commit to user
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)
KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR
Penulisan Hukum ( Skripsi )
Disusun dan Diajukan Untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
MARDIYAN HADI NUGROHO E1107178
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)
KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR
Oleh
MARDIYAN HADI NUGROHO E1107178
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 30 Maret 2011
Dosen Pembimbing
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)
KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR
Oleh
MARDIYAN HADI NUGROHO E1107178
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 07 April 2011 DEWAN PENGUJI
1. Purwono Sungkowo Raharjo, S.H. ( ... ) Ketua
2. Wasis Sugamdha, S.H., M.H. ( ... ) Sekretaris
3 Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. ( ... ) Anggota
Mengetahui Dekan,
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : MARDIYAN HADI NUGROHO
NIM : E1107178
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF) KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi)
dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 30 Maret 2011
Yang membuat pernyataan
MARDIYAN HADI NUGROHO
commit to user
v
ABSTRAK
Mardiyan Hadi Nugroho, E1107178.2011. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUKN PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF) KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemegang hak atas tanah memperoleh perlindungan hukum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar dari 2 (dua) peristiwa konkrit atau fakta hukum, yaitu tentang prosedur pengadaan tanah serta musyawarah bentuk dan besarnya ganti kerugian.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, menentukan hukum in concreto ada tidaknya perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencangkup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Kemudian data tersebut dimintakan penjelasan dan konfirmasi dari Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Kabupaten Magetan, Kepala bagian Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magetan dan staff Badan Pertanahan Nasional Bagian Pengadaan Tanah. Analisis data yang yang dilaksanakan dengan interpretasi terhadap peristiwa konkrit (dalam permasalahan penelitian nomor 1 dan 2) untuk dijadikan peristiwa hukum (jawaban permasalahan nomor 1 dan 2). Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan nomor 3, perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam Pengadaan Tanah, digunakan silogisme deduksi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, Kesatu, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar sudah sesuai prosedur Keppres Nomor 55 tahun 1993, terbukti dengan adanya permohonan ijin pemabngunan, pembentukan panitia pengadaan tanah, panitia pengadaan tanah juga telah membentuk Tim Inventarisasi serta melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakan serta sosialisai yang di lakukan berkali-kali sampai terjadinya kesepakatan antara Panitia Pengadaan Tanah dengan masyarakat Pemegang Hak Atas Tanah. Kedua musyawarah bentuk dan besarnya ganti kerugian sudah terjadi kesepakatan, dengtan adanya Berita Acara Penyerahan Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi Nomor : 01/PLH/XII/2003 Dukuh Cemorosewu Desa Ngancar Kecamatan Plaosan, Nomor : 01/PLH/1/2004 untuk Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan serta perhutani di tukar dengan tanah penganti. Ketiga, Pemegang hak atas tanah mendapatkan perlindungan hukum dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar.
commit to user
vi ABSTRACT
Mardiyan Hadi Nugroho, E1107178.2011. LAW PROTECTION FOR
LANDHOLDER ON LAND PROCUREMENT FOR BUILDING NEW ROAD (ALTERNATIVE ROAD) BETWEEN MAGETAN RESIDENCE-KARANGANYAR RESIDENCE. Faculty of Law Sebelas Maret University.
The aims of this research is to know even the landholder have law protection on land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-karanganyar residence from 2 (two) concrete phenomenon or law fact, that are about procedure of land procurement and deliberation of form and number of compensation .
This research is prescriptive normative law research; decide in concerto law the resistant of law protection for landholder for land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-karanganyar residence. It uses secondary data. The secondary data include: primary law matter, secondary law matter, and tertiary law matter. It uses library technique to collect data. Then the data will be asked and confirm to chief of government administration Magetan residence, chief of directorate general of highway construction and maintenance (Bina Marga) public works department Magetan residence and staff of land affairs department, land procurement section. Data analysis that is performed with interpretation to concrete phenomenon (on research question number 1 and 2) in order to law phenomenon (answer question number 1 and 2). To get answer for question number 3, law protection for landholder on land procurement, used deductive syllogism.
Based on the result of the research and explanation the conclusions are; first, land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-karanganyar residence is appropriate for procedure of presidential decree number 55, year 1993, proved with application building license, land procurement committee forming, land procurement committee also forming Inventories team also do counseling to the people and socialization over and over until agreement reached between land procurement committee and landholder. Second: deliberation of form and number of compensation reached agreement; it is firmly by official report for transfer of land property and compensation payment Number: 01/PLH/XII/2003 Cemorosewu hamlet, Ngancar village, Plaosan sub district, Number: 01/PLH/1/2004 for Singolangu hamlet, Sarangan village, Plaosan sub district includes forestry department exchanged with land substitute. Third: land holder is protecting by law on land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-Karanganyar residence.
commit to user
vii MOTTO
Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di
dalamnya selama ada langit dan bumi kecuali jika Tuhanmu menghendaki;
sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.
“QS. Hud: 108”
Manusia yang paling lemah ialah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih
lemah dari itu ialah orang yang mendapatkan
banyak teman tetapi menyiakannya.
“Ali Bin Abu Thalib”
Rahasia terbesar dalam hidup: Melewati hari ini dengan penuh makna. Makna tentang cinta,
ilmu, dan iman. Dengan cinta hidup menjadi indah. Dengan ilmu
hidup menjadi mudah. Dan dengan iman hidup menjadi terarah.
“Safruddin”
Tidak ada keberhasilan dan kegagalan dalam hidup, yang ada hanya
prestasi sebagai batu loncatan.
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan terima kasih kepad a:
1. Allah SWT sang penguasa alam atas segala karunia, rahmat dan nikmat yang telah
diberikan-Nya;
2. Nabi Muhammad SAW, sebagai Uswatun Hasanah yang telah memberi suri tauladan
yang baik bagi umatnya;
3. Ayahanda Sukarni BA dan Ibunda tercinta Sumirah, S.H yang telah memberikan kasih
sayang yang tiada duanya kepada penulis;
4. Kakakku Yeni Kurniawati. S.Kep Ners selalu memberikan nasehat serta dukunganya;
5. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan juga untuk
kekompakan selama ini (Pandu, Tari, Ginanjar, Mahendra KP, Dewi Astutik, Nunung
Irawan);
6. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007;
7. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;
8. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan segala rahmat
dan hidayah-Nya. Yang selalu memberikan jalan dan kemudahan kepada penulis
sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)
KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR” dapat
terselesaikan tepat waktu.
