• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ulasan Tentang Landasan Fisis Anisotropi Magnetik Pada Batuan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ulasan Tentang Landasan Fisis Anisotropi Magnetik Pada Batuan."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Ulasan Tentang Landasan Fisis Anisoropi Magnetik Pada Batuan

Oleh

Ni Komang Tri Suandayani SSi, MSi

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

Lembar Pengesahan

Ulasan Tentangg Landasan Fisis Anisotropi Magnetik Pada Batuan

Mengetahui Penulis Dekan Fakultas MIPA UNUD

(3)

DAFTAR ISI

ISI HALAMAN

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

ABSTRAK iv

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II ENERGI MAGNETIK DARI SISTEM PARTIKEL 3

BAB III ANISOTROPI MAGNETIK PADA BATUAN 7

3.1 FormulasiDan Pengukuran Anisotropi magnetik 9

(4)

ULASAN TENTANG LANDASAN FISIS ANISOTROPI MAGNETIK PADA BATUAN Tri Suandayani

Jurusan Fisika Universitas Udayana

ABSTRAK

(5)

I. PENDAHULUAN

Diantara sekian banyak pokok bahasan dalam kajian magnetik batuan(rock-magnetism),kajian tentang anisotropi magnetik merupakan salah satu topik yang menonjol dan berkembang dengan sangat pesat. Anisotropi adalah variasi sifat fisis terhadap arah pengukurannya. Pada medium anisotropis, suatu parameter fisis x mempunyai harga yang berbeda jika parameter tersebut diukur pada dua orientasi yang berbeda. Sementara itu,pada medium yang bersifat isotropis, parameter fisis x akan bernilai sama pada semua arah atau orientasi pengukuran. Dalam beberapa tahun terakhir , kajian tentang anisotropi dari suseptibilitas magnetic (AMS, anisotropy of magnetic susceptibility) menjad sangat berperan sebagai metode tidak merusak (non- destructive method) yang cepat dan efektif untuk menentukan fabric (struktur dan tekstur) batuan dan karenanya telah digunakan sec Pada tahun 1993, tara meluas dalam berbagai masalah geologi dan geofisika. Kajian anisotropi magnetic memungkinkan kita untuk merekontruksi struktur dan tekstur magnetik dari suatu batuan yang dipengaruhi oleh seluruh fraksi-fraksi mineral yang membentuk batuan tersebut.

Pentingnya peran anisotropi magnetik dalam ilmu kebumian sudah diprediksi sejak lama (Graham, 1954). Metodologi pengukuran anisotropi magnetik kemudian diperkenalkan oleh Girdler (lihat Gridler,1961a, Gridler 1961b). Sejakitu, pengukuran anisotropi magnetik, khusunya AMS , dilakukan secara meluas dalamberbagai kasus melingkupi hamper semua jenis batuan. Hubungan antara anisotropi magnetik dan fabrik magnetik diformalkan oleh Jelinek (1981) sementara hubungan antara anisotropi magnetik strain (regangan) dan struktur serta serat batuan diperkenalkan oleh Borradaile (19880.

(6)

Pada sisi lain, penelitian tentang anisotropi magnetik dan anisotropi permeabilitas terus berlanjut hingga saat ini. Selain topik-topik yang berhubungan dengan pemkaian aau aplikasi anisoropi magnetik, beberapa topik fundamental masih giat diteliti. Hubungan antara fabric batuan, deformasi dengan anisotropi dibahas pada Borradaile (2001), Borrdaile dan Gauthier (2001) serta Pares dan van der Pluijm (2002). Topik fundamental lain adalah bagaimana membedakan kontribusi magetik anisotropi dari kompoen-komponen mineral yang bersifat diamagetik, paramagnetic dan ferimagnetik (lihat Hernadez dan Hirt, 2004; Kelso dkk.,2002; Hrouda, 2002; Hroouda dkk, 2000). Sementara itu hubungan antara anisotropi magnetik dengan bentuk-bentuk anisotropi lain pada batuan (contohnya anisotropi permeabillitas dan anisotropi seismik) juga telah mulai dikaji (lihat Benson dkk., 2003).

