• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Produksi Karet Umur 9 Tahun Dengan Penempatan Mulsa Vertikal pada Rorak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan dan Produksi Karet Umur 9 Tahun Dengan Penempatan Mulsa Vertikal pada Rorak"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARET UMUR 9 TAHUN DENGAN PENEMPATAN MULSA VERTIKAL PADA RORAK

SKRIPSI

OLEH:

JEFRY HUTASOIT 100301221

AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARET UMUR 9 TAHUN DENGAN PENEMPATAN MULSA VERTIKAL PADA RORAK

SKRIPSI

OLEH:

JEFRY HUTASOIT 100301221

AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul :.Pertumbuhan dan Produksi Karet Umur 9 Tahun Dengan Penempatan Mulsa Vertikal pada Rorak.

Nama : Jefry Hutasoit

NIM : 100301221

Prodi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

(Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS) (Dr. Ir. Jonatan Ginting, MS) Ketua Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Studi Agroekoteknologi

(4)

ABSTRAK

JEFRY HUTASOIT: Pertumbuhan dan Produksi Karet Umur 9 Tahun Dengan Penempatan Mulsa Vertikal Pada Rorak, dibimbing oleh Chairani Hanum dan Jonatan Ginting.

Karet membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk mencukupi kebutuhan dalam pertumbuhan dan produksi. Salah satu konservasi air yang dapat dilakukan adalah dengan peresapan air hujan yang jatuh ke dalam tanah dengan pembuatan rorak dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk menyerap dan menahan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi tanaman karet umur 9 tahun dengan penempatan mulsa vertikal pada rorak. Penelitian ini dilaksanakan di PTPN III Kebun Silau Dunia, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun dan Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat 60-90 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama panjang rorak dengan 3 taraf yaitu 200, 300, 400 cm dan faktor kedua pemberian TKKS dengan 4 taraf yaitu 0, 200, 250, 300 kg. Peubah amatan yang diukur adalah jumlah klorofil daun, kadar N daun, kadar P daun, N total tanah, P tersedia tanah, kecepatan aliran lateks, indeks produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang rorak tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi karet, pemberian TKKS meningkatkan kadar P daun dan N total tanah, interaksi keduanya tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi karet.

(5)

ABSTRACT

JEFRY HUTASOIT: Growth and Production of rubber was 9 years with the

placement of vertical mulch in pit, supervised by Chairani Hanum and Jonatan Ginting.

Rubber need water in large quantities to meet the needs of growth and production. One water conservation that can be done is seepage of rain falls into the ground by made pit and palm oil empty fruit bunches to absorb and hold water. The purpose of the study was to determine Growth and Production of rubber was 9 years with the placement of vertical mulch in pit. The research was conducted at PTPN III Kebun Silau Dunia, Silau Kahean District, simalungun and Serdang Bedagai Regency, North Sumatera with the heigh 60-90 metre above sea levels, began from August until Decembre 2014. The research was arranged with a factorial randomized block design which is consisting of 2 treatment factor. The first factor was pit lenght with 3 levels was 200, 300, 400 cm and second factor was provision of palm oil empty fruit bunches with 4 levels was 0, 200, 250, 300 kg. The variable observation was total chlorophyll leaves, N leaf content, P leaf content, total N soil content, P available soil content, latex flow rate, latex production index. The result showed that pit lenght didn’t increased the growth and production of rubber, provision of palm oil empty fruit bunches increased P leaf content and total N soil, the interaction of these two factors didn’t increased the growth and production of rubber.

(6)

RIWAYAT HIDUP

JEFRY HUTASOIT, Lahir di Siborongborong, 31 Oktober 1991, anak keempat dari tujuh bersaudara dari Ayah yang bernama Tumpak Parluhutan

Hutasoit dan Ibu yang bernama Gerna Sihombing.

Pendidikan yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. SD Negeri 173271 di Siborongborong dari tahun 1998 hingga 2004

2. SMP Negeri 1 di Siborongborong dari tahun 2004 hingga 2007

3. SMA Negeri 2 di Balige dari tahun 2007 hingga 2010

4. Terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara pada Jurusan Budidaya Pertanian dan Perkebunan Program Studi

Agroekoteknologi pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN.

Penulis pernah bertugas sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa

Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) tahun ajaran 2012/2013 dan asisten di

Laboratorium Dasar Agronomi tahun ajaran 2014/2015. Penulis melaksanakan

Praktek Kerja Lapangan (PKL) selama bulan Juli hingga Agustus di PT.

Perkebunan III Kebun Silau Dunia Kabupaten Simalungun dan Serdang Bedagai

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada

waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pertumbuhan dan Produksi Karet

Umur 9 Tahun Dengan Penempatan Mulsa Vertikal Pada Rorak” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua T.P. Hutasoit dan

G. Sihombing yang telah banyak memberikan dukungan moril dan material

kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan

Dr. Ir. Jonatan Ginting, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Silau

Dunia yang telah memberikan tempat untuk melakukan penelitian.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2015

(8)

DAFTAR ISI

Tempat Dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan Dan Alat Penelitian ... 17

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Jumlah Klorofil Daun Karet (mg/L) ... 24

Analisis N Daun Karet (%) ... 25

Analisis P Daun Karet(%) ... 26

Analisis N Total Tanah (%) ... 28

Analisis P Tersedia Tanah (%) ... 29

Kecepatan Aliran Lateks (cc/cm/menit)... 30

Indeks Produksi ... 31

Pembahasan ... 32

Pengaruh pemberian TKKS terhadap pertumbuhan dan produksi- karet ... 32

Pengaruh panjang rorak terhadap pertumbuhan dan produksi- karet ... 36

Pengaruh interaksi pemberian TKKS dan panjang rorak terhadap- Pertumbuhan dan produksi karet ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

(10)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1. Analisis kandungan hara kompos TKKS ... 15

2. Jumlah klorofil daun karet dengan pemberian TKKS dan panjang- rorak ... ... 24

3. Kadar N daun karet dengan pemberian TKKS dan panjang rorak. ... 25

4. Kadar P daun karet dengan pemberian TKKS dan panjang rorak. ... 26

5. Kadar N total tanah dengan pemberian TKKS dan panjang rorak ... 28

6.. Kadar P tersedia tanah dengan pemberian TKKS dan panjang rorak .. 29

7.. Kecepatan aliran lateks dengan pemberian TKKS dan panjang- rorak ... ... 30

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman

1. Kadar P daun terhadap pemberian tandan kosong kelapa sawit. ... 27

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Halaman

1. Jadwal kegiatan penelitian ... 46

2. Bagan penelitian ... 47

3. Letak rorak pada lahan penelitian ... 48

4. Deskripsi tanaman karet (PB 260) ... 49

5. Tabel data curah hujan Kebun Silau Dunia tahun 2009 - 2014 ... 51

6. Tabel data produksi tanaman karet (2005) afdeling VII klon PB 260 . 52 7. Peta tanaman afdeling VII kebun Silau Dunia ... 53

8. Dokumentasi penelitian ... 54

9. Data analisis jumlah klorofil daun karet (mg/L) ... 59

10. Sidik ragam analisis jumlah klorofil daun karet (mg/L) ... 59

11. Transformasi data √y + 0,5 analisis jumlah klorofil daun karet- (mg/L) ... ... 60

12. Sidik ragam analisis jumlah klorofil daun karet (mg/L) setelah- tranformasi ... ... 60

13. Data analisis kadar N daun karet (%) ... 61

14. Sidik ragam analisis kadar N daun karet (%) ... 61

15. Data analisis Kadar P daun karet (%) ... 62

16. Sidik ragam analisis kadar P daun karet (%) ... 62

17. Data analisis kadar N total tanah (%) ... 63

18. Sidik ragam analisis kadar N total tanah (%) ... 63

19. Data analisis kadar P tersedia tanah (ppm) ... 64

(13)

21. Transformasi data √y + 0,5 analisis kadar P tersedia tanah (ppm) ... 65

22. Sidik ragam analisis kadar P tersedia tanah (ppm) setelah- transformasi ... ... 65

23. Data pengamatan kecepatan aliran lateks (cc/cm/menit) ... 66

24 Sidik ragam data pengamatan kecepatan aliran lateks (cc/cm/menit) . 66 24. Transformasi data √y + 0,5 pengamatan kecepatan aliran lateks- (cc/cm/menit) .. ... 67

25. Analisis sidik ragam pengamatan kecepatan aliran lateks- (cc/cm/menit) setelah transformasi ... 67

26. Data pengamatan indeks produksi ... 68

27. Sidik ragam data pengamatan indeks produksi ... 68

28. Transformasi data √y + 0,5 pengamatan indeks produksi ... 69

(14)

ABSTRAK

JEFRY HUTASOIT: Pertumbuhan dan Produksi Karet Umur 9 Tahun Dengan Penempatan Mulsa Vertikal Pada Rorak, dibimbing oleh Chairani Hanum dan Jonatan Ginting.