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi
syarat-syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan permasalahan yang
dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam
menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak
yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung,
secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya;
2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga
akhir jaman;
3. Bapak Muhammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;
4. Pembantu Dekan I, yang telah membantu dalam pemberian ijin dilakukannya
penulisan ini;
5. Bapak Pius Triwahyudi S.H., M.S.I., selaku pembimbing skripsi dalam
penulisan hukum ini yang dengan kesabaran dan kebesaran hati telah
membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan
commit to user
x
6. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H. selaku Ketua Pengelolaan Penulisan Hukum
Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul
penulisan hukum ini;
7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu, atas semua ilmu pengetahuan yang tiada terkira
berharganya bagi hidup dan kehidupan penulis;
8. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas
Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang
telah diberikan;
9. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) Fakultas Hukum UNS;
10. Ayahanda Sukarni, B.A dan Ibunda Sumirah, S.H yang penuh kasih sayang
merawat dan membesarkan penulis, yang selalu memberikan dukungan moril
dan materiil sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan;
11. Kakakku Yeni Kurniawati. S.Kep. Ners selalu memberikan nasehat serta
dukunganya;
12. Teman-teman yang selalu membantuku Sri Lestari Handayani, Pandu Jaya
Hartono, Ginanjar Wahyudi, Mahendra Kusuma Priyambada, Dewi Astutik
Handayani, Nunung Irawan;
13. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta;
14. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas semua
bantuan baik materiil maupun imateriil.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna,
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan
hukum ini dan kedepannya sangat diperlukan dari para pembaca akan penulis
terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, 30 Maret 2011
commit to user
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Metode Penelitian ... 13
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 19
1. Tinjauan Tentang Perlindungan Hak Atas Tanah ... 19
2. Tinjauan Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.... 21
a) Pengadaan tanah ... 21
b) Kepentingan Umum ... 26
c) Panitia Pengadaan Tanah ... 31
d) Ganti Kerugian ... 35
e) Tata Cara atau Prosedur Pengadaan tanah bagi pelaksananan pembangunan untuk kepentingan umum ... 38
commit to user
xii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum Kabupaten Magetan... 47
B. Prosedur Dan Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan Jalan Tembus Kabupaten Magetan- Kabupaten
Karanganyar Di Kabupaten Magetan. ... 48 C. Bentuk Dan Besarnya Ganti Kerugian ... 64
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan... 72
B. Saran-Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Setelah Indonesia merebut kemerdekaan maka perjalanan yang akan di
lanjutkan oleh bangsa Indonesia adalah merubah keadaan bangsa Indonesia
menuju masyarakat yang lebih baik di segala bidang kehidupan yang tertuang
dalam sebuah pembangunan. Pembangunan bisa di istilahkan dengan
pertumbuhan, perubahan sistem, moderisasi atau perbaikan sosial ekonomi.
Dalam kaitannya dengan pembangunan, Lili Rasyidi berpendapat bahwa
“Pembangunan sebagai suatu cara mengubah masyarakat yang terpola dan
teratur di maksudkan untuk meningkatkan peradaban manusia, kualitas hidup
manusia baik kesehatan, intelektualitas, kesejahteraan maupun kesenangan
hidup”
Pada intinya, pembangunan adalah suatu proses yang akan berjalan terus
menuju kearah sistuasi yang lebih baik dari situasi sebelumnya. Sehingga
Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spirituil berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentaram,tertib dan dinamis
dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai
tujuan di maksudkan dibutuhkan suatu strategi tersendiri yang tertuang dalam
kebijaksanaan pemerintah (public policy). Kebijaksanaan pemerintah ini di
perlukan sebagai suatu acuan sekaligus merupakan kesimpulan dari banyaknya
kepentingan yang ada dalam masyarakat.
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang diterapkan
dalam pemerintah dalam bentuk pembangunan jangka pendek (PELITA) dan
pembangunan jangka panjang (PJP) menuntut adanya sesuatu sistematika
dalam pelaksanaanya. Hal ini akan menghindarkan dari suatu kesalahan yang
bisa berakibat fatal atau merugikan. Dengan perencanaan terdahulu akan di
commit to user
Pada pembangunan jangka panjang kedua ini, dititikberatkan pada
pembangunan bidang ekonomi sebagai pengerak utama pembangunan. Di
samping sebagai penggerak utama pembangunan, maka pertumbuhan ekonomi
sekaligus akan memberikan pedoman bagi pertumbuhan pembangunan
nasional pada umumnya.
Titik berat pada pembangunan bidang ekonomi di Indonesia dan pada
negara berkembang lainya, tidak lain adalah untuk memperbaiki kesejahteraan
sekaligus sebagi suatu hal yang di munculkan dari suatu tata ekonomi dunia
baru, yaitu tata ekonomi yang bersifat transnasional atau yang di istilahkan
dengan globalisasi ekonomi.
Sebagai suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari faktor-faktor lain, maka
pembangunan dibidang ekonomi membutuhkan banyak dukungan sarana
maupun prasarana yang berupa fisik maupun non fisik. Dukungan ini dapat
berbentuk kebijaksanaan pemerintah, dana, undang-undang atau peraturan
maupun sumberdaya manusia sendiri. Dan salah satu pendukung ekonomi
adalah bidang transportasi.
Sebagai urat nadi pembangunan ekonomi khususnya dan pembangunan
nasional pada umumnya, maka bidang transportasi menjadi kebutuhan pokok.
Dalam GBHN Bab IV huruf F bidang ekonomi angka 5, disebutkan :
Pembangunan transportasi yang berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan diarahkan
pasal terwujudnya sistem transportasi nasional yang handal,
berkemampuan tinggi, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang sekaligus mengerakan dinamika pembanguan mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung pola distribusi nasional, serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih memantabkan perkembangan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara.
Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah berkenaan dengan
penyediaan lahan untuk keperluan pembangunan prasarana transportassi
tersebut. Kita tahu bahwa jumlah tanah adalah konstan sementara jumlah
commit to user
tersendiri yang tepat, terlebih lagi akhir-akhir ini nilai tanah strategis baik dari
segi ekonomi, politik maupun sosial budaya.
Keberadaan tanah sangat penting artinya bagi manusia, karena tanah
merupakan salah satu sumber kehidupan. Setiap orang akan berusaha untuk
mendapatkan tanah dan berupaya memperjuangkannya untuk memenuhi hajat
hidupnya dan mempertahankan kehidupan dan ekosistem kelompoknya.
Karena tanah yang ada sangat terbatas dan tidak pernah bertambah, maka untuk
menghindarkan terjadinya benturan kepentingan antara individu dan kelompok
masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan akan tanah, pemerintah
sebagai pelaksana dari kekuasaan negara mempunyai peranan sesuai dengan
kewenangan yang ada padanya untuk mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah termasuk
mengatur hubungan-hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukum antara
individu atau kelompok masyarakat dengan tanah (Supardy Marbun, 2005.
“Persoalan Areal Perkebunan pada Kawasan Kehutanan”. Jurnal Hukum. Vol.
01, No. 1)
Ada berbagai kepentingan yang kelihatanya saling bertentangan antara
satu dengan yang lainnya berkenaan dengan persoalan tanah dalam
pembangunan. Di satu pihak pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai
sarana utama sedangkan dilain pihak sebagian besar dari warga masyarakat
juga memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat mata
pencahariannya. Bilamana tanah tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan
untuk keperluan pembangunan, maka harus mengorbankan hak asasi warga
masyarakat yang seharusnya jangan sampai terjadi dalam Negara yang
menganut prinsip “rule of law” akan tetapi bilamana hal ini di biarkan maka
usaha-usaha pembangunan akan macet.
Selain konteks politik dan ekonomi, sengketa tanah terjadi karena
lemahnya posisi hukum tanah komunal dalam kerangka hukum nasional. Status
commit to user
dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dapat
diringkas sebagai berikut yakni adat tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan nasional, adat tidak boleh bertentangan dengan sosialisme
Indonesia, adat tidak boleh bertentangan dengan hukum agraria atau hukum
pemerintah lainnya, semua tanah-tanah adalah milik negara. Merupakan
terjemahan dalam bahasa Indonesia yang disadur dari jurnal internasional yang
mengemukakan in addition to the political and economic contexts, land dispute
occur due to the weak legal position of communal lands in the frame work of
national law. the legal status of communal land rights indicated by adat in
indonesia set forth in agrarian law article 5 1960 may be summarized as
follows adat must not be contrary to national interests, adat must not be
contrary to indonesia socialism, adat must not be contrary to the princilpes of
agrarian law or other government law, all lands belong to the state (Minako
Sakai. 2002. “Land Dispute Resolution in the Political Reform at the time of
Desentralization in Indonesia”. The Indonesian Journal of Anthropology. Vol
Spesial, No. 15).
Dalam hal ini pemerintah perlu mengadakan pendekatan pada
masyarakat dengan memberikan pengertian bahwa tanah mempunyai fungsi
sosial sebagaiman diatur dalam Pasal 6 UUPA, yaitu bahwa semua hak atas
tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal ini akan menghubungkan antara negara
sebagai penguasa atas tanah dan rakyat sebagai pemegang hak atas tanah dalam
hal pembangunan.
Tanah mempunyai fungsi sosial apabila dikaitkan dengan usaha pemilikanya/penguasaanya maka usaha tersebut harus tidak akan menim bulkan kerugian pada lingkungan. Pemanfaatan tanah harus sesuai dengan kepentingan masyarakat banyak, karena tanah mempunyai fungsi sosial. Pengunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya ssifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kabahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara. Tetapi dalam pada itu, ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Undang-Undang Pokok Agraria
memperhatikan pada kepentingan-kepentingan perseorangan.
commit to user
haruslah salaing mengimbangi, hingga akhirnya akan tercapai tujuan pokok: kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Untuk itu perlu adanya perencanaan peruntukan dan pengunaan tanah. Sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, terpenuhilah fungsi sosialnya (Lieke Lianadevi Tukgali, 2010: 40-41)
Pemerintah selaku penyelengara pemerintahan tertinggi mempunyai
kewenangan untuk melakukan tindakan yang menyangkut kepentingan pribadi
warga masyarakat, apabila kepentingan umum menghendakinya berdasarkan
Pasal 18 UUPA yang menyebutkan bahwa: “Untuk kepentingan umum
termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari
rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang
layak dan menurut cara yang diatur oleh undang-undang”
Dalam Pasal 18 ini mengandung beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Pencabutan hak-hak atas tanah dimungkinkan tetapi ada syarat-syarat
harus dipenuhi terlebih dahulu.
2. Antara salah satu syarat yang terpenting adalah perlu diadakan
pengantian kerugian. Pencabutan hak atas tanah tersebut.
3. Syarat-syarat lain adalah pencabutan hak ini dilakukan demi kepentingan
umum. Dalam kepentingan umum ini termasuk kepentingan bangsa dan
negara serta kepentingna bersama dari rakyat. Kepentingan perseorangan
harus tunduk kepada kepentingan umum,
4. Oleh karena itu segala sesuatu ini dimaksudkan untuk memberi jaminan
kepada khalayak ramai, maka perlu diatur dalam bentuk undang-undang.
Jenis pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia berbeda dengan kepentingan umum di negara-negara lain. Karena kepentingan umum merupakan suatu konsep hukum, maka maknaya dapat ditafsirkan berbeda antara negara yang satu dengan negara lain, akan tetapi secara
general kepentingan umum mempunyai nilai-nilai yang universal.
commit to user
Untuk memberikan perlindungan sekaligus jaminan bagi atas khalayak
ramai berkenaan dengan pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan
pembangunan, maka dikeluarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961
tentang pencabutan Hak-hak Atas tanah dan Benda-beda yang Ada Diatasnya.
