• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TERAPI AUTIS TERHADAP KEMAJUAN ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTISME DI KOTA PADANG Rika Sabri,* Eti Yerizel,** Adisti Mira,***

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TERAPI AUTIS TERHADAP KEMAJUAN ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTISME DI KOTA PADANG Rika Sabri,* Eti Yerizel,** Adisti Mira,***"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TERAPI AUTIS TERHADAP KEMAJUAN ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTISME DI KOTA PADANG

Rika Sabri,* Eti Yerizel,** Adisti Mira,*** Ringkasan

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan gangguan dan keterlambatan dalam kognitif, bahasa, perilaku dan interaksi sosial. Penyandang autisme mendapatkan terapi medikamentosa, terapi biomedik, terapi wicara, terapi perilaku dan terapi okupasi untuk meminimalkan gejala autisme. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian terapi terhadap kemajuan anak autisme. Metode penelitian ini adalah eksperimen dan menggunakan lembaran dan observasi. Pengambilan data dilakukan pada 40 orang penderita autisme sekolah khusus autisme YPPA Parak Gadang dan Yayasan BIMA dari bulan Juni- Agustus 2006. Hasil penelitian memperlihatkan dari 30 anak yang melakukan terapi perilaku dengan baik yang mengalami kemajuan 25 anak (83,3%), dari 27 anak yang melakukan terapi okupasi yang baik, ada 25 anak (92,6%) yang mengalami kemajuan, dan dari 25 anak yang melakukan terapi wicara yang baik ada 22 anak (88,0%) yang mengalami kemajuan. Berdasarkan analisa statistik dengan derajat kemaknaan p<0,05 berarti pemberian terapi perilaku, terapi okupasi dan terapi wicara berpengaruh terhadap kemajuan anak autisme.

Kata kunci: autisme, terapi perilaku, terapi okupasi, terapi wicara Summary

Autism is a pervasive development disorder in children that marked with the existence of disturbance and delay in cognitive, language, behavior, and social interaction ability. In order to minimize the autism symptoms, these patients received medical, biomedical, behavioral, speech and occupational therapy. The aim of this research is to observe the influence of therapy in the children development. This Research method is an experiment study and using research instruments and direct observation. Data collection from 40 children in autism school of YPPA Parak Gadang and BIMA foundation from June until August 2006. The result of this research, from 30 children whom received good behavioral therapy, 25 children (83,3%) of them, showed some development, from 27 children who received good occupation therapy, 25 child ( 92,6%) of them showed some development, and from 25 children who received good of speech therapy 22 children (88,0%) of them showed some development. Based statistical test with DF p<0,05, speech, occupational and behavior therapy accomplished a significant development in these children

(2)

PENDAHULUAN

Angka kejadian autisme di Indonesia pada tahun 2003 telah mencapai 152- per 10.000 anak (0,15-0,2%), meningkat tajam dibanding sepuluh tahun yang lalu yang hanya 2-4 per 10.000 anak. Melihat angka tersebut, dapat diperkirakan di lndonesia setiap tahun akan lahir lebih kurang 69000 anak penyandang autis (Yanwar Hadiyanto, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan Melly Budiman (2001) memperlihatkan bahwa pada tahun 1987 penderita autisme 1/500 anak dan tahun 2001 menjadi 1/150 anak. Di Sumatera Barat sendiri sampai saat ini belum ada data resmi tentang penderita autisme. Tapi dari hasil survey yang dilakukan pada 6 institusi yang menangani masalah autisme pada anak. Jumlah penderita autisme yang ditangani di ke-6 institusi tersebut berjumlah 125 orang anak pada tahun 2004.

Pertanyaan yang sering didengar adalah apakah anak dengan autisme dapat sembuh?. Dapat dijawab bahwa autisme masih dapat ada harapan untuk sembuh walaupun tidak sembuh secara total, karena ada kelainan pada otaknya. Namun dapat diusahakan agar sel-sel otak yang yang masih baik dapat mengambil alih dan berfungsi menggantikan sel yang rusak asal dilakukan dengan cepat dan tepat dan dimulai sejak gejalanya masih ringan. Hal terpenting yang mempengaruhi kemajuan anak autisme adalah deteksi dini yang diikuti oleh penanganan yang tepat dan benar, serta intensitas terapi yang dijalani oleh anak autisme. Jika keduanya dilakukan, anak dengan autisme masih mempunyai harapan untuk lebih baik untuk dapat hidup mandiri dan bersosialisasi dengan masyarakat yang normal. Semakin cerdas anak, semakin cepat kemajuannya (Yanwar Hadiyanto, 2003).

Berbagai Jenis terapi telah dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan anak autisme agar dapat hidup mendekati normal seperti medikamentosa, terapi biomedik, terapi perilaku, terapi wicara, terapi okupasi (Bonny Danuatmaja, 2003). Tujuan terapi pada anak autisme adalah untuk mengurangi masalah perilaku serta meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam penggunaan bahasa. Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang menyeluruh dan bersifat

(3)

individual (Ferizal Masra, 2003). Hal yang paling ditakuti jika anak tidak diterapi adalah ketidak mampuan anak melakukan segala sesuatunya sendiri dengan kata lain anak: tidak akan bisa mandiri seperti makan, minum, toileting, gasok gigi, dan kegiatan-kegiatan lain (Y. Handoyo, 2003). Bahkan literature mengatakan 75% anak autisme yang tidak tertangani, akhimya menjadi tunagrahita (Clara Westy, 2004).

Anak yang diberikan terapi tidak mempunyai target waktu yang ditentukan, karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai waktu yang pasti dan terapi yang diberikan tergantung pada banyak hal seperti usia anak pada saat pertama kali diterapi dan kemampuan terapis untuk memberikan terapi. Anak penyandang autisme harus ditempa agar dapat hidup dan berkembang layaknya anak normal, tetapi sejauh mana pemberian terapi dapat berpengaruh terhadap kemajuan anak tersebut, belum pemah dilaporkan. Hal inilah yang sangat menarik sehingga peneliti mencoba melakukan penelitian terhadap pengaruh terapi terhadap kemajuan anak autisme khususnya di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh pemberian terapi terhadap kemajuan anak autisme di sekolah autisme di kota Padang.

METODE dan MATERIAL

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang melihat suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat perlakuan tertentu. Desain penelitiannya menggunakan rancangan pra-post test eksperimen (S.Notoatmodjo, 2002). Penelitian ini dilakukan di sekolah autisme YPPA Parak Gadang dan Yayasan BIMA di kota Padang pada bulan Pebruari-September 2006. Pengambilan data dimulai bulan Juni-Agustus 2006. Variabel indepanden penelitian ini adalah terapi perilaku, terapi okupasi dan terapi wicara, sedangkan variabel dependen-nya adalah kemajuan anak autisme.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang bersekolah di sekolah autisme YPPA Parak Gadang dan Yayasan BlMA yang terdiagnosa Autisme sebanyak 75 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah anak autisme

(4)

ringan dan sedang dengan jumlah 40 orang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan total sampling kemudian diekslusi menjadi 40 orang. Kriteria sampel untuk anak autis adalah anak dengan kategori autis ringan sebanyak 21 orang dan autis sedang sebanyak 19 orang, jadi sampel untuk anak autis sebanyak 40 orang. Kategori untuk anak dengan autis berat tidak dimasukkan dengan jumlah 35 orang. Kriteria anak dengan autis berat di sekolah ini adalah autisme ditambah dengan gangguan lain jadi anak mengalami gangguan yang kompleks.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian berupa pra intervensi dan post intervensi dan diobservasi oleh peneliti. Sebelum dilakukan intervensi, anak-anak autisme dilakukan test. Berdasarkan hasil test pra intervensi akan dilakukan intervensi berupa latihan terapi untuk anak. Intervensi dilakukan selama 6 minggu dan diakhir pertemuan, anak dilakukan tes kembali dengan instrument yang sama dengan instrumen pre intervensi.

Instrumen penelitian yang digunakan pada anak autis terdiri dari terapi perilaku, terapi wicara, terapi okupasi dengan menggunakan lembaran observasi cheklist dengan bobot maksimal masing-masing terapi 10.

Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul dilakukan pengolahan dengan perhitungan statistik deskriptif untuk analisa univariatnya yaitu analisis distribusi frekwensi dengan menggunakan rumus:

p = f x 100% N

Keterangan : p = presentase

f = Jumlah soal yang dijawab

(5)

Analisa bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel independen dengan variabel dependen, untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel digunakan uji Chi-square dengan derajat kepercayaan 95 % ( p < 0,05 ), pengolahan data dengan komputerisasi

Jika didalam sel ditemukan nilai E<5 maka analisa digunakan Fisher Exact. Bila hasil analisa diperoleh nilai P<0,05 maka secara statistika disebut bermakna dan jika nilai P>0,05 maka hasil penghitungan disebut tidak bermakna.

HASIL

Hasil penelitian ini didahului dengan karakteristik anak berdasarkan usia dan jenis kelamin. Hasil yang diperoleh adalah golongan umur anak yang terbanyak kurang dari 3 tahun (60%) dan usia lebih atau sama dengan 3 tahun sebanyak 40%. Anak autisme yang berjenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 57,5 % dan perempuan 42.3%.

Hasil perhitungan statistik deskriptif, jumlah anak yang mengalami kemajuan dari terapi yang diberikan selalu meningkat untuk setiap terapi, jika dibandingkan dengan pra intervensi. Hal lebih jelas dapat dilihat pada diagram dibawah:

19 21 30 10 15 25 27 13 1921 25 15 0 5 10 15 20 25 30 jumlah

T. Perilaku T. Okupasi T. Wicara Jenis Terapi

Grafik Perbandingan Hasil Penelitian Pre dan Post Intervensi Terapi Autis di Sekolah Khusus Autisme di Kota Padang, Tahun

2006

Pre baik Pre kurang Post baik Post kurang

(6)

Penelitian ini juga menggunakan analisa bivariat dengan pendekatan chi-square, dengan tujuan melihat apakah berpengaruh intervensi yang dilakukan atau tidak secara statistiknya. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel perikut:

Tabel 1. Pengaruh Terapi Perilaku, Terapi Okupasi dan Terapi Wicara terhadap Kemajuan Anak Autisme di Sekolah Autisme YPPA Parak Gadang dan Yayasan BIMA Padang, Tahun 2006.

Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 30 orang anak melakukan terapi perilaku dengan baik, lebih setengahnya memperlihatkan kemajuan yaitu 25 orang (83.3%), sedangkan yang melakukan terapi perilaku yang kurang baik hanya 4 orang (40%) memperlihatkan kemajuan. Tabel diatas juga memperlihatkan dari 27 responden yang melakukan terapi okupasi yang baik, hampir seluruhnya 25 orang (92.6%) memperlihatkan kemajuan, sedangkan dari 13 responden yang melakukan terapi okupasi yang kurang hanya 4 orang (30.8%) yang memperlihatkan kemajuan. Terapi wicara juga dapat kita lihat pada tabel diatas, dari 25 orang responden yang menjalani terapi wicara dengan baik, 22 orang (88.0%) menunjukkan kemajuan sedangkan dari 15 orang responden yang melakukan terapi wicara yang kurang hanya 7 orang (46.7%) yang memperlihatkan kemajuan. Dari uji statistik diperoleh nilai yang bermakna yaitu P = 0.014, 0,000 dan 0,009, dengan demikian ada pengaruh pemberian terapi perilaku, terapi okupasi dan terapi wicara terhadap kemajuan anak autisme.

TERAPI Kemajuan F % Nilai P Maju Tidak F % F % Terapi Perilaku Baik 25 83.3 5 16.7 30 100 P = 0.014 Kurang 4 40.0 6 60.0 10 100 Terapi Okuasi P = 0.000 Baik 25 92.6 2 7.4 27 100 Kurang 4 30.8 9 69.2 13 100 Terapi wicara P = 0.009 Baik 22 88.0 3 12.0 25 100 Kurang 7 46.7 8 53.3 15 100 Jumlah 29 11 40 100

(7)

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan anak yang diintervensi secaraterus menerus selama lebih kurang 6 minggu secara terstruktur memperlihatkan hasil yang baik. Hal ini mungkin didukung oleh fasilitasi dalam menjalankan terapi dimana pada saat anak diberikan terapi perilaku mereka mendapatkan satu ruangan perorang sehingga anak bebas dari gangguan dari lingkungan sekitamya seperti bunyi-bunyian. Ruangan yang tenang dapat membantu anak untuk menerima materi dengan mudah karena lebih konsentrasi. Begitu juga dengan terapis lebih konsentrasi menangkap kemajuan yang diperlihatkan oleh anak autisme.

Sebelum intervensi kondisi yang sama dengan sesudah intervensi, namun ketidak teraturan anak datang kesekolah menyebabkan kemunduran terhadap kemajuan anak, karena respon yang baik tidak diulang-ulang, tidak akan menunjukkan kemajuan yang berarti. Hal ini sesuai dengan teori menurut Bonny Danuatmaja (2003), bahwa pada saat pemberian terapi perilaku gangguan seperti kebisingan bisa membuat anak tidak fokus dan kehilangan konsentrasi.

Anak yang melakukan terapi okupasi dengan baik sesudah intervensi 27 orang (67,5%) dan yang melakukan dengan kurang baik 13 orang (32,5%). Sedangkan sebelum intervensi yang melakukan terapi okupasi baik 15 orang (37,5%) dan yang kurang baik lebih setengahnya 25 orang (62.5%). Sama halnya dengan terapi perilaku, pada terapi okupasi lebih banyak anak yang bisa melakukan dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh tekhnik dan pengetahuan terapis dalam memberikan materi. Pada saat terapi okupasi dilakukan terapis melatih keterampilan anak dengan suasana yang menyenangkan sambil mengajak anak bermain sehingga membangkitkan minat anak untuk berlatih. Terapi yang diberikan tidak terlalu lama tapi sering dan terapis akan menghentikannya jika anak tampak bosan.

Sama halnya dengan dua terapi diatas pada terapi wicara hasil penelitian menunjukkan perubahan setelah intervensi. Pada terapi wicara banyak juga anak yang melakukan dengan baik, hal ini disebabkan oleh persiapan yang dilakukan terapis untuk melakukan terapi, seperti mengajak anak berkomunikasi dengan suasana yang menyenangkan bagi anak.

(8)

Pada tabel diatas, kemajuan dapat dilihat dari ketiga terapi (terapi perilaku, terapi wicara dan terapi okupasi), yang mengalami kemajuan yaitu 29 orang (72,5%). Hal ini mungkin disebabkan oleh metode yang diterapkan oleh sekolah ini dimana metode yang diterapkan sistematis dan terukur. Kemampuan terapis juga memegang peranan penting dalam mengoptimalkan terapi pada anak autisme. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang mengalami kemajuan ternyata lebih banyak dari golongan umur <3 tahun sehingga hal ini mungkin mempercepat kemajuan anak. Menurut Y.Handoyo (2003), usia anak bisa berpengaruh terhadap kemajuannya terutama untuk umur < 3 tahun karena pada masa itu perkembangan otak paling cepat

Terapi perilaku merupakan salah satu terapi yang diberikan kepada penyandang autisme dimana terapi ini difokuskan kepada kemampuan anak untuk berespon terhadap lingkungan dan mengajarkan anak perilaku-perilaku yang umum (Yanwar Hadiyanto, 2004). Pemberian terapi perilaku pada anak autisme, dapat meningkatkan kemajuan terutama pada anak yang melakukan terapi ini dengan baik. Hal ini bisa disebabkan oleh metode yang diterapkan dimana materi yang diajarkan sistematik, terstruktur dan terukur, dimulai dari sistem one on one, adanya prompt (bimbingan, model, arahan) kemudian respon yang benar akan mendapatkan imbalan. Latihan yang dilakukan oleh terapis juga sangat mendukung dimana latihan dilakukan dengan berulang-ulang sampai anak berespon dengan sendiri tanpa prompt serta adanya evaluasi yang sesuai dengan kriteria yang sudah dibuat (Y.Handoyo, 2003). Kemampuan terapis juga ikut mendukung kemajuan dari anak autisme. Menurut Dyah Puspita (2004), salah satu yang mempengaruhi keberhasilan kemajuan pada anak autisme adalah kecerdasan anak. Dengan pemberian terapi yang baik dan kemampuan anak dalam menangkap materi yang diajarkan akan dapat mengoptimalkan kemajuan pada anak autisme.

Pada 10 anak yang melakukan terapi perilaku dengan kurang baik yang memperlihatkan kemajuan hanya 4 orang (40%). Hal ini bisa saja disebabkan oleh efek terapi yang lain yang diterima oleh anak autisme yaitu terapi medikamentosa atau terapi obat-obatan. Anak autisme mendapatkan obat-obatan yang bekerja pada susunan saraf pusat karena pada penyandang autisme adanya kelainan pada

(9)

otak mereka, contoh obat-obatan yang diberi adalah risperdal dan vitamin B6 (Pyridoksin) sehingga efek dan pengaruh obat yang mereka terima membuat anak masih berada dalam keadaan yang sulit untuk fokus terhadap materi yang diberikan (Y.Handoyo, 2003). Pemakaian obat yang tidak tepat bisa membuat penyaluran informasi antar otak semakin kacau mengingat obat yang dipakai adalah obat-obatan yang bekerja pada susunan saraf pusat (Agus Suryana, 2004).

Sama halnya dengan terapi perilaku ataupun dengan terapi wicara, terapi inipun banyak anak yang mengalami kemajuan dimana hal tersebut bisa disebabkan pad a saat akan dilakukan terapi okupasi anak terlebih dulu diberikan terapi bermain dimana hal ini dilakukan untuk memberikan persiapan pada anak. Menurut Bonny Danuatmaja (2004), pada latihan prevokasional yang merupakan salah satu tahapan dari terapi okupasi dimana anak harus diberi peluang persiapan untuk menghadapi tugas dan pekerjaan.

Pada beberapa anak yang tidak mengalami kemajuan pada saat dilakukan terapi anak dalam keadaan emosi sehingga anak menarik diri. Salah satu tujuan terapi okupasi yaitu diversional dimana kegiatan ini untuk menyalurkan emosi dan kekesalan, sehingga walaupun anak marah pada situasi atau tekanan yang dihadapi, anak tidak akan menarik diri dan mudah tersinggung (Y.Handoyo, 2003). Dalam memberikan terapi harus sesuai dengan kebutuhan anak dan diusahakan anak memberikan reaksi yang baik terhadap stimulasi walaupun bukan reaksi yang dituntut, melainkan dibimbing sesuai kebutuhan, kemampuan dan tingkat perkembangan anak. Sedikit demi sedikit anak diberi aktivitas yang lebih dapat mengembangkan proses pengolahan informasi sensorik yang lebih baik (Bonny Danuatmaja, 2003).

Bagi penyandang autisme oleh karena semua penyandang autisme mempunyai keterlambatan dalam bicara dan kesulitan dalam berbahasa, maka terapi ini adalah suatu keharusan (Y.Handoyo, 2003). Terapi wicara yang dilakukan pada anak autisme disekolah ini banyak yang memperlihatkan kemajuan dimana hal ini bisa disebabkan oleh karena anak sudah pemah mempunyai konsep pemahaman, konsep ujaran decoding (menerima atau memberi tanggapan) dan encoding (memberi ransangan atau atau stimulus) sesuai umumya (Bonny Danuatmaja, 2003).

(10)

Selain itu anak yang bisa mengikuti terapi ini dengan baik telah sampai pada terapi symptomatic jadi pemahaman sudah lebih baik. Terapi symptomatic merupakan tahapan dari terapi wicara dimana terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak berbicara sesuai kemampuan sendiri atau ekspresif (Bonny Danuatmaja, 2003). Pada beberapa anak yang tidak mengalami kemajuan terapi wicara dimana hal ini bisa disebabkan oleh koordinasi otot mulut yang tidak baik dan adanya gangguan di pusat bahasa pada otak anak sehingga perkembangan bahasa dan wicaranya belum mempunyai konsep pemahaman dan ujaran dan belum terhubungnya antara pusat pemahaman bahasa (area wemicke's) dengan pusat motoriknya (area broca 's) (Agus Suryana, 2004).

Dari segi pendidikan, bahasa memiliki kedudukan penting dan mendasar karena dengan memiliki kemampuan bahasa, anak akan mengerti dan memahami materi yang disampaikan oleh orang lain dan akhimya mampu mengoperasikannya (Dyah Puspita, 2003). Komunikasi akan lebih baik didapatkan oleh anak apabila selain disekolah anak juga diajarkan berkomunikasi dengan baik oleh keluarga.

Penelitian dari terapi perilaku, terapi wicara dan terapi okupasi memperlihatkan bahwa anak yang melakukan terapi pada pra intervensi dengan kurang baik ternyata masih bisa memperlihatkan kemajuan. Hal ini bisa disebabkan oleh karena anak masih dalam kategori autis ringan, partsipasi orangtua dalam memberikan terapi yang dilakukan dirumah juga ikut mendukung dan tehnik serta keterampilan terapis dalam memberikan terapi pada anak autisme sehingga materi bisa diterima dan dilakukan dengan baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian yang dilakukan tentang pengaruh pemberian terapi terhadap kemajuan anak autisme dilakukan untuk meyakinkan keluarga dengan terapi bahwa anak dengan autisme dapat disembuhkan dengan cara bertahap, sistematis dan kesabaran. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan terjadinya peningkatan kemampuan perilaku, okupasi dan wicara anak autisme yang diintervensi selama l6 minggu. Sudah dapat dijawab bahwa ada pengaruh pemberian terapi teerhadap kemajuan anak autisme. Anak yang melakukan terapi

(11)

Agar penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat direkomendasikan pada pihak yang berwenang dalam hal ini pemerintah, dan pihak pengelola sekolah, peneliti menyarankan :

1. Bagi sekolah dan terapis sebaiknya waktu pelaksanaan terapi untuk anak lebih ditingkatkan, agar kemajuan program terapi anak lebih optimal. 2. Pelaksanaan terapi yang terus menerus atau kontinu dapat diteruskan

keluarga (terutama ibu) di rumah.

3. Bagi Diknas sebaiknya melakukan pemantauan seperti monitoring yang bersifar reguler ke sekolah-sekolah autisme sehingga pemberian terapi tetap teratur dan sistematis.

4. Bagi mata ajar komunitas, dapat dilakukan intervensi terapi anak autis sebagai salah satu sasaran kelompok khusus yang berisiko dengan berkolaborasi dengan mata ajar keperawatan anak yang melihat pertumbuhan dan perkembangan anak autisme.

5. Penting dilakukan penelitian lebih lanjut dengan tentang anak autisme mengingat prevalensi autisme semakin meningkat belakangan ini seperti pemberian diet yang tepat untuk anak autisme

∗ Ns. Rika Sabri, S.Kp.,M.Kes.,Sp.Kom Staf pengajar bagian keperawata komunitas PSIK-FK Unand

** Dra. Eti Yerizel, MS : Staf pengejar FK Unand *** Adisti Mira, S.Kep : Mahasiswa PSIK FK Unand

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Jakarta: EGC.

Budiman, Melly. (2001). Langkah Awal Menanggulangi Autisrne. Jakarta, Nirmala

Danuatmaja, Bonny. (2003). Terapi Anak Autisme di Rumah. Jakarta, Swara Puspa

Faisal Y. (2003) Autisme: Suatu gangguan jiwa pada anakanak. Pustaka Popular Obor

Hadiyanto, Yanwar. (2004). Autisme. Diakses dan www.autism.society org.2002 diakses kamis tanggal 09 Juni 2005

Handoyo, Y . (2003). Autisma. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2003

Nursalam. (2001), Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV Infomedika Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi,

Rineka Cipta, Jakarta

Puspita,Dyah. (2003). Kiat Praktis Mempersiapkan dan Membantu Anak Autis mengikuti Pendidikan di Sekolah Umum. Makalah Seminar MANDIGA, 22 Maret 2003. Indosiar.

Soetadi, Rudy. (2004). Terapi Tata Laksana Autisme. Jakarta Yayasan Autisma Indonesia.

Gambar

Grafik Perbandingan Hasil Penelitian Pre dan Post Intervensi  Terapi Autis di Sekolah Khusus Autisme di Kota Padang, Tahun
Tabel 1.  Pengaruh Terapi Perilaku, Terapi Okupasi dan Terapi Wicara  terhadap Kemajuan Anak Autisme di Sekolah Autisme YPPA  Parak Gadang dan Yayasan BIMA Padang, Tahun 2006

Referensi

Dokumen terkait

DO ( Dissolved Oxygen ) atau disebut dengan oksigen terlarut dalam badan air disamping digunakan untuk kehidupan air, juga akan membantu proses penghilangan.. beberapa senyawa

Demikian halnya pada Lembaga pendidikan Akpol bagian Sumber Daya Manusia yang dituntut kecepatan dan ketelitian dalam hal pemrosesan data, salah satu dari

[r]

Pengembangan pembelajaran kontekstual pada tingkat SMA dalam mata pelajaran bahasa Indonesia ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada

Masalah tersebut adalah tentang kemampuan berbicara argumentatif anak yang berbahasa ibu bahasa Indonesia dalam keluarga multikultural dengan pola asuh otoritatif.. 1.3

Situs properti ini memberikan informasi mengenai rumah dijual tren harga rumah berdasarkan sejarah transaksi sehingga memberikan gambaran yang jelas apakah saat ini adalah waktu yang

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir dengan judul “ Sistem

[r]