• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Di MTSN Arjasa Jember. Skripsi, Jurusan tarbiyah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Di MTSN Arjasa Jember. Skripsi, Jurusan tarbiyah."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

DI MTsN ARJASA JEMBERTAHUN AJARAN 2014/2015

SKRIPSI

diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Fakultas Tarbiyah

Jurusan Manajemen Pendidikan Islam

Oleh :

MOCH. HALIM KUSUMA NIM. 084 103 091

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

Mei 2015

(2)
(3)
(4)





















Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”. (An-Nisa : 59)1

1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Republik Indonesia, 2009), 128

(5)

ِميِحهرلا ِنَْحْهرلا ِهللَّا ِمْسِب

Bersamaan dengan Syukur kepada Allah Yang Maha Penyayang Karya ini kupersembahkan Kepada:

Aba Umi Tercinta

( FADLA dan SITTI KHOLIFA )

Terima kasih untuk kasih sayang yang begitu besar Terima kasih untuk kasih sayang yang tak pernah tergantikan

Terima kasih untuk kasih sayang yang tak pernah usai

Untuk sahabat-sahabatkku

Dan orang-orang yang spesial dalam hidupku

Almamaterku IAIN Jember

(6)

ِميِحهرلا ِنَْحْهرلا ِهللَّا ِمْسِب

Untaian kata penuh harap atas kenikmatan tiada tara, terlebih iman, Islam, dan Al-Qur’an, saya haturkan pada Zat penguasa segala, Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan program sarjana, yang semua itu tentunya semata-mata karena Rahmat-Nya. Lantunan kalimat Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad tidak bosan-bosannya kita persembahkan kepada Nabi kita Muhammad Saw, yang telah memberikan penerang bagi kita semua.

Skripsi dengan judul “implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru di MTs Negeri Arjasa Jember

” ini tentu saja masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya penulis sangat mengharap tegur dan sapa dari pembaca untuk memberikan kritik sebagai bentuk perbaikan penulisan ini. Atas selesainya penulisan skripsi tidak luput dari peran berbagai pihak maka kami sepatutnya menyampaikan ucapan terimakasih kami kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Babun Suharto, SE. MM selaku Rektor IAIN Jember.

2. Bapak Dr. KH. Abdullah, S, Ag. M.H.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiah dan Ilmu Pendidikan Islam Prodi Manajemen Pendidikan Islam IAIN Jember, 3. Bapak. Dr. Hj. Rodliyah, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan Islam

4. Nuruddin, M.Pd, Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan islam

(7)

selesainya penelitian sampai penulisan laporan ini,

6. Bapak/Ibu Dosen serta Civitas Akademik IAIN Jember yang telah memberikan bekal pengetahuan dalam penyusunan skripsi ini,

7. Saudara-saudara seperjuangan angkatan tahun 2010 yang turut memberikan semangatnya kepada penulis,

8. Semua pihak yang membantu penyelesaian penulisan skripsi ini baik moril dan materiil ini untuk penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah penulis memohon petunjuk berupa Hidayah Iman dan pengetahuan, dan semoga karya ini bisa bermanfaat untuk penulis sendiri untuk mengembangkan pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Jember, 03 Mei 2015

Penulis

(8)

Moch. Halim Kusuma, 2015: Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Di MTSN Arjasa Jember. Skripsi, Jurusan tarbiyah.

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan pemberian otonom kepada sekolah untuk menentukan sikap dan kebijakan sekolah dalam rangka untuk meningkatkan mutu dan efisiensi sekolah. Sekaligus, untuk memperdayakan semua komponen-komponen yang di lembaga sekolah tersebut. Biasanya MBS itu di terapkan di SMP atau SMA akan tetapi MTs Negeri Arjasa juga menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah.

Guru merupakan orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan Khaliqnya. Ia juga memberikan perhatian yang sangat besar pada tugas dan kedudukan seorang pendidik. Hal ini tercermin dalam tulisannya:

“Sebaik-baik ikhwalnya adalah yang dikatakan berupa ilmu pengetahuan.

Hal itulah yang dianggap keagungan dalam kerajaan langit. Tidak selayaknya ia menjadi seperti jarum yang memberi pakaian kepada orang lain sementara dirinya telanjang, atau seperti sumbu lampu yang menerangi yang lain sementara dirinya terbakar. Maka, barang siapa yang memikul beban pengajaran, maka sesungguhnya ia telah memikul perkara yang besar, sehingga haruslah ia menjaga etika dan tugasnya.

Dari latar belakang di atas, maka peneliti mengangkat judul “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember.”. Adapun fokus perrmasalahannya adalah bagaimana Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember? Sedangkan sub fokus masalahanya adalah Bagaiamana kompetensi paedagogik guru di MTs Negeri Arjasa Jember?

Bagaiamana kompetensi personal guru di MTs Negeri Arjasa Jember?

Bagaiamana kompetensi sosial guru di MTs Negeri Arjasa Jember? Bagaiamana kompetensi profesional guru di MTs Negeri Arjasa Jember?

Tujuan umum penelitian ini adalah Untuk mendeskripsikan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember. 1) Untuk mendeskripsikan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Paedagogik Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember. 2) Untuk mendeskripsikan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi sosial Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember. 3) Untuk mendeskripsikan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi personal Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember. 4) Untuk mendeskripsikan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi profesional Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember.

Adapun metode penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif. Penentuan subyek penelitian menggunakan teknik purposive.

(9)

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar.

Oleh karena itu, agar sukses dalam menjalankan tugasnya tentunya guru harus memiliki seperangkat kemampuan dalam bidang yang akan disampaikan maupun kemampuan untuk menyampaikan bahan (materi) agar mudah diterima peserta didiknya. Dengan kata lain, guru harus memiliki persyaratan-persyaratan yang menunjang dalam pelaksanaan tugasnya.

Adapun hasil akhir dari penelitian ini MTs Negeri Arjasa benar-benar melaksanakan MBS dengan baik. Karena banyak perubahan-perubahan yang sangat signifikan. Seperti, guru yang mempunyai kemampuan yang berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum. Dan mempunyai tenaga pengajar yang professional untuk mendidik, mengajar, membimbing, menilai dan mengevaluasi peseta didiknya. Dan memiliki kemampuan menegakkan kedisiplinan dan memberikan budaya yang baik maupun social yang baik seperti Visi dan Misi MTs Negeri Arjasa jember. Yang mempunya ahlakul karimah, mempunyai pola pikir yang kritis dan kreatif yang di dasari oleh pengamalan nilai-nilai Agama.

