• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1.

Hasil Belajar Matematika

Belajar merupakan hal yang sangat dasar bagi manusia dan merupakan proses yang terjadi tiada henti-hentinya. Belajar adalah suatu proses di dalam kepribadian manusia, perubahan tersebut ditempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas. Belajar adalah proses yang aktif, dimana proses yang mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu melalui berbagai pengalaman.

Beberapa ahli psikologi mendefinisikan pengertian tentang belajar. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang aktif dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif konstan dan berbekas sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri maupun dari interaksi dengan lingkungan. (Winkel, 1987; Purwanto, 1996; Nursalim,dkk, 2007)

Perubahan tingkah laku saat belajar dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik dari yang tidak dapat menjadi dapat dan dari yang tidak tahu menjadi tahu, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Bentuk perubahan tingkah laku yang disebut belajar diperoleh dari pengalaman dan latihan, perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja. Lebih lanjut, perubahan tersebut akan bersifat permanen dalam artian berbekas dan tidak mudah hilang.

Proses lain yang menghasilkan perubahan tingkah laku namun tidak termasuk belajar adalah kematangan. Kematangan dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan dari organisme-organisme secara fisiologis misalnya perubahan sifat-sifat fisik seperti tinggi dan berat badan, kekuatan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh. (Sagala, 2005; Nursalim, dkk, 2007)

Salah satu indikator bahwa siswa telah mengalami pembelajaran adalah adanya hasil belajar. Hasil belajar merupakan gambaran tingkat kemampuan, keterampilan, serta penguasaan siswa tehadap sasaran belajar pada topik bahasan yang telah dipelajari dan ditandai adanya perubahan perilaku belajar siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. (Sudjana, 1990; Abdurrahman, 2003)

(2)

8

Kemampuan yang dicakup sebagai hasil belajar, diklasifikasilan oleh Bloom (dalam Winkel ,1987), Suparno (2001), Dimyati dan Mudjiono (2009) menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Pertama, pada ranah kognitif tingkatan dimulai dari pengetahuan tentang fakta-fakta sampai kepada proses intelektual yang tinggi yakni mampu mengevaluasi sejumlah fakta. Dimulai dari pengetahuan, hal ini didasarkan pada ingatan akan hal-hal yang pernah di pelajari dalam ingatan baik itu sebuah fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Tingkatan selanjutnya adalah pemahaman yang mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Setelah menangkap makna bahan yang telah dipelajari, maka dapat dilanjutkan ke penerapan (aplikasi) yang mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada masalah yang bersifat konkret dan baru. Kemudian pada tingkatan analisa, kemampuan digunakan untuk menguraikan bahan-bahan yang telah dipelajari menjadi bagian-bagian sehingga struktur dari yang dipelajari itu menjadi lebih jelas. Tingkatan sintesa didapatkan sebuah suatu kesatuan atau pola yang baru. Tingkatan terakhir yakni evaluasi, dimana kemampuan untuk memberi penilaian terhadap bahan atau fakta berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.

Kedua adalah ranah afektif. Ranah afektif diawali pada tingkatan penerimaan, yakni kepekaan akan adanya suatu perangsang dan ketersediaan untuk memperhatikan rangsangan tersebut. Tingkatan selanjutnya adalah partisipasi, dimana adanya respons untuk memperhatikan secara aktif dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan. Tingkatan penilaian/penentuan sikap, mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan harapan itu. Kemudian pada tingkatan organisasi dicakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. Dan pada tingkatan terakhir adalah waktunya dalam pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.

Ketiga adalah ranah psikomotorik yang terdiri dari tujuh tingkatan. Diawali dengan persepsi, yakni kemampuan memilah-milah hal-hal secara khas, serta menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut. Berikutnya dengan tingkatan kesiapan yang dituntut kemampuan penempatan diri dalam keadaan di mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Gerakan tersebut dapat dibedakan menjadi tiga gerakan yakni gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, dan gerakan kompleks. Gerakan terbimbing mencakup

(3)

9

kemampuan melakukan gerakan sesuai dengan contoh atau gerakan peniruan. Gerakan yang terbiasa mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh. Sedangkan gerakan kompleks mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancar, efisien, dan tepat. Penyesuaian pola gerakan, pada tingkatan ini dicakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku. Tingkatan terakhir adalah kreativitas, pada tingkatan ini mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa diri.

Semua perubahan di bidang tersebut merupakan suatu hasil belajar dan mengakibatkan individu berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Perubahan akibat belajar itu akan bertahan lama, bahkan sampai taraf tertentu tidak menghilang lagi. Kemampuan yang diperoleh, menjadi milik pribadi yang tidak akan dihapus begitu saja.

Hasil belajar itu tidak akan menghilang begitu saja. Hal tersebut kemungkian terjadi jika ada proses belajar yang baru atau terjadi kelainan atau bahkan kerusakan dalam otak yang dapat mengganggu fungsi ingatan. (Winkel, 1987)

Merujuk pada pemikiran Gagne, hasil belajar dapat berupa : 1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. 2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Siswa dapat dikatakan berhasil dalam belajar jika siswa tersebut berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-tujuan instruksional. (Abdurrahman, 2003 )

Pencapaian tujuan dalam pelajaran matematika, siswa harus mempelajari matematika secara bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman belajar yang telah dilalui. Mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep A, siswa perlu memahami konsep A terlebih dahulu. Tanpa memahami kosep A, tidak mungkin siswa akan memahami konsep B. (Hudojo, 1988)

Matematika selalu berkenaan dengan dengan ide atau gagasan, struktur, dan hubungan yang diatur secara logik sehingga

(4)

10

dapat dikatakan bahwa matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.

Belajar matematika dapat didefinisikan sebagai belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi yang di pelajari untuk selanjutnya dicari hubungan-hubungan antara konsep dan struktur matematika tersebut. Siswa lebih mudah mengingat matematika jika yang dipelajari merupakan bahan dengan pola terstruktur. (Bruner (dalam Hudojo, 1988))

Berbagai perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar matematika terdiri dari empat aspek yaitu fakta, konsep, prinsip dan skill. Pertama, fakta adalah segala sesuatu yang sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, misalnya simbol, angka, notasi. Kedua, konsep adalah suatu ide abstrak yang dimungkinkan untuk mengelompokkan benda-benda (objek) ke dalam contoh/bukan contoh. Konsep memuat tiga dimensi yaitu: 1) Internalisasi pengembangan pola mental yang memberikan pada kita untuk merasakan dan menggunakan konsep tersebut. 2) Verbalisasi atau kemampuan mendefinisikan konsep tersebut. 3) Nama artinya mengetahui nama yang memberikan pada konsep-konsep tersebut. Beberapa contoh konsep adalah persegi, persegi panjang, lingkaran. Ketiga, prinsip dimaksudkan sebagai pola hubungan fungsional antara konsep-konsep. Prinsip-prinsip pokok disebut hukum/ teorema yang disajikan dalam bentuk rumus. Prinsip penjumlahan dua bilangan real misalnya komutatif, dua garis lurus yang tidak sejajar dan terletak dalam suatu bidang datar akan berpotongan di satu titik. Keempat, skill (keterampilan) adalah keterampilan mental untuk menjalankan prosedur dalam menyelesaikan masalah atau suatu kemampuan memberikan jawaban yang berarti dan cepat. Kemampuan untuk menyelesaikan materi pengukuran luas daerah persegi dan persegi panjang merupakan salah satu contoh dari skill. (Darwati, 2011)

2.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar

Sejak awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana mencapai hasil belajar efektif. Para pakar dibidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut. Para pelaksana maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberikan intervensi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh jika faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar telah berhasil diketahuinya.

Sehubungan dengan hal tersebut, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dijabarkan menjadi dua

(5)

11

macam, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Pertama faktor internal, merupakan faktor dari dalam diri manusia. Faktor internal dapat dikategorikan sebagai faktor biologis yang meliputi usia, kematangan, dan kesehatan ; faktor psikologis yang meliputi kelelahan, suasana hati, motivasi, minat, dan kebiasaan belajar. Kedua faktor eksternal merupakan faktor dari luar diri manusia. Faktor eksternal dapat dikategorikan sebagai faktor manusia yang meliputi keluarga, sekolah, masyarakat; faktor non manusia yang meliputi alam benda, hewan, lingkungan fisik. (Arikunto, 1980)

3.

Modul

a. Pengertian

Di Indonesia, istilah “Modul” untuk pertama kali dikumandangkan dalam satu forum rapat antara 8 Proyek Perintis Sekolah Pembangunan di Cibulan, Bogor pada bulan Februari 1974.

Pembelajaran modul merupakan salah satu jenis pembelajaran individual yang bertujuan untuk mengupayakan serta memberi kesempatan kepada siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, kecepatan, dan caranya sendiri.

Di antara berbagai metode pembelajaran individual pembelajaran modul termasuk metode yang paling baru yang menggabungkan keuntungan-keuntungan dari berbagai pembelajaran individual lainnya seperti tujuan instruksional khusus, belajar menurut kecepatan masing-masing, balikan atau feedback yang banyak. (Nasution, 2010)

Pembelajaran individual merupakan suatu usaha yang sistematik dan terencana yang digunakan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada pembelajaran klasikal maupun konvensional dan mengimplementasikan langkah-langkah instruksional sedemikian rupa, sehingga semua siswa didampingi dalam belajarnya secara efektif dan efisien. (Winkel, 1978)

Suryosubroto (1983) memaparkan bahwa modul dijadikan tumpuan harapan sebagai sistem penyampaian dalam proses belajar mengajar untuk mengubah situasi belajar mengajar yang lebih merangsang, mengaktifkan siswa untuk membaca dan belajar memecahkan masalah sendiri di bawah pengawasan dan bimbingan guru yang selalu siap menolong siswa yang mengalami kesulitan.

Walaupun ada bermacam-macam batasan tentang modul, namun secara garis besar modul dapat didefinisikan sebagai

(6)

12

suatu paket program pengajaran terkecil yang memuat satu unit konsep yang terdiri atas rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas serta nantinya dipelajari siswa sendiri secara perseorangan. (Russel (dalam Vembriarto, 1981); Winkel, 1987; Wijaya, 1991; Nasution, 2010)

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembalajaran dengan menggunakan modul merupakan strategi tertentu dalam menyelenggarakan pembelajaran individual secara agak menyeluruh. Pembelajaran modul adalah suatu usaha penyelenggaraan pembelajaran individual yang memungkinkan siswa menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum dia beralih kepada unit berikutnya. Penyajiannya dalam bentuk yang bersifat self-intruction, sehingga setiap siswa dapat menentukan kecepatan dan intensitas belajarnya sendiri.

b. Tujuan Pembelajaran Modul

Menurut Prastowo (2011) tujuan dari pada pembelajaran modul antara lain adalah memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, mengurangi peran guru yang dominan di dalam kelas, melatih kejujuran siswa, mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar siswa, melatih siswa untuk mengukur tingkat penguasaannya sendiri terhadap materi yang telah dipelajari.

Selain memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri berdasarkan kecepatan belajar masing-masing, Nasution (2008) juga menambahkan tiga tujuan lainnya dari pembelajaran modul.

Tujuan pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih diantara sekian banyak topik dalam rangka suatu program. Kedua, mengadakan penilaian yang sering tentang kemajuan dan kelemahan siswa. Ketiga, memberi modul remedial untuk mengolah kembali seluruh bahan yang telah diberikan guna pemantapan dan perbaikan dengan metode lain untuk mempermudah siswa dalam memahami materi.

c. Ciri-ciri Pembelajaran Modul

Penerapan pembelajaran modul merupakan usaha pembaharuan dalam bidang pembelajaran. Ciri-ciri pembaharuan melalui pembelajaran modul adalah sebagai berikut : 1) Siswa dapat belajar secara individual (self-instructional), 2) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara khusus, 3) Tujuan dirumuskan secara khusus sehingga perubahan tingkah laku yang terjadi pada

(7)

13

diri siswa dapat segera diketahui. 4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk maju berkelanjutan sesuai dengan kemampuannya masing-masing, 5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, 6) Adanya reinforcement langsung terhadap respon siswa, 7) Adanya evaluasi terhadap penguasaan siswa atas hasil belajarnya. (Vembriarto, 1981); Wijaya, 1991)

d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Modul

Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran modul di atas, terlihat bahwa pembelajaran di kelas tidak lagi di dominasi oleh kegiatan guru. Pembelajaran modul menuntut siswa untuk berperan aktif. Vembriarto (1981) menyebutkan tujuh keunggulan dari pembelajaran modul, keunggulan tersebut adalah: 1) Memberi motivasi yang kuat kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2) Siswa dapat belajar menurut kecepatan pemahamannya masing-masing. 3) Siswa secara aktif terlibat dalam proses belajar. 4) Guru mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk menolong siswa secara individual dalam memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan pada waktu mereka belajar. 5) Siswa dapat mengetrapkan belajarnya dalam kehidupan nyata. 6) Siswa memperoleh informasi berulang-ulang tentang kemajuan belajar yang telah dicapainya. 7) Guru dapat mengetahui metode-metode belajar manakah yang paling efisien.

Nasution (2010) juga menambahkan bahwa melalui pembelajaran modul siswa dan guru dapat merasakan keuntungan. Keuntungan penggunaan modul bagi siswa antara lain 1) Modul memberikan feedback, sehingga siswa dapat mengetahui tingkat hasil belajarnya, dengan demikian kesalahan dapat segera diperbaiki, 2) Setiap siswa mendapat kesempatan untuk mencapai nilai tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas, 3) Tujuan modul harus jelas, spesifik, dan dapat dicapai oleh murid, 4) Memotivasi siswa untuk lebih memahami materi dengan langkah-langkah yang teratur, 5) Penggunaan modul bersifat fleksibel, dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa baik dari kecepatan belajar, cara belajar, ataupun bahan belajar, 6) Timbul rasa kerjasama baik antar murid maupun guru dengan murid, 7) Memberi kesempatan untuk pelajaran remidial.

Selain untuk siswa, pembelajaran modul juga memberikan keuntungan bagi guru, antara lain : 1) Memberi rasa puas kepada guru karena kesuksesan yang dicapai oleh siswa, 2) Memberi

(8)

14

kesempatan lebih banyak kepada guru untuk memberi bantuan dan perhatian kepada siswa, 3) Guru lebih mempunyai banyak waktu untuk memberi ceramah dan pelajaran tambahan sebagai pengayaan, 4) Guru terbebas dari rutinitas yaitu melakukan persiapan pelajaran karena semuanya sudah tersedia di modul, 5) Antar sekolah maupun perguruan tinggi dapat bertukar modul, 6) Mendorong guru lebih bersikap ilmiah tentang profesinya, 7) Evaluasi formatif lebih mudah dilakukan.

Di samping keunggulan tersebut, pembelajaran modul juga memiliki beberapa kelemahan. Mulyasa (2006) berpendapat bahwa dalam penyusuan modul yang baik membutuhkan keahlian tertentu, jadi dapat dikatakan bahwa sukses atau gagalnya suatu modul bergantung pada penyusunnya. Selain itu penyusunan modul membutuhkan manajemen pendidikan yang sangat berbeda dari pembelajaran konvensional. Intensitas waktu yang diperlukan siswa dalam menyelesaikan modul berbeda-beda, bergantung pada kecepatan dan kemampuan masing-masing, sehingga sangat sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan siswa.

Nasution (2010) juga memaparkan kelemahan dari modul yang berakibat bagi siswa, guru, maupun administrator. Kesulitan bagi siswa sendiri adalah belajar secara mandiri yang dibutuhkan kedisiplinan, sehingga mau tidak mau siswa harus sanggup mengatur waktu dan memaksa diri untuk belajar. Apabila siswa yang sudah terbiasa pasif maka akan mengalami kesulitan ketika harus beralih ke metode yang baru yakni dengan modul. Kesulitan bagi guru yaitu, dalam menyiapkan modul yang baik dibutuhkan banyak waktu, keahlian dan keterampilan yang cukup. Ada kemungkinan guru merasa kehilangan gengsi karena kedudukan guru yang tinggi yaitu sebagai pusat pengetahuan akan banyak berkurang dengan pembelajaran modul ini. Kecepatan belajar siswa yang berbeda-beda akan menimbulkan dalam satu waktu siswa tidak mempelajari bahan yang sama sehingga guru harus menjawab pertanyaan siswa yang berbeda-beda pula. Kesulitan yang dialami oleh administrator saat menggunakan modul yakni membutuhkan banyak biaya dan tenaga.

Namun biaya itu harus dikaitkan dengan perbaikan mutu belajar, pemantapan hasil belajar dan pemupukan sikap belajar yang positif, sehingga pembelajaran modul tetap dapat dibenarkan.

(9)

15 e. Prinsip Pembelajaran Modul

Penyusunan modul tidaklah mudah, harus disesuaikan dengan minat, perhatian dan kebutuhan. Penyusunan modul dibutuhkan prinsip-prinsip didalamnya. Wijaya (1991) memaparkan delapan prinsip penyusunan modul, antara lain : modul disusun sebaiknya menurut prosedur pengembangan sistem instruksional, modul disusun berdasarkan atas tujuan-tujuan instruksional khusus, penyusunan modul harus menarik dan selalu merangsang siswa untuk berpikir, dalam hal-hal tertentu informasi tentang materi pelajaran dilengkapi oleh gambar atau alat-alat peraga lainnya, modul harus memungkinkan pengetahuan multimedia yang relevan dengan tujuan, waktu mengerjakan modul sebaiknya berkisar antara 4 sampai dengan 8 jam pelajaran dan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikannya secara individual.

f. Komponen-komponen Modul

Modul terdiri dari beberapa komponen yang perlu diperhatikan. Komponennya ada enam, yaitu : lembaran petunjuk guru untuk bahan persiapannya, lembaran kegiatan siswa sebagi teks bacaan modul, lembaran kerja sebagai alat untuk mencocokan hasil pekerjaan siswa di lembaran kerja, lembaran tes berisi pertanyaan-pertanyaan dan kunci lembaran tes sebagai pegangan guru dalam menetapkan angka hasil belajar. (Wijaya, 1991; Winkel, 1987)

Petunjuk guru terdiri dari petunjuk secara umum dan petunjuk secara khusus. Petunjuk secara umum berisikan fungsi modul tersebut serta kedudukannya dalam kesatuan program pengajaran, kemampuan khusus yang perlu dikuasai terlebih dahulu sebagai prasyarat dan penjelasan singkat tentang istilah-istilah. Sedangkan petunjuk khusus berisikan topik yang dikembangkan dalam modul tersebut, kelas yang bersangkutan, waktu yang diperlukan untuk modul itu, tujuan instruksional, pokok-pokok materi yang dibahas, prosedur pengerjaan modul, kegiatan guru dan murid, serta alat yang dipergunakan dan penilaian (prosedur dan alatnya).

Lembaran kegiatan siswa berisikan petunjuk untuk murid mengenai topik yang dibahas, pengarahan umum, dan waktu yang tersedia untuk mengerjakannya, tujuan pelajaran yaitu yang berupa tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai dengan modul yang bersangkutan, pokok-pokok materi dan rinciannya, alat-alat pelajaran yang dipergunakan, petunjuk khusus tentang

(10)

16

langkah-langkah kegiatan belajar yang harus ditempuh, yang diberikan secara terinci dan berkelanjutan, diselingi dengan pelaksanaan kegiatan.

Lembaran kerja siswa berisi tugas-tugas atau persoalan-persoalan yang harus dikerjakan oleh murid setelah mempelajari lembaran kegiatan murid. Kunci jawaban untuk lembaran kerja siswa berisi jawaban yang diharapkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan oleh murid pada waktu melaksanakan kegiatan belajar belajar dengan mempergunakan lembaran kerja. Kunci jawaban ini membantu siswa untuk mengoreksi sendiri pekerjaan yang telah dilaksanakan.

Lembaran tes berisi soal-soal untuk menilai keberhasilan murid dalam mempelajari bahan yang disajikan dalam modul tersebut. Sedangkan kunci jawaban untuk lembaran tes berisi jawaban yang benar untuk setiap soal yang ada dalam lembaran penilaian, ialah untuk digunakan sebagai alat koreksi sendiri terhadap pekerjaan yang dilakukan.

g. Langkah-langkah Penyusunan Modul

Penyusunan modul yang baik diperlukan beberapa langkah. Sabri (2007) menyebutkan tujuh langkah dalam penyusunan modul, langkah-langkah tersebut adalah : 1) Merumuskan tujuan secara jelas dan spesifik dalam bentuk mengamati kelakuan siswa, 2) Urutan tujuan-tujuan yang menentukan langkah-langkah yang harus diikuti dalam modul, 3) Test diagnostik untuk mengukur pengetahuan dan kemampuan siswa serta latar belakang mereka sebagai prasyarat untuk menempuh modul, 4) Menyusun alasan pentingnya modul ini bagi siswa, 5)Kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing siswa dalam mencapai kompetensi-kompetensi dan merumuskan dalam tujuan, 6) Menyusun posttes untuk mengukur hasil belajar siswa, 7) Menyiapkan sumber-sumber berupa bacaan yang dibutuhkan siswa.

Hamdani (2011) juga memaparkan urutan dalam penyusunan modul, antara lain : 1) Menetapkan judul modul yang akan disusun, 2) Menyiapkan buku-buku sumber dan buku referensi lainnya; 3) Melakukan identifikasi terhadap kompetensi dasar, melakukan kajian terhadap materi pembelajaran, serta merancang bentuk kegiatan pembelajaran yang sesuai, 4) Mengidentifikasi indikator pencapaian kompetensi dan merancang bentuk dan jenis penilaian yang disajikan, 5) Merancang format penulisan modul, 6) Penyusunan draf modul , 7) Melakukan validasi dan finalisasi terhadap draf modul.

(11)

17 h. Format Modul

Agar dapat menghasilkan modul pembelajaran yang mampu memerankan fungsi dan perannya dalam pembelajaran yang efektif, modul perlu dirancang sebaik mungkin sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai. Format sebuah modul menurut Hamdani (2011) meliputi :

1) Halaman sampul yang berisi judul pokok bahasan dan logo. Halaman sampul juga berisi nama penulis, nama mata pelajaran, dan keterangan yang dianggap perlu ditambahkan.

2) Pokok bahasan, berisi seperti yang tertulis pada standar kompetensi.

3) Pengantar berisi kedudukan modul dalam suatu mata pelajaran, ruang lingkup materi modul, serta kaitan antar pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan.

4) Kompetensi dasar dikutip dari standar isi (kurikulum). Satu kompetensi dasar biasanya dirancang menjadi beberapa kegiatan belajar, tergantung pada keluasan dan kedalaman materi.

5) Kompetensi dasar dikutip dari standar isi kurikulum, satu kompetensi dasar biasanya dibuat untuk satu kegiatan belajar.

6) Tujuan pembelajaran yaitu merupakan rumusan gambaran tentang kemampuan tertentu yang harus dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajar tertentu.

7) Kegiatan belajar, dalam satu modul biasanya terdiri dari satu sampai tiga kegiatan belajar atau bahkan lebih, sesuai dengan silabus dan RPP

8) Judul kegiatan belajar ditulis secara singkat, tetapi menggambarkan keseluruhan isi materi pembelajaran 9) Uraian dan contoh, pada bagian ini sebelum menuliskan

uraian dan contoh harus ditulis judul dan sub unit kecil terlebih dahulu. Uraian materi ditulis dengan bahasa sederhana, tetapi tidak mengurangi substansi materi, uraian disampaikan dalam bentuk bertutur sehingga memberi kesan seolah-olah guru berada di depan siswa. Contoh juga harus disertakan secara lengkap dan jelas sehingga dapat membantu siswa dalam memahami materi.

10) Latihan yang ada di dalam modul merupakan alat untuk menguji kemampuan siswa. Saat siswa mengerjakan tugas dan soal-soal dalam latihan, siswa dapat mengukur seberapa besar kemampuannya menguasai pokok-pokok materi.

(12)

18

Hendaknya latihan juga disertai dengan petunjuk-petunjuk praktis dan jelas.

11) Bagian rangkuman ditulis pokok-pokok materi yang telah disajikan dalam uraian dan contoh

12) Test formatif dibuat untuk mengukur kemajuan belajar siswa dalam satu unit pembelajaran. Test formatif biasanya dibuat dalam bentuk objektif (benar salah, pilihan ganda, isian/melengkapi kalimat, menjodohkan atau memasangkan sesuatu )

13) Umpan balik dan tindak lanjut yaitu memberikan rumus yang dapat digunakan untuk memaknai pencapaian hasil belajar siswa sehingga dapat diberikan umpan balik dan tindak lanjut yang harus digunakan.

14) Kunci jawaban diberikan pada halaman yang berbeda dengan maksud agar siswa dapat mengukur kemampuan sendiri.

15) Daftar pustaka mencantumkan daftar kepustakaan yang dijadikan sumber dalam penyusunan modul

i. Validasi Modul

Valid dapat diartikan jika suatu instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Validitas dapat dilakukan dengan meminta pendapat dari para ahli (judgment experts). Setelah instrumen dikonstruksikan berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta memberikan pendapat atau saran. Kemungkinan para ahli memberikan pendapat instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, atau dirombak total. Jumlah tenaga ahli yang dignakan minimal tiga orang, umumnya telah bergelar doktor sesuai dengan lingkup yang diteliti. (Sugiyono, 2011)

Modul merupakan instrumen pembelajaran dalam penelitian. Modul dapat memberikan peran terhadap variabel hasil belajar yang hendak diukur. Agar data hasil belajar yang diperoleh adalah valid, maka modul juga harus dalam keadaan valid.

B. Hasil Kajian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini dapat dilihat dari uraian berikut. Pertama adalah hasil penelitian Supriyanto (2002) dengan judul Perbedaan Hasil Pembelajaran dengan Modul dan secara Klasikal Bagi Siswa Kelas 1 SLTP Terbuka 262 Jakarta Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi mengajar yang lebih

(13)

19

efektif antara strategi mengajar menggunakan modul dan strategi mengajar secara klasikal terhadap hasil belajar keterampilan elektronika. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa strategi mengajar dengan menggunakan modul lebih efektif dibandingkan dengan strategi mengajar secara klasikal terhadap hasil belajar keterampilan elektronika pada siswa kelas 1 SLTP Terbuka 262 Jakarta Timur. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar yang diperoleh pada kelompok yang diberi strategi mengajar dengan menggunakan modul yakni adanya peningkatan nilai rata-rata tes awal sebesar 7,25 menjadi 8,42 pada tes akhir. Sedangkan pada kelompok yang diberi strategi mengajar secara klasikal hanya memperoleh nilai rata-rata tes awal sebesar 7,1 menjadi 7,75 pada tes akhir.

Hasil penelitian yang sejenis juga didapat dari penelitian Supartini (2007) terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sidoharjo Sragen pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Penelitian ini diambil dua sampel kelas, yakni sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil penelitan didapatkan nilai rata-rata siswa yang diberi pengajaran terprogram tipe cabang yang dilengkapi modul sebesar 7,31 sedangkan nilai rata-rata siswa yang diberi pengajaran klasikal sebesar 6,73. Hasil perhitungan tersebut menyatakan bahwa pengajaran terprogram yang dilengkapi modul lebih baik hasil belajarnya dibandingkan penggunaan pengajaran metode klasikal.

Penelitian lain yang menyebutkan bahwa pengajaran modul lebih unggul adalah Amrin (2010) dengan judul Pengaruh Pembelajaran Sistem Modul Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD dan Citrawati (2006) dengan judul Pengembangan Pembelajaran Biologi dengan Menggunakan Modul Berorientasi Siklus Belajar dan Pengaruhnya terhadap Hasil Belajar Siswa di SMA. Penelitian yang dilakukan oleh keduanya menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan modul lebih baik dibandingkan dengan menggunakan cara konvensional. Selain itu respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan modul adalah positif atau baik.

Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2007) yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar Kimia antara siswa yang diberi Modul Matematika Dasar dan siswa tanpa diberi Modul Matematika Dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar secara signifikan pada taraf signifikansi 5% antara siswa yang diajar dengan pembelajaran Kimia berbantuan Modul Matematika Dasar dan siswa yang diajar tanpa menggunakan Modul Matematika Dasar.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada hasil belajar juga diperoleh dari penelitian Dwiarto (2008) yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar Siswa Antara Metode Modul dengan

(14)

20

Metode Ceramah pada Pembelajaran Elektronika Digital di SMK Tunas Harapan Pati. Hali ini terbukti dari hasil t hitung = 0.880 dengan tingkat signifikansi 0.384.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, tingkat penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika pada semua jenjang pendidikan masih sekitar 34 %.

Kurikulum matematika yang padat menyebabkan pengajaran matematika di sekolah-sekolah cenderung didominasi proses transfer of knowledge saja dan tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk menentukan sendiri ke arah mana mereka berekplorasi dan menemukan pengetahuan yang bermakna bagi diri mereka. (Drost (dalam Masykur 2008))

Mungkin hal tersebut menjadi satu alasan pembelajaran konvensional masih sering diterapkan. Adanya kurikulum yang sangat padat maka guru harus pandai memanfaatkan waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan pembelajaran yang paling tepat dalam situasi ini adalah pembelajaran konvensional itu sendiri.

Pembaharuan pembelajaran di sekolah terutama pembelajaran matematika sudah saatnya untuk dilakukan. Perubahan sistem pembelajaran ini ditujukan untuk menarik perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dibicarakan, menjaga kestabilan proses pembelajaran baik secara fisik maupun mental, membangkitkan motivasi belajar siswa selama proses pembelajaran, mengatasi situasi dan mengurangi kejenuhan dalam proses pembelajaran, dan memberikan kemungkinan layanan pembelajaran individual. (Marno, 2008)

Salah satu bentuk pembelajaran individual adalah modul. Modul merupakan suatu paket pengajaran yang memuat satu unit konsep dari bahan pelajaran yang disajikan secara self-instructional dengan maksud siswa belajar secara mandiri. Tujuannya agar memungkinkan siswa menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum beralih ke unit berikutnya. Melalui pembelajaran modul setiap siswa dapat menentukan kecepatan dan intensitasnya sendiri.

Pembelajaran modul dirasa sesuai dengan matematika, karena matematika adalah ilmu yang tersusun secara runtut sehingga dalam penyusunan bahan pangajaran tidak akan mengalami banyak kesulitan. Bagi siswa sendiri juga tidak akan mengalami kesulitan karena bahan pengajarannya sudah tersusun secara sistematis.

Penelitian Citrawati (2006) dan Amrin (2010), keduanya menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan modul lebih baik dibandingkan dengan menggunakan cara konvensional. Selain

(15)

21

itu respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan modul adalah positif atau baik.

Adanya keserasian antara pembelajaran modul dengan matematika itu sendiri, maka diharapkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika akan lebih baik.

Data tentang hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang telah berhasil didapatkan. Berdasarkan analisis data tersebut diperoleh bahwa hasil belajar siswa masih rendah. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan, maka pada tahap awal dilakukan pretes untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum menggunakan modul. Tahap selanjutnya guru memberi perlakuan dengan menerapkan pembelajaran menggunakan modul. Setelah pembelajaran modul berhasil diterapkan, dilanjutkan dengan pemberian posttest untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran modul. Hasil pretes dan posttest yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui signifikansi perbedaan hasil belajar dari keduanya.

Adanya beberapa keunggulan modul, maka diharapkan hasil belajar matematika siswa setelah menggunakan modul lebih baik dari hasil belajar matematika siswa sebelum menggnakan modul. Paradigma penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir Kelas VIIB SMP Negeri 2

Tuntang Sebelum menggunakan modul Pre-test Post-test Hasil belajar Ada perbedaan yang signifikan

Kelas VIIB SMP Negeri 2 Tuntang Setelah menggunakan modul

(16)

22 D. HIPOTESIS

Berdasarkan kajian teori dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Ada perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan bagi siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Tuntang sebelum menggunakan modul dan setelah menggunakan modul pada sub pokok bahasan keliling dan luas segiempat.

Gambar

Gambar 2.1    Bagan Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2016 kontribusi penerimaan pajak restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah naik kembali menjadi 6,74%, yang berarti bahwa sumbangan yang diberikan sektor

IMAM AL FAQIH, 2015, Implementasi Bantuan Langsung Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) - Mandiri) Di Desa Sapeken, Kecamatan

Preseden yang akan ditekankan dalam perencanaan dan perancangan revitalisasi Benteng Vastenburg Solo, adalah hasil temuan riset berupa pengelolaan non fisik, yaitu bagaimana

Berbagai realitas lingkungan/kekuatan sosial spesifik yang potensial mem- beri jalan terbentuknya struktur sosial masyarakat agraris yang terstratifikasi adalah : masih

Indikator pengorganisasian dalam pelaksanaan kebijakan alokasi dana desa Peleru Kecamatan Mori Utara maka dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian pada pemerintah desa selaku

post treatment disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan, berfungsi sebagai final proses handling kotoran halus/mikro yang terlarut dan juga berfungsi sebagai

Tingkat kemandirian keuangan daerah adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan

Pendekatan ini dipakai dengan dua bentuk tes yang sama yang dilaksanakan oleh satu kelompok pada waktu yang sama. Bentuk- bentuk tes itu sama dalam arti, bahwa tes itu disusun