• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Determinan Terhadap Intention Dalam Melakukan Usaha Prospecting pada Distributor MLM Jaringan "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Determinan Terhadap Intention Dalam Melakukan Usaha Prospecting pada Distributor MLM Jaringan "X" Bandung."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha v

dengan teknik survei. Variabel penelitian ini adalah intention dan determinan-determinannya. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan secara acak pada didistributor Jaringan “X” Bandung. Jumlah responden sebanyak 213 distributor.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner intention dan determinan-determiannya yang disusun oleh Icek Ajzen (2005) dan diadaptasi oleh peneliti yang mengacu pada teori planned behavior sebanyak 16 item. Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan korelasi Pearson dan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach diperoleh 16 item yang diterima, dengan validitas berkisar antara 0,398–0,813 dan reliabilitas sebesar 0,776. Hasil pembahasan menggunakan teknik multiple regression dan teknik korelasi Pearson.

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh 54,9% distributor MLM Jaringan “X” Bandung memiliki intention yang lemah dalam melakukan usaha prospecting. Dari hasil penelitian juga diketahui determinan yang memberikan pengaruh paling besar terhadap intention melakukan usaha prospecting pada distributor Jaringan “X” Bandung adalah perceived behavioral control sebesar 0,394. Determinan yang memberikan pengaruh paling kecil terhadap intention adalah subjective norms sebesar 0,048. Korelasi antar determinan yang paling besar adalah korelasi antara perceived behavioral control dan attitude toward behavior 0,557. Korelasi yang paling kecil adalah antara perceived behavioral control dan subjective norms sebesar 0,083.

(2)

Universitas Kristen Maranatha vi

Lembar Pengesahan... ii

Kata Pengantar ...iii

Abstrak... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Bagan ... x

Daftar Tabel ... xi

Bab I. Pendahuluan... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 10

1.3. Maksud dan Tujuan ... 11

1.4. Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1. Kegunaan Ilmiah... 11

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 11

1.5. Kerangka Pemikiran ... 12

1.6. Asumsi Penelitian ... 21

Bab II. Tinjauan Pustaka... 22

2.1. Theory Planned Behavior ... 22

2.1.1. Pengertian Planned Behavior ... 22

2.1.2 Intention ... 23

(3)

Universitas Kristen Maranatha vii

2.1.7. Hubungan Antar Determinan-Determinan Intention ... 29

2.1.8. Background factors... 30

2.1.9. Ketidak sesuaian antara Intention dengan Perilaku ... 32

2.1.10. Control Factor ... 34

2.1.11. Target, Action, Contect and Time... 35

2.2 Prospecting ... 35

2.2.1. Definisi Prospecting ... 35

2.2.2. Prospecting dan Marketing ... 36

2.2.3. Multi Level Marketing... 37

2.3 Masa dewasa Awal ... 40

2.3.1. Karakteristik Masa Dewasa Awal ... 40

2.3.2. Perkembangan kognitif masa dewasa awal... 41

Bab III. Metode Penelitian... 46

3.1. Rancangan Penelitian... 46

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 46

3.2.1. Variabel Penelitian... 46

3.2.2. Definisi Operasional ... 47

3.3. Alat Ukur... 48

3.3.1. Alat Ukur Intention dan Determinan-Determinannya ... 48

(4)

Universitas Kristen Maranatha viii

3.3.4.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 51

3.4. Populasi Sasaran dan Teknik Sampling... 52

3.4.1. Populasi Sasaran Penelitian... 52

3.4.2. Karakteristik Populasi ... 52

3.4.3. Teknik Sampling... 52

3.4.4. Teknik Analisis Data... 53

Bab IV. Hasil dan Pembahasan ... 54

4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 54

4.1.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 54

4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir... 55

4.2. Gambaran Hasil Penelitian... 55

4.2.1. Intention dan Determinan Intention... 55

4.2.2. Kontribusi Determinan-Determinan Intention Terhadap Intention Dalam Melakukan Prospecting untuk Mencapai Passive Income sebesar 40 juta sebulan ... 60

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 61

Bab V Kesimpulan Dan Saran ... 68

5.1. Kesimpulan ... 68

(5)
(6)

Universitas Kristen Maranatha x

Bagan 2.1. Bagan.

Bagan 3.1. Bagan Rancangan Penelitian

(7)

Universitas Kristen Maranatha xi

Tabel 4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Tabel 4.2.1.1. Gambaran Hasil Penelitian Intention

Tabel 4.2.1.2. Gambaran Hasil Penelitian Determinan Attitude Toward Behavior dalam Intention

Tabel 4.2.1.3. Gambaran Hasil Penelitian Determinan Subjective Norms dalam Intention

Tabel 4.2.1.4.Gambaran Hasil Penelitian Determinan Perceived Behavioral control dalam Intention

Tabel 4.2.1.5. Tabulasi silang antara Intention dan Attitude toward the behavior Tabel 4.2.1.6. Tabulasi silang antara Intention dan Subjective norms

Tabel 4.2.1.7. Tabulasi silang antara Intention dan Perceived behavioral control Tabel 4.2.2. Kontribusi Determinan-Determinan Intention Terhadap Intention

Dalam Melakukan Usaha Prospecting Untuk Mencapai Passive Income Sebesar 40 Juta Sebulan

Tabel 4.2.3. Korelasi antara determinan-determinan dalam intention

Tabel 5.1 Crosstabs Attitude Toward The Behavior dengan Subjective Norms Tabel 5.2 Crosstabs Attitude Toward The Behavior dengan Perceived

Behavioral Control

(8)

Universitas Kristen Maranatha xii

Informasi Untuk Melakukan Prospecting

Tabel 7.3 Crosstabulation Attitude Toward The Behavior Dengan Sumber Informasi Lain Selain Prospecting

Tabel 7.4 Crosstabulation Attitude Toward The Behavior Dengan Suasana Hati Yang Menghambat

Tabel 8.1 Crosstabulation Perceived Behavioral Control dengan Kesulitan yang Menghambat Prospecting

(9)

75

Kristen Maranatha Bandung, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah menyusun Skripsi. Adapun judul Skripsi ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Intention ”Prospecting” Dalam Proses ”Selling” Ditinjau Dari Teori Planned Behavior Pada Distributor Jaringan ”X” Bandung.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka saudara dimohon kesediaannya untuk meluangkan waktu mengisi kuesioner ini. Data yang akan diperoleh nantinya akan dipergunakan untuk penelitian ini.

