• Tidak ada hasil yang ditemukan

November L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 10 NOMOR 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "November L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 10 NOMOR 4"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

L a p o r a n N u s a n t a r a

| 1

November 2015

(2)

L a p o r a n N u s a n t a r a

Halaman ini sengaja dikosongkan

(3)

L a p o r a n N u s a n t a r a

Daftar Isi

Kata Pengantar

Bagian I

Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah

Bagian II

Perekonomian Sumatera

Boks I: Dampak Asap Terhadap Perekonomian (Asesmen Awal)

Bagian III

Perekonomian Jawa

Boks II: Kesenjangan Pembangunan Pantai Utara dan Pantai Selatan Jawa

Bagian IV

Perekonomian Kalimantan

Boks III: Potensi Pengembangan Industri Petrokimia di Kalimantan

Bagian V

Perekonomian Kawasan Timur Indonesia

Boks IV: Progress Perkembangan Infrastruktur Pendukung Konektivitas

Kawasan Timur Indonesia

Bagian VI

Isu Khusus Daerah

Isu Khusus 1: Memperkuat Daya Saing Industri

Isu Khusus 2: Optimalisasi Potensi Pariwisata dalam Mendukung

Percepatan Pengembangan Ekonomi

Lampiran

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Bank Indonesia

Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Grup Asesmen Ekonomi

Divisi Asesmen Ekonomi Regional Ph. 021-29818119, 29818868 Fax. 021-3452489, 2310553

(4)

L a p o r a n N u s a n t a r a

Halaman ini sengaja dikosongkan

(5)

L a p o r a n N u s a n t a r a | i

Dalam proses perumusan kebijakan, Bank Indonesia mempertimbangkan berbagai dinamika perekonomian dan isu terkini dalam perspektif kewilayahan. Secara periodik, pembahasan menyeluruh terkait perkembangan perekonomian terkini dan berbagai isu strategis yang mengemuka di daerah dilakukan antara Dewan Gubernur dengan Kepala Departemen Regional yang mewakili 4 (empat) wilayah di seluruh Indonesia1. Pembahasan tersebut memberikan pemahaman mendalam terkait kondisi makroekonomi disertai berbagai aspek risiko spasial yang berkembang dan menjadi bagian penting dalam proses perumusan kebijakan.

Pada triwulan III 2015, indikator ekonomi di berbagai daerah mengindikasikan perbaikan perekonomian Indonesia. Perbaikan ekonomi terutama didorong oleh peningkatan investasi seiring dengan realisasi berbagai proyek infrastruktur berskala besar di berbagai daerah. Perbaikan ekonomi juga ditopang oleh meningkatnya konsumsi swasta, khususnya konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) sehubungan dengan persiapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Perbaikan ekonomi global yang masih lambat disertai oleh rendahnya harga komoditas berdampak pada terbatasnya perbaikan kinerja ekspor luar negeri di berbagai daerah, terutama yang berbasis pada ekspor dari sumber daya alam (SDA). Perekonomian nasional tumbuh sebesar 4,73%, membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,67%. Perbaikan perekonomian nasional terutama ditopang oleh perbaikan yang berlangsung di Jawa dan Sumatera.

Memasuki triwulan IV 2015, perkembangan indikator ekonomi di berbagai daerah mengindikasikan berlanjutnya arah perbaikan kinerja ekonomi. Membaiknya kinerja perekonomian daerah terutama bersumber dari peningkatan realisasi belanja pemerintah dan investasi khususnya terkait pembangunan proyek-proyek infrastruktur berskala besar. Selain itu, pelaksanaan Pilkada serentak pada awal Desember 2015 akan turut menopang perbaikan kinerja ekonomi di berbagai daerah. Perbaikan kinerja industri manufaktur diprakirakan akan mendorong perekonomian Jawa tumbuh meningkat pada kuartal terakhir 2015. Namun, perkembangan ekspor komoditas akan masih terbatas menahan perbaikan kinerja ekonomi Sumatera dan Kalimantan, serta diperkirakan menyebabkan pertumbuhan KTI masih cenderung tumbuh melambat meski masih berada pada level yang cukup tinggi. Kabut asap yang berlangsung di awal triwulan IV 2015 diperkirakan menghambat aktivitas ekonomi di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian di berbagai daerah pada tahun 2015 diprakirakan tercatat tumbuh lebih lambat dibanding capaian di tahun 2014, kecuali di KTI.

Inflasi di berbagai daerah pada triwulan III 2015 masih terkendali disertai koreksi harga beberapa komoditas pangan strategis. Laju inflasi kumulatif (year-to-date) di berbagai daerah cenderung rendah dan berada di bawah kumulatif periode yang sama dalam empat tahun terakhir. Inflasi kumulatif di Sumatera tercatat merupakan yang terendah yakni sebesar 1,64%, sementara inflasi kumulatif tertinggi tercatat di Kalimantan (3,57%). Minimalnya tekanan inflasi sepanjang periode ini terutama dipengaruhi oleh terjaganya pasokan dan kelancaran distribusi, terutama untuk bahan pangan. Selain itu, adanya kebijakan penurunan tarif bawah angkutan udara di yang berlaku pada awal September 2015 turut berkontribusi pada rendahnya tekanan inflasi di berbagai daerah. Memasuki awal triwulan IV 2015, perkembangan laju inflasi di berbagai daerah masih tetap terkendali. Sebagian besar daerah mencatat berlanjutnya koreksi harga pangan seiring dengan pasokan yang cukup melimpah. Namun, tekanan inflasi yang lebih tinggi terjadi di sebagian Kalimantan akibat kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan harga beras lokal, serta terkendalanya pasokan dari luar Kalimantan.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 diprakirakan membaik terutama di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Prakiraan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Jawa didorong oleh optimisme terhadap investasi bangunan terkait dengan percepatan pembangunan proyek infrastruktur berskala besar di bidang transportasi dan ketenagalistrikan dan perbaikan ekspor manufaktur. Di sisi harga, perkembangan inflasi di berbagai daerah

1

Terhitung sejak 2015, bahasan ekonomi dan keuangan daerah dibagi menjadi 4 (empat) wilayah yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Kawasan Timur Indonesia (KTI-mencakup Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur).

(6)

L a p o r a n N u s a n t a r a | ii

pada tahun 2016 diperkirakan tetap terkendali dan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi nasional sebesar 4±1%. Permintaan domestik diperkirakan masih akan tumbuh secara moderat disertai ekspektasi inflasi yang tetap terjaga. Dukungan kebijakan dan koordinasi yang semakin kuat antara Bank Indonesia dan pemerintah di tingkat pusat dan daerah, terutama dalam pengendalian inflasi memberikan optimisme terhadap terkendalinya inflasi di 2016.

Asesmen lengkap mengenai dinamika terkini dan prospek ekonomi daerah diuraikan secara lengkap dalam buku Laporan Nusantara. Pada edisi kali ini, Laporan Nusantara mengangkat isu khusus mengenai peran fiskal dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah dan isu mengenai kedaulatan energi yang merupakan salah satu agenda prioritas pembangunan pada era Kabinet Kerja.

Penyusunan buku Laporan Nusantara ini dilakukan secara bersama antara Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) dan Departemen Regional I–IV yang masing-masing membawahi regional Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Kawasan Timur Indonesia. Akhir kata, kami berharap buku Laporan Nusantara ini dapat menjadi referensi para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi daerah, serta menjadi salah satu kontribusi Bank Indonesia dalam pembangunan ekonomi daerah.

Jakarta, 19 November 2015

Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

Juda Agung

(7)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 1

PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH

Perekonomian nasional terindikasi mulai menunjukkan perbaikan pada Triwulan III 2015. Realisasi

pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,73% atau sedikit meningkat dibandingkan pertumbuhan pada Triwulan I dan II sebelumnya (4,72% dan 4,67%). Perbaikan ekonomi terutama didorong oleh meningkatnya investasi seiring dengan mulai bergeraknya serta percepatan realisasi proyek-proyek infrastruktur berskala besar di berbagai daerah. Meningkatnya konsumsi swasta juga turut menopang perbaikan ekonomi, meski peningkatan konsumsi ini lebih dikontribusi oleh konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) terkait pengeluaran untuk persiapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Di sisi lain, dinamika pemulihan ekonomi global yang berjalan lambat dan diikuti oleh rendahnya harga komoditas berdampak pada masih terbatasnya perbaikan kinerja ekspor luar negeri di berbagai daerah, terutama yang berbasis pada ekspor dari sumber daya alam (SDA). Kondisi ini menyebabkan perbedaan kenaikan angka pertumbuhan ekonomi antar daerah. Jawa mampu mencatat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan daerah di luar Jawa yang secara umum masih tumbuh melambat, bahkan Kalimantan mencatat pertumbuhan negatif.

Sumber: BPS (diolah)

Gambar I.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan III 2015

Perekonomian seluruh daerah di Jawa pada triwulan III 2015 tumbuh meningkat dengan kenaikan tertinggi dialami DKI Jakarta, sementara perbaikan ekonomi Sumatera relatif masih terbatas. Pertumbuhan ekonomi

Jawa secara agregat tercatat sebesar 5,39% (yoy), lebih tinggi dibanding periode triwulan sebelumnya yang sebesar 5,04%. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Jawa terutama didorong oleh kenaikan investasi seiring dengan akselerasi pembangunan proyek-proyek infrastruktur berskala besar di bidang transportasi seperti Tol Trans Jawa, Mass Rapid Transit (MRT), pelabuhan dan bandara. Selain itu, meningkatnya kinerja sektor keuangan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Jakarta hingga mencapai mencapai 5,96% pada triwulan laporan. Realisasi proyek infrastruktur berskala besar seperti pembangunan tol trans Sumatera, pembangkit listrik, dan infrastruktur pendukung untuk Asian Games, berkontribusi pada perbaikan ekonomi Sumatera. Meski demikian, kinerja ekspor yang masih terbatas seiring dengan lemahnya permintaan global disertai harga komoditas yang rendah menahan laju perbaikan ekonomi Sumatera lebih

(8)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 2

lanjut. Di wilayah ini terdapat dua provinsi yakni Riau dan Aceh yang juga tercatat masih mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi karena menurunnya kinerja tambang meski tidak sedalam triwulan sebelumnya.

Di sisi lain, ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI) kembali tumbuh melambat dan Kalimantan bahkan mencatat pertumbuhan negatif untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir. Kendati pertumbuhan

ekonomi berbagai daerah di KTI secara agregat masih cukup tinggi yakni sebesar 7,75%, namun angka tersebut lebih rendah dibanding periode triwulan sebelumnya (9,03%). Di wilayah KTI ini, Provinsi Papua juga kembali mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi (-0,53%) setelah tumbuh tinggi pada triwulan sebelumnya (12,77%). Kembali melambatnya pertumbuhan ekonomi KTI dipengaruhi oleh melambatnya kinerja produksi pertanian sebagai dampak kekeringan yan melanda beberapa daerah, serta faktor harga komoditas yang masih cenderung turun. Meski demikian, akselerasi pembangunan proyek infrastruktur berskala besar seperti jalan tol Manado-Bitung, jalur kereta api Makassar-Pare-pare, dan pelabuhan baru Makassar dapat menopang pertumbuhan ekonomi KTI secara keseluruhan. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Kalimantan tercatat turun 0,41% pada triwulan laporan. Kondisi ini terutama dipengaruhi oleh perekonomian Kalimantan Timur yang terkontraksi (-3,49%), jauh lebih dalam dibanding periode triwulan sebelumnya (-0,9%) karena penurunan kinerja produksi batubara seiring kinerja ekspor yang masih terbatas, serta turunnya produksi (lifting) gas.

Perkembangan penyaluran kredit mulai menunjukkan adanya peningkatan di beberapa daerah. Hingga akhir triwulan III 2015, penyaluran kredit perbankan tumbuh relatif meningkat meski dalam besaran yang terbatas. Pertumbuhan kredit secara tahunan (year-on-year) yang meningkat terutama terjadi di Sumatera

(10,6%), Jawa (11,0%), dan Kalimantan (12,0%). Sementara pertumbuhan kredit di KTI masih relatif stabil sebesar 12%. Mulai meningkatnya pertumbuhan penyaluran kredit terjadi baik ke sektor rumah tangga maupun sektor korporasi. Meningkatnya penyaluran kredit kepada sektor korporasi di berbagai daerah terutama untuk kebutuhan modal kerja dan investasi, sementara peningkatan kredit kepada sektor rumah tangga terutama untuk kendaraan bermotor dan kredit pemilikan rumah. Di sisi lain, risiko kredit yang tercermin dari non performing loans, baik pada kredit ke sektor korporasi maupun kepada sektor rumah tangga, masih terjaga dibawah 5% walaupun dengan kecenderungan yang meningkat.

Perkembangan aktivitas transaksi keuangan melalui sistem pembayaran masih cenderung tumbuh melambat. Secara agregat, nilai transaksi yang dilakukan melalui sistem Real-Time Gross Settlement (RTGS)

pada triwulan III tumbuh negatif sebesar 6,18% setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 16,31%.1 Sementara itu, nilai transaksi melalui sistem kliring juga tercatat tumbuh melambat dari 4,54% di triwulan sebelumnya menjadi 3,21%. Dari segi volume transaksi, baik melalui sistem RTGS maupun kliring, juga tumbuh melambat. Perlambatan transaksi keuangan melalui RTGS dan kliring terjadi di seluruh daerah.

Memasuki triwulan IV 2015, perkembangan indikator ekonomi di berbagai daerah secara agregat mengindikasikan berlanjutnya arah perbaikan kinerja ekonomi. Membaiknya kinerja perekonomian daerah

terutama bersumber dari realisasi belanja pemerintah yang diyakini akan terus meningkat hingga akhir tahun. Sejalan dengan hal tersebut, investasi diperkirakan terus meningkat khususnya terkait pembangunan proyek-proyek infrastruktur berskala besar. Selain itu, pelaksanaan Pilkada serentak pada awal Desember 2015 akan turut menopang perbaikan kinerja ekonomi di berbagai daerah. Berbagai faktor tersebut disertai membaiknya kinerja industri manufaktur akan mendorong perekonomian Jawa tumbuh meningkat pada kuartal terakhir 2015. Namun, perkembangan ekspor komoditas yang masih terbatas disertai prospek penurunan harga komoditas yang berlanjut menahan perbaikan kinerja ekonomi Sumatera dan Kalimantan, serta diperkirakan menyebabkan pertumbuhan KTI masih cenderung tumbuh melambat meski masih berada pada level yang

1

Melambatnya volume transaksi melalui sistem BI RTGS juga turut dipengaruhi oleh pembatasan transaksi melalui sistem RTGS minimal Rp100 juta sebagaimana Surat Edaran Bank Indonesia No.16/18/DPSP Tanggal 28 November 2014 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21 Januari 2010 Perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement

(9)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 3

cukup tinggi. Selain itu, dampak kabut asap yang menghambat aktivitas ekonomi di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan turut menekan kinerja ekonomi secara agregat di dua wilayah tersebut (Lihat Boks I Dampak Kabut Asap Terhadap Perekonomian).

Tabel I.1. Tendensi Arah Perekonomian Daerah Triwulan IV 2015*

* Tendensi arah kondisi ekonomi secara tahunan (year-on-year)

Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian di berbagai daerah pada tahun 2015 diprakirakan tercatat tumbuh lebih lambat dibanding capaian di tahun 2014, kecuali di KTI. Dinamika ekonomi global yang masih

diwarnai oleh tingginya ketidakpastian serta rendahnya harga komoditas berdampak kepada masih terbatasnya kinerja ekspor daerah pada keseluruhan tahun 2015. Selain itu, realisasi belanja fiskal di tingkat pusat dan daerah juga cenderung terbatas terutama pada paruh pertama 2015 sehingga belum mampu menstimulasi perekonomian secara optimal. Perekonomian KTI diperkirakan dapat mencatat angka pertumbuhan yang lebih tinggi pada 2015 yang didorong oleh kinerja ekspor daerah antara lain berupa bahan mentah tambang setelah diijinkannya kembali ekspor sebagai kompensasi pembangunan smelter. Berbagai perkembangan ekonomi daerah terkini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi secara agregat pada keseluruhan tahun 2015 berada bias ke bawah dari kisaran 4,7 - 5,1%.

Gambar I.2. Peta Inflasi Daerah, Oktober 2015

Tendensi Asesmen Tendensi Asesmen Tendensi Asesmen Tendensi Asesmen

Pertumbuhan Ekonomi

Meningkat karena didorong oleh konsumsi swasta dan akselerasi pembangunan infrastruktur

Meningkat karena didorong oleh konsumsi swasta, akselerasi pembangunan infrastruktur, dan perbaikan ekspor manufaktur

Meningkat karena ditopang oleh konsumsi dan perbaikan ekspor LNG

Melambat karena terbatasnya konsumsi swasta dan kinerja ekspor yang terbatas

Konsumsi RT

Membaik ditopang oleh pulihnya pulihnya aktivitas belanja pasca dampak kabut asap meski perbaikan lebih lanjut tertahan oleh harga komoditas

Permintaan masyarakat di akhir tahun diperkirakan meningkat menjelang Natal dan tahun baru

Optimisme konsumen masih terjaga

Meski terdapat peryaan Natal dan akhir tahun. Namun tertahan oleh kinerja sektor ekonomi yg melambat.

Konsumsi LNPRT Belanja Pilkada serentak Belanja Pilkada serentak Belanja Pilkada serentak Belanja Pilkada serentak

Konsumsi Pemerintah

Penyerapa belanja pemerintah yang lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu.

Didorong percepatan realisasi

belanja daerah dan dana desa. Masih terbatasnya penyerapan anggaran terutama di Kaltim

Akselerasi Penyerapan belanja pemerintah.

Investasi (PMTB)

Percepatan realisasi pembangunan infrastruktur, terutama untuk mendukung pelaksanaan ASEAN Games

Percepatan realisasi pembangunan infrastruktur berskala besar seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara

Tertundanya penyelesaian pembangunan proyek infrastruktur terutama karena sebagai dampak kabut asap yang melanda beberapa daerah di Kalimantan

Investasi swasta (disektor pertambangan dan sub sektor property) tertahan dengan terbatasnya permintaan baik global maupun domestik.

Ekspor LN

Terbatasnya volume ekspor komoditas perkebunan, terkait faktor global

Perbaikan permintaan ekspor untuk beberapa komoditas a.l garmen & kendaraan bermotor.

Perbaikan ekspor LNG, namun batubara masih akan melemah

Melambatnya kinerja ekspor tembaga dan nikel, disertai berakhirnya izin ekspor tembaga NTB.

Impor LN Untuk mendukung kebutuhan bahan baku di Kepri

Didorong oleh peningkatan impor barang konsumsi menjelang akhir tahun dan barang modal.

Impor barang modal naik untuk penyelesaian smelter

Terutama akibat penurunan impor barang modal terkait dengan progress pembangunan smelter yang terbatas.

(10)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 4

Di sisi perkembangan harga, inflasi di berbagai daerah pada triwulan III 2015 masih terkendali disertai koreksi harga beberapa komoditas pangan strategis. Laju inflasi kumulatif (year-to-date) di berbagai daerah

yang cenderung rendah dan berada di bawah kumulatif periode yang sama dalam empat tahun terakhir menunjukkan terkendalinya inflasi. Inflasi kumulatif di Sumatera tercatat merupakan yang terendah yakni sebesar 1,64%, sementara inflasi kumulatif tertinggi tercatat di Kalimantan (3,57%). Minimalnya tekanan inflasi sepanjang periode ini terutama dipengaruhi oleh terjaganya pasokan dan kelancaran distribusi, terutama untuk bahan pangan. Pada akhir triwulan III 2015 bahkan sebagian besar daerah mencatat terjadinya deflasi karena koreksi harga komoditas pangan seiring dengan panen di sejumlah daerah sentra produksi. Selain itu, adanya kebijakan penurunan tarif bawah angkutan udara di yang berlaku pada awal September 2015 turut berkontribusi pada rendahnya tekanan inflasi di berbagai daerah. Terkendalinya inflasi sepanjang periode ini berdampak pada turunnya inflasi secara tahunan (year-on-year) yang hingga akhir triwulan III 2015 tercatat sebesar 5,90% di Sumatera, 6,11% di Jawa, 6,80% di KTI, dan 7,40% di Kalimantan2.

Memasuki awal triwulan IV 2015, perkembangan laju inflasi di berbagai daerah masih tetap terkendali.

Sebagian besar daerah mencatat berlanjutnya koreksi harga pangan seperti cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras, telur ayam ras dan ikan segar seiring dengan pasokan yang cukup melimpah. Meski demikian, tekanan inflasi yang lebih tinggi terjadi di Kalimantan karena tingginya kenaikan inflasi di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Beberapa faktor yang menyebabkan tekanan inflasi di Kalimantan lebih tinggi antara lain tekanan kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan harga beras lokal, serta terkendalanya pasokan dari luar Kalimantan karena dampak kabut asap dan kebakaran hutan. Secara tahunan (year-on-year), inflasi masih cukup tinggi meskipun berangsur turun di hampir seluruh wilayah dan hingga akhir tahun 2015 diperkirakan berada sejalan dengan sasarannya yakni sebesar 41%.

Terkendalinya inflasi di berbagai daerah tidak terlepas dari berbagai upaya yang ditempuh oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah dalam menjaga stabilitas harga. Langkah pemerintah di tingkat pusat untuk

memperkuat pasokan pangan antara lain melalui upaya intensif mendorong produksi pertanian, serta upaya khusus yang dilakukan untuk menindak aksi penimbunan daging, serta pemberian ijin impor sapi kepada Bulog berdampak positif pada terkendalinya harga pangan di daerah. Selain itu, koordinasi pengendalian inflasi yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah di tingkat pusat dan daerah difokuskan pada tindak lanjut arahan Presiden RI pada Rakornas VI TPID3 antara lain untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pangan, memperkuat kerjasama dengan aparat keamanan dalam pengendalian inflasi, serta mengintensifkan komunikasi untuk pengelolaan ekspektasi inflasi masyarakat. Koordinasi pengendalian inflasi juga lebih diarahkan pada upaya-upaya kebijakan untuk mengatasi persoalan struktural di daerah dengan mengacu pada peta jalan (roadmap) pengendalian inflasi daerah yang telah disusun.

PROSPEK DAN TANTANGAN EKONOMI DAERAH

Prospek Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 diprakirakan membaik terutama di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Prospek perekonomian daerah tahun 2016, secara agregat mengindikasikan perbaikan

perekonomian nasional yang diprakirakan akan tumbuh pada kisaran 5,0-5,4%. Prakiraan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Jawa didorong oleh optimisme terhadap investasi terutama investasi bangunan terkait dengan percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur berskala besar di bidang transportasi dan ketenagalistrikan. Selain itu, perbaikan ekspor manufaktur turut berdampak positif bagi peningkatan ekonomi Jawa seiring dengan prakiraan membaiknya permintaan dari negara-negara mitra tujuan ekspor utama terutama US dan Eropa. Masih kuatnya permintaan domestik turut menopang peningkatan ekonomi Jawa di

2

Masih tingginya level inflasi secara year-on-year lebih disebabkan oleh faktor base effect kenaikan harga BBM pada November 2014. 3

(11)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 5

2016. Meningkatnya realisasi pembangunan berbagai proyek infrastruktur berskala besar juga diperkirakan turut memacu perbaikan ekonomi Sumatera pada 2016. Percepatan pembangunan infrastruktur di Sumatera juga terkait dengan persiapan sarana dan prasarana penunjang kegiatan Asian Games yang akan berlangsung di tahun 2018. Sementara itu, masih rendahnya harga komoditas di pasar ekspor berimbas pada kinerja ekspor Sumatera sehingga diperkirakan menahan laju perbaikan ekonomi Sumatera lebih lanjut. Prospek harga komoditas, terutama pertambangan, yang masih rendah diperkirakan turut menahan laju peningkatan ekonomi Kalimantan lebih lanjut. Meski demikian, mulai beroperasinya industri smelter di beberapa daerah di Kalimantan dapat menopang kinerja ekonomi Kalimantan tumbuh lebih tinggi di 2016. Di sisi lain, perekonomian KTI diperkirakan tumbuh lebih lambat pada 2016 yang terutama disebabkan oleh masih terbatasnya kinerja ekspor karena faktor harga komoditas yang rendah dan kebijakan pembatasan ekspor mineral sebagai bagian dari upaya mendorong hilirisasi.

Di sisi harga, perkembangan inflasi di berbagai daerah pada tahun 2016 diperkirakan tetap terkendali dan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi nasional sebesar 4±1%. Hal ini didukung oleh masih terbatasnya

tekanan kenaikan harga komoditas seiring dengan laju pemulihan ekonomi global yang diperkirakan masih berlangsung secara gradual. Selain itu, permintaan domestik diperkirakan masih akan tumbuh secara moderat disertai ekspektasi inflasi yang tetap terjaga. Dukungan kebijakan dan koordinasi yang semakin kuat antara Bank Indonesia dan pemerintah di tingkat pusat dan daerah, terutama dalam pengendalian inflasi memberikan optimisme terhadap terkendalinya inflasi di 2016. Selain itu, terkendalinya inflasi didukung oleh langkah koordinasi pengendalian inflasi daerah yang difokuskan untuk mengatasi permasalah struktural dengan mengacu pada peta jalan (roadmap) pengendalian inflasi daerah.

Meski demikian, risiko kenaikan inflasi di daerah pada 2016 diperkirakan cukup besar terutama terkait dengan kemungkinan implementasi sejumlah kebijakan energi oleh Pemerintah. Beberapa rencana

pemerintah terkait kebijakan energi tersebut antara lain penyesuaian harga LPG 3 Kg, pengalihan pelanggan listrik dengan daya 900VA ke 1300VA, penyesuaian tarif listrik rumah tangga kelompok 1300VA dan 2200 VA sesuai dengan harga keekonomiannya yang semulai direncanakan diimplementasi pada 2015, dan penyesuaian harga BBM. Penyesuaian harga jual komoditas sebagai dampak dari perubahan nilai tukar rupiah

(pass-through nilai tukar) diperkirakan turut menjadi risiko bagi inflasi. Selain itu, risiko terkait dengan dampak El

Nino diperkirakan menyebabkan mundurnya masa panen sehingga dapat memengaruhi pasokan pada pada periode paceklik.

Tantangan Ke Depan

Perkembangan ekonomi daerah sepanjang tahun 2015 memberikan beberapa catatan penting yang perlu menjadi perhatian guna upaya meningkatkan kinerja ekonomi daerah. Pertama, perkembangan harga

komoditas yang masih terus menurun disertai lambatnya pemulihan ekonomi global yang berdampak pada kinerja ekspor, khususnya untuk daerah-daerah yang selama ini mengandalkan ekspor komoditas primer. Tingginya ketergantungan pada komoditas primer di beberapa daerah ditengah situasi global yang diwarnai ketidakpastian menyebabkan turunnya pendapatan ekspor yang pada akhirnya berakibat pada penurunan daya beli masyarakat. Hal ini juga berimbas pada pendapatan fiskal daerah sehingga berimbas pada terbatasnya kemampuan belanja daerah untuk menstimulasi perekonomian. Untuk menjaga keberlanjutan pembangunan ekonomi daerah, maka penyesuaian strategi kebijakan yang bersifat struktural sangat diperlukan. Kebijakan diversifikasi komoditas ekspor dan terutama komoditas hasil olahan melalui industrialisasi dan atau hilirisasi yang mampu memberi nilai tambah yang lebih tinggi. Kebijakan dapat dilakukan melalui insentif fiskal maupun non-fiskal, disertai sinergi kebijakan yang kuat antara pusat dan daerah.

Kedua, peran industri dalam perekonomian yang justru cenderung menurun di tengah upaya mendorong

peningkatan nilai tambah perekonomian. Hal itu tercermin dari pangsa sektor industri dalam PDB dan pangsa ekspor sektor industri yang menurun. Penurunan kinerja tersebut sejalan dengan melemahnya daya saing industri, khususnya industri medium & high tech, disertai persaingan global yang semakin meningkat. Hal ini,

(12)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 6

antara lain disebabkan oleh sejumlah permasalahan struktural yang masih mengemuka, termasuk infrastruktur logistik, yang perlu segera diatasi. Pengembangan industri perlu diperkuat melalui strategi peningkatan daya saing dengan fokus pada kebijakan penguatan struktur industri, akses pasar dan kualitas tenaga kerja. Selain itu, pengembangan industri secara keseluruhan terus dilakukan dengan mengacu pada roadmap untuk mencapai industri nasional yang kuat, berdaya saing, serta berbasis inovasi dan teknologi. (Lihat Isu Khusus 1. Memperkuat Daya Saing Industri)

Ketiga, pengembangan kepariwisataan perlu menjadi salah satu perhatian khusus mengingat potensinya

dalam mendorong perekononomian dan juga sebagai sumber devisa nasional. Namun, pengembangan potensi kepariwisataan juga masih terkendala oleh permasalahan infrastruktur, khususnya aksesibilitas, sehingga menekan daya saingnya diantara negara-negara kawasan. Hal ini tercermin dari jumlah kunjungan wisatawan asing yang masuk ke Indonesia yang berada jauh dibawah negara Thailand dan Malaysia4. Berbagai langkah yang telah dilakukan Pemerintah seperti kebijakan pembebasan visa kunjungan menjadi total 90 negara, kemudahan wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia menggunakan yacht (kapal), dan mempercepat pengembangan infrastruktur bandara dan pelabuhan laut perlu perlu diperkuat dengan upaya mendorong daya saing pariwisata. Fokus perhatian adalah pada upaya penyediaan infrastruktur pendukung aksesibilitas yang memadai antar destinasi wisata, termasuk peningkatan kapasitas bandara dan/atau pembangunan bandara baru yang saat ini sudah tidak lagi memadai sebagai pintu masuk atau hub pariwisata nasional, penyediaan sarana (amenities) yang mendukung, serta pengembangan atraksi. (Lihat Isu Khusus 2. Optimalisasi Potensi Pariwisata Dalam Mendukung Percepatan Pengembangan Ekonomi).

Keempat, penyerapan belanja daerah yang masih terbatas ditengah semakin meningkatnya alokasi transfer

daerah. Hal ini menyebabkan dana milik pemerintah daerah di perbankan masuk dalam kecenderungan meningkat cukup tinggi pada akhir Triwulan III 2015. Di sisi lain, alokasi belanja pemerintah daerah pada RAPBN 2016 yang meningkat hingga 21,5% atau menjadi Rp782,2 triliun memberikan peluang besar dalam mempercepat pengembangan ekonomi daerah. Untuk itu, diperlukan berbagai langkah strategis untuk memastikan penyerapan belanja daerah tepat waktu dan sasaran, khususnya yang ditujukan untuk pengembangan infrastruktur daerah, termasuk upaya meningkatkan kapasitas desa dalam pengelolaan dana desa.

Kelima, mengantisipasi potensi risiko inflasi di 2016, koordinasi pengendalian inflasi di tingkat pusat maupun

daerah melalui TPI dan TPID perlu difokuskan pada upaya untuk meminimalkan dampak inflasi dari beberapa rencana kebijakan energi pemerintah pada awal tahun 2016, memitigasi kemungkinan gangguan pasokan akibat potensi pergeseran masa panen disertai upaya untuk terus memperkuat kesinambungan pasokan pangan. Upaya pengendalian inflasi ke depan perlu terus dipertajam dengan mengacu pada tahapan peta jalan atau roadmap pengendalian inflasi guna mengatasi permasalahan inflasi secara lebih struktural.

kosongkan

4

UNWTO mencatat pada tahun 2014 jumlah kunjungan wisatawan asing yang masuk ke Indonesia sebesar 9,8 juta orang, sementara wisatawan asing yang masuk ke Malaysia dan Thailand masing-masing berada di kisaran 26 juta orang.

Laporan Nusantara ini disarikan dari hasil pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan para Kepala Departemen Regional pada 12 November 2015 di Yogyakarta. Pertemuan tersebut dilakukan secara periodik untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi perhatian di

(13)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 7

PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian Sumatera pada triwulan III 2015 membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, terjadi akselerasi pertumbuhan dari 2,88% (yoy) menjadi 3,04% (yoy). Membaiknya pertumbuhan ekonomi Sumatera terutama didorong oleh pembangunan proyek-proyek pemerintah. Belanja pemerintah yang masih terbatas pada Semester I mulai mengalami akselerasi pada triwulan III 2015, terutama untuk pembangunan infrastruktur seperti persiapan Asian Games 2018. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh sektor industri pengolahan, konstruksi, serta membaiknya sektor pertambangan meskipun masih tumbuh negatif. Secara spasial, peningkatan perekonomian terjadi di Sumsel dan Lampung. Pada triwulan laporan, Riau dan Aceh masih tercatat mengalami kontraksi pertumbuhan meski tidak sedalam triwulan sebelumnya. Namun, bencana kabut asap di beberapa provinsi telah memberi dampak terhadap melemahnya konsumsi terutama di tiga provinsi yang mengalami bencana kabut asap terbesar yakni Riau, Jambi dan Sumatera Selatan.

Pemulihan ekonomi diprakirakan akan terus berlanjut hingga triwulan IV 2015. Pertumbuhan ekonomi triwulan mendatang akan didorong oleh masih berlanjutnya pembangunan infrastruktur Pemerintah, pelaksanaan kegiatan Pilkada serentak yang dilaksanakan di 4 provinsi dan 80 kota/kabupaten, serta meningkatnya konsumsi swasta khususnya konsumsi rumah tangga. Dari sisi sektoral, pertumbuhan triwulan mendatang akan bersumber dari meningkatnya kinerja pertanian terutama produksi tanaman bahan makanan (tabama), disertai membaiknya produksi migas hingga November 2015 dibandingkan periode sebelumnya, dan membaiknya kinerja produksi batubara seiring dengan beroperasinya double track kereta api di Sumatera Selatan. Selain itu, paska bencana kabut asap, kinerja sektor utama diprakirakan kembali meningkat5. Perbaikan diperkirakan akan terjadi di seluruh provinsi.

Secara keseluruhan, perekonomian Sumatera pada tahun 2015 diprakirakan tumbuh pada kisaran 3,40% atau melambat dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 4,64%. Melemahnya harga komoditas dan permintaan dunia membuat kinerja sektor utama Sumatera menurun. Kondisi ketidakpastian situasi perekonomian menyebabkan sektor swasta cenderung menahan investasi yang bersifat ekspansi. Permasalahan tersebut diperparah dengan kekeringan yang lebih panjang serta dampak kabut asap yang berlangsung pada triwulan III hingga awal triwulan IV 2015. Berbagai kondisi tersebut pada akhirnya menekan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Belanja pemerintah yang masih relatif rendah hingga triwulan III 2015 diperkirakan turut mempengaruhi melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera diprakirakan membaik pada tahun 2016 yakni berada pada kisaran 4,0–4,5%. Membaiknya pertumbuhan ekonomi Sumatera terutama berasal dari perbaikan sisi domestik melalui peningkatan kinerja sektor utama. Selain itu, paket kebijakan ekonomi yang disertai agenda pembangunan infrastruktur Pemerintah telah memberi persepsi positif terhadap ekspektasi kondisi ekonomi ke depan, serta diprakirakan mendorong perbaikan konsumsi rumah tangga. Perbaikan ekonomi pada tahun 2016 diprakirakan akan terjadi atau didukung oleh seluruh provinsi. Berbagai indikator makroekonomi daerah mengindikasikan tren perbaikan perekonomian Sumatera kedepan.

5

Sektor utama perekonomian Kawasan Sumatera adalah sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, serta perdagangan besar dan eceran.

(14)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 8

Konsumsi

Konsumsi Swasta

Pertumbuhan konsumsi swasta pada triwulan III 2015 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya terutama bersumber dari melambatnya konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh sebesar 4,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,16% (yoy). Penurunan konsumsi rumah tangga diindikasikan akibat melemahnya daya beli masyarakat yang tercermin dari Indeks Penjualan Eceran yang menurun, serta dampak bencana kabut asap sehingga membuat masyarakat tidak dapat beraktivitas secara normal terutama di Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan. Perlambatan konsumsi swasta juga tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi yang mengalami perlambatan (Grafik II.1) serta Indeks Keyakinan Konsumen yang menurun (Grafik II.2).

Konsumsi swasta diprakirakan akan mengalami perbaikan pada triwulan IV 2015, didorong oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi lembaga non profit rumah tangga (LNPRT). Peningkatan konsumsi swasta diperkirakan didorong oleh penyelenggaran Pilkada di 4 provinsi dan 80 kota/kabupaten seluruh Sumatera. Selain itu, perkiraan panen kelapa sawit pada akhir tahun akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga akan mendorong konsumsi rumah tangga di triwulan IV 2015. Untuk keseluruhan tahun, konsumsi swasta diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan periode tahun sebelumnya. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh penurunan pendapatan masyarakat yang mayoritas bergantung pada sektor pertanian akibat penurunan harga komoditas internasional. Hal ini diperparah dengan bencana kabut asap yang berlangsung relatif lebih lama dibandingkan tahun sebelumnya.

Grafik II.1. Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik II.2. Indeks Keyakinan Konsumen

Konsumsi Pemerintah

Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan III 2015 meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Konsumsi pemerintah tercatat tumbuh dari 2,79% (yoy) menjadi 6,54% (yoy). Pertumbuhan ini terjadi di hampir seluruh provinsi kecuali Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung. Hal ini juga tercermin dari menurunnya simpanan Pemda di perbankan dari 21,86% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 17,25% (yoy) pada triwulan III 2015 (Grafik II.3).

Pada triwulan IV konsumsi pemerintah diprakirakan akan terus meningkat meski pertumbuhannya secara tahunan tetap memperlihatkan perlambatan. Realisasi konsumsi pemerintah sampai dengan triwulan III 2015 masih relatif rendah, hanya terdapat tiga provinsi yang realisasi anggarannya lebih tinggi dari realisasi triwulan III tahun lalu, yaitu Sumatera Utara, Riau, dan Kep. Riau (Tabel II.1). Belanja pemerintah daerah terkait pelaksanaan Pilkada serentak pada akhir triwulan IV 2015 yang berlangsung di 4 provinsi dan 80 kabupaten/kota secara persentase masih tergolong rendah sehingga diprakirakan tidak akan mampu mendukung penyerapan anggaran secara optimal. Hal ini memperkuat prakiraan bahwa realisasi belanja pemerintah daerah pada tahun 2015 akan lebih rendah dibandingkan realisasi tahun 2014.

(15)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 9

Tabel II.1. Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Daerah

Grafik II.3. Perkembangan Posisi Simpanan Pemda Sumatera di Bank Umum

Investasi

Kinerja investasi pada triwulan III 2015 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, sejalan peningkatan realisasi proyek infrastruktur Pemerintah maupun swasta6. Investasi Sumatera tumbuh sebesar 2,45% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015 yang tumbuh sebesar 1,06% (yoy). Meningkatnya kinerja investasi di Sumatera tercermin dari kenaikan konsumsi semen (Grafik II.5) dari -3,10% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 18,20% (yoy), serta pertumbuhan penyaluran kredit investasi dari 10,02% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 13,64% (yoy) di triwulan III 2015 (Grafik II.4).

Grafik II.4. Kredit Investasi Sumatera Grafik II.5. Konsumsi Semen Sumatera

Ke depan, investasi diprakirakan akan terus meningkat, didorong oleh realisasi belanja pemerintah pada triwulan IV 2015. Beberapa pembangunan infrastruktur pemerintah akan berlanjut hingga triwulan IV 2015, diantaranya fasilitas infrastruktur untuk Asian Games 2018 di Sumatera Selatan, serta megaproyek tol trans Sumatera, meski baru berjalan di wilayah Lampung (Bakauheni–Terbanggi Besar). Selain investasi pemerintah, investasi swasta seperti industri pengolahan di Kep. Riau, serta properti, perkebunan, dan industri pengolahan di Riau diprakirakan meningkat7. Namun demikian, secara keseluruhan tahun 2015, pertumbuhan investasi di Sumatera diprakirakan masih relatif lebih lambat dibandingkan 2014.

Ekspor

Bencana kabut asap berimbas pada kinerja ekspor Sumatera yang tertekan lebih dalam pada triwulan laporan. Penurunan kinerja ekspor pada triwulan III 2015 terutama disebabkan oleh penurunan kinerja ekspor antar daerah yang dalam sehingga perbaikan ekspor luar negeri karena migas belum mampu untuk mengkompensasi. Hasil liaison mengonfirmasi kabut asap menghambat aktivitas petani sehingga tidak dapat memanen hasil kelapa sawit, mempersulit kegiatan penambang, serta menghambat kegiatan perdagangan

6

Hasil liaison menyebutkan bahwa terjadi peningkatan investasi dari 0,54 menjadi 0,65. 7

Hasil liaison Kep. Riau menyebutkan bahwa terjadi peningkatan pada investasi industri pengolahan khususnya industri elektronik, sementara hasil liaison menyebutkan bahwa terjadi peningkatan pada pembangunan properti di Riau seperti hotel dan apartemen.

ACEH 39,40 27,87 -4,58 SUMUT 50,66 52,00 1,80 SUMBAR 57,76 49,97 12,25 RIAU 15,18 32,30 29,08 JAMBI 53,89 48,27 7,59 KEPRI 38,94 49,34 1,67 SUMSEL 52,32 51,72 19,09 BENGKULU 57,31 45,40 9,38 LAMPUNG 63,15 56,64 5,69 BABEL 45,74 45,31 6,08 PROVINSI

REALISASI BELANJA Growth Anggaran

14’-15’

TENDENSI III–2014 (%) III 2015 (%)

(16)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 10

antar daerah. Hal ini sejalan dengan kinerja ekspor luar negeri non migas yang relatif masih melambat (Grafik II.6) terutama pada komoditas kelapa sawit dan batubara (Grafik II.7). Kinerja ekspor luar negeri Sumatera mulai mengalami perbaikan terutama di migas dari Sumatera Selatan dan Riau meski masih tumbuh negatif.

Grafik II.6. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Luar Negeri Sumatera

Grafik II.7. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Sumatera

Kinerja ekspor pada triwulan IV 2015 diprakirakan membaik sejalan dengan pemulihan kinerja sektor utama Sumatera. Hasil liaison mengonfirmasi optimisme pelaku usaha terhadap kinerja ekspor luar negeri ke depan. Namun, pertumbuhan kinerja ekspor diprakirakan masih terbatas akibat koreksi harga komoditas khususnya kelapa sawit, karet, dan minyak bumi masih terus terjadi (Tabel II.2). Perkembangan kinerja ekspor terkini mengindikasikan bahwa ekspor Sumatera untuk keseluruhan tahun 2015 diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan tahun 2014.

Tabel II.2. Proyeksi Harga Komoditas Internasional

Sumber: IMF Commodity Prices Outlook

Impor

Perkembangan aktivitas impor Sumatera mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya baik yang berasal dari luar negeri maupun antardaerah. Sejalan dengan peningkatan investasi serta pemenuhan kebutuhan pengembangan infrastruktur. Peningkatan impor terutama didorong oleh meningkatnya impor barang modal (Grafik II.8), seperti besi baja dan pupuk (Grafik II.9). Ke depan, impor diperkirakan masih tumbuh lebih tinggi didorong oleh kebutuhan pembangunan berbagai proyek infrastruktur serta kebutuhan konsumsi yang cenderung meningkat di akhir tahun. Namun demikian, dengan capaian hingga triwulan III 2015, kinerja impor tahun 2015 diperkirakan mengalami perlambatan, terutama sebagai akibat melambatnya pembangunan di awal tahun.

(17)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 11

Grafik II.8. Perkembangan Nilai Kelompok Impor Sumatera Grafik II.9. Perkembangan Nilai Komoditas Impor Sumatera

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Pertanian

Perlambatan sektor pertanian masih berlanjut hingga triwulan III 2015, terutama akibat kekeringan dan diperparah oleh adanya bencana kabut asap yang melanda sebagian daerah di Sumatera. Sektor pertanian tercatat tumbuh 0,37% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,30% (yoy). Penurunan kinerja ini terjadi di hampir seluruh provinsi, dengan penurunan paling signifikan terjadi di provinsi Riau8. Pada triwulan ini, terjadi kekeringan yang lebih luas dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan turunnya produksi perkebunan di Riau dan juga produksi Tabama di Lampung. Selain itu, bencana kekeringan juga menyebabkan dampak kebakaran hutan tahun ini lebih parah dibandingkan tahun 2014, sehingga berimbas cukup besar pada aktivitas perekonomian sebagian daerah di Sumatera9.

Sumber: Bloomberg

Grafik II.10 . Harga CPO Internasional Grafik II.11. Kredit Sektor Pertanian

Sektor pertanian diprakirakan membaik pada triwulan IV 2015, terutama didorong oleh masuknya musim panen kelapa sawit. Selain itu, perkembangan harga internasional juga menunjukkan sedikit perbaikan ke level USD525,94/mt dibandingkan triwulan III 2015 sebesar USD469,17/mt (Grafik II.10), sehingga dapat menjadi insentif bagi pelaku usaha. Indikasi peningkatan sektor pertanian tercermin dari pertumbuhan kredit sektor pertanian pada triwulan III 2015 yang mula membaik (Grafik II.11). Hasil liaison juga menunjukan kecenderungan yang sama, dimana penjualan sektor pertanian, baik domestik maupun ekspor, diperkirakan akan mengalami pertumbuhan pada triwulan IV. Namun dengan perkembangan tersebut, sektor pertanian diprakirakan masih tetap akan mengalami perlambatan untuk keseluruhan tahun 2015 jika dibandingkan tahun 2014. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan permintaan global yang menyebabkan harga internasional komoditas perkebunan pada tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun 2014.

8

Kontraksi sektor pertanian Riau 9,37% (yoy). 9

(18)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 12

Sektor Pertambangan

Kontraksi sektor pertambangan masih berlanjut pada triwulan III 2015, namun tidak sedalam triwulan II 2015. Sektor pertambangan tercatat mengalami penurunan -1,62% (yoy), sedikit lebih baik dibandingkan kontraksi pada triwulan II 2015 yang tercatat sebesar -2,17% (yoy). Perbaikan tersebut terutama dipengaruhi oleh kinerja lifting minyak bumi di Riau (Grafik II.12). Selain itu, kinerja pertambangan batubara di Sumatera Selatan juga mengalami perbaikan meski di tengah penurunan harga komoditas internasional. Hal ini dikarenakan hasil produksi batubara tersebut terutama dimaksudkan untuk memenuhi permintaan domestik. Di sisi lain, kinerja penambangan timah sempat mengalami penurunan akibat diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan No 33/M-Dag/Per/5/201510 pada bulan Agustus 2015, yang mengakibatkan industri timah menunggu petunjuk teknis untuk memperoleh izin persetujuan ekspor. Hal ini sempat mengakibatkan kenaikan harga timah. Perbaikan kontraksi sektor pertambangan diprakirakan masih akan berlanjut hingga triwulan mendatang. Pendorong utama perbaikan sektor pertambangan ini diprakirakan bersumber dari kinerja lifting minyak bumi yang meningkat 11,72% (yoy) hingga November 2015, serta beroperasinya PLTU mulut tambang, yaitu PLTU Banjarsari. Namun, minimnya eksplorasi migas di Sumatera, membuat produksi terus menurun (Grafik II.12), sehingga kinerja sektor pertambangan pada keseluruhan tahun 2015 diperkirakan mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan periode 2014.

Sumber: Kementerian ESDM Sumber: Bloomberg

Grafik II.12. Perkembangan dan Proyeksi Lifting Minyak di Riau

Grafik II.13. Harga Batubara Internasional

Sektor Industri Pengolahan

Pertumbuhan sektor industri pengolahan mengalami peningkatan pada triwulan III 2015 dibandingkan triwulan II 2015. Kinerja industri pengolahan tercatat tumbuh sebesar 4,38% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 2,86% (yoy). Secara spasial, peningkatan kinerja industri pengolahan terjadi di hampir seluruh provinsi dengan yang terbesar dialami oleh Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, dan Lampung. Peningkatan tersebut sejalan dengan pertumbuhan kinerja penyaluran kredit sektor industri pengolahan yang mengalami peningkatan dari 10,02% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 17,84% (yoy) pada triwulan III 2015 (Grafik II.14). Peningkatan tersebut juga dikonfirmasi oleh beberapa hasil survei Bank Indonesia11.

Peningkatan kinerja industri pengolahan diprakirakan masih terjadi hingga triwulan IV 2015 mendatang. Hal ini sejalan dengan prakiraan masuknya musim panen kelapa sawit di sejumlah daerah sehingga akan mendorong kinerja industri pengolahan kelapa sawit. Selain itu, produksi pupuk di Aceh diperkirakan berkontribusi bagi

10

Permendag merevisi Permendag Nomor 44/M-Dag/Per/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah dengan tujuan untuk menjaga Sumber Daya Alam agar Berkelanjutan. Di Permendag baru, jenis timah yang dapat diekspor adalah Timah Murni Batangan, Timah Solder, dan Barang Lainnya dari Timah. Perdagangan timah murni batangan, untuk ekspor maupun domestik, wajib melalui Bursa Timah. Dalam melakukan ekspor, eksportir harus memiliki pengakuan Eksportir Terdaftar (ET) baik untuk ET-Timah Murni Batangan atau ET-Timah Industri. Selain itu, eksportir juga harus memiliki Persetujuan Ekspor (PE) untuk mencantumkan perkembangan kinerja ekspor timah serta pelaku usaha dari waktu ke waktu.

11

ditunjukkan dengan peningkatan Indeks Kegiatan Dunia Usaha Sektor Industri Pengolahan serta hasil liaison penjualan sektor industri pengolahan

(19)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 13

peningkatan industri di Sumatera. Prakiraan tersebut, sejalan dengan ekspektasi pelaku usaha yang masih positif dalam melihat prospek ekonomi ke depan12. Setelah mengamati capaian hingga triwulan III 2015, sektor industri pengolahan diperkirakan mengalami perlambatan pada keseluruhan tahun 2015 sebagai akibat dari melemahnya permintaan dunia, sehingga menyebabkan harga internasional dan harga domestik khususnya komoditas perkebunan menurun (Grafik II.15).

Grafik II.14. Kredit ke Sektor Industri Pengolahan Grafik II.15. Harga Lokal TBS Sumatera

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Sumatera pada triwulan III 2015 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi Sumatera triwulan III 2015 tercatat 6,79% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,74% serta realisasi inflasi nasional 6,83% (yoy) (Grafik II.16). Kondisi tersebut juga terlihat dari perkembangan inflasi tahun kalender (periode Januari–September) sebesar 1,64% (ytd), lebih rendah dibandingkan inflasi nasional 2,24% (ytd). Hal ini dikarenakan pelemahan tekanan inflasi khususnya di Sumatera Barat dan Jambi yang mencatatkan angka negatif (deflasi). Sementara itu, inflasi tahun kalender tertinggi terjadi di Provinsi Kepulauan Riau mencapai 3,65% (ytd).

Berdasarkan disagregrasi inflasi, melambatnya laju inflasi di triwulan III 2015 terutama disebabkan oleh penurunan inflasi volatile food (Grafik II.17). Terjaganya pasokan bahan makanan baik dari Kawasan Sumatera maupun luar wilayah berdampak pada turunnya harga bahan makanan seperti bawang merah, cabai merah dan tomat. Beberapa komoditas aneka daging juga mengalami penurunan harga sehingga berdampak terhadap penurunan harga daging ayam sebagai substitusi. Namun, untuk komoditas beras justru cenderung naik akibat berakhirnya masa panen raya serta dampak El Nino yang melanda beberapa daerah sentra produksi beras seperti Jawa dan Provinsi Lampung. Dari sisi permintaan, bencana kabut asap yang melanda beberapa provinsi di Sumatera menyebabkan menurunnya aktivitas perdagangan dan permintaan masyarakat sehingga mempengaruhi turunnya harga. Selanjutnya, tekanan inflasi administered price juga menurun disebabkan oleh penyesuaian harga BBM yakni untuk jenis non premium13 dan peningkatan tarif angkutan udara. Perayaan hari besar keagamaan pada bulan Juli disertai dengan budaya pulang kampung bersama menyebabkan meningkatnya intensitas penerbangan sampai dengan bulan Agustus. Dari sisi inflasi inti, tekanan harga sesuai dengan datangnya tahun ajaran baru yang selalu ditandai dengan kenaikan biaya pendidikan seperti Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas.

Pada triwulan IV 2015, tekanan inflasi diprakirakan menurun dibandingkan triwulan III 2015. Sampai dengan bulan Oktober 2015, inflasi tahun kalender (Januari–Oktober) baru mencapai 1,42% sejalan dengan deflasi yang terjadi di bulan Oktober yang lebih rendah dari nasional 2,16%. Secara spasial, dua provinsi masih mencatatkan angka deflasi yakni Sumatera Barat (-1,21%/ytd) dan Jambi (-0,04%/ytd). Rendahnya inflasi Sumatera Barat dan Jambi disebabkan oleh menurunnya komoditas volatile food seiring dengan tercukupinya

12

yang tercermin dari Indeks Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan yang diperkirakan meningkat dari -2,95% menjadi 6,72. 13

Penyesuaian harga bbm per 1 September 2015 sebesar Rp700 - Rp800/liter untuk jenis oktan 92, Rp150 – Rp700/liter untuk jenis oktan 95, serta Rp1.100 untuk solar non subsisdi

(20)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 14

pasokan yang berasal dari Kerinci (Jambi) dan Sumatera Utara. Sementara itu, inflasi tahun kalender tertinggi dialami oleh provinsi Lampung dan Kepulauan Riau, masing-masing sebesar 3,12% dan 2,91%. Tingginya inflasi Lampung disebabkan oleh meningkatnya bahan makanan seperti beras sebagai dampak dari kekeringan El Nino. Sementara tingginya inflasi Kepulauan Riau dipengaruhi oleh meningkatnya harga bahan makanan sejak adanya pembatasan dan pengetatan pengawasan impor bahan makanan terutama beras dan hortikultura. Selama ini, pasokan bahanan makanan di Kepulauan Riau sebagian besar dipenuhi melalui impor.

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik II.16 Inflasi Tahunan Sumatera dan Nasional (%) Grafik II.17. Disagregasi inflasi Sumatera

Tabel II.3 Komoditas Penyumbang Inflasi Tertinggi Triwulan Juli-September 2015

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik II.18. Inflasi Tahun Kalender Per Provinsi Sumatera

Secara keseluruhan, inflasi Sumatera tahun 2015 diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun 2014, yakni di kisaran 2,70%, di bawah sasaran inflasi nasional. Terjaganya pasokan pangan, penurunan harga BBM di awal tahun, terbatasnya konsumsi masyarakat sejalan dengan rendahnya pendapatan menyebabkan rendahnya angka inflasi Sumatera tahun 2015. Risiko inflasi dalam dua bulan mendatang (November–Desember) diprakirakan bersumber dari meningkatnya harga komoditas volatile food terkait dengan risiko kekeringan akibat El Nino yang melanda Sumatera Bagian Selatan dan Jawa serta normalisasi harga tiket pesawat di beberapa provinsi yang sempat turun akibat tidak adanya penerbangan saat bencana kabut asap September-Oktober.

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Dalam rangka upaya pengendalian inflasi, TPID di Sumatera telah melaksanakan beberapa kegiatan dengan beberapa kegiatan unggulan daerah, meliputi:

a. Mengoperasionalkan Gedung Pengendalian Inflasi di Provinsi Sumatera Barat yang berfungsi sebagai terminal agrobisnis dalam rangka menyeimbangkan permintaan-penawaran dan stabilisasi harga komoditas pangan utama di Provinsi Sumatera Barat;

(21)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 15

b. Diversifikasi pangan dan konsumsi produk lokal di Provinsi Bengkulu. TPID Provinsi Bengkulu menghimbau kepada Pemerintah Daerah, pengusaha, dan masyarakat setempat untuk mengkonsumsi produk-produk hasil lokal termasuk konsumsi pisang yang merupakan komoditas utama Provinsi Bengkulu sebagai sarapan;

c. Program sentuh air dan tanah, serta pembentukan klaster perikanan di Provinsi Kepulauan Riau; d. Pembentukan klaster cabai di Provinsi Bangka Belitung;

e. Pembentukan klaster cabai dan padi di Jambi;

Selain kegiatan tersebut, beberapa provinsi telah mengadakan kerjasama antar daerah dalam rangka menjaga pasokan serta menstabilkan harga, antara lain:

a. Kerjasama dalam pengendalian pasokan cabai merah di Kabupaten Batubara dan Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara;

b. Persiapan Memorandum of Understanding (MoU) kerjasama antar daerah Kota Padang dan Kota Solok, Provinsi Sumatera Barat;

c. Pertukaran informasi bahan pangan di Pulau Bintan dan Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau; d. Pengadaan kegiatan temu usaha pengusaha cabai merah di Palembang dan Kabupaten Ogan Komering Ilir,

Provinsi Sumatera Selatan;

e. Kerjasama penyediaan bahan pangan antara Provinsi Lampung dengan Provinsi DKI Jakarta.

Tindak Lanjut Rakornas TPID

Menindaklanjuti arahan Presiden dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), TPID se-Sumatera telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Arahan dalam Rakornas Progress

1 Pembentukan TPID Kab/Kota Masih 6 Kabupaten di Prov. Lampung dan 6 Kabupaten di

Prov. Aceh belum memiliki TPID 2 Identifikasi komoditas penyumbang

inflasi

Semua TPID Provinsi telah memiliki PIHPS dan menyusun

mapping komoditas utama penyumbang inflasi ke dalam

Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi 3 Percepatan Pembangunan Infrastruktur

Pangan

Pembangunan 16 Lumbung Pangan (Sumut), Lembaga Distribusi Pangan (Sumsel),Pasar Induk & Distribusi Regional (Sumbar), Gedung Inflasi (Sumbar), Irigasi Usaha Tani (Bengkulu), dan Jalan Usaha Tani (Aceh)

4 Penanaman cabai merah di pekarangan Sosialisasi dan pelaksanaan Program Kawasan Rumah Pangan Lestari

5 Alokasi anggaran untuk stabilisasi harga (pasar murah, subsidi angkut)

Hampir semua provinsi sudah mengalokasi anggaran untuk subsidi angk. barang dan pasar murah , serta melakukan program stabilisasi harga

6 Pengawasan pasokan dan distribusi bahan makanan bersama aparat penegak hukum

Inspeksi mendadak yang dilakukan oleh TPID bekerja sama dengan aparat hukum

7 Penguatan Komunikasi dan Kerjasama Antar Daerah

Rakor tim teknis dan HLM (semua provinsi), Kajian

Perdagangan Antar Daerah (Aceh, Sumut, Jambi, Kepri), MoU Kerjasama Antar Daerah (Aceh , Sumut)

8 Mendorong Peluang Hilirisasi/Industri Program PTSP untuk kemudahan perizinan industrilisasi (Sumut)

9 Percepatan Realisasi APBN/APBD Untuk Stimulus Ekonomi

Fasilitasi percepatan pembangunan PLTA dan PLTG (Sumut), serta pembangunan tol trans Sumatera (Sumut dan Sumsel)

(22)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 16

STABILITAS SISTEM KEUANGAN, PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN, DAN

PENGELOLAAN UANG TUNAI RUPIAH

Ketahanan Sektor Korporasi

Kinerja penyaluran kredit korporasi tumbuh meningkat sejalan dengan perbaikan ekonomi di Sumatera. Pada triwulan III 2015, kredit korporasi tumbuh 16,27% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,4% (yoy) (Grafik II.19). Secara sektoral, peningkatan penyaluran kredit didorong oleh peningkatan penyaluran kredit di ketiga sektor utama, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (Grafik II.20). Berdasarkan provinsi, pertumbuhan kredit mulai terjadi di hampir seluruh provinsi terutama Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jambi.

Ketahanan keuangan korporasi di wilayah Sumatera masih terjaga dengan tingkat risiko kredit yang masih berada di bawah 5%, meski cenderung meningkat (Grafik II.21). NPL kredit korporasi pada triwulan III 2015 sedikit meningkat dibandingkan triwulan II 2015, yaitu dari 3,11% menjadi 3,19%. Kenaikan NPL terjadi pada debitur perkebunan kelapa sawit yang diperkirakan akibat masih rendahnya harga komoditas CPO internasional. Sementara itu, penghimpunan dana korporasi mengalami peningkatan dari 8,56% (yoy) menjadi 16,10% (yoy) pada triwulan III 2015 (Grafik II.22). Peningkatan terjadi pada seluruh komponen DPK, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada komponen tabungan yaitu dari kontraksi 10,40% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi tumbuh sebesar 28,40% (yoy).

Grafik II.19. Perkembangan Kredit Korporasi Sumatera Grafik II.20. Perkembangan Kredit Sektor Utama Sumatera

Grafik II.21. Perkembangan NPL Kredit Korporasi Sumatera Grafik II.22. Perkembangan DPK Korporasi

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Kinerja sektor rumah tangga14 masih relatif stabil dengan risiko NPL yang masih terjaga. Pertumbuhan Kredit konsumsi meningkat terbatas dari 14,14% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 14,53% (yoy) pada triwulan III 2015. (Grafik II.23). Peningkatan terjadi pada penyaluran kredit properti, yaitu dari kontraksi sebesar 2,07% (yoy) menjadi tumbuh sebesar 4,90% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena adanya kebijakan Bank Indonesia terkait pelonggaran LTV (Loan To Value) untuk kredit poperti dan kredit kendaraan bermotor. Peningkatan kredit rumah tangga tersebut masih disertai risiko NPL yang terjaga rendah meski sedikit meningkat dibanding

14

Definisi kredit rumah tangga yaitu kredit sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha dengan mengecualikan Sektor Bukan Lapangan Usaha Lainnya

(23)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 17

triwulan sebelumnya yakni dari 2,04% menjadi 2,06% pada triwulan III 2015 (Grafik II.24). Peningkatan NPL terjadi pada kredit properti dan kredit kendaraan bermotor. Masih rendahnya harga komoditas internasional yang berdampak terhadap penurunan pendapatan diperkirakan memberikan andil terhadap kenaikan NPL di sektor rumah tangga.

Pada triwulan III 2015 penghimpunan dana15 sektor rumah tangga masih mengalami perlambatan (Grafik II.25). Penghimpunan dana tumbuh sebesar 8,1% pada triwulan III 2015, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 8,9%. Perlambatan terjadi pada komponen deposito dan giro, sementara tabungan justru mengalami peningkatan. Berdasarkan perkembangan debt service ratio pada triwulan III 2015, pengeluaran masyarakat untuk konsumsi cenderung meningkat, namun alokasi untuk tabungan cenderung turun (Grafik II.26).

Grafik II.23. Perkembangan Kredit Rumah Tangga Sumatera Grafik II.24. Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Sumatera

Grafik II.25. DPK Rumah Tangga Grafik II.26. Debt Service Ratio

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Kredit UMKM di Sumatera mengalami peningkatan namun masih terbatas yang disertai dengan menurunnya kualitas kredit yang disalurkan. Penyaluran kredit UMKM pada triwulan III 2015 tumbuh sebesar 4,43% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,78% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh kredit UMKM untuk industri pengolahan sementara penyaluran kredit untuk Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) yang merupakan pangsa terbesar masih melambat. Secara spasial, peningkatan kredit UMKM utamanya berasal dari peningkatan di provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Lampung. Selanjutnya, perkembangan kualitas kredit UMKM yang disalurkan tercatat mengalami penurunan yang tercermin dari meningkatnya NPL kredit UMKM dari 6,10% pada triwulan II 2015 menjadi 6,38% pada triwulan III 2015.

15

(24)

L a p o r a n N u s a n t a r a | 18

Grafik II.27 Perkembangan Kredit UMKM Sumatera Grafik II.28 Pangsa Sektor Utama Kredit UMKM Sumatera Pengelolaan Sistem Pembayaran

Kegiatan sistem pembayaran non tunai pada triwulan III 2015 melambat dibandingkan triwulan II 2015. Transaksi perbankan melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada Triwulan III 2015 tumbuh 2,65% (yoy), jauh lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 23,2% (yoy). Kegiatan kliring perbankan di wilayah Sumatera juga mengalami penurunan sebesar 16,4% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan II 2015 yang juga mengalami penurunan sebesar 13,05% (yoy). Total transaksi RTGS Sumatera pada triwulan III 2015 mencapai Rp887,18 triliun,sementara total transaksi kliring mencapai Rp53,27 triliun.

Tabel II.4. Perkembangan RTGS Sumatera

Tabel II.5. Perkembangan Kliring Sumatera

Kinerja Pengelolaan Uang Tunai Rupiah

Tabel II.6 Perkembangan Inflow-Outflow Provinsi di Sumatera

Grafik II.29. Perkembangan Inflow-outflow Sumatera

Transaksi keuangan tunai rupiah di Triwulan III 2015 tercatat mengalami net outflow, namun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Net outflow ini dialami oleh hampir seluruh provinsi di Sumatera kecuali Sumatera Barat dan Sumatera Utara yang cenderung selalu mencatat net inflow. Secara total, net outflow Sumatera di Triwulan III 2015 mencapai Rp4,66 triliun meningkat 23,31% (yoy). Berdasarkan provinsinya, aliran

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015

Rp Triliun Kredit UMKM

Pertumbuhan (Skala Kanan, %yoy) NPL (Skala Kanan,%) 20.74 7.21 52.06 19.99 Pertanian Industri Pengolahan PHR Lainnya Perkembangan RTGS

Sumatera I II III IV I II III IV I II III

Nilai (Rp Milliar) 618.755 744.812 755.021 831.991 637.643 805.284 865.027 963.619 809.031 992.512 887.175 Volume (ribu lembar) 604 641 610 663 564 600 590 602 348 358 346 Pertumbuhan (%yoy)

Nilai 22,8 8,9 17,4 22,1 3,1 8,1 14,6 15,8 26,9 23,2 2,6 Volume 5,0 (1,0) (8,1) (5,9) (6,5) (6,5) (3,2) (9,2) (38,4) (40,4) (41,3)

2013 2014 2015

Perkembangan Kliring

Sumatera I II III IV I II III IV I II III

Nilai (Rp Milliar) 65.587 63.249 67.636 62.921 61.632 64.464 63.734 63.711 57.629 56.051 53.271 Volume (lembar) 1.649 1.628 1.569 1.617 1.598 1.698 1.569 1.577 1.435 1.421 1.191 Pertumbuhan (%yoy) Nilai 6,53 (2,35) 4,72 (3,51) (6,03) 1,92 (5,77) 1,26 (6,50) (13,05) (16,4) Volume 7,74 1,75 13,40 1,98 (3,11) 4,33 (10,47) (2,47) (10,16) (16,31) (24,1) 2013 2014 2015

Provinsi Inflow Outflow Net Outflow (Inflow)

Aceh 1.652.747 2.900.914 1.248.167 Sumut 9.592.420 8.090.061 (1.502.360) Riau 2.680.984 4.399.228 1.718.244 Kepri 1.036.947 2.907.751 1.870.804 Jambi 1.801.736 2.527.936 726.200 Sumbar 4.715.101 2.652.210 (2.062.892) Bengkulu 1.054.760 1.605.778 551.018 Sumsel 4.103.264 4.619.494 516.229 Babel 396.300 854.223 457.923 Lampung 2.641.186 3.778.521 1.137.334 Sumatera 29.675.445 34.336.113 4.660.668

Referensi

Dokumen terkait

Pemicu konflik Poso, bahwa dari gambaran tersebut dapat diketahui, salah satu penyebab utama terjadi konflik Poso, karena persaingan antara elite politik lokal, dipicu

Cara pandang perusahaan tentang CSR adalah segala bentuk pemikiran hasil informasi (baik dari dalam maupun dari luar perusahaan) yang didapatkan oleh pihak-pihak yang terkait,

pelayanan publik di lingkungan Sekretariat Kabinet serta meningkatkan kualitas pengelolaan arsip berbasis digital secara bertahap dan mendukung keterbukaan informasi

Sebuah pompa turbin adalah pompa sentrifugal yang terutama digunakan untuk memompa air dari sumur dalam atau bawah tanah yang lain dan manusia buatan menjadi

Penelitian dengan judul Hubungan Antara Intensitas Sedekah Dengan Kebahagiaan Pada Jama’ah Pengajian Miftakhul Jannah Pajang Surakarta merupakan penelitian yang mengacu

jenis kegiatan penukaran uang tunai, kas keliling ke daerah-daerah terpencil, kerjasama dengan perbankan, dan upaya lainnya dalam mendukung keterjangkauan distribusi

1 Bagian tentang persiapan melakukan kegiatan sehingga hari itu dapat terlaksana (bisa diceritakan persiapan untuk mengajar yang dilakukan apa saja, dari tahapan koordinasi

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik dan Hidayah serta Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan