• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran DPRD dalam Penyelesaian Sengketa Lahan di Padang Lawas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peran DPRD dalam Penyelesaian Sengketa Lahan di Padang Lawas"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Peran DPRD dalam Penyelesaian

Sengketa Lahan di Padang Lawas

KHAIRUNNISA SIMBOLON

Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760,

Email: Zannisa.sion@gmail.com

Diterima tanggal 28 Desember 2015/Disetujui tanggal 12 Juni 2015

This study is a study pertaining Padang Lawas Legislature’s Role in the resolution of Land Dis-pute in Padang Lawas. It examined the role of Padang Lawas Legislature in resolving the dis-pute of the land. The study found that the Legislature of Padang Lawas had played several im-portant roles to solve the land-dispute case. Based on the available data, The Padang Lawas Parliament has received the direct aspiration from the people who live at the dispute area. Then, the legislature was actively involved on non-litigation actions such as a peace demonstra-tion. At last, the parliament was committed at litigation efforts such as legal acdemonstra-tion. Therefore, the legislature members were playing of their role according to the rules of parliament. A de-scriptive-qualitative method had been used in this study for describing the detail of the process and results. Field observation and interview were the technic for gathering the data in this study.

Keywords: Legislature’s role, land dispute, conflict resolution.

Pendahuluan

Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial, sehingga kon-flik bersifat inheren. Artinya konkon-flik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu dalam kehidupan umat manusia. Konflik da-pat terjadi di mana saja dan kapan saja. Pada dasarnya, masyarakat merupakan arena kon-flik atau wadah pertentangan dan integrasi yang eternal atau senantiasa berlangsung. Banyak hal yang mendorong terjadinya kon-flik itu sendiri dalam kehidupan bermasyara-kat, seperti adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Di dalam setiap kehidu-pan sosial tidak ada satupun manusia yang memiliki kesamaan yang sama persis, baik dari unsur etnis, kepentingan, kemauan, ke-hendak, tujuan dan sebagainya.1

1

Elly M Setiady dan Usman Kolip, Pengantar so-siologi: Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasa-Terdapat beberapa istilah yang sering dis-amakan dengan kata sengketa, yaitu kasus, masalah dan konflik. Penyeragaman pema-haman diperlukan untuk tidak menimbulkan perbedaan penafsiran. Rusmadi Murad men-gatakan bahwa kasus pertanahan terdiri dari masalah pertanahan dan sengketa pertanahan. Masalah pertanahan terdiri dari masalah per-tanahan dan sengketa perper-tanahan. Masalah pertanahan adalah lebih bersifat teknis yang penyelesaiannya cukup melalui petunjuk tek-nis kepada aparat pelaksana berdasarkan ke-bijaksanaan dan peraturan-peraturan yang berlaku, sedangkan sengketa pertanahan ada-lah perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih karena merasa diganggu hak dan

lahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 347.

(2)

penguasaan tanahnya yang diselesaikan me-lalui musyawarah atau pengadilan.2

Mingguan Sinar Tani memberikan data bahwa konflik lahan perkebunan di Indonesia mencapai 482 kasus dengan total areal 328.00 ha, di mana 323 kasus terdapat di areal Perkebunan Besar Negara (PT Perke-bunan Nusantara (persero) I sampai IV) den-gan luas areal 185.000 ha. Kasus terbesar ter-jadi di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 290 kasus, 279 kasus di Perkebunan Besar Negara dan 11 kasus di Perkebunan Besar Swasta.3

Selain itu menurut Ditjen Perkebunan sepan-jang tahun 1999 kerugian Negara akibat kon-flik sosial di sekitar lokasi perkebunan men-capai Rp. 3 trilyun. Konflik tersebut adalah konflik antara pengusaha besar, baik yang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mau-pun swasta dengan masyarakat di sekitar perkebunan.

Sengketa lahan juga menempati angka ter-tinggi dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Berdasarkan laporan tahunan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 2010 tercatat penga-duan kasus sengketa lahan mencapai 819 ka-sus. Sementara periode September 2007 hingga September 2008, pengaduan pelang-garan hak atas tanah menempati peringkat kedua dengan 692 kasus.4

Uraian di atas juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai upaya-upaya penyele-saian yang harus ditempuh, baik oleh peme-rintah maupun para pembuat kebijakan sek-tor perkebunan. Upaya-upaya non-litigasi dan tidak represif mulai dilakukan pemerin-tah setelah era reformasi. Upaya non-litigasi dilakukan dengan dimediasi oleh Pemerintah Daerah setempat yang melibatkan pihak-pihak lain yang dianggap berkompeten dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

2

Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Hak Atas Tanah. (Bandung: Alumni, 1991), hal. 2.

3

Mingguan Sinar Tani, (Edisi No. 2931 Tahun XXXII, tanggal 6-12 Februari 2002), hal. 4.

4

Dian Cahyaningrum,”Permasalahan Hukum Konflik Lahan”. Jurnal Hukum, (Edisi 4 tahun 2012), hal 1

pihak tersebut di antaranya adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Koman-do Distrik Militer (KODIM) dan Kepolisian, serta pihak-pihak pendukung kelompok ma-syarakat penuntut.