Saudara diharapkan untuk mengisi kuesioner ini dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. Identitas dan kerahasiaan jawaban saudara akan dijaga.

Atas kesediaan dan bantuannya kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Peneliti

Intention Prospecting dalam proses Selling

(10)
(11)

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

IDENTITAS

Usia :

Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Jumlah down-line :

Aktif menjalankan selama (dalam bulan):

PETUNJUK PENGISIAN

Pada halaman berikut ini terdapat sejumlah pernyataan yang diakhiri dengan 2 kata yang berlawanan. Diantara 2 kata yang berlawanan tersebut terdapat 7 kemungkinan jawaban. Kemungkinan jawaban tersebut adalah sebagai berikut :

1 = sangat : jika Saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut sangat sesuai dengan diri Saudara

2 = cukup : jika Saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut cukup sesuai dengan diri saudara

3 = agak : jika Saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut agak / sedikit sesuai dengan diri saudara

4 = netral : jika Saudara merasa kata di sebelah kiri dan kanan tidak sesuai dengan diri saudara

5 = agak : jika Saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut agak / sedikit sesuai dengan diri saudara

6 = cukup : jika Saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut cukup sesuai dengan diri saudara

7 = sangat : jika Saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut sangat sesuai dengan diri Saudara

(12)

Jawablah setiap pertanyaan di bawah ini dengan cara melingkari angka yang menurut Saudara paling menggambarkan diri Saudara. Beberapa pertanyaan tampak mirip, tapi pertanyaan-pertanyaan tersebut ditujukan pada topik-topik yang berbeda. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama.

1. Bagi saya melakukan prospecting merupakan hal yang

mudah : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: sulit

2. Orang tua saya berpikir bahwa

saya harus : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: saya tidak harus

melakukan prospecting agar dapat mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan atau sekelas dengan bintang delapan.

3. Bagi saya melakukan prospecting merupakan hal yang

baik : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: buruk

4. Saya berencana untuk melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan atau sekelas dengan bintang delapan.

sesuai dengan:__1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__:tidak sesuai

diri saya dengan diri saya

5. Melakukan prospecting atau tidak, sepenuhnya tergantung pada saya setuju : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: tidak setuju

6. Up line saya menuntut saya untuk melakukan prospecting agar dapat mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan atau sekelas dengan bintang delapan

(13)

7. Bagi saya melakukan prospecting merupakan hal yang

penting : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: tidak penting

8. Saya berniat untuk melakukan prospecting agar dapat mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan atau sekelas dengan bintang delapan

setuju : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: tidak setuju

9. Saya percaya, jika saya mau saya dapat melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan atau sekelas dengan bintang delapan

benar : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: salah

10. Teman-teman dekat saya menuntut saya untuk melakukan prospecting sehingga dapatmencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan atau sekelas dengan bintang delapan

benar : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: salah

11. Bagi saya melakukan prospecting merupakan hal yang

menyenangkan:__1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__:tidak

menyenangkan

12. Untuk melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan atau sekelas dengan bintang delapan

Saya akan berusaha :__1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: tidak

(14)

13. Bagi saya melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan atau sekelas dengan bintang delapan merupakan hal yang

mungkin : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: tidak mungkin

14. Teman sejawat / crossline saya, akan menyetujui saya untuk melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan atau sekelas dengan bintang delapan

setuju : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: tidak setuju

15. Bagi saya melakukan prospecting merupakan hal yang

menarik : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: membosankan

16. Saya akan mencoba untuk melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan atau sekelas dengan bintang delapan

(15)

Lampiran 2. Data Penunjang

1. Seberapa banyak informasi yang saudara ketahui mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan prospecting ?

a. banyak b. cukup c. sedikit

2. Dari mana saja Saudara mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan prospecting?

a.Up line b. Buku panduan c. Crossline d. lain-lain (sebutkan) ……… ……… 3. Selain informasi mengenai prospecting, informasi apa lagi yang Saudara

dapatkan?

……… ……… 4. Suasana hati apa saja yang menghambat Saudara dalam melakukan

prospecting?

……… ……… 5. Suasana hati apa saja yang mendukung Saudara dalam melakukan

prospecting?

……… ……… 6. Kesulitan apa saja yang menghambat Saudara dalam melakukan prospecting? ……… ……… 7. Apa yang Saudara lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?