Karet membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk mencukupi kebutuhan dalam pertumbuhan dan produksi. Salah satu konservasi air yang dapat dilakukan adalah dengan peresapan air hujan yang jatuh ke dalam tanah dengan pembuatan rorak dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk menyerap dan menahan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi tanaman karet umur 9 tahun dengan penempatan mulsa vertikal pada rorak. Penelitian ini dilaksanakan di PTPN III Kebun Silau Dunia, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun dan Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat 60-90 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama panjang rorak dengan 3 taraf yaitu 200, 300, 400 cm dan faktor kedua pemberian TKKS dengan 4 taraf yaitu 0, 200, 250, 300 kg. Peubah amatan yang diukur adalah jumlah klorofil daun, kadar N daun, kadar P daun, N total tanah, P tersedia tanah, kecepatan aliran lateks, indeks produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang rorak tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi karet, pemberian TKKS meningkatkan kadar P daun dan N total tanah, interaksi keduanya tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi karet.

(15)

ABSTRACT

JEFRY HUTASOIT: Growth and Production of rubber was 9 years with the

placement of vertical mulch in pit, supervised by Chairani Hanum and Jonatan Ginting.

Rubber need water in large quantities to meet the needs of growth and production. One water conservation that can be done is seepage of rain falls into the ground by made pit and palm oil empty fruit bunches to absorb and hold water. The purpose of the study was to determine Growth and Production of rubber was 9 years with the placement of vertical mulch in pit. The research was conducted at PTPN III Kebun Silau Dunia, Silau Kahean District, simalungun and Serdang Bedagai Regency, North Sumatera with the heigh 60-90 metre above sea levels, began from August until Decembre 2014. The research was arranged with a factorial randomized block design which is consisting of 2 treatment factor. The first factor was pit lenght with 3 levels was 200, 300, 400 cm and second factor was provision of palm oil empty fruit bunches with 4 levels was 0, 200, 250, 300 kg. The variable observation was total chlorophyll leaves, N leaf content, P leaf content, total N soil content, P available soil content, latex flow rate, latex production index. The result showed that pit lenght didn’t increased the growth and production of rubber, provision of palm oil empty fruit bunches increased P leaf content and total N soil, the interaction of these two factors didn’t increased the growth and production of rubber.

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade mengalami

pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir,

peningkatan ekspor karet cukup signifikan, dari volume ekspor tahun 2002

sebesar 1.496 ribu ton senilai US$ 1.038 juta meningkat menjadi 2.100 ribu ton

pada tahun 2009 Sedangkan dari aspek penyerapan tenaga kerja, pertanaman karet

mampu menyerap lebih dari 2 juta tenaga kerja, belum termasuk tenaga kerja yang

terserap dalam berbagai sub sistem lainnya (Kementerian Pertanian, 2012).

Produk - produk karet pada umunya diekspor. Ekspor karet

indonesia dalam berbagai bentuk bahan baku industri seperti sheet,

crumb rubber, SIR dan produk turunan seperti ban, komponen dan sebagainya

(Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).

Kendala-kendala pada lahan kebun karet menghasilkan pada umumnya

adalah permukaan tanah yang padat mengakibatkan kecilnya resapan air hujan

yang jatuh ke dalam tanah, hal ini akan menyebabkan laju run off yang tinggi

terutama pada saat curah hujan melebihi laju infiltrasi. Laju run off yang tinggi

dapat mengikis bagian permukaan tanah serta meningkatkan proses pencucian.

Menurut BMKG tentang prakiraan curah hujan 2013/2014 di indonesia

menyebutkan bahwa awal musim hujan di Sumatera Utara adalah agustus 2014.

Hal ini mengakibatkan pada musim hujan lahan kebun karet akan mengalami

kelebihan air terutama pada saat curah hujan tinggi. Tanaman karet membutuhkan

air dalam jumlah yang banyak untuk mencukupi pertumbuhan dan produksi.

(17)

suhu harian rata-rata kurang dari 20°C maka tanaman karet tidak cocok ditanam di

daerah tersebut. Curah hujan yang cukup tinggi antara 2000-2500 mm akan lebih

baik lagi apabila curah hujan itu merata sepanjang tahun. Oleh karena itu,

pengelolaan air diperkebunan karet pada musim kering sangat penting untuk

diterapkan.

Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan resapan air

hujan kedalam tanah adalah pembuatan rorak. Rorak merupakan lubang atau

penampang yang dibuat memotong lereng yang berfungsi untuk menampung dan

meresapkan aliran permukaan. Rorak dapat berfungsi untuk : (1) memperbesar

peresapan air ke dalam tanah, (2) sebagai pengumpul tanah yang tererosi sehingga

sedimen tanah lebih mudah dikembalikan ke bidang olah. Noeralam, et al. (2003)

melaporkan bahwa air hujan yang tertampung pada rorak dapat menimbulkan

aliran lateral (seepage) dan infiltrasi yang tertunda, sehingga ketersediaan air

dapat bertahan lama. Diharapkan dapat menjadi cadangan air bagi tanaman karet

saat tidak terjadi hujan atau pada musim kemarau juga mampu meningkatkan

produksi lateks karet.

Brata (1995) menjelaskan bahwa Mulsa yang ditempatkan di dalam

saluran-saluran dapat berfungsi untuk menyimpan air dan memberikannya ke

tanaman yang diusahakan. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan serat

organik yang mampu menahan air disekitarnya. Secara fisik struktur tandan

kosong kelapa sawit mengalami proses dekomposisi akan berubah struktur

menjadi serasah. Dalam penelitian Muslim (2008) menyatakan bahwa lubang

yang digali kemudian diisi oleh serasah atau sisa-sisa tanaman yang ada di

(18)

atau sisa-sisa tanaman dapat menahan partikel tanah pada dinding rorak serta

sebagai bahan organik yang merupakan sumber makanan bagi organisme tanah.

Limbah kelapa sawit kaya akan selulosa dan hemiselulosa. TKKS

mengandung 45% selulosan dan 26% hemiselulosa. Tingginya kadar selulosa

pada polisakarida itu dapat dihidrolisi menjadi gula sederhana dan selanjutnya

difermentasikan menjadi etanol. Sebuah pabrik kelapa sawit dengan apasitas 60

ton/jam dapat menghasilkan limbah kira-kira 100ton/hari. Produksi limbah dapat

berkurang ataupun meningkat atau berkurang tergantung pada TBS (Tandan Buah

Segar) yang diolah. Jika seluruh TKKS ini diolah menjadi etanol

(fuel grade ethanol) maka potensinya diperkirakan sebesar 8,245 liter/hari

(Isroi, 2009).

Tandan kosong kelapa sawit sebagai sumber nutrisi bagi tanaman dan

sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme dalam tanah. Salah satu aspek

fisik penting adalah kemampuan tandan kosong kelapa sawit untuk menyerap dan

menahan air. Deptan (2006) menyatakan bahwa TKKS meningkatkan kandungan

bahan organik tanah yang sangat diperlukan bagi perbaikan sifat fisik tanah.

Dengan meningkatnya bahan organik tanah maka struktur tanah semakin mantap

dan kemampuan tanah menahan air bertambah baik, perbaikan sifat fisik tanah

tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan akar dan penyerapan unsur

hara.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan pemanfaatan TKKS sebagai mulsa vertikal pada pembuatan rorak

(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi

tanaman karet umur 9 tahun dengan penempatan mulsa vertikal pada rorak.

Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh pemberian TKKS, panjang rorak serta interaksi

keduanya terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi kebun karet umur 9

tahun.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program

Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

dan sebagai bahan informasi tambahan yang dapat digunakan bagi pihak yang

(20)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Karet

Tanaman karet memiliki akar tunggang, akar lateral menempel pada akar

tunggang. Akar lateral berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari tanah.

Pada tanah yang subur akar serabut masih dijumpai sampai kedalaman 45 cm.

Akar serabut akan mencapai jumlah yang maksimum pada musim semi dan pada

musim gugur mencapai jumlah minimum (Basuki dan Tjasadihardja, 1995).

Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3

anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian

anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong oblong atau oblong-obovate,

pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah

agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang

cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya

tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun

karet ada kecondongan arah tumbuh tanaman agak miring kearah utara. Batang

tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks

(Tim Penulis PS, 2004).

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat

dalam malai payung tambahan yang jarang, pangkal bunga tenda berbentuk

lonceng. Umumnya terdapat lima tajuk yang sempit. Panjang tenda bunga antara

4-8 mm. bunga betina berambut vilt. Ukurannya lebih besar sedikit dari yang

jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan

(21)

buah benang sari yang tersusun menjadi satu tiang. Kepala sari terbagi dalam dua

rangkaian, tersusun satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah suatu

bakal buah yang tidak tumbuh sempurna. Buah karet memiliki pembagian ruang

yang jelas, masing-masing ruang membentuk setengah bola. Jumlah ruang

biasanya tiga, kadang-kadang sampai dengan enam. Garis tengah buah 3-5 cm.

bila buah sudah masak, maka akan pecah dengan sendirinya. Pemecahan terjadi

dengan kuat menurut ruang-ruangnya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan

pengembangbiakan tanaman karet secara alami. Biji-biji yang terlontar,

kadang-kadang sampai jauh akan tumbuh dalam lingkungan yang mendukung

(Tim Penulis PS, 1993).

Dalam satu kapsul buah biasanya terdapat tiga butir biji muda terhadap

bertambah besar selang 4 minggu pertama dari sejak penyerbukan dan buah

mencapai ukuran maksimum pada umur 3 bulan setelah penyerbukan bunga

(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).

Syarat Tumbuh Iklim

Daerah yang cocok untuk persyaratan tumbuh tanaman karet adalah zona

antara 15° LS dan 15° LU dengan suhu harian 25-30° C. Tanaman karet

memerlukan curah hujan optimal antara 2000-2500 mm/tahun dengan hari hujan

berkisar 100-150 hari/tahun. Lebih baik lagi jika curah hujan merata disepanjang

tahun. Sebagai tanaman tropis, karet sinar matahari sepanjang hari, minimum 5-7

jam perhari ( Damanik, et al., 2010).

Budidaya tanaman karet harus dilakukan ditempat dengan kondisi

(22)

Agar diperoleh pertumbuhan dan produksi yang baik, tanaman karet memerlukan

persyaratan tumbuh seperti garis lintang 15° LU dan 10° LS, curah hujan antara

1500 sampai dengan 3000 mm/tahun, bulan kering kurang dari 3 bulan dan

kecepatan angin maksimum kurang atau sama dengan 30 km/jam

(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).

Sesuai dengan habitatnya di Amerika Selatan terutama Brazil yang

beriklim tropis, maka karet juga cocok untuk ditanam di daerah-daerah tropis

lainnya. Daerah topis yang baik untuk ditanami karet mencakup luasan antara

15° LU dan 10° LS. Walaupun daerah itu panas, sebaiknya tetap menyimpan

kelembaban yang cukup. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet rata-rata

25-30° C. apabila dalam jangka waktu panjang suhu harian rata-rata kurang dari

20° C maka tanaman karet tidak cocok untuk ditanam didaerah tersebut.

Walaupun demikian, didaerah yang suhunya terlalu tinggi tanaman karet juga

malas hidup (Tim Penulis PS, 1993).

Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi yang tinggi pada

kondisi iklim sebagai berikut: (1) Pada dataran rendah dengan suhu optimalnya

adalah 28°C. (2) Curah hujan antara 2000-4000 mm/tahun dengan jumlah hari

hujan 100-150 hari dan (3) Sinar matahari panjang minimal 5-7 jam per hari

(Hanum, 2008).

Tanah

Tanaman karet dapat tumbuh pada ketinggian antara 1-600 meter diatas

permukaan laut. Biasanya dikatakan Indonesia tidak mengalami kesulitan

mengenai areal yang dapat dibuka untuk ditanami tanaman karet. Hampir seluruh

(23)

tinggi antara 2000-2500 mm setahun disukai tanaman karet. Akan lebih baik lagi

jika curah hujan itu merata disepanjang tahun (Tim Penulis PS, 1993).

Tanaman dapat tumbuh dari berbagai jenis tanah berpasir hingga laterit

merah dan podsolik kuning. Tanah abu atau gunung, tanah berliat serta tanah yang

mengandung peat. Tampaknya tanaman karet tidak memerlukan kesuburan yang

khusus ataupun topografi tertentu. Dimalaysia barat, perkebunan karet

diklasifikasikan berdasarkan tanah, angin kencang, serangan penyakit dan

topografi. dengan demikian, sifat kimia tanah yang merupakan hal yang mutlak

utuk pertumbuhannya (Syamsulbahri, 1996).

Reaksi tanah yang umum untuk ditanamai karet mempunyai pH antara

3.0-8.0, pH tanah dibawah 3.0 dan diatas 8.0 dapat menyebabkan pertumbuhan

tanaman terhambat. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk ditanami tanaman karet

adalah sebagai berikut (1) Solum cukup dalam sampai 100 cm atau lebih dan tidak

terdapat bebatuan (2) Aerasi dan drainase baik (3) Remah, porus dan dapat

menahan air (4) Tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir (5) Tidak bergambut,

jika ada atau tidak lebih dari 20 cm (6) Kandungan unsure hara N,P dan K cukup

dan tidak kekurangan unsure hara mikro (7) pH antara 4,5-6,5 (8) Kemiringan

tidak lebih dari 16% (9) Permukaan air tanah tidak kurang dari 10 cm

(Setyamidjaja, 1993).

Syarat-syarat tumbuh tanaman karet adalah tanah yang tidak berbatu dan

tidak bercadas serta gembur, penggemburan dilakukan dengan pengolahan lahan

sebelum tanaman karet ditanam, 3,5 – 7,0 adalah keasaman tanah yang baik,

ketinggian lahan antara 0 – 400 meter diatas permukaan laut (dpl) dan yang paling

(24)

kematangan batang sadap dapat terlambat hingga 6 bulan

(Direktorat Jendral Planologi Kementerian Kehutanan, 2012).

Konservasi Tanah dan Air

Konservasi tanah merupakan penempatan setiap bidang tanah pada cara

penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan

memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi

kerusakan tanah. Upaya konservasi tanah ditujukan untuk (1) Mencegah erosi

(2) Memperbaiki tanah yang rusak dan (3) Memelihara serta meningkatkan

produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan. Konservasi

air adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah dan mengatur waktu aliran air

agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim

kemarau (Arsyad, 2006 dalam Simangunsong, 2011).

Konservasi air merupakan tindakan pemanfaatan air seefisien mungkin

agar tetap tersedia di musim kemarau dan tidak terbuang di musim hujan. Pada

dasarnya tindakan konservasi tanah merupakan bagian dari tindakan konservasi

air (Atmaja, 2007).

Metode konservasi tanah dan air dapat digolongkan ke dalam tiga

golongan utama, yaitu metode vegetatif, metode mekanik dan metode kimia

(Arsyad, 2006). Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman dan tumbuhan, atau

bagian-bagian tumbuhan atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butiran

hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada

akhirnya mengurangi erosi. Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik

mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk

(25)

memperlambat aliran permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan

dengan kekuatan yang tidak merusak, memperbaiki atau memperbesar infiltrasi

air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah dan penyediaan air bagi tanaman

(Muslim, 2008).

Alternatif pengolahan tanah dengan prinsip konservasi yang lebih

menekankan aspek perbaikan kesuburan tanah dan penyimpanan air adalah

pemanfaatan mulsa. Pemulsaan (mulching) bertujuan menghambat perambatan

panas secara konduksi yang dapat mengakibatkan kerak pada permukaan tanah,

menghambat penguapan air dari permukaan tanah (evaporasi) dan meningkatkan

daya infiltrasi tanah serta dampak biologis tanah (Arianti, 2011).

Tujuan dari konservasi tanah dan air adalah untuk mencegah terjadinya

kerusakan tanah, memperbaiki tanah-tanah yang sudah rusak, menetapkan kelas

kemampuan lahan dan tindakan-tindakan yang diperlukan agar lahan tersebut

dapat digunakan dalam waktu yang tidak terbatas. Selain itu, Sinukaban (1989)

menyatakan bahwa pada umumnya, pengelolaan tanah dan penanaman mengikuti

kontur dapat mengurangi aliran permukaan dan erosi (Muslim, 2008).

