• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Money Ethic dan Religiusitas pada Keyakinan Etis Konsumen (Studi pada: Konsumen Dewasa yang Sedang Bekerja di Indonesia).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Money Ethic dan Religiusitas pada Keyakinan Etis Konsumen (Studi pada: Konsumen Dewasa yang Sedang Bekerja di Indonesia)."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh money ethic dan religiusitas pada keyakinan etis konsumen. Sampel penelitian ini adalah konsumen dewasa yang sedang bekerja di Indonesia. Hasil penelitian ini hanya menunjukan pengaruh money ethic pada keyakinan etis konsumen sedangkan tidak terdapat pengaruh religiusitas pada keyakinan etis konsumen. Indonesia tercatat sebagai negara agama dengan tingginya orang yang percaya kepada Tuhan. Meskipun demikian faktanya terdapat hasil yang bertentangan dimana individu yang merasa memiliki religiusitas tinggi melakukan perbuatan yang tidak etis. Diharapkan penelitian ini mampu memberikan masukan dan pengetahuan bagi perusahan/pihak pemasar mengenai latar belakang konsumen berlaku tidak etis dan juga membantu pihak pemasar membuat strategi bisnis yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

1.1Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 14

1.3Tujuan Penelitian ... 14

1.4Manfaat Penelitian ... 14

BAB II LANDASAN TEORI ... 17

2.1 Kajian Pustaka ... 17

2.1.1 Perilaku Konsumen ... 17

2.1.2 Model Perilaku Konsumen ... 19

2.1.3 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen ... 23

2.1.4 Money Etchic sebagai Psycological Konsumen ... 25

2.1.5 Subbudaya dan Perilaku Konsumen ... 29

2.1.6 Pengertian Etika ... 33

2.1.7 Etika Pemasaran dan Etika Konsumen ... 35

2.1.8 Definisi Religiusitas ... 40

2.1.9 Riset Empiris ... 43

2.2 Rerangka Teori ... 50

2.3 Rerangka Pemikiran ... 51

2.4 Pengembangan Hipotesis ... 52

2.5 Model Penelitian ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 55

3.1 Jenis Penelitian ... 55

3.2 Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel, dan Ukuran Sampel ... 56

3.3 Definisi Operasional Variabel ... 60

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 67

3.5 Uji Validitas dan Hasil Pengujian Validitas ... 70

3.6 Uji Reliabilitas dan Hasil Pengujian Reliabilitas ... 73

3.7 Uji Normalitas dan Hasil Pengujian Normalitas ... 75

3.8 Uji Multikolinearitas dan Hasil Pengujian Multikolinearitas ... 76

(3)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 82

4.1 Profil Responden ... 82

4.1.1 Profil responden berdasarkan jenis kelamin ... 82

4.1.2 Profil responden berdasarkan Usia ... 83

4.1.3 Profil responden berdasarkan Status ... 86

4.1.4 Profil responden berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 86

4.1.5 Profil responden berdasarkan Status Pekerjaan ... 87

4.2 Hasil Penelitian ... 88

4.2.1 Data Tabulasi ... 88

4.2.2 Persamaan Regresi ... 142

4.2.3 Pengujian Anova ... 143

4.2.4. Hipotesis 1 ... 144

4.2.5. Hipotesis 2 ... 145

4.3. Ringkasan Hasil Penelitian ... 147

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 147

BAB V PENUTUP ... 152

5.1 Simpulan ... 152

5.2 Implikasi Manajerial ... 152

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 153

5.3 Saran ... 153

(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen ... 19

Gambar 2.2 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen ... 24

Gambar 2.3 Rerangka Teori ... 50

Gambar 2.4 Rerangka Pemikiran ... 51

Gambar 2.5 Model Penelitian ... 54

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Kategori Subbudaya Utama ... 29

Tabel 2.2. Berbagai Praktik Konsumen yang Tidak Etis ... 36

Tabel 2.3. Riset Empiris ... 43

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel ... 60

Tabel 3.2. Skala Likert ... 68

Tabel 3.3.Hasil Pengujian Validitas ... 71

Tabel 3.4.Hasil Pengujian Reliabilitas ... 74

Tabel 3.5.Hasil Pengujian Normalitas ... 76

Tabel 3.6. Hasil Pengujian Multikolinearitas ... 78

Tabel 3.7.Hasil Pengujian Heterokedastisitas ... 79

Tabel 4.1. Jenis Kelamin ... 83

Tabel 4.2 Usia ... 83

Tabel 4.3 Status ... 86

Tabel 4.4. Pendidikan Terakhir ... 86

Tabel 4.5. Status Pekerjaan ... 87

Tabel 4.6. Frekuensi Pertanyaan Nomor 1 ... 88

Tabel 4.7. Frekuensi Pertanyaan Nomor 2 ... 89

Tabel 4.8. Frekuensi Pertanyaan Nomor 3 ... 90

Tabel 4.9. Frekuensi Pertanyaan Nomor 4 ... 91

Tabel 4.10. Frekuensi Pertanyaan Nomor 5 ... 92

Tabel 4.11. Frekuensi Pertanyaan Nomor 6 ... 93

Tabel 4.12. Frekuensi Pertanyaan Nomor 7 ... 94

Tabel 4.13. Frekuensi Pertanyaan Nomor 8 ... 95

Tabel 4.14. Frekuensi Pertanyaan Nomor 9 ... 96

Tabel 4.15. Frekuensi Pertanyaan Nomor 10 ... 97

Tabel 4.16. Frekuensi Pertanyaan Nomor 11 ... 98

Tabel 4.17. Frekuensi Pertanyaan Nomor 12 ... 99

Tabel 4.18. Frekuensi Pertanyaan Nomor 13 ... 100

Tabel 4.19. Frekuensi Pertanyaan Nomor 14 ... 101

Tabel 4.20. Frekuensi Pertanyaan Nomor 15 ... 102

Tabel 4.21. Frekuensi Pertanyaan Nomor 16 ... 103

Tabel 4.22. Frekuensi Pertanyaan Nomor 17 ... 104

Tabel 4.23. Frekuensi Pertanyaan Nomor 18 ... 105

Tabel 4.24. Frekuensi Pertanyaan Nomor 19 ... 106

Tabel 4.25. Frekuensi Pertanyaan Nomor 20 ... 107

Tabel 4.26. Frekuensi Pertanyaan Nomor 21 ... 108

Tabel 4.27. Frekuensi Pertanyaan Nomor 22 ... 109

Tabel 4.28. Frekuensi Pertanyaan Nomor 23 ... 110

Tabel 4.29. Frekuensi Pertanyaan Nomor 24 ... 111

Tabel 4.30. Frekuensi Pertanyaan Nomor 25 ... 112

Tabel 4.31. Frekuensi Pertanyaan Nomor 26 ... 113

(6)