(16)

Lampiran 3. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

A. Validitas Intention

No Item Koefisien Keterangan

4 0,647 Diterima

8 0,783 Diterima

12 0,517 Diterima

16 0,748 Diterima

B. Validitas Attitude toward the behavior

No Item Koefisien Keterangan

3 0,615 Diterima

7 0,590 Diterima

11 0,754 Diterima

15 0,753 Diterima

C. Validitas Subjective Norms

No Item Koefisien Keterangan

2 0,663 Diterima

6 0,621 Diterima

10 0,813 Diterima

(17)

D. Validitas Perceived Behavioral Control

No Item Koefisien Keterangan

1 0,582 Diterima

5 0,627 Diterima

9 0,544 Diterima

13 0,631 Diterima

E. Reliabilitas

(18)

Lampiran 5. Crosstabulation Attitude Toward The Behavior, Subjective Norms

dan Perceived Behavioral Control

Tabel 5.1. Crosstabs Attitude Toward The Behavior dengan Subjective Norms

Tabel 5.2. Crosstabs Attitude Toward The Behavior dengan Perceived

Behavioral Control SN ATB

Positif Negatif Total

Positif 59 (54,6 %) 49 (45,4 %) 108 (100 %) Negatif 56 (53,3 %) 49 (46,7 %) 105 (100 %) Total 115 54,0 % 98 46,0 % 213 100% PBC ATB

Positif Negatif Total

(19)

Tabel 5.3. Crosstabs Subjective Norms dengan Perceived Behavioral Control

SN PBC

Positif Negatif Total

Positif 44

(50,0 %)

44 (50,0 %)

108 (100 %)

Negatif 71

(56,8 %)

54 (43,2 %)

105 (100 %)

Total 115

54,0 %

98 46,0 %

(20)

Lampiran 6. Crosstabulation Intention Dengan Data Penunjang

Tabel 6.1. Crosstabulation Intention dengan Cara Mengatasi Hambatan

Intention Cara Mengatasi

Hambatan Kuat Lemah

Total

Konsul 80

(44,7 %)

99 (55,3 %)

179 (100 %)

Berdoa 6

(50,0 %)

6 (50,0 %)

12 (100 %)

Lain-lain 10

(45,5 %)

12 (54,5 %)

22 (100 %)

Total 96

45,1 %

117 54,9 %

(21)

Lampiran 7. Crosstabulation Attitude Toward The Behavior dengan Data

Penunjang

Tabel 7.1. Crosstabulation Attitude Toward The Behavior dengan Banyaknya

Informasi yang diperoleh

Tabel 7.2. Crosstabulation Attitude Toward The Behavior Dengan Sumber

Informasi Untuk Melakukan Prospecting

Banyak Informasi Yang diperoleh ATB Banyak Sedikit Total Positif 105 (50,2 %) 3 (75,0 %) 108 (50,7 %) Negatif 104 (49,8 %) 1 (25,0 %) 105 (49,3 %) Total 209 100 % 4 100 % 213 100%

Sumber Informasi Mengenai Prospecting ATB

Up-Line Buku Panduan Cross-Line

(22)

Tabel 7.3. Crosstabulation Attitude Toward The Behavior Dengan Sumber

Informasi Lain Selain Prospecting

Tabel 7.4. Crosstabulation Attitude Toward The Behavior Dengan Suasana

Hati Yang Menghambat

Sumber Informasi Selain Prospecting ATB

Produk Sistem Network Marketing Cara Berbicara Total Positif 38 (70,4 %) 26 (70,3 %) 44 (36,1 %) 108 (50,7 %) Negatif 16 (29,6 %) 11 (29,7 %) 78 (63,9 %) 105 (49,3 %) Total 54 100 % 37 100 % 122 100 % 213 100%

Suasana Hati Yang Menghambat ATB

Jenuh Tidak Ada

(23)

Lampiran 8. Crosstabulation Perceived Behavioral Control dengan Data

Penunjang

Tabel 8.1. Crosstabulation Perceived Behavioral Control dengan Kesulitan

yang Menghambat Prospecting

(24)

Item

Attitude Toward The

Behavior

3. Bagi saya melakukan prospecting merupakan hal yang

(Baik – Buruk)

7. Bagi saya melakukan prospecting merupakan hal yang

(Penting – Tidak Penting)

11.Bagi saya melakukan prospecting merupakan hal yang

(Menyenangkan – Tidak Menyenangkan)

15.Bagi saya melakukan prospecting merupakan hal yang

(Membosankan – Menarik)

Subjective Norms 2. Orang tua saya berpikir bahwa

(Saya harus - Saya tidak harus) melakukan prospecting agar dapat mencapai passive income dalam

waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan

6. Up-line saya menuntut saya untuk melakukan prospecting agar dapat mencapai passive income

dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan

(Benar – Salah)

(25)

(Benar– Salah )

14.Teman sejawat / cross line saya akan menyetujui saya untuk melakukan prospecting agar dapat

mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan

(Setuju – Tidak setuju)

Perceived Behavioral

Control

1. Bagi saya melakukan prospecting merupakan hal yang

(Mudah - Sulit)

5. Melakukan prospecting atau tidak adalah sepenuhnya tergantung pada saya

(Setuju – Tidak Setuju)

9. Saya percaya bahwa jika saya mau, saya dapat melakukan prospecting sehingga dapat mencapai

passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan

(Benar – Salah)

13.Bagi saya melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income dalam waktu minimal

dua tahun sebesar 40 juta sebulan merupakan hal yang

(Mungkin – Tidak Mungkin)

Intention 4. Saya berencana untuk melakukan melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income

(26)

8. Saya berniat untuk melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income dalam waktu

minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan

(Setuju – Tidak Setuju)

12.Melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income dalam waktu minimal dua tahun

sebesar 40 juta sebulan Saya akan

(Akan berusaha – Tidak akan berusaha)

16.Saya akan mencoba untuk melakukan prospecting sehingga dapat mencapai passive income dalam

waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan

(27)

1 Universitas Kristen Maranatha 1.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan jaman, banyak sekali kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tertier. Banyak orang yang berpikir tentang bagaimana caranya untuk mendapatkan uang dengan cara yang cepat dan efisien namun biaya yang sedikit. Dari pemikiran tersebut maka muncul trend baru dalam bisnis yaitu berbisnis Multi Level Marketing (MLM). Sudah lebih dari sepuluh jenis multi level yang

hadir di Indonesia dan menawarkan produk yang khas sebagai bagian dari penjualan untuk mendapatkan profit. Hingga kini telah berkembang banyak multi level dan melibatkan tidak hanya orang-orang pada usia kerja untuk menjalankan usaha atau bisnis ini, melainkan para remaja yang sudah mulai banyak yang tertarik dan menjalankan usaha ini dengan berbagai macam alasan seperti kebutuhan akan penghasilan untuk menambah uang jajan hingga belajar untuk mengembangkan kepribadian melalui usaha bisnis (Pindi Kisata, 2005).