Rorak

Rorak adalah lubang atau penampang yang dibuat memotong lereng

yang berfungsi untuk menampung dan meresapkan air aliran permukaan

sehingga memungkinkan air masuk ke dalam tanah dan mengurangi erosi dari

lahan. Rorak merupakan lubang yang digali ke dalam tanah dengan ukuran

kedalaman 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang berisar dari 1 sampai 5 meter

(26)

Penelitian yang dilakukan oleh Noeralam, et al,. (2003) menyatakan

bahwa teknik pengendalian aliran permukaan dengan rorak paling efektif

mengurangi aliran permukaan yaitu 88 % dari aliran permukaan pada lahan

terbuka tanpa teknik pengendalian aliran permukaan dan tanpa tumbuhan. Adanya

rorak menyebabkan aliran permukaan tertampung di dalam rorak kemudian

terinfiltrasi secara perlahan dan dapat dimanfaatkan oleh vegetasi sehingga tidak

semua aliran permukaan sampai ke titik pembuangan (outlet).

Rorak dibuat untuk menangkap air dan tanah tererosi, sehingga

memungkinkan air masuk ke dalam tanah dan mengurangi erosi. Rorak

merupakan lubang yang digali dengan ukuran dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan

panjang sekitar empat sampai lima meter. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau

memotong lereng. Jarak antar rorak tergantung kemiringan lahan, semakin curam

suatu hamparan lahan, semakin banyak rorak yang diperlukan. Perbaikan air

dengan cara pembuatan rorak yang diberi mulsa vertikal pada areal suatu usaha

tani lahan kering berlereng dapat memperbaiki beberapa sifat fisik, kimia, dan

biologi tanah, serta menurunkan aliran permukaan dan meningkatkan kadar air

tanah. Pemberian mulsa pada rorak dapat menampung aliran permukaan dan

mulsa menahan partikel tanah pada dinding rorak. Pemberian mulsa dari sisa

tanaman pada permukaan tanah dapat meningkatkan laju permeabilitas 3-4 kali

terhadap permeabilitas pada tanah tanpa mulsa (Marni, 2009).

Menurut Firman (2005) menyatakan bahwa Pengamatan secara visual

pada keragaan tanaman juga memperlihatkan adanya perbedaan antara tanaman

jambu mete tanpa rorak dengan yang diberi rorak. Perbedaan terlihat antara lain

(27)

tunas-tunas muda muncul serempak dan menyeluruh pada permukaan tajuk,

sedangkan pada tanaman jambu mete tanpa rorak, tunas-tunas muda muncul tidak

serempak terutama pada bagian atas. Pembuatan rorak pada pertanaman jambu

mete di daerah dengan musim hujan relatif singkat (3-4 bulan) memberikan

pengaruh positif terhadap pertumbuhan pada fase vegetatif maupun generatif.

Pembuatan rorak dilakukan pada akhir musim kemarau, yaitu pada bulan

September. Teknologi pembuatan rorak pada pertanaman jambu mete di lahan

kering dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas

tanaman.

Aplikasi guludan dan rorak yang dilengkapi dengan mulsa vertikal

memberikan pengaruh yang positif terhadap jumlah pelepah daun, jumlah tandan,

rataan berat tandan, dan produksi tandan buah segar kelapa sawit. Kedua

konservasi tanah dan air tersebut dapat meningkatkan cadangan air tanah untuk

pemenuhan kebutuhan air oleh tanaman saat musim kemarau sehingga produksi

kelapa sawit tetap dapat dipertahankan (Murtilaksono, et al., 2007).

Mulsa Vertikal

Pemanfaatan sisa tanaman sebagai mulsa vertikal pertama kali

diperkenalkan oleh Spain dan Mc Cune (1956) dalam Brata (1998). Mulsa

vertikal adalah penggunaan sisa tanaman (mulsa) untuk tindakan konservasi tanah

melalui penimbunan sisa tanaman pada rorak, teras gulud, parit-parit teras atau

parit yang dirancang mengikuti kontur yang berfungsi untuk mengendalikan laju

erosi dan aliran permukaan (Muslim, 2008).

Penggunaan mulsa vertikal merupakan salah satu tindakan konservasi

(28)

dengan mulsa konvensional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Brata (1995)

didapat bahwa penggunaan mulsa vertikal mampu mengurangi aliran permukaan

67-82 % dibandingkan dengan mulsa konvensional. Sedangkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Lal et al. (1980 dalam Noeralam, et al., 2003) menyatakan

bahwa pemberian mulsa dari sisa tanaman pada permukaan tanah dapat

meningkatkan kapasitas infiltrasi 3-4 kali terhadap kapasitas infiltrasi pada tanah

tanpa mulsa.

Beberapa keuntungan penggunaan mulsa sebagai salah satu teknik

penerapan konservasi air diantaranya adalah : (1) Memberi perlindungan terhadap

permukaan tanah dari hantaman air hujan sehingga tidak merusak struktur tanah.,

(2) Menghambat kecepatan dan volume aliran permukaan, (3) Mengurangi

terjadinya erosi, karena air hujan yang jatuh tidak langsung mengenai butir-butir

tanah, (4) Mengatur suhu dan temperatur tanah, (5) Meningkatkan kandungan

bahan organik, dan (6) Mengendalikan tanaman pengganggu (Atmaja, 2007).

Brata (1995) menjelaskan bahwa sebelum sisa tanaman yang digunakan

sebagai mulsa melapuk, maka sisa tanaman tersebut dapat berfungsi untuk

melindungi dinding resapan saluran dari penyumbatan oleh partikel-partikel halus

yang terbawa oleh aliran permukaan dan dapat mencegah runtuhnya dinding

saluran oleh pukulan butir hujan. Mulsa yang ditempatkan di dalam

saluran-saluran dapat berfungsi untuk menyimpan air dan memberikannya ke

tanaman yang diusahakan.

Tandan Kosong Kelapa Sawit

Pada saat ini Tandan kosong Kelapa Sawit digunakan sebagai bahan

(29)

Pemanfaatan secara langsung ialah dengan menjadikan TKKS sebagai mulsa

sedangkan secara tidak langsung dengan mengomposkan terlebih dahulu

sebelum digunakan sebagai pupuk organik. Pengembalian bahan organik

ke tanah akan menjaga pelestarian kandungan bahan organik lahan

kelapa sawit demikian pula hara tanah. Selain itu, pengembalian

bahan organik ke tanah akan mempengaruhi populasi mikroba tanah yang secara

langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan dan kualitas tanah

(Barea, dkk., 2005 dalam Ningtyas dan Astuti, 2010).

Keunggulan kompos TKKS yaitu mengandung unsur hara yang

dibutuhkan tanaman antara lain K, P, Ca, Mg, C dan N. Kompos TKKS dapat

memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat

fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu kompos TKKS memiliki beberapa sifat

yang menguntungkan antara lain membantu kelarutan unsur-unsur hara yang

diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, bersifat homogen dan mengurangi resiko

sebagai pembawa hama tanaman, merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci

oleh air yang meresap dalam tanah dan dapat diaplikasikan pada sembarang

musim (Iwan, 2012 dalam Eleni, 2013).

Menurut Winarma, et al,. (2002), aplikasi kompos TKKS di pembibitan

kelapa sawit memberikan pengaruh yang nyata lebih baik terhadap pertumbuhan

bibit kelapa sawit dibanding dengan perlakuan standar (tanpa kompos TKKS).

Disamping itu, pemanfaatan kompos TKKS untuk tanaman hortikultura juga

dapat meningkatkan produksi tanaman jeruk, tomat dan cabai

(30)

Pemberian bahan organik berupa kompos tandan kosong sawit mampu

memberikan lingkungan yang paling baik bagi pertumbuhan tanaman yang

kemudian berdampak pada hasil (berat segar tanaman). Sesuai dengan pendapat

Sutanto (2002) bahwa pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik,

kimia, dan biologi tanah. Pemberian bahan organik membuat tanah menjadi

gembur dan lepas-lepas, sehingga aerasi dan sifat tanah menjadi lebih baik serta

lebih mudah ditembus perakaran tanaman. Pada tanah yang bertekstur pasiran,

bahan organik yang berupa kompos akan meningkatkan pengikatan antar partikel

dan meningkatkan kapasitas mengikat air, kapasitas tukar kation dan ketersediaan

unsur hara (Hastuti, 2009).

Berikut ini adalah analisis kandungan hara tandan kosong kelapa sawit

(TKKS).

