PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARET UMUR 9 TAHUN DENGAN PENEMPATAN MULSA VERTIKAL PADA RORAK
SKRIPSI
OLEH:
JEFRY HUTASOIT 100301221
AGROEKOTEKNOLOGI-BPP
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARET UMUR 9 TAHUN DENGAN PENEMPATAN MULSA VERTIKAL PADA RORAK
SKRIPSI
OLEH:
JEFRY HUTASOIT 100301221
AGROEKOTEKNOLOGI-BPP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul :.Pertumbuhan dan Produksi Karet Umur 9 Tahun Dengan Penempatan Mulsa Vertikal pada Rorak.
Nama : Jefry Hutasoit
NIM : 100301221
Prodi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
(Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS) (Dr. Ir. Jonatan Ginting, MS) Ketua Anggota
Mengetahui:
Ketua Program Studi Agroekoteknologi
ABSTRAK
JEFRY HUTASOIT: Pertumbuhan dan Produksi Karet Umur 9 Tahun Dengan Penempatan Mulsa Vertikal Pada Rorak, dibimbing oleh Chairani Hanum dan Jonatan Ginting.
Karet membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk mencukupi kebutuhan dalam pertumbuhan dan produksi. Salah satu konservasi air yang dapat dilakukan adalah dengan peresapan air hujan yang jatuh ke dalam tanah dengan pembuatan rorak dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk menyerap dan menahan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi tanaman karet umur 9 tahun dengan penempatan mulsa vertikal pada rorak. Penelitian ini dilaksanakan di PTPN III Kebun Silau Dunia, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun dan Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat 60-90 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama panjang rorak dengan 3 taraf yaitu 200, 300, 400 cm dan faktor kedua pemberian TKKS dengan 4 taraf yaitu 0, 200, 250, 300 kg. Peubah amatan yang diukur adalah jumlah klorofil daun, kadar N daun, kadar P daun, N total tanah, P tersedia tanah, kecepatan aliran lateks, indeks produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang rorak tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi karet, pemberian TKKS meningkatkan kadar P daun dan N total tanah, interaksi keduanya tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi karet.
ABSTRACT
JEFRY HUTASOIT: Growth and Production of rubber was 9 years with the
placement of vertical mulch in pit, supervised by Chairani Hanum and Jonatan Ginting.
Rubber need water in large quantities to meet the needs of growth and production. One water conservation that can be done is seepage of rain falls into the ground by made pit and palm oil empty fruit bunches to absorb and hold water. The purpose of the study was to determine Growth and Production of rubber was 9 years with the placement of vertical mulch in pit. The research was conducted at PTPN III Kebun Silau Dunia, Silau Kahean District, simalungun and Serdang Bedagai Regency, North Sumatera with the heigh 60-90 metre above sea levels, began from August until Decembre 2014. The research was arranged with a factorial randomized block design which is consisting of 2 treatment factor. The first factor was pit lenght with 3 levels was 200, 300, 400 cm and second factor was provision of palm oil empty fruit bunches with 4 levels was 0, 200, 250, 300 kg. The variable observation was total chlorophyll leaves, N leaf content, P leaf content, total N soil content, P available soil content, latex flow rate, latex production index. The result showed that pit lenght didn’t increased the growth and production of rubber, provision of palm oil empty fruit bunches increased P leaf content and total N soil, the interaction of these two factors didn’t increased the growth and production of rubber.
RIWAYAT HIDUP
JEFRY HUTASOIT, Lahir di Siborongborong, 31 Oktober 1991, anak keempat dari tujuh bersaudara dari Ayah yang bernama Tumpak Parluhutan
Hutasoit dan Ibu yang bernama Gerna Sihombing.
Pendidikan yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
1. SD Negeri 173271 di Siborongborong dari tahun 1998 hingga 2004
2. SMP Negeri 1 di Siborongborong dari tahun 2004 hingga 2007
3. SMA Negeri 2 di Balige dari tahun 2007 hingga 2010
4. Terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara pada Jurusan Budidaya Pertanian dan Perkebunan Program Studi
Agroekoteknologi pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN.
Penulis pernah bertugas sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa
Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) tahun ajaran 2012/2013 dan asisten di
Laboratorium Dasar Agronomi tahun ajaran 2014/2015. Penulis melaksanakan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) selama bulan Juli hingga Agustus di PT.
Perkebunan III Kebun Silau Dunia Kabupaten Simalungun dan Serdang Bedagai
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pertumbuhan dan Produksi Karet
Umur 9 Tahun Dengan Penempatan Mulsa Vertikal Pada Rorak” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua T.P. Hutasoit dan
G. Sihombing yang telah banyak memberikan dukungan moril dan material
kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr. Ir. Jonatan Ginting, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Silau
Dunia yang telah memberikan tempat untuk melakukan penelitian.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2015
DAFTAR ISI
Tempat Dan Waktu Penelitian ... 17Bahan Dan Alat Penelitian ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Jumlah Klorofil Daun Karet (mg/L) ... 24
Analisis N Daun Karet (%) ... 25
Analisis P Daun Karet(%) ... 26
Analisis N Total Tanah (%) ... 28
Analisis P Tersedia Tanah (%) ... 29
Kecepatan Aliran Lateks (cc/cm/menit)... 30
Indeks Produksi ... 31
Pembahasan ... 32
Pengaruh pemberian TKKS terhadap pertumbuhan dan produksi- karet ... 32
Pengaruh panjang rorak terhadap pertumbuhan dan produksi- karet ... 36
Pengaruh interaksi pemberian TKKS dan panjang rorak terhadap- Pertumbuhan dan produksi karet ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41
Saran ... 41
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1. Analisis kandungan hara kompos TKKS ... 15
2. Jumlah klorofil daun karet dengan pemberian TKKS dan panjang- rorak ... ... 24
3. Kadar N daun karet dengan pemberian TKKS dan panjang rorak. ... 25
4. Kadar P daun karet dengan pemberian TKKS dan panjang rorak. ... 26
5. Kadar N total tanah dengan pemberian TKKS dan panjang rorak ... 28
6.. Kadar P tersedia tanah dengan pemberian TKKS dan panjang rorak .. 29
7.. Kecepatan aliran lateks dengan pemberian TKKS dan panjang- rorak ... ... 30
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
1. Kadar P daun terhadap pemberian tandan kosong kelapa sawit. ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
1. Jadwal kegiatan penelitian ... 46
2. Bagan penelitian ... 47
3. Letak rorak pada lahan penelitian ... 48
4. Deskripsi tanaman karet (PB 260) ... 49
5. Tabel data curah hujan Kebun Silau Dunia tahun 2009 - 2014 ... 51
6. Tabel data produksi tanaman karet (2005) afdeling VII klon PB 260 . 52 7. Peta tanaman afdeling VII kebun Silau Dunia ... 53
8. Dokumentasi penelitian ... 54
9. Data analisis jumlah klorofil daun karet (mg/L) ... 59
10. Sidik ragam analisis jumlah klorofil daun karet (mg/L) ... 59
11. Transformasi data √y + 0,5 analisis jumlah klorofil daun karet- (mg/L) ... ... 60
12. Sidik ragam analisis jumlah klorofil daun karet (mg/L) setelah- tranformasi ... ... 60
13. Data analisis kadar N daun karet (%) ... 61
14. Sidik ragam analisis kadar N daun karet (%) ... 61
15. Data analisis Kadar P daun karet (%) ... 62
16. Sidik ragam analisis kadar P daun karet (%) ... 62
17. Data analisis kadar N total tanah (%) ... 63
18. Sidik ragam analisis kadar N total tanah (%) ... 63
19. Data analisis kadar P tersedia tanah (ppm) ... 64
21. Transformasi data √y + 0,5 analisis kadar P tersedia tanah (ppm) ... 65
22. Sidik ragam analisis kadar P tersedia tanah (ppm) setelah- transformasi ... ... 65
23. Data pengamatan kecepatan aliran lateks (cc/cm/menit) ... 66
24 Sidik ragam data pengamatan kecepatan aliran lateks (cc/cm/menit) . 66 24. Transformasi data √y + 0,5 pengamatan kecepatan aliran lateks- (cc/cm/menit) .. ... 67
25. Analisis sidik ragam pengamatan kecepatan aliran lateks- (cc/cm/menit) setelah transformasi ... 67
26. Data pengamatan indeks produksi ... 68
27. Sidik ragam data pengamatan indeks produksi ... 68
28. Transformasi data √y + 0,5 pengamatan indeks produksi ... 69
ABSTRAK
JEFRY HUTASOIT: Pertumbuhan dan Produksi Karet Umur 9 Tahun Dengan Penempatan Mulsa Vertikal Pada Rorak, dibimbing oleh Chairani Hanum dan Jonatan Ginting.