(7)

II. ENERGI MAGNETIK DARI SISTIM PARTIKEL

Pembahasan yang paling mendasar tentang anisotropi magnetik harus dimulai dari konsep energi yang brhubungan denga medan magnetik. Sebagaimana sebuah titik massa mempunyai energi potensial jika ditempatkan pada medan gaya berat (gravitasi) akibat massa yang lain (mislanya Bumi), maka sebuah momen magnetik juga akan mempunyai energi potensial jika ditempatkan pada medan magnetic. Rapat energi interaksi magnetostatik atau magnetostatic interacon energy density (Eh) dinyatakan sebagai:

Eh = M ∙ B (1)

dan memiliki nilai minimum saat magnetasi M searah dengan medan magnetik B. Energi inilah yang menggerakkan jarum kompas untuk mencari keadaan energi yang minimum dengan menyearahkannya denga medan magnetik Bumi.

Sementara itu, sifat ferromagnetik pada sejumlah kristal mucul karena alasan mekanika kuantum. Pada kristal-kristal ini, elektron-elektron pada orbit-orbit yang bersebelahan mengatur keadaan spinnya sedemikian sehingga mereka tidak menempati orbit yang sama dengan elektron yang mempunyai spin yang sama (sesuai dengan prinsip Pauli). Karenanya spin-spin elektronik pada kristal-kristal tersebut terkoordinasi berarah pararel atau antipararel sesuai dengan rincian dari interaksi. Rapat energi pertukaran atau exchange energy dinsety (Ee) ini adalah sumber dari magnetisasi spontan. Untuk setiap pasanngan spin, Ee

didefinisikan sebagai berikut:

Ee = -2 Je Si ∙ Sj (2)

dimana Je adalah integral pertukaran (exchange integral), sementara Si dan Sj adalah

vektor-vektor spin. Struktur kristal akan menentukan besar dan arah dari integral pertukaran. Energi pertukaran sendiri akan bernilai minimum jika spin-spin elektronik berarah pararel atau antipararel.

Untuk suatu kristal tertentu, besarnya energi dari momen-momen magnetik mempunyai nilai yang bervariasi tergantung pada sumbu kristal. Contohnya mineral magnetite (Fe3O4)

yang mempunyai struktur kubik, energi terbesar berada pada arah-arah sumbu ([100], [010], [001]), sementara energi terendah berada pada arah diagonal [111] (lihat gambar 1). Sumbu atau arah degan energi terendah , [111] pada magnetite, lazim disebut sebagai sumbu atau arah mudah (easy axis), sebaliknya sumbu-sumbu ([100], [010], [001]) disebut sebagai sumbu atau arah sulit (hard axes). Variasi besarnya energi terhadap orientasi kristal ini dikenal dengan nama energi anisotropi magnetokristalin (magnetocrystalline anisotropy energy) Ea. Untuk kubik kristal dengan cosinus arah α1, α2, α3 terhadap arah-arah

kristalografik 100, 010, dan 001), Ea. dinyatakan sebagai berikut:

(8)

dimana K1 dan K2 adalah konstanta-konstanta anisotropi magnetokristalin yang

ditentukan secara empirik. Untuk mineral magnetite pada temperatur kamar , nilai K1 adalah

-1.35×10-4 Jm-3. Karena K1 bernilai negative, dapat ditunjukkan bahwa Ea. bernilai minimum

saat berarah [111].

Akibat adanya energi anisotropi magnetokristalin, maka jika magnetisai telah searah dengan sumbu mudah, maka diperlukan usaha untuk mengubahnya. Pengubahan magnetisasi yang searah dengan sumbu mudah (misalnyai temperatur [111] pada magnetite) memerlukan usah ang lebih besar disbanding pengubahan magnetisasi pada sumbu sulit. Parameter fisis yng lazim digunakan untuk menggambarkan stabillitas dari sekumpulan partikel magnetic adalah koersivitas remanen atau coerciviy of remanence (Hcr) yang didefinisikan sebagai

besarnya medan magnetic yang diperlukan untuk mengubah magnetisasi dari satu arah mudah kearah mudah yang lain dengan melewati tingkat energy terntentu.