Tabel 1. Analisis Kandungan Hara Kompos TKKS

No Parameter Satuan Kandungan SK Mentan Feb 2006

Dalam penelitian Hanum (2014) menyatakan bahwa penempatan Tandan

(31)

pengaruh nyata terhadap kadar P daun kelapa sawit dan kadar N tanah. Sedangkan

perlakuan kedalaman rorak tidak berpengaruh nyata terhadap kadar N daun,

(32)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Silau Dunia, PT Perkebunan

Nusantara III, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun dan Serdang

Bedagai, Sumatera Utara dengan ketinggian tempat 60-90 meter dpl. Penelitian

ini berlangsung dari bulan Agustus sampai Desember 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman karet

(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) berumur 9 tahun klon PB 260 dan kompos

tandan kosong kelapa sawit.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran,

timbangan, alat bor tanah, goni, pisau, gelas ukur, alat tulis dan kalkulator.

Metode Penelitian

Metode rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu:

Faktor 1 : Panjang rorak dengan 3 taraf

P1 : 200 cm

P2 : 300 cm

P3 : 400 cm

Faktor 2 : Pemberian Tandan kosong kelapa sawit dengan 4 taraf

T0 : Tanpa TKKS

T1 : TKKS 200 kg/lubang rorak

T2 : TKKS 250 kg/lubang rorak

(33)

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yaitu:

P1T0 P2T0 P3T0

P1T1 P2T1 P3T1

P1T2 P2T2 P3T2

P1T3 P2T3 P3T3

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah kombinasi : 12 kombinasi

Jumlah rorak seluruhnya : 36

Jumlah tanaman / rorak : 4 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 144 tanaman

Dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam model linear sebagai

berikut:

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + ijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2,3,4 Dimana:

Yijk : Data hasil pengamatan dari unit percobaan ke-i dengan perlakuan

panjang rorak taraf ke-j dan perlakuan TKKS pada taraf ke-k

µ : nilai tengah

ρi : efek blok ke-i

αj : efek perlakuan panjang rorak ke-j

βk : efek perlakuan pemberian TKKS ke-k

(αβ)jk : efek interaksi dari perlakuan panjang rorak ke-j dan perlakuan

(34)

εijk : efek error pada blok ke-i dengan panjang rorak pada taraf

...ke-j dan pemberian TKKS pada taraf ke-k.

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata,

maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Duncan Multiple Range

(35)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan lahan

Lahan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian merupakan perkebunan

karet berumur 9 tahun. Dipilih areal yang memiliki kesuburan lahan hampir sama

dengan topografi yang relatif datar. Dibersihkan gulma dari areal yang telah

ditentukan sebagai lokasi kegiatan pembuatan rorak dengan pembabatan rumput

dan pembersihan lahan.

Pembuatan rorak

Pembuatan rorak dilakukan dengan mengukur lebar 0,5 meter (50 cm),

kedalaman 0,6 meter (60 cm) dan panjang disesuaikan dengan masing-masing

perlakuan, dibangun dalam gawang diantara empat (4) pokok tanaman karet.

Setelah pengukuran lalu dilakukan penggalian tanah.

Persiapan TKKS

TKKS yang digunakan untuk penelitian ini adalah TKKS hasil buangan

dari PKS yang sudah melapuk dengan rasio C/N adalah 16, lalu dikumpulkan.

TKKS yang telah dikumpulkan kemudian ditimbang sesuai dengan dosis

perlakuan.

Aplikasi TKKS

TKKS yang telah ditimbang kemudian diaplikasikan kedalam rorak sesuai

dengan perlakuan dengan cara ditabur merata dalam rorak.

Pengamatan Parameter

Analisis jumlah klorofil daun (mg/L)

Perhitungan kadar klorofil daun dengan metode Winterman and demots

(36)

gelombang 649 mm dan 665 mm pada sampel daun tanaman di labotarotium.

Perhitungan jumlah klorofil daun dilakukan pada akhir penelitian.

Analisis kadar N daun (%)

Kadar N serapan daun dianalisis dengan metode destruksi basah. Analisis

daun dilakukan pada akhir penelitian. Pengambilan sampel daun dilakukan

dengan mengambil kurang lebih 80 helai daun dimana masing-masing 40 daun

dari setiap cabang tersier yang berhadapan dan terkena sinar matahari.

Pengambilan sampel daun dilakukan pagi hari dan tidak hujan. Warna daun tidak

terlalu muda dan tidak terlalu tua. Sampel daun dimasukkan ke dalam amplop dan

dikeringkan dengan suhu 80°C selama 48 jam.

Analisis kadar P daun (%)

Kadar P serapan daun dianalisis dengan metode pengabuan kering.

Analisis daun dilakukan pda akhir penelitian. Pengambilan sampel daun dilakukan

dengan mengambil kurang lebih 80 helai daun dimana masing-masing 40 daun

dari setiap cabang tersier yang berhadapan dan terkena sinar matahari.

Pengambilan sampel daun dilakukan pagi hari dan tidak hujan. Warna daun tidak

terlalu muda dan tidak terlalu tua. Sampel daun dimasukkan ke dalam amplop dan

dikeringkan dengan suhu 80°C selama 48 jam.

Analisis kadar N total tanah (%)

Kadar N total dianalisis dengan menggunakan metode Kjeldhal Digestasi

dengan prinsip mengubah N-organik menjadi N-amonium oleh asam sulfat yang

dipanaskan sekitar 3800 dan menggunakan Cu-sulfat + selenium + Na-sulfat sebagai katalisator (Mukhlis, 2007). Pengambilan sampel tanah dilakukan pada

(37)

rorak kemudian dikompositkan. Pengambilan sampel menggunakan alat bor

hingga kedalaman 40-60 cm kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik dan

dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Analisis kadar P tersedia tanah (ppm)

Kadar P tersedia dianalisis dengan menggunakan metode Bray II. Analisis

tanah dilakukan pada akhir penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada

empat titik pinggiran rorak dan empat titik pada bagian dalam rorak berjarak 10

cm kemudian dikompositkan. Pengambilan sampel menggunakan alat bor hingga

kedalaman 40-60 cm kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibawa

ke laboratorium untuk dianalisis.

Kecepatan aliran lateks (cc/cm/menit)

Kecepatan aliran lateks dihitung sebulan terakhir selama penelitian

berlangsung. Pengamatan kecepatan aliran lateks dimaksudkan untuk mengetahui

pola aliran lateks. Pada awalnya aliran lateks mengalir cepat, kemudian lambat

dan akhirnya berhenti. Persamaan pengukuran kecepatan aliran lateks (KA)

adalah sebagai berikut:

KA = V KA =Kecepatan Aliran Lateks

PAS (cm) V = Rata-rata produksi (cc/menit) 5 menit pertama

PAS = Panjang Alur Sadap (cm)

(Balai Penelitian Sungei Putih, 2014)

Indeks Produksi

Indeks produksi lateks merupakan perbandingan antara produksi dengan

lilit batang yang menggambarkan kemampuan berproduksi tanaman. Indeks ini

juga menggambarkan produksi lilit. Indeks produksi dipengaruhi oleh anatomis

(38)

IPr = P (cc/p/s) IPr =Indeks Produksi

Lb (cm) P =Produksi(cc/pohon/eksploitasi) Lb =Lilit Batang (cm)

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Setelah aplikasi perlakuan pemberian Tandan Kosong Kelapa Sawit

(TKKS) dan panjang rorak selama 3 bulan penelitian di PTPN III Kebun Silau

Dunia, maka didapatkan hasil analisis data secara statistik. Pemberian Tandan

Kosong Kepala Sawit berpengaruh nyata terhadap parameter P daun dan N total

tanah tetapi perlakuan panjang rorak serta interaksi antara pemberian tandan

kosong kelapa sawit dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata terhadap

parameter jumlah klorofil daun, N total tanah, P tersedia tanah, N daun, kecepatan

aliran lateks dan indeks produksi.

Jumlah klorofil Daun (mg/L)

Data analisis jumlah klorofil daun karet dan daftar sidik ragam dapat

dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa

seluruh perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata

terhadap jumlah klorofil daun karet. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh

tidak nyata terhadap jumlah klorofil daun karet.

Jumlah klorofil daun karet dengan perlakuan pemberian TKKS dan

panjang rorak ditunjukkan pada Tabel 2.

(40)

Dari Tabel 2. Dapat dilihat pada perlakuan panjang rorak, jumlah klorofil

daun karet tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P3 (400 cm) yaitu sebesar

35,92 mg/L dan terendah pada taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar

33,68 mg/L.