(28)

Universitas Kristen Maranatha dengan MLM, mata rantai proses perjalanan barang disederhanakan sedemikian rupa sehingga waktu yang dibutuhkan agar barang sampai ke tangan konsumen lebih cepat. Di MLM proses perjalanan diawali dengan produksi, disalurkan kepada distributor, dan terakhir ke tangan konsumen. Selain dari perjalanan barang, biaya promosi bisa diminimalisir, karena dilakukan langsung dari mulut ke mulut. Sekaligus tidak terlepas dari proses marketing yang merupakan salah satu bagian dalam usaha bisnis untuk memperbesar keuntungan perusahaan. Pada saat ini proses marketing sudah jauh berkembang yaitu tidak hanya proses menjual barang saja, tetapi dipecah kedalam beberapa tahapan. Dari semua tahapan, tahapan penjualan (selling) merupakan tahapan utama dalam marketing. Selling dimaknai sebagai menjual produk kepada pelanggan, termasuk bagaimana

cara membuat pelanggan bisa membeli produk atau jasa perusahaan. Proses selling dibagi lagi ke dalam beberapa tahapan yaitu prospecting, preapproach,

approach, presentation, and demonstration, handling objection, closing,

follow-up. (www.prenhall.com/kotler)

Dari maraknya bisnis MLM ini terdapat suatu survei yang memperlihatkan bahwa 74 % orang memperoleh sukses dari bisnis sendiri. Adapun yang dimaksud dengan “bisnis sendiri” pada MLM adalah, setiap distributor yang telah terdaftar menjadi anggota bebas menjalankan perannya sebagai pemegang suatu perusahaan marketing, dan keputusan berada di tangan sendiri untuk menjalankan usaha MLM ini (Pindi Kisata, 2005).

(29)

Universitas Kristen Maranatha untuk bekerja keras menawarkan “bisnis sendiri” dari mulut ke mulut dan dapat dengan mudah dijelaskan dengan melihat apa yang dilakukan oleh orang yang menjual produk door to door. Keberhasilan penjualan barang dari rumah ke rumah membutuhkan paling tidak dua hal, yaitu: pengetahuan tentang produk yang dijual. Informasi mengenai produk yang dijual merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh distributor, karena mereka harus mampu “menawan” hati calon pelanggan mereka. Berikutnya, ketekunan yang tinggi. Seorang tenaga penjual door to door harus mempersiapkan dirinya untuk menjual kepada orang-orang yang kemungkinan besar tidak tertarik dengan produk yang ditawarkan. Oleh karena itu, sering kali penjual harus “memaksa” calon pembeli untuk membeli produk tanpa melihat apakah produk itu bermanfaat atau tidak bagi calon pembeli. Kedua keterampilan ini juga harus dimiliki oleh orang-orang yang ingin aktif dalam bisnis MLM. Sama seperti penjualan dari rumah ke rumah, MLM hanyalah suatu cara penjualan berdasarkan komisi dan hanya merupakan salah satu bentuk penjualan dari rumah ke rumah. Untuk itu, kerja keras dan ketekunan yang dimiliki oleh tenaga penjual dari rumah ke rumah juga harus dimiliki oleh orang yang terlibat dalam perusahaan MLM. (Benny Santoso, S.T., M.Com., 2003)

(30)

obat-Universitas Kristen Maranatha obatan melalui sistem MLM. Pada bulan Juli 1995, perusahaan mengadopsi sistem network marketing, mengakibatkan penjualan meningkat sehingga produksinya tidak mampu memenuhi permintaan dalam dan luar negeri. Kurang dari 10 tahun, MLM ini sudah memiliki distributor di 170 negara dan memiliki kantor cabang di 36 negara. Tahun 1998 “Go International”, mendirikan pabrik di Amerika. Tahun 2000 masuk ke Indonesia sebagai negara ke 90 dan perusahaan MLM ini diresmikan oleh Ibu Negara Megawati Soekarno Putri pada tahun 2002. (Cara Cepat Mengerti Sistem; Edisi ketiga, 2004)

(31)

Universitas Kristen Maranatha berkomitmen terhadap quality control. Ketujuh mengerti dan setuju bahwa MLM “T” Indonesia dapat mengambil tindakan terhadap distributor setiap saat, apabila distributor melanggar atau mematuhi perjanjian atau melibatkan diri dengan melakukan sesuatu yang mencemarkan nama baik MLM “T” Indonesia, apapun yang bertentangan dengan Undang-Undang Negara dan peraturan yang telah ditetapkan oleh MLM “T” Indonesia.

Para distributor perusahaan MLM “T” akan dibimbing oleh para up-line-nya setiap kali akan melakukan prospecting, sehingga nantiup-line-nya distributor yang bersangkutan dapat melakukannya sendiri atau bahkan membantu down-line-nya.

Sedangkan prospecting merupakan tahapan paling utama dalam proses selling berupa mengidentifikasikan konsumen yang berpotensi dan dengan

melakukan pendekatan terhadap konsumen yang potensial tersebut sehingga diharapkan proses selling akan sukses. Namun dengan adanya tahapan prospecting tersebut suatu bisnis akan berkembang tidak hanya pada proses

penjualan barangnya saja namun jasa akan juga turut diperhitungkan sebagai suatu usaha awal yang menunjang proses selling tersebut (Philip Kotler, 1984).

Kelebihan dari MLM “T” ini dalam menjual produk sudah diakui oleh dunia medis dan telah mendapatkan penghargaan-penghargaan yang bersertifikat kelas dunia. Barang atau produk MLM “T” hanya dapat dijual oleh para distributor dan tidak oleh orang lain yang tidak masuk ke dalam keanggotaan dari MLM “T” ini.

(32)

Universitas Kristen Maranatha atau dewasa awal dan 30% remaja. Untuk tetap mempertahankan keberadaan Jaringan “X” sebagai bagian dari bisnis multi level MLM “T” dimana orang-orangnya diharapkan dapat mancapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta rupiah sebulan ( MLM “T” Indonesia ). Ada beberapa perilaku yang harus dipenuhui dalam Jaringan “X” tersebut yaitu setiap distributor harus melakukan prospecting minimal 30 kali perbulan, mengikuti seminar dan training tentang sistem “Unicore” yaitu berlangganan kaset serta mendengarkan satu kaset perhari, mengikuti semua pertemuan “Unicore” tentang sistem network marketing, membaca buku positif sebagai buku pedoman 15 menit perhari, 100% pemakai produk, konsultasi dengan atasan atau up-line terdekat minimal satu bulan sekali.

(33)

Universitas Kristen Maranatha omset dari jaringan tersebut, mengikuti setiap seminar dan training yang diadakan

oleh lembaga multi level yang bersangkutan. (Cara Cepat Mengerti Sistem; Edisi ketiga, 2004). Pada Jaringan “X” prospecting juga merupakan salah satu

cara selling yang paling utama dan dapat menarik orang lain agar ikut ke dalam bisnis MLM ini serta mempercepat tujuan untuk mancapai passive income dalam waktu minimal dua tahun sebesar 40 juta sebulan dimana prospecting tidak lagi dilakukan dengan mencari orang secara langsung, melainkan lebih banyak membantu down-line-nya dengan follow up ataupun dengan memberikan kosultasi terhadap down-line-nya.

(34)

Universitas Kristen Maranatha setelah tiga bulan, yang tidak aktif menjalankan berkisar 30%, hal disebabkan karena menjalankan bisnis MLM ini bukanlah pekerjaan utama melainkan pekerjaan sampingan, dan distributor tersebut memiliki keyakinan akan mengalami penolakan berulang-ulang dari orang yang ditawari bisnis MLM ini.

Kecenderungan distributor MLM Jaringan “X” Bandung untuk melakukan usaha prospecting dipengaruhi oleh besarnya niat (intention) dari distributor tersebut. Intention menurut Icek Ajzen, memiliki tiga determinan yaitu keyakinan distributor akan kemungkinan konsekuensi sikap unfavourable atau favorabel terhadap tingkah laku prospecting (attitude toward behavior), persepsi

distributor akan tuntutan dari orang-orang yang berpengaruh terhadap perilaku prospecting (subjective norms), dan persepsi distributor mengenai kemampuannya

untuk menampilkan tingkah laku prospecting tersebut (perceived behavior control).

Dari hasil wawancara kepada 30 orang yang telah menjadi distributor MLM di Jaringan “X”, 60% menyatakan kurang tertarik melakukan usaha prospecting karena dapat mendatangkan banyak penolakan dari orang-orang yang

(35)

Universitas Kristen Maranatha perilaku yang ditampilkan distributor adalah melatih cara berbicara di depan orang dan mencari informasi mengenai produk obat-obatan (attitude toward behavior). Sikap favourable distributor terhadap usaha prospecting akan

meningkatkan niat distributor untuk melakukan prospecting .

Sebanyak 60% distributor mengatakan bahwa up-line, keluarga dan teman mendukung dan mengharapkan mereka melakukan prospecting guna mendapatkan down-line. Ini berarti para distributor berpersepsi bahwa up-line, keluarga dan teman menuntut mereka melakukan usaha prospecting dan mereka bersedia untuk mematuhi orang-orang tersebut (subjective norms). Tuntutan tersebut dirasakan dari perilaku up-line, keluarga dan teman yang menyuruh mereka berkosultasi untuk melatih cara berbicara dan mencari informasi mengenai produk obat-obatannya. Tuntutan yang dipersepsi oleh distributor ini akan menguatkan niat mereka dalam melakukan usaha prospecting (intention). Sedangkan 40 % distributor lainnya menyatakan bahwa up-line, keluarga dan teman tidak mengharuskan mereka melakukan usaha prospecting. Ini berarti distributor mempersepsi bahwa up-line, keluarga dan teman tidak menuntut mereka melakukan usaha prospecting dan distributor bersedia mematuhi orang-orang tersebut (subjective norms), sehingga menurunkan niatnya untuk melakukan usaha prospecting (intention).

(36)

Universitas Kristen Maranatha yang kurang mengenai sistem network marketing sesuai dengan pedoman MLM “T” (perceived behavioral control). Persepsi mengenai kurangnya kemampuan ini akan melemahkan niatnya dalam melakukan usaha prospecting (intention). Sebanyak 20% lainnya menyatakan memiliki kemampuan melakukan prospecting, karena mampu untuk berbicara di depan orang, mengetahui semua

mengenai produk obat-obatannya, dan memiliki pengetahuan mengenai sistem network marketing sesuai dengan pedoman MLM “T” (perceived behavior

control). Persepsi yang distributor miliki mengenai kemampuan yang mereka

miliki akan menguatkan niatnya untuk melakukan usaha prospecting (intention) Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti mengetahui bahwa ketiga determinan yang dimiliki oleh distributor ada yang positif dan ada juga yang negatif, dan determinan yang positif dapat memperkuat intention namun dapat juga memperlemah intention distributor untuk melakukan usaha prospecting. Begitu juga sebaliknya, determinan yang negatif dapat memperkuat intention dan dapat pula memperlemah intention. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai gambaran intention dan determinan-determinannya dalam melakukan usaha prospecting pada distributor MLM Jaringan “X” Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas maka identifikasi permasalahan pada penelitian ini adalah :

(37)

Universitas Kristen Maranatha 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

- Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai intention dan determinan-determinannya dalam melakukan usaha

prospecting pada distributor MLM Jaringan “X” Bandung.

- Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan pengaruh

determinan-determinan intention terhadap intention, dan hubungan antar determinan-determinan intention dalam melakukan usaha prospecting pada distributor MLM Jaringan “X” Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Ilmiah

- Menambah informasi mengenai gambaran Intention dan determinan-determinannya dari teori planned behavior kepada peneliti-peneliti lain, khususnya dalam bidang kajian psikologi industri.

- Menambah informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai planned behavior dalam melakukan usaha prospecting pada distributor multi level.

1.4.2. Kegunaan Praktis

(38)

Universitas Kristen Maranatha distributor dapat memiliki intention yang kuat untuk melakukan usaha prospecting.

- Memberikan informasi kepada para distributor MLM “T” Bandung mengenai intention serta determinan-determinannya yang dimiliki oleh distributor Jaringan “X” dalam melakukan usaha prospecting dalam rangka memperkuat intention distributor untuk melakukan prospecting.

1.5. Kerangka Pikir

Secara tradisional marketing sering disebut sebagai serangkaian aktivitas bisnis untuk mengarahkan aliran barang dan atau jasa dari produsen ke konsumen atau pengguna jasa. Namun kini pada jaman modern ini marketing diartikan sebagai keseluruhan sistem bisnis yang terinteraksi dirancang untuk perencanaan, pemberian harga, promosi dan distribusi produk dan jasa yang diinginkan konsumen untuk memuaskan kebutuhan konsumen dan calon konsumen melalui proses pertukaran (Kotler, 1984). Marketing sebenarnya lebih dari sekedar pergerakan barang secara fisik dari produsen ke konsumen. Proses marketing bisa terdiri atas: Transportasi, Storage, Buying, Selling, Advertising, Financing, Grading, Risk bearing, Gathering the market information.

(www.prenhall.com/kotler)

(39)

Universitas Kristen Maranatha prospecting, preapproach, approach, presentation, and demonstration, handling

objection, closing, follow-up. Prospecting merupakan tahapan paling utama dalam

proses selling berupa mengidentifikasikan konsumen yang berpotensi dan dengan melakukan pendekatan terhadap konsumen yang potensial tersebut sehingga diharapkan proses selling akan sukses. (Kotler, 1984). Tanpa adanya tahapan prospecting sebuah bisnis tidak ubahnya seperti penjualan barang putusan pada

umumnya dan tidak ada proses lanjutan untuk mengembangkan suatu bisnis secara berkesinambungan dan terus-menerus. Dengan adanya tahapan prospecting tersebut suatu bisnis akan berkembang tidak hanya pada proses penjualan barangnya saja namun jasa akan juga turut diperhitungkan sebagai suatu usaha awal yang menunjang proses selling tersebut (www.prenhall.com/kotler).

(40)

Universitas Kristen Maranatha Jaringan “X” dapat diperoleh dengan mengikuti setiap seminar dan training yang diadakan oleh lembaga multi level yang bersangkutan. (Cara Cepat Mengerti Sistem; Edisi ketiga, 2004)

Multi Level Marketing (MLM) adalah sistem penjualan dengan

memanfaatkan konsumen langsung sebagai tenaga penyalur dalam hal ini disebut sebagai distributor. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumsi adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi.

Keanggotaan MLM terdiri dari Upline biasanya merupakan anggota yang telah terlebih dahulu mendapatkan keanggotaan, sementara

downline adalah anggota terbaru dari MLM yang masuk atas afiliasi dan

anjuran seorang upline. Namun untuk beberapa sistem MLM tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah (tentunya dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu pula).

Komisi yang diberikan di dalam MLM (Multi Level Marketing) dihitung berdasarkan jasa distribusi yang otomatis terjadi jika konsumen dari tingkatan bawah (downline) melakukan pembelian barang atau menjual kepada pihak lain yang bukan anggota. Anggota MLM yang berada di tingkatan atas dari downline tersebut mendapatkan pula komisi tertentu sebagai imbalan jasanya memperkenalkan produk kepada downlink dan membantu perusahaan MLM mendapatkan konsumen dalam arti sebenarnya. Balas jasa kepada upline bisa pula diberikan setiap kali mendapatkan anggota baru berupa bonus yang dimasukkan pada honor bulanan. ("http://id.wikipedia.org/wiki/Multi-level_marketing").

Semua proses dari MLM tersebut tidak terlepas dari orang atau distributor yang menjalankannya terutama dalam melakukan prospecting. Menurut Icek Ajzen (2005), individu berperilaku berdasarkan akal sehat dan selalu

(41)

Universitas Kristen Maranatha Determinan tersebut adalah attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control.

Derterminan pertama adalah sikap terhadap evaluasi positif atau negatif individu terhadap menampilkan suatu perilaku yaitu attitude toward the behavior. Jika distributor MLM Jaringan “X” Bandung memiliki attitude toward the behavior yang positif terhadap usaha prospecting, maka mereka akan

mempersepsi bahwa berusaha untuk melakukan prospecting adalah sesuatu yang menyenangkan. Mereka akan menyukai untuk berusaha melatih cara berbicara didepan orang yang baru dikenal dan berusaha untuk mencari sebanyak mungkin informasi mengenai produk obat-obatannya. Akan tetapi, jika distributor memiliki attitude toward the behavior yang negatif, distributor akan mempersepsi bahwa

melakukan usaha prospecting tidak membawa dampak positif bagi diri mereka sehingga mereka menjadi tidak bersemangat untuk melatih cara berbicara didepan orang dan mencari sebanyak mungkin informasi mengenai produk obat-obatannya.

(42)

Universitas Kristen Maranatha bahwa orang-orang yang penting baginya tidak menuntut mereka untuk melakukan usaha prospecting dan distributor tidak melakukan usaha prospecting karena orang yang penting bagi mereka juga tidak menuntut mereka untuk melakukan hal tersebut.

Determinan intention yang ketiga adalah perceived behavioral control. Perceived behavioral control adalah persepsi individu mengenai kemampuan

mereka untuk menampilkan suatu perilaku. Distributor yang memiliki perceived behavioral control yang positif berarti memiliki persepsi bahwa diri mereka

mampu melakukan usaha prospecting. Distributor tersebut akan mampu untuk berbicara didepan orang yang baru dikenal, memiliki pengetahuan mengenai produk obat-obatannya, dan memiliki pengetahuan mengenai sistem network marketing sesuai dengan pedoman MLM “T”. Sebaliknya, distributor yang

memiliki perceived behavioral control negatif akan mempersepsi diri mereka tidak mampu melakukan usaha prospecting, sehingga mereka kurang yakin untuk berbicara didepan orang, kurang memiliki pengetahuan mengenai produk obat-obatannya, dan kurang pengetahuan mengenai sistem network marketing.

(43)

Universitas Kristen Maranatha maka intention distributor distributor untuk melakukan usaha prospecting akan kuat walaupun dua determinan yang lainnya negatif. Begitu pula sebaliknya, apabila attitude toward the behavior yang dimiliki distributor negatif, dan kedua determinan yang lain positif, intention distributor untuk melakukan usaha prospecting dapat lemah karena attitude toward the behavior memberikan

pengaruh yang paling kuat terhadap intention.

Attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral

control juga saling berhubungan satu sama lain. Apabila hubungan antara attitude

toward the behavior dan subjective norms kuat, maka distributor yang memiliki

subjective norms yang positif berarti memiliki persepsi bahwa up-line, keluarga,

dan teman mereka menuntut mereka untuk melakukan usaha prospecting. Hal ini akan berkaitan dengan sikap distributor terhadap usaha prospecting. Distributor akan berpandangan bahwa orang-orang yang penting baginya menuntut mereka melakukan usaha prospecting, karena hal tersebut membawa dampak yang baik bagi diri mereka dan membawa konsekuensi yang positif bagi diri distributor. Bila distributor yang memiliki subjective norms yang negatif berarti memiliki persepsi bahwa up-line, keluarga, dan teman tidak menuntut mereka untuk melakukan usaha prospecting. Hal ini akan membuat distributor berpandangan bahwa orang-orang yang penting baginya tidak menuntut mereka untuk melakukan usaha prospecting karena usaha tersebut kurang membawa konsekuensi yang positif

(44)

Universitas Kristen Maranatha Apabila hubungan antara attitude toward the behavior dan perceived behavioral control kuat, maka distributor yang memiliki attitude toward the

behavior yang positif dapat memiliki perceived behavioral control yang positif

pula. Distributor yang mempersepsi diri mereka mampu untuk melakukan usaha prospecting akan memiliki kecenderungan bertingkah laku menyukai dan

menganggap bahwa melakukan usaha prospecting adalah perilaku yang menyenangkan dan membawa dampak yang positif bagi diri mereka. Begitu pula sebaliknya bila distributor memiliki attitude toward the behavior yang negatif maka distributor tersebut memiliki perceived behavioral control yang negatif pula. Distributor yang mempersepsi diri mereka tidak mampu untuk melakukan usaha prospecting akan memiliki kecenderungan bertingkah laku kurang menyukai dan menganggap bahwa melakukan usaha prospecting adalah perilaku yang tidak menyenangkan dan membawa dampak yang negatif bagi diri mereka.

Apabila hubungan antara subjective norms dan perceived behavioral control kuat, maka distributor berpersepsi bahwa mereka memiliki kemampuan

(45)

Universitas Kristen Maranatha orang-orang yang penting bagi distributor seperti up-line, keluarga, dan teman menuntut mereka untuk melakukan usaha prospecting.

Interaksi dari ketiga determinan tersebut pada akhirnya akan ikut mempengaruhi kuat atau lemahnya intention distributor untuk melakukan usaha prospecting.

(46)

Universitas Kristen Maranatha

20

Intention

Attitude toward behavior

Subjective norms

Perceived behavioral control

Melakukan usaha Prospecting

Melakukan prospecting sesuai dengan pedoman Distributor

Jaringan “X” Bandung

(47)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka peneliti mempunyai asumsi bahwa:

1. Distributor memiliki intention yang berbeda untuk melakukan usaha

prospecting.

2. Attitude toward the behavior distributor mengenai prospecting, subjective norms distributor mengenai prospecting, dan perceived behavioral control

distributor mengenai prospecting bervariasi.

3. Kuat atau lemahnya ketiga determinan berpengaruh terhadap intention

distributor.

(48)

68 Universitas Kristen Maranatha 5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai intention dan determinan-determinannya dalam melakukan usaha prospecting untuk dapat mencapai passive income sebesar 40 juta sebulan terhadap 213 distributor MLM Jaringan “X”

Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Distributor MLM Jaringan “X” Bandung memiliki intention yang lemah dan yang kuat hampir seimbang dalam melakukan prospecting.

2. Perceived behavioral control yaitu persepsi mengenai kemampuan untuk melakukan prospecting merupakan determinan yang memiliki kontribusi paling besar dalam penelitian ini terhadap intention.

3. Attitude toward the behavior merupakan determinan kedua yang cukup mempengaruhi kekuatan intention distributor dalam melakukan usaha prospecting.

4. Subjective norms merupakan determinan yang tidak berkontribusi terhadap

intention distributor dalam melakukan usaha prospecting.

5. Ketiga determinan, perceived behavioral control, attitude toward the behavior, dan subjective norms saling berhubungan satu sama lain.