(10)

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Istilah ... 10

F. Sistematika Pembahasan ... 11

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu ... 14

B. Kajian Teori ... 16

1. Manajemen Berbasis Sekolah ... 16

2. Kompetensi Guru ... 20

a. Kompetensi Paedagogik ... 27

b. Kompetensi Sosial ... 31

c. Kompetensi Personal ... 34

d. Kompetensi Profesional ... 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 41

B. Lokasi Penelitian ... 42

C. Subyek Penelitian ... 42

(11)

F. Keabsahan Data ... 50 G. Tahap-Tahap Penelitian ... 51 BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

A. Gambaran Objek Penelitian ... 55 B. Penyajian Data Dan Analisis ... 67 C. Pembahasan Temuan ... 79 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... . 85 B. Saran ... . 86 DAFTAR PUSTAKA ... 87

(12)

A. Latar Belakang Masalah

Merujuk pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi wewenang pemerintah kebupaten/kota. Di sisi lain Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menunjang tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Dua landasan normatif tersebut sebenarnya sudah cukup menjadi rambu-rambu bagi pelaksanaan disentralisasi pendidikan. Akan tetapi, perlu juga adanya standarisasi dan pengendalian mutu secara nasional sebagai upaya membentuk kesatuan “referensi” dalam mencapai pendidikan berkualitas.Standar pendidikan ini telah diperkuat dengan adanya PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan.1

Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat sacara efektif guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka ini, MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) tampil sebagai alternatif paradigma baru

1Umiarso & Imam Gozali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidkan (Yogyakarta:

IRCiSoD, 2010), 68-70.

(13)

manajemen pendidikan yan di tawarkan. MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi kepada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antar sekolah, masyarakat, dan pemerintah.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses mengunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sedangkan sekolah berarti lembaga sekolah untuk belajar dan mengajar serta tempak untuk menerima dan memberikan pelajaran.2

Priscilla Wohlstetter dan Albert Mohrma menjelaskan bahwa pada hakikatnya, Manajemen Berbasis Sekolah berpijak pada Self Determination Theory. Teori menyatakan bahwa apabila atau kelompok orang memiliki kepuasan untuk mengambil keputusan sendiri, maka orang atau kelompok orang tersebut akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan.berangkat dari teori ini, banyak definisi mengenai Manajemen Berbasis Sekolah yang di kemukakan oleh para pakar. Eman suparman, seperti yang dikutip oleh Mulyono, mendifinisikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan

2Ibid, 68-70

(14)

keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan.3

Terkait prakasa MBS, di beberapa negara maju reformasi pendidikan dan khususnya reformasi manajemen pendidik selama lebih dari 40 tahun terahir terus berporos pada disentralisasi. Di Amerika Srikat misalnya, sejak tahun 1960-an hingga 1990-an, secara prinsip telah berjalan “empat generasi telah berjalan” gerakan reformasi manajemen pendidikan, dan semua gerakan tesebut mengarah kepada disentralisasi hingga ahirnya “lahir” istlah yang di sebut MBS atau yang diadopsi ke dalam bahasa Indonesia dengan MBS.

Di negara Indonesia, pengelolaan pendidikan yang terlampau kaku dan sentralistik angka kuantitas pendidikan, terlebih kualitasnya tidak mampu menunjukan peningkatan yang signifikan. Oleh sebab itu, di butuhkan suatu pengelolaan pendidikan yang mampu meningkatkan pendidikan bangsa, baik pada tatanan kuantitas, maupun kualitas, desentralisasi pendidikan sayogianya telah menjadi kebutuhan, seiring lahirnya MBS. Meskipun konsep ini hanya hasil adopsi dari konsep pendidikan di negara-negara maju, paling tidak telah dinilai sebagai suatu solusi terhadap permasalahan pendidikan Indonesia, terlebih manajemen pendidikan.4

Di samping itu, guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecendruangan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apa lagi ditolak. Keprihatinan, kerendahan, kelemahan dan

3Ibid, 68-70

4S. Shoimatul Ulfa, Manajemen Pendidikan Efektif (Yogyakarta: Berlian, 2013), 60-61.

(15)

rasa takut, secara terpisah ataupun bersama-sama bisa menyebabkan seseorang berpikir atau berkata,”jika saya harus menjadi tauladan atau dipertimbangkan untuk menjadi model, maka pembelajaran bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya. Saya tidak cukup untuk diteladani, di samping saya tidak ingin menjadi teladan bagi orang lain”. Jika peserta didik harus memilih model, biarkanlah mereka menemukannya dimanapun. Alasan tersebut tidak dapat dimengerti, mungkin dalam hal tertentu dapat diterima tetapi mengabaikan atau menolak aspek fundamental dari sifat pembelajaran. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya secara konstruktif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut dipahami, dan tak perlu menjadi beban yang memberatkan sehingga dengan keterpampilan dan kerendahan hati akan memperkaya arti pembelajaran.5

Guru dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya baik potensi efekti, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik. Guru juga berarti orang dewasa yang bertanggung jawa yang memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan ruhaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, serta mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah. Di samping itu Ia mampu sebagai mahluk sosial dan mahluk individu yang mandiri.

5E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), 45-46.

(16)

Dalam hal ini telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat [3]: 164.





















































Artinya: “Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan Nabi itu mereka bener dalam kesesatan yang nyata”.6 Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa tugas Rasulullah selain sebagai Nabi, juga sebagai pendidik (guru). Oleh karena itu, tugas utama guru menurut ayat tersebut adalah:

1. Penyucian, yakni pengembangan, pembersihan dan pengangkatan jiwa kepada pencipta-Nya, menjauhkan diri dari kejahatan dan menjaga diri agar tetap berada pada fitrah.

2. Pengajaran, yakni pengalihan berbagai pengetahuan aqidah kepada akal dan hati kaum Muslimin agar mereka merealisasikannya dalam tingkah laku kehidupan.

Jadi jelas bahwa tugas guru dalam Islam tidak hanya mengajar dalam kelas tetapi juga sebagai norm drager (pembawa norma) agama di tengah tengah masyarakat.7

6Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Bandung: CV. Penerbit J-Art, 2004), 123.

7Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Yogyakarta: Prismasophie, 2004), 156-157

(17)

MTs Negeri Arjasa merupakan salah satu pendidikan yang terletak di Desa Arjasa Dusun Tegalbago yang sudah berupaya menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan tujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi guru, yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional. Dengan meningkatkan keempat kompetensi tersebut diharapkan guru-guru di MTs Negeri Arjasa dapat mengembangkan keprosionalannya sebagai seorang guru.

Salah satu upaya yang dilakukan ialah dengan melakukan pembinaan dan penilaian terhadap kinerja guru. Atas dasar latar belakang tersebut, peneliti mengangkat sebuah judul Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Di MTsN Arjasa Jember.8

B. Fokus Penelitian

Perumusan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan istilah fokus penelitian. Fokus penelitian disusun secara singkat, jelas, tegas, spesifik, operasional yang dituangkan dalam bentuk kalimat tanya.9

Fokus yang dimaksud (dalam metode penelitian) berarti masalah utama yang menjadi objek penelitian. Masalah utama itu menjadi acuan utama sekaligus menjadi arah bagi penelitian yang akan dilakukan.10 Arikunto “menjelaskan bahwa agar penelitian dapat dilaksanakan dengan lancar, maka peneliti harus

8Nur Wahed, Wawancara, Jember 26 maret 2015

9Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: STAIN Jember Press, 2013), 72.