Karet membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk mencukupi kebutuhan dalam pertumbuhan dan produksi. Salah satu konservasi air yang dapat dilakukan adalah dengan peresapan air hujan yang jatuh ke dalam tanah dengan pembuatan rorak dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk menyerap dan menahan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi tanaman karet umur 9 tahun dengan penempatan mulsa vertikal pada rorak. Penelitian ini dilaksanakan di PTPN III Kebun Silau Dunia, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun dan Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat 60-90 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama panjang rorak dengan 3 taraf yaitu 200, 300, 400 cm dan faktor kedua pemberian TKKS dengan 4 taraf yaitu 0, 200, 250, 300 kg. Peubah amatan yang diukur adalah jumlah klorofil daun, kadar N daun, kadar P daun, N total tanah, P tersedia tanah, kecepatan aliran lateks, indeks produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang rorak tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi karet, pemberian TKKS meningkatkan kadar P daun dan N total tanah, interaksi keduanya tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi karet.
ABSTRACT
JEFRY HUTASOIT: Growth and Production of rubber was 9 years with the
placement of vertical mulch in pit, supervised by Chairani Hanum and Jonatan Ginting.
Rubber need water in large quantities to meet the needs of growth and production. One water conservation that can be done is seepage of rain falls into the ground by made pit and palm oil empty fruit bunches to absorb and hold water. The purpose of the study was to determine Growth and Production of rubber was 9 years with the placement of vertical mulch in pit. The research was conducted at PTPN III Kebun Silau Dunia, Silau Kahean District, simalungun and Serdang Bedagai Regency, North Sumatera with the heigh 60-90 metre above sea levels, began from August until Decembre 2014. The research was arranged with a factorial randomized block design which is consisting of 2 treatment factor. The first factor was pit lenght with 3 levels was 200, 300, 400 cm and second factor was provision of palm oil empty fruit bunches with 4 levels was 0, 200, 250, 300 kg. The variable observation was total chlorophyll leaves, N leaf content, P leaf content, total N soil content, P available soil content, latex flow rate, latex production index. The result showed that pit lenght didn’t increased the growth and production of rubber, provision of palm oil empty fruit bunches increased P leaf content and total N soil, the interaction of these two factors didn’t increased the growth and production of rubber.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir,
peningkatan ekspor karet cukup signifikan, dari volume ekspor tahun 2002
sebesar 1.496 ribu ton senilai US$ 1.038 juta meningkat menjadi 2.100 ribu ton
pada tahun 2009 Sedangkan dari aspek penyerapan tenaga kerja, pertanaman karet
mampu menyerap lebih dari 2 juta tenaga kerja, belum termasuk tenaga kerja yang
terserap dalam berbagai sub sistem lainnya (Kementerian Pertanian, 2012).
Produk - produk karet pada umunya diekspor. Ekspor karet
indonesia dalam berbagai bentuk bahan baku industri seperti sheet,
crumb rubber, SIR dan produk turunan seperti ban, komponen dan sebagainya
(Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).
Kendala-kendala pada lahan kebun karet menghasilkan pada umumnya
adalah permukaan tanah yang padat mengakibatkan kecilnya resapan air hujan
yang jatuh ke dalam tanah, hal ini akan menyebabkan laju run off yang tinggi
terutama pada saat curah hujan melebihi laju infiltrasi. Laju run off yang tinggi
dapat mengikis bagian permukaan tanah serta meningkatkan proses pencucian.
Menurut BMKG tentang prakiraan curah hujan 2013/2014 di indonesia
menyebutkan bahwa awal musim hujan di Sumatera Utara adalah agustus 2014.
Hal ini mengakibatkan pada musim hujan lahan kebun karet akan mengalami
kelebihan air terutama pada saat curah hujan tinggi. Tanaman karet membutuhkan
air dalam jumlah yang banyak untuk mencukupi pertumbuhan dan produksi.
suhu harian rata-rata kurang dari 20°C maka tanaman karet tidak cocok ditanam di
daerah tersebut. Curah hujan yang cukup tinggi antara 2000-2500 mm akan lebih
baik lagi apabila curah hujan itu merata sepanjang tahun. Oleh karena itu,
pengelolaan air diperkebunan karet pada musim kering sangat penting untuk
diterapkan.
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan resapan air
hujan kedalam tanah adalah pembuatan rorak. Rorak merupakan lubang atau
penampang yang dibuat memotong lereng yang berfungsi untuk menampung dan
meresapkan aliran permukaan. Rorak dapat berfungsi untuk : (1) memperbesar
peresapan air ke dalam tanah, (2) sebagai pengumpul tanah yang tererosi sehingga
sedimen tanah lebih mudah dikembalikan ke bidang olah. Noeralam, et al. (2003)
melaporkan bahwa air hujan yang tertampung pada rorak dapat menimbulkan
aliran lateral (seepage) dan infiltrasi yang tertunda, sehingga ketersediaan air
dapat bertahan lama. Diharapkan dapat menjadi cadangan air bagi tanaman karet
saat tidak terjadi hujan atau pada musim kemarau juga mampu meningkatkan
produksi lateks karet.
Brata (1995) menjelaskan bahwa Mulsa yang ditempatkan di dalam
saluran-saluran dapat berfungsi untuk menyimpan air dan memberikannya ke
tanaman yang diusahakan. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan serat
organik yang mampu menahan air disekitarnya. Secara fisik struktur tandan
kosong kelapa sawit mengalami proses dekomposisi akan berubah struktur
menjadi serasah. Dalam penelitian Muslim (2008) menyatakan bahwa lubang
yang digali kemudian diisi oleh serasah atau sisa-sisa tanaman yang ada di
atau sisa-sisa tanaman dapat menahan partikel tanah pada dinding rorak serta
sebagai bahan organik yang merupakan sumber makanan bagi organisme tanah.
Limbah kelapa sawit kaya akan selulosa dan hemiselulosa. TKKS
mengandung 45% selulosan dan 26% hemiselulosa. Tingginya kadar selulosa
pada polisakarida itu dapat dihidrolisi menjadi gula sederhana dan selanjutnya
difermentasikan menjadi etanol. Sebuah pabrik kelapa sawit dengan apasitas 60
ton/jam dapat menghasilkan limbah kira-kira 100ton/hari. Produksi limbah dapat
berkurang ataupun meningkat atau berkurang tergantung pada TBS (Tandan Buah
Segar) yang diolah. Jika seluruh TKKS ini diolah menjadi etanol
(fuel grade ethanol) maka potensinya diperkirakan sebesar 8,245 liter/hari
(Isroi, 2009).
Tandan kosong kelapa sawit sebagai sumber nutrisi bagi tanaman dan
sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme dalam tanah. Salah satu aspek
fisik penting adalah kemampuan tandan kosong kelapa sawit untuk menyerap dan
menahan air. Deptan (2006) menyatakan bahwa TKKS meningkatkan kandungan
bahan organik tanah yang sangat diperlukan bagi perbaikan sifat fisik tanah.
Dengan meningkatnya bahan organik tanah maka struktur tanah semakin mantap
dan kemampuan tanah menahan air bertambah baik, perbaikan sifat fisik tanah
tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan akar dan penyerapan unsur
hara.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan pemanfaatan TKKS sebagai mulsa vertikal pada pembuatan rorak
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi
tanaman karet umur 9 tahun dengan penempatan mulsa vertikal pada rorak.