Di Sumatera Utara sendiri, seperti sudah dis-ebutkan sebelumnya, kasus sengketa perta-nahan angkanya sangat tinggi. Salah satu ka-bupaten di Sumatera Utara yang terkenal ra-wan konflik sengketa lahan adalah Kabupa-ten Padang Lawas. Sektor dominan dalam mendukung perekonomian masyarakat di Pa-dang Lawas yaitu sektor perkebunan, baik itu perkebunan kopi, kakao, kelapa dan yang paling menjadi primadona adalah karet mau-pun kelapa sawit.5 Sektor perkebunan inilah yang sering sekali menimbulkan konflik di Padang Lawas. Tercatat beberapa kasus yang sering muncul di media lokal maupun na-sional, seperti kasus register 40, kasus PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Suma-tera Silva Lestari (SSL) dengan masyarakat Tobing Tinggi, dan kasus PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dengan masyarakat Aek Naba-ra Barumun. Di antaNaba-ra konflik-konflik terse-but ada yang sudah bisa diselesaikan baik dengan jalan damai maupun melalui lemba-ga peradilan. Salah satunya adalah kasus yang terjadi antara PT SRL dan PT SSL den-gan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun.

Salah satu pihak yang turut serta dalam men-gupayakan penyelesaian konflik antara kedua pihak tersebut adalah DPRD Kabupaten Pa-dang Lawas. Dalam hal ini, DPRD Kabupa-ten Padang Lawas mengupayakan usaha-usaha non-litigasi untuk menyelesaikan kon-flik tersebut. Studi ini membahas peran DPRD Padang Lawas dalam menyelesaikan kasus sengketa lahan di Kabupaten Padang Lawas.

Metode

Studi ini dilakukan dengan pendekatan konflik politik. peran DPRD Padang Lawas dalam menyelesaikan kasus sengketa lahan

5

Lihat Undang-Undang Negara Republik Indone-sia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas di Sumatera Utara, bab penjelasan.

(3)

di Kabupaten Padang Lawas. Pengumpulan data ini bersifat diskriptif kualitatif. Pengum-pulan data dengan teknik penelitian lapangan berupa observasi dan wawancara. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.

Profil Kecamatan Aek Nabara Barumun

dan Sejarah Konflik

Kecamatan Aek Nabara Barumun merupakan Kecamatan yang baru dimekarkan pada ta-hun 2011 berdasarkan Peraturan Daerah Ka-bupaten Padang Lawas Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Kecamatan Aek Nabara Barumun. Kecamatan Aek Nabara Barumun sebelumnya bergabung dengan Ke-camatan Barumun Tengah. KeKe-camatan Aek Nabara Barumun memiliki luas wilayah ± 487,75 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah sebanyak 9.996 jiwa den-gan ibu kota kecamatan berada di Pasar Aek Nabara Tonga (lihat Tabel 1).

.

Tabel 1

Nama Desa, Luas Wilayah dan Jumlah Pen-duduk di Kecamatan Aek Nabara Barumun

Kabupaten Padang Lawas.

NO Nama Desa Luas Wilayah (KM2) Jumlah Penduduk 1 Aek Nabara Tonga 10,00 1.213 2 Aek Nabara Jae 5,00 213 3 Padang Garugur Jae 5,00 552 4 Huta Bargot 1,05 209 5 Janji Maria 21,00 176 6 Padang Garugur Julu 20,00 219 7 Sidokan 1,00 99 8 Tobing 1,00 195 9 Hadungdung Aek Rampah 10,00 218 10 Tobing Tinggi 14,25 359 11 Sipagabu 30,00 817 12 Tanjung 20,00 421 13 Paran Tonga 15,00 502 14 Paran Julu 15,00 388 15 Hadungdung Pintu Padang 20,00 437 16 Tanjung Rokan 2,00 223 17 Aek Bonban 1,85 432 18 Marenu 9,00 1.015 19 Aek Nabara Julu 10,00 280 20 Padang Garugur Tonga 1,50 98 21 Bangkuang 1,10 36 22 Paya Bahung 1,50 293 23 Aek Buaton 3,50 800 24 Sayur Matua 4,00 234 25 Sayur Mahincat 4,00 567 JUMLAH 487,75 9,996

Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Pa-dang Lawas Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Kecamatan Aek Nabara Baru-mun.

Dari tabel tersebut yang menjadi pusat dae-rah konflik yang terjadi dengan PT SRL dan PT SSL adalah Desa Tobing Tinggi. Selain Desa Tobing Tinggi, seluruh wilayah Keca-matan Aaek Nabara Barumun yang berbata-san langsung dengan PT SRL dan PT SSL juga terlibat konflik dengan kedua perusa-haan tersebut. Wilayah Kecamatan Aek Na-bara Barumun sebagian besarnya adalah la-han pertanian dan hutan negara. Berdasarkan data dari Camat Aek Nabara Barumun, seba-nyak 800 orang warganya merupakan ke-luarga pra sejahtera yang menggantungkan hidupnya kepada pertanian dan perkebunan.6 Daerah ini merupakan daerah yang sangat rawan terjadi konflik pertanahan dan sengke-ta lahan. Menurut masyarakat setempat, me-reka sudah mendiami lahan tersebut sejak le-luhur mereka menempati daerah tersebut. Sementara itu yang dimaksud dengan masya-rakat adat sendiri menurut AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) pada Kongres I tahun 1999 dan masih dipakai sampai saat ini adalah: "Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan ma-syarakatnya”.7