10 Andi Prastowo, Memahami Metode- Metode Penelitian (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 47.

(18)

memfokuskan atau merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana ia memulai, ke mana harus pergi dan dengan apa”.11

Maka dari itu, untuk mengarahkan sekaligus memberikan batasan yang jelas dalam pembahasan ini, fokus masalah yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut:

1. Fokus Penelitian

a. Bagaimana Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Paedagogik Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember ?

b. Bagaimana Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Sosial Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember?

c. Bagaimana Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Kepribadian Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember?

d. Bagaimana Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember?

C. Tujuan Penelitian

Dalam pedoman penulisan karya ilmiah STAIN Jember disebutkan tujuan penelitian penelian merupakan gambaran tentang arah yang akan dituju dalam melakukan penelitian.12

11Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 22.

(19)

Penelitian dilakukan karena memiliki tujuan, tujuan pokok suatu penelitian adalah memecahkan permasalahan yang tergambar dalam latar belakang dan rumusan masalah. Oleh karena itu, tujuan penelitian dirumuskan berdasarkan rumusan masalah.13

Dari beberapa pengertian dan mengacu pada perumusan masalah, maka peneliti megklasifikasikan tujuan penelitian menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.

1. Tujuan

Untuk mendeskripsikan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di MTsN Arjasa Jember.

a. Mendeskripsikan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Paedagogik Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember.

b. Mendeskripsikan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Sosial Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember?

c. Mendeskripsikan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Kepribadian Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember ?

d. Mendeskripsikan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru Di MTs Negeri Arjasa Jember?

12Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: STAIN Jember Press, 2013), 72.

13Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), 71.

(20)

D. Manfaat Penelitian

Dalam sebuah penelitian tujuan yang ingin dicapai sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam penelitian ini juga diharapkan beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian tersebut sebagai bentuk aplikasi dari hasil penelitian yang dilakukan baik bersifat teoritis ataupun besifat praktis.

Sedangkan dalam pedoman penulisan karya ilmiah STAIN Jember manfaat penelitian berisi tentang kontribusi apa yang akan diberikan setelah selesai melakukan penelitian. Kegunaan dapat berupa kegunaan yang bersifat teoritis maupun praktis, seperti kegunaan bagi penulis, instansi dan masyarakat secara keseluruhan.14

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan secar teoritik terkait dengan implementasi manajemen berbasis sekolah untuk meningkatkan kompetensi guru. Juga sebagai pijakan bagi peneliti untuk dikembangkan, baik bagi peneliti sendiri maupun peneliti lain.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi peneliti lain serta dapat mendorong dalam menggali literature-literatur yang berhubungan dengan implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru.

14Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: STAIN Jember Press, 2013), 73.

(21)

b. Bagi lembaga yang akan diteliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran kearah yang lebih dinamis dan berkualitas terutama dalam aspek meningkatkan kompetensi guru.

c. Bagi lembaga IAIN Jember, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian untuk melengkapi kepustakaan dan tambahan referensi kepustakaan bagi seluruh civitas akademika IAIN Jember.

d. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui tentang perkembangan manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru di MTs Negeri Arjasa Jember.

E. Definisi Istilah

Definisi istilah berisi tentang pengertian istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti di dalam judul penelitian. Tujuannya agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap makna sebagaimana yang dimaksud oleh peneliti.15

Pada judul ini terdapat beberapa istilah yang perlu diberikan suatu definisi sehingga bisa sesuai dengan permasalahan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya interpretasi lain yang bisa merancukan maksud lain dari peneliti ini. Disamping itu juga, definisi istilah ini bisa mengarahkan jalannya penelitian yang nantinya dapat dipahami lewat judul tersebut.

Adapun hal-hal yang perlu didefinisikan antara lain:

15Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: STAIN Jember Press, 2013), 73.

(22)

1. Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (siswa, guru, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

2. Kompetensi Guru

Kompetensi guru adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru berupa perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai- nilai yang diaplikasikannya dalam berfikir dan berperilaku sehingga dapat menunjang keberhasilan dalam menjalankan semua tugas-tugas yang dijalaninya dalam proses belajar mengajar.

Jadi, Dengan diutamakannya kompetensi guru maka akan terwujud proses belajar mengajar yang optimal sesuai dengan harapan semua pihak. Baik itu Kepala Sekolah, guru, anak didik, orang tua murid maupun masyarakat pada umumnya.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih memudahkan dalam membaca dan memahami dari hal skripsi ini, maka peneliti mensistematiskan dengan tiga bagian pembahasan diantaranya sebagai berikut:

Bagian awal: bagian ini berisi judul penelitian, persetujuan pembimbing, pengesahan, motto, dan persembahan serta dilengkapi dengan

(23)

kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel (jika ada) dan daftar gambar (jika ada) sebagai proses terselesainya penulisan skripsi ini.

Bagian inti: pembahasan dalam pembagian ini meliputi: bab pertama yaitu, pendahuluan, pada bab ini membahas latar belakang penjelasan masalah sebagai bahan pertimbangan awal mengetahui dan mengkaji lebih jauh dari permasalahan yang ada, kemudian diteruskan dengan alasan pemilihan judul agar pembahasan terhadap persoalan menjadi jelas dan terarah, sebagai kelanjutannya adalah tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah agar tidak terjadi interpretasi yang berbeda atau memberikan kesatuan dalam pemahaman dan perumusan yang berfungsi sebagai standar atau pijakan dalam melangkah, selanjutnya gambaran dalam penelitian diklarifikasikan ke dalam sistematika pembahasan.

Bab kedua: berisikan kajian keperpustakaan, pada bab ini dibahas tentang pertama mengenai kajian terdahulu sebagai bahan perbandingan dan posisi penelitian. Dan yang kedua tentang kajian teori yang membahas tentang Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.

Bab ketiga: membahas tentang metode penelitian, pada bab ini dibahas tentang pendekatan penelitian dan jenis penelitian, lokasi penelitian dengan pertimbangannya, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis, keabsahan data dan tahap-tahap penelitian.

Bab keempat: membahas penyajian data dan analisis data, pada bab ini berisi tentang gambaran objek penelitian, baik struktur organisasi MTs Negeri Arjasa Kabupaten Jember yang meliputi sejarah secara singkat

(24)

berdirinya MTs Negeri Arjasa Kabupaten Jember, Visi dan Misi, Profil MTs Negeri Arjasa Kabupaten Jember, letak geografis dan struktur. Selanjutnya hasil temuan yang diperoleh dari lokasi penelitian akan dibahas pada pembahasan temuan hasil penelitian.

Bab kelima: penutup, kesimpulan dari keseluruhan dan saran-saran, sebagai bab terakhir dari skripsi ini berisikan tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang telah dijelaskan. Kemudian saran-saran sekedar sumbangan pemikiran kearah perbaikan dan penyempurnaan yang memungkinkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kepala sekolah dan pihak sekolah lainnya khususnya mengenai kompetensi guru.