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 ini disebutkan:
Untuk kepentingan umum, termassuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Mentri Kehakiman dan mentri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya
Pengadaan tanah merupakan suatu keharusan untuk menunjang
terwujudnya sarana umum dan apabila pemerintah sendiri tidak mempunyai
tanah untuk itu maka satu-satunya jalan dengan pengadaan tanah dari tanah
yang dihaki atau dimiliki orang masyarakat baik secara individu maupun
kelembagaan. Tanah di Indonesia mempunyai fungsi sosial artinya kegunaan
tanah lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan umum
atau golongan. Yang menjadi kendala dalam melaksanakan fungsi sosial adalah
awamnya masyarakat, akibat dari awamnya masyarakat itu mereka mengangap
kepemilikan tanah iru berlaku mutlak, artinya hak kepemilikanya tidak bisa
digangu gugat oleh siapapun termasuk oleh Negara (Mudakir Iskandar, 2007:
5).
Negara mempunyai hak terhadap tanah untuk menguasai, sebagaimana
diterangkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penjabaran dari
UUD 1945 itu dijelaskan dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Agraria, yang di dalamnya mengatur dan membenarkan pengadaan
tanah untuk pembangunan kepentingan umum yang dalam Pasal 2 ayat (2) UU
commit to user
1. Kewenangan untuk mengatur dan menyelengarakan peruntukan
pengunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi air, dan ruang angkasa
tersebut.
2. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi air dan ruang angkasa.
3. Menentukan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum
yang mengenai bumi air dan ruang angkasa.
Sebagai aturan pelaksanaanya dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 55
Tahun 1993, tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum. Bahwa di dalam pencabutan hak-hak atas tanah dan
benda-benda yang ada diatasnya supaya hanya dilaksanakan benar-benar untuk
kepentingan umum dan dilakukan dengan hati-hati serta cara-cara yang adil
dan bijaksana, segala sesuatu sesuai dengan ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan Presiden maupun Peraturan Presiden ini akan memberikan
gambaran bahwa pemerintah tidak begitu saja mengambil tanah dari rakyat
walaupun dipergunakan untuk pembangunan. Pelindungan terhadap pemegang
hak atas tanah tetap menjadi perhatian utama, terlebih lagi bahwa sebagian
besar warga masyarakat Indonesia bermata pencaharian petani.
Kebijakan ini tidak lain mengigatkan kesejahteraan masyarakat pada
umumnya dan bukan sebaliknya. Sebuah kebijakan harus memperhatikan
dampak yang akan timbul baik pada waktu dekat maupun pada jangka panjang
tentunya akan banyak bersentuhan dengan faktor-faktor lain.
commit to user
Dalam peraturan presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006, disebutkan bahwa Pengadaan Tanah adalah
setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi
kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan pengadaan tanah selain bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum harus dilakukan dengan
cara jual-beli, tukar-menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela
oleh pihak yang bersangkutan. Di dalam pengadaan tanah ada beberapa
istilah-istilah sebagai berikut :
1. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan
hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.
2. Hak atas tanah adalah hak atas bidang tanah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.
3. Pencabutan hak atas tanah. Pencabutan hak adalah pengambilan tanah
kepunyaaan sesuatu pihak oleh Negara secara paksa yang mengakibatkan
hak atas tanah itu menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan
suatu pelangaran atau lalai dalam memenuhi suatu kewajiban
4. Ganti kerugian tanah adalah suatu penggantian hak atas tanah berikut
sesuatu yang berkaitan dengan tanah yang pembayaran nilainya harus
seimbang dengan tanah yang diganti rugi sebagai akibat dari pelepasan
atau penyerahan hak atass tanah (Lieke Lianadevi Tukgali 2010: 43-46).
commit to user
yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan panitia (Maria S.W, Sumardjono, 2006:74).
Berbeda dengan keadaan sebelumnya, dalam Kepres Nomor 55 tahun
1993 ini apabila upaya penyelesaian yang ditempuh gubernur tetap ditolak oleh
pemegang hak, dan lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, maka secara
eksplisit disebutkan bahwa Gubernur yang bersangkutan mengajukan usul
penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah, sebagaimana diataur
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961. Dengan demikian jelaslah
bahwa upaya pencabutan hak ini merupakan jalan terakhir bila upaya yang lain
telah gagal.
Pelaksanaan pengadaan tanah menurut Kepres Nomor 55 Tahun 1993 ini
dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan
prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah dan diusahakan dengan cara
yang seimbang untuk tingkat pertama ditempuh dengan musyawarah langsung
dengan para pemegang hak atas tanah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan dan menyebabkan permaslahan
menjadi berlarut-larut, seperti pada beberapa kasus dibawah ini :
1. Indopos tanggal 01 Mei 2010 memberitakan : Kemacetan terjadi ruas tol
arah Jakarta-BSD pada 27 April 2010 lalu. Ini menyusul pemblokiran jalan
di Km 3,8, Pondok Ranji, Ciputat Timur, Kola Tangerang Selatan,
menggunakan steger yang dilakukan oleh 14 orang keluarga Natigor
Panjaitan. Mereka mengklaim, aksi tersebut dilakukan lantaran ruas yang
merupakan lahan milik Natijior Panjailan itu belum mendapat ganti rugi
sejak 1995 dalam penbangunan jalan tol Jakarta - Serpong. "Kami
menghentikan aksi pemblokiran karena polisi meminta," kata Karno Yaret
Hutapea, juru bicara keluarga Natigor Panjailan. (http://bataviase.co.id
/category/media/indo-pos)
2. Koransuroboyo Pada tanggal 06 Agustus 2010 memberitakan : Kejaksaan
Negeri Situbondo, Jawa Timur akhirnya menahan satu dari tiga tersangka
kasus dugaan korupsi pengadaan tanah SMK Negeri 1 Suboh, Situbondo
commit to user
Situbondo, Mashudi (43). penahanan Mashudi yang diduga kuat terlibat
dalam kasus korupsi pengadaan tanah SMK Negeri 1 Suboh itu hanya
untuk kelancaran penyidikan, bukan karena tujuan lain. (http://www
.koransuroboyo.com/2010/08/kejaksaan-situbondo-tahan-pejabat.html).
Seperti halnya kasus–kasus tersebut pelaksanaan pengadaan tanah untuk
pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) yang menghubungkan
Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar tidak terlepas dari
berbagai permasalahan. Maka berdasarkan latar belakang masalah ini, penulis
tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai pelaksanaan dan
habatan-hambatan yang di hadapi dalam pengadaan tanah tersebut dengan mengambil
judul: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS
TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF) KABUPATEN
MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR.
B.Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan judul yang diangkat dalam penelitian ini, penulis membatasi
permasalahan pada Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah
Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif)
Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar khususnya di Kabupaten
Magetan.
2. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nantinya dapat di bahas
lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang di harapkan maka pentingnya
bagi penulis untuk merumuskan permasalahnya yang akan di bahas.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yang di rumuskan penulis
commit to user
a. Apakah prosedur pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan
alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar sudah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, Kepres Nomor 55 Tahun 1993?
b. Apakah dalam musyawarah sudah tercapai kesepakatan mengenai bentuk
dan besarnya ganti rugi?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini di laksanakan agar dengan tujuan dapat memberikan suatu
manfaat ini dapat menemukan inti sari hukum dari gejala-gejala hukum yang
terkandung dari materi atau obyek yang di teliti melalui suatu kegiatan ilmiah.
Kegiatan ilmiah tersebut dilakukan berdasarkan pada metode-metode,
sistimatika dan pemikiran tertentu yang pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan
mengenai gejala-gejala hukum tersebut dengan cara menganalisa secara seksama.
Pemeriksaan terhadap fakta hukum juga di lakukan untuk kemudian di
usahakan mengenai suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
terjadi di dalam gejala yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut diatas penelitian ini mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui prosedur pengadaan tanah dalam pembangunan jalan
tembus (jalan alternatif) Kabupaten Magetan–Kabupaten Karanganyar
apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Keppres No 55
Tahun 1993.
b. Untuk mengetahui apakah sudah tercapai kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti rugi.
2. Tujuan Subyektif
Untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap dan jelas dalam menyusun
penulisan hukum, sebagai salah satu prasyarat yang di wajibkan dalam
mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret
commit to user
Untuk memperoleh menambah, memperluas, mengembangkan
pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum di dalam teori
dan praktik laporan hukum yang sangat berarti bagi penulis.
Untuk memberi gambaran pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum pada
umumnya dan Hukum Adminitrasi Negara. Untuk melatih kemampuan dan
ketrampilan penulisan hukum penulis.
D.Manfaat Penelitian
Berdasarkan hal tersebut di atas, manfaat yang hendak di capai oleh penulis
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dan pemikiran dalam Perlindungan hukum bagi pemegang hak
atas tanah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan
alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mendalami teori-teori yang
telah di tulis selama menjalani kuliah strata satu Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Serta memberikan landasan untuk penelitian lebih
lanjut.
Hasil penelitian ini di harapkan dapat di pergunakan sebagai salah satu
materi mengajar mata kuliah Hukum Adminitrasi Negara.
2. Manfaat Praktis
Peneliti ini di harapkan dapat menjadi masukan untuk
penelitian-penelitian yang serupa di masa mendatang. Untuk memberi jawaban atas
permasalahan yang di teliti. Serta untuk mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan penulis dalam melakukan penerapan ilmu hukum untuk
commit to user E.Metode Penelitian
Pemilihan jenis metode tertentu dalam suatu penelitian sangat penting
karena akan berpengaruh pada hasil penelitian nantinya. Suatu penelitian, metode
penelitian merupakan salah satu faktor penting yang menunjang suatu kegiatan
dan proses penelitian. Metodelogi pada hakekatnya memberikan pedoman,
tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami
lingkungan-lingkungan yang dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2006 : 6).
Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan dengan
penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis yang
menyangkut masalah kerjanya yaitu cara kerja untuk dapat memahami yang
menjadi sasaran penelitian yang bersangkutan, melalui prosedur penelitian dan
teknik penelitian.
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif disebut juga
penelitian hukum doktrinal atau penulisan hukum kepustakaan. Yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari hasil penelitian
dan kajian bahan-bahan pustaka. Bahan-bahan tersebut disusun secara
sistematis, dikaji kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan
masalah yang diteliti. Penelitian hukum normatif sering kali hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan
(law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang
merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas (Amiruddin &
H. Zainal Asikin, 2008: 118). Penelitian hukum normatif adalah suatu
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika
commit to user 2. Sifat Penelitian
Dalam usaha memperoleh bahan hukum yang diperlukan untuk
menyusun penulisan hukum ini, maka akan dipergunakan metode penelitian
preskriptif dan terapan. Sebagai suatu ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu
hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu
hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu
dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 22).
3. Pendekatan Penelitian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode yuridis normatif.
Menurut Johnny Ibrahim (2005: 300-322) “dalam kaitannya dengan penelitian
normatif dapat digunakan beberapa pendekatan, diantaranya pendekatan
Perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan analitis, pendekatan
perbandingan , pendekatan filsafat dan pendekatan kasus”. Pendekatan yang
digunakan penulis adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute
Approach), Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis,
diperlukan dalam mempelajari konsistensi dan kesesusaian antara suatu
undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan
Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang. Hasil dari
telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang
dihadapi.
4. Jenis Bahan Hukum Penelitian
Bahan hukum adalah suatu keterangan atau fakta dari obyek yang diteliti.
Berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis yang merupakan
penelitian normatif, maka jenis bahan hukun yang digunakan dalam penelitian
ini adalah jenis bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder didapat dari
commit to user
yaitu melalui bahan hukum yang diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan
yang terdiri dari dokumen-dokumen, buku-buku literatur, himpunan peraturan
perundang-undangan yang saat ini berlaku, hasil penelitian yang berwujud
laporan, Berita acara, bahan-bahan dari internet maupun bentuk-bentuk lain
yang berkaitan dengan masalah penelitian.
5. Sumber Bahan Hukum
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi misalnya laporan atau
dokumen. Data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, bahan-bahan
dokumenter, tulisan ilmiah dan sumber-sumber lain yang berhubungan erat
dengan masalah yang diteliti.