Hipotesis Penelitian
Adanya pengaruh pemberian TKKS, panjang rorak serta interaksi
keduanya terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi kebun karet umur 9
tahun.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
dan sebagai bahan informasi tambahan yang dapat digunakan bagi pihak yang
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Karet
Tanaman karet memiliki akar tunggang, akar lateral menempel pada akar
tunggang. Akar lateral berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari tanah.
Pada tanah yang subur akar serabut masih dijumpai sampai kedalaman 45 cm.
Akar serabut akan mencapai jumlah yang maksimum pada musim semi dan pada
musim gugur mencapai jumlah minimum (Basuki dan Tjasadihardja, 1995).
Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3
anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian
anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong oblong atau oblong-obovate,
pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah
agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya
tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun
karet ada kecondongan arah tumbuh tanaman agak miring kearah utara. Batang
tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks
(Tim Penulis PS, 2004).
Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat
dalam malai payung tambahan yang jarang, pangkal bunga tenda berbentuk
lonceng. Umumnya terdapat lima tajuk yang sempit. Panjang tenda bunga antara
4-8 mm. bunga betina berambut vilt. Ukurannya lebih besar sedikit dari yang
jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan
buah benang sari yang tersusun menjadi satu tiang. Kepala sari terbagi dalam dua
rangkaian, tersusun satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah suatu
bakal buah yang tidak tumbuh sempurna. Buah karet memiliki pembagian ruang
yang jelas, masing-masing ruang membentuk setengah bola. Jumlah ruang
biasanya tiga, kadang-kadang sampai dengan enam. Garis tengah buah 3-5 cm.
bila buah sudah masak, maka akan pecah dengan sendirinya. Pemecahan terjadi
dengan kuat menurut ruang-ruangnya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan
pengembangbiakan tanaman karet secara alami. Biji-biji yang terlontar,
kadang-kadang sampai jauh akan tumbuh dalam lingkungan yang mendukung
(Tim Penulis PS, 1993).
Dalam satu kapsul buah biasanya terdapat tiga butir biji muda terhadap
bertambah besar selang 4 minggu pertama dari sejak penyerbukan dan buah
mencapai ukuran maksimum pada umur 3 bulan setelah penyerbukan bunga
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Syarat Tumbuh Iklim
Daerah yang cocok untuk persyaratan tumbuh tanaman karet adalah zona
antara 15° LS dan 15° LU dengan suhu harian 25-30° C. Tanaman karet
memerlukan curah hujan optimal antara 2000-2500 mm/tahun dengan hari hujan
berkisar 100-150 hari/tahun. Lebih baik lagi jika curah hujan merata disepanjang
tahun. Sebagai tanaman tropis, karet sinar matahari sepanjang hari, minimum 5-7
jam perhari ( Damanik, et al., 2010).
Budidaya tanaman karet harus dilakukan ditempat dengan kondisi
Agar diperoleh pertumbuhan dan produksi yang baik, tanaman karet memerlukan
persyaratan tumbuh seperti garis lintang 15° LU dan 10° LS, curah hujan antara
1500 sampai dengan 3000 mm/tahun, bulan kering kurang dari 3 bulan dan
kecepatan angin maksimum kurang atau sama dengan 30 km/jam
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).
Sesuai dengan habitatnya di Amerika Selatan terutama Brazil yang
beriklim tropis, maka karet juga cocok untuk ditanam di daerah-daerah tropis
lainnya. Daerah topis yang baik untuk ditanami karet mencakup luasan antara
15° LU dan 10° LS. Walaupun daerah itu panas, sebaiknya tetap menyimpan
kelembaban yang cukup. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet rata-rata
25-30° C. apabila dalam jangka waktu panjang suhu harian rata-rata kurang dari
20° C maka tanaman karet tidak cocok untuk ditanam didaerah tersebut.
Walaupun demikian, didaerah yang suhunya terlalu tinggi tanaman karet juga
malas hidup (Tim Penulis PS, 1993).
Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi yang tinggi pada
kondisi iklim sebagai berikut: (1) Pada dataran rendah dengan suhu optimalnya
adalah 28°C. (2) Curah hujan antara 2000-4000 mm/tahun dengan jumlah hari
hujan 100-150 hari dan (3) Sinar matahari panjang minimal 5-7 jam per hari
(Hanum, 2008).
Tanah
Tanaman karet dapat tumbuh pada ketinggian antara 1-600 meter diatas
permukaan laut. Biasanya dikatakan Indonesia tidak mengalami kesulitan
mengenai areal yang dapat dibuka untuk ditanami tanaman karet. Hampir seluruh
tinggi antara 2000-2500 mm setahun disukai tanaman karet. Akan lebih baik lagi
jika curah hujan itu merata disepanjang tahun (Tim Penulis PS, 1993).
Tanaman dapat tumbuh dari berbagai jenis tanah berpasir hingga laterit
merah dan podsolik kuning. Tanah abu atau gunung, tanah berliat serta tanah yang
mengandung peat. Tampaknya tanaman karet tidak memerlukan kesuburan yang
khusus ataupun topografi tertentu. Dimalaysia barat, perkebunan karet
diklasifikasikan berdasarkan tanah, angin kencang, serangan penyakit dan
topografi. dengan demikian, sifat kimia tanah yang merupakan hal yang mutlak
utuk pertumbuhannya (Syamsulbahri, 1996).
Reaksi tanah yang umum untuk ditanamai karet mempunyai pH antara
3.0-8.0, pH tanah dibawah 3.0 dan diatas 8.0 dapat menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk ditanami tanaman karet
adalah sebagai berikut (1) Solum cukup dalam sampai 100 cm atau lebih dan tidak
terdapat bebatuan (2) Aerasi dan drainase baik (3) Remah, porus dan dapat
menahan air (4) Tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir (5) Tidak bergambut,
jika ada atau tidak lebih dari 20 cm (6) Kandungan unsure hara N,P dan K cukup
dan tidak kekurangan unsure hara mikro (7) pH antara 4,5-6,5 (8) Kemiringan
tidak lebih dari 16% (9) Permukaan air tanah tidak kurang dari 10 cm
(Setyamidjaja, 1993).
Syarat-syarat tumbuh tanaman karet adalah tanah yang tidak berbatu dan
tidak bercadas serta gembur, penggemburan dilakukan dengan pengolahan lahan
sebelum tanaman karet ditanam, 3,5 – 7,0 adalah keasaman tanah yang baik,
ketinggian lahan antara 0 – 400 meter diatas permukaan laut (dpl) dan yang paling
kematangan batang sadap dapat terlambat hingga 6 bulan
(Direktorat Jendral Planologi Kementerian Kehutanan, 2012).
Konservasi Tanah dan Air
Konservasi tanah merupakan penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi
kerusakan tanah. Upaya konservasi tanah ditujukan untuk (1) Mencegah erosi
(2) Memperbaiki tanah yang rusak dan (3) Memelihara serta meningkatkan
produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan. Konservasi
air adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah dan mengatur waktu aliran air
agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim
kemarau (Arsyad, 2006 dalam Simangunsong, 2011).
Konservasi air merupakan tindakan pemanfaatan air seefisien mungkin
agar tetap tersedia di musim kemarau dan tidak terbuang di musim hujan. Pada
dasarnya tindakan konservasi tanah merupakan bagian dari tindakan konservasi
air (Atmaja, 2007).
Metode konservasi tanah dan air dapat digolongkan ke dalam tiga
golongan utama, yaitu metode vegetatif, metode mekanik dan metode kimia
(Arsyad, 2006). Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman dan tumbuhan, atau
bagian-bagian tumbuhan atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butiran
hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada
akhirnya mengurangi erosi. Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik
mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk
memperlambat aliran permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan
dengan kekuatan yang tidak merusak, memperbaiki atau memperbesar infiltrasi
air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah dan penyediaan air bagi tanaman
(Muslim, 2008).
Alternatif pengolahan tanah dengan prinsip konservasi yang lebih
menekankan aspek perbaikan kesuburan tanah dan penyimpanan air adalah
pemanfaatan mulsa. Pemulsaan (mulching) bertujuan menghambat perambatan
panas secara konduksi yang dapat mengakibatkan kerak pada permukaan tanah,
menghambat penguapan air dari permukaan tanah (evaporasi) dan meningkatkan
daya infiltrasi tanah serta dampak biologis tanah (Arianti, 2011).
