• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MODEL Q BACK ORDER PADA PRODUKSI POLYETHYLENE PT LOTTE CHEMICAL TITAN NUSANTARA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MODEL Q BACK ORDER PADA PRODUKSI POLYETHYLENE PT LOTTE CHEMICAL TITAN NUSANTARA SKRIPSI"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MODEL Q BACK ORDER PADA PRODUKSI POLYETHYLENE

PT LOTTE CHEMICAL TITAN NUSANTARA

SKRIPSI

Oleh:

LAILA FITRIANI 3333190104

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON-BANTEN

2023

(2)

ii

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MODEL Q BACK ORDER PADA PRODUKSI POLYETHYLENE

PT LOTTE CHEMICAL TITAN NUSANTARA

Skripsi ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Teknik

Oleh:

LAILA FITRIANI 3333190104

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON-BANTEN

2023

(3)
(4)

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan Oleh:

NAMA : LAILA FITRIANI NIM : 3333190104

JURUSAN : TEKNIK INDUSTRI

JUDUL : PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MODEL Q BACK ORDER PADA PRODUKSI POLYETHYLENE PT LOTTE CHEMICAL TITAN NUSANTARA.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan Diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pada hari : Kamis

Tanggal : 05 Januari 2023

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1 : Dr. Lely Herlina, S.T., M.T.

Pembimbing 2 : Dr. Eng. Ir. Bobby Kurniawan, S.T., M.T.

Penguji 1 : Ade Irman Saeful Mutaqin S, S.T., M.T.

Penguji 2 : Dyah Lintang Trenggonowati, S.T., M.T.

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Industri

Ade Irman Saeful Mutaqin, S.S.T., M.T.

NIP. 98206152012121001

(5)

v

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan Skripsi ini.

Laporan ini disusun berdasarkan hasil yang telah ditempuh dalam kurun waktu 3 bulan, terhitung dari tanggal 01 Oktober 2022 sampai dengan 15 Desember 2022 di PT Lotte Chemical Titan Nusantara. Penyusunan laporan Skripsi ini dilakukan untuk memenuhi mata kuliah wajib dan merupakan salah satu syarat kelulusan akademik pada Program Studi Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Dalam penulisan laporan Skripsi ini penulis menyadari bahwa masih jauh dalam kata sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, doa, serta dukungan moral, laporan Skripsi ini tidak akan selesai tepat pada waktunya. Oleh karena ini penulis mengucapkan terima kasih yang sangat banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan Skripsi ini kepada:

1. Kelurga tercinta (Bapak Muhardi, Ibu Maimanah dan Mba Astry Desiria Meiliani) yang selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk apapun yang saya lakukan.

2. Bapak Ade Irman Saeful Mutaqin S, S.T., M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Ibu Dr. Lely Herlina, S.T., M.T selaku dosen pembimbing 1 yang telah memberi saran, arahan dan bimbingannya.

4. Bapak Dr. Eng. Ir. Boby Kurniawan, S.T., M.T selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberi saran, arahan dan bimbingannya.

5. Bapak Ade Irman Saeful Mutaqin S, S.T., M.T selaku dosen penguji 1 yang telah memberi saran, arahan dan revisinya.

(6)

vi

6. Ibu Dyah Lintang Trenggonowati, S.T., M.T selaku dosen penguji 2 yang telah memberi saran, arahan dan revisinya.

7. Ibu Yusraini Muharni, S.T., M.T selaku Koodinator Tugas Akhir Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

8. Bapak Yudi Rahadian selaku Superintendent PPIC PT Lotte Chemical Titan Nusantara yang selalu menerima dan membantu dalam pengumpulan data.

9. Galih Bhaswara yang selalu mendukung dan memberikan arahan, memberikan motivasi serta dorongan dan selalu ada dalam keadaan suka maupun duka.

10. Sahabat-sahabat yang selalu berada dalam lingkungan saya dan membantu dalam mengerjakan laporan ini dan keluarga besar Teknik Industri 2019.

11. Asisten Laboratorium Sistem Produksi yang selalu memberi semangat dan masukan.

Cilegon, 05 Januari 2023

Laila Fitriani

(7)

vii

ABSTRAK

LAILA FITRIANI. PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MODEL Q BACK ORDER PADA PRODUKSI POLYETHYLENE PT LOTTE CHEMICAL TITAN NUSANTARA. Dibimbing oleh DR. LELY HERLINA, S.T., M.T. dan DR. ENG. IR. BOBY KURNIAWAN, S.T., M.T.

Ketersediaan bahan baku yang tepat menjadi suatu keharusan demi menjamin kelancaran proses produksi. PT Lotte Chemical Titan Nusantara mengalami permasalahan ketersediaan bahan baku. Perhitungan bahan baku menghasilkan nilai yang belum optimal, persediaan ethylene 9.174 MT dan butene-1 7.891 MT sehingga mengakibatkan kekurangan persediaan bahan baku. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif yang menghasilkan pengendalian bahan baku optimal menggunakan model usulan Model Q back order.

Model pengendalian persediaan yang dikembangkan melalui model Q back order memiliki empat variabel keputusan dan satu fungsi tujuan. Variabel keputusan model diantaranya total persediaan (q0), titik pemesanan ulang (r), persediaan pengaman (Ss) dan tingkat pelayanan (Tp). Fungsi tujuan model adalah total biaya persediaan. Hasil pengembangan model pengendalian persediaan model Q back order memberikan solusi yang optimal bagi perusahaan karena mampu mengoptimalkan biaya total persediaan bahan baku ethylene Rp 3.207.748.552.882 dan butene-1 Rp 3.753.832.528.638. Dengan jumlah persediaan bahan baku ethylene 15.665 MT dan bahan baku butene-1 12.991 MT. Untuk tingkat pelayanan bahan baku ethylene 99,336% dan untuk bahan baku butene-1 99,486%. Titik pemesanan kembali (r) bahan baku ethylene 12.253 MT dan butene- 1 9.448 MT. Untuk persediaan pengaman (Ss) bahan baku ethylene 6.170 MT dan butene-1 4.896 MT.

Kata Kunci : back order, model Q, persediaan, demand, probabilistik, polyethylene

(8)

viii

ABSTRACT

LAILA FITRIANI. RAW MATERIAL INVENTORY CONTROL WITH THE BACK ORDER Q MODEL FOR POLYETHYLENE PRODUCTION IN PT LOTTE CHEMICAL TITAN NUSANTARA. Guided by DR. LELY HERLINA, S.T., M.T. and DR. ENG. IR. BOBY KURNIAWAN, S.T., M.T.

The availability of raw materials is a must in order to ensure smooth production process. PT Lotte Chemical Titan Nusantara experienced problems with availability of raw materials. Calculation of raw materials resulted in value that was not optimal, inventories of ethylene 9,174 MT and butene-1 7,891 MT resulting shortage of raw material inventories. The approach used in research is quantitative approach which produces optimal control of raw materials using proposed model the back order Q model. The inventory control model developed through the back order Q model has four decision variables and one objective function. Model decision variables total inventory (q0), reorder point (r), safety stock (Ss) and service level (Tp). The objective function model is inventory cost. The results of development the back order Q model inventory control provide an optimal solution for company because is able to optimize the cost of ethylene IDR 3,207,748,552,882 and butene-1 IDR 3,753,832,528,638. With a total inventory 15,665 MT of ethylene and 12,991 MT and butene-1. For the service level of ethylene 99.336% and butene- 1 99.486%. The reorder point (r) of ethylene is 12,253 MT and butene-1 is 9,448 MT. The safety stock (Ss) for ethylene 6,170 MT and butene-1 4,896 MT.

Keywords: back order, Q model, inventory, demand, probabilistic, polyethylene

(9)

ix

RINGKASAN

Laila Fitriani. Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan Model Q Back Order pada Produksi Polyethylene PT Lotte Chemical Titan Nusantara.

Dibimbing Oleh Dr. Lely Herlina, S.T., MT. dan Dr. Eng. Ir. Boby Kurniawan, S.T., M.T.