Berdasarkan wawancara dengan Camat Aek Nabara Barumun, yaitu Bapak Drs. Pamono-ran Siregar, sejarah konflik bisa dirunut mu-lai dari sejarah kepemilikan tanah seluas ±1500 Ha, di Kecamatan Aek Nabara Baru-mun oleh masyarakat yang berawal pada per-tengahan tahun 2004 tepatnya pada bulan Ju-ni. Pada saat itu seorang warga yang bekerja sebagai petani sedang membutuhkan lahan untuk pertanian dan perkebunan kemudian menjumpai Kepala Desa salah satu desa di Kecamatan Aek Nabara Barumun, yaitu Desa Sipagabu dan Desa Tobing Tinggi. Dalam pertemuan tersebut Kepala Desa kedua desa

6

Lihat lampiran Rekapitulasi Laporan Bulanan Kependudukan Kecamatan Aek Nabara Barumun per Bulan Mei 2014

7

Syaifuddin, Peluang Pengelolaan Hutan oleh Mukim dan Penyiapan Masyarakat Adat untuk Mengantisipasi Perubahan Iklim, (Governor’s Climate Forest, 2010), hal. 1.

(4)

tersebut mengatakan bahwa ada lahan ko-song yang bisa dijual. Setelah melakukan be-berapa kali pertemuan antara petani dan dari pihak penjual tanah, dan memastikan bahwa tanah tersebut adalah benar milik masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun dan tidak sedang dalam permasalahan atau seng-keta, maka disetujuilah perjanjian jual beli antara petani tersebut dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun.8 Pada saat itu oleh Kepala Desa Tobing Ting-gi yang merupakan salah satu desa di Keca-matan Aek Nabara Barumun tersebut mene-gaskan bahwa tanah yang dijual tersebut se-luas 1500 Ha. merupakan milik masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun dan tidak dalam persoalan sengketa. Keterangan Kepala Desa ini disaksikan oleh perwakilan Camat Barumun Tengah (pada saat itu Aek Nabara Barumun masih satu Kecamatan dengan Kecamatan Barumun Tengah), per-wakilan dari Dinas Kehutanan Tapanuli Sela-tan (pada saat itu Kabupaten Padang Lawas belum terbentuk dan masih bersatu dengan Kabupaten Tapanuli Selatan).

Petani membeli tanah tersebut seharga Rp. 850.000,00,- per hektar. Pada awalnya hanya sebanyak 35 kepala ke luarga saja yang ber-minat membeli tanah tersebut, tetapi pada perkembangannya bertambah menjadi 522 kepala keluarga. Para petani membeli tanah tersebut dengan tanda bukti berupa kw\uitansi dan akta PPAT (pejabat pembuat akta tanah) dari Camat dan surat tanda ganti rugi tanah. Pada transaksi pertama ini petani membeli tanah seluas 250 Ha. Namun karena banyaknya petani yang berminat bertambah menjadi ±1025 Ha. Dan seluruh transaksi jual-beli ini mempunyai tanda bukti yang sah dan tidak dilakukan secara ilegal karena dila-kukan oleh pejabat yang berwenang yaitu camat.

Petani pendatang yang membeli tanah terse-but juga disamterse-but baik oleh masyarakat adat setempat. Pada tahun 2005 dilakukan acara adat yang cukup besar untuk menyatakan bahwa petani pendatang tersebut sudah resmi menjadi bagian dari masyarakat adat

8

Wawancara dilakukan tanggal 30 Juni 2014 di Kantor Camat Aek Nabara Barumun pukul 09.30 WIB.

matan Aek Nabara Barumun. Acara tersebut melegitimasi para petani tersebut untuk bisa menggunakan lahan yang mereka beli seba-gai lahan pertanian.

Permasalahan mulai muncul setelah PT. Suamtera Riang Lestari dan PT. Sumatera Sylva Lestari melakukan pengerusakan lahan pertanian milik petani tersebut dengan alasan atau dalih bahwa para petani atau masyarakat memiliki tanah tersebut secara ilegal dan ti-dak sah. Pihak PT juga mengklaim bahwa pihak mereka merupakan pihak yang ditun-juk pemerintah melalui Kementrian Kehuta-nan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehu-tanan RI No.208/MENHUT-II/2007 tanggal 25 Mei 2007 tentang pemberian IUPHHK-HT atas areal hutan seluas ±67.230 Ha. yang terletak di Sumatera Utara9, PT SRL diberi hak untuk mengelola Hutan Tanaman Indus-tri tersebut. Sementara berdasarkan Keputu-san Menteri Kehutanan RI No.82/Kpts-II/2001 tanggal 15 Mei 2001 tentang pembe-rian IUPHHK-HTI seluas ±33..390 Ha. yang terletak di Sumatera Utara10, PT SSL diberi-kan hak untuk menjadi pengelola Hutan Ta-naman Industri tersebut.11

Berdasarkan jawaban klarifikasi Direksi PT SRL dan PT SSL atas pertanyaan Panitia Khusus DPRD Padang Lawas, masing-masing direksi menjawab bahwa perusahaan mereka bekerja sesuai dengan Surat Keputu-san yang sudah diterbitkan oleh pemerintah tersebut. Dalam klarisfikasi tersebut, kedua direksi dari perusahaan menegaskan bahwa perusahaan mereka sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundangan yang berla-ku.12

Tumpang tindih perundang-undangan inilah yang kemudian menjadi penyebab utama ter-jadinya konflik sengketa lahan antara pihak PT dengan masyarakat adat Kecamatan Aek

9

Jumlah luas asli berdasarkan SK Menteri adalah ±215.305, tersebar didaerah Provinsi Riau dan Sumatera Utara.

10

Jumlah luas asli berdasarkan SK Menteri ada-lah ±42.530 Ha.

11

Lihat Lampiran Klarifikasi PT SRL dan PT SSL atas Pertanyaan Pansus DPRD Padang La-was.

12

Lihat Lampiran Klarifikasi atas Pertanyaan Pansus DPRD Padang Lawas kepada PT SRL dan PT SSL.

(5)

Nabara Barumun. Masyarakat disatu sisi menganggap tanah tersebut telah mereka beli dengan prosedur dan cara yang sah, sementa-ra di pihak lain, pihak PT mesementa-rasa bahwa me-reka berhak atas pengelolaan tanah tersebut karena memiliki mandat dari Kementrian Kehutanan.

Pada perkembangan proses penyelesain kon-flik ini pun, permasalahan tumpang tindih tersebut adalah permasalahan pokok dari konflik ini dan paling sulit ditemukan titik temu antara kedua belah pihak. Masyarakat juga berpendapat bahwa tanah tersebut me-rupakan warisan dari leluhur mereka dan su-dah mereka miliki sejak lama bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Masyarakat ju-ga berangju-gapan bahwa Undang-undang dasar telah mengamanatkan bahwa bumi air dan segala kekayaan alam yang terkandung di da-lamnya adalah milik negara dan diperguna-kan untuk sebesar-besarnya kemakmuran ra-kyat. Maka sudah seharusnya rakyatlah yang menikmati tanah dan kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia, bukannya justru pe-rusahaan yang bahkan bukan milik negara, tetapi perusahaan swasta miliki korporasi be-sar.

Masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Ba-rumun sudah melakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan konflik ini. Di anta-ranya adalah dengan membentuk kelompok tani yang sah dan terdaftar di inventaris Ka-bupaten Padang Lawas, nama kelompok me-reka adalah Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM). Pembentukan kelompok tani ini sebagai upaya masyarakat untuk menjadi kelompok tani legal yang diakui oleh pemerintah Kabupaten Padang Lawas. Masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Ba-rumun juga berkali-kali menyampaikan aspi-rasi mereka kepada Dewan Perwakilan Ra-kyat Daerah (DPRD) Kabupaten Padang was dan Pemerintah Kabupaten Padang La-was. Baik itu dengan cara resmi seperti per-temuan tatap muka langsung dan juga de-monstrasi. Pihak pemerintah disisi lain juga-telah melakukan upaya dengan membentuk tim-tim untuk penyelesaian konflik, seperti tim enclave dan verifikasi yang bertujuan un-tuk melakukan pendataan terhadap tanah yang di klaim masyarakat ataupun pihak PT. Pihak PT dan masyarakat juga sudah sempat melakukan kesepakatan untuk membentuk

tim bersama dan tim pengawasan bersama yang terdiri dari masyarakat, pihak PT dan pemerintah kabupaten.

Selain itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas juga sudah pernah membentuk panitia khusus atau pansus untuk menyelesaikan sengketa lahan tersebut. Hingga akhirnya permasalahan konflik ini sampai kepada tingkat yang lebih tinggi, yai-tu ketingkat provinsi bahkan ke pusat.13 Ma-syarakat adat yang menuntut keadilan karena pihak PT terus-menerus melakukan pengeru-sakan lahan tidak henti menyampaikan aspi-rasi mereka kepada pihak-pihak terkait, mu-lai dari tingkat Kabupaten sampai ketingkat provinsi bahkan pusat.

Berdasarkan laporan dari Camat Aek Nabara Barumun sebagaimana yang tercantum dalam notulen rapat dengar pendapat permasalahan PT SRL dan PT SSL dengan masyarakat 22 Desa di Kabupaten Padang Lawas yang dige-lar pada hari Rabu 13 Juni 2012, menye-butkan bahwa terdapat tujuh desa yang terli-bat permasalahan sengketa lahan dengan ke-dua perusahaan tersebut. Bahkan permasala-han konflik sengketa lapermasala-han tersebut sudah menimbulkan kepada aksi anarkis atau kon-tak fisik diantara kedua belah pihak yang ter-libat konflik. Kejadian anarkis tersebut terja-di terja-di Desa Siornop.14

Usaha dari masyarakat dalam memperjua-ngkan hak mereka sudah membuahkan hasil, setelah melakukan aksi jahit mulut dan mo-gok makan di kantor DPRD Provinsi Suma-tera Utara maka dike luarkanlah rekomendari dari DPRD Provinsi yang menyatakan bahwa masyarakat adat yang memiliki akte jual beli untuk kembali ketempatnya berusaha dan kemanannya dijamin oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara.15

Namun pasca dikeluarkannya surat rekomen-dari tersebut, pihak PT masih terus melaku-kan pengerusamelaku-kan lahan milik masyarakat.

13

Lihat Lampiran Jadwal Kegiatan Pansus Pele-pasan Kawasan Hutan Padang Lawas

14

Lihat Lampiran Notulen Rapat Dengar Penda-pat Tentang Permasalahan Sengketa Lahan PT SRL dan PT SSL dengan Masyarakat 22 Desa di Kabupaten Padang Lawas.

15

Lihat Lampiran Surat Rekomendasi DPRD Provinsi Sumatera Utara Tanggal 6 Juli 2012

(6)

Bahkan konflik ini sudah memicu adanya konflik terbuka secara fisik antara kedua be-lah pihak, berupa pembakaran rumah milik warga, total sebanyak 26b rumah milik ma-syarakat. dibakar oleh pihak PT dan total ta-naman yang dirusak mencapai ±300 Ha. Bahkan konflik ini sudah menimbulkan kor-ban jiwa. Padahal masyrakat sudah mendapat jaminan dari DPRD Sumatera Utara untuk terus melakukan kegiatan pertanian dilahan tersebut dan keamanannya dijamin oleh Ke-polisian Daerah Sumatera Utara.16

Peran DPRD dalam Menyelesaikan Seng-keta Lahan

Dahrendorf mengatakan bahwa konflik merupakan sebuah gejala yang akan serba ada dan bersifat eternal atau abadi. Artinya sebuah konflik tidak bisa diciptakan dan juga tidak dapat dimusnahkan. Sebuah konflik hanya bisa diatur sedemikian rupa sehingga tidak berlangsung dalam bentuk kekerasan. Sebuah pengaturan konflik akan sangat berpengaruh kepada keberlangsungan sebuah konflik dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Berbeda dengan Ralph Dahrendorf, Rahim Meta menyebutnya dengan resolusi konflik, yang menghendaki penghapusan segala jenis konflik. Penghapusan konflik dapat dilakukan dengan negosiasi, tawar menawar, dan arbitrase. Dalam kasus sengketa lahan yang terjadi di Kecamatan Aek Nabara Barumun ini, yang dilakukan adalah penghapusan konflik melalui negosiasi, tawar menawar dan arbitrase, sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Rahim Meta mengenai resolusi konflik. Keberhasilan sebuah pengaturan konflik sangat bergantung kepada pihak-pihak yang turut campur dalam upaya penyelesaian konflik tersebut. Dahrendorf mengatakan ada empat faktor yang penting dimiliki sebuah lembaga tersebut yaitu lembaga tersebut harus bersifat otonom, monopolistik, bersifat mengikat dan juga demokratis. Pihak DPRD Padang Lawas merupakan lembaga yang memenuhi keempat prasyarat yang disebutkan oleh Dahrendorf tersebut. Maka dalam proses penyelesaian konflik sengketa

16

Lihat lampiran Surat Rekomendasi DPRD Su-matera Utara yang ditujukan kepada Kapolda Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas.

lahan yang terjadi di Padang Lawas, lembaga DPRD merupakan lembaga yang sangat berperan penting dalam proses tersebut. Selain daripada kapabilitasnya tersebut, menurut Bapak Ir. Harris Simbolon selaku Sekretaris Komisi B DPRD Kabupaten Padang Lawas yang berasal dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), memang sudah menjadi amanat Undang-undang bagi setiap anggota DPRD yang dipilih untuk mendengar, dan memperjuangkan apa yang menjadi keluhan masyarakat konstituennya. Menurut beliau, masyarakat bisa mengajukan aspirasi mereka dengan cara yang diatur oleh Undang-undang, seperti bertemu langsung melalui rapat,demonstrasi dan unjuk rasa damai, ataupun saat masa reses anggota DPRD. Duduknya seseorang di Lembaga Perwaki-lan, baik karena pengangkatan atau penunju-kan maupun melalui pemilihan umum, maka dengan sendirinya mengakibatkan timbulnya hubungan antara si wakil dengan yang diwa-kilinya.17 Jadi, sudah merupakan bagian dari sebuah sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia bahwa DPRD adalah untuk peme-nuhan kebutuhan masyarakat dan penghu-bung antara masyarakat dengan negara atau pemerintah. Ada beberapa peran yang dila-kukan DPRD Padang Lawas terkait dengan penyelesaian sengketa lahan di Kabupaten Padang Lawas.

Pertama, masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun diterima oleh DPRD dengan beberapa kali mengadakan rapat dengar pendapat yang dilakukan di Ruang Rapat Paripurna DPRD Padang Lawas. Peserta rapat sendiri adalah masyarakat yang terlibat konflik, DPRD Padang Lawas, dan pihak perusahaan. DPRD Padang Lawas juga menghadirkan pihak eksekutif atau pemerintahan Kabupaten Padang Lawas.18 Kedua, selain dengan cara-cara resmi melalui rapat dengar pendapat, masyarakat juga beberapa kali melakukan demonstrasi dan unjuk rasa damai di Kantor DPRD Padang

17

Sebastian Salang dan M. Djadijono, Menghin-dari Jearatan Hukum Bagi Anggota Dewan, ( Ja-karta: Forum Sahabat, 2009), hal. 195.

18

Lihat lampiran Notulen Rapat DPRD Padang Lawas.

(7)

Lawas. Bapak Sofyan Daulay mengatakan bahwa demonstrasi yang dilakukannya bersama masyarakat lainnya bertujuan untuk menunjukkan kepada DPRD Padang Lawas urgensi dari permasalahan yang mereka hadapi. Dengan begitu mereka berharap DPRD dapat bergerak cepat dalam membantu mengupayakan penyelesaian konflik yang mereka hadapi. Masyarakat Kecamatan Aek Nabara Barumun juga beberapa kali menyurati DPRD melalui Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri untuk mendesak DPRD. Termasuk salah satunya adalah surat desakan agar DPRD Padang Lawas segera merealisasikan Surat Tindak Lanjut Penyelesaian Konflik yang dikeluarkan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.19

Dalam wawancara peneliti dengan narasumber Bapak Sofyan Daulay, beliau mengatakan bahwa:

“…kita ini demon bukan buat kerusuhan, kita masyarakat pun tidak suka kalau harus berurusan dengan polisi, kan panjang urusan. Tapi ya mau bagaimana lagi? DPRD harus didesak terus supaya

permasalahan kami ini bisa mereka urus

secepatnya…”20

Masyarakat yang menjadi narasumber peneli-ti secara umum mengatakan bahwa DPRD Padang Lawas selalu datang ke lokasi konflik setiap terjadi kontak fisik antara masyarakat dan pihak perusahaan. Menurut Bapak Mu-hammad Tawar, beberapa anggota DPRD se-perti Ir. Harris Simbolon dan H. Erwin Pane, selalu datang ke lokasi disaat kondisi kedua pihak yang bersengketa sedang memanas. Dalam wawancara yang dilakukan peneliti dengan narasumber Bapak Muhammad Ta-war menyebutkan bahwa :

“…Pak Simbolon dan Pak Erwin Pane selalu da-tang ke lokasi begitu kami telpon bilang ada terjadi pengerusakan lagi. Kalau mereka tidak sedang di-nas ke luar kota, pasti mereka akan segera datang ke lokasi, biasanya juga dengan orang dari

19

Lihat Lampiran Lembar Disposisi DPRD Pa-dang Lawas dan Surat Tindak Lanjut Penyele-saian Konflik antara KTTJM dengan PT SRL dan PT SSL

20

Wawancara dilakukan pada tanggal 30 Juni 2014 di Kantor Camat Aek Nabara Barumun pada pukul 10.20 WIB

da, kadang asisten 1 juga datang, kadang bawa po-lisi juga…”21

Ketiga, DPRD Padang Lawas juga beberapa kali melakukan upaya litigasi untuk mengu-payakan konflik tersebut cepat terselesaikan. Usaha-usaha litigasi yang dilakukan tersebut antara lain dengan mengupayakan diter-bitkannya Peraturan Daerah (Perda) Kabupa-ten Padang Lawas Kabupa-tentang Tata Ruang. Upaya litigasi yang diupayakan oleh DPRD Padang Lawas juga dengan cara membentuk Panitia Khusus (pansus) yang didanai lang-sung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Padang Lawas. Pansus yang diketuai oleh Bapak H. M. Yunan Pulungan selaku Ketua Komisi B ini bertujuan untuk mempelajari akar konflik dan mencari jalan ke luar dari konflik tersebut. Selain itu pan-sus juga bertujuan untuk mempelajari kem-bali peta kehutanan yang diterbitkan oleh Kementrian Kehutanan yang dicurigai oleh DPRD Padang Lawas menjadi biang keladi dan sumber permasalahan konflik yang terja-di terja-di Padang Lawas. Pansus beberapa kali melakukan kunjungan kerja dan studi band-ing ke daerah lain yang juga sama-sama menghadapi permasahalan konflik pertana-han. Kunjungan kerja yang dilakukan oleh DPRD juga dilakukan di DPRD Provinsi Sumatera Utara, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara di Medan, DPR Republik In-donesia dan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta. Dalam kunjungan kerja tersebut, DPRD Padang Lawas juga memba-wa serta beberapa permemba-wakilan dari masyara-kat yang terlibat konflik untuk menyampai-kan langsung keluhannya. Selain upaya-upaya mandiri yang dilakukan oleh DPRD Padang Lawas tersebut, pihak DPRD juga melakukan kerja sama dengan pihak ekseku-tif atau pemerintahan Kabupaten Padang Lawas.22

DPRD Padang Lawas juga diikut sertakan oleh Pemerintah Kabupaten Padang Lawas didalam Susunan Tim Pengawasan Bersama Antara Pemerintah Kabupaten Padang La-was, Muspida Tapanuli Selatan dan

21

Wawancara dilakukan pada tanggal 30 Juni 2014 di Kantor Camat Aek Nabara Barumun pu-kul 10.00 WIB

22

Lihat Lampiran Jadwal Kegiatan Pansus Pele-pasan Kawasan Hutan Padang Lawas.

(8)

rakat Padang Lawas Terhadap PT. SSL dan PT SRL di Kabupaten Padang

Lawas Sumatera Utara. Dalam susunan Tim Pengawasan tersebut, Ketua DPRD Padang Lawas bertindak sebagai pengarah, sementa-ra wakil-wakil ketua DPRD bertindak seba-gai Penanggung Jawab. Ketua Komisi A, Ke-tua Komisi B, KeKe-tua Fraksi Golkar, KeKe-tua Fraksi PPP dan Ketua Fraksi Nasional Bersa-tu bertindak sebagai Koordinator.23 Pemben-tukan Tim Pengawas tersebut bertujuan un-tuk dapat menyelesaikan berbagai kasus sengketa lahan yang berkaitan dengan ma-syarakat Padang Lawas dan PT SRL/PT SSL. Banyak hal yang sudah dilakukan oleh DPRD Padang Lawas dalam membantu upaya penyelesaian konflik yang terjadi anta-ra kedua pihak tersebut. dan masyaanta-rakat juga menyadari bahwa peran DPRD Padang La-was sangat besar dalam menyelesaikan kon-flik mereka dengan perusahaan.

Selain dari wawancara yang dilakukan pene-liti terhadap beberapa tokoh adat masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun di atas, peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa anggota DPRD Padang Lawas yang paling intens terlibat dalam pe-nyelesaian konflik di Kecamatan Aek Nabara Barumun. Mereka adalah Bapak H.M Yunan Pulungan, yang merupakan Ketua Komisi B DPRD Padang Lawas dari Fraksi Partai Per-satuan Pembangunan (PPP). Bapak Ir. Harris Simbolon, yang merupakan Sekretaris Komi-si B DPRD Padang Lawas dari FrakKomi-si PDIP dan Bapak H. M Erwin Pane yang merupa-kan Sekretaris Komisi A DPRD Kabupaten Padang Lawas dari Fraksi PPP.

Berdasarkan hasil wawancara, para anggota DPRD tersebut di atas mengakui sudah ba-nyak hal yang pihak mereka lakukan untuk dapat menyelesaikan konflik sengketa lahan yang banyak sekali terjadi di daerah Padang Lawas, salah satunya adalah yang terjadi di

23

Lihat Lampiran Keputusan Bupati Padang La-was Tentang Pembentukan Tim PengaLa-wasan Ber-sama antara Pemerintah Kabupaten Padang La-was, Muspida Tapanuli Selatan dan masyarakat Padang Lawas Terhadap PT SSL/PT SRL di Ka-bupaten Padang Lawas Sumatera Utara.

Kecamatan Aek Nabara Barumun. Ir. Harris Simbolon mengatakan:

“…masyarakat adalah korban dari ketidakpedulian pemerintah terhadap penerbitan perizinan pengelo-laan hutan kawasan industri. Peta yang diterbitkan oleh Kementrian kehutanan tersebut menjadi biang kerok banyak konflik sengketa lahan di Padang Lawas. Kita sudah menjalankan tugas sesuai den-gan prosedur dan tata tertib DPRD. Kita terima la-poran, kita sudah identifikasi, kita sudah adakan rapat dengar pendapat, dan juga sudah kunjungan langsung ke lapangan. Solusi juga sudah banyak yang kita tawarkan, tapi mentok juga. DPRD Pa-dang Lawas juga mencoba untuk memperbaiki hal tersebut dengan menerbitkan Perda Tata Ruang Pa-dang Lawas, tetapi masih terganjal di SK Menteri 44 yang seenaknya saja diterbitkan oleh Menteri Kehutanan tanpa melibatkan pihak Pemerintah Pa-dang Lawas. Kita juga sudah sering melakukan ra-pat kerja dengan pihak Kehutanan, bahkan sampai ke pusat, tetapi peta kehutanan tersebut masih tidak juga dirubah oleh pihak kementrian…”24

Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ir. Harris Simbolon, H.M Yunan Pulungan juga mengatakan bahwa:

“…DPRD dengan segala daya upanya telah mela-kukan segala cara agar konflik yang terjadi di Ke-camatan Aek Nabara Barumun tersebut cepat sele-sai. Kalau bisa dibilang, DPRD sudah kehabisan akal. Karena kedua belah pihak sama-sama benar dan tidak ada yang bisa disalahkan. Beberapa kali dilakukan rapat dengar pendapat dengan kedua be-lah pihak yang dijembatani oleh DPRD Padang Lawas sebagai pihak ketiga, tetapi selalu berujung pada kegagalan…”25

Mulai dari upaya litigasi dan upaya non liti-gasi sudah diusahakan oleh DPRD Padang Lawas, Erwin Pane mengatakan bahwa:

“…DPRD melakukan upaya litigasi dengan men-gupayakan penyelesaian konflik dengan cara-cara damai dan melalui ranah hukum. Upaya yang kita lakukan meliputi rapat kerja, mempertemukan ke-dua belah pihak, mengupayakan terbentuknya Per-da Tata Ruang Per-dan sebagainya. Upaya non litigasi yang kita lakukan adalah memprakarsai masyarakat Kecamatan Aek Nabara Barumun untuk melakukan demonstrasi dan unjuk rasa damai, baik di Padang Lawas, maupun di Provinsi atau Medan…”26

24

Wawancara dengan Ir. Harris Simbolon dilaku-kan di Kantor DPRD Padang Lawas, 28 Juni 2014 Pukul 10.20 WIB

25

Wawancara dengan H.M Yunan Pulungan dila-kukan di Rumah H.M Yunan Pulungan di Sibu-huan, Padang Lawas, 28 Juni 2014. Pukul 19.00 WIB

26

Wawancara dengan H. Erwin Pane dilakukan di Kantor DPRD Padang Lawas, 28 Juni 2014 Pukul 10.00 WIB

(9)

Sesuai dengan sumpah/janji anggota DPRD Padang Lawas ketika dilantik menjadi ang-gota DPRD Padang Lawas bahwa setiap anggota DPRD Padang Lawas berjanji akan bekerja bersungguh-sungguh demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada ke-pentingan pribadi, seseorang dan golongan. Serta akan memperjuangkan aspirasi masya-rakat yang diwakili untuk mewujudkan tu-juan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berda-sarkan sumpah/janji pelantikan tersebut maka sudah merupakan kewajiban dari DPRD Pa-dang Lawas untuk mengupayakan penyele-saian sengketa lahan antara masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun dengan PT SRL dan PT SSL. DPRD berkewajiban untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Aek Na-bara Barumun yang meminta pihak DPRD untuk menyelesaikan konflik yang mereka hadapi.

Penutup

DPRD sebagai pihak yang menjembatani ke-dua belah pihak untuk bisa menyelesaikan konflik secara damai sudah melakukan pera-nannya sesuai dengan tugas pokok dan fung-sinya yang sudah diatur dalam tata tertib anggota DPRD Padang Lawas. Setelah mela-kukan penelitian dan wawancara dengan tiga anggota DPRD Padang Lawas dari dua Ko-misi yang berbeda yaitu KoKo-misi A (bidang politik dan pemerintahan) dan Komisi B (bi-dang ekonomi dan keuangan) peneliti berke-simpulan DPRD Padang Lawas telah mela-kukan perannya dengan baik. Peran yang di-lakukan DPRD Padang lawas antara lain: pertama, menerima aspirasi masyarakat seca-ra langsung dengan mengundang masyaseca-rakat; Kedua, melakukan upaya-upaya non litigasi berupa demonstrasi dan unjuk rasa damai; Ketiga, melakukan upaya litigasi berupa upaya-upaya hukum.

Daftar Pustaka

Cahyaningrum, Dian. 2012. ”Permasalahan Hu-kum Konflik Lahan”. Jurnal Hukum. Edisi 4 tahun 2012.

Jadwal Kegiatan Pansus Pelepasan Kawasan Hu-tan Padang Lawas.

Keputusan Bupati Padang Lawas Tentang Pem-bentukan Tim Pengawasan Bersama an-tara Pemerintah Kabupaten Padang Lawas,

Muspida Tapanuli Selatan dan masyarakat Padang Lawas.

Lampiran Notulen Rapat Dengar Pendapat Ten-tang Permasalahan Sengketa Lahan PT SRL dan PT SSL dengan Masyarakat 22 Desa di Kabupaten Padang Lawas.

Lampiran Surat Rekomendasi DPRD Provinsi Sumatera Utara Tanggal 6 Juli 2012. Lampiran Surat Rekomendasi DPRD Sumatera

Utara yang ditujukan kepada Kapolda Su-matera Utara dan Bupati Padang Lawas. Lampiran Rekapitulasi Laporan Bulanan

Kepen-dudukan Kecamatan Aek Nabara Barumun per Bulan Mei 2014.

Lampiran Klarifikasi atas Pertanyaan Pansus DPRD Padang Lawas kepada PT SRL dan PT SSL.

Lembar Disposisi DPRD Padang Lawas dan Surat Tindak Lanjut Penyelesaian Konflik anta-ra KTTJM dengan PT SRL dan PT SSL. Mingguan Sinar Tani, 2002. Edisi No. 2931

Ta-hun XXXII, tanggal 6-12 Februari. Murad, Rusmadi. 1991. Penyelesaian Sengketa

Hukum Hak Atas Tanah. Bandung: Alum-ni.

Notulen Rapat DPRD Padang Lawas.

Salang, Sebastian, dkk. 2009 Menghindari Jeara-tan Hukum Bagi Anggota Dewan. Jakarta: Forum Sahabat.

Setiady, Elly M, dkk. 2010. Pengantar sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasa-lahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemeca-hannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Syaifuddin. 2010. Peluang Pengelolaan Hutan oleh Mukim dan Penyiapan Masyarakat Adat untuk Mengantisipasi Perubahan Ik-lim. Governor’s Climate Forest.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia No-mor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas di Sumatera Utara.

Wawancara dengan Bapak Pamonoran Siregar dilakukan tanggal 30 Juni 2014 di Kantor Camat Aek Nabara Barumun pukul 09.30 WIB.

Wawancara dengan Bapak Sopian Daulay, Ta-war Hasibuan, Guntur HAsibuan dan Pur-nama, dilakukan pada tanggal 30 Juni 2014 di Kantor Camat Aek Nabara Baru-mun pada pukul 10.20 WIB

Wawancara dengan Bapak Ir. Harris Simbolon, H. Yunan Pulungan dan Erwin Nasution dilakukan pada tanggal 30 Juni 2014 di Kantor DPRD Padang Lawas pukul 10.00 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Baterai cepat penuh setelah di charger namun setelah charger dilepas dari laptopbaterai cepat kosong atau laptop segera mati And Baterai tidak terdeteksi di laptop

Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode penelitian kuantitatif untuk mendapatkan jumlah subjek yang lebih banyak, sehingga dapat diketahui sumber disonansi yang sering

Melalui kajian ini telah dikaji model perubahan garis pantai akibat erosi serta konsep penanggulangannya sebagai berikut: disarankan penanggulangan dengan membangun tambahan

Šiandienos Lenkijoje radosi naujų muziejų, to- kių kaip privačia iniciatyva įkurtas Knygos meno muziejus Lodzėje 50 , Varšuvos spaudos muziejus (Varšuvos istorijos

Akan tetapi, penemuan tersebut bukan merupakan tanda pasti faringitis Streptokokus, karena dapat juga ditemukan pada penyebab tonsilofaringitis yang lain.. Sedangkan

Karena pengelompokkan fungsi ini baru merupakan gambaran generik maka tentunya belum bisa mencakup semua peran, maka mungkin saja terjadi pada seseorang dimana fungsi perannya

negara Eropa Louisiana louisiana Rakkaustarina , tak ketinggalan Jamal juga selalu memasukkan unsu unsur seni, desain dan filosofi kehidupan dalam dialog dialog para tokohnya

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “Peng aruh Likuiditas, Leverage , Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan Terhadap