Tujuan dari konservasi tanah dan air adalah untuk mencegah terjadinya
kerusakan tanah, memperbaiki tanah-tanah yang sudah rusak, menetapkan kelas
kemampuan lahan dan tindakan-tindakan yang diperlukan agar lahan tersebut
dapat digunakan dalam waktu yang tidak terbatas. Selain itu, Sinukaban (1989)
menyatakan bahwa pada umumnya, pengelolaan tanah dan penanaman mengikuti
kontur dapat mengurangi aliran permukaan dan erosi (Muslim, 2008).
Rorak
Rorak adalah lubang atau penampang yang dibuat memotong lereng
yang berfungsi untuk menampung dan meresapkan air aliran permukaan
sehingga memungkinkan air masuk ke dalam tanah dan mengurangi erosi dari
lahan. Rorak merupakan lubang yang digali ke dalam tanah dengan ukuran
kedalaman 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang berisar dari 1 sampai 5 meter
Penelitian yang dilakukan oleh Noeralam, et al,. (2003) menyatakan
bahwa teknik pengendalian aliran permukaan dengan rorak paling efektif
mengurangi aliran permukaan yaitu 88 % dari aliran permukaan pada lahan
terbuka tanpa teknik pengendalian aliran permukaan dan tanpa tumbuhan. Adanya
rorak menyebabkan aliran permukaan tertampung di dalam rorak kemudian
terinfiltrasi secara perlahan dan dapat dimanfaatkan oleh vegetasi sehingga tidak
semua aliran permukaan sampai ke titik pembuangan (outlet).
Rorak dibuat untuk menangkap air dan tanah tererosi, sehingga
memungkinkan air masuk ke dalam tanah dan mengurangi erosi. Rorak
merupakan lubang yang digali dengan ukuran dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan
panjang sekitar empat sampai lima meter. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau
memotong lereng. Jarak antar rorak tergantung kemiringan lahan, semakin curam
suatu hamparan lahan, semakin banyak rorak yang diperlukan. Perbaikan air
dengan cara pembuatan rorak yang diberi mulsa vertikal pada areal suatu usaha
tani lahan kering berlereng dapat memperbaiki beberapa sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah, serta menurunkan aliran permukaan dan meningkatkan kadar air
tanah. Pemberian mulsa pada rorak dapat menampung aliran permukaan dan
mulsa menahan partikel tanah pada dinding rorak. Pemberian mulsa dari sisa
tanaman pada permukaan tanah dapat meningkatkan laju permeabilitas 3-4 kali
terhadap permeabilitas pada tanah tanpa mulsa (Marni, 2009).
Menurut Firman (2005) menyatakan bahwa Pengamatan secara visual
pada keragaan tanaman juga memperlihatkan adanya perbedaan antara tanaman
jambu mete tanpa rorak dengan yang diberi rorak. Perbedaan terlihat antara lain
tunas-tunas muda muncul serempak dan menyeluruh pada permukaan tajuk,
sedangkan pada tanaman jambu mete tanpa rorak, tunas-tunas muda muncul tidak
serempak terutama pada bagian atas. Pembuatan rorak pada pertanaman jambu
mete di daerah dengan musim hujan relatif singkat (3-4 bulan) memberikan
pengaruh positif terhadap pertumbuhan pada fase vegetatif maupun generatif.
Pembuatan rorak dilakukan pada akhir musim kemarau, yaitu pada bulan
September. Teknologi pembuatan rorak pada pertanaman jambu mete di lahan
kering dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas
tanaman.
Aplikasi guludan dan rorak yang dilengkapi dengan mulsa vertikal
memberikan pengaruh yang positif terhadap jumlah pelepah daun, jumlah tandan,
rataan berat tandan, dan produksi tandan buah segar kelapa sawit. Kedua
konservasi tanah dan air tersebut dapat meningkatkan cadangan air tanah untuk
pemenuhan kebutuhan air oleh tanaman saat musim kemarau sehingga produksi
kelapa sawit tetap dapat dipertahankan (Murtilaksono, et al., 2007).
Mulsa Vertikal
Pemanfaatan sisa tanaman sebagai mulsa vertikal pertama kali
diperkenalkan oleh Spain dan Mc Cune (1956) dalam Brata (1998). Mulsa
vertikal adalah penggunaan sisa tanaman (mulsa) untuk tindakan konservasi tanah
melalui penimbunan sisa tanaman pada rorak, teras gulud, parit-parit teras atau
parit yang dirancang mengikuti kontur yang berfungsi untuk mengendalikan laju
erosi dan aliran permukaan (Muslim, 2008).
Penggunaan mulsa vertikal merupakan salah satu tindakan konservasi
dengan mulsa konvensional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Brata (1995)
didapat bahwa penggunaan mulsa vertikal mampu mengurangi aliran permukaan
67-82 % dibandingkan dengan mulsa konvensional. Sedangkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Lal et al. (1980 dalam Noeralam, et al., 2003) menyatakan
bahwa pemberian mulsa dari sisa tanaman pada permukaan tanah dapat
meningkatkan kapasitas infiltrasi 3-4 kali terhadap kapasitas infiltrasi pada tanah
tanpa mulsa.
Beberapa keuntungan penggunaan mulsa sebagai salah satu teknik
penerapan konservasi air diantaranya adalah : (1) Memberi perlindungan terhadap
permukaan tanah dari hantaman air hujan sehingga tidak merusak struktur tanah.,
(2) Menghambat kecepatan dan volume aliran permukaan, (3) Mengurangi
terjadinya erosi, karena air hujan yang jatuh tidak langsung mengenai butir-butir
tanah, (4) Mengatur suhu dan temperatur tanah, (5) Meningkatkan kandungan
bahan organik, dan (6) Mengendalikan tanaman pengganggu (Atmaja, 2007).
Brata (1995) menjelaskan bahwa sebelum sisa tanaman yang digunakan
sebagai mulsa melapuk, maka sisa tanaman tersebut dapat berfungsi untuk
melindungi dinding resapan saluran dari penyumbatan oleh partikel-partikel halus
yang terbawa oleh aliran permukaan dan dapat mencegah runtuhnya dinding
saluran oleh pukulan butir hujan. Mulsa yang ditempatkan di dalam
saluran-saluran dapat berfungsi untuk menyimpan air dan memberikannya ke
tanaman yang diusahakan.
Tandan Kosong Kelapa Sawit
Pada saat ini Tandan kosong Kelapa Sawit digunakan sebagai bahan
Pemanfaatan secara langsung ialah dengan menjadikan TKKS sebagai mulsa
sedangkan secara tidak langsung dengan mengomposkan terlebih dahulu
sebelum digunakan sebagai pupuk organik. Pengembalian bahan organik
ke tanah akan menjaga pelestarian kandungan bahan organik lahan
kelapa sawit demikian pula hara tanah. Selain itu, pengembalian
bahan organik ke tanah akan mempengaruhi populasi mikroba tanah yang secara
langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan dan kualitas tanah
(Barea, dkk., 2005 dalam Ningtyas dan Astuti, 2010).
Keunggulan kompos TKKS yaitu mengandung unsur hara yang
dibutuhkan tanaman antara lain K, P, Ca, Mg, C dan N. Kompos TKKS dapat
memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu kompos TKKS memiliki beberapa sifat
yang menguntungkan antara lain membantu kelarutan unsur-unsur hara yang
diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, bersifat homogen dan mengurangi resiko
sebagai pembawa hama tanaman, merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci
oleh air yang meresap dalam tanah dan dapat diaplikasikan pada sembarang
musim (Iwan, 2012 dalam Eleni, 2013).
Menurut Winarma, et al,. (2002), aplikasi kompos TKKS di pembibitan
kelapa sawit memberikan pengaruh yang nyata lebih baik terhadap pertumbuhan
bibit kelapa sawit dibanding dengan perlakuan standar (tanpa kompos TKKS).
Disamping itu, pemanfaatan kompos TKKS untuk tanaman hortikultura juga
dapat meningkatkan produksi tanaman jeruk, tomat dan cabai
Pemberian bahan organik berupa kompos tandan kosong sawit mampu
memberikan lingkungan yang paling baik bagi pertumbuhan tanaman yang
kemudian berdampak pada hasil (berat segar tanaman). Sesuai dengan pendapat
Sutanto (2002) bahwa pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah. Pemberian bahan organik membuat tanah menjadi
gembur dan lepas-lepas, sehingga aerasi dan sifat tanah menjadi lebih baik serta
lebih mudah ditembus perakaran tanaman. Pada tanah yang bertekstur pasiran,
bahan organik yang berupa kompos akan meningkatkan pengikatan antar partikel
dan meningkatkan kapasitas mengikat air, kapasitas tukar kation dan ketersediaan
unsur hara (Hastuti, 2009).
Berikut ini adalah analisis kandungan hara tandan kosong kelapa sawit
(TKKS).
Tabel 1. Analisis Kandungan Hara Kompos TKKS
No Parameter Satuan Kandungan SK Mentan Feb 2006
Dalam penelitian Hanum (2014) menyatakan bahwa penempatan Tandan
pengaruh nyata terhadap kadar P daun kelapa sawit dan kadar N tanah. Sedangkan
perlakuan kedalaman rorak tidak berpengaruh nyata terhadap kadar N daun,
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Silau Dunia, PT Perkebunan
Nusantara III, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun dan Serdang
Bedagai, Sumatera Utara dengan ketinggian tempat 60-90 meter dpl. Penelitian
ini berlangsung dari bulan Agustus sampai Desember 2014.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman karet
(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) berumur 9 tahun klon PB 260 dan kompos
tandan kosong kelapa sawit.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran,
timbangan, alat bor tanah, goni, pisau, gelas ukur, alat tulis dan kalkulator.
Metode Penelitian
Metode rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu:
Faktor 1 : Panjang rorak dengan 3 taraf
P1 : 200 cm
P2 : 300 cm
P3 : 400 cm
Faktor 2 : Pemberian Tandan kosong kelapa sawit dengan 4 taraf
T0 : Tanpa TKKS
T1 : TKKS 200 kg/lubang rorak
T2 : TKKS 250 kg/lubang rorak
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yaitu:
P1T0 P2T0 P3T0
P1T1 P2T1 P3T1
P1T2 P2T2 P3T2
P1T3 P2T3 P3T3
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah kombinasi : 12 kombinasi
Jumlah rorak seluruhnya : 36
Jumlah tanaman / rorak : 4 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 144 tanaman
Dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam model linear sebagai
berikut:
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + ijk
i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2,3,4 Dimana:
Yijk : Data hasil pengamatan dari unit percobaan ke-i dengan perlakuan
panjang rorak taraf ke-j dan perlakuan TKKS pada taraf ke-k
µ : nilai tengah
ρi : efek blok ke-i
αj : efek perlakuan panjang rorak ke-j
βk : efek perlakuan pemberian TKKS ke-k
(αβ)jk : efek interaksi dari perlakuan panjang rorak ke-j dan perlakuan
εijk : efek error pada blok ke-i dengan panjang rorak pada taraf
...ke-j dan pemberian TKKS pada taraf ke-k.
Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata,
maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Duncan Multiple Range
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan lahan
Lahan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian merupakan perkebunan
karet berumur 9 tahun. Dipilih areal yang memiliki kesuburan lahan hampir sama
dengan topografi yang relatif datar. Dibersihkan gulma dari areal yang telah
ditentukan sebagai lokasi kegiatan pembuatan rorak dengan pembabatan rumput
dan pembersihan lahan.
Pembuatan rorak
Pembuatan rorak dilakukan dengan mengukur lebar 0,5 meter (50 cm),
kedalaman 0,6 meter (60 cm) dan panjang disesuaikan dengan masing-masing
perlakuan, dibangun dalam gawang diantara empat (4) pokok tanaman karet.
Setelah pengukuran lalu dilakukan penggalian tanah.
Persiapan TKKS
TKKS yang digunakan untuk penelitian ini adalah TKKS hasil buangan
dari PKS yang sudah melapuk dengan rasio C/N adalah 16, lalu dikumpulkan.
TKKS yang telah dikumpulkan kemudian ditimbang sesuai dengan dosis
perlakuan.
Aplikasi TKKS
TKKS yang telah ditimbang kemudian diaplikasikan kedalam rorak sesuai
dengan perlakuan dengan cara ditabur merata dalam rorak.
Pengamatan Parameter
Analisis jumlah klorofil daun (mg/L)
Perhitungan kadar klorofil daun dengan metode Winterman and demots
gelombang 649 mm dan 665 mm pada sampel daun tanaman di labotarotium.
Perhitungan jumlah klorofil daun dilakukan pada akhir penelitian.
Analisis kadar N daun (%)
Kadar N serapan daun dianalisis dengan metode destruksi basah. Analisis
daun dilakukan pada akhir penelitian. Pengambilan sampel daun dilakukan
dengan mengambil kurang lebih 80 helai daun dimana masing-masing 40 daun
dari setiap cabang tersier yang berhadapan dan terkena sinar matahari.
Pengambilan sampel daun dilakukan pagi hari dan tidak hujan. Warna daun tidak
terlalu muda dan tidak terlalu tua. Sampel daun dimasukkan ke dalam amplop dan
dikeringkan dengan suhu 80°C selama 48 jam.
Analisis kadar P daun (%)
Kadar P serapan daun dianalisis dengan metode pengabuan kering.
Analisis daun dilakukan pda akhir penelitian. Pengambilan sampel daun dilakukan
dengan mengambil kurang lebih 80 helai daun dimana masing-masing 40 daun
dari setiap cabang tersier yang berhadapan dan terkena sinar matahari.
Pengambilan sampel daun dilakukan pagi hari dan tidak hujan. Warna daun tidak
terlalu muda dan tidak terlalu tua. Sampel daun dimasukkan ke dalam amplop dan
dikeringkan dengan suhu 80°C selama 48 jam.
Analisis kadar N total tanah (%)
Kadar N total dianalisis dengan menggunakan metode Kjeldhal Digestasi
dengan prinsip mengubah N-organik menjadi N-amonium oleh asam sulfat yang
dipanaskan sekitar 3800 dan menggunakan Cu-sulfat + selenium + Na-sulfat sebagai katalisator (Mukhlis, 2007). Pengambilan sampel tanah dilakukan pada
rorak kemudian dikompositkan. Pengambilan sampel menggunakan alat bor
hingga kedalaman 40-60 cm kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik dan
dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Analisis kadar P tersedia tanah (ppm)
Kadar P tersedia dianalisis dengan menggunakan metode Bray II. Analisis
tanah dilakukan pada akhir penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada
empat titik pinggiran rorak dan empat titik pada bagian dalam rorak berjarak 10
cm kemudian dikompositkan. Pengambilan sampel menggunakan alat bor hingga
kedalaman 40-60 cm kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibawa
ke laboratorium untuk dianalisis.
Kecepatan aliran lateks (cc/cm/menit)
Kecepatan aliran lateks dihitung sebulan terakhir selama penelitian
berlangsung. Pengamatan kecepatan aliran lateks dimaksudkan untuk mengetahui
pola aliran lateks. Pada awalnya aliran lateks mengalir cepat, kemudian lambat
dan akhirnya berhenti. Persamaan pengukuran kecepatan aliran lateks (KA)
adalah sebagai berikut:
KA = V KA =Kecepatan Aliran Lateks
PAS (cm) V = Rata-rata produksi (cc/menit) 5 menit pertama
PAS = Panjang Alur Sadap (cm)
(Balai Penelitian Sungei Putih, 2014)
Indeks Produksi
Indeks produksi lateks merupakan perbandingan antara produksi dengan
lilit batang yang menggambarkan kemampuan berproduksi tanaman. Indeks ini
juga menggambarkan produksi lilit. Indeks produksi dipengaruhi oleh anatomis
IPr = P (cc/p/s) IPr =Indeks Produksi
Lb (cm) P =Produksi(cc/pohon/eksploitasi) Lb =Lilit Batang (cm)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Setelah aplikasi perlakuan pemberian Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) dan panjang rorak selama 3 bulan penelitian di PTPN III Kebun Silau
Dunia, maka didapatkan hasil analisis data secara statistik. Pemberian Tandan
Kosong Kepala Sawit berpengaruh nyata terhadap parameter P daun dan N total
tanah tetapi perlakuan panjang rorak serta interaksi antara pemberian tandan
kosong kelapa sawit dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata terhadap
parameter jumlah klorofil daun, N total tanah, P tersedia tanah, N daun, kecepatan
aliran lateks dan indeks produksi.
Jumlah klorofil Daun (mg/L)
Data analisis jumlah klorofil daun karet dan daftar sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa
seluruh perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata
terhadap jumlah klorofil daun karet. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh
tidak nyata terhadap jumlah klorofil daun karet.
Jumlah klorofil daun karet dengan perlakuan pemberian TKKS dan
panjang rorak ditunjukkan pada Tabel 2.
Dari Tabel 2. Dapat dilihat pada perlakuan panjang rorak, jumlah klorofil
daun karet tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P3 (400 cm) yaitu sebesar
35,92 mg/L dan terendah pada taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar
33,68 mg/L.
Jumlah klorofil daun karet pada perlakuan pemberian TKKS tertinggi
terdapat pada taraf perlakuan T1 (200 kg) yaitu sebesar 35,32 mg/L dan terendah
pada taraf perlakuan T0 (0 kg) yaitu sebesar 32,96 mg/L.
Jumlah klorofil daun karet pada interaksi perlakuan tertinggi (Tabel. 2)
terdapat pada P3T1 (36,68 mg/L) dan terendah pada perlakuan P1T0 (30,21 mg/L),
walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.
Analisis kadar N daun (%)
Data analisis N daun karet dan daftar sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 13 dan14. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa seluruh perlakuan
pemberian TKKS dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata terhadap kadar N
daun karet. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap
kadar N daun karet.
Kadar N daun karet dengan perlakuan TKKS dan panjang rorak
ditunjukkan pada Tabel 3.
Perlakuan panjang rorak menyebabkan kadar N daun karet tertinggi
terdapat pada taraf perlakuan P1 (200 cm) yaitu sebesar 2,878 % dan terendah
pada taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar 2,793 % (Tabel 3.)
Kadar N daun karet pada perlakuan pemberian TKKS tertinggi terdapat
pada taraf perlakuan T1 (200 kg) yaitu sebesar 2,884 % dan terendah pada taraf
T0 (0 kg) yaitu sebesar 2,756 %.
Kadar N daun karet pada interaksi perlakuan tertinggi terdapat pada
P1T2 (2,960 %) dan terendah pada perlakuan P2T2 (2,670 %) walaupun secara
statistik tidak berbeda nyata (Tabel. 3).
Analisis kadar P daun (%)
Data analisis P daun karet dan daftar sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 15 dan 16. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian TKKS berpengaruh nyata terhadap kadar P daun dan panjang rorak
berpengaruh tidak nyata terhadap kadar P daun karet. Interaksi antara kedua
perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar N daun karet.
Kadar P daun karet dengan perlakuan TKKS dan panjang rorak
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kadar P daun karet dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak Keterangan: angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama
Perlakuan pemberian TKKS, Kadar P daun tertinggi terdapat pada taraf
perlakuan T3 (300 kg) yaitu sebesar 0,222 % dan terendah pada taraf perlakuan
T0 (0 kg) yaitu sebesar 0,201 % (Tabel 4.). Taraf perlakuan T3 berbeda nyata
terhadap taraf perlakuan T1,T2 dan T0.
Dari Tabel 4. Menunjukkan kadar P daun karet pada perlakuan panjang
rorak tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar 0,216 %
dan terendah pada taraf P3 (200 cm) yaitu sebesar 0,201 %.
Interaksi perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan P2T3 (0,244 %) dan
terendah pada P1T1 (0,190 %) walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.
Kadar P daun pada perlakuan pemberian tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kadar P daun terhadap pemberian tandan kosong kelapa sawit
Dari Gambar 1. Dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian TKKS
Analisis kadar N total tanah (%)
Data analisis N total tanah dan daftar sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 17 dan 18. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian TKKS berpengaruh nyata terhadap kadar N total tanah dan panjang
rorak berpengaruh tidak nyata terhadap kadar N total tanah. Interaksi antara kedua
perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar N total tanah.
Kadar N total tanah dengan perlakuan TKKS dan panjang rorak
ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar N total tanah dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak Keterangan: angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Kadar N total tanah tertinggi pada pemberian TKKS (Tabel 5.) terdapat
pada taraf perlakuan T3 (300 kg) yaitu sebesar 0,147 % dan terendah pada taraf
perlakuan T0 (0 kg) yaitu sebesar 0,128 %. Taraf perlakuan T3 berbeda tidak
nyata terhadap taraf perlakuan T2 namun berbeda nyata terhadap taraf perlakuan
T1 dan T0.
Kadar N total tanah pada perlakuan panjang rorak tertinggi terdapat pada
taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar 0,139 % dan terendah pada taraf
Dari Tabel 5. Menunjukkan bahwa kadar N total tanah pada interaksi
perlakuan tertinggi terdapat pada P1T3 yaitu sebesar 0,150 % dan terendah pada
perlakuan P1T1 yaitu sebesar 0,117 % walaupun secara statistik tidak berbeda
nyata.
Kadar N total tanah pada perlakuan pemberian tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kadar N total tanah terhadap pemberian tandan kosong kelapa sawit
Dari Gambar 2. Dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian TKKS
menunjukkan kurva linear. Pemberian TKKS hingga batas taraf perlakuan
T3 (300 kg/lubang rorak) masih meningkatkan kadar N total tanah sebesar
0,147 %.
Analisis kadar P tersedia tanah (ppm)
Data analisis P tersedia tanah dan daftar sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 19 dan 20. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
panjang rorak berpengaruh tidak nyata terhadap kadar P tersedia tanah. Interaksi
antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar P tersedia tanah.
Kadar P tersedia tanah dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang
rorak ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kadar P tersedia tanah dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak
Dari tabel 6. Dapat dilihat pada perlakuan panjang rorak, kadar P tanah
tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar 1,248 ppm dan
terendah pada taraf perlakuan P1 (200 cm) yaitu sebesar 0,935 ppm.
Kadar P tanah pada perlakuan pemberian TKKS tertinggi terdapat pada
taraf perlakuan T3 (300 kg) yaitu sebesar 1,269 ppm dan terendah pada taraf
T2 (250 kg) yaitu sebesar 0,888 ppm.
Kadar P tanah pada interaksi perlakuan tertinggi terdapat pada
P2T1 (1,630 ppm) dan terendah pada perlakuan P1T2 (0,733 ppm) walaupun secara
statistik tidak berbeda nyata (Tabel 6.).
Kecepatan Aliran Lateks (cc/cm/menit)
Data pengamatan kecepatan aliran lateks dan daftar sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 22 dan 23. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa
seluruh perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata
terhadap kecepatan aliran lateks. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh
Kecepatan aliran lateks dengan perlakuan TKKS dan panjang rorak
ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kecepatan aliran lateks dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak
Pada perlakuan panjang rorak menyebabkan kecepatan aliran lateks
tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P3 (400 cm) yaitu sebesar
1,467 cc/cm/menit dan terendah pada taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar
1,318 cc/cm/menit (Tabel 7.).
Kecepatan aliran lateks menyebabkan perlakuan pemberian TKKS
tertinggi terdapat pada taraf perlakuan T2 (250 kg) yaitu sebesar
1,652 cc/cm/menit dan terendah pada taraf T0 (0 kg) yaitu sebesar
1,226 cc/cm/menit.
Kecepatan aliran lateks pada interaksi perlakuan tertinggi cenderung pada
P1T1 (1,983 cc/cm/menit) dan terendah pada perlakuan P1T3 (1,013 cc/cm/menit)
walaupun tidak berbeda nyata secara statistik.
Indeks Produksi
Data pengamatan indeks produksi dan daftar sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 26 dan 27. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa seluruh
perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata terhadap
indeks produksi. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata
Indeks produksi dengan perlakuan TKKS dan panjang rorak ditunjukkan
pada Tabel 8.
Tabel 8. Indeks produksi dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak
T (TKKS)
Dari Tabel 8. Pada perlakuan panjang rorak, indeks produksi tertinggi
terdapat pada taraf perlakuan P3 (400 cm) yaitu sebesar 1,195 dan terendah pada
taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar 1,093
Indeks produksi pada perlakuan pemberian TKKS tertinggi terdapat pada
taraf perlakuan T2 (250 kg) yaitu sebesar 1,366 dan terendah pada taraf
T3 (300 kg) yaitu sebesar 0,981.
Indeks produksi (Tabel 8.) pada interaksi perlakuan tertinggi terdapat pada
P2T2 (1,667) dan terendah pada perlakuan P1T3 (0,787) walaupun secara statistik
tidak berbeda nyata.
Pembahasan
Pengaruh pemberian TKKS terhadap pertumbuhan dan produksi karet
Dari hasil analisis data diperoleh bahwa perlakuan TKKS hanya
berpengaruh nyata terhadap parameter kadar P daun dan kadar N total tanah tetapi
berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah klorofil daun, kadar N daun,
kadar P tersedia tanah, kecepatan aliran lateks dan indeks produksi.
Pada parameter jumlah klorofil daun diketahui bahwa pemberian TKKS
berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh
berperan dalam pembentukan klorofil daun yang menyebabkan daun berwarna
hijau. Damanik, et al. (2011) mengatakan bahwa beberapa senyawa nitrogen yang
ada dalam tubuh tanaman seperti protein, asam-asam amino, enzim-enzim, bahan
penghasil energi seperti ADP, ATP dan klorofil. Tanaman tidak dapat melakukan
metabolisme jika kahat nitrogen untuk membentuk bahan-bahan vital tersebut.
Selain untuk pertumbuhannya tanaman harus cukup mengandung nitrogen untuk
membangun sel-sel baru. Proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat, namun
proses tersebut tidak dapat berlangsung untuk menghasilkan nitrogen, asam
nukleat jika nitrogen tidak tersedia dalam tubuh tanaman.
Pada parameter kadar N daun diketahui bahwa pemberian TKKS
berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan. Hal ini disebabkan karena
daun karet kahat unsur N. Kriteria kadar N daun karet yang optimum adalah
3,30-3,50 % sedangkan kadar N daun tertinggi yaitu sekitar 2,876 % (T3) dan
tergolong sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh unsur N yang berasal dari
TKKS belum tersedia dalam bentuk nitrogen anorganik.
Wijanarko, et al. (2012) menyatakan bahwa kemampuan tanah dalam
menyediakan N sangat ditentukan oleh kondisi dan jumlah bahan organik tanah.
Proses mineralisasi merupakan proses yang bertanggungjawab atas ketersediaan N
dalam tanah. Mineralisasi mencakup pelapukan bahan organik tanah yang
melibatkan kerja enzim untuk menghidrolisa protein kompleks. Dalam proses
dekomposisi bahan organik baik sisa-sisa tumbuhan ataupun hewan, teruma yang
mengandung kadar nitrogen rendah, kebanyakan nitrogen anorganik akan diubah
menyusun jaringan-jaringan jasad renik sehingga N tanah tidak tersedia bagi
tanaman.
Pada parameter P daun diketahui bahwa pemberian TKKS berpengaruh
nyata terhadap taraf perlakuan. Hal ini disebabkan karena status hara P daun
tercukupi. Kriteria kadar hara daun karet optimum adalah 0,233-0,236 %
sedangkan kadar P daun tertinggi adalah 0,222 % (T3). Pemberian TKKS hingga
batas taraf perlakuan T3 (300 kg/ lubang rorak) dapat meningkatkan kadar P daun
hingga 0,222 % sehingga dengan penambahan dosis tertentu masih dapat
meningkatkan kadar P daun hingga titik optimum. Dalam penelitian
Hastuti (2009) menyatakan Pemberian bahan organik membuat tanah menjadi
gembur dan lepas-lepas, sehingga aerasi dan sifat tanah menjadi lebih baik serta
lebih mudah ditembus perakaran tanaman. Pada tanah yang bertekstur pasir,
bahan organik yang berupa kompos akan meningkatkan pengikatan antar partikel
dan meningkatkan kapasitas mengikat air, kapasitas tukar kation dan ketersediaan
unsur hara. Hal ini didukung oleh Isroi (2009) yaitu bahan organik dapat
menyebabkan ketersediaan unsur hara, analisis kandungan hara kompos TKKS
menunjukkan bahwa status hara P tinggi (0,65 %) sehingga dapat disuplai
terhadap tanaman. Meskipun kadar P tersedia tanah tergolong sangat rendah
(tertinggi 1,269 ppm) tetapi dapat siserap oleh tanaman dan berpengaruh nyata
secara statistik.
Pada parameter N total tanah diketahui bahwa pemberian TKKS
berpengaruh nyata terhadap taraf perlakuan. Hal ini disebabkan oleh pelapukan
TKKS di dalam tanah sehingga status hara N dalam tanah tercukupi. Kriteria
rataan kadar N tanah tertinggi adalah 0,147 %. Pemberian TKKS hingga batas
taraf perlakuan T3 (300 kg/lubang rorak) dapat meningkatkan kadar hara N tanah
hingga 0,147 % sehingga dengan penambahan dosis tertentu masih dapat
meningkatkan kadar N tanah hingga titik optimum. Damanik, et al. (2011)
menyatakan bahwa nitrogen didalam tanah terdapat dalam bentuk N-organik dan
N-anorganik. Perubahan ini membutuhkan waktu yang lama untuk tanaman.
Masalah yang sering berkembang dalam uji N adalah (1) Laju dekimposisi
N tergantung pada temperatur, kelembaban, tipe bahan organik dan pH.
(2) N-anorganik mengalami pencucian, fiksasi dan kehilangan-kehilangan
lainnya. Peneliti menduga kadar N yang dianalisis dominan pada N-organik.
N dalam bentuk organik tidak dapat diserap oleh tanaman. Hal ini salah satu yang
menyebabkan unsur N tidak tersedia bagi tanaman.
Pada parameter P tersedia tanah diketahui bahwa pemberian TKKS
berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan. Hal ini dapat diakibatkan oleh
tanah kekurangan unsur P. Kriteria kadar P tanah optimum adalah 8,00-25 ppm
sedangkan rataan kadar P tertinggi terdapat pada perlakuan T3 (1,269 ppm) dan
tergolong sangat rendah. Hal ini dapat diakibatkan oleh tanah pada lahan
penelitian yang masam (pH <5) sehingga banyak dijumpai logam-logam Al, Fe
dan Ca. Kadar P yang dihasilkan oleh TKKS akibat pelapukan tidak tersedia.
Mukhlis (2011) menyatakan bahwa P tanah dapat dibedakan menjadi P tidak
tersedia, P potensial tersedia dan P akan tersedia. P segera tersedia adalah bentuk
P anorganik di dalam tanah dalam bentuk orthoposfat. Bentuk P yang potensial
tidak tersedia seperti P terendapkan (P-al, P-Fe, P-Mn, atau P-Ca). Bentuk P ini
cenderung terakumulasi dalam keadaan yang sangat stabil.
Pada parameter kecepatan aliran lateks dan indeks produksi diketahui
bahwa pemberian TKKS berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan.
Angka kecepatan aliran lateks dan indeks produksi berbanding lurus. Hal ini
diduga ketersediaan air didalam tanah belum optimal. Aplikasi TKKS
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki sifat fisik tanah agar
berdampak positif terhadap penyerapan air dan unsur hara. Rasjidin (1989)
menyatakan bahwa apabila suatu alur sadap dibuka maka keluarlah lateks oleh
tekanan dari dalam. Pengurangan terjadi secara berlanjutan sepanjang pembuluh
lateks sehingga mengalirnya lateks menuju bagian yang dipotong. Pada saat yang
sama akibat menurunnya tekanan dalam sel pembuluh lateks maka mengalirlah
air ke dalam pembuluh dari sel sekelilingnya sehingga mengencerkan lateks.