Latar belakang; Bahan baku adalah hal utama yang kritis dalam proses atau alur produksi. Ketersediaan bahan baku yang tepat menjadi suatu keharusan demi menjamin kelancaran proses produksi. PT Lotte Chemical Titan Nusantara mengalami permasalahan dalam ketersediaan bahan baku. Perhitungan kebutuhan bahan baku seringkali menghasilkan nilai yang belum optimal, sehingga mengakibatkan persediaan bahan baku mengalami out of stock atau kekurangan.

Perhitungan persediaan yang belum optimal mengakibatkan adanya pemesanan secara tak terduga yang dapat menyebabkan pengeluaran biaya yang tidak terduga.

Dengan dilakukannya perhitungan persediaan bahan baku yang optimal akan ditemukan jumlah persediaan optimal, total biaya persediaan optimal, titik pemesanan kembali (reorder point) dan persediaan pengaman (safety stock) bahan baku dan tingkat pelayanan yang optimal.

Perumusan masalah; Dalam penelitian ini dilakukan perancangan model pengendalian persediaan untuk membuat rancangan perhitungan dengan usulan model pengendalian persediaan model Q back order. Perancangan model Q back order dibuat dengan menentukan parameter, fungsi tujuan, variabel keputusan dan fungsi pembatas. Pemecahan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perhitungan probabilistik. Pemecahan model Q back order dibuat menggunakan bantuan software python dan akan menghasilkan keputusan diantaranya tingkat persediaan, tingkat pelayanan (service level) optimal, titik pemesanan kembali (reorder point ), persediaan pengaman (safety stock) optimal dan biaya total optimal.

Tujuan penelitian; Penelitian ini bertujuan untuk merancang model pengendalian persediaan model Q back order sebagai usulan perbaikan bagi perusahaan yang dapat optimalisasi biaya total persediaan, meningkatkan total persediaan, meningkatkan pelayanan (service level) optimal, titik pemesanan kembali (reorder point ) dan persediaan pengaman (safety stock) optimal.

Metode penelitian; Penelitian ini menggunakan dasar metode pendekatan kuantitatif. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang berupa angka-angka dan hasil perhitungan statistik. Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini akan menghasilkan pengendalian bahan baku yang optimal menggunakan Model Q dengan sistem Back Order.

Hasil penelitian; Model pengendalian persediaan yang dikembangkan melalui model Q back order memiliki tiga variabel keputusan dan satu fungsi tujuan. Variabel keputusan model diantaranya ukuran lot pemesanan untuk setiap kali melakukan pembelian, titik pemesanan ulang (reorder point) dan persediaan

(10)

x

pengaman (safety stock). Fungsi tujuan model adalah biaya total persediaan yang dikeluarkan perusahaan.

Kesimpulan; Hasil pengembangan rancangan model pengendalian persediaan menggunakan model Q back order memberikan solusi yang baik dan optimal bagi perusahaan karena mampu menghasilkan biaya persediaan optimal dengan jumlah persediaan yang lebih banyak dan mempengaruhi tingkat pelayanan, persediaan pengaman dan titik pemesanan kembali yang lebih optimal.

Kata Kunci : back order, model Q, persediaan, demand, probabilistik, polyethylene

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ... i

Halaman Judul ... ii

Halaman Pernyataan Keaslian ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Prakata ... v

Abstrak Bahasa Indonesia ... vii

Abstrak Bahasa Inggris ... viii

Ringkasan ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xv

Daftar Gambar ... xvi

Daftar Arti Lambang, Singkatan dan Istilah ... xviii

Daftar Lampiran ... xvix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Batasan Masalah... 6

1.5 Sistematika Penulisan... 6

1.6 Penelitian Terdahulu ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polietilena ... 12

2.1.1 High Density Polyethylene ... 12

2.1.2 Low Density Polyethylene ... 14

2.2 Perencanaan Produksi ... 15

2.2.1 Subcontract ... 18

2.2.2 Back Orders ... 18

2.2.3 Hiring and Firing ... 19

(12)

xii

2.2.4 Overtime and Underime ... 19

2.3 Kebijakan Pengendalian Persediaan ... 20

2.3.1 Tujuan Pengendalian Persediaan... 21

2.3.2 Prinsip-prinsip Pengendalian Persediaan ... 21

2.4 Manajemen Persediaan ... 21

2.5 Safety stock ... 23

2.6 Model Probabilistik ... 24

2.7 Model Q ... 26

2.7.1 Formulasi Model Q ... 30

2.7.2 Formulasi Model Q Dengan Back Order ... 32

2.7.3 Formulasi Model Q Dengan Lost Sales ... 34

2.8 Verifikasi dan Validasi Model ... 34

2.8.1 Aturan Verifikasi dan Validasi Dalam Simulasi ... 35

2.8.2 Validasi Model Konseptual ... 36

2.8.3 Representasi Kejadian Sistem ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 38

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.3 Cara Pengumpulan Data ... 38

3.4 Alur Pemecahan Masalah ... 39

3.4.1 Flowchart Pemecahan Masalah ... 39

3.4.2 Flowchart Pengembangan Model ... 41

3.5 Deskripsi Flowchart ... 42

3.5.1 Deskripsi Flowchart Pemecahan Masalah ... 42

3.5.2 Deskripsi Flowchart Pengembangan Model ... 43

3.6 Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data ... 48

4.1.1 Demand Polyethylene ... 49

4.1.2 Demand Bahan Baku... 50

4.1.3 Data Lead Time ... 51

(13)

xiii

4.1.4 Biaya Transpotasi ... 51

4.1.5 Biaya Inventori ... 52

4.1.6 Biaya Bahan Baku ... 52

4.2 Pengolahan Data... 53

4.2.1 Formulasi Model Eksisting Perusahaan ... 54

4.2.2 Pengembangan Model Usulan Model Q Back Order ... 55

4.2.2.1 Pembuatan Model Konseptual ... 56

4.2.2.2 Pembuatan Influence Diagram ... 56

4.2.2.3 Penentuan Asumsi dan Batasan Model ... 57

4.2.2.4 Penentuan Variabel Keputusan ... 58

4.2.2.5 Penentuan Fungsi Tujuan ... 59

4.2.2.6 Pembuatan Pembatas Model ... 60

4.2.2.7 Uji Normalitas Data ... 61

4.2.3 Perhitungan Persedian dan Biaya Berdasarkan Model Q Back Order ... 62

4.2.3.1 Interpretasi Hasil Model Bahan Baku Ethylene ... 64

4.2.3.2 Interpretasi Hasil Model Bahan Baku Butene-1... 67

4.2.4 Perbandingan Total Biaya Persediaan ... 70

4.2.5 Verifikasi dan Validasi Model ... 71

4.2.6 Uji Sensitivitas Model ... 73

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Perbandingan Tingkat Persediaan Berdasarkan Kondisi Perusahaan dan Model Q Back Order ... 77

5.2 Analisis Tingkat Pelayanan (Service Level) Model Q Back Order ... 78

5.3 Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) dan Tingkat Persediaan Pengaman (Safety stock) Model Q Back Order ... 79

5.4 Analisis Perbandingan Total Biaya Persediaan Berdasarkan Kondisi Perusahaan dan Model Q Back Order ... 81

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 83

6.2 Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiv LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian Terdahulu ... 8

Tabel 2. Hal-hal Dalam Verifikasi dan Validasi ... 35

Tabel 3. Demand Polyethylene ... 49

Tabel 4. Demand Bahan Baku ... 50

Tabel 5. Data Lead Time ... 51

Tabel 6. Biaya Transportasi ... 51

Tabel 7. Biaya Inventori ... 52

Tabel 8. Biaya Bahan Baku ... 52

Tabel 9. Perhitungan Persediaan dan Biayanya Berdasarkan Kondisi Perusahaan... 55

Tabel 10. Hasil Interpretasi Model Bahan Baku Ethylene ... 66

Tabel 11. Rekapitulasi Hasil Interpretasi Model Bahan Baku Ethylene ... 66

Tabel 12. Hasil Interpretasi Model Bahan Baku Butene-1 ... 68

Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Interpretasi Model Bahan Baku Butene-1 ... 69

