap

preparasi sampel sebelum dilakukan analisis. Preparasi yang dilakukan meliputi isolasi senyawa yang diinginkan, pembersihan senyawa dari pengotor – pengotor (Dean dan Dean, 2009).

Solid phase extraction (SPE) merupakan salah satu cara yang paling

banyak digunakan untuk preparasi sampel. Analit yang tertahan dalam fase diam, kemudian dielusi menggunakan sejumlah kecil pelarut organik yang sesuai. Kelebihan SPE dibanding dengan ekstraksi cair-cair yaitu hanya membutuhkan pelarut dalam jumlah yang kecil, kontaminan lebih sedikit, dan recovery yang dihasilkan lebih baik. Solid phase extraction cocok digunakan untuk memekatkan suatu analit yang jumlahnya kecil sebelum dianalisis menggunakan HPLC (Cornelis, Crews, Caruso, Heumann, 2003).

Pemisahan pada solid phase extraction (SPE) didasarkan pada interaksi antara fase cair (yang berisi matrik sampel atau pelarut dengan analit) dengan fase padat (sorben). Perbedaan kepolaran antara pelarut dengan senyawa yang diinginkan menyebabkan senyawa yang diinginkan tertahan pada fase padar (sorben) pada SPE. Untuk menarik kembali senyawa yang diinginkan dari sorben, maka dilakukan pengelusian ulang SPE dengan pelarut yang sesuai (Żwir-Ferenc, Biziuk, 2006).

Solid phase extraction (SPE) atau ekstraksi fase padat merupakan cara

(35)

chromatography (HPLC). Prinsip dasar dari penggunaan SPE adalah analit yang

terkandung dalam larutan dengan volum yang relatif besar dapat tertahan dalam fase diam yang ada dalam kolom SPE. Analit yang tertahan dalam fase diam kolom tersebut kemudian diambil kembali menggunakan pelarut yang sesuai untuk didapatkan konsentrasi yang lebih pekat dari sebelumnya (Cornelis, Crews, Caruso, Heumann, 2003).

SPE yang paling banyak ditemui dipasaran adalah SPE tipe cartridge. SPE jenis ini merupakan SPE untuk sekali pakai. Bahan pembuat badan SPE ini berasal dari bahan polipropilen yang memenuhi standar kesehatan. Pada bagian frit yang berfungsi untuk menahan fase diam diproduksi menggunakan bahan

polipropilen atau stainless steel yang mempunyai porositas antara 10-20 µm. SPE cartridge yang ada dipasaran mempunyai berbagai macam ukuran volum

(36)

Gambar 6. Solid phase extraction tipe cartridge

Kelebihan solid phase extraction dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah:

 Bisa mengekstraksi senyawa lebih banyak  Pemisahan yang terjadi lebih efektif  Pelarut yang digunakan lebih sedikit

 Penarikan kembali senyawa yang diinginkan lebih mudah

Kelebihan yang dimiliki oleh SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair memungkinkan recovery yang dihasilkan menjadi lebih baik. Menggunakan SPE dapat dimungkinkan untuk dapat menghilangkan seluruh pengotor yang ada dalam analit. Namun, ada beberapa kekurangan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, diantaranya yaitu :

 Analit yang terperangkap dalam fase diam bersifat irreversible

(37)

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi adalah metode pemisahan dimana komponen yang dipisahkan terdistribusi dalam dua fase yaitu fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) yang bergerak ke satu arah (Gandjar dan Rohman, 2007). Keunggulan metode KCKT yaitu waktu analisis yang dilakukan relatif lebih singkat, kolom KCKT bisa dipakai untuk analisis berkali – kali, resolusi hasil pemisahan lebih baik dibanding dengan metode lain (KLT dan spektrofotometer), dan bisa digunakan untuk analisis senyawa yang mudah menguap dan termolabil (Synder & Kirkland, 1979).

KCKT fase terbalik hampir memiliki seluruh kesamaan pada KCKT pada umumnya. Namun, kolom yang digunakan dimodifikasi menjadi non polar melalui pelekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang pada permukaannya secara sederhana. Kolom yang digunakan biasanya berupan kolom atom karbon 8 atau 18. Contoh pelarut polar yang biasa digunakan dalam KCKT fase terbalik adalah alkohol atau metanol (Gritter, 1991).

(38)

Gambar 7. diagram rangkaian alat pada sistem KCKT

Wadah yang digunakan sebagai tempat fase gerak haruslah bersifat bersih dan inert. Bisa digunakan wadah pelarut kosong atau labu laboratorium. Fase gerak yang digunakan haruslah bebas dari gas yang nantinya akan mengganggu analisis yang akan dilakukan. Untuk menghilangkan gas dilakukan proses degassing. Pelarut-pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak dianjurkan menggunakan pelarut yang mempunyai kemurnian tinggi, datau sebisa mungkin menggunakan pelarut yang sesuai untuk instrumen KCKT (KCKT grade) (Gandjar dan Rohman, 2007).

(39)

perlu dilakukan lagi. Bila dibutuhkan proses penyaringan maka digunakan membrane filter yang mempunyai diameter 0,5 µm. (Snyder, Kirkland, Dolan, 2009).

Dasar pemilihan fase gerak yang paling utama adalah bisa untuk memisahkan senyawa yang akan dianalisis dengan cepat dan efisien. Selain itu pertimbangan lain dalam pemilihan fase gerak adalah :

a. Viskositas, pelarut yang memunyai viskositas rendah membuat proses elusi menjadi lebih cepat serta tekanan yang digunakan lebih rendah.

b. UV transparency, bila menggunakan detektor UV, fase gerak yang digunakan tidak boleh mempunya serapan pada panjang gelombang UV. c. Kemurnian, perlarut harus semurni mungkin agar tidak mengganggu dalam

proses analisis dan tidak merusakkan bagian dari instrumen KCKT seperti kolom.

d. Inert, pelarut tidak boleh bereaksi dengan sampel. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi degradasi atau adanya perubahan dari senyawa analit (Meyer, 2004).

Detektor yang digunakan pada KCKT haruslah bisa mendeteksi semua senyawa yang diinjeksikan ke dalam sistem KCKT. Detektor yang ideal pada KCKT mempunyai beberapa persyaratan umum antara lain:

a. Cukup sensitif untuk mendeteksi senyawa yang akan dianalisis

(40)

c. Bisa untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang jumlahnya kecil (trace analysis)

d. Mudah didapatkan, awet, dan harganya relatif murah (Meyer, 2004).

Detektor ultraviolet (UV) merupakan detektor yang paling banyak digunakan pada sistem KCKT karena dirasa cukup sensitif, bisa untuk menganalisis banyak senyawa, relatif tidak terpengaruh oleh adanya perubahan temperatur dan bisa digunakan untuk elusi menggunakan sistem gradient. Lampu yang digunakan sebagai detektor UV ada 2 macam, yaitu lampu deuterium dan lampu tungsten-halogen. Lampu deuterium mempunyai spektrum antara 600nm, sedangkan lampu tungsten-halogen mempunyai spektrum antara 340-800nm (Meyer, 2004).

(41)

F. LANDASAN TEORI

Wadah merupakan suatu substansi padat yang biasa digunakan masyarakat untuk menyimpan sesuatu. Kemudahan dalam penggunaan menjadi salah satu pertimbangan banyak digunakannya wadah oleh masyarakat. Salah satu wadah yang sering dipakai adalah wadah yang terbuat dari plastik, karena wadah plastik mempunyai bentuk dan ukuran yang bermacam-macam sesuai dengan tujuan penggunaanya, sifatnya yang kuat, serta mudah didapatkan di pasaran.

Sering kali wadah plastik terpapar oleh sinar matahari yang intensitasnya relatif banyak di Indonesia. Sinar matahari merupakan sumber dari sinar UV yang mempunyai energi besar sehingga dapat menguraikan wadah plastik menjadi bentuk monomer penyusunnya kembali. Salah satu monomer penyusun plastik adalah bisfenol A. Bisfenol A mempunyai dampak buruk bagi kesehatan manusia karena bisa mengganggu sistem endokrin dan meningkatkan aktivitas estrogen dalam tubuh.

Solid phase extraction (SPE) merupakan suatu metode preparasi yang biasa digunakan sebelum analisis dilakukan. Preparasi yang biasa dilakukan menggunakan SPE meliputi clean up sampel dari pengotor-pengotor yang mengganggu dan pemekatan konsentrasi sehingga dihasilkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk menjamin terdeteksinya senyawa yang akan kita teliti. Prinsip dari SPE adalah pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan kepolaran antara analit dengan fase diam dan eluennya.

(42)

digunakan sebelumnya sudah di ekstraksi menggunakan ekstraksi fase padat. Prinsip dari KCKT adalah pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan kepolaran dengan kolom fase diam.

G. Hipotesis

1. SPE C18 dapat digunakan untuk memekatkan konsentrasi bisfenol A dalam sampel air

2. Semakin lama paparan sinar matahari maka kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol akan meningkat.

(43)

Bagan penelitian ini adalah sebagai berikut:

air dalam botol polikarbonat

dipekatkan menggunakan solid phase extraction

diinjeksikan dalam KCKT

(44)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian dengan rancangan penelitian eksperimental deskriptif karena diberikan perlakuan pada subjek uji.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Utama a.Variabel bebas.

Lama waktu pemanasan sinar matahari pada botol plastik yang berisi air b.Variabel tergantung

1) Kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol 2. Variabel pengacau

a.Varibel pengacau terkendali

1) Botol polikarbonat atau PC yang tercetak pada label di luar botol 2) Pelarut yang digunakan.

b.Variabel pengacau tak terkendali 1) Intensitas sinar matahari

(45)

C. Definisi Operasional

1. Bisfenol A yang ditetapkan kadarnya dalam penelitian ini adalah bisfenol A yang terkandung dalam air.

2. Solid phase extraction (SPE) atau ekstrasi fase padat adalah metode yang digunakan untuk membersihkan sampel dari pengotor–pengotor yang terkandung dalam air sampel yang bisa mengganggu dalam proses penetapan kadar bisfenol A dalam sampel atau bisa juga digunakan untuk memekatkan sampel yang mempunyai kadar kecil sehingga bisa terbaca oleh alat analisis. 3. Alat yang digunakan untuk menetapkan kadar bisfenol A dalam sampel

adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang terdiri dari seperangkat alat KCKT dengan fase diam kolom C18 dan fase gerak campuran asetonitril dan aquabides dengan campuran 70:30.

4. Kadar bisfenol a dalam air sampel ditetapkan dalam satuan µg/mL

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini memiliki

kualitas pro analysis kecuali dinyatakan lain, yaitu baku bisfenol A 97% (E.

Merck), metanol (E. Merck), acetonitril (E. Merck) dan aquabides. Sampel yang

(46)

E. Alat Penelitian

Seperangkat alat KCKT fase terbalik merek Shimadzu LC-2010C

(pompa merek Shimadzu, detektor UV-Vis merek Shimadzu), kolom

oktadesilsilan (C18) merek KNAUER C18 No. 25EE181KSJ (B115Y620) dengan

dimensi 250 x 4,6 mm, packing KROMASIL 100-5 C18, seperangkat computer

merek Dell B6RDZ1S Connexant Sistem RD01-D850 A03-0382 JP France

S.A.S., printer HP Deskjet D2566 HP-024-000 625 730, SPE merek Agilent mega BE-C18, 1GM 6 mL, ultrasonikator merek Retsch tipe T460 No. V935922013 EY, syringe, neraca analitik Ohaus Carat Series PAJ 1003 (max 60/120 g, min

0,001 g, d = 0,01/0,1 mg/s), penyaring milipore, mikropipet Socorex, organik and

anorganik solven membran filter Whatman polypropylene backed ukuran pori 0,5

µm dan diameter 47 mm, membran filter Whatman ukuran pori 0,45 µm dan

diameter 47 mm, pompa vakum, seperangkat alat gelas (Pyrex)

F. Tata Cara Penelitian

1. Preparasi sampel

a.Pemilihan botol sampel. Dipilih sejumlah botol air dari suatu supermarket dengan merek yang sama dan mempunyai label polikarbonat atau PC. b.Pengelompokan sampel. Botol sampel dibagi menjadi 2 kolompok,

(47)

Dari masing – masing kelompok tersebut, dibagi lagi menjadi 5 kelompok berdasarkan lama pemanasan atau penyimpanan tanpa pemanasan. Pengambilan sampel air dilakukan setelah pemanasan dan penyimpanan pada hari ke 0; 7; 14; 21 28 dengan asumsi lama pemanasan 1 hari adalah selama 7 jam, sehingga apabila sinar matahari tidak mencukupi 7 jam dalam satu hari, maka sisa waktunya akan dihitung pada hari berikutnya.

Dilakukan replikasi sebanyak 2 kali dengan perlakuan yang sama.

2. Pemekatan Sampel Air dengan Solid Phase Extraction (SPE)

Pemekatan sampel menggunakan alat SPE dengan fase diam C18 a. Optimasi dan Validasi penggunaan solid phase extraction :

1) Optimasi eluen SPE

 Digunakan beberapa fase gerak baik campuran maupun larutan tunggal

 Baku 0,15 ppm yang telah dilarutkan dalam akuabides sejumlah 100 mL dielusikan kedalam SPE kemudian dielusi menggunakan eluen metanol : air 50:50, metanol : air 75:25, dan metanol 100%  Baku yang sudah terekstraksi diinjeksikan dalam sistem KCKT dan

(48)

2) Validasi proses solid phase extraction :

 Baku 100 ppm sebanyak 0,15; 0,12; 0,09; 0,06; 0,03 mL ditambahkan air sampel hingga volumnya menjadi 100 mL

 Sampel diekstraksi pada sistem SPE dan dielusikan menggunakan metanol dengan jumlah sesuai dengan hasil optimasi dan diadd sampai volum 10 mL

 Baku dan sampel yang sudah terekstraksi diinjeksikan dalam sistem KCKT

 Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali dan dihitung perolehan kembalinya.

b. Pemekatan sampel menggunakan SPE

1) Pengkondisian SPE. Sebelum digunakan, SPE dikondisikan dengan cara mengelusikan 5 mL metanol dan 5 mL deionized water.

2) Pemekatan sampel menggunakan SPE. Sebanyak 100 mL air sampel dielusikan melewati SPE yang telah dikondisikan sebelumnya. Setelah semua sampel dielusikan melewati sistem SPE, elusikan metanol dengan jumlah sesuai dengan yang didapatkan dalam proses optimasi. Saring dengan milipore lalu degassing.

3. Pembuatan fase gerak

(49)

tersebut digojog dan disaring menggunakan kertas Whatman organik dan di degassing selama 15 menit.

4. Injeksi sampel ke dalam KCKT

Sebanyak 20 µL sampel hasil pemekatan dan telah disaring dengan milipore serta diawaudarakan selama 15 menit diinjeksikan ke sistem KCKT fase terbalik dengan detektor yang telah diatur pada panjang gelombang, flow rate, dan fase gerak yang didapat dari optimasi metode.

Hasil yang didapatkan berupa luas area kromatogram dari sampel. Kadar bisfenol A dalam sampel dihitung menggunakan persamaan kurva baku y = bx + a yang didapatkan saat optimasi dan validasi metode.

G. Analisis Hasil

1. Analisis kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi (tR) yang didapatkan dalam sampel dengan waktu retensi (tR) senyawa baku. 2. Analisis kuantitatif

(50)

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A yang terkandung dalam air dan dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi perlakuan paparan sinar matahari. Air yang diteliti dalam penelitian ini merupakan air yang ditempatkan di botol polikarbonat (PC) dimana botol polikarbonat mengandung senyawa bisfenol A yang digunakan sebagai bahan baku pembentuk polimernya (Messey, 2004). Bisfenol A diketahui menyebabkan dampak negatif bagi manusia seperti menurunnya jumlah produksi sperma harian yang berkorelasi dengan penurunan fertilitas pada penelitian yang dilakukan pada mencit jantan (Al-Hisayat, Darmani, Elbetieha, 2002).

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh bisfenol A membuat beberapa lembaga kesehatan dunia menetapkan batas konsumsi harian bisfenol A atau tolerable daily intake (TDI), seperti Kanada sebesar 0,025 mg/KgBB.hari (Health

(51)

meningkatkan frekuensi terpaparnya sinar matahari terhadap botol polikarbonat yang mereka gunakan.

Instrumen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dipilih peneliti karena KCKT merupakan instrumen yang cukup sensitif untuk menetapkan suatu kadar analit dan bisa memisahkan senyawa bisfenol A dengan pengotor-pengotor yang ada dalam air sampel. Selain itu KCKT juga lebih sensitif dari instrumen lain yang ada di laboratorium Universitas Sanata Dharma seperti kromatografi lapis tipis (KLT) densitometri. Bisfenol A ditetapkan dengan instrumen KCKT menggunakan detektor ultraviolet (UV) karena senyawa bisfenol A mempunyai gugus kromofor dan auksokrom yang bisa memberikan serapan pada panjang gelombang ultraviolet. Gugus kromofor bertanggungjawab terhadap serapan gelombang ultraviolet, sedangkan gugus auksokrom bertanggungjawab terhadap pergeseran panjang gelombang dan intensitas panjang gelombang. Pada gambar 1 ditunjukkan gugus kromofor dan auksokrom pada senyawa bisfenol A.

Gambar 8. Gugus kromofor dan auksokrom pada bisfenol A.

(52)

polikarbonat (starting material) yang nantinya bisa bermigrasi ke dalam air karena pengaruh paparan sinar matahari.

Penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Natasia (2013) mengenai optimasi dan validasi penetapan kadar bisfenol A pada sampel air maupun sampel botol polikarbonat (PC). Hasil optimasi yang dilakukan oleh Natasia (2013) diperoleh suatu sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan fase diam oktadesilsilan (C18), campuran fase gerak asetonitril : air (70:30), kecepatan alir 1,0 mL/menit, suhu oven 30O C, dan detektor UV dengan panjang gelombang 278 nm. Validasi sistem KCKT yang dilakukan oleh Natasia (2013) yang sudah memenuhi persyaratan validasi juga menjadi dasar dari penelitian ini.

A. Pengambilan dan Pembuatan Sampel

(53)

diperoleh kemudian dicuci menggunakan akuabides untuk menghilangkan pengotor yang mungkin berasal dari sisa-sisa produksi maupun pengotor yang berasal dari proses distribusi sampai dengan proses penyimpanan.

B. Proses Pemberian Perlakuan Pada Sampel

Botol yang didapat dan dibersihakan dengan pencucian diisi menggunakan akuabides sampai dengan volum 200 mL yang merupakan volum maksimal dari botol untuk dapat menampung air. Botol-botol yang terisi air kemudian dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok pelakuan merupakan botol yang diberi paparan sinar matahari dengan jangka waktu yang sudah ditentukan, yaitu 28 hari, 21 hari, 14 hari, 7 hari, dan 0 hari, dari masing-masing hari tersebut digunakan replikasi 2 kali. Untuk menjamin sinar matahari bisa terpapar merata pada botol, peneliti menggantungkan botol sampel pada suatu kawat sehingga memungkinkan sinar matahari bisa secara sempurna mengenai botol sampel. Durasi pemaparan sinar matahari untuk setiap harinya adalah selama 7 jam.

(54)

bisfenol A dari tiap-tiap interval. Dikhawatirkan bila interval hari yang diberikan terlalu dekat maka kenaikan kadar bisfenol A tidak terlalu terlihat.

C. Pemekatan Sampel Air

Proses pemekatan sampel air dilakukan menggunakan SPE dengan fase diam berupa C18 yang sudah dilakukan optimasi sebelumnya. Proses pemekatan sampel menggunakan SPE didasarkan pada polaritas dari senyawa yang akan dianalisis, dalam hal ini adalah bisfenol A, polaritas fase diam SPE, dan polaritas dari fase gerak (eluen). Tujuan dari proses pemekatan sampel adalah untuk menjamin terukurnya sampel yang akan diteliti. Menurut perkiraan peneliti, kadar sampel yang terdapat pada air cukup sedikit sehingga dikhawatirkan tidak akan terukur dengan instrumen KCKT jika tidak dilakukan pemekatan sebelumnya. Saat dilakukan orientasi pengukuran sampel tanpa proses pemekatan, kadar bisfenol A yang terdapat dalam air tidak dapat dikuantifikasi karena Area Under Curve (AUC) pada sampel sangat kecil (tercantum pada lampiran 10).

Pemekatan yang dilakukan dengan cara melewatkan sejumlah tertentu air sampel dengan volum yang besar kemudian dielusi dengan sejumlah kecil pelarut yang sesuai sehingga didapatkan peningkatan konsentrasi yang diharapkan nantinya bisa diukur menggunakan instrumen KCKT. Tahap-tahap yang dilakukan dalam suatu proses SPE adalah sebagai berikut:

a. Pengkondisan

(55)

b. Elusi air sampel

Sampel dengan volum tertentu dilewatkan ke sistem SPE. Analit yang mempunyai sifat yang sama dengan fase diam dapat tertahan dan analit atau pengotor yang tidak diinginkan akan keluar.

c. Pembilasan

Tujuan dari pembilasan adalah untuk menghilangkan pengotor yang ikut tertahan oleh fase diam. Biasanya digunakan pelarut yang mempunyai sifat kurang kuat agar analit yang diinginkan tidak ikut terbawa oleh pelarut pembilas ini

d. Elusi

Merupakan tahap untuk mengambil analit yang diinginkan. Pengambilan analit digunakan pelarut yang sesuai dan biasanya dengan jumlah sedikit dengan tujuan untuk mendapatkan konsentrasi yang lebih pekat dari sebelumnya.

(56)

D. Optimasi Eluen Solid Phase Extraction (SPE)

Langkah awal pada proses pemekatan sampel menggunakan SPE adalah dengan mengaktifkan fase diam C18 menggunakan metanol. Pengaktifan fase diam menggunakan metanol bertujuan untuk menghilangkan uap air yang mungkin terkandung dalam fase gerak SPE sehingga diharapkan proses pemekatan sampel menjadi optimal. Kemudian sistem SPE dialiri menggunakan akuabides dengan tujuan untuk menyesuaikan fase diam sebelum sampel dialirkan. Sampel yang digunakan merupakan sampel yang air sehingga pengkondisian menggunakan akuabides yang mempunyai hampir sifat sama.

Sebelum dilakukan proses penetapan kadar bisfenol A yang terkandung dalam sampel air menggunakan ekstraksi dengan SPE, terlebih dahulu peneliti menentukan eluen yang tepat sehingga bisa menarik senyawa bisfenol A yang tertahan di fase diam SPE. Tujuan dari penentuan eluen yang tepat adalah untuk menjamin bahwa seluruh senyawa bisfenol A yang tertahan pada fase diam SPE dapat terambil seluruhnya dan dapat diukur kadarnya dengan tepat.

(57)

Gambar 9. Kromatogram baku bisfenol A 1,5 ppm dalam air yang dielusi menggunakan metanol : air 50:50

(58)

Peneliti kemudian mengubah perbandingan eluen metanol : air menjadi 75 : 25. Setelah fase diam SPE diaktifkan menggunakan metanol dan dikondisikan menggunakan akuabides, 0,15 mL baku 100 ppm yang dilarutkan dalam akuabides sampai volum 100 mL dilewatkan dalam kolom SPE. Senyawa yang tertahan di fase gerak SPE diambil menggunakan perbandingan fase gerak metanol : air 75:25 sebanyak 10 mL.

Gambar 10. Kromatogram baku bisfenol A 1,5 ppm dalam air yang dielusi menggunakan metanol : air 75:25

(59)

sangat jauh dari ketentuan seharunya yaitu untuk kadar ≤ 10 ppm mempunyai toleransi perolehan kembali sebesar 80%-110% (Gonzales dan Herrador, 2007).

Peneliti mencoba menggunakan metanol 100% sebagai eluen untuk mengambil senyawa bisfenol A yang tertahan di fase diam SPE. Setelah fase diam SPE diaktifkan menggunakan metanol dan dikondisikan menggunakan akuabides, 0,15 mL baku 100 ppm yang dilarutkan dalam akuabides sampai volum 100 mL dilewatkan dalam kolom SPE. Senyawa yang tertahan di fase gerak SPE diambil menggunakan perbandingan fase gerak metanol 100% sebanyak 10 mL.

(60)

Dari hasil pengukuran, elusi menggunakan fase gerak metanol 100% menunjukkan peningkatan kadar yang dihasilkan dibandingkan dua fase gerak yang digunakan sebelumnya. Hasil perhitungan menunjukkan hasil perolehan kembali sebesar 92,9167%. Perolehan kembali tersebut sudah memenuhi kriteria untuk kadar ≤ 10 ppm yaitu antara 80%-110% menurut Gonzales dan Herrador (2007). Dengan demikian maka digunakan metanol 100% sebagai eluen untuk mengambil bisfenol A yang tertahan pada fase diam SPE.

E. Validasi Prosedur Analisis

1. Efisiensi Proses Pemekatan Sampel

Efisiensi proses pemekatan sampel menggunakan SPE digunakan untuk mengetahui seberapa efisien proses pemekatan yang dilakukan oleh peneliti. Selain itu juga untuk mengetahui apakah pemekatan yang dilakukan oleh peneliti dapat menghilangkan atau mengurangi senyawa bisfenol A yang terkandung dalam sampel. Untuk menghitung nilai akurasi dari penelitian ini dilakukan prosedur penambahan baku (standard addition method). Metode penambahan baku dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah tertentu baku ke dalam sejumlah tertentu sampel kemudian dilakukan proses pemekatan menggunakan SPE. Sampel yang sudah diadisi dan dilakukan proses pemekatan dibandingkan dengan sampel yang diadisi tanpa melalui proses pemekatan.

(61)

pada sampel yang diadisi baku tepat sebelum diinjeksikan ke sistem KCKT tanpa melalui proses pemekatan dengan SPE mempunyai rata-rata % recovery sebesar 105,4734%.

Tabel II. Rata-rata % recovery

Adisi Replikasi % Recovery (%)

Replikasi I 106,7463

105,4734 1.5077 Replikasi II 105,8653

Replikasi III 103,8084

dengan proses pemekatan

Replikasi I 95.9218

95.5770 0.5547 Replikasi II 94.9372

Replikasi III 95.8721

Tabel III. Efisiensi Proses Estraksi

Efisiensi recovery

pemekatan 95.5570 9.9164

tanpa proses pemekatan 105.4734 90.0836

2. Akurasi

Validasi merupakan parameter yang mempunyai syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk menunjukkan bahwa hasil analisis yang dilakukan telah memenuhi syarat untuk penggunaannya (Gandjar dan Rohman, 2007). Parameter validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketepatan (akurasi) dan LOQ (limit of quantitation).

(62)

nilai yang sebenarnya (Gandjar dan Rohman, 2007). Akurasi dinyatakan dengan % recovery, dan presisi dinyatakan dengan % CV. Untuk menghitung nilai akurasi

dan presisi dari penelitian ini dilakukan prosedur penambahan baku (standard addition method). Metode penambahan baku dilakukan dengan cara menambahkan

sejumlah tertentu baku ke dalam sejumlah tertentu sampel.