Pengaruh panjang rorak terhadap pertumbuhan dan produksi karet
Dari hasil analisis data, berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa panjang
rorak berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Adapun parameter yang
menyangkut adalah jumlah klorofil daun, kadar N daun, kadar P daun, kadar N
total tanah, kadar P tersedia tanah, kecepatan aliran lateks dan indeks produksi.
Pada parameter jumlah klorofil daun, kadar N daun, kecepatan aliran
lateks dan indeks produksi panjang rorak berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga
karena rorak berfungsi memperbaiki sifat-sifat fisik tanah. Dalam muslim (2008)
Rorak adalah lubang atau penampang yang dibuat memotong lereng yang
berfungsi untuk menampung dan meresapkan air aliran permukaaan sehingga
membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat pengaruh yang nyata
terhadap tanaman. Ketidak tersediaan unsur N di daun menyebabkan klorofil tidak
terbentuk, warna daun menjadi kekuningan dan cepat gugur. Hal ini sangat
mempengaruhi kecepatan aliran lateks serta indeks produksi. Dalam penelitian
Zulkifli, et al. (2014) bahwa individu tanaman karet yang memiliki produksi
lateks tinggi terkait dengan cabang pohon yang rapat. Cabang pohon yang rapat
memiliki daun pada batang yang rapat. Jumlah daun pada batang mempengaruhi
produksi lateks pada pohon karet. Hal ini dikarenakan daun merupakan tempat
fotosintesis karbohidrat (sukrosa dan pati) yang akan digunakan untuk
menghasilkan lateks. Sintesis lateks berlangsung dalam pembuluh lateks
menggunakan bahan dasar berupa sukrosa yang ditranspor dari daun sebagai hasil
fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun pada pohon karet, maka akan semakin
banyak lateks yang akan dihasilkan.
Pada parameter N total tanah, perlakuan panjang rorak berpengaruh tidak
nyata. Hal ini diduga rorak berguna untuk menampung air dan memperlambat laju
infiltrasi. Curah hujan yang tinggi (1969 mm) menyebabkan rorak terisi air.
Damanik, et al. (2011) menyatakan bahwa sumber nitrogen adalah hasil dari
dekomposisi bahan organik menjadi asam-asam amino, kemudian menjadi amonia
(NH4) dan nitrat (NO3). Proses nitrifikasi dipengaruhi oleh faktor aerasi karena
bakteri nitrobakter adalah autotrof, maka proses nitrifikasinya hanya berlangsung
bila ada oksigen.
Pada parameter P tersedia tanah perlakuan panjang rorak berpengaruh
tidak nyata. Hal ini diduga semakin panjang rorak maka kesempatan tanaman
tanah atas sedangkan kedalaman rorak 60 cm. Kadar fosfor organik dijumpai lebih
besar pada lapisan tanah atas (topsoil) dibandingkan dengan lapisan tanah bawah
(subsoil). Hal ini terjadi karena lapisan atas terjadi pelapukan guguran daun karet.
Sedangkan pada bagian bawah organik lebih sedikit, ditambah lagi dengan adanya
serapan hara oleh akar tanaman sampai ke lapisan bawah. Fosfor lebih berperan
dalam menstimulisir pertumbuhan akar jika dibandingkan dengan lapisan bagian
atas tanaman terutama daun.
Pengaruh interaksi pemberian TKKS dan panjang rorak terhadap pertumbuhan dan produksi karet
Dari hasil analisis data, berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa interaksi
pemberian TKKS dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata terhadap semua
parameter. Adapun parameter yang menyangkut adalah jumlah klorofil daun,
kadar N daun, kadar P daun, kadar N total tanah, kadar P tersedia tanah, kecepatan
aliran lateks dan indeks produksi.
Pada parameter jumlah klorofil daun, perlakuan interaksi keduanya
berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga unsur N-anorganik dalam tanah belum
tersedia. Panjang rorak 400 cm dengan dosis tandan kosong kelapa sawit
sebanyak 200 kg ternyata dapat meningkatkan unsur N didalam tanah walaupun
tidak nyata secara statistik. Perlakuan panjang rorak menunjukkan bahwa
semakin panjang rorak maka semakin dekat dengan akar tanaman. Hal ini
menunjukkan semakin mudah untuk akar menyerap unsur hara dari tandan kosong
kelapa sawit yang berada di rorak.
Pada parameter kadar N total tanah, perlakuan interaksi keduanya
berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga unsur N yang berada didalam rorak
Damanik, et al. (2011) menyatakan bahwa kehilangan nitrogen pada lahan
perkebunan dalam bentuk pencucian akan semakin besar. Curah hujan yang tinggi
menyebabkan rorak terisi air, panjang rorak mempengaruhi volume air yang
berada didalam rorak. Hal ini menghambat proses nitrifikasi karena bakteri
nitrobakter adalah autotrof, maka proses nitrifikasi hanya berlangsung bila ada
oksigen. Ini dapat menyebabkan unsur N tidak tersedia untuk tanaman.
Pada parameter kadar P tersedia tanah, perlakuan interaksi keduanya
berpengaruh tidak nyata. Hal ini dapat disebabkan unsur P rendah pada tanah.
Kadar P dalam tandan kosong kelapa sawit yang diharapkan sebagai penyumbang
unsur hara P pada tanah adalah rendah. Perlakuan panjang rorak menyebabkan
unsur hara P tidak tersedia bagi tanaman karena unsur P hanya banyak pada
lapisan atas tanah (topsoil). Proses pembuatan rorak menghilangkan banyak
lapisan tanah bagian atas. Hal ini sesuai dengan literatur Kokasih (1980) yang
menyatakan bahwa fosfor adalah unsur hatra makro yang kedua setelah N yang
sering kali terdapat dalam keadaan kekurangan pada tanah-tanah di indonesia.
Miskinnya tanah akan unsur P antara lain disebabkan faktor pengangkutan hasil
panen, pencucian, dan penghanyutan lapisan tanah pada waktu run off. Dari
defenisi tersebut menyatakan bahwa unsur hara P dijumpai pada lapisan tanah
bagian atas sementara kedalaman rorak adalah 60 cm. Ini membuat unsur P tidak
dapat diserap tanaman secara optimal.
Pada parameter kecepatan aliran lateks dan indeks produksi, interaksi
keduanya berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga dipengaruhi oleh gugur daun
(tres) tanaman karet. Tres terjadi pada bulan oktober hingga maret. Produksi
menggunakan bahan berupa sukrosa hasil fotosintesis. Fotosintesis berlangsung di
daun (fotosintesis karbohidrat). Jika daun pada ranting tidak tersedia maka tidak
terjadi pembentukan lateks. Dalam setyamidjaja (1993) menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi kualitas lateks. Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil
karet, harus memiliki kualitas yang baik. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah (1) Faktor di kebun (jenis klon,
sistem sadap, kebersihan pohon, dan kuantitas pohon). (2) Iklim (musim hujan
mendorong terjadinya prokoagulasi, musim kemarau kedaan lateks tidak stabil).
(3) Alat alat yang digunakan dalm pengumpulan dan pengangkutan (yang terbuat
dari aluminium atau baja tahan karat). (4) Pengangkutan (goncangan, keadaan
tangki, jarak, jangka waktu). (5) Kualitas air dalam pengolahan. (6) Bahan bahan
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Perlakuan pemberian tandan kosong kelapa sawit sebanyak 300 kg dapat
meningkatkan kadar P daun karet dan N total tanah.
2. Perlakuan panjang rorak tidak meningkatkan jumlah klorofil daun, kadar N
dan P daun, kadar N dan P tanah, kecepatan aliran lateks dan indeks produksi
tetapi dominan lebih tinggi pada panjang rorak 200 dan 300 cm.
3. Kombinasi pemberian TKKS dan panjang rorak tidak meningkatkan jumlah
klorofil daun, kadar N dan P daun, kadar N dan P tanah, kecepatan aliran
lateks dan indeks produksi.
Saran
Penulis menyarankan pada pemberian TKKS sebanyak 300 kg karena
dapat meningkatkan kadar P daun karet (TM) dan N total tanah serta sangat perlu
diadakan penambahan dosis pemberian TKKS untuk mendapatkan titik optimum