Tabel 14. Perbandingan Total Biaya Persediaan Eksisting dan Usulan Model Q Back Order ... 70

Tabel 15. Uji Sensitivitas Model Terhadap Penurunan Nilai Demand Ethylene ... 74

Tabel 16. Uji Sensitivitas Model Terhadap Kenaikan Nilai Demand Ethylene ... 74

Tabel 17. Uji Sensitivitas Model Terhadap Penurunan Nilai Demand Butene-1 .. 74

Tabel 18. Uji Sensitivitas Model Terhadap Kenaikan Nilai Demand Butene-1 .... 75

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lambang Plastik HDPE ... 13

Gambar 2. Contoh Produk Plastik HDPE ... 13

Gambar 3. Lambang Plastik LDPE ... 14

Gambar 4. Contoh Produk Plastik LDPE ... 14

Gambar 5. Kerangka Dasar Perencanaan Strategi Produksi ... 17

Gambar 6. Hubungan antara Safety stock, Lead Time dan Reorder Point ... 24

Gambar 7. Sistem Persediaan Model Q ... 27

Gambar 8. Mekanisme Pengendalian Model Q ... 29

Gambar 9. Relasi Verifikasi, Validasi dan Pembentukan Model Kredibel ... 35

Gambar 10. Flowchart Pemecahan Masalah ... 40

Gambar 11. Flowchart Pengembangan Model ... 41

Gambar 12. Grafik Keadaan Model Eksisting Perusahaan Bahan Baku Ethylene ... 48

Gambar 13. Grafik Keadaan Model Eksisting Perusahaan Bahan Baku Butene-1 ... 48

Gambar 14. Komposisi Bahan Baku Produk HDPE, LDPE dan LLDPE ... 50

Gambar 15. Model Konseptual Pengembangan Model ... 56

Gambar 16. Influence Diagram Pengembangan Model ... 57

Gambar 17. Ilustrasi Pembatas Model ... 61

Gambar 18. Uji Normalitas Bahan Baku Ethylene ... 62

Gambar 19. Uji Normalitas Bahan Baku Butene-1 ... 62

Gambar 20. Rancangan Model Bahan Baku Ethylene Menggunakan Python ... 65

Gambar 21. Rancangan Model Bahan Baku Butene-1 Menggunakan Python .... 67

Gambar 22. Grafik Keadaan Model Q Back Order Bahan Baku Ethylene ... 69

Gambar 23. Grafik Keadaan Model Q Back Order Bahan Baku Butene-1 ... 69

Gambar 24. Grafik Perbandingan Total Biaya Persediaan Eksisting dan Usulan Model Q Back Order ... 71

Gambar 25. Verifikasi Model Menggunakan Python ... 72

(17)

xvii

Gambar 26. Analisis Sensitivitas Perubahan Parameter Demand Untuk Ethylene Terhadap Fungsi Tujuan ... 75 Gambar 27. Analisis Sensitivitas Perubahan Parameter Demand Untuk Butene-1 Terhadap Fungsi Tujuan ... 76

(18)

xviii

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

LAMBANG/

SINGKATAN Nama Pemakaian Pertama

Kali pada Halaman ICMD Indonesian Capital Market Directory 1

BEI Bursa Efek Indonesia 1

PT Perseroan Terbatas 1

PE Polietilena 2

HDPE High Density Polyethylene 2

LDPE Low Density Polyethylene 2

LLDPE Linear Low Density Polyethylene 2

MTO Make to Order 16

MTS Make to Stock 16

RCCP Rough Cut Capacity Planning 16

PHK Pemutusan Hubungan Kerja 19

EOQ Economic Order Quantity 24

OT Biaya Total 25

OB Biaya Beli 25

OP Biaya Pesan 25

OS Biaya Simpan 25

OK Biaya Kekurangan 26

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Interpretasi Hasil Model Bahan Baku Ethylene Lampiran 2. Interpretasi Hasil Model Bahan Baku Butene-1 Lampiran 3. Verifikasi Model Menggunakan Python

Lampiran 4. Produk Polyethylene

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manufaktur adalah sebuah elemen yang sangat penting dalam dunia perindustrian. Manufaktur menjadi tahapan dalam produksi industri yang melibatkan manusia serta mesin. Manufaktur melibatkan beberapa kegiatan mulai dari pembuatan produk dari bahan mentah melalui berbagai proses, mesin dan operasi dan mengikuti rencana yang terorganisir dengan baik untuk setiap aktivitas yang diperlukan. Proses pengubahan bahan baku menjadi produk meliputi desain produk, pemilihan bahan baku, dan berbagai tahapan proses pembuatan produk.

Dalam konteks yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk dari bahan mentah melalui proses, mesin, dan aktivitas yang berbeda, mengikuti rencana yang terorganisir dengan baik untuk setiap aktivitas. Selain produk akhir, manufaktur melibatkan aktivitas menggunakan produk jadi untuk membuat kembali produk agar lebih baik. Produk-produk ini adalah mesin yang digunakan untuk memproduksi berbagai produk.

Direktori Industri Manufaktur (2021) Badan Pusat Statistik menyatakan pada tahun 2021, jumlah perusahaan industri manufaktur dengan kategori skala menengah dan besar mencapai angka sekitar 29.000 usaha atau perusahaan.

Berdasarkan data dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD), sektor perusahaan manufaktur adalah jumlah emiten terbesar dibandingkan dengan jumlah emiten lain dengan sektor lain yang tercatat di BEI (Bursa Efek Indonesia). Hal tesebut menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam dinamika perdagangan di BEI. Salah satu dari banyaknya perusahaan manufaktur yang ada di Indonesia ialah adalah perusahaan yang memproduksi produk polyethylene. Perusahaan ini diantaranya berlokasi di Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta dan Banten. Khususnya di Provinsi Banten, salah satu perusahaan yang memproduksi produk polyethylene atau biasa disebut PE (Polietilena) yaitu PT (Perseroan Terbatas) Lotte Chemical Titan Nusantara.

(21)

PT Lotte Chemical Titan Nusantara adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. PT Lotte Chemical Titan Nusantara berlokasi di Jalan Raya Merak Kilometer 116, Desa Rawa Arum, Pulomerak, Gerem, Kota Cilegon, Banten. PT Lotte Chemical Titan Nusantara didirikan pada tahun 1990.

Perusahaan ini bergerak di bidang industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam, dan batu bara yang memproduksi polyethylene dengan kapasitas terpasang tahunannya sebesar 450.000 MT. PT Lotte Chemical Titan Nusantara menghasilkan berbagai jenis produk polyethylene, terdiri dari polyethylene masa jenis tinggi atau High Density Polyethylene (HDPE), polyethylene masa jenis rendah atau Low Density Polyethylene (LDPE), dan polyethylene linier masa jenis rendah atau Linear Low Density Polyethylene (LLDPE).

Polyethylene adalah sebuah produk biji plastik yang terdiri atas uraian panjang monomer etilena (IUPAC: etena). Pada industri polimer, polyethylene biasa disebut atau disingkat dengan singkatan PE, perlakuan yang sama yang dilakukan oleh Polistirena (PS) dan Polipropilena (PP). Polyethylene (PE) adalah jenis polimer yang mempunyai ketahanan kimia dan ketahanan pakai cukup kuat. Penelitian ini membahas tentang polyethylene dengan jenis HDPE, LDPE dan LLDPE karena polethylene adalah salah satu produksi yang paling besar dalam hasil produksinya dengan hasil produksi dalam setahun sebesar 349.007 MT/Tahun.

Polyethylene memiliki bahan baku utama dalam produksinya yaitu ethylene dan butene-1 yang disediakan oleh supplier yang terletak di Singapura. Bahan baku tersebut dikirimkan melalui transportasi laut yang bekerja sama dengan pihak pelayaran.

Bahan baku adalah hal utama yang kritis dalam proses atau alur produksi.