Tabel 4.34. Frekuensi Pertanyaan Nomor 29 ... 116

Tabel 4.35. Frekuensi Pertanyaan Nomor 30 ... 117

Tabel 4.36. Frekuensi Pertanyaan Nomor 31 ... 118

Tabel 4.37. Frekuensi Pertanyaan Nomor 32 ... 119

Tabel 4.38. Frekuensi Pertanyaan Nomor 33 ... 120

Tabel 4.39. Frekuensi Pertanyaan Nomor 34 ... 121

Tabel 4.40. Frekuensi Pertanyaan Nomor 35 ... 122

Tabel 4.41. Frekuensi Pertanyaan Nomor 36 ... 123

Tabel 4.42. Frekuensi Pertanyaan Nomor 37 ... 124

Tabel 4.43. Frekuensi Pertanyaan Nomor 38 ... 125

Tabel 4.44. Frekuensi Pertanyaan Nomor 39 ... 126

Tabel 4.45. Frekuensi Pertanyaan Nomor 40 ... 127

Tabel 4.46. Frekuensi Pertanyaan Nomor 41 ... 128

Tabel 4.47. Frekuensi Pertanyaan Nomor 42 ... 129

Tabel 4.48. Frekuensi Pertanyaan Nomor 43 ... 130

Tabel 4.49. Frekuensi Pertanyaan Nomor 44 ... 131

Tabel 4.50. Frekuensi Pertanyaan Nomor 45 ... 132

Tabel 4.51. Frekuensi Pertanyaan Nomor 46 ... 133

Tabel 4.52. Frekuensi Pertanyaan Nomor 47 ... 134

Tabel 4.53. Frekuensi Pertanyaan Nomor 48 ... 135

Tabel 4.54. Frekuensi Pertanyaan Nomor 49 ... 136

Tabel 4.55. Frekuensi Pertanyaan Nomor 50 ... 137

Tabel 4.56. Frekuensi Pertanyaan Nomor 51 ... 138

Tabel 4.57. Frekuensi Pertanyaan Nomor 52 ... 139

Tabel 4.58. Frekuensi Pertanyaan Nomor 53 ... 140

Tabel 4.59. Frekuensi Pertanyaan Nomor 54 ... 141

Tabel 4.60 Coefficient Keyakinan Etis Konsumen ... 142

Tabel 4.61 Coefficient Keyakinan Etis Konsumen ... 143

Tabel 4.62 Anova Keyakinan Etis Konsumen ... 143

Tabel 4.63 Anova Keyakinan Etis Konsumen ... 144

Tabel 4.64. Hasil Uji Hipotesis 1 ... 145

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cara seseorang memberikan respon atas setiap hal pastinya berbeda-beda.

Respon yang diberikan oleh seseorang dinyatakan melalui perilaku yang

dilakukan. Berdasarkan perilaku maka dapat terlihat respon seperti apa yang

diberikan oleh seseorang terhadap berbagai rangsangan yang diterima.

Dengan demikian, pemahaman mengenai perilaku perlu diteliti oleh setiap

pemasar agar dapat memprediksi setiap respon yang diberikan konsumen

atas rangsangan yang diberikan oleh pemasar.

Perilaku adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan

nyata. Perilaku juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003). Perilaku konsumen

bertujan untuk mengetahui tanggapan atau reaksi individu terhadap

rangsangan atau lingkungan. Schiffman & Kanuk (2008) mengemukakan

bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana

seorang individu membuat keputusan unutk mengalokasikan sumber daya

yang tersedia (waktu, uang, usaha dan energi).

Sobur (2003) menyatakan bahwa proses respon didahului oleh sikap

seseorang. Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk

bertingkah laku jika menghadapi suatu rangsangan. Sikap merupakan suatu

kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, positif atau negatif

(8)

konsep dan sebagainya (Howard & Kendler, 1974). Sikap tidak sama

dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah

seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku

seseorang (Ahmadi, 2003).

Sikap merupakan aspek perilaku yang dinamis, bisa berubah, dibentuk

atau dipengaruhi. Kondisi lingkungan dan situasi tertentu diasumsikan tidak

berpengaruh terhadap pernyataan sikap seseorang, namun karakter pribadi

berpengaruh terhadap pernyataan sikap seseorang dan perubahan sikap. Hal

ini ditegaskan oleh Festinger (1957) mengemukakan bahwa perubahan sikap

dapat juga terjadi karena adanya cognitive dissonance atau ketidak selarasan

kognitif. Pada saat keterampilan baru telah dikuasai oleh individu, terjadi

proses ketidak selarasan (dissonance) antara perilaku dengan keyakinan

(belief) dan respon afektif yang sifatnya pribadi. Dengan kata lain,

perubahan sikap dapat terjadi karena adanya keinginan individu untuk

menghilangkan keadaan dissonance. Sebagai contoh, dalam keadaan yang

mengancam keselamatan seseorang baik secara langsung atau tidak

langsung seseorang akan cenderung menyatakan sikap yang dapat

menyelamatkan dirinya walaupun tidak sesuai dengan hati nuraninya.

Sikap seseorang dipengaruhi oleh keyakinan yang dimiliki oleh

seseorang. Hal ini didukung oleh Fishbein & Ajzen (1975) dalam Ramdhani

(2008) yang meyakini bahwa sikap individu ditentukan oleh keyakinan

(beliefs) yang sudah dimilikinya. Eagly & Chaiken (1993) dalam Ramdhani

(2008) mengemukakan bahwa sikap akan terbentuk jika individu

(9)

Keyakinan adalah penilaian subjektif yang mungkin dimiliki individu atau

subjective probability judgements. Keyakinan yang dibahas pada penelitian

ini adalah mengenai keyakinan etis konsumen, yaitu penilaian subjektif

yang dimiliki individu mengenai perilaku etis maupun perilaku tidak etis.

Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang

bisa dilakukan, atau ilmu tentang adat kebaisaan yang berkenaan dengan

hidup yang baik dan buruk (Kanter, 2001). Schiffman & Kanuk (2008)

mengemukakan bahwa berbagai praktik yang tidak estis memang terjadi di

setiap pasar, khususnya pada pihak pemasar di setiap tingkat bauran

pemasaran: diantaranya desain produk, pengemasan, penetapan harga,

periklanan dan distribusi. Praktik-praktik ini juga terjadi di sisi pemasaran

yang lain yaitu pada pihak konsumen. Konsumen bertindak secara tidak etis

dalam bertransaksi dengan pemasar. Etika yang dibahas dalam penelitian ini

mengacu pada etika konsumen.

Muncy & Vitell (1992) mendefinisikan etika konsumen sebagai

prinsip-prinsip moral dan standar-standar yang memandu perilaku

individu/kelompok saat konsumen memperoleh, menggunakan dan

menghabiskan barang dan jasa. Penilaian etis yang dimiliki seseorang bisa

menjadi penilaian yang relatif. Seseorang mungkin bisa menganggap bahwa

hal yang dilakukan adalah hal yang benar, namun menurut penilaian orang

lain hal tersebut salah. Hal ini didukung oleh Shomali (2005:33) yang

menyatakan relativisme etika adalah pandangan bahwa tidak ada prinsip

moral yang benar secara universal, kebenaran semua prinsip moral bersifat

(10)

berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan tersebut

benar atau salah secara moral, tergantung kepada pandangan dan keyakinan

yang dimiliki masyarakat tersebut.

Perilaku dan niat yang dimiliki oleh seseorang terkadang tidak

konsisten dengan keyakinan etis yang dimiliki. Mungkin saja seseorang

memiliki keyakinan etis bahwa suatu hal adalah perbuatan yang tidak etis

dari segi niat. Konsumen tidak berniat untuk melakukan perbuatan yang

tidak etis, namun dalam kenyataannya konsumen malah berperilaku tidak

etis. Hal ini didukung oleh Teori Hunt & Vittel (1992) yang meyatakan

bahwa keyakinan etis kadang-kadang berbeda dari niat.

Hal ini berarti meskipun seseorang individu melihat alternatif tertentu

sebagai yang paling etis, orang tersebut mungkin berniat untuk memilih

alternatif lain karena konsekuensi pilihan tertentu. Teori ini menunjukkan

bahwa ketika perilaku dan niat tidak konsisten dengan keyakinan etis maka

akan merasa bersalah. Oleh karena itu dua individu A dan B mungkin

terlibat dalam perilaku yang sama namun hanya A yang merasa bersalah,

hal ini terjadi karena perilaku B konsisten dengan keyakinan etis yang

dimilikinya (Hunt & Vitell, 2006).

Keyakinan etis seseorang bisa berbeda-beda karena pembentukan

keyakinan etis dibentuk oleh faktor-faktor internal dan eksternal, faktor

internal seperti karakteristik pribadi, keyakinan dan nilai-nilai yang dimiliki

oleh seseorang sedangkan faktor eksternal misalnya keadaan lingkungan

dimana seseorang berada baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan

(11)

Teori Hunt-Vitell (1993) mengemukakan bahwa keyakinan etis

dipengaruhi oleh lingkungan budaya (cultural environment) dan

karakteristik personal (personal characteristic). Karakteristik personal

diantaranya agama (religion), sistem nilai (value system), sistem

kepercayaan (belief system), kekuatan karakter moral (strenght of moral

character), pengembangan moral kognitif (cognitive moral development),

dan sensitif etis (ethical sensitivity). Sedangkan lingkungan budaya

diantaranya agama (religion), sistem hukum (legal system) dan sistem

politik (political system). Pada penelitian ini peneliti hanya meneliti

pengaruh karakteristik personal yaitu mengenai agama/religiusitas dan juga

sistem nilai yaitu money ethic pada keyakinan etis konsumen.

Keyakinan etis konsumen diukur dengan menggunakan skala Muncy

& Vitell (1992). Muncy & Vitell menemukan bahwa konsumen bereaksi

berbeda terhadap jenis isu/situasi etika. Menurut Muncy & Vitell (2005)

terdapat 5 dimensi yang berbeda yang berkaitan dengan isu/situasi tertentu,

yakni: Pertama, aktif mendapatkan manfaat dari kegiatan ilegal (actively

benefiting from illegal activities) adalah tindakan di mana konsumen aktif

terlibat untuk medapatkan manfaat dengan mengorbankan penjual. Kedua,

Manfaat pasif (passively benefiting) adalah situasi di mana konsumen adalah

penerima manfaat pasif dari kesalahan yang dilakukan penjual. Ketiga,

Secara aktif mendapat manfaat dari menipu,tapi praktek legal (actively

benefiting from deceptive but legal practices) adalah tindakan di mana

konsumen secara aktif terlibat dalam praktek yang dipertanyakan, tetapi

(12)

Kegiatan yang tidak membahayakan (no harm activities) adalah tindakan

seseorang yang tidak dianggap menyebabkan kerusakan langsung pada

siapa pun, meskipun memang mungkin menyebababkan bahaya. Kelima,

melakukan hal yang baik/ mendaur ulang (Do good/ recycling) adalah

keinginan konsumen untuk mendaur ulang produk dan berbuat baik.

Karakteristik personal yang pertama diteliti adalah religiusitas.

McDaniel & Burnett (1990) mendefinisikan religiusitas sebagai

kepercayaan pada Tuhan disertai dengan komitmen untuk mengikuti

prinsip-prinsip yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan. Menurut Agoes &

Ardana (2011) semua agama melalui kitab sucinya masing-masing

mengajarkan tentang tiga hal pokok, yaitu: pertama, hakikat Tuhan, kedua

Etika dan tata susila dan yang ketiga ritual, tata cara beribadat.