Jumlah klorofil daun karet pada perlakuan pemberian TKKS tertinggi

terdapat pada taraf perlakuan T1 (200 kg) yaitu sebesar 35,32 mg/L dan terendah

pada taraf perlakuan T0 (0 kg) yaitu sebesar 32,96 mg/L.

Jumlah klorofil daun karet pada interaksi perlakuan tertinggi (Tabel. 2)

terdapat pada P3T1 (36,68 mg/L) dan terendah pada perlakuan P1T0 (30,21 mg/L),

walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.

Analisis kadar N daun (%)

Data analisis N daun karet dan daftar sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 13 dan14. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa seluruh perlakuan

pemberian TKKS dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata terhadap kadar N

daun karet. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap

kadar N daun karet.

Kadar N daun karet dengan perlakuan TKKS dan panjang rorak

ditunjukkan pada Tabel 3.

(41)

Perlakuan panjang rorak menyebabkan kadar N daun karet tertinggi

terdapat pada taraf perlakuan P1 (200 cm) yaitu sebesar 2,878 % dan terendah

pada taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar 2,793 % (Tabel 3.)

Kadar N daun karet pada perlakuan pemberian TKKS tertinggi terdapat

pada taraf perlakuan T1 (200 kg) yaitu sebesar 2,884 % dan terendah pada taraf

T0 (0 kg) yaitu sebesar 2,756 %.

Kadar N daun karet pada interaksi perlakuan tertinggi terdapat pada

P1T2 (2,960 %) dan terendah pada perlakuan P2T2 (2,670 %) walaupun secara

statistik tidak berbeda nyata (Tabel. 3).

Analisis kadar P daun (%)

Data analisis P daun karet dan daftar sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 15 dan 16. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan

pemberian TKKS berpengaruh nyata terhadap kadar P daun dan panjang rorak

berpengaruh tidak nyata terhadap kadar P daun karet. Interaksi antara kedua

perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar N daun karet.

Kadar P daun karet dengan perlakuan TKKS dan panjang rorak

ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar P daun karet dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak Keterangan: angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama

(42)

Perlakuan pemberian TKKS, Kadar P daun tertinggi terdapat pada taraf

perlakuan T3 (300 kg) yaitu sebesar 0,222 % dan terendah pada taraf perlakuan

T0 (0 kg) yaitu sebesar 0,201 % (Tabel 4.). Taraf perlakuan T3 berbeda nyata

terhadap taraf perlakuan T1,T2 dan T0.

Dari Tabel 4. Menunjukkan kadar P daun karet pada perlakuan panjang

rorak tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar 0,216 %

dan terendah pada taraf P3 (200 cm) yaitu sebesar 0,201 %.

Interaksi perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan P2T3 (0,244 %) dan

terendah pada P1T1 (0,190 %) walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.

Kadar P daun pada perlakuan pemberian tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kadar P daun terhadap pemberian tandan kosong kelapa sawit

Dari Gambar 1. Dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian TKKS

(43)

Analisis kadar N total tanah (%)

Data analisis N total tanah dan daftar sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 17 dan 18. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan

pemberian TKKS berpengaruh nyata terhadap kadar N total tanah dan panjang

rorak berpengaruh tidak nyata terhadap kadar N total tanah. Interaksi antara kedua

perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar N total tanah.

Kadar N total tanah dengan perlakuan TKKS dan panjang rorak

ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar N total tanah dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak Keterangan: angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama

menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Kadar N total tanah tertinggi pada pemberian TKKS (Tabel 5.) terdapat

pada taraf perlakuan T3 (300 kg) yaitu sebesar 0,147 % dan terendah pada taraf

perlakuan T0 (0 kg) yaitu sebesar 0,128 %. Taraf perlakuan T3 berbeda tidak

nyata terhadap taraf perlakuan T2 namun berbeda nyata terhadap taraf perlakuan

T1 dan T0.

Kadar N total tanah pada perlakuan panjang rorak tertinggi terdapat pada

taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar 0,139 % dan terendah pada taraf

(44)

Dari Tabel 5. Menunjukkan bahwa kadar N total tanah pada interaksi

perlakuan tertinggi terdapat pada P1T3 yaitu sebesar 0,150 % dan terendah pada

perlakuan P1T1 yaitu sebesar 0,117 % walaupun secara statistik tidak berbeda

nyata.

Kadar N total tanah pada perlakuan pemberian tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kadar N total tanah terhadap pemberian tandan kosong kelapa sawit

Dari Gambar 2. Dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian TKKS

menunjukkan kurva linear. Pemberian TKKS hingga batas taraf perlakuan

T3 (300 kg/lubang rorak) masih meningkatkan kadar N total tanah sebesar

0,147 %.

Analisis kadar P tersedia tanah (ppm)

Data analisis P tersedia tanah dan daftar sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 19 dan 20. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan

(45)

panjang rorak berpengaruh tidak nyata terhadap kadar P tersedia tanah. Interaksi

antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar P tersedia tanah.

Kadar P tersedia tanah dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang

rorak ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar P tersedia tanah dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak

Dari tabel 6. Dapat dilihat pada perlakuan panjang rorak, kadar P tanah

tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar 1,248 ppm dan

terendah pada taraf perlakuan P1 (200 cm) yaitu sebesar 0,935 ppm.

Kadar P tanah pada perlakuan pemberian TKKS tertinggi terdapat pada

taraf perlakuan T3 (300 kg) yaitu sebesar 1,269 ppm dan terendah pada taraf

T2 (250 kg) yaitu sebesar 0,888 ppm.

Kadar P tanah pada interaksi perlakuan tertinggi terdapat pada

P2T1 (1,630 ppm) dan terendah pada perlakuan P1T2 (0,733 ppm) walaupun secara

statistik tidak berbeda nyata (Tabel 6.).

Kecepatan Aliran Lateks (cc/cm/menit)

Data pengamatan kecepatan aliran lateks dan daftar sidik ragam dapat

dilihat pada Lampiran 22 dan 23. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa

seluruh perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata

terhadap kecepatan aliran lateks. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh

(46)

Kecepatan aliran lateks dengan perlakuan TKKS dan panjang rorak

ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kecepatan aliran lateks dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak

Pada perlakuan panjang rorak menyebabkan kecepatan aliran lateks

tertinggi terdapat pada taraf perlakuan P3 (400 cm) yaitu sebesar

1,467 cc/cm/menit dan terendah pada taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar

1,318 cc/cm/menit (Tabel 7.).

Kecepatan aliran lateks menyebabkan perlakuan pemberian TKKS

tertinggi terdapat pada taraf perlakuan T2 (250 kg) yaitu sebesar

1,652 cc/cm/menit dan terendah pada taraf T0 (0 kg) yaitu sebesar

1,226 cc/cm/menit.

Kecepatan aliran lateks pada interaksi perlakuan tertinggi cenderung pada

P1T1 (1,983 cc/cm/menit) dan terendah pada perlakuan P1T3 (1,013 cc/cm/menit)

walaupun tidak berbeda nyata secara statistik.

Indeks Produksi

Data pengamatan indeks produksi dan daftar sidik ragam dapat dilihat

pada Lampiran 26 dan 27. Dari data sidik ragam menunjukkan bahwa seluruh

perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata terhadap

indeks produksi. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata

(47)

Indeks produksi dengan perlakuan TKKS dan panjang rorak ditunjukkan

pada Tabel 8.

Tabel 8. Indeks produksi dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak

T (TKKS)

Dari Tabel 8. Pada perlakuan panjang rorak, indeks produksi tertinggi

terdapat pada taraf perlakuan P3 (400 cm) yaitu sebesar 1,195 dan terendah pada

taraf perlakuan P2 (300 cm) yaitu sebesar 1,093

Indeks produksi pada perlakuan pemberian TKKS tertinggi terdapat pada

taraf perlakuan T2 (250 kg) yaitu sebesar 1,366 dan terendah pada taraf

T3 (300 kg) yaitu sebesar 0,981.

Indeks produksi (Tabel 8.) pada interaksi perlakuan tertinggi terdapat pada

P2T2 (1,667) dan terendah pada perlakuan P1T3 (0,787) walaupun secara statistik

tidak berbeda nyata.

Pembahasan

Pengaruh pemberian TKKS terhadap pertumbuhan dan produksi karet

Dari hasil analisis data diperoleh bahwa perlakuan TKKS hanya

berpengaruh nyata terhadap parameter kadar P daun dan kadar N total tanah tetapi

berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah klorofil daun, kadar N daun,

kadar P tersedia tanah, kecepatan aliran lateks dan indeks produksi.

Pada parameter jumlah klorofil daun diketahui bahwa pemberian TKKS

berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh

(48)

berperan dalam pembentukan klorofil daun yang menyebabkan daun berwarna

hijau. Damanik, et al. (2011) mengatakan bahwa beberapa senyawa nitrogen yang

ada dalam tubuh tanaman seperti protein, asam-asam amino, enzim-enzim, bahan

penghasil energi seperti ADP, ATP dan klorofil. Tanaman tidak dapat melakukan

metabolisme jika kahat nitrogen untuk membentuk bahan-bahan vital tersebut.

Selain untuk pertumbuhannya tanaman harus cukup mengandung nitrogen untuk

membangun sel-sel baru. Proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat, namun

proses tersebut tidak dapat berlangsung untuk menghasilkan nitrogen, asam

nukleat jika nitrogen tidak tersedia dalam tubuh tanaman.

Pada parameter kadar N daun diketahui bahwa pemberian TKKS

berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan. Hal ini disebabkan karena

daun karet kahat unsur N. Kriteria kadar N daun karet yang optimum adalah

3,30-3,50 % sedangkan kadar N daun tertinggi yaitu sekitar 2,876 % (T3) dan

tergolong sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh unsur N yang berasal dari

TKKS belum tersedia dalam bentuk nitrogen anorganik.

Wijanarko, et al. (2012) menyatakan bahwa kemampuan tanah dalam

menyediakan N sangat ditentukan oleh kondisi dan jumlah bahan organik tanah.

Proses mineralisasi merupakan proses yang bertanggungjawab atas ketersediaan N

dalam tanah. Mineralisasi mencakup pelapukan bahan organik tanah yang

melibatkan kerja enzim untuk menghidrolisa protein kompleks. Dalam proses

dekomposisi bahan organik baik sisa-sisa tumbuhan ataupun hewan, teruma yang

mengandung kadar nitrogen rendah, kebanyakan nitrogen anorganik akan diubah

(49)

menyusun jaringan-jaringan jasad renik sehingga N tanah tidak tersedia bagi

tanaman.

Pada parameter P daun diketahui bahwa pemberian TKKS berpengaruh

nyata terhadap taraf perlakuan. Hal ini disebabkan karena status hara P daun

tercukupi. Kriteria kadar hara daun karet optimum adalah 0,233-0,236 %

sedangkan kadar P daun tertinggi adalah 0,222 % (T3). Pemberian TKKS hingga

batas taraf perlakuan T3 (300 kg/ lubang rorak) dapat meningkatkan kadar P daun

hingga 0,222 % sehingga dengan penambahan dosis tertentu masih dapat

meningkatkan kadar P daun hingga titik optimum. Dalam penelitian

Hastuti (2009) menyatakan Pemberian bahan organik membuat tanah menjadi

gembur dan lepas-lepas, sehingga aerasi dan sifat tanah menjadi lebih baik serta

lebih mudah ditembus perakaran tanaman. Pada tanah yang bertekstur pasir,

bahan organik yang berupa kompos akan meningkatkan pengikatan antar partikel

dan meningkatkan kapasitas mengikat air, kapasitas tukar kation dan ketersediaan

unsur hara. Hal ini didukung oleh Isroi (2009) yaitu bahan organik dapat

menyebabkan ketersediaan unsur hara, analisis kandungan hara kompos TKKS

menunjukkan bahwa status hara P tinggi (0,65 %) sehingga dapat disuplai

terhadap tanaman. Meskipun kadar P tersedia tanah tergolong sangat rendah

(tertinggi 1,269 ppm) tetapi dapat siserap oleh tanaman dan berpengaruh nyata

secara statistik.

Pada parameter N total tanah diketahui bahwa pemberian TKKS

berpengaruh nyata terhadap taraf perlakuan. Hal ini disebabkan oleh pelapukan

TKKS di dalam tanah sehingga status hara N dalam tanah tercukupi. Kriteria

(50)

rataan kadar N tanah tertinggi adalah 0,147 %. Pemberian TKKS hingga batas

taraf perlakuan T3 (300 kg/lubang rorak) dapat meningkatkan kadar hara N tanah

hingga 0,147 % sehingga dengan penambahan dosis tertentu masih dapat

meningkatkan kadar N tanah hingga titik optimum. Damanik, et al. (2011)

menyatakan bahwa nitrogen didalam tanah terdapat dalam bentuk N-organik dan

N-anorganik. Perubahan ini membutuhkan waktu yang lama untuk tanaman.

Masalah yang sering berkembang dalam uji N adalah (1) Laju dekimposisi

N tergantung pada temperatur, kelembaban, tipe bahan organik dan pH.

(2) N-anorganik mengalami pencucian, fiksasi dan kehilangan-kehilangan

lainnya. Peneliti menduga kadar N yang dianalisis dominan pada N-organik.

N dalam bentuk organik tidak dapat diserap oleh tanaman. Hal ini salah satu yang

menyebabkan unsur N tidak tersedia bagi tanaman.

Pada parameter P tersedia tanah diketahui bahwa pemberian TKKS

berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan. Hal ini dapat diakibatkan oleh

tanah kekurangan unsur P. Kriteria kadar P tanah optimum adalah 8,00-25 ppm

sedangkan rataan kadar P tertinggi terdapat pada perlakuan T3 (1,269 ppm) dan

tergolong sangat rendah. Hal ini dapat diakibatkan oleh tanah pada lahan

penelitian yang masam (pH <5) sehingga banyak dijumpai logam-logam Al, Fe

dan Ca. Kadar P yang dihasilkan oleh TKKS akibat pelapukan tidak tersedia.

Mukhlis (2011) menyatakan bahwa P tanah dapat dibedakan menjadi P tidak

tersedia, P potensial tersedia dan P akan tersedia. P segera tersedia adalah bentuk

P anorganik di dalam tanah dalam bentuk orthoposfat. Bentuk P yang potensial

(51)

tidak tersedia seperti P terendapkan (P-al, P-Fe, P-Mn, atau P-Ca). Bentuk P ini

cenderung terakumulasi dalam keadaan yang sangat stabil.

Pada parameter kecepatan aliran lateks dan indeks produksi diketahui

bahwa pemberian TKKS berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan.

Angka kecepatan aliran lateks dan indeks produksi berbanding lurus. Hal ini

diduga ketersediaan air didalam tanah belum optimal. Aplikasi TKKS

membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki sifat fisik tanah agar

berdampak positif terhadap penyerapan air dan unsur hara. Rasjidin (1989)

menyatakan bahwa apabila suatu alur sadap dibuka maka keluarlah lateks oleh

tekanan dari dalam. Pengurangan terjadi secara berlanjutan sepanjang pembuluh

lateks sehingga mengalirnya lateks menuju bagian yang dipotong. Pada saat yang

sama akibat menurunnya tekanan dalam sel pembuluh lateks maka mengalirlah

air ke dalam pembuluh dari sel sekelilingnya sehingga mengencerkan lateks.

Pengaruh panjang rorak terhadap pertumbuhan dan produksi karet

Dari hasil analisis data, berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa panjang

rorak berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Adapun parameter yang

menyangkut adalah jumlah klorofil daun, kadar N daun, kadar P daun, kadar N

total tanah, kadar P tersedia tanah, kecepatan aliran lateks dan indeks produksi.

Pada parameter jumlah klorofil daun, kadar N daun, kecepatan aliran

lateks dan indeks produksi panjang rorak berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga

karena rorak berfungsi memperbaiki sifat-sifat fisik tanah. Dalam muslim (2008)

Rorak adalah lubang atau penampang yang dibuat memotong lereng yang

berfungsi untuk menampung dan meresapkan air aliran permukaaan sehingga

(52)

membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat pengaruh yang nyata

terhadap tanaman. Ketidak tersediaan unsur N di daun menyebabkan klorofil tidak

terbentuk, warna daun menjadi kekuningan dan cepat gugur. Hal ini sangat

mempengaruhi kecepatan aliran lateks serta indeks produksi. Dalam penelitian

Zulkifli, et al. (2014) bahwa individu tanaman karet yang memiliki produksi

lateks tinggi terkait dengan cabang pohon yang rapat. Cabang pohon yang rapat

memiliki daun pada batang yang rapat. Jumlah daun pada batang mempengaruhi

produksi lateks pada pohon karet. Hal ini dikarenakan daun merupakan tempat

fotosintesis karbohidrat (sukrosa dan pati) yang akan digunakan untuk

menghasilkan lateks. Sintesis lateks berlangsung dalam pembuluh lateks

menggunakan bahan dasar berupa sukrosa yang ditranspor dari daun sebagai hasil

fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun pada pohon karet, maka akan semakin

banyak lateks yang akan dihasilkan.

Pada parameter N total tanah, perlakuan panjang rorak berpengaruh tidak

nyata. Hal ini diduga rorak berguna untuk menampung air dan memperlambat laju

infiltrasi. Curah hujan yang tinggi (1969 mm) menyebabkan rorak terisi air.

Damanik, et al. (2011) menyatakan bahwa sumber nitrogen adalah hasil dari

dekomposisi bahan organik menjadi asam-asam amino, kemudian menjadi amonia

(NH4) dan nitrat (NO3). Proses nitrifikasi dipengaruhi oleh faktor aerasi karena

bakteri nitrobakter adalah autotrof, maka proses nitrifikasinya hanya berlangsung

bila ada oksigen.

Pada parameter P tersedia tanah perlakuan panjang rorak berpengaruh

tidak nyata. Hal ini diduga semakin panjang rorak maka kesempatan tanaman

(53)

tanah atas sedangkan kedalaman rorak 60 cm. Kadar fosfor organik dijumpai lebih

besar pada lapisan tanah atas (topsoil) dibandingkan dengan lapisan tanah bawah

(subsoil). Hal ini terjadi karena lapisan atas terjadi pelapukan guguran daun karet.

Sedangkan pada bagian bawah organik lebih sedikit, ditambah lagi dengan adanya

serapan hara oleh akar tanaman sampai ke lapisan bawah. Fosfor lebih berperan

dalam menstimulisir pertumbuhan akar jika dibandingkan dengan lapisan bagian

atas tanaman terutama daun.

Pengaruh interaksi pemberian TKKS dan panjang rorak terhadap pertumbuhan dan produksi karet

Dari hasil analisis data, berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa interaksi

pemberian TKKS dan panjang rorak berpengaruh tidak nyata terhadap semua

parameter. Adapun parameter yang menyangkut adalah jumlah klorofil daun,

kadar N daun, kadar P daun, kadar N total tanah, kadar P tersedia tanah, kecepatan

aliran lateks dan indeks produksi.

Pada parameter jumlah klorofil daun, perlakuan interaksi keduanya

berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga unsur N-anorganik dalam tanah belum

tersedia. Panjang rorak 400 cm dengan dosis tandan kosong kelapa sawit

sebanyak 200 kg ternyata dapat meningkatkan unsur N didalam tanah walaupun

tidak nyata secara statistik. Perlakuan panjang rorak menunjukkan bahwa

semakin panjang rorak maka semakin dekat dengan akar tanaman. Hal ini

menunjukkan semakin mudah untuk akar menyerap unsur hara dari tandan kosong

kelapa sawit yang berada di rorak.

Pada parameter kadar N total tanah, perlakuan interaksi keduanya

berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga unsur N yang berada didalam rorak

(54)

Damanik, et al. (2011) menyatakan bahwa kehilangan nitrogen pada lahan

perkebunan dalam bentuk pencucian akan semakin besar. Curah hujan yang tinggi

menyebabkan rorak terisi air, panjang rorak mempengaruhi volume air yang

berada didalam rorak. Hal ini menghambat proses nitrifikasi karena bakteri

nitrobakter adalah autotrof, maka proses nitrifikasi hanya berlangsung bila ada

oksigen. Ini dapat menyebabkan unsur N tidak tersedia untuk tanaman.

Pada parameter kadar P tersedia tanah, perlakuan interaksi keduanya

berpengaruh tidak nyata. Hal ini dapat disebabkan unsur P rendah pada tanah.

Kadar P dalam tandan kosong kelapa sawit yang diharapkan sebagai penyumbang

unsur hara P pada tanah adalah rendah. Perlakuan panjang rorak menyebabkan

unsur hara P tidak tersedia bagi tanaman karena unsur P hanya banyak pada

lapisan atas tanah (topsoil). Proses pembuatan rorak menghilangkan banyak

lapisan tanah bagian atas. Hal ini sesuai dengan literatur Kokasih (1980) yang

menyatakan bahwa fosfor adalah unsur hatra makro yang kedua setelah N yang

sering kali terdapat dalam keadaan kekurangan pada tanah-tanah di indonesia.

Miskinnya tanah akan unsur P antara lain disebabkan faktor pengangkutan hasil

panen, pencucian, dan penghanyutan lapisan tanah pada waktu run off. Dari

defenisi tersebut menyatakan bahwa unsur hara P dijumpai pada lapisan tanah

bagian atas sementara kedalaman rorak adalah 60 cm. Ini membuat unsur P tidak

dapat diserap tanaman secara optimal.

Pada parameter kecepatan aliran lateks dan indeks produksi, interaksi

keduanya berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga dipengaruhi oleh gugur daun

(tres) tanaman karet. Tres terjadi pada bulan oktober hingga maret. Produksi

(55)

menggunakan bahan berupa sukrosa hasil fotosintesis. Fotosintesis berlangsung di

daun (fotosintesis karbohidrat). Jika daun pada ranting tidak tersedia maka tidak

terjadi pembentukan lateks. Dalam setyamidjaja (1993) menyatakan bahwa faktor

yang mempengaruhi kualitas lateks. Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil

karet, harus memiliki kualitas yang baik. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah (1) Faktor di kebun (jenis klon,

sistem sadap, kebersihan pohon, dan kuantitas pohon). (2) Iklim (musim hujan

mendorong terjadinya prokoagulasi, musim kemarau kedaan lateks tidak stabil).

(3) Alat alat yang digunakan dalm pengumpulan dan pengangkutan (yang terbuat

dari aluminium atau baja tahan karat). (4) Pengangkutan (goncangan, keadaan

tangki, jarak, jangka waktu). (5) Kualitas air dalam pengolahan. (6) Bahan bahan

(56)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Perlakuan pemberian tandan kosong kelapa sawit sebanyak 300 kg dapat

meningkatkan kadar P daun karet dan N total tanah.

2. Perlakuan panjang rorak tidak meningkatkan jumlah klorofil daun, kadar N

dan P daun, kadar N dan P tanah, kecepatan aliran lateks dan indeks produksi

tetapi dominan lebih tinggi pada panjang rorak 200 dan 300 cm.

3. Kombinasi pemberian TKKS dan panjang rorak tidak meningkatkan jumlah

klorofil daun, kadar N dan P daun, kadar N dan P tanah, kecepatan aliran

lateks dan indeks produksi.

Saran

Penulis menyarankan pada pemberian TKKS sebanyak 300 kg karena

dapat meningkatkan kadar P daun karet (TM) dan N total tanah serta sangat perlu

diadakan penambahan dosis pemberian TKKS untuk mendapatkan titik optimum

Gambar

Tabel 1. Analisis Kandungan Hara Kompos TKKS
Tabel 2. Jumlah klorofil daun karet dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak
Tabel 3. Kadar N daun karet dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak
Tabel 4. Kadar P daun karet dengan perlakuan pemberian TKKS dan panjang rorak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun jahe sudah sangat dikenal oleh masyarakat, tetapi tidak semua orang menyukai jahe dan juga belum banyak diminati oleh semua usia hal ini dikarenakan rasa pedas dan baunya

Dari pihak bank juga akan terdorong untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan pinjaman, tetapi uang ini mutar balik ke bank karena tertarik oleh bunga atau interest –

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh antara kompensasi, komitmen organisasi, pengembangan karir, dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja

Pendistribusian dan instalasi perangkat kepada seluruh penyalur dan sub penyalur pada kegiatan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu pada Malang Raya

 Apartemen dan Rental Shops ini sebagai sebuah hunian dan tempat tinggal, sedangkan rental shops sebagai tempat perbelanjaan dalam lingkup yang sedang, di. buka setiap hari

Matematika Materi Garis Singgung Lingkaran Kelas VIII A (Unggulan) MTs Negeri Pagu Tahun Ajaran 2014/2015.. dengan pembelajaran matematika yang harus teliti, terampil dan

Komentar 1) Mengubah tingkat persediaan Mengubah sumberdaya manusia secara bertahap atau tidak sama sekali; tidak ada perubahan produksi secara tiba-tiba. Biaya menahan

Dengan demikian maka geologi sejarah adalah menguraikan kapan suatu batuan terbentuk (umur batuan), dimana batuan tersebut terbentuk (lingkungan pengendapan), dan