Selain simetri kubik, banyak lagi jenis simetri kristal yang lain, diantaranya simetri uniaksial (uniaxial simetry). Untuk masing-masing jenis simetri kristal, Ea didefinisikan

secara berbeda( tidak sama dengan persamaan(3)). Salah satu mineral magnetic alamiah utama lainnya,hematite(Fe2O3), didominasi oleh simetri uniaksial. Karena itu magnetisasi pada hematite jauh lebih rumit disbanding magnetisasi pada magnetite.

Konstanta-konstanta anisotropi magnetokristalin merupakan fungsi nyadari temperature. Pada magnetite, misalnya nilai K1 tandanya (dari negative ke positif) pada temperature yang disebut titik isotropic. Pada temperature tersebut, anisotropi magnetokristalin mengecil sehingga lenyaplah penghalang( energy barrier) yang mengikat magnetisasi berarah parallel terhadap arah diagonal. Spin-spin karenanya mengarah lebih bebas . Pada temperature yang lebih rendah lagi penghala menguat kembali tetapi dengan topologi yang berbeda. Sumbu-sumbu kristal menjadi Sumbu-sumbu mudah, sementara arah diagonal menjadi Sumbu-sumbu sulit. Titik isotropic ini terkait dengan phenomena yang disebut dengan transisi Verwey pada sekitar 120K. Pada transisi ini magnetite yang semula berbentuk kubik berubah menjadi monoklinik. Besarnya energy magnetic yang disebabkan oleh tekanan atau stress ( Eσ) pada suatu kristal dapat dihampiri dengan persamaan berikut:

Eσ = -(3/2) λ σ sin2 θ (4)

dimana λ adalah konstanta yang ditentukan secara empirik, σ adalah stress atau tekanan, dan θ adalah sudut antara stress terhadap sumbu kristalografi. Untuk mineral magnetite, λ bernilai 4×10-6.

(9)

dengan momen magnetiknya (Gambar 2a). Medan magnetik ini seolah-olah dihasilkan oleh sebaran kutub magnetic bebas (imajiner) di permukaan (Gambar 2b). Adanya kutub-kutub bebas di permukaan ini juga menghasilkan medan magnetic internal (Gambar 2c) yang lazim disebut medan demagnetisasi (Hd). Besarya Hd berbanding lurus dengan besarnya

magnetisasi dan sangat bergantung pada bentuk. Secara matematis Hd dinyatakan sebagai

berikut:

Hd = - N M (5)

dimana N adalah factor demagnetisasi yang bergantung pada bentuk. Untuk benda berbentuk bola, kutub-kutub bebas dipermukaan tersebar sedemikian sehingga sebagian besar menempati kutub dan tidak ada yang menempati daerah „ekuator‟ (Gambar 2d). Secara matematik dapat ditunjukkan bahwa untuk bola nilai N adalah 1/3.

Untuk benda berbentuk lonjong (Gambar 2e dan 2f) distribusi kutub-kutub bebas akan akan bergantung pada arah magnetisasi diberikan pada sumbu panjang (sumbu α pada Gambar 2e), maka kutub-kutub bebas akan terpisah lebih jauh dibanding dengan magnetisasi pada sumbu pendek (sumbu b pada Gambar 2f). Karena medan demagnetisasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, maka besarnya factor bentuk untuk kofigurasi pada Gambar 2e (Na) akan lebih

kecil dari 1/3, sementara factor bentuk untuk konfigurasi pada Gambar 2f (Nb) akan lebih

besar dari 1/3. Untuk sebuah ellipsoid tiga dimensi dengan sumbu, masing, a, b, dan c, jumlah total Na+Nb+ Nc = 1 (untuk SI, dan 4π untuk istim cgs).

(10)

Energi anisotropi lazim disebut sebagai energy magnetostatik (Ems) dan rapat energinya

untuk sebuah ellipsoid dinyataka dengan persamaan berikut: Ems = ½ µ0 Na M2 + ½ µ0 (Nc - Na) M2 sin2 θ (6)

dimana Nc dan Na masing-masing adalah factor demagnetisasi pada sumbu pendek dan sumbu

panjang. Suku kedua pada sisi sebelah kanan pada persamaan (6) akan bernilai

–Ku = ½ µ0ΔN M2 pada θ = π/2 (atau keadaan uniaksial). Besaran Ku disebut sebagai konstanta

anisotropi uniaksial. Untuk benda berbentuk ellipsoid lonjong (Nb= Nc) dan a/c = 1.5,

selisih ΔN = Nb Nc = 0.1 . Sementara itu untuk magnetite, magnetisasinya ( ) adala sebesar

4.5 × 105 Am-1. Sehingga nilai Ku untuk magnetite pipih seperti itu adalah = 2.3 × 104 Jm-3. Nilai

Ku ini jauh lebih besar dari nilai K1 pada energy anisotropi magnetokristalin. Akibatnya

magnetisasi pada magnetite yang sedikit pipih atau lonjong akan didominasi oleh anisotropi uniaksial karena bentuk. Untuk mineral yang memiliki magnetiasi (M) yang kecil (sebagaima hematite), anisotropi didominasi oeh konfiguras magnetokristalin. Secara singkat anisotropi magnetic pada magnetite ditimbulkan oleh factor bentuk, sementara pada hematite didominasi oleh anisotropi magnetokristalin.

(11)

III.ANISOTROPI MAGNETIK PADA BATUANb

Pada batuan, sifat magnetic dan magnetisasi diakibatkan oleh adanya mineral-mineral yaing bersifat ferromagnetic. Secara kuantitatif jumlah mineral-mineral ferromagnetic pada batuan sangat kecil (<0,1% dari total massa). Namun demikian sifat magnetiknya begitu menonjol sehingga mendominasi magnetisasi batuan. Pada sejumlah batuan , sifat magnetiknya bergantung pada arah pengukuran. Batuan seperti ini dikatakan bersifat anisotropic. Pada batuan lain, sifat magnetiknya hamper sama pada semua arah pengukuran dan karenanya bersifat isotropic.

Sifat anisotropi magnetic pada batuan tidak saja bergantung pada derajat anisotropi dari masing-masing bulir mineral ferromagnetic, tetapi bergantung juga pada orientasi dari bulir-bulir tersebut. Misalnya batuan yang memiliki bulir-bulir-bulir-bulir yang sangat anisotropic tetapi tidak terorientasi dengan baik akan memiliki derajat anisotropi yang sama dengan batuan lain yang memiliki bulir-bulir yang tidak begitu anisotropik tetapi sangat terorientasi. Lebih lanjut lagi, ukuran bulir mineral ferromagnetic juga dapat mempengaruhi anisotropi magnetic batuan. Bulir-bulir yang kecil (<0,1 µm bagi magnetic) cenderung mempunyai domain tunggal (single domain atau SD), sementara bulir yang lebih besar mempunyai domain jamak( multidomain atau MD). Bulir SD mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan bulir MD. Misalnya ambil dua bulir magnetic berbentuk ellipsoid, masing-masing berukuran SD dan MD. Untuk bulir MD arah suseptibilitas magnetic mempunyai harga maksimum pada arah sejajar dengan sumbu panjang ellipsoid, sementara untuk bulir SD justru sebaliknya. Untuk bulir SD, arah suseptibilitas maksimum justru berarah tegak lurus terhadap sumbu panjang.

Pada batuan , masalah anisotropi magnetic dapat menjadi lebih rumit jika masalah interaksi antara bulir-bulir mineral ferromagnetic juga diperhitungkan . Sebagai contoh , untaian dari bulir-bulir mineral magnetic berbentuk bola yang saling terpisah tidak akan menghasilkan anisotropi magnetic. Namun jika jarak antar bulir diperkecil (meskipun tidak harus saling berinteraksi), bulir-bulir tersebut akan saling berinteraksi menghasilkan pengarahan magnetic (magnetic alignment) sebagai bentuk dari anisotropi magnetik.

Hal-hal di atas harus diperhitungkan dalam penafsiran data anisotropi magnetic. Dalam banyak kasus, aspek-aspek mineralogy(jenis mineral, fasa) dan granulometri (bentuk dan ukuran bulir) dari mineral-mineral ferromagnetic pada batuan harus diketahui dengan baik sebelum melakukan penafsiran terhadap data anisotropi magnetik.

(12)

juga berpengaruh pada orientasi dan interaksi bulir-bulir mineral magnetic. Karenanya, anisotropi magnetic juga meningkat sejalan dengan proses yang terjadi pada sedimen. Secara umum, derajat anisotropi magnetik berbanding lurus dengan besarnya arus, kemiringan lokasi deposisi, serta derajat kompaksi. Tidak heran, metoda anisotropi magnetic banyak digunakan untuk mempelajari arus purba (paleocurrent) serta pengaruh-pengaruh kompaksi pada sedimen.

Gambar 2.a Magnetisasi internal di dalam kristal ferromagnetik. b Terbenruknya medan magnetic eksternal dari serangkaian

[image:12.612.75.460.168.654.2]
(13)

Pada batuan beku, struktur dan tekstur terbentuk saat pembentukan kristal dari cairan magmatic yang kental dan bertemperatur tinggi Berbeda dengan sedimen, medan magnetic Bumi dan medan gaya berat hamper tidak mempunyai pengaruh pada arah pembentukan kristal. Struktur dan tekstur batuan beku dipengaruhi oleh proses kristalisasi magma dan selanjutnya juga di pengaruhi oleh perubahan-perubahan kimiawi dan fisis yang terjadi pada batuan. Struktur dan tekstur yang terkait dengan mineral-mineral ferromagnetic serupa dengan struktur dan tekstur mineral-mineral paramagnetic yang mendominasi batuan beku. Ini menyebabkan mengapa kajian anisotropi magnetic banyak digunakan untuk memperkirakan struktur dan tekstur batuan beku.

4. FORMULASI DAN PENGUKURAN ANISOTROPI MAGNETIK

Kuantisasi dari anisotropi magnetic, biasanya diturunkan dari konsep suseptibilitas magnetic (λ), yaitu besaran kesebandingan antara vector medan magnetic (lemah) yang dikenakan pada bahan, H, dengan vector magnetisasi yang dihasilkannya, Secara matematik,

M = λ H (7)

Untuk bahan isotropic, λ adalah sebuah scalar biasa. Tetapi untuk bahan anisotropic M tidak selalu searah dengan H, sehingga λ harus dinyatakan sebagai sebuah tensor orde 2. Pada sistim koordinat λ1λ2 dan λ3 persamaan (7) menjadi

M1 = λ11 H1 + λ12 H2 + λ13 H3

M2 = λ21 H1+ λ22 H2+ λ23 H3 (8)

M3= λ31 H1+ λ32 H2+ λ33 H3

Atau dalam notasi tensor

Mi= λij Hj (9)

Tensor suseptibilitas λij dianggap sebagai tensor orde 2 yang simetrik ( λij= λji),

(14)

Tensor suseptibilitas magnetik juga dapat ditransformasikan ke system koordiat yang baru dimana elemen-elemen λij = 0, untuk I ± j. Transformasi dilakukan dengan

menyelesaikan masalah eigen pada tensor suseptibilitas sehingga di peroleh tiga nilai eigen dan tiga vekor eigen. Nilai eigen terbesar lazim disebut suseptibi litas maksimum (λ1 atau λmax ),

sementara nilai eigen terkecil disebut suseptibilitas minimum ( λ3atau λmin ). Nilai eigen diantara

keduanya disebut sebagai suseptibilitas menengah atau inter-mediate ( λ2 atau λint). Tensor

suseptibilitas kemudian dapat dinyatakan sebagai sebuah ellipsoid dengan sumbu-sumbu λ1 λ2

dan λ3 yang masing-masing sebagai sumbu-sumbu system koordinat yang baru.

Dalam literature, besarnya anisotropi magnetik pada bahan tersebut lazim dinyatakan dengan derajat anisotropi (λ1/λ3) atau prosentase anisotropi ((λ1/λ3) – 100%. Batuan

dengan prosentase anisotropi diatas 3% dapat dinyatakan sebagai batuan yang isotropik. Nilai prosentase anisotropi magnetic pada batuan biasanya berkisar antara 1 s/d 15%. Selain derajat anisotropi magnetik, lazim pula ditentukan tingkat kelonjongan (lineation) dan tingkat kepipihan (foliation) dari ellipsoid suseptibilitas. Lineation dinyatakan sebagai λ1/λ3 , sementara foliation

sebagai λ2/λ3.

Untuk beberapa keperluan, anisotropi magnetic ditentukan tidak melalui suseptibilitas melainkan melalui remanen magnetik yang diberikan secara artifisial, contohnya AAR. Jika remanen magnetik diberikan melalui medan magnetik yang rendah , hubungan antara M dan H masih dapat dianggap linear sehingga persamaan (8) dan cara-cara penyelesaiannya masih dapat digunakan.

5. PENUTUP

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Benson,P.M.P.G. Meredith,and E.S..Platzman . Relating pore fabric geometry to acoustic and permeability anisotropy in Crab Orchard Sandstone A laboratory study using magnetic ferrofluid Geophysical Research Letters, vol 33,no 19 pp1976-1979,2003

X,XBorradaile, ,Gj, Magetic susceptibility petrofabric, and strain a review Technophysics, vol 156,pp1-20,1988

Borradaile,G.J.and M.Stupavsky, Anisotropy of magnetic susceptibility measurement schemes, Geophysical Research Letters, vol 22,pp1957-1960, 1993

Canon- Tapia, E, Single-grain versus distribution anisotropy a simple three-dimensional model Physic of the Earth and Planetary Interiors, vol 94,pp 149-158, 1996

Girdler, R.W, The measurement and computation of anisotropy of magnetic susceptibility of , Limitations of tensor rocks, Geophysical Journal of the Royal Astronomical Society, America, vol 65, pp, 1257-1258, 1954

Housen.B.A.C. Richter, and B.A. van der Pluijm. Composite magnetic anisotropy fabrics experiments, numerical models, and implications for the quantification of rock fabric, Tectionophysics, vol 220,pp1-12,1993

Hrouda,F,B, Henry, and G.J. Borradaile Limitations of tensor subtraction in isolating diamagnetic fabrics by magnetic anisotropy, Tectonophysics vol 322,pp303-310,2000

Jelinek,V, Characterization of the magnetic fabric of rocks, Tectonophysics, vol 79, pp63-67,1981

Kelso,P,R,B. Tikoff,M.Jackson and W,Su,A new method for the separation of paramagnetic and ferromagnetic susceptibility anisotropy using low field and high field methods, Gephysical Journal International, vol 151,pp 345-359, 2002

O‟Reilly, W, Rock and mineral magnetism, Blackie&Son, 1984

Pares,J,M, and B.A van der Pluijm, Evaluating magnetic lineations (AMS) in defomed rocks Tectonophysic vol,350, no 283-298, 2002

Tarling, D.H. and F Hrouda, The magnetic anisotropy of rocks, Chapman& Hall,1993

Tauxe,L,N,Kylistra,and C. Constable, Bootstrap statistics for paleomagnetic data, Journal of Geophysical Research B, Solid Earth vol 96,pp11723-11740, 1991

(16)

Gambar

Gambar 2.a Magnetisasi internal di dalam kristal ferromagnetik. b Terbenruknya medan magnetic eksternal dari serangkaian “monopole” di permukaan kristal

Referensi

Dokumen terkait

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI;.. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan

:onsep dasar dari basis data adalah kumpulan dari catatan$catatan, atau potongan dari pengetahuan. Sebuah basis data memiliki penjelasan terstruktur dari jenis fakta yang

Berdasarkan hasil wawancara, para anggota DPRD tersebut di atas mengakui sudah ba- nyak hal yang pihak mereka lakukan untuk dapat menyelesaikan konflik sengketa

Pengaruh jumlah cat merah 2 gram, 4 gram dan 6 gram terhadap terhadap hasil pewarnaan pada kain sifon dengan teknik hand painting ditinjau dari daya serap warna,

bahwa sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 3 Tahun 2009 tentang Izin Praktik Dokter dan Dokter Gigi, setiap dokter dan dokter gigi yang akan

Hasil penelitian ditemukan: (1) Penyusunan biaya pendidikan melalui Rencana Penggunaan Anggaran (RKA) dan Rancangan Anggaran Pendapat Belanja Sekolah (RAPBS) yang

Darmono, (2004: 2) perpustakaan adalah sebuah sistem, unit kerja yang berupa tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan mengatur koleksi bahan pustaka

Setelah penelitian dilakukan didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan sensitivitas antara kanamisin dengan seftriakson dalam menghambat petumbuhan kuman Neisseria