Johnny Ibrahim (2005: 295-296) mengatakan dalam bukunya yang
berjudul bahan hukum yang dikaji data sekunder dibidang hukum ditinjau dari
kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer yang mengikat yang terdiri dari norma atau
kaidah dasar yaitu pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, peraturan dasar yang terdiri dari batang tubuh
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat, Peraturan
PerUndang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti hukum adat,
yuisprudensi, traktat, bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini
masih brlaku seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
2) Undang-Undang Dasar 1945
3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, (UUPA).
4) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas
commit to user
5) Keputusan Presiden No 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
6) Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Tahun 1994 Sebagai Peraturan Pelaksanaan Kepres Nomor 55 Tahun
1993.
b. Bahan hukum sekunder
Memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti
rancangan peraturan perUndang-undangan, hasil karya ilmiah para sarjana
dan hasil-hasil penelitian.
c. Bahan hukum tersier atau penunjang
Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder misalnya dari media internet,
kamus, Berita Acara Kesepakatan Harga Rugi Pembebasan Tanah Jalan
Alternatif Sarangan Tawangmangu, Berita Acara Penyerahan Pelepasan
Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi.
Adapun mengenai sumber data pada penulisan hukum ini Karena
bersifat normatif Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data
sekunder yang meliputi bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier
sebagai pendukung dari bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian
ini adalah literatur, buku, koran, media internet, Berita Acara Kesepakatan
Harga Rugi Pembebasan Tanah Jalan Alternatif Sarangan Tawangmangu,
Berita Acara Penyerahan Pelepasan Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti
Rugi, serta peraturan yang ada kaitannya dengan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum.
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat
penting dalam penulisan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik
pengumpulan data. Studi kepustakaan, yaitu suatu bentuk pengumpulan data
lewat membaca buku literatur, mengumpulkan, membaca dokumen yang
commit to user
yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen, berita acara dan
bahan-bahan kepustakaan lain dari beberapa buku-buku referensi,
artikel-artikel dari beberapa jurnal, arsip, peraturan perundang-undangan, laporan,
teori-teori, media masa seperti koran, internet dan bahan-bahan kepustakaan
lainnya yang relevan dengan masalah yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
Penelitian ini mengunakan teknik analisis data dengan logika deduktif.
Menurut Johny Ibrahim yang mengutip pendapatnya Bernard Arif Shiharta,
logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal
yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual. (Johni Ibrahim,
2006: 249). Sedangkan Prof. Peter mahmud Marzuki yang mengutip
pendapatnya Philiphus M. Hadjon Menjelaskan metode deduksi sebagaimana
silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, pengunaan metode deduksi
berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum).
Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu
kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. (Peter Mahmud Marzuki,
2008: 47). Jadi yang dimaksud dengan pengelolahan bahan hukum dengan cara
deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum,
selanjutnya menarik kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus.
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dengan melakukan
inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian kepustakaan, aturan
perundang-undangan berserta dokumen-dokumen yang dapat membantu
menafsirkan norma tersebut dalam mengumpulkan data, kemudian data itu
diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap
terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diolah, sehingga pada
akhirnya dapat diketahui tentang perlindungan hukum bagi pemegang hak atas
commit to user F.Sistematika Skripsi
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka
penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 4 ( empat ) bab yang tiap bab terbagi dalam
sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini
adalah sebagi berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan mengenai pengadaan tanah yang
meliputi pengertian pemegang hak atas tanah, pengadaan tanah,
jenis, dasar hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum,
pembahasan kepentingan umum, panitia pengadaan tanah, ganti
kerugian dan prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan
umum.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai prosedur pengadaan tanah
untuk pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten
Magetan–Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, Kepres No 55 Tahun 1993.
Serta mengenai kesepakatan bentuk dan besarnya ganti rugi.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini memuat mengenai kesimpulan dan saran penulis
atas pembahasan permasalahan tersebut dalam bab-bab
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
19 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Pemegang Hak Atas Tanah
Peraturan hukum yang pertama kali dikeluarkan oleh Pemerintah
bersama DPR, yang memberikan dasar hukum pencabutan hak bagi suatu hak
atas tanah yang dimiliki oleh seseorang, adalah Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Di
Atasnya. Dasar ini yang merupakan pelaksanaan Pasal 18 UUPA, dalam
rangka melaksanakan usaha-usaha penbangunan negara. Dalam Keputusann
Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dijelaskan bahwa Hak Atas Tanah adalah hak
atas sebagian tanah sebagaimana diatur dalam UUPA, namun kejelasan ini
diperluas dengan peraturan Mentri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 1 tahun 1994 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Di dalam Pasal 1
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 di jelaskan bahwa Pemegang Hak
Atas Tanah adalah orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah
menurut UUPA sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
yang dimaksud Hak Atas Tanah adalah hak atas bidang tanah sebagaimana
diatur didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (Lieke Lianadevi
Tukgali 2010:192).
Menurut Keppres Nomor 55 Tahun 1993 Pengertian Hak Atas Tanah
adalah Orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah menurut
Undang-undang Pokok Agraria, termasuk bangunan, tanaman dan atau
benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan.
Hak Atas Tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal ayat (1)
dan (2) menyatakan:
a. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal
commit to user
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum.
b. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini menberi
wewenang untuk mengunakan tanah yang bersangkutan demikian pula
tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar diperlukan
untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan pengunaan tanah itu
dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan
hukum lain yang lebih tinggi.
Dalam Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria Hak Atas Tanah di
bagi menjadi enam antara lain :
a. Hak Milik adalah hak yang terkuat, terpenuh dan turun temurun yang dapat
dipunyai oleh orang dengan mengingat adanya fungsi sosial. Jangka waktu
hak milik tidak terbatas.
b. Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh negara dengan jangka waktu 25-35 tahun dan dapat
diperpanjang untuk waktu 25 tahun lagi.
c. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk memdirikan bangunan diatas tanah
yang dikuasai langsung oleh negara dengan jangka waktu 30 tahun dapat
diperpanjang 30 tahun dan dapat pula diperbarui untuk 30 tahun.
d. Hak Pakai adalah hak untuk mengunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau atau tanah milik orang lain
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikanya atau dengan
perjanjian dengan pemilik tanah.
e. Hak Sewa adalah hak untuk mengunakan tanah sesuai dengan jangka waktu
yang telah di tentukan sesuai dengan perjanjian.
f. Hak Membuka tanah adalah hak untuk membuka tanah hutan sebagai tanah
persawahan tetapi di batasi dengan sesuai dengan peraturan tertentu.
commit to user
umum atau kepentingan individu atau golongan. Yang menjadi kendala dalam melaksanakan fungsi sosial adalah awamnya masyarakat dan akibat dari awamnya masyarakat itu di anggap kepemilikan dari tanah berlaku mutlak, hak kepemilikannya tidak bisa digangu gugat oleh siapa pun, termasuk oleh Negara (Mudakir Iskandar Syah, 2007: 5-6).
Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
disebutkan bahwa kewenangan Negara adalah :
1) Kerwenangan untuk mengatur dan menyelengarakan peruntukan
pengunaan, persediaan, dan pemeliharaaan bumi air, dan ruang angkasa
tersebut;
2) Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi air dan ruang angkasa;
3) Menentukan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum
yang mengenai bumi dari air dan ruang angkasa.
Kekuasaan negara terhadap tanah ini bukan kekuasaan mutlak, maksudnya kekuasaan untuk berbuat apa saja terhadap tanah, air dan ruang angkasa, akan tetapi kekeuasaan negara ini sebatas menguasai, dan dasar dari penguassaan ini harus jelas karena demi rakyat dan kepentingan umum. Kekuasaan Negara untuk menguasai atas tanah ini atas dasar dari penerapan fungsi sosial tanah. Asas menguasai ini hanya hanya berada pada Negara, oleh karena itu perorangan atau kelembagaan yang ada dalam masyarakat tidak berhak melaksanakan asas menguasai tanah dengan alasan fungsi sosial dari tanah itu sendiri (Mudakir Iskandar Syah. 2007:6).
2. Tinjauan Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum a. Pengadaan Tanah
1) Pengertian Pengadaan Tanah
Dalam Pasal 1 ayat (1) Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengadaan tanah
adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara ganti
commit to user
Istilah pengadaan tanah ini lahir karena keterbatasan persediaan
tanah, sehingga untuk memperolehnya perlu dilakukan dengan
memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah itu.
Pengunaan istilah pengadaan tanah itu telah ada sejak
dikeluarkanya aturan mentri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 tentang
Tata Cara Pengadaan Tanah Untuk keperluan Proyek Pembangunan di
Wilayah Kecamatan. Sedangkan sebelumya, berdasarkan PMDN Nomor
15 Tahun 1975 tentang ketentuan Tata Cara Pembebasan Tanah, bahwa
untuk mendapatkan tanah bagi pelaksanaan proyek-proyek pembangunan
mengunakan istilah pembebasan tanah. Namun kedua PMDN ini telah
dicabut dan diganti dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum
Alasan ditetapkanya Keppres Nomor 55 Tahun 1993 ini antara
lain :
1. Persoalan tentang tanah dalam pembangunan adalah persoalan yang
menarik sekaligus unik mengigat pembangunan nasional sangat
membutuhkan tanah tetapi kebutuhan tersebut tidak terlalu mudah
untuk dipenuhi. Hal yang demikian sudah disadari oleh semua pihak
dan dalam konteks dengan peraturan yang baru ini tampak dengan
jelas dari kesadaran yang menyatakan :
(1) Bahwa pembangunan nasional, khususnya pembangunan berbagai
fasilitas untuk kepentingan umum, memerlukan bidang tanah
yang cukup dan untuk itu pengadaanya perlu dilakukan dengan
sebaik-baiknya.
(2) Bahkan pelaksanaan pengadaan tanah tersebut dilakukan dengan
memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip
penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah.
(3) Bahwa atas dasar pertimbangan tersebut pengadaan tanah untuk
kepentingan umum diusahakan dengan cara yang seimbang dan
commit to user
2. Peraturan mengenai pengadaan tanah sebelum berlakunya peraturan
ini sangat beragam, walau demikian UUPA sebagai induk dari
segenap peraturan pertanahan secara eksplisit telah diatur dalam pasal
18 UUPA mengenai “Pencabutan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan
Umum”, dengan Peraturan Pelaksanaannya Nomor 20 Tahun 1961
tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada di
atasnya, namun dalam prakteknya hampir tidak pernah dilaksanakan,
sedangkan untuk memenuhi kebutuhan ditetapkan peraturan mengenai
pembebasan tanah.
3. Dalam praktek pelaksanaan pembebasan tanah baik yang menyangkut
pengadaan tanah bagi kepentingan pembangunan untuk kepentingan
umum maupun pembebasan tanah untuk kepentingan swasta selalu
menimbulkan masalah, sehingga banyak yang mempersoalkan apakah
hal ini terjadi karena kekurang beresan peraturan atau tidak siapnya
aparat atau hanya sebagai akses yang biasa terjadi. Tetapi apapun
alasan yang umumnya dirugikan oleh keadaan tersebut adalah rakyat,
sehingga perlu diadakan usaha perbaikan yang sudah dimulai dengan
pembenahan kelembagaan dan sekaligus dengan penertipan personal
dan sekarang melalui perbaikan ini “noda-noda hitam” yang selama
ini selalu terdapat dalam pelaksanan pengadaan tanah bagi
pembangunan tidak ada lagi dimasa mendatang (Abdurrahman, 1994:
1-3).
Kehadiran Keppres Nomor 55 Tahun 1993 ini dapat lebih
memberikan jaminan kepada rakyat dengan adanya landasan dan
pembatasan dasar pengadaan yang hanya dibatasi untuk kepentingan
umum dan penyempurnaan prosedural maupun mengenai ganti kerugian.
2) Jenis Pengadaan Tanah.
Pada garis besarnya di kenal dua jenis pengadaan tanah, yaitu :
a) Pengadaan Tanah untuk Keperluan Pemerintahan terbagi menjadi :
commit to user
(2) Pengadaan tanah bukan untuk kepentingan umum (kepentingan
komersial).
b) Pengadaan Tanah untuk Keperluan Swasta Digolongkan menjadi :
(1) Pengadaan tanah untuk kepentingan komersial;
(2) Pengadaan tanah bukan untuk kepentingan komersial, yaitu yang
bersifat menunjang kepentingan umum atau termasuk dalam
pembangunan sarana umum dan fasilitas-fasilitas sosial.