Determinan yang memiliki hubungan yang paling erat adalah perceived behavioral control dan attitude toward the behavior kemudian yang cukup

(49)

Universitas Kristen Maranatha memiliki hubungan yang kurang erat yaitu perceived behavioral control dan subjective norms.

5.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

1. Untuk Penelitian Lanjutan :

Pada teori planned behavior terbentuknya determinan-determinan tidak terlepas dari pengaruh belief, oleh karenanya peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lanjutan sehungga dapat juga meneliti mengenai pengaruh dari ketiga belief terhadap determinan intention secara lebih mendalam

2. Saran Guna Laksana

Bagi para up-line distributor MLM Jaringan “X” Bandung disarankan untuk lebih banyak memberi dukungan kepada para down-line-nya untuk melakukan prospecting dengan mengadakan seminar mengenai produk obat-obatan,

sistem network marketing, memberikan tambahan pengetahuan melalui buku, kaset, CD. Selain itu mengadakan training untuk para down-line mengenai cara berkomunikasi dengan memberi contoh atau praktek langsung didepan down-line cara berbicara di depan orang yang benar pada saat melakukan

prospecting, atau menemani down-line pada saat ia melakukan prospecting,

(50)
(51)

71 Universitas Kristen Maranatha Departemen Pendidikan Nasional, 2004. Pelayanan Profesional Kurikulum

2004. Penilaian Kelas.

Guilford, J. P. 1956. Fundanmental Statistics in Psychology and Education. (3rd

Ed.). Tokyo : Mc. Graw-Hill Kogakusha Company. Ltd.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia Widia Sarana

Indonesia.

Hrubes, D, 2001. Predicting hunting intention and behavior : An application of

the theory of planned behavior. 165-178. Amherst : Taylor and Francis.

Ltd.

Hurlock, Ellizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan. (5~' Ed.). Alih Bahasa Erlangga.

Michie, S. 2004. Using the theory of planned behaviour to predict screening

uptake in two contexts. Journal of Psychology and Health. 705-718. Birmingham : Taylor & Francis. Ltd.

Santrock, John. W., 1998. Adolescent Development, Seventh Edition, USA :

McGraw-Hill, Inc.

Santrock, John. W., 2002. Life Span Development. Edisi Ketujuh. Jakarta:

(52)

Universitas Kristen Maranatha Siegel, Sidney, N. John Castellan Jr. 1988. Nonparametric Statistic for

Behavioral Sciences. (2nd Ed.). Tokyo: Mc. Graw-Hill International

Edition.

Sudjana, 1996. Metoda Statistika. Edisi keenam. Bandung : Penerbit Tarsito.

Ajzen, Icek. 1991. The Theory of Planned Behavior. Amherst : University of

Massachusetts.

Santoso, Benny. 2003. All About MLM. Yogyakarta : ANDI.

Kisata, Pindi. 2005. Why Not MLM?. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

(53)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Ajzen, Icek. 2006. Constructing a TpB Questionnaire: Conceptual

andMethodological Considerations.

Ajzen, Icek 1991. Organizational of Behavior and Human Decision

Processes.University of Massachusetts at Amherst.

Bamberg, Sebastian., Ajzen, Icek., Schimdt, Peter. 2003. Choice of Travel

Mode in the Theory of Planned Behavior: The Roles of Past Behavior, Habit, and Reasoned Action. Journal of Basic and Applied Social Psychology, 25. 175-187. Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Davis, Larry E. 2002. The decision of African American students to complete

high school : An application of the theory of planned behavior. Journal of Educational Psychology. 810-819. American Psychological Association.

Inc.

Filla, Stefanie A. 2006. Applying the theory of planned behavior to healthy

eating behaviors in urban native American youth. International journal of behavioral nutrition and physical activity. 1-10. America Biomedical

Central. Ltd.

Francis, Jillian J., Eccles, Martin P. 2004. Constructing Questionnaires Based

On The Theory of Planned Behaviour. A Manual for Health Services

Researchers. United Kongdom :Centre for Health Services Research,

University of Newcastle.

Sitepu, Nirvana. 1995. Analisis Korelasi. Bandung Unit Pelayanan Statistika.

(54)

Universitas Kristen Maranatha Kotler, Philip. 1984. Marketing Mamagement, Eleventh Edition

Gambar

Tabel 5.2. Crosstabs Attitude Toward The Behavior dengan Perceived
Tabel 5.3. Crosstabs Subjective Norms dengan Perceived Behavioral Control
Tabel 7.1. Crosstabulation Attitude Toward The Behavior dengan Banyaknya
Tabel 7.3. Crosstabulation Attitude Toward The Behavior Dengan Sumber
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Observasi ini meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan kondisi di lingkungan sekolah, baik secara fisik dan non fisik. Hal ini dilakukan agar mahasiswa mahasiswa PPL

Feubah yang 1-esponsif terhadap industri kerupuk adalah harga hasil produksi dan kelembagaan, untuk industri kerupuk hat-ga hasil produksi agar supaya diting katkan karena

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris terhadap pengujian pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap nilai perusahaan (Tobin’s Q)

Damrnhli. knttz\) dok KunAt.ri:lik Kinia lotul :ntpotl.d Patlnatut! tfsP) .i Laarc,,tnhjen Kota Padohg !wu!,1khit Jr snn Teknit. L nrkuDsan IlniveNilas ADdalos

Kendala-kendala yang Ditemui Dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Kejaksaan Negeri Sawahlunto .... Koordinasi Jaksa dengan Perangkat Hukum Lainnya

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka waktu reaksi optimum dalam sintesis senyawa benzilidensikloheksanon adalah pada waktu reaksi 0,5 jam dengan randemen

memberikan sumbangan terhadap PDRB kabupaten Mukomuko?.. c) Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh sub sektor perkebunan dalam. meningkatkan kesejahteraan masyarakat di