Ketersediaan bahan baku yang tepat menjadi suatu keharusan demi menjamin kelancaran proses produksi. Saat ini, PT Lotte Chemical Titan Nusantara mengalami permasalahan dalam ketersediaan bahan baku. Perhitungan kebutuhan bahan baku seringkali menghasilkan nilai yang belum optimal, sehingga mengakibatkan persediaan bahan baku mengalami out of stock atau kekurangan.

Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat service level atau biasa disebut tingkat

(22)

pelayanan perusahaan terhadap pelanggan. Jika hal ini terjadi terus menerus, maka dapat mengakibatkan pelanggan beralih untuk membeli ke perusahaan yang lain (Nuryanti & Syauqi, 2021). Perhitungan ketersediaan bahan baku juga dapat mempengarungi biaya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Perhitungan persediaan yang belum optimal mengakibatkan adanya pemesanan secara tak terduga yang dapat menyebabkan pengeluaran biaya yang tidak terduga juga.

Terdapat beberapa elemen biaya biaya yang dikeluarkan mulai dari pemesanan bahan baku, pengiriman bahan baku sampai dengan penyimpanan bahan baku.

Dengan dilakukannya perhitungan persediaan bahan baku yang optimal akan didapatkan jumlah persediaan optimal, titik pemesanan kembali (reorder point) dan persediaan pengaman (safety stock) bahan baku, tingkat pelayanan (service level) dan total biaya persediaan optimal. Oleh karena itu perlunya dilakukan perencaanaan persediaan yang optimal untuk mengatasi hal tersebut.

Penentuan tingkat persediaan dipengaruhi oleh pola data proses produksi produk PE. Berdasarkan data historis, pola data tersebut berfluktuasi dan tidak pasti. Selama periode masa penelitian, data proses produksi yaitu sebesar27.257 MT di Bulan Oktober 2021, 31.500 MT di Bulan November 2021, 25.000 MT di Bulan Desember 2021, 36.000 MT di Bulan Januari 2022, 31.000 MT di Bulan Februari 2022, 28.900 MT di Bulan Maret 2022, 25.900 MT di Bulan April 2022, 25.900 MT di Bulan Mei 2022, 26.650 MT di Bulan Juni 2022, 29.000 MT di Bulan Juli 2022, 33.000 MT di Bulan Agustus 2022 dan 28.900 MT di Bulan September 2022. Pola data histroris ini mengindikasikan adanya perubahan proses produksi dari waktu ke waktu. Bentuk pola data mempengaruhi keputusan dalam menentukan model persediaan yang akan digunakan. Oleh karena itu, bersumber dari data historis, maka penelitian ini menggunakan model persediaan probabilistik.

Model persediaan probabilistik terbagi menjadi model P dan model Q.

Model P adalah kebijakan persediaan yang erat kaitannya dalam menentukan seberapa besar stok operasional yang harus tersedia serta dengan cadangan pengamannya (safety stock). Model P mampu menjawab tiga permasalahan diantaranya ialah jumlah barang untuk setiap kali pemesanan, waktu pemesanan dilakukan dan besarnya cadangan pengaman (Pulungan & Fatma, 2018).

(23)

Sedangkan model Q, model Q ialah model persediaan yang bertujuan untuk menentukan besarnya jumlah pesanan dan kapan waktu pemesanan bahan baku yang optimal sehingga nanti akan diperoleh total biaya persediaan yang optimal.

Perubahan pada nilai parameter model Q terdiri dari jumlah kebutuhan bahan baku, lead time dan biaya pembelian bahan baku sampai dengan angka 90% dapat berpengaruh pada jumlah pesanan yang optimal namun tidak menyebabkan perubahan pada model (Hidayat dkk, 2020). Model eksisting yang ada di perusahaan yaitu menggunakan model P. Model P yang ada pada eksisting perusahaan ialah model pengendalian persediaan bahan dengan menggunakan acuan jarak waktu antar pemesanan ialah tetap, tetapi jumlah pesanan dapat berubah-ubah dengan interval waktu yang tetap. Sementara model pada penelitian ini adalah model Q. Model Q digunakan untuk menentukan persediaan yang optimal, waktu pemesanan bahan yang optimal dan menentukan jumlah pesanan optimal sehingga diperoleh total biaya persediaan optimal dan juga sebagai perbandingan model eksisting perusahan dengan model untuk mengendalikan persediaan bahan. Model Q yang dibuat dengan sistem back order karena pada perusahaan jika pesanan yang dipesan oleh konsumen yang diterima perusahaan tidak dapat terpenuhi karena persediaan habis dan konsumen perlu bersedia menunggu sampai pesanan terpenuhi sehingga perusahaan tidak akan kehilangan keuntungan, maka dari itu dengan back order maka didapatkan kebijakan yang optimal seperti waktu pemesanan kembali, besar persediaan maksimum dan besarnya safety stock yang dapat menghasilkan biaya total persediaan yang optimal yang baik untuk perusahaan. Dengan pendekatan menggunakan model Q back order diharapkan hasil kebijakan persediaan dapat optimal dan juga dapat mengoptimalkan biaya total persediaan.

Penelitian terdahulu yang membahas model persediaan yaitu penelitian berjudul Pengendalian Persediaan Bahan dengan Model P dan Q Pada Kegiatan Produksi Camilan di Perusahaan Camilan Tradisional Malang oleh M. Hindun Pulungan, Sukardi dan Situ Rofida (2001). Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah bertujuan untuk mengendalikan persediaan bahan yang menentukan jumlah pesanan dan waktu pemesanan bahan yang optimal sehingga

(24)

diperoleh tingkat pelayanan (service level) yang optimal, nilai persediaan pengaman bahan baku (safety stock) dan titik pemesanan ulang bahan baku (reorder point) optimal serta total biaya persediaan optimal. Sementara perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu memiliki keunggulan, pada penelitian sebelumnya belum memberikan gambaran mengenai kebijakan back order dan keunggulan pada penelitian ini dibuat dengan mengembangkan formula sesuai dengan keadaan eksisting diperusahaan dengan menghasilkan nilai tingkat persediaan dan juga menghasilkan besar nilai persediaan pengaman dan titik pemesanan kembali yang sebelumnya belum diperhitungkan oleh perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka terdapat beberapa rumusan masalah pada penelitian ini diantaranya:

1. Bagaimana menentukan tingkat persediaan optimal menggunakan model Q back order?

2. Bagaimana menentukan tingkat pelayanan (service level) optimal menggunakan model Q back order?

3. Bagaimana menentukan titik pemesanan kembali (reorder point ) dan persediaan pengaman (safety stock) optimal menggunakan model Q back order?

4. Bagaimana biaya total yang didapat berdasarkan model Q back order?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah didapat, terdapat tujuan umum yaitu untuk merancang model Q pada sistem persediaan produk polyethylene.

Selain itu juga terdapat beberapa tujuan khusus lainnya yaitu:

1. Merancang model Q back order untuk menentukan tingkat persediaan optimal.

2. Merancang model Q back order untuk menentukan tingkat pelayanan (service level) optimal.

3. Merancang model Q back order untuk menentukan titik pemesanan kembali (reorder point ) dan persediaan pengaman (safety stock) optimal.

(25)

4. Menghitung biaya total yang dikeluarkan berdasarkan model Q back order.

1.4 Batasan Masalah

Pada penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah. Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bahan baku yang digunakan dalam produksi produk polyethylene ialah ethylene dan butene-1.

2. Transportasi yang digunakan dalam penyediaan bahan baku ialah transportasi laut dari supplier ke Jetty perusahaan.

3. Model Q yang dibuat menggunakan sistem back order.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam laporan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab Pendahuluan merupakan awal yang melatarbelakangi penelitian ini dilakukan. Bab Pendahuluan ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, sistematika penyusunan dan penelitian terdahulu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab Tinjauan Pustaka menjelaskan mengenai teori-teori yang akan digunakan dalam menyelesaikan permasalahan penelitian. Teori-teori tersebut didapatkan dari referensi beberapa buku dan jurnal ataupun artikel ilmiah serta penelitian-penelitian terdahulu yang akan membantu dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab Metode Penelitian menjelaskan bagaimana penelitian ini dilakukan dalam bentuk sebuah diagram alir dan penjelasannya. Bab Metode Penelitian berisi tentang rancangan penelitian, lokasi dan waktu penelitian, cara pengumpulan data, alur penelitian, deskripsi alur penelitian dan analisis data.

(26)

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan data yang dikumpulkan beserta data yang diolah yang didapatkan oleh peneliti selama melakukan penelitian untuk mencapai tujuan penelitian di awal.

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menjelaskan serta memaparkan analisa data yang sebelumnya sudah diolah secara komprehensif berdasarkan landasan teori yang digunakan, kemudiakan akan dilakukan perbandingan hasil dengan penelitian sebelumnya.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta saran yang penulis berikan untuk penelitian kedepannya.

(27)

1.6 Penelitian Terdahulu

Berikut ini merupakan penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Batasan Hasil Penelitian

1. (Pulungan &

Fatma, 2018)

Analisis Pengendalian Persediaan Menggunakan Metode Probabilistik dengan Kebijakan Back order dan Lost sales.

Model persediaan probabilistik P dan Q .

Persediaan pengaman (safety stock) untuk tiap produk sebanyak 30% dari selisih antara nilai rata-rata barang masuk (pembelian) dan barang keluar (penjualan) pada periode tertentu.

Hasil penelitian menunjukan biaya total persediaan tertinggi terdapat pada model P back order sesuai kebijakan perusahaan, sedangkan dengan model yang sama dengan model Q back order usulan menghasilkan biaya yang lebih kecil. Hal ini berlaku untuk seluruh model yang digunakan, di mana ketika dibandingkan model yang sama berdasarkan kebijakan perusahaan

menghasilkan biaya persediaan lebih tinggi dibandingkan model usulan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan yang dilakukan perusahaan dalam penentuan jumlah safety stock dinilai terlalu tinggi, yang berdampak pada bertambahnya biaya

penyimpanan. Dengan menurunkan tingkat safety stock sesuai yang diusulkan,

perusahaan dapat menekan biaya persediaan

(28)

Tabel 1. Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Batasan Hasil Penelitian

dengan tetap dapat memenuhi permintaan dengan tingkat pelayanan yang tinggi.

2. (Nuryanti &

Syauqi, 2021)

Optimasi Inventori Produk Primaticol Dengan Pendekatan Probabilistik Back Order.

Model probabilistik P back order dan model probabilistik Q back order.

Model P dan Model Q yang dibuat menggunakan sistem back order.

Perusahaan memiliki karakteristik yang sesuai dengan metode probabilistik pada kasus back order karena untuk permintaan dan yang tidak dapat dipenuhi di periode tertentu karena tidak memiliki persediaan yang cukup maka akan dipenuhi pada periode berikutnya.

Kemudian dari kedua hasil ini perusahaan akan menggunakan metode yang mana untuk memenuhi permintaan pada bulan Maret. Jika menggunakan model Q back order pada setiap pemesanan ukuran lot pemesanan yang optimal untuk setiap kali pemesanan.

3. (M. Hindun Pulungan, Sukardi dan Siti Rofida, 2001)

Pengendalian Persediaan Bahan dengan Model P dan Q Pada Kegiatan Produksi Camilan di

Model P dan model Q.

Masalah yang dibahas adalah masalah persediaan bahan yaitu tepung gandum, gula pasir, minyak kelapa, margarin, telur ayam, cokelat bubuk, pewarna cokelat, baking powder, vanili dan garam pada proses produksi produk kuping gajah.

Perubahan nilai parameter model Q yang meliputi jumlah kebutuhan bahan, waktu ancang dan harga pembelian bahan sampai 90% berpengaruh pada jumlah pesanan optimal tetapi tidak menyebabkan perubahan

(29)

Tabel 1. Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Batasan Hasil Penelitian

Perusahaan Tradisional Malang.

model. Pada model P, perubahan parameter jumlah kebutuhan bahan sampai 90%

berpengaruh pada tingkat persediaan maksimum tetapi tidak menyebabkan

perubahan model sedangkan perubahan waktu ancang dan harga pembelian tidak

berpengaruh baik pada tingkat persediaan maksimum maupun perubahan model.

4. (Lamhot Siregar, Lely Herlina, Kulsum 2014)

Pengendalian Persediaan Bahan Baku di PT. ABC Dengan Model Q Back Order Menggunakan Simulasi Monte Carlo.

Model Q Back Order Model Q yang dibuat menggunakan sistem back order.

Didapatkan kebijakan sistem inventori dari hasil simulasi Monte Carlo berdasarkan biaya terendah untuk bahan baku kain adalah kuantitas pemesanan 8429 lembar, safety stock sebanyak 8377 lembar, reorder point sebanyak 10684 lembar dan biaya total persediaan sebesar Rp.476.139.620,71.

Sedangkan untuk bahan baku spoon adalah dengan kuantitas pemesanan sebanyak 16163 lembar, safety stock sebanyak 20411 lembar, reorder point sebanyak 21284 lembar dan biaya total persediaan sebesar

(30)

Tabel 1. Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Batasan Hasil Penelitian

Rp.1.214.292.108,56 dan total biaya

persediaan yang optimum menunjukan bahwa hasil simulasi lebih kecil dibandingkan dengan aktualnya yaitu pada spoon dari hasil simulasi sebesar Rp.1.214.292.108,56,.

5. (Tri Wahyu, Ningsih, Achmad Bahauddin, Ratna Ekawati, 2018)

Pengendalian Persediaan Bahan Baku Semen Dengan Kendala Kapasitas Gudang Menggunakan Model Probabilistik Q.

Model Probabilistik Q

Bahan baku yang digunakan dalam produksi semen adalah clinker, pozolan, limestone dan gypsum

Jumlah total cost kebutuhan bahan baku yang optimal dengan menggunakan model

inventori probabilistik Q backorder dengan kendala kapasitas gudang penyimpanan bahan baku adalah sebesar Rp 224.217.840.183,4.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polietilena

Polyethylene adalah biji plastik yang memiliki karakteristik bahan yaitu lunak sampai yang kaku dan bersifat kuat. PE merupakan polimer termoplastik yang banyak digunakan untuk pembuatan material komposit. Teknologi komposit terus berkembang hingga saat ini sebenarnya telah mampu mengatasi permasalahan yang muncul pada saat pencampuran dua bahan atau lebih dengan sifat yang berbeda.

Proses pembuatan polimer komposit dilakukan dengan cara menggabungkan dua material yang memiliki karakteristik berbeda sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik dari material tersebut. Polimer komposit diproduksi dengan menggabungkan dua bahan yang berbeda untuk meningkatkan sifat mekanik dari bahan tersebut. Polimer komposit dengan rekayasa material dapat dilakukan pada dimensi skala nano. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan filler berskala nano untuk membuat komposit dapat meningkatkan sifat material tersebut (Septiani dan Bukit, 2014).

Menurut Winarno (2017) PE memiliki dua macam yaitu PE densitas rendah atau low density polyethylene (LDPE) dan PE densitas tinggi high density polyethylene (HDPE). PE densitas rendah relatif lemas dan kuat, digunakan antara lain untuk pembuatan gelas plastik, plastik lembaran dan lain-lain.

2.1.1 High Density Polyethylene (HDPE)

Plastik HDPE jika lihat secara kasat mata, plastik HDPE memiliki warna yang kuat serta pekat dan biasa digunakan untuk tempat sabun, botol minum, wadah kosmetik, botol oli dan barang berbahan plastik lainnya. Plastik jenis HDPE memiliki simbol angka yaitu nomor 2 (Winarno, 2017) seperti yang ditujukan oleh gambar dibawah ini.

(32)

Gambar 1. Lambang Plastik HDPE (Sumber : Winarno, 2017)

Plastik jenis HDPE tergolong plastik yang mudah untuk di daur ulang, karenanya HDPE banyak yang menggunakannya untuk di daur ulang kembali.

Plastik HDPE terbuat dari bahan baku ethylene dengan melalui proses yang disebut proses katalis atau katalisator. Terdapat beberapa keuntungan plastik HDPE di bandingkan dengan jenis plastik yang lain yaitu :

1. Bisa digunakan sebagai pembungkuss makanan 2. Plastik ini tahan terhadap kelembapan.

3. Harganya lebih murah

4. Tahan terhadap paparan bahan-bahan kimia.

Sedangkan terdapat beberapa kerugian menggunakan plastik HDPE di banding plastik lainnya yaitu:

1. Mudah terbakar.

2. Sulit untuk di bengkokkan.

3. Mudah retak.

Gambar 2. Contoh Produk Plastik HDPE (Sumber : Anggelion, 2019)

(33)

2.1.2 Low Density Polyethylene (LDPE)

Plastik jenis ini adalah plastik yang notabennya terbuat dari bahan yaitu minyak bumi dan memiliki sifat yang mudah untuk dibentuk saat kondisi temprature yang panas. LDPE memiliki resin yang sangar kuat dan tidak dapat bereaksi dengan zat kimia lain serta termasuk ke dalam golongan plastik yang paling tinggi standar mutunya. LDPE sering digunakan untuk pembuatan jrigen plastik, penyimpanan barang dan alat main anak. Plastik jenis LDPE memiliki simbol angka yaitu nomor 4 (Winarno, 2017) yang ditujukan oleh gambar dibawah ini:

Gambar 3. Lambang Plastik LDPE (Sumber : Winarno, 2017)

Pada logo LDPE tercantum logo dapat didaur ulang yaitu angka 4 di bagian tengah. Beberapa impelemntasi penggunaan plastik jenis LDPE ialah alat makan, plastik bungkus serta macam-macam botol dengan sifat yang lunak. Plastik LDPE memiliki karakteristik yang tembuh cahaya, kuat, serta fleksibel. Plastik LDPE mampu untuk didaur ulang, serta memiliki tingkat resistensi yang cukup baik dengan reaksi kimia. Plastik jenis ini apabila digunakan oleh suatu barang maka barang tersebut akan sulit untuk dihancurkan, namun baik dipergunakan jika plastik ini dibuat untuk wadah makan dan minum karena plastik HDPE sukar bereaksi dengan zat kimiawi (Winarno, 2017).

Gambar 4. Contoh Produk Plastik LDPE (Sumber : Anggelion, 2019)

(34)

2.2 Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi merupakan sebuah upaya yang bersinggungan dengan menentukan item yang harus diproduksi, seberapa banyak produksinya dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memproduksi produk yang telah ditetapkan pada perencanaan produksi (Matondang & Widodo, 2018). Tujuan dari perencanaan produksi adalah langkah awal untuk menentukan aktivitas produksi.

Terdapat macam-macam strategi yang digunakan untuk melakukan perencanaan produksi yakni dengan membuat rancangan persediaan, alur produksi, jumlah pekerja dan ketersediaan kapasitas. Jika perubahan dilakukan pada suatu variabel lalu terjadi perubahan alur produksi disebut sebagai strategi murni (pure strategy). Sebaliknya, strategi penggabungan (mixed strategy) adalah gabungan perubahan dua atau lebih strategi murni sehingga diperoleh perencanaan produksi yang bersifat fleksibel. Namun pada kenyataannya pola permintaan ini tidak dapat ditentukan dengan pasti (Matondang & Widodo, 2018).

1. Strategi Perencanaan Agregat Murni (Pure Strategy)

Dapat dikatakan perencanaan agregat murni, apabila perubahan dilakukan terhadap sebuah variabel sehingga dapat merubah alur produksi. Terdapat beberapa Pure Strategy yaitu :

a. Pengendalian jumlah tenaga kerja

Kepala bagian produksi perusahaan bisa mengubah jumlah tenaga kerja dengan menambah dan atau mengurangi tenaga kerja yang disesuaikan terhadap alur produksi yang direncanakan. Solusi lainnya yang dapat dilakukan yaitu menambah jumlah jam kerja atau overtime.

b. Subcontract

Subcontrac dapat dilakukan untuk menaikan kapasitas perusahaan pada saat perusahaan sibuk sehingga permintaan dapat dipenuhi.

c. Pengendalian jumlah persediaan

Dalam menentukan persediaan bahan baku dapat dilakukan ketika jumlah kapasitas produksi berada dalam posisi di bawah total permintaan (demand).

Persediaan tersebut kemudian dapat digunakan ketika permintaan berada pada posisi di atas kapasitas produksi.

(35)

d. Mempengaruhi demand

Sebab perubahan jumlah permintaan adalah faktor khusus pada masalah perencanaan persediaan, maka perusahaan harus segera melakukan tindak lainnya, yakni dengan cara mempengaruhi nilai permintaan tersebut.

2. Strategi Perencanaan Agregat Gabungan (Mixed Strategy)

Ketika sebuah perusahaan melakukan pertimbangan kemungkinan dari penggabungan beberapa strategi yang variatif tanpa batasan rasio guna melakukan strategi yang variatif tersebut, sehingga perusahaan baru akan tersadar akan tantangan yang sedang dilaluinya. Pengendalian persediaan produksi dan pemasaran wajib dapat membuat master schedule yang terdiri dari beberapa kebijakan pada perubahan serta prosedur operasi (Matondang &

Widodo, 2018).

Perencanaan pengendalian produksi adalah komponen perencanaan strategi perusahaan serta dibuat perencanaan pemasaran dan bisnis bisnis.

Perencanaan pengendaloan produksi adalah tahap menentukan tingkat produksi pabrik yang dibuat secara agregat atau semua kegaiatan atau aktivitas mengelola proses produksi tersebut. Perencanaan produksi adalah perilaku manejemen yang bersifat abstrak (tidak dapat dilihat secara nyata). Karakteristik dari perencanaan produksi bersifat tidak rinci, hal ini dikarenakan perencanaan produksi dinyatakan dalam kelompok produk atau agregat. Satuan bergantung dari jenis produk seperti liter, kubik, ton, jam orang atau jam mesin. Kemudian yang tidak standar tergantung pada tipe bisnis apakah make to order (MTO) atau make to stock (MTS). Adapun tingkatan yang sering dilakukan oleh suatu perusahaan untuk membuat perencanaan produksi adalah sebagai berikut (Sutoni

& Siddiq, 2017) : 1. Peramalan

2. Perencanaan produksi 3. Proses agregasi demand 4. Proses disagregasi

5. RCCP (Rough Cut Capacity Planning) 6. Penjadwalan induk produksi

(36)

Sistem perencanaan dan pengendalian produksi terdiri atas macam-macam sistem yang dibuat untuk mencapai secara utuh dua sasaran pokok perencanaan dan pengendalian produksi yaitu tercapainya kepuasan pelanggan dan tingginya tingkat utilisasi penggunaan sumber daya produksi. Terdapat tiga sasaran utama dan sekaligus sebagai titik keberhasilan perencanaan dan pengendalian produksi diantaranya (Matondang & Widodo, 2018) :

1. Tercapainya tingkat utilitas sumber daya produksi yang maksimum melalui minimisasi transportasi, waktu setup, waktu menunggu dan waktu untuk pengerjaan ulang.

2. Tercapainya kepuasan pelanggan yang diukur dengan terpenuhinya order terhadap produk tepat waktu, sesuai jumlah dan kualitas mutu.

3. Terhindarnya cara pengadaan yang bersifat rush order dan persediaan yang berlebihan.

Business Planning

Marketing Planning

Agregate Planning

Master Production Schedulling

Material Requirement

Planning Demand management

Forecasting Distribution Require planning Order entry

Final Assembly Schedulling

Bill Of Material

Inventory Records

Production Activity Control -Order Release

-Operation Schedulling -Dispatching -Expediting

-Production Schedulling

Performance Measurements

Purchasing of Materials -Vendor Selection -Order Placement -Vendor Schedulling -Order follow-up

Capacity Requirement

Planning Rough-cut Capacity

Planning Resource Planning

Top Management Planning

Operation Management Planning

Top Management Execution

Gambar 5. Kerangka Dasar Perencanaan Strategi Produksi (Sumber : Matondang & Widodo, 2018)

(37)

Perencanaan pengendalian produksi secara agregat terdiri atas 4 fase diantaranya ialah dikhusukan kebijaksanaan organisasi untuk melancarkan penggunaan kapasitas, persiapan peramalan permintaan agregat, menentukan alternatif produksi yang bersifat layak, juga menentukan strategi produksi apa yang optimal. Macam-macam biaya yang terlibat dalam perencanaan agregat adalah back orders, hiring firing, subcontract dan overtime undertime (Octavianti dkk, 2013) : 2.2.1 Subcontract

Subcontrat adalah bentuk perjanjian sebuah pesanan atau bentuk legal lainnya yang terletak pada kontrak sebuah perusahaan, antara pihak ketiga yakni subkontraktor dengan kontraktor utama untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau produksi ataupun jasa yang ada pada bagian tertentu dari lingkup kontrak utama dengan kinerja tertentu. Salah satu proses yang harus dilakukan oleh seorang kontraktor sebelum fase mobilisasi adalah menentukkan bagian pekerjaan yang akan disubkontrakkan. Ketika kontraktor memberi keputusan untuk menentukkan bagian pekerjaan yang akan disubkontrakkan, maka terdapat beberapa pertimbangan seperti keuntungan dan kerugian melakukan Subcontract untuk bagian pekerjaan tersebut harus dievaluasi ( Henrico & Soekiman, 2013).

2.2.2 Back Orders

Biaya kehabisan persediaan adalah biaya tertahannya modal, asuransi, biaya sewa gedung, kerusakan bahan, dan pajak. Sedangkan biaya kehabisan persediaan dapat dihitung berdasarkan berapa banyak barang yang diminta yang tidak tersedia. Persediaan memiliki fungsi sebagai antisipasi terhadap timbulnya kenaikan pada permintaan saat waktu tertentu. Konsekuensi yang didapat dari kebijakakan perusahaan ialah munculnya biaya simpan (back order cost dan inventory cost) seperti biaya tertahan modal, kerusakan bahan, pajak, asuransi dan biaya sewa gudang. Sebaliknya yaitu jika ditiadakan persediaan maka seperti halnya mampu memberikan keuntungan tetapi juga mampu menyebabkan kerugian contohnya biaya kehabisan persediaan atau back order cost. Biaya kehabisan persediaan dapat dihitung dengan dasar pada jumlah nilai permintaan yang ada namun hal tersebut tidak dapat dilayani karena barang atau bahan baku yang diminta oleh konsumen sedang tidak tersedia. Jika sistem tersebut diterapkan pada

(38)

bentuk permintaan MTO dapat mengakibatkan jadwal penyerahan permintaan barang menjadi telat. Sedangkan jika terjadi terhadap sistem permintaan MTS dapat menyebabkan terjadinya konsumen berpindah ke perusahaan lain atau penjual lain sehingga dapat mengakibatkan terjadinya rasa kekecewaan pada pembeli karena tidak ada atau tidak tersedianya barang yang memang dibutuhkan. Kehabisan angka persediaan ini dapat terhitung sebagai bentuk kerugian untuk perusahaan karena dapat dikategorikan sebagai biaya atau biaya kehabisan persediaan. Biaya kehabisan persediaan tersebut nilainya sama besar dengan nilai kembali pemesanan apabila pelanggan tetap mau menunggu sampai dengan barang permintaan tersebut telah sampai diterima oleh konsumen atau pelanggan (Ramadhan, 2022).

2.2.3 Hiring dan Firing

Hiring Cost (biaya tambah tenaga kerja) dapat menyebabkan biaya-biaya yang erat kaitannya dengan penambahan jumlah tenaga kerja baru contohnya ialah biaya proses seleksi, training serta iklan. Biaya pelatihan atau training adalah biaya yang tergolong besar nilainya karena jika tenaga kerja yang diterima adalah tenaga keja baru atau non-pengalaman. Biaya pemberhentian atau firing cost terjadi karena rendahnya nilai permintaan pelanggan pada produk yang dihasilkan sehingga besar produktifitas pun akan turun bahkan dapat terjadi karena terjadinya kendala teknis seperti produktivitas menurun atau faktor dari tenga kerja itu sendiri.

Pemberhentian tenaga kerja juga mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan biaya pesangon atau insentif bagi tenaga kerja ataupun karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK, selain itu menurunkan produktifitas kerja karyawan serta tekanan sosial yang ditimbukan (Ramadhan, 2022).

2.2.4 Overtime dan Undertime

Dipergunakannya waktu lembur memiliki tujuan yaitu guna meningkatkan hasil kapasitas produksi yang akan dihasilkan jika output produksi yang dihasilkan dari kapasitas kerja reguler tidak dapat mencukupi permintaan. Oleh sebab itu dengan dilakukannya peningkatan nilai output maka dapat digunakannya waktu lembur untuk tenaga kerja tetapi tetap ada risikonya yakni perusahaan wajib mampu mengeluarkan tambahan biaya karena overtime yang mana biaya tersebut rata-rata berkisar 150% dari hasil biaya kerja yang biasanya. Selain itu juga dengan adanya

(39)

waktu overtime dapat memperbesar ankga absen karyawan karena tidak sanggup fisik bagi para karyawan karena kelelahan. Berbanding terbalik dengan diatas yakni jika perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja maka tenaga kerja yang berlebih tersebut dapat diinisiasikan untuk proses lain yang lebih produktif meskipun hal tersebut tidak selamanya akan berjalan efisien dan efektif. Sedangkan jika pekerja tidak diarahkan untuk beralih ke kegiatan yang lebih produktif dapat menimbulkan biaya berlebih yakni biaya menganggur yang membuat perusahaan perlu menanggung biaya tersebut yang angkanya merupakan hasil perkalian antara tingkat upah ataupun tunjangan lainnya dengan jumlah yang tidak digunakan (Ramadhan, 2022).

2.3 Kebijakan Pengendalian Persediaan

Di dalam perusahaan, proses persediaan menjadi asset terbesar yang harus diperhitungkan dengan tepat dan benar. Pengawasan persediaan adalah salah satu fungsi manajemen yang dapat dipecahkan dengan menerapakan metode kuantitatif atau perhitungan. Teknik pengendalian persediaan adalah perilaku atau tindakan yang sangat penting dalam menghitung jumlah tingkat persediaan yang optimal, serta tahu kapan waktu untuk mengadakan pemesanan kembali. Menurut Heizer dan Render dalam Hernawati dkk (2020) semua organisasi memiliki beberapa jenis sistem perencanaan dan sistem pengendalian persediaan, karena pada hakekatnya perencanaan dan pengendalian persediaan perlu diperhatikan.

Sistem pengendalian pada persediaan bahan dapat diartikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian persediaan guna penentuan tingkat persediaan yang perlu dijaga, kapan pesanan tersembut perlu menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanaan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dan kuantitas waktu yang tepat (Paulina, 2015).

2.3.1 Tujuan Pengendalian Persediaan

Menurut Ngebo dkk (2020) tujuan dilakukannya pengendalian persediaan ialah sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi kebutuhan serta permintaan konsumen dengan cepat.

2. Untuk mempertahankan serta meningkatkan penjualan dan laba perusahaan

(40)

3. Untuk menjaga kontinuitas produksi agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan:

a. Kemungkinan barang menjadi langka sehingga sulit dicari dan diperoleh.

b. Kemungkinan supplier dapat terlambat dalam mengirimkan barang yang sudah dipesan.

2.3.2 Prinsip – Prinsip Pengendalian Persediaan

Menurut Putra (2018), Teknik dan sistem pengendalian persediaan harus didasarkan oleh prinsip-prinsip yang sesuai yakni sebagai berikut:

1. Persediaan dapat berkurang melalui kerusakan dan penjualan.

2. Persediaan diciptakan melalui tambahan biaya pekerja dan pembelian bahan untuk mengolah bahan baku yang awalnya mentah menjadi barang jadi.

3. Perkiraan yang tepat pada jadwal penjualan dan produksi adalah hal yang cukup esensial bagi pembelian, penanganan, dan investasi bahan baku yang efisien.

2.4 Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan adalah total persediaan yang bersifat baik atau optimal dengan total biaya yang bersifat minimal. Perlu adanya manajemen pengendalian persediaan karena munculnya bentuk ketidakpastian waktu pada pemesanan. Sedangkan tujuan dari manajemen pengendalian persediaan ialah guna mengantisipasi kekurangan persediaan (stock out), memberikan layanan terbaik bagi konsumen, memperlancar proses produksi dan dalam menghadapi fluktuasi harga (Haslindah dkk, 2020).

Manajemen pengendalian persediaan sangat penting untuk diperhatikan pada sebuah perusahaan, karena manajemen pengendalian persediaan berkaitan dengan bagaimana perusahaan tersebut mampu mengendalikan total material saat melakukan kegiatan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan serta penyaluran material dari hasil pengadaan persediaan dan penyimpanan manajemen persediaan.

Salah satu manajemen persediaan ialah pengeluaran material. Pengeluaran material ialah pergerakan material yang dilakukan setelah ada permintaan dari material planner dengan menggunakan work order berupa packet process. Pengeluaran

(41)

material terlihat sederhana namun dalam proses pengeluarnya ditemukan stock material dalam keadaan kosong dan part number yang diminta tidak ada atau part number yang diminta tidak sama dengan part number yang ada di gudang (Meyliawati & Suprianto, 2016).

Manajemen pengendalian persediaan hal yang sangat penting dalam perusahaan. Perencanaan terhadap pengendalian manajemen persediaan adalah sebuah kegiatan sangat penting yang perlu diperhatikan khususnya dari bagian manajemen perusahaan. Karena adanya pemborosan terjadi dalam persediaan.

Namun apabila tidak terpenuhi maka dapat menghambat proses produksi jasa atau barang. Mengendalikan persediaan yang tepat bukanlah hal yang dapat dikatakan mudah. Apabila jumlah persediaan terlalu besar dapat mengakibatkan timbulnya dana yang dikeluarkan terlalu besar, meningkatnya biaya penyimpanan seperti biaya operasional pabrik, biaya pegawai, biaya bangunan dan risiko rusaknya barang yang lebih besar. Namun bila persediaan terlalu sedikit dapat mengakibatkan risiko kekurangan persediaan karena biasanya barang persediaan tidak dapat datang secara dadak yang menyatakan berhentinya proses produksi, tertundanya keuntungan, bahkan hilangnya pelanggan (Meyliawati & Suprianto, 2016).

Maka dari itu manajemen persediaan adalah hal yang sangat penting.

Manajemen persedian harus mampu terintegrasi dengan pemasaran dan dengan top management. Istilah just in time dalam manajemen perusahaan bukan berarti mentiadakan persediaan atau inventory namun persediaan tersebut dibuat seminimal mungkin sehingga tidak ada pemborosan yang ada perisahaan (Meyliawati & Suprianto, 2016). Berikut adalah hal yang harus diperhatikan dalam manajemen persediaan adalah :

1. Berapa kuantitas jumlah barang yang akan disimpan. Jumlah atau banyaknya barang yang dipesan harus disesuaikan karena jika terlalu banyak akan terjadi pemborosan dan sebaliknya jika terlalu sedikit akan menimbulkan terhenti proses produksi.

2. Memperhatikan safety stock atau persediaan pengamanan yaitu persediaan untuk antisipasi (buffer) jika terjadi sesuatu hal yang menghambat dan

(42)

terjadinya waktu pembelian sehingga stock barang persediaan masih ada untuk beberapa waktu ke depan.

3. Waktu kedatangan barang yang akan dipesan kembali. Jika waktu barang yang dipesan lama pada periode tertentu maka persediaan barang tersebut harus disesuaikan sampai barang tersebut ada setiap saat sampai barang yang dipesan selanjutnya ada.

2.5 Safety stock

Persediaan pengaman atau safety stock adalah persediaan yang dicadangkan sebagai pengaman dari kelangsungan proses produksi suatu perusahaan untuk menghindari terjadinya kekurangan bahan baku (Fahmi & Nanda, 2018).Salah satu hal yang penting dalam manajemen perusahaan adalah mempertahankan tingkat layanan atau service level dalam menghadapi permintaan yang kenyataannya tidak pasti. Walaupun safety stock dapat menghilangkan biaya kehilangan persediaan namun safety stock akan berpengaruh dengan bertambahnya biaya simpan (Pramita, 2019).

Oleh sebab itu safety stock harus dipertimbangkan secara tepat oleh perusahaan. Untuk menentukan biaya safety stock dapat menggunakan analisis statistik yakni dengan mempertimbangkan besarnya penyimpangan yang telah terjadi antara perkiraan pemakaian bahan baku dengan pemakaian sebenarnya sehingga diketahui nilai standar deviasinya (Pramita, 2019). Terdapat beberapa faktor yang menentukan besarnya nilai safety stock sebagai berikut (Triyanto, 2018) :

1. Penggunaan rata-rata bahan baku

Salah satu dasar utama guna menghitung perkiraan penggunaan bahan baku selama periode produksi tertentu, khususnya selama periode pemesanan ialah dengan menghitung berapa angka rata-rata penggunaan bahan baku pada periode produksi sebelumnya. Hal tersebut harus selalu diperhatikan karena dalam peramalan permintaan mempunyai resiko yang tidak dapat dihindarkan.

2. Persediaan Antisipasi

(43)

Persediaan antisipasi dikatakan sebagai stabilitas persediaan adalah persediaan yang dilakukan guna menghadapi bentuk fluktuasi permintaan yang sudah dapat diperhitungkan sebelumnya.

3. Faktor waktu atau lead time (Procurement Time)

Lead time merupakan tenggat waktu atau lamanya waktu antara mulai dilakukanya proses pesan bahan-bahan sampai kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut dan telah diterima oleh perusahaan pada bagian gudang persediaan.

4. Persediaan dalam pengiriman

Persediaan dalam pengiriman atau work in process stock merupakan persediaan yang masih ada dalam pengiriman, sebagai berikut :

a. Eksternal Transit Stock ialah persediaan yang masih berada dalam transportasi.

b. Internal Transit Stock ialah persediaan yang statusnya masih menunggu untuk diproses atau menunggu sebelum dialihkan.

Gambar 6. Hubungan antara Safety stock, Lead time dan Reorder Point (Sumber : Turang & Astari, 2018)

2.6 Model Probabilistik

Ada dua pendekatan untuk manajemen persediaan yang optimal: manajemen persediaan secara deteurministik serta manajemen persediaan probabilistik. Model deteurministik adalah bentuk model yang mengasumsikan bahwa semua nilai parameter persediaan sudah diketahui dengan pasti. Model deteurministik yang banyak digunakan ialah economic order quantity (EOQ) dan pemrograman dinamis. EOQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi ukuran pesanan yang paling

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pelaksanaan pengujian perangkat telekomunikasi Coarse- Wavelength Digital Multiplexer (CWDM) wajib memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang

“Beban klaim adalah ganti rugi yang dibayarkan atau yang menjadi kewajiban kepada tertanggung dari pihak penanggung atau perusahaan asuransi (ceding

Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas tentang analisis dari model penyebaran penyakit menular dengan bakteri dan hospes, yang ditemukan oleh J.B Shukla dkk [7]

Hasil analisis berat telur, tebal kerabang, warna kuning telur, indek kuning telur, indek putih telur dan nilai haugh unit menunjukkan bahwa enzim mannanase dalam

Prinsip inilah yang digunakan untuk mesin-mesin kalor, yaitu bahwa agar dapat melakukan usaha secara terus-menerus, sistem harus bekerja dalam suatu

Aktivitas belajar di kelas VIII juga masih rendah, siswa sulit dalam me-mahami materi pelajaran yang berpengaruh pada hasil belajar yang diperoleh siswa

Fase awal infeksi oleh HBV adalah akumulasi dari protein envelope virus. Hal ini penting tidak hanya untuk perakitan virion, yang terjadi oleh interaksi

Syamsu Yusuf (2008: 181) mengemukakan menginjak usia sekolah dasar anak mulai menyadari bahwa penggunaan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Perkembangan