3) Macam-Macam Cara Pengadaan Tanah.
Pengadaan tanah bagi kegiatan kepentingan umum oleh pemerintah
dilaksanakan dengan cara sebagai berikut, yaitu :
a) Pelepasan atau penyerahan hak;
b) Jual beli;
c) Tukar-menukar;
d) Cara lain yang disepakati secara sukarela;
e) Pencabutan hak atas tanah. (Maria S.W, Sumardjono, 2001: 74).
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan (3) Keppres Nomor 55 Tahun
1993 ada dua macam cara pengadaan tanah untuk keperluan
pembangunan kepentingan umum yaitu :
a) Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Cara ini dilakukan bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah.
b) Jual beli, tukar menukar atau cara lain untuk di sepakati secara
sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Cara ini dilakukan untuk pelaksanan pembangunan kepentingan
umum oleh pemerintah dan untuk pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari
1 (satu) hektar (Passal 23).
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak
commit to user 4) Dasar Hukum Pengadaan Tanah
Dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 hanya mengatur tetang
pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum, Pasal 18 dan
Pasal-Pasal berikutnya tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai
pengadaan tanah. Hal ini mengandung penafsiran bahwa untuk
memenuhi pengadaan tanah bagi pelaksanan pembangunan ditempuh
melalui prosedur pencabutan hak atas tanah yang selanjutnya diatur
dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak
Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada di Atasnya.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Keppres Nomor 55
Tahun 1993 ada berbagai cara pengadaan tanah namun yang dimaksud
dalam Keppres ini hanyalah pelepasan atau penyerahan hak sebagai cara
pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum. Ada dua dasar hukum dari pelepasan atau penyerahan hak sebagai
cara pengadaan tanah, yaitu :
a) Berdasar hukum Materiil
Pasal 1 butir 2 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 merumuskan bahwa
pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan
hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah adalah kegiatan
melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan
tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar
musyawarah. Dari hal tersebut jelas terlihat bahwa pengadaan tanah
ini diperlukan kesepakatan antara pihak pemegang hak atas tanah,
baik mengenai penyerahan tanah yang bersangkutan maupun
pemberian imbalan atau ganti kerugian. Jadi dasar hukum materiil
pengadaan hukum tanah ini adalah hukum perdata, khususnya hukum
perikatan. Artinya setidak-tidaknya perbuatan hukum yang
bersangkutan berlaku syarat-syarat yang diatur di dalam hukum
perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata).
commit to user
Keppres Nomor 55 Tahun 1993 merupakan peraturan yang
intern-administratif dalam pelaksanan pelepasan atau penyerahan hak
sebagai cara pengadaan tanah. Artinya di dalamnya terkandung
ketentuan-ketentuan yang berupa instruksi atau petunjuk yang harus
dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah dan pejabat-pejabat
yang berwenang di bidang pertanahan.
b. Kepentingan Umum
1) Pengertian Kepentingan Umum
Menurut Sudikno Mertokusumo dalam Listyawati (2009; 511-512)
menjelaskan:
Kepentingan umum yang diatur di berbagai peraturan Perundang-undangan tersebut belum tepat karena makna dari kepentingan umum sangat luas dan seiring dengan perkembangan manusia dan zaman. Pada dasarnya kepentingan umum merupakan kepentingan yang harus didahulukan dari kepentingan lain. Secara filosofis pengertian-kepentingan umum tersirat dalam UUD, secara teoritis kepentingan umum merupakan resultante hasil menimbang-nimbang banyak kepentingan di dalam masyarakat kemudian menetapkan kepentingan yang utama menjadi kepentingan umum. Secara praktis pengertian kepentingan umum akhirnya di serahkan kepada hakim dengan tetap menghormoati semua kepentingan dan mengacu dalam undang-undang.
Arti kepentingan umum secara luas adalah kepentingan negara
yang termasuk di dalamnya kepentingan pribadi maupun golongan,atau
dengan kata lain kepentingan umum merupakan kepentingan yang
menyangkut sebagian besar masyarakat.
Arti kepentingan umum dilihat dari segi yuridis normatif yaitu Perpres Nomor 36 Tahun 2005, menjelaskan yang dimaksud kepentingan umum adalah kepentingan sebagaian besar mayarakat. Sedangkan dari sudut pandang ketentuan yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, yang dimaksud kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat (Mudakir Iskandar Syah, 2007:13).
Huybers dalam Maria S.W, Sumardjono (2001: 107)
commit to user
sebagai keseluruhan yang memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain
menyangkut perlindungan hak-hak individu sebagai warga negara dan
menyangkut pengadaan serta pemeliharaan sarana publik dan pelayanan
publik.
Kepentingan umum dapat dijabarkan melalui dua cara:
a) Berupa pedoman umum yang menyebutkan bahwa pengadaan tanah
dilakukan berdasarkan alasan kepentingan umum melalui berbagai
istilah;
b) Penjabaran kepentingan umum dalam daftar kegiatan.
Dalam pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tersebut
suatu kegiatan yang mempunyai sifat kepentingan umum merupakan
kegiatan pembangunan yang dilakukan untuk mencari keuntungan.
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 juga menegaskan bahwa
penetapan pembangunan untuk kepentingan umaum harus sesuai dan
berdasarkan kepada Rencana Tata Ruang (RUTR) yang ditetapkan
terlebih dahulu. Oleh karena itu pelaksanaan oleh karena itu pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak sesuai dengan RUTR
dapat dinyatakan sebagai bukan kepentingan umum. Keputusan Presiden
Nomor 55 Tahun 1993 kemudian digantikan dengan Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 dan diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006. Istilah Keputusan Presiden menjadi Perturan Presiden
dengan adanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berserta Peraturan
Pelaksanaanya (Lieke Lianadevi Tukgali, 2010:184-185).
Landasan hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada
saat ini adalah Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana
telah telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum. Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 36