Agama dan etika tidak dapat dipisahkan. Tidak ada agama yang tidak

mengajarkan etika/moralitas. Hal ini juga sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh Bertens (2004) Agama mempunyai hubungan erat

dengan moral. Dalam praktek hidup sehari-hari, motivasi yang terpenting

dan terkuat bagi perilaku moral adalah agama. Magill (1992) menyatakan

bahwa religiusitas pribadi memberi latar belakang, terhadap sifat etis

perilaku yang ditafsirkan. Selain itu, Weaver & Agle (2002) menyatakan

bahwa religiusitas dikenal memiliki pengaruh baik pada sikap dan perilaku

manusia. Secara umum, religiusitas seseorang memiliki pengaruh terhadap

keyakinan etis seseorang.

Religiusitas memiliki dampak yang kuat pada pengakuan seseorang

(13)

Vitell, 2009). Selanjutnya, dampak dari religiusitas pada niat etis cenderung

bergantung pada orientasi keagamaan mereka (Weaver & Agle, 2002).

Hunt & Vitell (1993) dalam revisi teori umum etika pemasaran

menyatakan agama termasuk sebagai salah satu faktor yang secara

signifikan mempengaruhi penilaian etis dan menunjukkan bahwa kekuatan

keyakinan agama mungkin mengakibatkan perbedaan dalam keyakinan etis

seseorang. Allport (1950) merasakan bahwa agama dibedakan menjadi dua

berdasarkan motivasi, yaitu religiusitas intrinsik dan religiusitas ekstrinsik.

Seseorang yang temotivasi secara ekstrinsik menggunakan agamanya

sedangkan orang yang termotivasi secara intsinsik mengihidupi agamanya

(Allport & Ross, 1967).

Religiusitas intrinsik adalah dimensi kognitif tertinggi, seseorang

dengan religiusitas intrinsik tinggi akan menganggap manfaat yang

diperoleh dari agama kurang penting dibandingkan dengan hubungan

pribadi dengan Tuhan. Sedangkan religiusitas ekstrinsik adalah dimensi

perilaku religiusitas. Seseorag dengan religiusitas ekstrinsik mungkin lebih

dipengaruhi oleh fator sosial saat berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan

yaitu untuk memenuhi kebutuhan pribadi, misalnya sumber kenyamanan,

kedamaian dan dukungan sosial (Vitell et al, 2005).

Religiusitas ekstrinsik memiliki dampak yang kecil pada keyakinan

etis seseorang sedangkan religiusitas intrinsik adalah penentu signifikan dari

keyakinan etis seseorang. Hal ini sesuai dengan temuan yang ditemukan

oleh Donahue (1985) yaitu religiusitas intrinsik memiliki korelasi yang

(14)

keagamaan (Donahue, 1985). Religiusitas atau lebih spesifik lagi religiusitas

intrinsik diperiksa sebagai co-determinan dari etika konsumen (Vitell et al,

2005).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala yang digunakan

Allport & Ross (1967) untuk mengukur religiusitas, baik religiusitas

intrinsik dan religiusitas ekstrinsik digunakan dalam penelitian ini.

Penelitian ini meneliti pengaruh religiusitas intrinsik dan religiusitas

ekstrinsik pada keyakinan etis konsumen.

Karakteristik personal kedua yang diteliti adalah sistem nilai yaitu

money ethic. Money ethic adalah makna etis seseorang mengenai uang

(Tang, 1992). Dengan mengerti apa arti uang bagi seseorang dan seberapa

besar hal tersebut mempengaruhi tingkah laku seseorang hanya sedikit

diteliti (Mitchell & Mickel, 1999). Uang memiliki dampak yang signifikan

terhadap motivasi dan perilaku orang yang terkait dengan pekerjaan mereka

di organisasi (Lawler, 1981). Namun uang bukanlah segalanya dan arti uang

tergantung pada pandangan orang yang melihatnya (McClelland, 1967).

Untuk beberapa orang uang adalah motivator (Lawler, 1981),

sedangkan Hezberg et al (1959) menyatakan uang adalah faktor

keberhasilan. Ada banyak prespektif yang berbeda dalam literatur mengenai

uang, baik dari segi individu, sosial, dan sudut pandang budaya (Mitchell &

Mickel, 1999). Krueger (1986) menyatakan bahwa uang bagi individu

adalah objek yang paling berarti dan signifikan dalam kehidupan

(15)

Dalam era abad ke 21 saat ini hampir dalam semua segi kehidupan

manusia melibatkan uang. Uang adalah satuan nilai yang dijadikan sebagai

alat transaksi dalam setiap pembayaran di masyarakat (Fahmi, 2014).

Iswardono (1993) mengemukakan bahwa uang adalah sesuatu yang secara

umum diterima di dalam pembayaran untuk pembelian barang-barang dan

jasa-jasa serta untuk pembayaran utang-utang. Tentunya keberadaan uang

menjadi penting pada abad ini, uang merupakan bagian yang integral dari

kehidupan sehari-hari.

Cinta uang adalah akar dari segala kejahatan (Tang et al, 2002).

Banyak kejahatan yang terjadi belakangan ini yang berakar dari kecintaan

seseorang kepada uang misalnya korupsi, penipuan, pencurian, pembunuhan

dan kejadian-kejadian lainnya yang terdapat di berita-berita baik di media

cetak maupun elektronik.

Tang (2002) mengemukakan bahwa money ethic secara langsung dan

tidak langsung berkaitan dengan perilaku tidak etis, sedangkan penghasilan

tidak. Love of Money (cinta uang) adalah akar dari semua kejahatan. Namun

uang bukanlah akar dari segala kejahatan. Peneliti telah menemukan money

ethic baik langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan perilaku

yang tidak etis. Money ethic dapat menyebabkan krisis etika untuk berbagai

alasan (Singhapakdi et al, 2013). Tang (1992) mengembangkan skala untuk

mengukur makna etis seseorang mengenai uang dan disebut skala money

ethic (money ethic scale/MES). Skor yang tinggi pada skala money ethic

berarti individu ingin menjadi kaya, menganggarkan uang dengan hati-hati

(16)

2007). Menurut Tang et al (2006) seseorang dengan money ethic yang tinggi

akan mengejar kekayaan moneter dan akan termotivasi untuk mendapatkan

lebih banyak uang. Sebagai hasilnya pemahaman yang lebih jelas mengenai

money ethic seseorang dalam keyakinan etis konsumen dibutuhkan.

Penelitian ini meneliti mengenai money ethic dalam konteks keyakinan etis

konsumen.

Money ethic diukur dengan money ethic scale (MES) oleh Tang et al

(2002). Skala money ethic dibagi menjadi empat dimensi. Dimensi yang

pertama adalah importance (penting) penting adalah utama, pokok, sangat

berharga dan berguna (KBBI, 2015). Dimensi yang kedua adalah success

(sukses), sukses adalah berhasil dan beruntung (KBBI, 2015). Dimensi

yang ketiga adalah motivator (motivator), motivasi adalah dorongan yang

timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan

suatu tindakan dengan tujuan tertentu (KBBI, 2015). Dimensi yang keempat

adalah rich (kaya), kaya adalah mempunyai banyak harta (uang dan

sebagainya) (KBBI, 2015). Penelitian ini menggunakan money ethic scale

(MES) yang dikembangkan oleh Tang et al (2002) dan menggunakan

keempat dimensinya untuk mengukur money ethic pada kosumen di

Indonesia.

Penelitian ini adalah replikasi dari penelitian terdahulu yang dilakukan

oleh Vitell et al (2006). Penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu

menggunakan sampel konsumen dewasa yang berada di United States (US)

sedangkan penelitian saat ini menggunakan sampel konsumen dewasa yang

(17)

dimensi rich (kaya) untuk mengukur skala money ethic, sedangkan

penelitian saat ini menggunakan keempat dimensi diantaranya dimensi

penting (importance), motivator (motivator), sukses (success) dan kaya

(rich) untuk mengukur money ethic yang dimiliki seseorang.

Penelitian terdahulu hanya meneliti religiusitas intrinsik dalam

mengukur religiusitas, sedangkan penelitian saat ini mengukur religiusitas

intrinsik dan juga religiusitas ekstrinsik untuk mengukur religiusitas

seseorang. Penelitian terdahulu meneliti 4 dimensi skala etika konsumen

diantaranya dimensi aktif/illegal (Active/illegal), pasif (Passive), aktif/legal

(Active/legal), dan tidak jahat/tidak curang (No harm/no foul). Sedangkan

penelitian saat ini meneliti 5 dimensi skala etika konsumen yaitu menambah

dimensi kelima yaitu berbuat baik/mendaur ulang (Doing good/recycling).

Objek penelitian ini adalah konsumen di Indonesia. Dengan populasi

lebih dari 200 juta orang, indonesia adalah negara dengan penduduk

keempat terbesar di dunia dan negara islam terbesar. Stabilitas politik telah

menghidupkan kembali perekonomian indonesia. Menurut Nielsen (2003),

resesi ekonomi global yang berkepanjangan telah meningkatkan kejadian

pemalsuan. Konsumen indonesia mengalami penurunan daya beli dan lebih

memilih untuk membeli produk palsu yang murah, meskipun kualitasnya

rendah. Beberapa individu bahkan terlibat dalam pemalsuan tersebut dan

mengklaim bahwa hanya pekerjaan inilah yang dapat mereka temukan untuk

menafkahi keluarganya (kusumandra, 2000). Pembelian dan pembuatan

produk palsu dengan kualitas yang buruk dianggap sebagai hal yang umum,

(18)

Inodonesia menempati urutan ketiga diantara negara-negara dengan barang

palsu di Asia. Kerugian pendapatan perusahaan retail yang diakibatkan

karena pemalsuan sebesar $183 juta pada tahun 2004.

Indonesia tercatat sebagai negara agama dengan tingginya jumlah

orang percaya kepada Tuhan (Suryadinata et al, 2003; Hermawan, 2013).

Sembilan dari sepuluh orang di Indonesia menyatakan agama sangat penting

dan mempengaruhi kehidupan politik, budaya, dan ekonomi (Pew Research,

2008). Meskipun demikian, berbagai praktik yang tidak etis tetap lazim dan

mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, pembajakan

perangkat lunak di Indonesia naik 1% menjadi 87% pada tahun 2010 dengan

nilai komersial software tidak berlisensi diinstal pada komputer pribadi

mencapai $1,32 miliar dolar AS (Business Software Alliance, 2011). Studi

lain menunjukkan bahwa lebih dari 95% dari film yang dijual di DVD di

Indonesia yang bajakan dan hanya 14% dari responden menganggap salinan

asli ketika membeli produk (McGuire, 2009).

Business Software Alliance (2011) mencatat studi global bahwa

pembajak perangkat lunak yang paling sering adalah konsumen laki-laki

muda dan dua kali lebih mungkin hidup di negara berkembang. Selain itu,

Indonesia menghadapi beberapa tantangan moral dan etika. Korupsi,

kurangnya transparansi, ketidakmampuan untuk menegakkan kontrak,

kronisme, dan nepotisme adalah beberapa masalah utama dalam melakukan

bisnis di Indonesia. Hal ini menyebabkan sinisme luas dan keterlibatan

(19)

Hanya baru ada beberapa penelitian yang meneliti konsumen di Asia,

termasuk Malaysia (Singhapakdi et al, 1999) dan Indonesia (Lu & Lu,

2010) menemukan bahwa konsumen di Indonesia memperlihatkan perhatian

yang tinggi pada keuntungan yang diperoleh meskipun dari aktifitas yang

illegal. Selain itu konsumen di Indonesia memiliki tingkat materialisme

yang tinggi, konsumen yang materialistik lebih mungkin terlibat dalam

perilaku yang tidak etis. Oleh karena itu, menerangkan prespektif etika

konsumen di Indonesia adalah cara yang efektif untuk mengklarifikasi suatu

budaya yang penting yang mempengaruhi perilaku konsumen.

Motivasi peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui

lebih jelas mengenai pengaruh money ethic terhadap keyakinan etis

konsumen dan juga pengaruh religiusitas terhadap keyakinan etis konsumen.

Studi ini penting dilakukakan karena peneliti merasa perlu untuk

mengetahui apakah yang menjadi latar belakang konsumen melakukan

perilaku yang tidak etis, apakah money ethic dan tingkat religiusitas

seseorang mempengaruhi keyakinan etis konsumen dan juga karena peneliti

melihat kondisi yang terjadi di lapangan banyak konsumen yang terlibat

dalam perilaku yang tidak etis misalnya pembajakan dan pembuatan barang

palsu/tiruan yang menyebabkan pemasar/perusahaan mengalami kerugian.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya

maka Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Money Ethic dan Religiusitas pada Keyakinan Etis Konsumen (Studi

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan

masalah penilitian ini adalah :

1. Apakah terdapat pengaruh Money Ethic pada Keyakinan Etis

Konsumen?

2. Apakah terdapat pengaruh Religiusitas pada Keyakinan Etis

Konsumen?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya maka

tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Money Ethic pada

Keyakinan Etis Konsumen.

2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Religiusitas pada Keyakinan

Etis Konsumen.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi berbagai pihak antara lain

adalah:

1. Manfaat bagi Praktisi :

 Penelitian ini diharapkan dapat membantu praktisi dan pihak

pemasar untuk mengetahui faktor-faktor dan latar belakang yang

mempengaruhi perilaku etis konsumen, sehingga kerugian yang

(21)

etis yang dilakukan oleh konsumen dapat diminimalisir dan juga

menyadarkan konsumen bahwa ada beberapa hal perilaku yang

selama ini dianggap benar adalah perilaku yang tidak etis. Untuk

kedepannya diharapkan baik pemasar maupun konsumen dapat

menyadari bahwa religiusitas mempengaruhi keyakinan etis

seseorang dan agar pemasar maupun konsumen mau meningkatkan

tingkat religiusitas pribadi agar dapat menghasilkan perilaku yang

etis dan lebih sensitif secara etis.

2. Manfaat bagi Akademisi

 Penelitian ini diharapkan bisa membantu para akademik dalam

memahami perilaku konsumen khususnya perilaku etis konsumen

yang diukur dari segi keyakinan etis konsumen dimana konsumen

bereaksi berbeda terhadap jenis isu/situasi etika tertentu, sehingga

para akademik dapat mengetahui dan menganalisa sejauh mana

dimensi-dimensi money ethic dan dimensi-dimensi religiusitas

mempengaruhi keyakinan etis konsumen melalui lima dimensi

keyakinan etis konsumen (etika konsumen).

 Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan diskusi

maupun referensi acuan mengenai pengaruh money ethic dan

religiusitas pada keyakinan etis konsumen. Serta dapat menjelaskan

mengenai pengaruh money ethic dan religiusitas seseorang dalam

menentukan keyakinan etis konsumen. Peneliti juga berharap dapat

(22)

keyakinan etis konsumen, hal iniperlu dipelajari untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang berperilaku etis maupun

(23)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis apakah terdapat

pengaruh Money Ethic dan Religiusitas pada Keyakinan Etis Konsumen.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh Money Ethic pada Keyakinan Etis Konsumen.

2. Tidak terdapat pengaruh Religiusitas pada Keyakinan Etis Konsumen.

5.2. Implikasi Manajerial

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan dan

pihak pemasar untuk mengetahui latar belakang belakang konsumen

melakukan perilaku yang tidak etis dan juga membantu perusahaan dan

pihak pemasar untuk membuat strategi bisnis yang efektif dan efisien untuk

mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perilaku tidak etis konsumen.

Pihak pemasar dapat mengetahui bahwa keyakinan yang dimiliki seseorang

mempengaruhi perilaku seseorang begitupun dengan perilaku etis

konsumen. Perilaku etis konsumen adalah perilaku yang sesuai dengan etika

dan norma yang berlaku. Perilaku etis yang dilakukan oleh konsumen akan

memberikan dampak yang baik bagi pemasar, diantaranya pemasar dapat

mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan dapat berkembang dengan

(24)

5.3 Keterbatasan Penelitian

1. Uji data yang dilakukan tidak normal pada variabel money ethic,

religiusitas dan keyakinan etis konsumen, sehingga hasil penelitian

tidak dapat digeneralisasikan.

2. Penelitian ini hanya membahas mengenai money ethic dan religiusitas

yang mempengaruhi keyakinan etis konsumen, dan tidak membahas

faktor-faktor lain yang mempengaruhi keyakinan etis konsumen.

3. Pengumpulan data pada penelitian ini kurang efektif karena ada

beberapa responden yang mengisi kuesioner secara asal dan tidak tuntas

sehingga data tersebut tidak dapat digunakan.

4. Seluruh dimensi Doing Good/Recycling (berbuat baik/mendaur ulang)

tidak valid, sehingga indikator-indikator tersebut tidak dapat

mengungkapkan makna mengenai dimensi tersebut.

5. Sampel pada penelitian ini kurang spesifik, sebaiknya memilih sampel

yang memiliki latar belakang religiusitas, misalnya memilih sampel

pendeta atau pemuka agama lainnya agar ada kemungkinan terdapat

pengaruh religiusitas pada keyakinan etis konsumen.

5.4 Saran

5.4.1 Saran Bagi Praktisi

1. Pihak pemasar dan komunitas bisnis perlu mendidik masyarakat

mengenai hak milik intelektual dan konsekuensi dari pembajakan

perangkat lunak, musik, film, penerbitan dari industri kreatif

(25)

2. Lembaga keagamaan perlu menekankan bahwa mendownload

perangkat lunak, musik, film adalah tindakan mencuri yang

selaras dengan ajaran agama. Selain itu mendaur ulang perlu

untuk diajarkan sebagai tindakan menjaga dan memelihara bumi

yang diberikan oleh Allah.

5.4.2 Saran Bagi Akademisi

1. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan variabel lain yang

berhubungan dan mempengaruhi keyakinan etis konsumen,

misalnya perilaku terhadap bisnis, materialisme, filosopi moral,

dan lainnya.

2. Pengumpulan data sebaiknya dilakukan dengan lebih efektif dan

selektif sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan agar

mengurangi kencenderungan responden yang menjawab secara

asal.

3. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menguji apakah terdapat

pegaruh demografi konsumen seperti jenis kelamin, usia, tingkat

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno, Ardana & I Cenik. (2011). Etika Bisnis dan Profesi : Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.

Ahmadi, Abu. (2003). Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Allport, G. W. (1950). The Individual and Religion. Mac Millan: New York.

Allport, G. W. and J. M. Ross. (1967). Personal Religious Orientation and Prejudice. Journal of Personality and Social Psychology 5, 432–443.

Ancok, D., & Suroso, F.N. (2005). Psikologi Islam: Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arli, D. dan Tjiptono, F. (2014). The End of Religion? Examining the Role of Religiousness, Materialism, and Long-Term Orientation on Consumer Ethics in Indonesia. J Bus Ethics 123:385–400.

Assael, H.(1992). Consumer Behavior & Marketing Action. Fourth Edition. New York: Kent Publishing Company.

Assael, H. (1998). Consumer Behavior and Marketing Action 6th edition. New York : International Thomson Publishing.

Azwar, Azrul . (2005). Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi tiga. Jakarta : Binarupa Aksara

Bertens, K. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.

Bertens, K. (2001). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bertens,K. (2004). Etika cetakan kedelapan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Belk, R.W. (1975). “Situational Variables and Consumer Behavior.” Journal of Consumer Research, 2(3), December, 157-164.

Brownlee, Malcolm. (1996). Pengambilan Keputusan Etis dan faktor-faktor di dalamnya. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

(27)

Chowdhury, Rafi M. M. I. dan Mario Fernando. (2013). The Role of Spiritual Well-Being and Materialism in Determining Consumers’ Ethical Beliefs: An Empirical Study with Australia Consumers. J Bus Ethics 113:61–79.

Cooper, Donald R., & Schindler, Pamela S. (2011). Business research methods (11th ed.). New York: Mc GrawHill/Irwin.

Donahue, M. J. (1985). Intrinsic and Extrinsic Religiousness: Review and Meta Analysis. Journal of Personality and Social Psychology 48(2), 400–419.

Duska, R. F., & Duska B. S. (2003). Accounting Ethics. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd.

Eagly, A.H. and Chaiken, S., 1993, The Psychology of Attitudes, Fort Worth: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.

Engel, James F, et.al.(1995). Consumen Behavior, Alih Bahasa: Budiyanto. Jilid 1 dan 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Fahmi, Irham . (2014). Bank & Lembaga keuangan Lainnya. Bandung: Alfabeta.

Fishbein, M, & Ajzen, I., 1975, ‘Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research, Reading, MA: Addison-Wesley.

Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisi Multivariate dengan Program. Edisi Ketujuh. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Glock Charles Y., & Stark Rodney. (1965). Religion and Society in Tension. Chicago: Rand McNally & Company.

Hartono, Jogiyanto. (2011). Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE.

Howard, H. Kendler. (1974). Basic Psychology. Ed. Student Edition of Textbook, Teachers Edition of Textbook Benjamin-Cummings Publishing Company.

Hunt, Shelby D. and Scott J. Vitell. (1993). The General Theory of Marketing Ethics: A Retrospective and Revision, in Smith N. Craig and John A. Quelch (ed.) Ethics in Marketing (Irwin Inc., Homewood, IL), pp. 775–784.

Hunt, Shelby D. and Vitell, Scott J. (2006). The General Theory of Marketing Ethics: A Revision and Three Questions. Journal of Macromarketing, Vol. 26 No. 2, 1-11.

Ismail, Fuad Farid & Abdul Hamid Mutawalli. 2003. Cepat Menguasai Ilmu Filsafat. Yogyakarta: IRCiSoD.

(28)

Jalaluddin. (2002). Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

John C., & Mowen. (1995). Consumer Behavior. Fourth Edition. Prentice Hall International Edition.

Kanter, E.Y. (2001). Etika Profesi Hukum. Jakarta: Penerbit Storia Grafika.

Kanuk, L. L., & Schiffman, L. (2008). Perilaku Konsumen. Edisi ketujuh. Jakarta: PT Indeks.

Kartini, Kartono & Dali Guno. 2003. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.

Killian, L. M. 1957. “When Propecy Fails by Leon Festinger; Henry W. Riecken; Stanley Schachter”. American Sociological Review, 22 (2):236-237.

Kotler, P., & Armstrong,G. (1997). Dasar-dasar Pemasaran. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Jakarta: Prenhallindo.

Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Manajemen Pemasaran. Edisi 13 Jilid 1. and Psychoanalysis pp. 3–16. Brunner/Mazel: New York.

Kurpis, L.V., Beqiri, M.S., Helgeson, J.G. (2008). The Effects of Commitment to Moral Self-improvement and Religiosity on Ethics of Business Students. Journal of Business Ethics 80:447–463.

Loudon, D. dan Bitta, A.J (1988), Consumer behaviour: Concepts and Applications, Mc.Graw Hill, New York.

Lu, Long-Chuan dan Lu, Chia-Ju .(2010). Moral Philosophy, Materialism, and Consumer Ethics: An Exploratory Study in Indonesia. Journal of Business Ethics 94:193–210.

Magdalena, Nonie. (2005). Analisis Pengaruh Situasi, Produk, Individu pada Perilaku Membeli dan Mengkonsumsi Makanan Ringan. Tesis Program Studi Manajemen, Jurusan Ilmu Sosial, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak dipublikasikan).

Magill, G. (1992). Theology in Business Ethics: Appealing to the Religious Imagination . Journal of Business Ethics 11, 129–135.

(29)

McDaniel, S. W. and J. J. Burnett. (1990). Consumer Religiosity and Retail Store Evaluative Criteria. Journal of the Academy of Marketing Science 18, 101– 112.

McGuire, B. (2009). Reasons we buy counterfeit goods. Retrieved from

http://www.thejakartaglobe.com/analysis/brett-mcguire-reasonswe-buycounterfeit-goods/346273 . Accessed 2 July 2012.

Mitchell, T. R. and A. E. Mickel. (1999). The Meaning of Money: An Individual Difference Perspective. Academy of Management Review 24(3), 568–578.

Mowen. (1995). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Karangan Sutisna.

Muncy, J. A. and S. J. Vitell. (1992). Consumer Ethics: An Investigation of the Ethical Beliefs of the Final Consumer. Journal of Business Research 24, 297–311.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.

Patwardhan, A.M., Keith, M.E., Vitell, S.J. (2012). Religiosity, Attitude Toward Business, and Ethical Beliefs: Hispanic Consumers in the United States. J Bus Ethics 110:61–70.

Pengertian Uang Menurut Para Ahli. (2013). Diakses pada 1 Desember, 2015, dari http://www.pengertianahli.com/2013/08/pengertian-uang-menurut-para-ahli.html#

Peter, J. Paul and Olson, Jerry C. (2005). Consumer Behaviour, Perialaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Edisi 4 Jilid 2. Penerbit Erlangga.

Pew Research. (2008). Unfavourable views of Jews and Muslims in the increase in Europe. Retrieved from http://www.pewglobal. org/2008/09/17/chapter-2-religiousness/.

Purwanto, Ngalim. (2002). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Putrevu, S dan Krist Swimberghek. (2013). The Influence of Religiosity on Consumer Ethical Judgments and Responses Toward Sexual Appeals. J Bus Ethics 115:351–365.

(30)

http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2009/09/bab2a1-attitude.pdf

Rashid, M.Z., dan Saidatul Ibrahim. (2008). The Effect of Culture and Religiosity on Business Ethics: A Cross-cultural Comparison. Journal of Business Ethics 82:907–917.

Schneider, H., Krieger, J., Bayraktar, A. (2011). The Impact of Intrinsic Religiosity on Consumers’ Ethical Beliefs: Does It Depend on the Type of Religion? A Comparison of Christian and Moslem Consumers in Germany and Turkey. Journal of Business Ethics 102:319–332.

Sekaran, Uma. (2006). Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi 4, Buku 1.

Shomali, A. Mohammad. (2005). Relativisme Etika. Penerbit: Serambi. Jakarta

Simamora, Bilson. (2004). Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Singhapakdi, A., Rawwas, M. Y. A., Marta, J., & Ahmed, M. I. (1999). A cross-cultural study of consumer perceptions about marketing ethics. Journal of Consumer Marketing, 16(3), 257–272.

Singhapakdi, A., Vitell, S. J., Lee, D. J., Nisius, A.M., Yu, G.B. (2013). The Influence of Love of Money and Religiosity on Ethical Decision-Making in Marketing. J Bus Ethics 114:183–191.

Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sutisna. (2002). Perilaku Konsumen & Komunikasi Pemasaran. Cetakan kedua. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis cetakan ke-16. Bandung: Alfabeta.

(31)

Suliyanto. (2005). Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suliyanto. (2006). Metode Riset Bisnis. Yogyakarta: Andi.

Suliyanto. (2009). Metode Riset Bisnis. Edisi Kedua. Yogyakarta: Andi.

Suryadinata, Leo et al. (2003). Penduduk Indonesia. Jakarta: pustaka LP3ES.

Tang, Thomas Li-Ping dan Chen, Yuh-Jia . (2008). Intelligence Vs. Wisdom: The Love of Money, Machiavellianism, and Unethical Behavior across College Major and Gender. Journal of Business Ethics 82:1–26.

Tang, Thomas Li-Ping dan Chiu, Randy K. (2002). Income, Money Ethic, Pay Satisfaction, Commitment, and Unethical Behavior: Is the Love of Money the Root of Evil for Hong Kong Employees?. Journal of Business Ethics 46: 13–30, 2003. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands.

Tang, Thomas Li-Ping. (1992). The Meaning of Money Revisited. Journal of Organizational Behavior, Vol. 13, No. 2 (Mar., 1992), pp. 197-202. Published by: John Wiley & Sons.

Tugiman, Hiro. (2012). Etika Rambu-Rambu Kehidupan. Yogyakarta: Kanisius.

Vitell, S.J., Singh, J. J., Paolillo, J. (2007). Consumers’ Ethical Beliefs: The Roles of Money, Religiosity and Attitude toward Business. Journal of Business Ethics 73:369–379.

Vitell, S.J., Singh, J. J., Paolillo, J. (2005). Religiosity and Consumer Ethics. Journal of Business Ethics 57: 175—181.

Vitell, S.J., Singh, J. J., Paolillo, J. (2006). The Role of Money and Religiosity in Determining Consumers’Ethical Beliefs. Journal of Business Ethics 64: 117–124.

Vitell, S. J., Bing, M.N., Davison, H.K., Ammeter, A.P., Garner, B. L., Novicevic, M.M. (2009). Religiosity and Moral Identity: The Mediating Role of Self-Control. Journal of Business Ethics 88:601–613.

Vitell, S.J., Keith, M., Mathur, M. (2011). Antecedents to the Justification of Norm Violating Behavior Among Business Practitioners. Journal of Business Ethics 101:163–173.

(32)

Gambar

Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen  ............................................................

Referensi

Dokumen terkait

diketahuinya bahwa orang pingsan atau tidak berdaya. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang.. diketahuinya atau patut disangkanya, bahwa umur anak orang

Karakteristik briket serbuk gergaji kayu bayur dengan perekat daun biduri menjukkan hasil pengujian bahwa semakin banyak penambahan perekat maka nilai kadar air dan kadar abu

Hasil penulisan ini menyebutkan bahwa penataan dan pengelolaan PKL yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Magelangtelah sesuai berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor

Adanya kekerasan verbal yang dilakukan oleh orangtua dalam berkomunikasi dengan anaknya dalam mengasuh, melindungi, membimbing dan serta mendidik anaknya agar dapat

Gambar 4.1 Hubungan antara Tegangan Jepit Transformator dengan Kecuraman Muka Gelombang untuk Jarak 4 meter

Massindo Sinar Pratama di Manado, diperoleh hasil bahwa variabel kualitas produk, harga, promosi dan kualitas pelayanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan Phanerochaete chrysosporium dengan lama inkubasi 40 hari lebih optimal yaitu persebaran miselium yang tersebar merata pada

[r]