• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DENGAN DIET CFGF DAN TANPA DIET CFGF PADA YAYASAN PENGEMBANGAN POTENSI ANAK (YPPA) PADANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DENGAN DIET CFGF DAN TANPA DIET CFGF PADA YAYASAN PENGEMBANGAN POTENSI ANAK (YPPA) PADANG."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME

DENGAN DIET CFGF DAN TANPA DIET CFGF PADA

YAYASAN PENGEMBANGAN POTENSI ANAK (YPPA)

PADANG

OLEH

YONDRIZAL NURDIN

ABSTRAK

Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai adanya gangguan dalam bidang kognitif, bahasa,prilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Terapi yang diberikan adalah terapi prilaku,terapi wicara, terapi okupasi dan diet Casein Free Gluten Free (Diet CFGF). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan penatalaksanaan terapi dan diet CFGF terhadap kemajuan anak autisme.

Penelitian ini dengan metode deskriptif dengan pendekati studi komparasi . Pemilihan sampel secara porposive sampling di Yayasan Pengembangan Anak (YPPA) Padang. Jumlah sampel sebanyak 30 orang anak yang dibagi menjadi 2 kelompok,yaitu ;kelompok I dan kelompok II. Teknik pengukuran data dengan menggunakan lembaran observasi dengan melakukan kemajuan anak autisme.Data dianalisis dengan menggunakan T test.

(2)

I.PENDAHULUAN

Autisme pertama kali dipublikasikan oleh Dr.Leo Kanner,seorang dokter spesialis kesehatan jiwa dari Harvard tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penderita yang menunjukkan gejalakesulitan berhubungan dengan orang lain,mengisolasi diri,perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh. Kata autis berasal dari bahasa yunani “auto” berarti sendiri yang ditujukkan pada seseorang yang menunjukkan “gejala hidup dalam dunianya sendiri”. Pada umumnya penyandang autisme mengacuhkan suara,penglihatan,ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi yang tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak merespon terhadap kontak sosial, pandangan mata, sentuhan kasih sayang, dan bermain dengan anak lain (Judarwanto,2006)

Autisme bukan suatu gejala penyakit,tetapi berupa sindroma atau kumpulan gejala dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar,sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri. Padsa anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (Yatim,2003)

Autisme dapat terjadi pada seluruh anak dari berbagai tingkat sosial dan kultur. Hasil survei yang dimbil dari beberapa negara menunjukkan bahwa 2-4 anak per 10.000 anak berpeluang menyandang autime dengan rasio 3 : 1 untuk anak laki-laki dan perempuan. Dengan arti kata anak laki-laki lebih rentan menyandang autisme dibandingkan anak perempuan,namun anak perempuan yang kena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Para ahli memprediksi bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60 % dari keseluruhan popoulasi anak diseluruh Dunia (Hembing,2004)

(3)

autisme,yaitu: Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA), Yayasan Bina Mandiri Anak (Yayasan BIMA) , Solusi terapi autisme, Harapan Bunda, Kasih Umi, Mitra Ananda, Yayasan Mitra Keluarga Lancar dan Sayang Ibu.

Jumlah anak yang terkena autisme makin bertambah. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisme meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autisme. Kepustakaan lain menyebutkan prevalensi autisme 10–20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Dengan adanya metoda diagnosis yang makin berkembang hampir Berbagai jenis terapi telah dilakukan untuk mengembangkan kemampuan anak autisme agar dapat hidup mendekati normal. Dengan terapi dini, terpadu, dan intensif gejala–gejala autisme dapat dihilangkan sehingga anak bisa bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat, berkarya bahkan membina keluarga. Hal ini dikarenakan intervensi dini membuat sel–sel otak baru tumbuh, menutup sel–sel lama yang rusak. Jika anak autisme tidak atau terlambat mendapat intervensi hingga dewasa, maka gejala autisme bisa menjadi semakin parah, bahkan tidak tertanggulangi. Melalui beberapa terapi anak autisme akan mengalami kemajuan seperti anak normal lainnya . Tentunya terapi untuk tiap–tiap anak autisme berbeda-beda tergantung pada gejala-gejala tertentu yang dimilikinya (Danuatmaja, 2003).

Oleh karena gangguan yang dialami anak autisme begitu luas, yaitu mencakup gangguan dalam komunikasi verbal dan non verbal serta terganggu dalam interaksi sosial dan kontrol emosi, maka terapi yang dilakukan juga terapi multidisipliner dan terpadu mulai dari terapi perilaku (behavior therapy), terapi okupasi, terapi wicara (speech therapy), terapi biomedis, terapi medikamentosa dan pendidikan khusus (Danuatmaja, 2003).

Hal senada juga dikemukakan oleh Pratiwi dan Hadi (2004), bahwa melihat kompleksnya permasalahan pada penyandang autisme, dibutuhkan penanganan terpadu yang melibatkan kerja sama tenaga ahli professional baik dalam aspek medis (dokter anak dan psikiatri), psikologi, terapis, dan ahli gizi dalam tim kerja. Selama ini medis, psikolog dan terapis sudah biasa melakukan kerjasama, kenyataannya belumlah cukup. Pengaturan makan (diet) juga merupakan masalah penting. Pengaturan pola makan sedemikian penting bagi anak autisme karena suplai makanan merupakan bahan dasar

3 3

(4)

pembentuk neurotransmitter. Di samping itu, sebagian besar anak autisme juga mengalami reaksi alergi dan intoleransi terhadap makanan dengan kadar gizi tinggi. Efeknya, zat-zat makanan yang seharusnya membentuk neurotransmitter untuk menunjang kesinambungan kerja sistem saraf, justru dalam tubuh anak autisme diubah menjadi zat lain yang bersifat meracuni saraf dan neurotoksin (Hembing, 2004). Saat ini mulai diperkenalkan diet khusus untuk penyandang autisme yang dikenal dengan Diet

Casein Free Gluten Free (Diet CFGF) yang merupakan bagian dari intervensi biomedis (Pratiwi dan Hadi, 2004). Intervensi biomedis menuntut anak untuk menjalani diet tertentu dan pada umumnya anak autisme dilarang mengkonsumsi susu sapi dan makanan yang mengandung tepung terigu (Persi, 2004).

Diet CFGF dilaksanakan pada anak autisme dengan cara mengganti semua bahan makanan yang berasal dari susu sapi dan tepung terigu. Susu sapi mengandung protein kasein sedangkan terigu mengandung protein gluten. Menurut Dr. Rudi Sutadi, SpA spesialis anak dari pusat terapi Kid Autis, tubuh anak-anak autisme tidak bisa mencerna kasein dan gluten secara sempurna, sehingga rantai protein tidak terpecah total melainkan menjadi rantai-rantai pendek asam amino yang disebut peptida. Uraian senyawa yang tidak sempurna masuk ke pembuluh darah dan sampai ke otak sebagai morfin. Keberadaan morfin jelas mempengaruhi kerja otak dan pusat-pusat saraf sehingga anak berperilaku aneh dan sulit berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan diet kasein dan gluten dapat meminimalkan gangguan morfin dan merangsang kemampuan anak dalam menerima terapi (Persi, 2004).

Diet CFGF adalah terapi yang dilaksanakan dari dalam tubuh dan apabila dilaksanakan dengan terapi lain, seperti terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi yang bersifat fisik akan lebih baik. Setelah mengikuti dan menjalani diet CFGF banyak anak autisme mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi dan mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Danuatmaja, 2003).

(5)

berupa terapi perilaku yang diterapkan dengan metoda ABA (Applied Behavioral Analysis), terapi okupasi, dan terapi wicara. Setiap anak mempunyai buku harian yang berisikan perkembangan dan kemajuan dari terapi mereka, serta ada juga laporan program terapi per semester yang diisi oleh terapis terhadap kemajuan yang dicapai masing-masing anak selama satu semester. Kemajuan yang dicapai oleh anak bersifat individual dan setiap anak yang di terapi tidak mempunyai target waktu yang ditentukan karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai jangka waktu yang pasti dan tergantung dari banyak hal, salah satunya adalah dengan pengaturan makan (diet) pada anak autisme ini.

Hasil penelitian oleh Sabri, dkk (2006) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi terhadap kemajuan anak autisme. Berdasarkan studi pendahuluan di YPPA didapatkan bahwa dari 55 anak autisme yang diterapi di yayasan tersebut, sebanyak 35 anak juga menjalani diet CFGF. Dari 35 anak yang menjalani diet CFGF hanya sebagian kecil yang menjalani diet dengan ketat dan disiplin yaitu sebanyak 19 anak. Dari catatan yang ada di yayasan didapatkan anak autisme yang menjalani diet CFGF rata-rata sudah menjalani selama lebih kurang satu tahun ini. Adanya kenyataan bahwa anak autisme yang diterapi di yayasan tersebut ada yang menjalani terapi dengan melaksanakan diet CFGF dan ada yang menjalani terapi tanpa melaksanakan diet CFGF, akan tetapi evaluasi kemajuan anak antara yang melaksanakan terapi dengan diet CFGF dan tanpa diet CFGF tidak terdokumentasi secara jelas sehingga kemajuan perkembangan anak autisme tersebut tidak jelas terlihat.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik membandingkan kemajuan anak autisme yang menjalani terapi dan diet CFGF dengan anak autisme yang hanya diberikan terapi tanpa melaksanakan diet CFGF di YPPA Padang.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat perbedaan kemajuan anak autisme yang menjalani terapi perilaku dengan dan tanpa diet CFGF di YPPA Padang ?

2. Apakah terdapat perbedaaan kemajuan anak autisme yang menjalani terapi wicara dengan dan tanpa diet CFGF di YPPA Padang ?

(6)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan penatalaksanaan terapi dengan diet CFGF dan tanpa diet CFGF terhadap kemajuan anak autisme.

1. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini:

a. Mengetahui kemajuan anak autisme yang menjalani terapi perilaku dengan dan tanpa diet CFGF

b. Mengetahui kemajuan anak autisme yang menjalani terapi wicara dengan dan tanpa diet CFGF

c. Mengetahui kemajuan anak autisme yang menjalani terapi okupasi dengan dan tanpa diet CFGF

d. Mengetahui perbedaan kemajuan pada anak autisme yang menjalani terapi dengan diet CFGF dan tanpa diet CFGF di YPPA Padang.

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada yayasan autisme dan instansi terkait tentang manfaat diet CFGF terhadap anak autisme.

Referensi

Dokumen terkait

Moreover, to fully comprehend the character, the writer limits the indicator and theory uses to analyze Malala Yousafzai, the writer uses Circle of Courage to guide her

mikro, kecil dan menengah) dijadikan sebagai motor inovasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, mengingat 99,9% pelaku usaha adalah KUMKM, yang mampu memberikan

Berdasarkan hasil uji hipotesis didapatkan skor koefisien korelasi sebesar 0.844 dengan menggunakan perhitungan pearson product moment. Dari hasil ini

Berarti pemeruman dengan perum tangan ini, untuk mendapatkan ukuran kedalaman perairan di perairan dalam, akan mendapatkan hasil yang lebih baik pada kecepatan

Demikianlah manusia adalah mahluk mulia yang diciptakan berdasarkan gambar dan keserupaan dengan Tuhan Yahweh yang direfleksikan dalam hakikatnya yang memiliki

butir-butir atau bagian dari padanya yang tercantum dalam Ikhtisar menderita suatu kerugian atau kerusakan fisik, yang tidak terduga dan tiba-tiba dari sebab apapun, selain

pukulan tersangka sehingga kena pada kedua tangan saksi korban, lalu tersangka menampar saksi korban menggunakan telapak tangan kiri sebanyak 1 (satu) kali kena pada

3) Pendidikan anak yang kurang perhatian. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku penyalahgunaan psikotropika umumnya berasal dari keluarga tidak harmonis