(25)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari perbandingan dan selanjutnya untuk menemukan inspirasi baru untuk peneliti selanjutnya. Disamping itu kajian terdahulu membantu peneliti dalam memposisikan peneliti serta menunjukkan orsinalitas dari peneliti. Adapun penilitian-penilitian yang pernah dilakukan yang ada hubungannya dengan implementasi manajemen berbasis sekolah:

1. Siti Haini Musyarofah (084 089 053), program pasca sarjana STAIN Jember tahun 2009/2010, dengan judul “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Bidang Tenaga Kependidikan (Studi Kasus di MA Abdul Aziz Curah Lele Balung Jember Tahun Ajaran 2009 / 2010)”.

Penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif, teknik dalam menggali data melalui pengamatan wawancara dan dokumentasi, sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif reflektif. Hasil penelitian ditemukan bahwa MA. Abdul Aziz Curahlele Balung Jember telah dilaksanakan manajemen sekolah secara umum dalam kurikulum dan pembelajaran, kesiswaan, sarana dan prasarana serta HUMAS. Namun dalam kontek yang berbeda manajemen di bidang tenaga pendidik belum berjalan optimal dan tidak efektif terutama dalam perencanaan, pengadaan guru di MA Abdul Aziz.

(26)

Persamaan penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Siti Haini Musyarofah adalah sama-sama mengunakan metode kualitatif deskriptif. Sedangkan perbedaannya adalah lokasi penelitiannya serta penelitian ini lebih menitikberatkan kepada peningakatan kompetensi guru, sedangkan penelitian terdahulu lebih menitikberatkan kepada bidang tenaga kependidikan.

2. Miftahur Rohman (084 013 245), program tarbiyah STAIN Jember tahun 2006/2007, dengan judul “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada Upaya Peningkatan Mutu Madrasah Aliah 03 Al-Ma’arif Kecamatan Wuluhan Kebupaten Jember”. Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif, teknik dalam penggalian data menggunakan teknik observasi, interview dan dokumenter. Adapun temuan penelitiannya ialah bahwa Madrasah Aliyah 03 Al-Ma’arif Wuluhan Jember telah berupaya meningkatkan kualitas madrasah di bidang sarana dan prasana yang meliputi pengembangan perpustakaan, perkembangan media pembelajaran, pengembangan fisik dan dilakukan secara kerja sama dengan komite sekolah. Dan meningkatkan upaya meningkatkan Madrasah Aliyah 03 Al-Ma’arif Wuluhan Jember bidang SDM dan pengetahuan telah dilakukan hal-hal penataran para guru dan karyawan, privat dan les bagi para siswa, musik, pancak silat, olah raga lain dan sebagainya bagi siswa dan berhasil baik.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Miftahur Rahman adalah sama-sama mengunakan metode kualitatif

(27)

deskriktif dengan teknik penggalian data mengunakan interview, observasi dan dokumentasi. Sedangkan perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah lokasi penelitiannya berbeda. Penelitian ini lebih menitikberatkan pada peningkatan kompetensi guru, sedangkan peneltian terdahulu lebih menitikberatkan kepada bidang tenaga pendidik.

B. Kajian Teori

Dalam kajian teori ini berisi pembahasan tentang teori yang dijadikan sebagai perspektif dalam penelitian. Pembahasan teori yang terkait yang terkait dengan penelitian secara lebih luas dan mendalam akan semakin memperlua wawasan penelitian dalam mengkaji permasalahan yang hendak dipecahkan sesuai denga fokus penelitian16

1. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Dalam waktu ke waktu kesadaran masyarakat terhadap urgensi pendidikan semakin meningkat dan mulai tampak di permukakan. Hal ini dapat di indikasikan dengan animo masyarakat yang banyak menyekolahkan anak-anak mereka ke lembaga-lembaga pendidikan yang credible. Mereka sadar bahwa untuk menghadapi tantangan yang semakin berat yang disebabkan oleh perubahan dan tantangan zaman adalah kesiapan pada penguasaan ilmu pengetahuan. Oleh karna itu, lembaga pendidikan yang maju dan mampu memberikan layanan yang maksimal kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan menjadi “idola” untuk menyekolahkan anak-anaknya.

16TIM Revisi, Pedoman Penulisan, 46

(28)

Dalam hal ini, bukan hanya instansi bersifat komersial saja yang di tuntut untuk berkopetensi, akan tetapi lembaga pendidikan juga di tuntut untuk bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain guna menawarkan jasa yang mempunyai kesesuaian dan keserasian dengan kebutuhan masyarakat sebagai user education. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan harus mempunyai sistem manajemen pendidikan yang baik dan mapan untuk menyongsong era kompetesi. Artinya, jika pendidikan ingin dilaksankan secara terencana dan teratur, maka berbagai elemen yang terlibat dalam kegiatan perlu di kenali. Untuk itu, diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu sistem. Sistem disini merupakan suatu mekanik dalam suatu anatomi pendidikan.

Sejalan dengan tuntutan tersebut, pendidikan sudah mulai berbenah diri dan mengalami reformasi sebagai bentuk konsekwensi dari tuntutan itu. Pemerintah, dalam hal ini sudah menyiapkan konsep pengelolaan pendidikan, yaitu konsep manajemen berbasis sekolah untuk diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan sebagai jawaban atas tuntutan jaman.

Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah pemberian otonomi yang lebih luas kepada sekolah dengan tujuan akhir meningkatkan mutu hasil penyenggaraan pedidkan, sehingga bisa menghasilkan prestasi yang sebenernya melalui proses manajerial yang mapan. Melalui peningkatan kinerja dan partisipasi semua stakebolder-nya, maka sekolah semua jenjang dan jenis

(29)

pendidikan dengan sifat otonomistisnya akan menjadi suatu instansi pendidikan yang organik, demokratis, kreatif, dan inofatif, serta unik dengan ciri khasnya sendiri untuk melakukan pembaharuan sendiri (self reform).

Dalam konteks ini, sekolah memiliki wewenang untuk mengambil keputusan. Menurut Syaiful Sagala, kekuasaan yang dimiliki sekolah antara lain mengambil keputusan berkaitan dengan pengelolaan kurikulum; keputusan berkaitan dengan rekrutmen serta pengelolaan guru dan pegawai dan administrasi; serta keputusan berkaitan dengan pengelolaan sekolah.

Adapun komponen yang didesentralisasikan adalah manajemen kurikulum, manajemn tenaga kependidikan, manajemen kesiswaan.17 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memang bisa disebut suatu pergeseran paradikma dalam pengelolaan pendidikan, namun tidak berarti paradikma “baru” sama sekali, karena sebelumnya kita pernah memiliki Impres No. 10/1993. Sekolah-sekolah dikelola secara mikro dengan sepenuhnya diperankan oleh kepala sekolah dan guru-guru sebagai pengelola dan pelaksana pendidikan pada setiap sekolah yang juga tidak tidak terpisahkan dari lingkungan masyarakatnya. MBS bermaksut “mengembalikan” sekolah kepada pemiliknya, yaitu masyarakat, yang diharapkan akan merasa bertanggung jawab kembali

17Ibid, 85-87.

(30)

sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan di sekolah- sekolah.

Dengan MBS, pemecahan masalah internal sekolah, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun sumber daya pendukung cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarakatnya, sehingga tidak perlu diangkat ke tingkat pemerintahan daerah apalagi ke tingkat pusat yang “jauh panggang dari api” itu. Tugas pemerintah ( pusat dan daerah ) adalah memberikan fasilitas dan bantuan pada saat sekolah dan masyarakat menemui jalan buntu dalam suatu pemecahan masalah.

Fasilitas ini mungking berbentuk capacity building, bantun teknis pembelajaran atau manajemen sekolah, subsidi bantuan sumber daya pendidikan, serta kurikulum nasional dan pengendalian mutu pendidikan, baik tingkatan daerah maupun nasional. Agar dapat memberikan fasilitas secara objektif, pemerintah perlu didukung oleh sistem pendataan dan pemetaan mutu pendidikan yang andal dan keterbukakan secara nasional.18

Sekolah pada dasarnya merupakan suatu lembaga pendidikan, yang berdiri sendiri maupun terkait dengan instansi di atasnya, yang harus dikelola dengan profesional sehingga mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Disinilah letak pentingnya kepala sekolah harus benar- benar memahami dan mempunyai kemampuan menejerial dalam mengelola sekolah. Konsep MBS juga didefinisikan beragam oleh para

18H. Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan Problema Solusi Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara , 2010), 84-85.

(31)

ahli pendidikan. Misalnya Mallen, Ogawa, dan Kranz (dalam Abu- duhou, 2002) memandang MBS sebagai sebagai bentuk desentralisasi yang memandang sekolah sebagai sesuatu unit dasar pengembangan dan bergantung pada resdistribusi otoritas pengambilan keputusan. Candoli ( dalam Abo-Duhou, 2002 ), memandang MBS sebagai alat untuk

‘menekan’ sekolah mengambil tanggung jawab apa yang terjadi terhadap kepada anak didiknya. Dengan kata lain, sekolah mempunyai kewenangan untuk mengembangkan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik di sekolah tersebut.

Dalam pandangan Myers dan Stonehill ( dalam urkholis, 2003 ) Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat dari daerah dan kemasing-masing sekolah, sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua peserta didik mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan juga mempunyai tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiyayaan, personal, dan kurikulum sekolah.19

2. Kompetensi Guru

Kompetesi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya fisik) yang di wujudkan dalam bentuk perbuatan. Dengan kata lain, kompetensi merupakan

19Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2004), 65-67.

(32)

berpaduan dari penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang di refleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya. Dapat juga dikatakan bahwa kompetensi merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan yang mendasari karakteristik seseorang untuk berunjuk kerja dalam menjalankan tugas pekerjaan guna mencapai standar kualitas dalam pekerjaan nyata. Jadi, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas profesionalnya.20

Masalah kompetensi profesionalnya guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun. Kompetensi-kompetensi yang lainya adalah kompetensi kepribadian dan kompetensi kemasyarakatan. Guru yang terampil mengajar tentu harus pula memiliki pribadi yang baik dan mampu melakukan social adjustmen dalam masyarakat.

Dalam uraian di atas telah jelas, bahwa jabatan guru adalah suatu jabatan profesi. Guru professional yang berkerja yang melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi yang di tuntut agar guru mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik- sebaiknya.21

20 H.Syaiful Sagala, Kemampuan Professional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung:

Alfabeta, 2013), 23

21Oemar Hamalik, Pendidikan Guru, (Jakarta: PT Bumi Aksara), 34-38

(33)

Rumusan kompotensi di atas mengandung tiga aspek (1) kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan yang menjadi ciri dan karakteristik seseorang dalam menjalankan tugas. Aspek ini menunjuk pada kompetemsi sebagai gambaran substansi/materi ideal yang seharusnya dikuasai atau di persyaratkan untuk di kuasai oleh guru dalam menjalankan pekerjaannya.

Dengan demikian seseorang dapat di persiapakan atau belajar unyuk menguasai kompetensi tertentu sebagai bekal ia bekerja secara profesional; (2) ciri karakteristik kompetensi yang di gambarkan dalam aspek pertama itu tampil nyata (manifeest) dalam tindakan, tinkah laku dan unjuk kerjanya. Aspek ini merujuk pada kompetensi sebagai gambaran unjuk kerja nyata yang tampak dalam kualitas dalam pikir, sikap dan tingkatang seseorang dalam menjalankan pekerjaannya secara piawai. Seseorang dapat saja berhasil menguasi secara teoritik seluruh aspek material kompetensi yang di ajarkannya dan di persyaratkan namun begitu jika dalam praktek sebagai tindakan nyata saat menjalankan tugas atau pekerjaan tidak sesuai dengan standar kualitas yang dipersyaratkannya maka ia tidak dapat di katakan sebagai seseorang yang berkompeten atau tidak piawai; (3) hasil unjuk kerjanya itu ,memenuhi suatu kriteria standar kualitas tertentu. Aspek ini merujuk pada kompetensi sebagai hasil (output dan atau outcome) dari unjuk kerja. Kompetensi seseorang mencirikan tindakan/perilaku serta mahir dalam menjalankan tugas untuk menghasilkan tindakan kerja yang efektif

(34)

dan efisien. Hasilnya merupakan produk dari kompetensi seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Sehingga pihak lain dapat menilai seseorang apakah dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya dalam berkompeten dan profesional atau tidak.

Berangkat dari keyakinan adanya perubahan peningkatan status guru menjadi tenaga profesional, dan apresiasi lingkungan yang tinggi.

Dengan implementasi desentralisasi sistem pemerintahan, maka asosiasi profesi kependidikan dan guru mendapatkan peluang yang lebih besar melaksanakan program peningkatan kualitas profesional pendidikan. Hal ini dapat di lakukan jika ada komitmen para pengambil kebijakan dan asosiasi untuk memberdayakan potensi pendidikan. Kemudian memiliki jurnal dan sarana publikasi profesional lainnya yang menyajikan berbagai karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai media pembinaan dan penembangan para anggota. Kesemua agenda dan progran dilaksanakan dengan disiplin yang tinggi.22

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungan oleh karena itu guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan displin.

Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus

22H.Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung:

Alfabeta, 2013), 23-24.

(35)

bertangguang jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam berkehidupan bermasyarakat.

Guru juga harus mampu mngambil keputusan secara mandiri (independen), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik, dan lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan mengambil keputusan secara cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran, terutama berkaitan dengan masalah pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala sekolah.23

Guru adalah subjek utama dalam pelaksanaan proses pendidikan pembelajaran yang menjadi inti kegiatan pendidikan. Guru berfungsi mengoptimalakan potensi anak-anak. “Meski perak dan emas berasal dari sari pati bebatuan, tetapi tidak semua batu mengandung emas dan perak,” demikian pendpat Mehdi Nakosteen, 19464. Pendapat ini dapat

dipakai untuk membuat justifikasi fenomenal dibidang pendidikan ddan pembelajaran.

Pertama, pendidikan menjalankan fungsi reproduksi ilmu pengetahuan dan penyadaran, tetapi tidak semua perilaku kependidikan dapat mencapai keduanya atau salah satu diantaranya, bahkan sangat mungkin tidak sama sekali. Fungsi reproduksi ilmu pengetahuan, termasuk keterampilan, mengandung makna bahwa pendidikan harus

23E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), 37.

(36)

mampu membangung manusia untuk menjadikan apa yang diperolehnya dari proses pendidikan itu untuk keperluan hidupnya.

Kedua, lembaga pendidikan prajabatan memiliki fungsi dan mentransformasikan material yang sama kepada calon guru, tetapi tidak akan ada satu guru pun yang kinerjanya akan persis sama dengan yang lain.

Ketiga, anak didik dapat saja diberi perlakuan pembelajaran yang persis sama, tetapi hanya anak-anak yang cerdas, berbakat, bermotifasi tinggi, dan memiliki harapan jauh ke depanlah yang akan unggul.

Kembali ke peran guru dalam rangka proes pendidikan dan pembelajaran, hendaknya secara taat asas perlu ditanamkan bahwa semua usaha reformasi di bidang pendidikan persekolahan bermuara pada satu jalan alur besama dari kerja komunitas sekolah, yaitu aktifitas pembelajaran.24

Menurut Ametembun, guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-muridnya, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Menurut Zakiah Derajat dan kawan-kawan tidak sembarangan tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan, anatara lain.

a. Takwa kepada Allah

Guru sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan islam, tidak mungkin mendidik anak didik untuk bertakwa kepada allah jika ia

24Sudarawan danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara), 191-192.

(37)

sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaima Rosullullah SAW, menjadi teladan bagi umatnya.

b. Berilmu

Dalam keadaan norma terdapat patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik pendidikannya dan padda gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat. Dari Abu hurairah berkata, Rosullullah saw bersabda. “Barang siapa ditaya tentang ilmu lalu dia menyembunyikannya maka dia akan diikat dengan tali kenkang dari api neraka pada hari kiamat”

c. Sehat jasmani

Guru yang mengidap penyakit menular, umpamanya sangat membahayakan kesahatan anak didiknya, di samping itu guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar, kita kenal ucapan “Mens sana in corpora sano,” yang artinya didalam tubuh yang sehat terkandung jiwa yang sehat.

d. Berkelakuan baik

Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak.

Diantara tujuan pendidikan yaitu membentuk ahlak yang mulia pada diri pribadi anak didik ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berahlak mulia pula. Guru yang tidak berahlak mulia tidak mungkin di percaiyai untuk mendidik. Nabi SAW bersabda: “tidak

(38)

ada suatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di hari kiama dari pada ahlak yang baik”.25

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/musollah, di rumah, dan sebagainya.

Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agara menjadi orang yang berkepribadian mulia.

Oleh Karena itu, tepatlah apa yang dikatakan oleh Drs. N.A.

Ametenbun, bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individu ataupun klasikal, baik disekolah maupun di luar sekolah.26

Adapun kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru ada 4, antara lain sebagai berikut:

25M. Walid, Supervisi Pendidikan, (Bandung: Pena Salsabila, 2012), 77-80.

26Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), 31-32.

(39)

a. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan karekteristik siswa dilihat dari berbagai aspek seperti moral, emosional, dan intelektual.

Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip belajar, karena siswa memiliki karakte, sifat, dan interest yang berbeda.

Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan masing-masingdan disesuaikan dengan kebutuhan lokal.

Guru harus mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan kegiatan pembelajaran yang telah di kerjakan.27

Sebelum UU 14/2005 dan PP 19/2005 diterbitkan, ada sepuluh kompetensi dasar guru yang telah dikembangkan melalui kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan (LPTK). Kesepuluh kompetensi itu kemudian di jabarkan melalui pengalaman belajar.

Adapun sepuluh kemampuan dasar guru itu (1) kemampuan menguasai bahan pelajaran yang di sajikan; (2) kemampuan mengelola kemampuan belajar mengajar; (3) kemampuan mengelola kelas; (4) kemampuan mengunakan media/sumber belajar; (5) kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan; (6)

27Titiek Rohanah Hidayati, Supervisi Pendidikan, (Jember: STAIN Jember Press, 2013), 117-118.

(40)

kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar; (7) kemampuan menilai prestasi peserta didik untuk kependidikan mengajar; (8) kemampuan mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan; (9) kemampuan mengenal penyelenggarakan administrasi sekolah; dan (10) kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. Namun dalam perjalanannya tidak ada satu institusipun yang melakukan evaluasi, apakah kesepuluh kompetensi ini hanya sebagai dokumen saja.

Pengembangan dan peningkatan kualitas kompetensi guru selama ini diserahkan pada guru itu sendiri. Jika guru itu mau mengembangkan dirinya sendiri, maka guru itu akan berkualitas, karena ia senantiasa mencari peluang untuk peningkatan kualistasnya sendiri. Idealnya pemerintah, asosiasi pendidikan dan guru serta satuan pendidikan memfasilitasi guru untuk mengembangkan kemampuan bersifat kognitif berupa pengertian dan pengetahuan, efektif berupa sikap dan nilai, maupun performensi berupa perbuatan- perbuatan yang mencerminkan pemahaman keterampilan dan sikap.

Dukungan yang demikian itu penting, karena cara itu akan meningkatkan kemampuan pedagogik bagi guru.28

Guru yang memiliki integritas keilmuan adalah guru yang menguasai materi yang dia punya sesuai dengan disiplin ilmu yang

28H.Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, ( Bandung:

Alfabeta, 2013 ), 31

(41)

dimilikinya, baik yang mengenai konsep tersebut. Materi pembelajaran yang diberikan harus relevan dengan kehidupan siswa.

Guru harus juga dituntut untuk menguasai kompetensi mereka sebagi guru. Dan guru harus memahami beberapa aspek yang mestinya dipahami oleh guru, di antaranya adalah kemampuan memahami dan mengembangkan karakter, potensi, dan gaya belajar siswa. Semua itu dapat berhasil dengan baik jika guru mampu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi aspek-aspek tersebut. Jika aspek- aspek itu dijalankan guru dengan baik, maka secara otomatis peran guru sebagai pendidik, pengajar, dan pembimbing terlaksana dengan baik dan meyakinkan.29

Apa kompetensi pedagogik?. Untuk memperkaya wawasan dapat disimak penjelasan Slamet PH (2006) yang mengatakan kompetensi pedagogik terdiri dari sub-kompetensi (1) berkontribusi dalam pengembangan KTSP yang terkait dengan pelajaran yang diajarkan; (2) mengembangkan silabus mata pelajaran berdasarkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD); (3) merencanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus yang telah di kembangkan; (4) merancan manajemen pembelajaran dan manajemen kelas; (5) melaksanakan pemblajaran yang pro-perubahan (aktif, kratif, inovatif, eksperimentif, efektif, dan menyenangkan); (6) nilai hasil belajar peserta didik secara otentik; (7)

29Asep Jihad, Suyanto, Menjadi Guru Professional, (Jakarta: Erlangga, 2013), 29-30

(42)

membimbing peserta didik dalam berbagai aspek, misalnya; pelajaran, kepribadian, bakat, minat, dan karir; dan (8) mengembangkan profesinalisme diri sebagai guru.30

Dengan demikian tampak bahwa kemampuan pedagogik bagi guru bukanlah hal yang sederhana, karena kualitas guru haruslah di atas rata-rata. Kualitas ini dapat di lihat dari aspek intelektual meliputi aspek (1) logika sebaga pengembangan kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan terdiri atas enam macam yang disusun secara hierarkis dari yang sederhana sampai yang kompleks. Yaitu pengetahuan (kemampuan mengingat kembali hal-hal yang yang telah dipelajari), pemahaman (kemampuan menangkap makna atau arti suatu hal), penrapan (kemampuan mempergunakan hal-hal yang tlah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru dan nyata), analisis (kemampuan menjabarkan suatu menjadi bagian-bagian sehingga struktur organisasinya dapat dipahami), sintesis (kemampuan memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruha yang berarti); dan penilaia (kemampuan memberikan harga suatu hal berdasarkan kriteria intern, kelompok, ekstern, atau yang telah di tetapkan terlebih dahulu); (2) etika sebagai pengembangan efektif mencakup kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati suatu hal meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis. Yaitu, kesadaran

30H.Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, ( Bandung:

Alfabeta, 2013 ), 31-33.

(43)

(kemampuan untuk ingin meperhatikan suatu hal), partisipasi (kemampuan untuk turut serta atau terlibat dalam suatu hal), penghayatan nilai (pemahaman untuk menerima nilai dan terikat kepadanya), pengorganisasian nilai (kemampuan untuk memiliki sistem nilai dalam dirinya); dan karakterisasi diri (kemampuan untuk memiliki pola hidup dimana sistem nilai yang di bentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkah lakunya); dan (3) estetika sebagai pengembangan psikomotorik yaitu kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan. Yaitu terdiri dari, gerakan reflek (kemampuan melakukan tindakan-tindakan yang terjadi secara tidak sengaja menjawab suatu perangsang), gerakan dasar (kemampuan melakukan pola-pola gerakan bersifat pembawaan, terbentuk dari kombinasi gerakan-gerakan refleks). Kemampuan persptual (kemampuan menterjemahkan perangsang yang diterima melalui alat indera yang menjadi gerakan-gerakan yang tepat). Kemampuan jasmani (kemampuan dan gerakan-gerakan dasar merupakan inti memperkembangkan gerakan-gerakan telatih). Gerakan terlatih (kemampuan melakukan gerakan-gerakan canggih dan rumit dengan tingkat efesiensi tertentu) dan komonikasi nondiskusif (kemampuan komonikasi dengan isyarat gerakan badan.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, guru perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Guru secara terus menerus belajar sebagai upaya melakukan pembaharuan atas ilmu pengetahuan yang di

(44)

milikinya. Caranya sering melakukan penelitian baik melakukan kajian pustaka, maupun melakukan penelitian seperti penelitian tindakan kelas.31

b. Kompetensi Kepribadian

Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang, selama hal itu dilakukan dengan penuh kesadaran. Memang, kepribadian menurut Zakiah Daradjat (1980) disebut sebagai suatu yang abstrak, sukar di lihat secara nyata, hanya di ketahui lewat penampilan, tindakan, dan ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau melalui atsarnya saja.

Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis.

Sehinga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan kepribadian seseorang. Apabila kepribadian seseorang naik, maka akan naik pula kewibawaan orang tersebut. Tentu dasarnya ilmu pengetahuan dan moral yang dimilikinya. Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebalikny, justru menjadi perusak anak didiknya.

Dilihat dari aspek psikologi kompetensi kepribadian guru menujukan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian (1) mantap dan stabil yaitu memiliki konsistensi dalm bertindak sesuai norma hukum, norma sosial, dan etika yang berlaku; (2) dewasa yang

31Ibid, 31-33

(45)

berati mempunyai kemandirian untuk bertindak sebagai pendidik yang memiliki etos kerja sebagai guru; (3) arif dan bijaksana yaitu tampilan bermafaat bagi peserta didik, sekolah, dan masyarakat dengan menunjukan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak; (4) beribawa yaitu perilaku guru yang disegani sehingga berpengaruh positif terhadap peserta didik; dan (5) memiliki ahlak yang mulia dan memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik, bertindak sesuai norma religius, jujur, iklas, dan suka menolong.nilai kompetensi kepribadian dapat di gunakan sebagai sumber kekuatan, inspirasi, motifasi, dan inovasi bagi peserta didik.

Guru sebagai teladan bagi muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian yang utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karena gurus harus berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengankat citra baik dan kewibawaannya, terutama didepan muri-muridnya.

Kompetensi pribadi menurut usman (2004) meliputi (1) kemampuan mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomonikasi, dan (3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Kompetensi kepribadian terkait dengan penampilan sosok guru sebagai individu yang mempunyai kedisiplina, berpenampilan baik, bertanggung jawab, memiliki komitmen, dan menjadi teladan.32

32Ibid., 33-34

(46)

Dalam standar nasional pendidikan, pejelasan pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksut kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan beribawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berahlak mulia.

Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran.

Pribadi guru sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik.ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalm bentuk pribadinya. Semua itu menunjukan bahwa kompetensi personal atau kepribadian guru sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya. Oleh karena itu wajar, ketika orang tua mendaftarkan anaknya kesuatu sekolah akan mencari tahu dulu siap guru-guru yang akan membimbing anaknya.

Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik.

Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia ( SDM ), serta mensejahteraan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya.33

33E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), 117.

(47)

c. Kompetensi sosial

Undang-Undang Sistem Pendidikan No. 20 tahun 2003 pada pasal 4 ayat 1, menyatakan “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadialan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Pernyataan ini menunjukan bahwa pendidikan di selengarakan secara demokratis dan berkeadilan, tidak dapat di urus dengan paradikma birokratik. Karena jika paradikma birokratik yang dikedepankan, tentu ruang kreatifitas dan inovatif dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya pada satuan pendidikan sesuai semangat UUSPN 2003 tersebut tidak akan terpenuhi.

Artinya kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai mahluk sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagai mahluk sosial guru berperilaku santun, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan menarik mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kemampuan guru berkomunikasi ddan berinteraksi secara efektif dan menarik dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua dan wali peserta didik, masyarakat sekitar sekolah dan sekitar dimana pendidik itu tinggal, dan dengan pihak-piak berkepentingan sekola.kondisi objektif ini mengambarkan bahwa kemampuan sosial guru tampak ketika bergaul dan melakukan interaksi sebagai profesi

(48)

maupun sebagai masyrakat, dan kemampuan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada kompetensi sosial, masyrakat adalah perangkat perilaku yang merupakan dasar bagi pemahaman diri dengan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya intraksi sosial secara objektif dan efisien. Ini merupakan penghargaan guru di masyarakat, sehingga mereka mendapatkan kepuasan diri dan menghasilkan kerja yang nyata dan efisien, terutama dalam pendidika nasional. Kompetensi sosial mencakup perangkat perilaku yang menyangkut; kemampuan interaktif yaitu kemampuan yang menunjang efektifitas interaksi dengan orang lain seperti keterampilan expresi diri, berbicara efektif, mamahami pengaruh pengaruh orang lain terhadap diri sendiri, menafsirkan motif orang lain, mncapai rasa aman bersama orang lain; keterampilan memecahkan masalah kehidupan seperti mengatur waktu, uang, kehidupan keluarga, memahami nilai kehidupan dan sebagainya.34

d. Kompetensi Profesional

Guru adalah salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. oleh karena itu meningkatkan mutu pendidikan, berarti berarti juga meningkatkan mutu guru.

Meningkatkan mutu guru bukan hanya dari segi kesejahteraannya, tetapi juga profesionalitasnya. UU No.14 tahun 2005 pasal 1 ayat (1)

34Sagala, kemampuan profesional guru, 37-39.

(49)

menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Sebagai seorang profesional guru harus memiliki kompetensi keraguan yang cukup. Kompetensi keraguan itu tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas kerja sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan pengajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur, dan konsisten.

Kompetensi profesional berkaitan dengan bidang studi menurut Slamet PH (2006) terdiri dari Sub-Kompetensi (1) memahami mata pelajaran yang telah dipersiapkan untuk mengajar;

(2) memahami standar kompetensi dan standar isi mata pelajaran yang tertera dalam Peraturan Menteri serta bahan ajar yang ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP); (3) memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi materi ajar; (4) memahami hubungan konsip antar mata pelajaran terkait; dan (5) menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

Peranan guru sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran, guru yang digugu dan ditiru adalah suatu profesi yang mengutamakan intelektualitas, kepandaian, kecerasan, keahlian berkomunikasi, kebijaksanaan dan kesabaran tinggi. Tidak semua orang yang dapat

(50)

menekuni profesi guru dengan baik. Karena jika seseorang tampak pandai dan cerdas bukan penentu keberhasilan orang tersebut menjadi guru.

Berdasarkan pengalaman bekerja dengan para guru dan tenaga kependidikan lainya dalam proses pengembangan dan pelaksanaan kurikulum di kelas serta pengamatannya terhadapap persyaratan pendidikan tenaga profesional lainnya, penulis mengidentifikasikan kemampuan profesional dari seorang tenaga guru dengan kualifikasi purna. Hasil identifikasi tentang kemampuan profesional seorag guru dengan kualifikasi profesional penuh digunakan untuk menganalisis program pendidikan guru yang harus ditempuh. Dengan tetap mengunakan penjenjangan pendidikan tenaga kpendidikan yang masih dianut, penulis mengusulkan diakannya hierarki profesional tenaga guru berdasarkan pendidikan yang telah di tempuhnya dan lingkup wewenang dan tanggung jawab profesional yang harus diembannya.

Penulis sadar bahwa untuk melaksanakan gagasan yang diajukannya, diperlukan suatu perombakan yang berarti baik dalam sistem kurikulum maupun pelaksanaan pendidikan guru yang berlaku.35

Dilihat dari sumbangannya terhadapap sistem pendidikan, Raka Joni membedakan kualifikasi profesional tenaga kependidikan dalam tiga tingkatan, yaitu tenaga kapabel, inofator dan paripurna.

35Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional yang Relavan dan Bermutu, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 18-19.

(51)

Pada kesempatan ini yang disoroti bukan tingkatan kualifikasi profesional dalam hubungannya dengan sistem secara keseluruhan, melainkan dalam hubungannya deng pelaksanaan tugas profesional secara mikro yaitu dalam situasi belajar mengajar. Karna itu yang akan dijadikan dasar jenjang profesional adalah strata pendidikan tenaga kependidikan yang kita anaut sekarang, yaitu tenaga lulusan DI, DII, DIII, S1 dan S2, dismping berbagai akta.

Keempat gugus kemampuan profesional seorang tenaga kependidikan, sebagaimana dianalisis pada bagian I dalam kerangka berpikir tulisan ini, adalah keseluruhan kemampuan yang seharusnya dimiliki seorang tenaga keependidikan dengan kualifikasi purna.

Sedangkan guru profesional dengan kualifikasi purna adalah guru yang dapat memberikan bantuan dengan tepat, dapat menganaisis dan mendiagnosis latar belakang keberhasilan dan kekurangberhasilan setiap pelajarnya, dan yang dapat mencarikan bebagai alernatif pemecahan untuk membantu pelajarnya bekembang sesuai dengan kemampuannya secara optimal. Adalah anggapan penulis, bahawa bila pendidikan yang kita rencanakan untuk makin merata dan meningkat mutunya, tidak didukung oleh guru dengan kemampuan yang demikian, sukar diharapkan untuk mencapai sasaran dengan memuaskan.36

36Ibid.,, 101-104

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang dicapai adalah Performans sapi Bali secara umum ditunjukkan dengan rataan bobot lahir, bobot sapih, lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan, sedangkan

pemanfaatan sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran PAI. Data display atau menyajikan data dalam penelitian

Kesimpulan yang dapat di tarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa untuk mendapatkan penghawaan alami yang optimal bagi ruangan hunian apartment perlu

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh sikap skeptisme profesional auditor, kompetensi bukti audit dan tekanan waktu secara bersama-sama terhadap pendeteksian

(setiap akan pergi papalele diawali dengan berdoa “Tuhan saya mau pergi cari bahan untuk dijual. Jualan apapun yang didapat, adalah dari Tuhan dan pasti ada untuk

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) juga berhak mendapatkan hak mereka, disamping pendidikan yang membantu perkembangan jasmani mereka yakni pedidikan pada raga, mereka juga

BAN SM | SULAWESI TENGAH | HASIL ANALISIS DATA AKREDITASI TAHUN 2016 6 Pada gambar terlihat bahwa untuk akreditasi A, B dan C semua nilai standar tersebar hampir

Cerita kekeratonan Cirebon maupun cerita saat zaman penjajahan Belanda semua di abadikan melalui batik dan terjaga sampai sekarang, Maka dari itu, perancangan batik