Penetapan % recovery dan % CV dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah ada pengaruh dari proses pemekatan yang dilakukan oleh peneliti. Pengaruh yang mungkin timbul dari proses pemekatan adalah hilangnya senyawa bisfenol A yang menyebabkan kadar bisfenol A yang terdapat pada sampel tidak terukur sepenuhnya. Nilai AUC yang diperoleh dari sampel yang sudah ditambahkan baku kemudian dilakukan perhitungan dengan mensubtitusikannya ke dalam kurva baku. Hasil pengukuran recovery dan CV ditunjukkan pada tabel IV.

Tabel IV. Akurasi dan presisi sampel air

Addisi

(63)

3. Linearitas dan Limit of Quantification (LOQ)

Linearitas merupakan kemampuan prosedur analisis untuk memperoleh hasil percobaan yang berbanding lurus dengan konsentrasi analit di dalam sampel (ICH, 2005). Linearitas suatu prosedur analisis dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) yang menyatakan korelasi antara jumlah analit dengan AUC yang dihasilkan dari pengukuran. Untuk mengukur linearitas antara konstentrasi dan AUC digunakan program powerfit.

Nilai r yang diperoleh dari proses pemekatan tersaji pada tabel V. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai r yang diperoleh masih memenuhi kriteria, yaitu r ≥ 0,98 (Ahuja dan Dong, 2005).

Tabel V. Nilai linearitas kurva adisi

Linearitas (r) Replikasi I 0.9991

Replikasi II 0.9971

Replikasi III 0.9965

Rata-rata 0,9976

(64)

Tabel VI. uji t antara kurva adisi dengan kurva baku

Uji t t t < 2,201

Replikasi I 0,0176 tidak berbeda signifikan Replikasi II 0,0375 tidak berbeda signifikan Replikasi III 0,0279 tidak berbeda signifikan

Limit of Quantification (LOQ) merupakan konsentrasi terkecil dari suatu senyawa yang diteliti, dimana dengan konsentrasi tersebut senyawa yang diteliti masih dapat diukur dengan presisi tepat (Ahuja dan Dong, 2005). Dalam tabel VII disajikan nilai LOQ dari sampel air yang mengandung bisfenol A.

Tabel VII. Nilai Limit of Quantitation (LOQ)

kurva adisi LOQ (µg/mL)

LOQ rata-rata (µg/mL)

replikasi I 0,0065

0,0101 replikasi II 0,0115

replikasi III 0,0124

(65)

F. Penetapan Kadar Bisfenol A dalam Sampel air

1. Analisis Kualitatif Bisfenol A pada Sampel Air

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi bisfenol A baku dengan waktu retensi bisfenol A yang terdapat dalam sampel. Waktu retensi (tR) dapat digunakan untuk analisis kualitatif karena masing-masing senyawa memiliki waktu retensi yang spesifik pada kondisi tertentu. Kromatogram-kromatogram dibawah menunjukkan tR baku bisfenol A dan sampel air yang mengandung bisfenol A dan sampel yang diadisi menggunakan baku, dimana waktu retensi baku dan sampel mempunyai kemiripan sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam air sampel terkandung senyawa bisfenol A.

Gambar 12. kromatogram waktu retensi antara sampel dengan sampel air adisi baku

Tabel VIII. Waktu retensi (tR) pada sampel dan kurva adisi

(66)

2. Analisis Kuantitatif Bisfenol A pada Sampel Air

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung kadar bisfenol A yang bermigrasi dari botol ke air. Perhitungan kadar bisfenol A dalam air dilakukan berdasarkan persamaan kurva baku yang diperoleh oleh Natasia (2013) dalam proses validasi yaitu y = 18140,1915x -1437,3606. Dari proses perhitungan didapatkan kadar bisfenol A yang bermigrasi dari dari botol polikarbonat ke air yang disajikan dalam tabel IX sampai dengan tabel XII.

Tabel IX. Kadar bisfenol A dalam air dengan perlakuan paparan sinar matahari replikasi I

*ttd = tidak terdeteksi

Tabel X. Kadar bisfenol A dalam air dengan perlakuan paparan sinar matahari replikasi II

*ttd = tidak terdeteksi

Tabel XI. Kadar bisfenol A dalam air dengan tanpa perlakuan paparan sinar matahari (kontrol) replikasi I

hari ke- kadar bisfenol A

(67)

Tabel XII. Kadar bisfenol A dalam air dengan tanpa perlakuan paparan sinar matahari (kontrol) replikasi II

hari ke- kadar bisfenol A

*ttd = tidak terdeteksi

Gambar 13. Kurva kenaikan kadar bisfenol A pada sampel perlakuan dan kontrol replikasi I

Kurva Kenaikan Kadar BPA dalam Air Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Paparan Radiasi Sinar Matahari pada

Hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28 Replikasi I

perlakuan

(68)

Gambar 14. Kurva kenaikan kadar bisfenol A pada sampel perlakuan dan kontrol replikasi II

Peneliti melakukan uji perbedaan signifikansi slope b antara kadar sampel yang diberi perlakuan paparan sinar matahari dan kontrol. Dari uji t yang dilakukan didapatkan hasil yang signifikan dari perlakuan maupun kontrol baik pada replikasi I maupun pada replikasi II, dengan taraf kepercayaan 95% (p=0,05). Uji statistik tersebut menjelaskan bahwa ada perbedaan kadar antara sampel yang diberi perlakuan paparan sinar matahari dan kontrol yang tidak diberi perlakuan paparan sinar matahari.

Laju peningkatan kadar bisfenol A dalam air dapat ditentukan berdasarkan suatu orde reaksi, apakah mengikuti orde 0, 1, atau orde 2. Bila menganut orde 0, maka laju peningkatan kadar bisfenol A akan stabil sampai terjadinya kesetimbangan konsentrasi pada botol dan air. Bila menganut orde ke 1 atau kedua, laju peningkatan kadar bisfenol A mempunyai dua profil. Pada waktu tertentu di awal terjadinya reaksi, peningkatan bisfenol A akan cepat. Namun pada suatu titik

-0.0001

Kurva Kenaikan Kadar BPA dalam Air Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Paparan Radiasi Sinar Matahari

pada Hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28 Replikasi II

perlakuan

(69)

dimana reaktan yang ada sudah semakin berkurang, maka laju reaksi akan melambat.

Orde reaksi peningkatan bisfenol A ditentukan dengan cara membuat kurva regresi antara konsentrasi dengan kadar bisfenol A yang terkandung dalam air. Orde reaksi dipilih berdasarkan linearitas yang paling baik antara kurva orde reaksi 0, 1, dan 2.

Tabel XIII. Linearitas peningkatan kadar bisfenol A dalam sampel air replikasi I berdasarkan orde

Orde 0 Orde 1 Orde 2 Perlakuan 0,9500 0,9873 0,9767 Kontrol 0,7071 0,7071 0,7071

Tabel XIII. Linearitas peningkatan kadar bisfenol A dalam sampel air replikasi II berdasarkan orde

Orde 0 Orde 1 Orde 2 Perlakuan 0,9599 0,9935 0,9924 Kontrol 0,7071 0,7071 0,7071

(70)

Tabel XIV. Laju peningkatan bisfenol A setiap hari menurut orde 1 replikasi I

Laju peningkatan bisfenol A (µg/mL.hari)

perlakuan 0,0588

kontrol -

Tabel XV. Laju peningkatan bisfenol A setiap hari menurut orde 1 replikasi II

Laju peningkatan bisfenol A (µg/mL.hari)

perlakuan 0,0573

kontrol -

G. Laju Migrasi Bisfenol A dari Botol ke Air

Bisfenol A sejatinya merupakan senyawa yang terkandung dalam botol polikarbonat. Namun dengan adanya pengaruh dari luar seperti temperatur atau adanya radiasi sinar matahari, dapat dimungkinkan adanya perpindahan atau migrasi yang terjadi senyawa bisfenol A dari botol ke dalam air. Dari penelitian yang dilakukan oleh Kristiyanto (2013) tentang laju penurunan kadar bisfenol A dalam botol dengan pengaruh paparan sinar matahari dapat dilihat bahwa semakin lama paparan sinar matahari yang didapatkan, semakin berkurang kadar bisfenol A dalam botol. Berkurangnya kadar bisfenol A dalam botol disebabkan karena adanya migrasi senyawa bisfenol A dalam air maupun ke dalam lingkungan. Hal tersebut ditunjukkan dengan bertambahnya kadar bisfenol A dalam air semakin bertambahnya lama waktu paparan sinar matahari.

(71)

Gambar 15. Kurva hubungan kadar BPA dalam botol dan air pada sampel perlakuan replikasi I dan replikasi II

0

Kurva Hubungan Kadar BPA dalam Air dan dalam Botol Sampel Perlakuan Replikasi I

Kurva Hubungan Kadar BPA dalam Air dan dalam Botol Sampel Perlakuan Replikasi II

(72)

Gambar 16. Kurva hubungan kadar BPA dalam botol dan air pada sampel kontrol replikasi I dan replikasi II

Dari kurva hubungan kadar bisfenol A dalam air dan dalam botol bisa didapatkan suatu konstanta peluruhan. Konstanta peluruhan ditunjukkan sebabagi slope dalam kurva tersebut. Untuk sampel perlakuan didapatkan konstanta

peluruhan masing-masing untuk replikasi I dan replikasi II sebesar 402,57 dan 433,12. Sedangkan untuk sampel kontrol konstanta peluruhan untuk replikasi I dan

0

Kurva Hubungan Kadar BPA dalam Air dan dalam Botol Sampel Kontrol Replikasi I

y = -909.63x + 6897.9

Kurva Hubungan Kadar BPA dalam Air dan dalam Botol Sampel Kontrol Replikasi II

(73)
(74)

56

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Solid phase extraction (SPE) dengan kolom C18 bisa digunakan untuk meningkatkan konsentrasi bisfenol A yang terkandung dalam sampel air dengan efisiensi ekstraksi sebesar 90,0836%.

2. Kadar bisfenol A dalam air dengan perlakuan paparan sinar matahari pada hari ke 0, 7, 14, 21, 28 replikasi I berturut-turut adalah tidak terdeteksi, 0,0148 µg/mL, 0,0259 µg/mL, 0,0355 µg/mL, 0,0768 µg/mL dan replikasi II berturut-turut sebesar 0,0126 µg/mL, 0,0176 µg/mL, 0,0337 µg/mL, 0,0626 µg/mL. Sedangkan kadar bisfenol A dalam air tanpa perlakuan pada hari 0, 7, 14, 21 baik pada replikasi I dan replikasi II tidak terdeteksi, dan pada hari 28 replikasi I dan replikasi II berturut-turut 0,0121 µg/mL dan 0,0118 µg/mL.

3. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan didapatkan perbedaan yang signifikan dengan kepercayaan 95% antara sampel yang diberi perlakuan penyinaran matahari dan kontrol.

B. Saran

(75)

matahari yang dapat meningkatkan terjadinya migrasi bisfenol A ke dalam air yang berasal dari botol polikarbonat.

(76)

58

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja, S., and Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceuticals Analysis by HPLC Volume 6, 1st Edition, Elsevier Academic Press, Oxford, UK, p. 203.

Al-Hisayat, A. S., Darmani, H., Elbetieha, A. M., (2002), Effects Of Bisphenol A on Adult Male Mouse Fertility, European Journal of Oral Sciences;110: 163– 167

Andrady, A. L., Hamid, S. H., Hu, X., Torikai A., Effects of Increased Solar Ultraviolet Radiation on Materials, Journal of Photochemistry and Photobiology B: Biology 46 (1998) 96-103

Barnetson, A., 1996, Plastic Materials for Packaging, Rapra Technology Limited, Inggris, p. 18

Chan, J. H., dan Balke, S.J., 1997, Poly. Degrad. and Stab, pp. 57, 113.

Cornelis, R., Crews, H., Caruso, J., Heumann, K., 2003, Handbook of Elemental Speciation: Techniques and Methodology, John Wiley & Sons Ltd, USA, pp. 81, 99.

Dean, J. R., Dean, J. A., 2009, Extraction Techniques in Analytical Science, John Wiley & Sons, Ltd, United Kingdom, p. 49.

del Olmo, M., Gonzalez-Casado A., Navas, N.A., Vilchez, J.L., 1997, Determination of Bisphenol A (BPA) in Water by Gas Chromatography-Mass Spectrometry, Analytica Chimica Acta 346 87-92.

Diepens, M., 2009, Photodegradation and Stability of Bisphenol A Polycarbonate in Weathering Conditions, Library Eindhoven University of Technology

EFSA, 2013, Bisphenol A,

http://www.efsa.europa.eu/en/topics/topic/bisphenol.htm, diakses tanggal 8 April 2013.

European Chemicals Bureau, 2008, Updated Risk Assesment of 4-4’ -isopropylidenediphenol (Bisphenol-A), http://ecb.jrc.ec.europa.eu/, diakses tanggal 19 Maret 2013.

Felis, E., Ledakowicz, S., Miller, J. S., Degradation of Bisphenol A Using UV and UV/H2O2 Processes, Water Environ Res.,83(12):2154-8.

(77)

Gritter, R. J.,1991, Pengantar Kromatografi diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, edisi II, ITB, Bandung, p.206.

Gruijl, F. R., 1999, Skin Cancer and Solar UV Radiation, European Journal of Cancer, Vol. 35,No. 14.

ICH, 2005, Validation of Analytical Procedures: Text and Methodology, ICH Harmonised Tripartite Guideline

La Mantia, F., 2002, Handbook of Plastics Recycling, Rapra Technology Ltd, Inggris, pp. 15-16

Lokensgard, E., 2010, Industrial Plastic: Theory and Application, 5th Edition, Delmar Cengage Learning, Canada, pp. 454-455

Maragou, N., Makri, A., Lampi, E., Thornaidis, N., Koupparis, M., 2007, Migration of Bisphenol A from Polycarbonate Baby Bottles under Real Use Conditions, Journal Additives and Contaminants, TFAC-2007-112.R1

Massey, L. K., Permeability Properties of Plastics and Elastomers: a Guide to Packaging and Barrier Materials, 2nd Edition, William Andrew Publishing, USA

Messey, L. K., 2004, Film Properties of Plastics and Elastomers : a Guide to non-Wovens in Packaging Applications, 2nd Edition, Brent Beckley/William Andrew, p. 204

Meyer, Veronika, 2004, Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4th ed., John Wiley & Sons Ltd, Great Britain, pp. 7, 56-58,82, 87-90

Meyers, V., 2004, Practical High-Performanced Liquid Chromatography, 4th Edition, Wiley and Sons Inc., USA, pp. 58-76, 117.

Minister of Health Canada, 2009, Survey of Bisphenol A in Bottled Water Products, Bureau of Chemical Safety Food Directorate Health Products and Food Branch Canada.

Moriyama, K., Tagami, T., Akamizu, T., Usui, T., Aijo, M., Kanamoto, N., et al, 2002, Thyroid Hormone Action is Disrupted by Bisphenol A as an Antagonist, The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 87(11):5185–5190.

Gambar

Gambar 18. Kurva hubungan bisfenol A dalam botol dan air sampel kontrol
Tabel 1. Sifat-sifat plastik polikarbonat
Gambar 2. mekanisme photo-Fries rearrangement pada polikarbonat
Gambar 3. Mekanisme photo-oxidation pada polikarbonat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada face validity peneliti akan melakukan tes uji coba pada 5 subjek yang sesuai dengan kriteria peneliti untuk melihat apakah alat ukur nya dapat dipahami atau tidak dan pada

[r]

JUARA I TOURNAMENT SEPAK BOLA TINGKAT SMA DI XAVERIUS PAHOMAN,

[r]

Kabupaten/Kota Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan

PT Y memiliki target yaitu 100% untuk kualitas A pada keramik lantai berjenis Murano tetapi hasil produksi yang telah dicapai rata-rata hanya mencapai 93% dengan nilai sigma

Berdasarkan data dari Puskesmas Pagaden Barat pemberian ASI Eksklusif yang paling rendah yaitu Di Desa Cidadap sebanyak 51% dari 110 bayi.Tujuan dari penelitian

Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang