• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PEMODELAN NUMERIK 3D SIRKULASI ARUS DI TELUK JAKARTA: SEBELUM DAN SESUDAH REKLAMASI DEWA ADHYATMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PEMODELAN NUMERIK 3D SIRKULASI ARUS DI TELUK JAKARTA: SEBELUM DAN SESUDAH REKLAMASI DEWA ADHYATMA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMODELAN NUMERIK 3D SIRKULASI ARUS

DI TELUK JAKARTA: SEBELUM DAN SESUDAH

REKLAMASI

DEWA ADHYATMA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pemodelan Numerik 3D Sirkulasi Arus di Teluk Jakarta: Sebelum dan Sesudah Reklamasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015 Dewa Adhyatma NIM C54110049

(4)

ABSTRAK

DEWA ADHYATMA. Studi Pemodelan Numerik 3D Sirkulasi Arus di Teluk Jakarta: Sebelum dan Sesudah Reklamasi. Dibimbing oleh AGUS SALEH ATMADIPOERA.

Perairan Teluk Jakarta memiliki peranan penting dalam menopang aktivitas kemaritiman, seperti transportasi laut, pariwisata, industri serta pemukiman penduduk di kawasan pesisir. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut di masa mendatang maka direncanakan akan dibangun reklamasi pulau-pulau buatan serta tembok raksasa. Pembangunan reklamasi tersebut diperkirakan akan merubah pola sirkulasi laut alami. Tujuan penelitian ini adalah studi pemodelan numerik dengan ROMS-AGRIF untuk mendeskripsikan pola siklus tahunan sirkulasi arus di Teluk Jakarta sebelum dan sesudah dibangun reklamasi, serta perkiraan sebaran perunut pasif yang dilepas dari muara sungai Cisadane. Validasi model tinggi muka laut dengan data satelit altimetri menunjukkan nilai korelasi yang tinggi (r = 0.7). Pola sirkulasi di Teluk Jakarta sebelum reklamasi (skenario 1) menunjukkan pola aliran yang didominasi oleh komponen arus zonal (timur-barat) dan mengalir bebas. Sirkulasi dalam musim Barat lebih kuat dari pada musim timur, sehingga rerata tahunan sirkulasi adalah kearah timur. Pada skenario 2 (reklamasi dengan kanal diperlebar) maupun skenario 3 (reklamasi sesuai blue print GSW), pola arus musiman tersebut (skenario 1) dipartisi kedalam kanal-kanal yang memisahkan pulau-pulau buatan. Pada skenario 2, penguatan arus terjadi di sekitar celah kanal “leher garuda”, dan sebaran perunut pasif dari sungai Ciliwung mengalir lebih cepat dan menyebar jauh kearah timur dan barat di kanal yang paling dekat daratan. Pada skenario 3, dengan kanal-kanal yang lebih sempit, pola sirkulasi menjadi lebih lemah karena aliran arus menjadi terhalang oleh konfigurasi kanal tersebut, sehingga sebaran perunut pasif yang dilepas dari Sungai Ciliwung juga cenderung terakumulasi di sekitar kanal-kanal tersebut.

Kata kunci: reklamasi laut, ROMS-AGRIF, sirkulasi laut, siklus tahunan, Teluk Jakarta.

ABSTRACT

DEWA ADHYATMA. 3D Numerical Modelling Study of Current Circulation in Jakarta Bay: Before and After Reclamation. Supervised by AGUS SALEH ATMADIPOERA.

Jakarta Bay is considered important for the maritime-activity of people such as sea transportation, tourism, indsutry, and people lived in coastal. For fullfilling people needs in future, it is planned to be built artificial islands reclaimed and giant sea wall. This project is suspected current circulation pattern changed naturally. The purpose of this research to study numerical model with ROMS-AGRIF and describe annual circulation in Jakarta Bay, before and after reclamation, likewise the forecast of passive

(5)

tracer distribution exposed from Cisadane River. Model validation of sea surface height with satellite data shows the value of altimetri a high correlation (r = 0.7). The pattern of circulation in Jakarta Bay before reclaimed (scenario 1) shows the flow is dominated by zonal flow component (East-West) and free-flowing. Circulation in the West Season is stronger than in the East Season, so that the average annual circulation is towards the East. In scenario 2 (reclaimed by the canal expanded) and scenario 3 (reclaiming is appropriate blue print GSW), the seasonal flow patterns (scenario 1) partitioned into canals which separated the artificial islands. In scenario 2, strengthening the flow going around the gap of the canal "garuda's neck", and distribution of passive tracer from the Ciliwung River to flow more quickly and spreads far towards the East and the West in the canals near the mainland. In scenario 3, with narrower canals, the pattern of circulation becoming weaker due to the flow of current is being strucked by the channel configuration, so that the distribution of passive tracer which exposed from Ciliwung River likewise accumulated around the canals.

Keywords: Annual circulation, Jakarta Bay, ROMS-AGRIF, Sea-circulation, Sea-reclaimed

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

STUDI PEMODELAN NUMERIK 3D SIRKULASI ARUS

DI TELUK JAKARTA: SEBELUM DAN SESUDAH

REKLAMASI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas segala karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih pada penelitian ini merupakan buah pemikiran penulis terhadap potensi pesisir secara oseanografi dan hubungannya dengan kehidupan maritim. Presiden RI Joko Widodo mencanangkan „Poros Maritim‟ memiliki arti bahwa pembangunan bangsa harus dilandasi dengan pemikiran kemaritiman.

Tema penelitian yang diambil penulis adalah pemodelan numerik oseanografi dengan judul “Studi Pemodelan Numerik 3D Sirkulasi Arus di Teluk Jakarta: Sebelum dan Sesudah Reklamasi”. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2015. Hasil model ini diharapkan dapat membantu masyarakat khususnya di wilayah pesisir Jakarta dalam aktivitas kemaritiman. Selain itu harapan untuk Pemerintah sebagai penentu kebijakan dapat mengambil langkah strategis dalam pembangunan maritim wilayah pesisir berdasarkan kondisi oseanografi Teluk Jakarta.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Agus Saleh Atmadipoera, DESS selaku pembimbing dan bantuannya dalam memberikan masukan serta saran. Selain itu, penulis juga turut menyampaikan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Wayan Nurjaya, M.Sc selaku ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Bapak Dr. Henry M. Manik, S.Pi, MT selaku ketua program studi, Bapak Prof Dr. Ir. Mulia Purba, M. Sc sebagai penguji serta seluruh staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak dan Ibu penulis serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Penulis ucapkan juga kepada teman-teman ITK 48 yang tidak bisa disebut satu per satu karena telah menjadi teman, keluarga, dan memberikan pengalaman berharga yang tidak akan pernah kedua kali penulis dapatkan selama masa kuliah. Ucapan terimakasih khusus penulis sampaikan juga pada teman seperjuangan dan mentor di laboratorium oseanografi fisik serta Ratna Ningsih, teman diskusi yang memotivasi penulis mengambil topik penelitian oseanografi.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 METODE 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Validasi Model dengan Data Satelit Altimetri 12

Pola Arus di Perairan Teluk Jakarta 12

Keterkaitan Atmosferik terhadap Pola Arus Permukaan 21 Mekanisme Pergerakan Keluaran Debit Sungai ke Perairan Teluk Jakarta 21

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

(11)

DAFTAR TABEL

1 Parameter umum konfigurasi model 7

DAFTAR GAMBAR

1 Domain model dan batimetri (a), domain visualisasi model serta

batimetri (b) perairan Teluk Jakarta 4

2 Model reklamasi pada simulasi skenario 2 dengan penyederhanaan dari rencana konstruksi GSW di daerah Teluk

Jakarta 8

3 Model reklamasi pada simulasi skenario 3 dengan penyesuaian

dari rencana konstruksi GSW di daerah Teluk Jakarta 9

4 Diagram alir proses pembuatan model 9

5 Hasil validasi model ROMS dengan data satelit altimetri

parameter tinggi muka laut (Sea Surface Height/SSH) 12 6 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 1 pada kedalaman 10 m

tumpang tindih warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan

musim 13

7 Pola arus permukaan bulan Juni 2003 (atas), Mei 2004 (tengah) dan

September 2003 di Teluk Jakarta (Hadikusumah, 2007) 14

8 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 2 pada kedalaman 10 m tumpang tindih warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan

musim 14

9 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 3 pada kedalaman 10 m tumpang tindih warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan

musim 15

10 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 1 diperlihatkan oleh komponen arus zonal (u) pada transek A-B di

empat perwakilan musim 16

11 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 2 diperlihatkan oleh komponen arus zonal (u) pada transek A-B di

empat perwakilan musim 16

12 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 3 diperlihatkan oleh komponen arus zonal (u) pada transek A-B di

empat perwakilan musim 17

13 Pola eddies yang terbentuk hasil simulasi arus skenario 2 Teluk

Jakarta pada empat perwakilan musim di kedalaman 10 m 18 14 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 1

(sebelum reklamasi) kedalaman 10 m tumpang tindih dengan

vektor arus pada empat perwakilan musim 19

15 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 2 (sebelum reklamasi) kedalaman 10 m tumpang tindih dengan

vektor arus pada empat perwakilan musim 20

16 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 3 (sebelum reklamasi) kedalaman 10 m tumpang tindih dengan

(12)

17 Diagram Hovmuller pada nilai arus zonal (u), angin permukaan zonal (sustr), suhu (T), dan salinitas (S) pada tiga skenario

berbeda dipotong oleh transek vertikal A-B 21

18 Diagram Hovmuller pada nilai arus meridional (v), angin permukaan zonal (sustr), suhu (T), dan salinitas (S) pada tiga

skenario berbeda dipotong oleh transek horizontal A-B 23 19 Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur

pada Sungai Ciliwung) dengan asumsi debit sungai konstan sepanjang tahun di perairan Teluk Jakarta skenario 1 (alami)

tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim 24 20 Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur

pada Sungai Ciliwung) dengan asumsi debit sungai konstan sepanjang tahun di perairan Teluk Jakarta skenario 2 tumpang

tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim 25 21 Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur

pada Sungai Ciliwung dan Cisadane) dengan asumsi debit sungai konstan sepanjang tahun di perairan Teluk Jakarta skenario 3

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teluk Jakarta merupakan wilayah strategis dalam bidang perikanan, transportasi, dan pariwisata. Daerah itu menjadi pusat aktivitas masyarakat Jakarta di wilayah pesisir. Aktivitas di Teluk Jakarta menghasilkan keuntungan secara ekonomi bagi daerah dan negara. Namun, banyaknya aktivitas manusia juga menghasilkan pencemaran lingkungan yang tinggi. Berdasarkan penelitian, Teluk Jakarta mengalami peningkatan bahan pencemar sebesar 537 ton per hari (Suriwati et al. 2009). Bahan pencemar organik menyebabkan eutrofikasi, sehingga berdampak buruk secara ekologi.

Kondisi perairan Teluk Jakarta memiliki variasi musiman. Contohnya, pola sebaran klorofil-a pada musim barat dan timur. Musim barat, nilai padatan klorofil-a lebih dari 5.0 mg/m3 (Selatan Tanjung Pasir hingga Tanjung Gembong). Kepadatan tertinggi klorofil-a melebihi 7.5 mg/m3 (Kali Angke hingga Muara Baru dan Marunda hingga Kali Blencong). Pola sebaran klorofil-a di musim timur tidak berbeda namun kepadatan klorofil-a lebih rendah. Kepadatan klorofil-a terendah ada di musim peralihan dimana sebaran terpadat hanya terlihat di Marunda hingga Kali Blencong (Ambiasa 2007).

Variasi musiman terjadi akibat pergerakan angin. Angin memiliki pola yang berbeda setiap musimnya. Pola pergerakan angin di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh angin muson dan posisi matahari. Sama halnya perairan di seluruh Indonesia. Menurut Wyrtki (1961) ada tiga musim yang terjadi di perairan Indonesia. Musim Barat (MB) dari bulan Desember-Februari, Musim Timur (MT) dari bulan Juni-Agustus, Musim peralihan I (MPI)-Musim Peralihan 2 (MPII) dari bulan Maret-Mei dan bulan September-November. Perubahan pola angin muson dua kali dalam setahun menyebabkan pola sirkulasi massa air di perairan Indonesia berubah arah mengikuti pola angin (Wyrtki 1961).

Berdasarkan penelitian mengenai variablitas musiman arus di Teluk Jakarta (Hadikusumah 2007), pola arus bulan Juni dan September 2003 secara umum arus permukaan ke arah barat daya sampai barat laut dan arus di dekat dasar menuju ke arah pantai, kecuali dari sungai arahnya menuju ke arah laut lepas. Pola arus bulan Mei 2004 secara umum di bagian permukaan datang dari arah timur laut ke arah barat laut. Pola arus di dekat dasar bahwa arus dari sungai-sungai sebelah barat teluk ke arah barat laut dan di sebelah timur teluk ke arah barat laut serta pola arus di bagian tengan arah arus ke arah pantai dan berbelok ke arah timur laut dan barat laut menyusur pantai.

Berdasarkan laporan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (2011), Teluk Jakarta akan dibangun tanggul raksasa (Giant Sea Wall/GSW). Pembuatan master plan membutuhkan waktu satu setengah tahun dan pembangunan fisik membutuhkan waktu 10-25 tahun. Target pembangunan fisik selesai tahun 2025. Adanya pembangunan GSW diduga berdampak terhadap berbagai aspek ekologi, termasuk aspek oseanografi di Teluk Jakarta. Hal ini masih menjadi kontroversi bagi wilayah pesisir Jakarta.

Adanya perubahan struktur dari pantai akibat reklamasi memerlukan pendekatan pemodelan numerik. Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan pola sirkulasi arus akibat reklamasi. Kemajuan pemodelan numerik dan komputasi dalam bidang oseanografi telah meningkatkan kemampuan prediksi kondisi oseanografi di laut lepas dan pantai. Salah satu tools pemodelan yang dikembangkan adalah Regional Ocean

(14)

2

Modelling System (ROMS). Model ini juga dapat melakukan nesting pada versi ROMS-AGRIF. ROMS menggunakan persamaan primitif (Navier-Stokes equation) untuk model hidrodinamika dan dapat diaplikasikan dalam skala regional (Marta-Almeida et al. 2010).

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan model ROMS antara lain, deteksi reduksi meso-scale eddy dalam sistem upwelling di daerah Timur (Gruber et al. 2011), mengetahui batasan upwelling oleh arus geostrofik di tepi pantai (Marchesiello et al. 2011), simulasi dinamika ekosistem fitoplankton pada sistem upwelling California (Gruber et al. 2006), Blooming klorofil di wilayah Pasifik Barat pada peristiwa El-Nino tahun 1997-1998 (Messie et al. 2006), dan pemodelan erosi dan sebaran partikel sedimen dengan resolusi tinggi di wilayah paparan Afrika (Karakas et al. 2006). Pemodelan numerik menggunakan ROMS di wilayah Indonesia juga dilakukan antara lain, simulasi arus musiman di perairan Indonesia (Prihatiningsih 2014), dan studi mekanisme upwelling menggunakan pemodelan numerik di perairan selatan Sulawesi (Atmadipoera dan Widyastuti 2014).

Kajian pola arus di daerah Teluk Jakarta perlu dilakukan karena arus merupakan faktor pembawa sedimen, nutrien, dan polutan. Kemudian Teluk Jakarta merupakan wilayah sibuk dan padat pembangunan sehingga pola arus menjadi parameter yang perlu dikaji untuk menjelaskan sebaran dari parameter fisik dan kimia serta distribusi organisme laut. Penelitian di wilayah ini sebelumnya dilakukan juga dengan teknik pemodelan numerik, yaitu model numerik pola sirkulasi arus dalam skala-waktu pasang surut diurnal (Firmansyah 2002). Pada penelitian ini diperlukan pemodelan numerik ROMS untuk mendeskripsikan pola musiman dari arus sebelum dan setelah adanya reklamasi di Teluk Jakarta.

Perumusan Masalah

Adanya perencanaan pembangunan GSW dengan reklamasi diduga menyebabkan perubahan pola arus laut di Teluk Jakarta. Dengan membangun konfigurasi model sirkulasi laut dengan ROMS-AGRIF untuk 3 skenario, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjawab beberapa pertanyaan berikut,

1. Bagaimana siklus tahunan pola sirkulasi arus laut di Teluk Jakarta ?

2. Bagaimana perubahan pola siklus tahunan sirkulasi laut tersebut akibat dibangunnya reklamasi pulau-pulau buatan di Teluk Jakarta ?

3. Bagaimana pola sebaran perunut pasif (passive tracers) yang dilepas dari muara Sungai Ciliwung dari mekanisme masukan sungai jika reklamasi dilakukan berdasarkan pola sirkulasi arus laut di Teluk Jakarta ?

Konfigurasi model dibuat dengan 3 skenario, dimana Skenario 1 merupakan konfigurasi sebelum adanya reklamasi. Skenario 2, konfigurasi GSW dengan kanal-kanal antar pulau-buatan yang diperlebar, dan Skenario 3 konfigurasi model yang sesuai dengan cetak biru (blue-print) reklamasi GSW.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan: 1) untuk membangun konfigurasi model numerik 3-dimensi ROMS-AGRIF dengan 3 skenario untuk wilayah perairan Teluk Jakarta dan

(15)

3 sekitarnya; 2) untuk mendeskripsikan perubahan pola siklus tahunan dari sirkulasi laut di kawasan Teluk Jakarta pada 3 skenario (sebelum dan sesudah reklamasi pulau-pulau buatan); dan 3) mendeskripsikan pola sebaran perunut pasif (passive tracers) yang dilepas dari muara Sungai Ciliwung kearah laut.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan informasi awal mengenai pengaruh reklamasi pulau-pulau buatan pada pembangunan GSW di Teluk Jakarta terhadap pola sirkulasi laut dan sebaran massa air yang berasal dari Sungai Ciliwung yang bermuara di Teluk Jakarta. Informasi yang disajikan dapat menjadi masukan positif bagi para pemangku kepentingan yang berhubungan langsung dengan aktivitas pembangunan GSW

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-September 2015 dengan domain model di perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya, Jakarta Utara hingga Kepulauan Seribu dengan koordinat 106°18‟ – 107°12‟ BT dan 5°18‟ – 6°6‟ LS. Komputasi model dan pemrosesan data dilakukan di Laboratorium Oseanografi Fisika, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Berikut disajikan daerah domain model dan visualisasi pada Gambar 1.

Masukan Data

Bahan penelitian yang digunakan berupa data gabungan dari ROMS-AGRIF berupa data klimatologi atmosfer (QuickSCAT), suhu permukaan laut (AVHRR-Pathfinder Observations), batimetri (ETOPO 0.5°), fluks atmosfer (COADS05), kondisi batas lateral (Simulasi Drakkar INDO-ORCA05), data garis pantai (GHSS Coastline Map), dan data properti air laut (World Ocean Atlas).

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah PC desktop (Processor Intel Core i7 dan RAM 32 GB). Sistem operasi Ubuntu 12.10 digunakan karena model ROMS hanya dapat dilakukan pada sistem tersebut. MATLAB for Ubuntu 2009 digunakan untuk menjalankan konfigurasi model ROMS dan visualisasi hasil model. Intel Fortran Compiler (ifort) digunakan untuk kompilasi model ROMS.

Prosedur Analisis Data Persamaan Primitif

Persamaan gerak fluida pada ROMS menggunakan prinsip hukum Newton II dimana perubahan momentum terhadap waktu sama dengan perubahan gaya total yang bekerja (Pond dan Pickard 1983). Kemudian Ramming dan Kowalik (1980) menjelaskan persamaan gerak air dalam bentuk 3 dimensi (3D) dengan koordinat Kartesian :

(16)

4

Gambar 1 Domain model dan batimetri (a), domain visualisasi model serta batimetri (b) perairan Teluk Jakarta

a

(17)

5

+ . (1.a)

+ . (1.b)

+ . (1.c)

dimana

velositas fluida pada sumbu x,y,z t waktu

parameter Coriolis (= ) kecepatan sudut rotasi bumi

koordinat lintang bumi spesifik volume

tekanan

koefisien viskositas Eddy vertikal koefisien viskositas Eddy horizontal

(del operator) percepatan gravitasi bumi

ROMS menggunakan persamaan primitif Navier Stokes dan mengabaikan percepatan serta kecepatan vertikal (w = 0) (Marchesiello et al. 2011) sehingga persamaan konservasi momentum disederhanakan menjadi persamaan konservasi momentum arah sumbu-x dan sumbu-y :

+ . + . (2.a)

+ . + . (2.b)

dimana parameter berubah menjadi dan diganti sebagai koefisien percampuran massa air vertikal dan horizontal.

Nilai adalah densitas fungsi dari suhu (T), salinitas (S), dan gradien tekanan (P). Namun densitas diabaikan dalam komponen adveksi pada persamaan (2) (fluida inkompresibel) sehingga pada persamaan gaya keseimbangan hidrostatik vertikal, nilai densitas dapat dijelaskan pada persamaan (3) bahwa nilai tekanan terhadap kedalaman sama dengan negatif densitas dan gravitasi :

(3) Persamaan kontinuitas dalam ROMS mengabaikan perubahan densitas horizontal atau fluida bersifat inkompresibel ( ) (pendekatan Boussineq) sehingga densitas bernilai konstan untuk gradien tekanan horizontal. Persamaan kontinuitas pada fluida bersifat inkompresibel dapat ditulis :

(18)

6

(4) ROMS dapat menganalisis pergerakan fluida akibat adveksi dan percampuran massa air. Persamaan yang digunakan adalah konservasi perunut (tracer) dimana massa air memiliki suhu dan salinitas. Secara matematis persamaan konservasi perunut suhu (5) dan perunut salinitas (6) dapat ditulis :

(5)

(6)

dimana dan menunjukkan laju perubahan suhu dan salinitas terhadap waktu, dan merupakan komponen adveksi, merupakan koefisien pencampuran horizontal dan merupakan koefisien pencampuran vertikal. Namun dalam model ini menghitung perunut pasif dari debit sungai dalam satuan yang bersifat abritrary atau belum ditentukan.

Gaya penggerak fluida di permukaan dan dasar perairan dijelaskan menggunakan kondisi batas permukaan dan dasar perairan (Shchepetkin dan McWilliams 2004 dalam Stewart 2008). Permukaan perairan digerakkan oleh kinematik (tinggi muka laut), tegangan permukaan angin (wind stress), dan fluks suhu-salinitas. Secara matematis, penggerak fluida di permukaan pada kondisi batas dapat ditulis :

(7.a) (7.b) (7.c)

(7.d)

(7.e)

Persamaan 7.a adalah fluida yang digerakkan oleh perubahan elevasi muka laut ( ). Angin sebagai penggerak ditandai oleh persamaan 7.b pada sumbu-x dan 7.c pada sumbu-y. Persamaan tersebut menjelaskan fuida yang tercampur ( ) digerakkan oleh regangan angin ( dan ) yang melewati pantai. Persamaan 7.d menjelaskan perubahan suhu akibat fluks bahang (Q) pada lapisan tercampur dan adalah koefisien bahang. Persamaan 7.e adalah perubahan salinitas akibat evaporasi-presipitasi

pada lapisan tercampur.

Gaya penggerak fluida dasar perairan pada kondisi batas terdiri dari kinematik, gaya gesek dasar (friksi) dan fluk dasar suhu dan salinitas. Secara matematis dapat ditulis :

(8.a)

(19)

7

(8.c)

(8.d)

(8.e)

Persamaan 8.a menjelaskan gerak fluida akibat proses adveksi di lapisan dasar. Persamaan 8.b dan 8.c menjelaskan gaya friksi pada sumbu-x dan sumbu-y dimana atau koefisien drag linear mempunyai nilai 3x10-4 m/s. Kemudian fluks suhu dan salinitas di dasar perairan bernilai nol.

Konfigurasi Model

Model sirkulasi laut di perairan Teluk Jakarta dibangun oleh konfigurasi ROMS-AGRIF. ROMS menggunakan persamaan primitif dan free surface (time step singkat untuk dinamika barotropik dan time step besar untuk dinamika baroklinik) untuk menghitung keadaan oseanik maupun atmosferik pada waktu awal dan setelahnya.

ROMS memerlukan data masukan grid horizontal (posisi titik grid, ukuran dimensi grid), topografi dasar laut, penambahan daratan, gaya-gaya permukaan (wind stress, fluks bahang permukaan, fluks air tawar), kondisi inisial (suhu, salinitas, arus, tinggi muka laut) dan kondisi batas lateral (suhu, salinitas, arus, tinggi muka laut).

Model dibuat dalam 3 skenario. Skenario 1 adalah kondisi perairan Teluk Jakarta secara normal alami. Skenario 2 adalah kondisi perairan Teluk Jakarta setelah adanya reklamasi dengan modifikasi lebar kanal dari cetak-biru GSW. Skenario 3 adalah kondisi perairan Teluk Jakarta dengan reklamasi pulau-pulau buatan sesuai dengan cetak-biru rencana GSW. Penambahan daratan reklamasi pulau-pulau buatan pada skenario 2 dan 3 dilakukan dengan cara masking pada grid model skenario 1.

Komponen pasang surut (pasut) dimasukkan sebagai gaya penggerak ke dalam simulasi model di batas terbuka. Hal ini dilakukan karena sirkulasi arus Teluk Jakarta dipengaruhi oleh pasut. Namun hasil simulasi disimpan dengan rataan harian untuk fokus mengkaji pola siklus tahunan sirkulasi arus Teluk Jakarta. Selain itu, simulasi model ini juga mengatur titik masukan sungai dengan debit sungai dibuat tetap. Parameter ini diperlukan untuk mengkaji pola musiman sebaran penurut pasif yang dilepas dari muara Sungai Ciliwung.

Pembuatan model sirkulasi arus laut dengan ROMS terdiri dari 4 tahap (Gambar 4), yaitu pra-pemrosesan data, persiapan dan kompilasi model, menjalankan model, dan visualisasi model. Pengaturan pra-pemrosesan data dilakukan dengan memberikan skor terhadap parameter model disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Parameter umum konfigurasi model

model Simbol Keterangan Nilai

LLm Grid pada arah sumbu X (resolusi horisontal 463 m)

216 Mmm Grid pada arah sumbu Y (resolusi

horisontal 463 m)

192

N Jumlah level vertikal 32

θs Parameter peregangan vertikal

permukaan

6 θb Parameter peregangan vertikal dasar 0

(20)

8

Hc Kedalaman transisi 10

Hmin Kedalaman minimum 25

Hmax_coast Kedalaman maksimum pada batas pantai

50

Hmax Kedalaman maksimum 5000

DT Time step model (detik) 120 NTSavg Mulai time step untuk akumulasi data

rataan waktu

1

Navg Rataan time step 720

Rhoθ Densitas rata-rata persamaan Boussinesq (kg m-3)

1025 rdrg Koefisien drag linier dasar (m si-1) 3x10-4 Cdb_min Koefisien drag dasar minimum 1x10-4 Cdb_max Koefisien drag dasar maksimum 1x10-1

Nsrc Jumlah titik sumber sungai 1

Isrc Posisi titik sumber sungai bidang x 139 Jsrc Posisi titik sumber sungai bidang y 8 Qbar [m3/s] Kecepatan volume masukan sungai 1

Gambar 2 Model reklamasi pada simulasi skenario 2 dengan modifikasi dari cetak-biru rencana konstruksi GSW di daerah Teluk Jakarta

(21)

9

Gambar 3 Model reklamasi pada simulasi skenario 3 sesuai dengan cetak-biru dari rencana konstruksi GSW di daerah Teluk Jakarta

S1 = Tanpa reklamasi, S2 = Reklamasi Hasil Modifikasi GSW, S3 = Reklamasi Sesuai GSW Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan model

Analisis output Mulai Data global Membuat grid Membuat kondisi atmosferik Insialisasi kondisi batas S1 S3 NetCDF data Pemrosesan dan kompilasi Korelasi Visualisasi Data tiga dimensi Menjalankan model sesuai tidak sesuai S2

(22)

10

1. Pra-pemrosesan data

Tahap ini adalah awal pemasukan data model, membuat konfigurasi model, serta pembuatan dokumen. Dalam konfigurasi model, terdapat pengaturan domain model pada romstools dengan romstools_param.m. Domain model dibentuk dengan membuat dokumen grid pada MATLAB (make_grid) sehingga nilai LLm dan MMm perlu disimpan dalam param.m.

Wilayah domain model dibatasi pada koordinat 106°18‟ – 107°12‟ BT dan 5°18‟ – 6°6‟ LS dengan resolusi tinggi 1/240 (463 meter). Data batimetri yang digunakan berasal dari data ETOPO resolusi 30” dan plot garis pantai yang digunakan dalam resolusi tinggi dari GSHHR.

Langkah berikutnya membuat file grid dengan perintah make_grid pada MATLAB. Pembuatan grid pada skenario 2 menggunakan perintah editmask sebelum make_grid. Pembuatan model reklamasi pada skenario 2 merupakan penyederhanaan dari GSW yang direncanakan. Kemudian perintah make_forcing dimasukkan sebagai data gaya penggerak atmosfer dan laut. Kemudian data suhu permukaan laut (SST) dengan resolusi 9.28 km dimasukkan oleh perintah pathfinder_sst.

Rumus bulk untuk membangkitkan fluks permukaan dari kondisi atmosferik (wind stress, fluks bahang laten, fluks bahang sensibel, fluks bahang gelombang panjang) untuk gaya-gaya permukaan dapat digunakan dengan perintah make_bulk. Langkah terakhir dalam pra-pemrosesan data adalah membangkitkan informasi kondisi batas awal (initial condition) dan batas lateral terbuka.

2. Persiapan dan kompilasi model

Tahap ini merupakan persiapan ROMS dalam menjalankan model. Setelah data global diubah menjadi netCDF (roms_grd.nc, roms_frc.nc, roms_clm.nc, roms_bry.nc, roms_blk.nc), dilakukan penyesuaian konfigurasi pada param.h, yaitu nama konfigurasi dan nilai LLm-MMm. LLm adalah ukuran dimensi grid koordinat x dan MMm ukuran dimensi grid pada koordinat y.

Selanjutnya pengaturan cppdefs.h dilakukan untuk melakukan pemilihan bagian C-preprocessor. Selain itu cppdefs.h terdapat pengaturan simulasi perunut pasif pada masukan sungai dan penggerak komponen Pasut. Kompilasi data menggunakan script jobcomp dengan compiler IFORT (Intel Fortran Compiler), sehingga dihasilkan executable file roms.

3. Menjalankan model

Tahap ini adalah akhir dari pemrosesan data di ROMS. File roms.in dijalankan setelah menyesuaikan dengan beberapa parameter dan vertical grid. Kemudian model kembali dijalankan dalam run_roms.csh dengan file masukan dari roms_inter.in. Script run_roms.csh dijalankan untuk membuat simulasi jangka panjang (3 - 10 tahun running) sampai tercapai hasil komputasi yang stabil secara statistik.

Panjang simulasi model untuk skenario 1 adalah 5 tahun, skenario 2 selama 3 tahun, dan skenario 3 selama 2 tahun. Kemudian data yang diambil

(23)

11 adalah rataan harian. Data rataan harian didapat dari pengaturan roms.in, yaitu Ntimes (jumlah data) = 8640, dt [detik] (selang waktu model yang dijalankan) = 120 detik, NDTFAST (rataan jumlah data) = 720.

Penentuan titik masukan sungai juga diatur dalam konfigurasi roms.in. Jumlah titik sungai diwakilkan oleh Nsrc = 1. Kemudian posisi titik sungai diatur dalam Isrc (bidang x) = 139 dan Jsrc (bidang y) = 8. Namun skenario 3 menggunakan 2 titik sumber sungai (Sungai Cisadane dan Ciliwung). Kecepatan volume masukan sungai diatur dalam Qbar = 1 m3/s.

4. Visualisasi model

Setelah model dijalankan, maka hasil disimpan berupa history file atau average file dengan format NetCDF. File ini dapat divisualisasikan menggunakan roms_gui di MATLAB. Hasil visualisasi dapat berupa komponen arus zonal dan meridional, suhu, salinitas, densitas, energi kinetik, modulus arus dan beberapa parameter derivatif lain (seperti adveksi vertikal, adveksi horizontal, pencampuran massa air, streamfunction, dan gradient tekanan).

Tahapan visualisasi tersebut menggunakan MATLAB Graphical User Interface (GUI). Hasil visualisasi model berupa sebaran kontur, stik plot, diagram hovmüller, plot deret waktu, profil vertikal dan penampang vertikal. Hasil model dapat dirata-ratakan bulanan dan musiman menggunakan script diagnostic tools. Script ini dijalankan pada MATLAB dan dimunculkan dalam roms_gui. Selain hasil output model, ROMS dapat melakukan komputasi terhadap variabel turunan (Penven et al, 2010), contoh variabel speed ( ) dan energi kinetik (0.5( ).

Apabila proses menjalankan model tidak terjadi blow up dan sesuai hasil validasi (perintah Ya pada diagram alir), maka dilanjutkan dengan kegiatan output. Jika proses menjalankan model terjadi blow up dan tidak sesuai hasil validasi (perintah Tidak pada diagram alir), maka proses dikembalikan ke dalam tahap pemrosesan data, misalnya dengan merevisi nilai time-step.

Data keluaran (output) model yang dihasilkan merupakan rataan harian tahun ke 5 (skenario 1), tahun ke 3 (skenario 2), dan tahun ke 2 (skenario 3). Selanjutnya, untuk menampilkan diagram Hovmüller dan penampang vertikal diperlukan penentuan transek. Transek dibuat dengan menghubungkan titik A dan B. Pemilihan titik tersebut dianggap mewakili wilayah perairan Teluk Jakarta yang mengalami perubahan fisik akibat reklamasi.

Hasil analisis diagnostik dilakukan untuk menganalisis secara statistik komponen gaya seperti gaya Coriolis, gradien tekanan, dan pencampuran vertikal. Hasil yang diambil mewakili Musim Barat (Februari), Musim Peralihan 1 (Mei), Musim Timur (Agustus), dan Musim Peralihan 2 (November).

(24)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Validasi Model dengan Data Satelit Altimetri

Model numerik sirkulasi arus Teluk Jakarta skenario 1 divalidasi dengan data tinggi muka air laut (sea surface height/SSH). Data hasil validasi diambil dari satelit altimetri (AVISO) tahun 2005-2010. Data satelit altimetri dirata-ratakan mingguan dalam klimatologi periode bulanan. Sebagai perbandingan adalah data klimatologi tinggi muka laut (variabel zeta) model ROMS skenario 1 tahun ke-5. Data model ROMS memiliki rataan harian. Kedua data ini dibuatkan nilai anomali (referensi MSL) sehingga nilai tinggi muka laut dapat dibandingkan. Berikut disajikan grafik perbandingan data SSH hasil model ROMS dengan satelit altimetri pada Gambar 5.

Nilai data altimetri menunjukkan muka laut di bawah nol bulan Januari hingga Maret. Kemudian bulan April hingga Agutus muka laut berada di atas nol. Bulan September muka laut mengalami kenaikan lalu menurun drastis pada bulan Desember.

Hal yang sama ditunjukkan juga pada hasil model ROMS. Namun, data ROMS memiliki rataan harian sehingga fluktuasi muka laut lebih banyak terjadi pada data model tersebut. Secara keseluruhan, kenaikan muka laut dalam periode bulanan mengikuti pola tinggi muka laut data altimetri. Korelasi data model ROMS dengan altimetri pada parameter SSH bernilai 0.7. Artinya model dugaan representatif terhadap data observasi.

Gambar 5 Siklus tahunan tinggi muka laut dari data satelit altimetri (garis hitam) dan keluaran model ROMS (garis merah) di sisi timurlaut Teluk Jakarta. Korelasi tinggi muka laut antara data dan keluaran model sebesar 0.7.

Pola Arus di Perairan Teluk Jakarta

Hasil simulasi model di perairan Teluk Jakarta skenario 1 (tanpa reklamasi) dijalankan selama 5 tahun dan dirata-ratakan dalam satu hari. Angin dan pasang surut merupakan faktor penggerak dari arus di Teluk Jakarta. Namun, model dibuat dalam rataan harian sehingga sinyal pasut sudah dihilangkan. Maka pola arus di Teluk Jakarta yang terlihat hanya digerakkan angin.

(25)

13 Setiap grid pada hasil model memuat vektor arus. Namun tingginya resolusi dan jarak tiap grid pada visualisasi sangat kecil sehingga perlu disederhanakan. Grid yang menampilkan vektor arus diberi jarak setiap enam grid dengan skala vektor 0.1 m/s. Pada pemberian warna modulus arus tidak disederhanakan atau nilai modulus ditampilkan pada semua grid.

Sirkulasi arus paling kuat terjadi pada 16 Februari (Musim Barat) dimana aliran air mengarah ke sisi timur. Kemudian, arus di 16 Mei (Musim Peralihan 1) bergerak pelan ke arah barat sama dengan 16 Agustus (Musim Timur). Pada 16 November (Musim Peralihan 2), aliran air mengalami transisi arah dari timur ke barat secara perlahan hingga musim barat mengalami peningkatan kecepatan arus ke arah timur. Jadi komponen zonal arus memberikan pengaruh kuat. Gambaran dari pola arus Teluk Jakarta skenario 1 disajikan pada Gambar 6.

Konfigurasi tanjung di perairan Teluk Jakarta menyebabkan aliran air dari sisi barat terbagi dua, masuk ke dalam daerah teluk hingga dekat pantai dan mengalir bebas ke sisi timur atau barat. Kemudian kedua aliran ini akan bermuara di daerah tanjung sisi timur atau barat. Berdasarkan studi yang dilakukan Hadikusumah (2007) mengenai variabilitas arus di Teluk Jakarta dari hasil pengukuran lapang, pola sirkulasi hasil model kurang sesuai dengan hasil studi tersebut, diduga karena plot vektor arus hasil pengukuran lapangan masih mempertahankan sinyal arus pasang surut. Namun demikian, pada musim berbeda hasil pengukuran lapang menunjukkan pola sirkulasi yang berbeda, dan hal ini juga ditunjukkan oleh hasil model.

Model simulasi perairan Teluk Jakarta skenario 2 (reklamasi hasil modifikasi GSW) dijalankan selama 3 tahun dengan hasil simulasi disimpan dalam rataan 1 hari. Pola sirkulasi arus

Gambar 6 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 1 pada kedalaman 10 m tumpang tindih warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan musim

(26)

14

Gambar 7 Pola arus permukaan bulan Juni 2003 (atas), Mei 2004 (tengah) dan September 2003 di Teluk Jakarta (Hadikusumah, 2007)

Gambar 8 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 2 pada kedalaman 10 m tumpang tindih warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan musim

(27)

15

Gambar 9 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 3 pada kedalaman 10 m tumpang tindih warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan musim

di perairan Teluk Jakarta skenario 2 juga didominasi oleh komponen zonal. Namun adanya konfigurasi reklamasi (daratan) menyebabkan adanya partisi arus ke dalam kanal-kanal. Kanal-kanal ini terdapat celah-celah sehingga terjadi intensifikasi arus di dalam celah yang sempit. Gambar 8 disajikan untuk menggambarkan pola arus di Teluk Jakarta pada skenario 2.

Model simulasi perairan Teluk Jakarta skenario 3 (reklamasi GSW) dijalankan selama 2 tahun dan dirata-ratakan dalam satu hari. Pola sirkulasi arus di perairan Teluk Jakarta skenario 3 terlihat kompleks dan terisolasi sehingga aliran air yang masuk ke dalam teluk sedikit dan berbelok di atas daratan reklamasi GSW. Adanya reklamasi GSW hasil perluasan Pelabuhan Tg. Priok menyebabkan adanya arus ke bawah (16 Agustus dan 16 November) dan ke atas (16 Februari dan 16 Mei). Intensifikasi arus terlihat lebih lemah dibandingkan skenario 2. Hal ini dikarenakan sedikit kanal yang sejajar garis pantai. Arus komponen zonal terlihat lebih lemah dibandingkan skenario 1 dan 2.

Struktur vertikal arus di Teluk Jakarta dibuat seperti pola arus permukaan (dua skenario). Teluk Jakarta didominasi oleh komponen zonal di permukaan, maka analisis arus secara vertikal ditampilkan oleh komponen zonal arus (u) pada transek A-B yang memanjang vertikal. Secara umum, arus di permukaan mempunyai modulus yang kuat. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 10, 11, dan 12 dimana modulus arus mempunyai nilai jauh dari nol (positif atau negatif). Kemudian pola arus semakin ke dasar mengalami pelemahan. Struktur vertikal arus di skenario 1 berdasarkan pola musim mengikuti arus di permukaan dimana terjadi pembalikan arah dua kali (Musim Barat

(28)

16

Gambar 10 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 1 diperlihatkan oleh komponen arus zonal (u) (m/s) pada transek A-B di empat perwakilan musim

Gambar 11 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 2 diperlihatkan oleh komponen arus zonal (u) (m/s) pada transek A-B di empat perwakilan musim

(29)

17

Gambar 12 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 3 diperlihatkan oleh komponen arus zonal (u) (m/s) pada transek A-B di empat perwakilan musim

dan Musim Timur). Pembalikan arah arus ditandai oleh nilai positif atau negatif pada nilai u. Berdasarkan 4 potongan gambar pada musim berbeda (Gambar 10), modulus arus di dasar perairan mempunyai nilai mendekati nol. Namun pada 16 Mei, 16 Agustus, dan 16 November terlihat ada arus kuat di dasar. Hal ini disebabkan pemotongan transek yang menyinggung pulau-pulau kecil.

Skenario 2 menunjukkan perbedaan struktur vertikal arus dari skenario 1 dimana terjadi penguatan arus di dasar perairan. Pola musim arus vertikal skenario 2 juga mengikuti permukaannya. Intensifikasi arus di dasar perairan terlihat pada celah-celah daratan reklamasi.

Potongan vertikal komponen arus zonal pada skenario 3 menunjukkan pola yang sama dengan skenario 2. Namun arus dekat garis pantai Jakarta meunjukkan arah negatif sepanjang tahun. Wilayah kosong pada Gambar 11 dan 12 terjadi akibat pemotongan transek yang melewati daratan reklamasi.

Adanya reklamasi menyebabkan pola sirkulasi arus kompleks terjadi di sekitar daratan reklamasi dan celah-celah sempit. Hal ini menyebabkan terjadinya eddy atau pusaran arus. Variasi putaran dari arus terlihat pada musim berbeda. Musim Barat, eddy bergerak anti-siklonik (atas arus yang meningkat akibat celah reklamasi) dan siklonik (bawah arus yang meningkat akibat celah reklamasi) pada sisi atas kanan celah.

(30)

18

Gambar 13 Pola eddies yang terbentuk hasil simulasi arus skenario 2 Teluk Jakarta pada empat perwakilan musim di kedalaman 10 m

Arus kuat yang menyebabkan putaran arus mengarah ke timur. Hal ini terjadi pada Musim Peralihan 2 tetapi putaran arus lebih lemah daripada Musim Barat. Musim Peralihan 1, eddy bergerak kebalikan dari Musim Barat dan Peralihan 2. Sama halnya dengan Musim Timur yang memiliki pola eddy yang sama.

Kekuatan arus pada eddy terlihat lemah. Kecepatan arus pada daerah eddy berkisar antara 0.01 hingga 0.02 m/s. Eddy tersebut memiliki diameter yang kecil sehingga dalam visualisasi model, domain dipersempit, skala diperbesar menjadi 0.01, dan setiap grid ditampilan data vektornya. Berikut disajikan Gambar 13 menggambarkan sirkulasi eddy setiap musimnya.

Menurut Stewart (2008) eddy terjadi tidak hanya dipengaruhi oleh rotasi Bumi, tetapi karakteristik arus dan arah angin. Skema pusaran arus di skenario 2 terjadi di dekat celah dimana terjadi intensifikasi arus. Konfigurasi dari daratan reklamasi juga mempengaruhi adanya pembelokan arus. Selain itu kontribusi energi kinetik

(31)

19 memberikan pengaruh pada pembentukan eddy (Lathuiliére et al. 2010). Skema pusaran arus musiman ditunjukkan pada Gambar 13.

Energi kinetik merupakan variabel derivat dari kecepatan arus. Dalam kasus ini, variabel energi kinetik melihat besarnya energi yang ditimbulkan akibat modulus arus. Berdasarkan Gambar 14 , energi kinetik hasil simulasi skenario 1 memiliki nilai yang besar pada kedua sisi daerah tanjung. Hal ini terlihat pada Musim Barat dan Peralihan 1 sedangkan Musim Timur dan Peralihan 2 tidak menunjukkan nilai energi kinetik yang besar.

Hasil simulasi skenario 2 menunjukkan sebaran energi kinetik besar terjadi pada celah sempit di daratan reklamasi. Pada Musim Barat energi kinetik terbesar terjadi di daerah sisi kanan tanjung. Sisi kiri daerah tanjung memiliki energi kinetik yang tersebar hingga celah-celah sempit daratan reklamasi. Hal yang sama berlaku pada Musim Peralihan 1. Kemudian Musim Timur dan Musim Peralihan 2 menunjukkan energi kinetik di kedua sisi daerah tanjung lebih lemah. Simulasi energi kinetik skenario 3 terlihat lebih lemah dibandingkan skenario 1 dan 2.

Analisis energi kinetik dilakukan sebagai gambaran dampak perubahan garis pantai. Bila energi kinetik besar, garis pantai mengalami erosi. Sebaliknya, jika energi kinetik lemah terjadi sedimentasi. Berikut Gambar 14, 15, dan 16 disajikan untuk menggambarkan sebaran energi kinetik pada semua skenario.

Gambar 14 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 1 (sebelum reklamasi) kedalaman 10 m tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim

(32)

20

Gambar 15 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 2 kedalaman 10 m tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim

Gambar 16 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 3 kedalaman 10 m tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim

(33)

21 Keterkaitan Parameter Atmosferik terhadap Pola Arus Permukaan

Kondisi atmosferik mempengaruhi pergerakan air. Aliran air di Teluk Jakarta didominasi oleh komponen zonal. Gambar 17 menunjukkan diagram Hovmuller komponen zonal (u) dan tegangan angin permukaan zonal (sustr) dipotong oleh transek vertikal A-B. Berdasarkan skala waktu, arus zonal mengalami pembalikan arah dua kali dalam satu tahun. Periode April-September, nilai u bernilai negatif. Hal ini menandakan arus bergerak ke barat. Kemudian pada bulan Oktober-Maret, nilai u berubah menjadi positif menandakan arus bergerak ke timur. Semua skenario menunjukkan pola arus yang sama (terjadi pembalikan arah dua kali dalam satu tahun). Pola ini juga terlihat sama dengan nilai tegangan angin permukaan zonal.

Analisis pola arus yang masuk ke dalam teluk juga dilakukan dengan transek horizontal A-B (Gambar 18). Pola arus meridional juga mengalami pembalikan arah dua kali dalam satu tahun, periode terjadinya pembalikan arah sama dengan arus zonal. Nilai arus meridional (v) bernilai negatif menandakan arus masuk ke dalam teluk (selatan) dan positif menandakan pergerakan air ke luar teluk (utara). Pola ini terlihat sama di semua skenario.

Suhu permukaan laut (0C ) adalah sejumlah bahang yang tersimpan pada permukaan laut. Maka semakin tinggi fluks bahang yang masuk ke dalam permukaan laut maka suhu semakin tinggi dan sebaliknya. Peningkatan fluks bahang dapat dipengaruhi oleh peningkatan intensitas wind stress (Sterl et al. 2003). Renault et al. (2012) menyatakan bahwa intensifikasi angin dapat meningkatkan pelepasan bahang melalui fluks bahang. Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa suhu maksimum terjadi pada angin yang melemah di Musim Peralihan 1 dan 2 karena mengalami transisi arah.

Salinitas adalah jumlah satuan gram garam yang terkandung dalam satu kilogram air laut. Model ini menghitung salinitas dalam satuan psu (per salinity unit). Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas daerah pantai adalah presipitasi-evaporasi, masukan sungai (run-off), dan pasang surut air laut.

Sebaran salinitas pada variasi musim terlihat semakin meningkat dari Musim Barat (paling rendah) hingga Musim Peralihan 2 (paling tinggi). Masukan salinitas di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh Laut Jawa. Menurut Najid et al (2012), musim barat mencapai puncak minimum dari salinitas di Laut Jawa. Masuknya massa air dari Laut Natuna melewati Selat Karimata banyak mengalami pengenceran dari aliran sungai. Sebaliknya pada Musim Peralihan1 dan Timur, aliran air dari timur menuju barat membawa massa air bersalinitas tinggi. Hal ini menyebabkan massa air salinitas rendah di barat Laut Jawa terdorong sehingga ada kenaikan salinitas. Puncak maksimum nilai salinitas tertinggi terjadi pada periode Musim Peralihan 2.

Mekanisme Pergerakan Keluaran Debit Sungai ke Perairan Teluk Jakarta Komponen sungai dimasukkan sebagai variabel untuk melihat sebaran keluaran debit air dari muara sungai ke dalam sistem perairan. Titik sumber sungai ditentukan di tengah dari konfigurasi daratan Jakarta (muara Sungai Ciliwung) dengan asumsi nilai debit sungai dibuat tetap sepanjang tahun.

Skenario 1 menunjukkan bahwa pergerakan aliran sungai di Musim Barat bergerak ke sisi timur mengikuti arus. Nilai debit sungai yang keluar relatif tinggi dengan penyebaran merata di sepanjang pantai. Musim Peralihan 1, debit sungai

(34)

22

Gambar 17 Diagram Hovmuller pada nilai arus zonal (u), angin permukaan zonal (sustr), suhu (T), dan salinitas (S) pada tiga skenario berbeda dipotong oleh transek vertikal A-B

(35)

23

Gambar 18 Diagram Hovmuller pada nilai arus meridional (v), angin permukaan zonal

(sustr), suhu (T), dan salinitas (S) pada tiga skenario berbeda dipotong oleh transek horizontal A-B

(36)

24

terbawa ke sisi barat mengikuti arus. Namun penyebarannya lebih tinggi dan cenderung berkumpul di daerah pesisir pantai barat Jakarta. Debit sungai juga masih terlihat walaupun sudah menipis di pantai timur Jakarta. Kemudian Musim Timur menunjukkan keluaran debit sungai relatif berkurang hingga Musim Peralihan 2 penyebaran terpusat di dekat titik suber sungai.

Proses masuknya aliran sungai ke dalam sistem perairan Teluk Jakarta pada skenario 2 memiliki pola yang sama dengan skenario 1. Namun, keluaran debit sungai relatif lebih rendah dan cenderung menyebar lebih luas dibandingkan skenario 1. Hal ini terjadi akibat adanya intensifikasi arus pada kanal-kanal sejajar garis pantai sehingga masukan sungai terbawa oleh arus lebih cepat.

Adanya reklamasi hasil modifikasi GSW menyebabkan pergerakan masukan sungai lebih cepat dan menyebar luas mengisi celah-celah reklamasi. Berdasarkan model Gambar 19, intensifikasi pergerakan masukan sungai terjadi akibat intensifikasi arus, sedangkan penyebaran yang merata setelah adanya reklamasi disebabkan oleh pembentukan kanal-kanal di daerah reklamasi.

Skenario 1 menunjukkan hasil perunut pasif masukan sungai di daerah pesisir bergantian secara periode musim. Adanya reklamasi hasil modifikasi GSW (skenario 2) menyebabkan debit masukan sungai terbawa oleh arus lebih cepat dari skenario 1 sehingga diasumsikan polutan terbuang lebih cepat dari perairan Teluk Jakarta. Hasil model reklamasi GSW (skenario 3) menggambarkan tingkat penyebaran yang luas di celah-celah reklamasi namun terisolasi. Hal ini diakibatkan sirkulasi arus yang tertutup sehingga keluaran sungai sulit untuk keluar dari sistem perairan Teluk Jakarta.

Sebaran debit keluaran sungai skenario 3 mempunyai 2 sumber sungai. Posisi titik sumber sungai berada di sisi barat (Sungai Cisadane) dan tengah (Sungai Ciliwung) Teluk Jakarta. Musim Peralihan 1 dan 2 memberikan kontribusi tinggi terhadap penumpukan debit sungai di bagian barat hasil reklamasi GSW Teluk Jakarta dalam 1 tahun.

Gambar 19 Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur pada Sungai Ciliwung) dengan asumsi debit sungai konstan sepanjang tahun di perairan Teluk Jakarta skenario 1 (alami) tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim

(37)

25

Gambar 20 Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur pada Sungai Ciliwung) dengan asumsi debit sungai konstan sepanjang tahun di perairan Teluk Jakarta skenario 2 tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim

Gambar 21 Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur pada Sungai Ciliwung dan Cisadane) dengan asumsi debit sungai konstan sepanjang tahun di perairan Teluk Jakarta skenario 3 tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim

(38)

26

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pola sirkulasi arus di perairan Teluk Jakarta bervariasi secara musim. Komponen zonal mendominasi dari skema pergerakan arus di Perairan Teluk Jakarta. Simulasi pola sirkulasi arus pada skenario 1 (alami) menunjukkan bahwa aliran air masuk melalui sisi tanjung barat atau timur secara bebas. Namun, skenario 2 (adanya reklamasi hasil modifikasi GSW) menunjukkan bahwa aliran air yang masuk melalui sisi tanjung terbagi dan melewati kanal-kanal. Pada setiap kanal terdapat celah dimana terjadi intensifikasi arus dan pusaran air. Pergerakan arus paling kuat terjadi pada Musim Barat dimana aliran air mengarah ke sisi timur untuk skenario 1 dan skenario 2. Pola arus di skenario 3 (reklamasi yang disesuaikan dengan GSW) terlihat kompleks, terisolasi, dan lebih lemah dibandingkan skenario 1 dan 2 (hampir tidak ada intensifikasi arus).

Adanya reklamasi (skenario 2) juga menyebabkan pembentukan eddy di sebelah arus kuat akibat intensifikasi arus terjadi. Pembetukan eddy diakibatkan oleh intensifikasi arus dan konfigurasi daratan reklamasi berbentuk burung garuda. Pada hasil perunut pasif sungai, masukan sungai dipengaruhi oleh pola sirkulasi arus. Masukan sungai pada skenario 2 bergerak relatif lebih cepat daripada skenario 1 dan skenario 3.

Saran

Reklamasi Teluk Jakarta menimbulkan intensifikasi serta pusaran arus. Kemudian masukan sungai mengalami pergerakan lebih cepat dan tersebar luas ke dalam sistem kanal reklamasi. Dampak dari karakter arus akibat reklamasi membutuhkan penelitian lanjutan untuk mengkaji dampak pada proses biogeokimia akibat sirkulasi arus yang berubah. Selain itu, kajian untuk masukan sungai perlu dilakukan penyelidikan mengenai sebaran polutan. Masukan sungai juga perlu dianalisis dengan 13 titik sungai di Jakarta untuk merunut secara pasif sebaran masukan sungai dari titik-titik tersebut agar dampak pada daerah teluk lebih representatif dalam menggambarkan kondisi run off.

DAFTAR PUSTAKA

Atmadipoera, A.S. dan Widyastuti, P. 2015. A numerical modelling study on upwelling mechanism in Southern Makassar Strait. J ITKT. 6 (2) : 355-371

Ambiasa I K. 2007. Distribusi Spasial Fitoplankton dan Zooplankton di Teluk Jakarta. [Skripsi]. Repositori Institut Pertanian Bogor.

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta. 2011. Laporan status lingkungan hidup daerah Provinsi Daerah Ibukota Jakarta. (ID) : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Firmansyah, B. 2002. Model dan simulasi pola arus Teluk Jakarta menggunakan metode beda hingga eksplisit dengan pendekatan beda tengah terhadap waktu dan beda tengah terhadap ruang. [Skripsi]. Repositori Institut Pertanian Bogor

(39)

27 Gruber N, Z Lachkar, H Frenzel, P Marchesiello, M Munnich, JC McWilliams, T Nagai, GK Plattner. 2011. Mesoscale eddy-induced reduction in eastern boundary upwelling systems. Nat Geosci. 4: 787–792.

Gruber N, H Frenzel, SC Doney, P Marchesiello, JC McWilliams, JR Moisan, J Oram, GK Plattner, KD Stolzenbach. 2006. Simulation of phytoplankton ecosystem dynamics in the California Current System. Deep-Sea Res I. 53: 1483-1516.

Hadikusumah. 2007. Variabilitas musiman arus di Teluk Jakarta. J ITKT. P.305-309 Karakas G, N Nowald, M Blaas, P Marchesiello, S Frickenhaus, R Schlitzer. 2006.

High-resolution modeling of sediment erosion and particle transport across the 7 northwest African shelf. J. Geophys. Res. 111. C06025. Doi:10.1029/2005JC 003296.

Lathuiliére C, Echevin V, Lévy M, Madec G. 2010. On the role of the mesoscale circulation on an idealized coastal upwelling ecosystem. J Geophys Res. 115. C09018. Doi:10.1029/2009JC005827.

Marchesiello P, P Estrade. 2010. Upwelling limitation by geostrophic onshore flow. J Mar Res. 68: 37-62.

Marta-Almeida M, Ruiz-Villarreal M, Otero P, Cobas M, Peliz A, Nolasco R, Cirano M, Pereira J. 2010. OOFƐ : A Python engine for automating regional and coastal ocean forecasts. EMS. 26: 680-682. Doi:10.1016/j.envsoft.2010.11.015.

Messie M, M Radenac, J Lefevre, P Marchesiello. 2006. Chlorophyll bloom in the western Pacific at the end of the 1997-98 El Nino: the role of Kiribati Islands. Geophys Res Let. 33(14): L14601. Doi: 10.1029/2006GL026 033.

Najid A, Pariwono J I, Bengen D G, Nurhakim S, Atmadipoera A S. 2012. Pola musiman dan antar tahunan salinitas permukaan laut di Perairan Utara Jawa-Madura. MJ, 2012, 4 (2), 168-177

Penven P, L Debreu, P Marchesiello, JC McWilliams. 2006. Evaluation and application of the ROMS 1-way embedding procedure to the central california upwelling system. Oce Mod. 12 : 157-158

Penven P, G Cambon, P Marchesiello, Thi-Anh Tan, L Debreu. 2010. ROMS_AGRIF/ROMSTOOLS user guide. (FR) : Institut de Recherche pour le Development (IRD).

Pond, S dan Picakrd, G. L. 1983. Introductory to Dynamical Oceanography. New York (USA) : Pergamon Press

Prihatiningsih, Isnaini. 2014. Simulasi Arus Musiman di Perairan Indonesia. [Skripsi]. Repositori Institut Pertanian Bogor

Ramming, H. G dan Kowalik, Z. 1980. Numerical Modelling of Marine Hydrodynamics : Application to Dynamic Physical Processes. New York (USA): Elsevier Scientific Publishing Company

Renault L, Dewite B, Marchesiello P, Illig S, Echevin V, Cambon G, RamosM, Astudillo O, Minnis P, Ayers JK. 2012. Upwelling response to atmospheric coastal jets off central Chile: A modeling study of the October 2000 event. J Geophys Res. 117. C02030. Doi:10.1029/2011JC007446.

Suriwati L M, Osawa T, Mahendra M S. 2009. Study of total suspended matter transportation and circulation in Jakarta Bay using numerical simulation and satellite data. Ecotrophic 5(1) : 51-56. ISSN: 1907-5626

Stewart, R H. 2008. Introduction to Physical Oceanography. Texas A & M University (USA) : Department of Oceanography.

(40)

28

Wyrtki K. 1961. Physical oceanography of the Southeast Asian waters. Naga Report (2). Scripps Inst. Of Oceanography. The University of California. La Jolla, California.

(41)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 1993 sebagai putra pertama Yusuf Muhammad Said, SH, MH dan Ami Sudarmi Alwy, SE. Penulis sempat bersekolah di SMA Negeri 99 Jakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, penulis memilih Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai tempat menimba ilmu pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun 2011.

Semasa kuliah, penulis merupakan ketua angkatan mahasiswa ITK-IPB 48 dan aktif pada organisasi HIMITEKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan) IPB di divisi KADJAK (Kaderisasi dan Kebijakan) tahun 2013. Selain itu, penulis juga aktif dalam bidang seni perkusi hingga meraih juara 3 IAC (IPB Art Contest) 2013, juara 1 FMAC (Fisheries and Marine Art Contest) 2014, dan juara 1 IAC 2014. Dalam akademik, penulis pernah menjadi asisten pratikum mata kuliah oseanografi umum tahun 2013-2014 dan sempat dipercaya menjadi koordinator asisten pratikum tahun 2014-2015 pada mata kuliah yang sama. Penulis juga pernah menjadi asisten pratikum mata kuliah selam ilmiah tahun 2013-2014.

Gambar

Gambar 1 Domain model dan batimetri (a), domain visualisasi model serta batimetri (b)  perairan Teluk Jakarta
Gambar 2  Model reklamasi pada simulasi skenario 2 dengan modifikasi dari cetak-biru  rencana konstruksi GSW di daerah Teluk Jakarta
Gambar 3       Model reklamasi  pada simulasi  skenario 3  sesuai dengan cetak-biru dari  rencana konstruksi GSW di daerah Teluk Jakarta
Gambar 6  Pola arus di Teluk Jakarta skenario 1 pada kedalaman 10 m tumpang tindih  warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan musim
+7

Referensi

Dokumen terkait

Didalam penelitian ini QR code dimanfaatkan untuk pengelolahan data kunjung mahram santri dalam proses kunjungan di pesantren, private question merupakan salah satu fitur kode

Proses pendistribusian obat yang dilakukan di gudang farmasi RSUD Syekh Yusuf Gowa melalui dua proses yaitu melalui peresepan dan pengampraan. Pendistribusian obat dimulai

Proses interpretasi ini adalah proses berpikir yang merupakan kemampuan yang khas yang dimiliki manusia (Blumer dalam Ritzer, 2011: 52). Proses interpretasi yang

Indonesia, Undang-Undang Pasar Modal, Ps.. Teori liability rule membolehkan dilaksanakannya transaksi benturan kepentingan tanpa persetujuan Pemegang Saham Independen sepanjang

Dari hasil data yang telah diuji pada pernyataan 2 menunjukkan nilai r- hitung sebesar 0,705 > 0,361 dari r-tabel, yang berarti desain tampilan isi buku tahunan DECO sudah

Distribusi fasilitas pendidikan Sekolah dasar (SD/MI) berdasarkan pola persebaran permukiman dikembangkan berdasarkan permasalahan serta kondisi eksisiting wilayah

PT Sariwangi AEA didirikan pada tahun 1962, awalnya dioperasikan di bidang perdagangan teh lalu kemudian-untuk menjadi produsen teh (memproduksi teh sendiri