• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh korosi lingkungan pantai pada paduan AL 8,5%SI 2%CU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh korosi lingkungan pantai pada paduan AL 8,5%SI 2%CU."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Bermula dari gagasan proyek pembangkit listrik 35000 megawatt, penulis tergerak untuk meneliti material yang cocok untuk kincir angin. Salah satu alternatif yang baik adalah Al-Si-Cu yang bersifat ramah lingkungan, ringan, dapat dibentuk, ulet dan memiliki ketahanan korosi yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan 8,5%Si dan 2%Cu serta pengaruh korosi terhadap massa jenis, kekuatan tarik dan perubahan massa material Al -8,5%Si -2%Cu.

Penelitian dimulai dengan proses pengecoran manual Al -8,5%Si -2%Cu dan Al kondisi awal sebagai pembanding. Spesimen yang sudah dicor akan mengalami proses machining untuk dibentuk menjadi spesimen pengujian kekuatan tarik menurut standar ASTM A370. Spesimen memiliki panjang ukur (G) 25 mm dan diameter ukur (d) 6,25 mm. Spesimen yang sudah dibentuk kemudian diberi perlakuan korosi di pinggir Pantai Pelangi, Parangtritis, Bantul, Yogyakarta selama 4 bulan. Setiap 30 hari 3 spesimen akan diambil untuk diuji massa jenis, kekuatan tarik, dan perubahan massa. Pengujian massa jenis, kekuatan tarik, dan perubahan massa juga diberikan pada spesimen tanpa perlakuan korosi sebagai pembanding. Proses pengujian dilakukan di Laboratorium Analisa Pusat, Fakultas Farmasi dan Laboratorium Ilmu Logam, Fakultas Teknik USD.

Setelah masa pengujian berakhir didapatkan nilai massa jenis, kekuatan tarik dan perubahan massa setelah perlakuan korosi. Berdasarkan hasil penelitian, maka didapat kesimpulan sebagai berikut: pertama, pengaruh penambahan 8,5%Si dan 2%Cu pada Al meningkatkan massa jenis menjadi 2715,65 gr/dm3 dan kekuatan tarik sebesar 130,04 MPa. Kedua, Perlakuan korosi selama 4 bulan menyebabkan penurunan cukup besar pada kekuatan tarik Al kondisi awal, tetapi tidak memberikan pengaruh penurunan yang signifikan pada Al dengan penambahan 8,5%Si dan 2%Cu. Ketiga, perlakuan korosi selama 4 bulan tidak memberikan perubahan massa yang signifikan antara Al kondisi awal maupun Al dengan penambahan 8,5%Si dan 2%Cu.

(2)

Starting from the idea of 35000 megawatt power plant project, the author moved to examine the material suitable for windmills. One good alternative is the Al-Si-Cu that is environmentally friendly, lightweight, formability, ductile and has good corrosion resistance. The purpose of this study was to know the effect of adding 8.5% Si and 2% Cu as well as the effect of corrosion on the density, tensile strength and mass change of material Al Si 2% -8.5% Cu.

Specimens have been casted will through the machining process, to be formed into a specimen tensile strength testing according to ASTM A370 standard. The specimen had gauge length (G) measuring 25 mm and diameter (d) of 6.25 mm. Specimens have been formed then treated corrosion at the edge of Pelangi Beach, Parangtritis, Bantul, Yogyakarta for 4 months. Every 30 days 3 specimens will be taken to test the density, tensile strength, and the change in mass. Testing the density, tensile strength, and the change in mass is also given to the specimen without corrosion treatment as a comparison. The testing process is done in Laboratory Analysis Centre, Faculty of Pharmacy and Materials Science Laboratory, Faculty of Engineering USD.

After the testing period ends, obtained value of the density, tensile strength and corrosion mass changes after treatment. Based on the research results, it could be concluded as follows: first, the effect of adding 8.5% Si and 2% Cu in Al increases the density becomes 2715.65 gr/dm3 and tensile strength of 130.04 MPa. Second, corrosion treatment for 4 months led to decline substantially in the tensile strength of Al precondition, but does not give effect a significant reduction in the Al with the addition of 8.5% Si and 2% Cu. Third, corrosion treatment for 4 months did not provide significant change in mass between Al baseline and Al with the addition of 8.5% Si and 2% Cu.

(3)

i

PENGARUH KOROSI LINGKUNGAN PANTAI PADA

PADUAN AL 8,5%SI 2%CU

TUGAS AKHIR Untuk memenuhi persyaratan

Mencapai derajat sarjana S-1

Disusun oleh :

Antonius Venosenatio Pamungkas 125214027

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

ii

THE CORROSION OF AL 8,5%SI 2%CU

IN TROPICAL COASTAL ATMOSPHERES

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement to obtain the Sarjana Teknik Degree

By :

Antonius Venosenatio Pamungkas 125214027

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)
(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Antonius Venosenatio Pamungkas

Nomor Mahasiswa : 125214027

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGARUH KOROSI LINGKUNGAN PANTAI PADA

PADUAN AL 8,5%SI 2%CU

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 9 September 2016

Yang menyatakan

(9)

vii

ABSTRAK

Bermula dari gagasan proyek pembangkit listrik 35000 megawatt, penulis tergerak untuk meneliti material yang cocok untuk kincir angin. Salah satu alternatif yang baik adalah Al-Si-Cu yang bersifat ramah lingkungan, ringan, dapat dibentuk, ulet dan memiliki ketahanan korosi yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan 8,5%Si dan 2%Cu serta pengaruh korosi terhadap massa jenis, kekuatan tarik dan perubahan massa material Al 8,5%Si -2%Cu.

Penelitian dimulai dengan proses pengecoran manual Al -8,5%Si -2%Cu dan Al kondisi awal sebagai pembanding. Spesimen yang sudah dicor akan mengalami proses machining untuk dibentuk menjadi spesimen pengujian kekuatan tarik menurut standar ASTM A370. Spesimen memiliki panjang ukur (G) 25 mm dan diameter ukur (d) 6,25 mm. Spesimen yang sudah dibentuk kemudian diberi perlakuan korosi di pinggir Pantai Pelangi, Parangtritis, Bantul, Yogyakarta selama 4 bulan. Setiap 30 hari 3 spesimen akan diambil untuk diuji massa jenis, kekuatan tarik, dan perubahan massa. Pengujian massa jenis, kekuatan tarik, dan perubahan massa juga diberikan pada spesimen tanpa perlakuan korosi sebagai pembanding. Proses pengujian dilakukan di Laboratorium Analisa Pusat, Fakultas Farmasi dan Laboratorium Ilmu Logam, Fakultas Teknik USD.

Setelah masa pengujian berakhir didapatkan nilai massa jenis, kekuatan tarik dan perubahan massa setelah perlakuan korosi. Berdasarkan hasil penelitian, maka didapat kesimpulan sebagai berikut: pertama, pengaruh penambahan 8,5%Si dan 2%Cu pada Al meningkatkan massa jenis menjadi 2715,65 gr/dm3 dan kekuatan tarik sebesar 130,04 MPa. Kedua, Perlakuan korosi selama 4 bulan menyebabkan penurunan cukup besar pada kekuatan tarik Al kondisi awal, tetapi tidak memberikan pengaruh penurunan yang signifikan pada Al dengan penambahan 8,5%Si dan 2%Cu. Ketiga, perlakuan korosi selama 4 bulan tidak memberikan perubahan massa yang signifikan antara Al kondisi awal maupun Al dengan penambahan 8,5%Si dan 2%Cu.

(10)

viii ABSTRACT

Starting from the idea of 35000 megawatt power plant project, the author moved to examine the material suitable for windmills. One good alternative is the Al-Si-Cu that is environmentally friendly, lightweight, formability, ductile and has good corrosion resistance. The purpose of this study was to know the effect of adding 8.5% Si and 2% Cu as well as the effect of corrosion on the density, tensile strength and mass change of material Al Si -2% -8.5% Cu.

Specimens have been casted will through the machining process, to be formed into a specimen tensile strength testing according to ASTM A370 standard. The specimen had gauge length (G) measuring 25 mm and diameter (d) of 6.25 mm. Specimens have been formed then treated corrosion at the edge of Pelangi Beach, Parangtritis, Bantul, Yogyakarta for 4 months. Every 30 days 3 specimens will be taken to test the density, tensile strength, and the change in mass. Testing the density, tensile strength, and the change in mass is also given to the specimen without corrosion treatment as a comparison. The testing process is done in Laboratory Analysis Centre, Faculty of Pharmacy and Materials Science Laboratory, Faculty of Engineering USD.

After the testing period ends, obtained value of the density, tensile strength and corrosion mass changes after treatment. Based on the research results, it could be concluded as follows: first, the effect of adding 8.5% Si and 2% Cu in Al increases the density becomes 2715.65 gr/dm3 and tensile strength of 130.04 MPa. Second, corrosion treatment for 4 months led to decline substantially in the tensile strength of Al precondition, but does not give effect a significant reduction in the Al with the addition of 8.5% Si and 2% Cu. Third, corrosion treatment for 4 months did not provide significant change in mass between Al baseline and Al with the addition of 8.5% Si and 2% Cu.

(11)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik (S-1) pada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam menyusun tugas akhir ini berbagai hambatan dan kesulitan banyak penulis temukan dan alami. Berbagai kesulitan dan hambatan itu dapat penulis lalui, karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. PK. Purwadi, M.T., Ketua Prodi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing Tugas Akhir.

3. Semua dosen Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogykarta, yang telah memberikan amta kuliah penunjang.

4. Laboran Lab.Ilmu Logam Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu pengujian.

(12)

x

6. Arnold Ardhika C, Raditya Omegawan, Laurentius Derry selaku rekan-rekan Tugas Akhir yang telah berbagi suka dan duka serta pendorong dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

7. Agnes Dwi Purnama Sary yang selalu menghibur, mendukung dan menemani disaat penyusunan Tugas Akhir.

8. Teman-teman Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma yang telah memberi masukan dan dukungan bagi penulis.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis telah berusaha sebaik mungkin menyelesaikan Tugas Akhir dengan mengikuti petunjuk dan cara penyelesaian yang diberikan semua pihak. Meskipun demikian, penulis masih merasakan adanya kekurangan-kekurangan dalam proses penyusunan. Tugas Akhir. Atas segala kekurangan, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, agar nantinya tugas akhir ini dapat lebih sempurna lagi serta bermanfaaat bagi rekan-rekan yang membacanya.

Penulis berharap ilmu pengetahuan serta semua pengajaran yang penulis peroleh di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini bermanfaat bagi nusa dan bangsa.

Yogyakarta, 2016

(13)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Pembatasan Masalah ... 4

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori ... 5

2.1.1 Aluminium ... 5

2.1.2 Sifat-Sifat Aluminium ... 5

2.1.3 Paduan Aluminium ... 7

2.1.4 Paduan Aluminium Utama ... 10

(14)

xii

2.1.4.2 Paduan Al-Mn ... 11

2.1.4.3 Paduan Al-Si ... 12

2.1.4.4 Paduan Al-Mg-Zn ... 14

2.1.4.5 Paduan Aluminum Cor... 15

2.1.4.6 Pengaruh Unsur Paduan dalam Aluminium ... 16

2.1.4.7 Paduan Al-Si-Cu ... 18

2.1.5 Pengujian Tarik ... 20

2.1.6 Korosi ... 23

2.1.6.1 Korosi Merata ... 24

2.1.6.2 Korosi Galvanis... 24

2.1.6.3 Korosi Celah ... 26

2.1.6.4 Korosi Sumuran ... 26

2.1.6.5 Pencegahan Korosi ... 26

2.2 Tinjauan Pustaka ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Diagram Alir ... 31

3.2Bahan dan Alat Penelitian ... 32

3.2.1 Bahan Penelitian ... 32

3.2.2 Alat-alat Penelitian ... 32

3.3Proses Peleburan Logam dan Pengecoran ... 33

3.3.1 Bahan Coran ... 33

3.3.2 Alat-alat yang digunakan ... 35

3.3.3 Proses Persiapan Pengecoran Logam ... 35

3.3.4 Proses Peleburan dan Pengecoran Logam ... 36

3.3.5 Pembongkaran Hasil Coran ... 38

3.4Pembuatan Spesimen ... 39

3.5Tahap Pengujian Spesimen ... 41

(15)

xiii

3.5.2 Pengujian Tegangan Tarik ... 41

3.5.3 Pengujian Korosi ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 44

4.1.1 Data Penelitian Pengujian Massa Jenis ... 45

4.1.2 Data Penelitian Pengujian Tegangan Tarik ... 47

4.1.3 Data Penelitian Pengujian Korosi ... 50

4.2 Pembahasan ... 55

4.2.1 Pembahasan Pengujian Massa Jenis ... 55

4.2.2 Pembahasan Pengujian Tegangan Tarik terhadap Korosi ... 56

4.2.3 Pembahasan Pengujian Korosi ... 58

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 62

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium ... 7

Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik Aluminium ... 7

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor ... 8

Tabel 2.4 Komposisi dan Sifat Mekanik dari Paduan Aluminium Tempa ... 9

Tabel 2.5 Klasifikasi Perlakuan Bahan ... 10

Tabel 2.6 Sifat-sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg ... 11

Tabel 2.7 Sifat-sifat Mekanik Paduan Al-Mg2-Si ... 14

Tabel 2.8 Sifat-sifat Mekanik Paduan 7075 ... 15

Tabel 2.9 Sifat-sifat Mekanik Paduan Aluminium Cor ... 16

Tabel 2.10 Sifat Aluminium Paduan ... 19

Tabel 2.11 Laju korosi dari Baja, Tembaga, Zink, dan Aluminium dalam (g/m2) di Viriato Stasiun Pesisir (Kuba) ... 30

Tabel 4.1 Paduan Komposisi Aluminium ... 44

Tabel 4.2 Massa Jenis Al Kondisi Awal ... 45

Tabel 4.3 Massa jenis paduan Al -8,5%Si -2%Cu ... 46

Tabel 4.4 Massa Jenis Al Kondisi Awal setelah mempergunakan Perhitungan Standar Deviasi ... 47

Tabel 4.5 Massa jenis paduan Al -8,5%Si -2%Cu setelah mempergunakan Perhitungan Standar Deviasi ... 47

Tabel 4.6 Tegangan Tarik Al Kondisi Awal ... 49

Tabel 4.7 Tegangan Tarik paduan Al -8,5%Si -2%Cu... 49

Tabel 4.8 Perubahan Massa Al Kondisi Awal ... 50

Tabel 4.9 Perubahan Massa paduan Al -8,5%Si -2%Cu ... 51

Tabel 4.10 Perubahan Diameter Al Kondisi Awal ... 52

Tabel 4.11 Perubahan Diameter paduan Al -8,5%Si -2%Cu ... 53

Tabel 4.12 Dimensi dan perhitungan Luas Penampang (A) spesimen 8 dan 10 dari Paduan. Al -8,5%Si -2%Cu ... 54

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si ... 13

Gambar 2.2 Perbaikan Sifat-Sifat Mekanik oleh Modifikasi Paduan Al-Si ... 13

Gambar 2.3 Bentuk dan Dimensi Spesimen Uji Tarik ... 20

Gambar 2.4 Korosi Merata yang Menyerang Suatu Bangunan Penyimpanan Minyak Setelah 2 Tahun dipergunakan ... 24

Gambar 2.5 Mekanisme Korosi Kondisi Galvanis ... 25

Gambar 2.6 Korosi Galvanis yang Menyerang Pipa Baja Karbon dan Pipa Baja Stainless ... 25

Gambar 2.7 Mekanisme Kondisi Korosi Celah ... 26

Gambar 2.8 Korosi Sumuran ... 26

Gambar 2.9 Distribusi Tegangan Tarik pada Sudu Kincir ... 28

Gambar 2.10 Distribusi Tegangan Geser pada Sudu Kincir ... 29

Gambar 3.1 Diagram Alir ... 31

Gambar 3.7 Batuan Silikon Metal ... 35

Gambar 3.8 Tabung Tangki Bertekanan... 36

Gambar 3.9 Burner ... 36

Gambar 3.10 Kunci Pas ... 36

Gambar 3.11 Tungku dan Kowi ... 37

Gambar 3.12 Stopwatch ... 37

Gambar 3.13 Thermokoper ... 38

(18)

xvi

Gambar 3.15 Cetakan dan Coran yang sudah jadi... 39 Gambar 3.16 Palu ... 39 Gambar 3.17 Tabel Standar Tes Tegangan dengan Spesimen Bundar dan Contoh Spesimen Ukuran Kecil yang Proposional sebagai Standar

Spesimen ... 40 Gambar 3.18 Dimensi Spesimen ... 40 Gambar 4.1 Desain Spesimen Tegangan Tarik Al Murni dan Al

Paduan menurut ASTM A370 ... 53 Gambar 4.2 Hubungan Tegangan Tarik dan Umur antara Al

kondisi awal dengan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) ... 56 Gambar 4.3 Perbaikan Hubungan Tegangan Tarik dan Umur antara

Al kondisi awal dengan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) ... 57 Gambar 4.4 Hubungan Pertambahan Massa dan Umur antara Al

kondisi awal dengan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) ... 59 Gambar 4.5 Spesimen dengan nomor 15 pada Al Paduan (Al

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

L 1.Desain Uji Tarik ... 66 L 2.Lampiran 2-6 Grafik Perbandingan Uji Tarik (beban dengan pertambahan panjang) spesimen Al Kondisi Awal bulan 0-4 ... 67-71 L 3. Lampiran 7-11 Grafik Perbandingan Uji Tarik (beban dengan pertambahan panjang) spesimen Paduan Al-8,5%Si-2%Cu bulan 0-4... 72-76 L 4.Spesimen diberi perlakuan korosi di pinggir pantai Pelangi, Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta ... 77 L 5.Spesimen diberi perlakuan korosi di pinggir pantai Pelangi, Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta ... 77 L 6.Spesimen yang sudah diberi perlakuan korosi, dibersihkan sebelum

ditimbang ... 78 L 7.Spesimen yang sudah diberi perlakuan korosi, dibersihkan sebelum

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada masa pemerintahan Ir. Joko Widodo, Presiden Indonesia saat ini, Indonesia memiliki program Pembangkit Listrik 35000 megawatt. Proyek pembangunan pembangkit listrik ini merupakan salah satu program unggulan dari Presiden Joko Widodo, melihat kebutuhan listrik hingga 2019 diprediksi meningkat sekitar 8,7 persen per tahun. Rencananya pembangkit listrik ini akan didirikan di seluruh pulau di Indonesia dan ditargetkan berlangsung selama 5 tahun. Terdapat 10 jenis pembangkit listrik yang akan dibangun, dan salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga angin. Sebagai salah satu alternatif tempat untuk mendidirikan kincir angin tersebut berada di Kabupaten Bantul, Mega proyek kincir angin direncanakan akan didirikan di sepanjang pesisir laut selatan Bantul.

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) akan dibangun di sepanjang pesisir pantai Bantul, tepatnya dari Kecamatan Sanden hingga Srandakan. Di Sanden lokasi pembangunan kincir angin ada di Dusun Ngepet, Desa Srigading Sanden. Targetnya PLTA ini akan menghasilkan daya listrik sebesar 50 megawatt. Proyek ini akan didirikan 20 kincir angin yang masing-masing akan berdiameter 100 meter.

Bermula dari gagasan kincir angin untuk PLTA, penulis tergerak untuk meneliti bahan yang tepat sebagai material dasar kincir angin. Sebagian besar kincir angin berbahan dasar kayu jati, namun sekarang sedang dikembangkan kincir angin blade yang berbahan dasar logam. Sudu kincir angin yang berbahan dasar logam lebih tahan akan tegangan tarik namun seringkali bermasalah dengan korosi.

(21)

2

dapat dibentuk, memiliki kekuatan tarik yang baik dan ketahanan terhadap korosi yang baik.

Seperti yang sudah diketahui bahwa paduan Al – Cu memiliki kekerasan dan kekuatan tarik yang baik, namun pada komposisi yang tidak pas akan cenderung getas, resiko penyusutan besar dan mudah terjadi keretakan. Tapi semua kekurangan itu dapat teratasi dengan di tambah dengan unsur Si. Karena Si memiliki karakteristik permukaan yang baik, tanpa kegetasan panas, koefisien pemuaian kecil dan memiliki ketahanan yang baik terhadap korosi. Maka paduan Al – Si – Cu dapat menjadi alternatif bahan kincir yang baik karena massa jenis yang rendah, mampu mengatasi beban tarik, koefisien pemuaian yang rendah, serta memiliki ketahanan pada korosi.

Penelitian ini dilaksanakan secara berkelompok dan penulis mendapatkan bagian pengujian 2% Cu, sedangkan anggota kelompok lain mendapatkan Al-8,5%Si dengan ditambah fraksi massa Cu dengan variasi 4%, 6% dan 8%. Pada paduan Al – Si – Cu, penulis menentukan fraksi Cu 2%, 4%, 6% dan 8%. Karena dengan penambahan Cu dapat meningkatkan ketahanan beban tarik dan kekerasan. Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk meningkatkan kadar Cu menjadi 6% dan 8%. Pada paduan Al – Cu di sumber pustaka buku Pengetahuan Bahan Teknik, Tata Surdia dan S. Saito, kadar Cu 4% sampai 5% paling sering digunakan sebagai paduan coran, karena dapat meningkatkan tegangan tarik. Tetapi jika kadar ditingkatkan lebih dari 5% akan menurunkan ketahanan korosi dari material paduan, cenderung bersifat getas, dan mudah retak pada coran. Dengan adanya Si dapat mengatasi paduan yang cenderung getas, mengurangi resiko penyusutan dan mengatasi mudah retak coran. Maka penulis menambahkan fraksi 6% dan 8%. Penulis juga memberikan variabel pembanding dengan fraksi 2%, 4% dan variabel kontrol yaitu dengan Al-8,5%Si-0%Cu yang akan dikerjakan bersama kelompok.

(22)

3

Diharapkan penulis dapat menemukan komposisi yang tepat sebagai bahan kincir yang memiliki massa jenis yang rendah, memiliki ketahanan yang baik terhadap beban tarik dan bahan dapat bertahan pada lingkungan pinggir pantai yang bersifat korosif. Maka pengujian yang akan diujikan pada spesimen paduan Al – Si – Cu ini adalah pengujian tarik dan pengujian ketahanan korosi.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh paduan Al dengan penambahan 8,5%Si -2%Cu terhadap massa jenis dan kekuatan tarik?

2. Bagaimana pengaruh korosi terhadap kekuatan tarik paduan Al – 8,5%Si dengan penambahan 2% Cu setelah mengalami korosi selama 1 sampai 4 bulan?

3. Bagaimana pengaruh korosi terhadap perubahan massa paduan Al – 8,5%Si dengan penambahan 2% Cu setelah mengalami korosi selama 1 sampai 4 bulan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh paduan Al dengan penambahan 8,5%Si -2% Cu terhadap massa jenis, kekuatan tarik.

2. Mengetahui pengaruh korosi terhadap kekuatan tarik Al kondisi awal dan paduan Al – 8,5%Si dengan penambahan 2% Cu setelah mengalami korosi selama 1 sampai 4 bulan.

(23)

4 1.4 Pembatasan Masalah

Batasan Masalah yang ada dalam penelitian ini adalah :

1. Paduan yang akan penulis teliti paduan Al – 8,5%Si -2%Cu

2. Setelah proses machining spesimen tidak mengalami proses perlakuan panas (normalizing).

3. Pengujian yang akan diambil pada penelitian ini adalah massa jenis, tegangan tarik dan perubahan massa.

(24)

5

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori 2.1.1 Aluminium

Aluminium pertama kali ditemukan oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1809 sebagai suatu unsur. Pada tahun 1886 secara bersamaan oleh Paul Heroult dan C. M. Hall, logam aluminium diperoleh dari alumina dengan cara elektrolisa dan dikenal dengan proses Heroult Hall. Sampai sekarang masih dipakai untuk memproduksi aluminium.

Aluminium memiliki ketahanan terhadap korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat – sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. Penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dsb, secara satu persatu atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dsb. Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, konstruksi dsb.

2.1.2 Sifat-sifat Aluminium

(25)

6

kekuatan tarik yang rendah, aluminium memiliki kekuatan spesifik yang sangat baik.

Aluminium juga memiliki keunggulan sifat yaitu: tahan korosi, karena aluminium merupakan kelompok logam non ferro memiliki kerapatan yang tinggi maka semakin baik daya tahan korosinya. Meskipun aluminium adalah logam aktif yang memiliki daya senyawa tinggi terhadap oksigen sehingga mudah sekali mengoksidasi, aluminium memiliki lapisan tipis oksida yang dapat mengendalikan laju korosi.

Aluminium memiliki sifat penghantar panas dan listrik yang baik, karena aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi sekitar 60% dari daya hantar tembaga.

Tidak beracun. Maka seringkali kita dapat lihat produk-produk kaleng makan dan minuman sebagai bahan pembungkus yang menggunakan aluminium. Hal ini disebabkan karena reaksi kimia antara makanan dan miniuman dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun dan membahayakan manusia.

(26)

7

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium

Sifat-sifat Kemurnian Al (%))

99,996 >99,0

Masa jenis (20°C) 2,6989 2,71

Titik cair 660,2 653-657

Panas jenis (cal/g ̣•°C)(100°C) 0,2226 0,2297

Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil)

Tahanan listrik koefisien temperatur

(/°C) 0,00429 0,0115

Koefisien pemuaian (20-100°C) 23,86 x 10-6 23,5 x 10-6 Jenis kristal , konstanta kisi fcc, a = 4,013 kX fcc, a = 4,04

kX (Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135)

Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik Aluminium

Sifat-sifat

(Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135) 2.1.3 Paduan Aluminium

Aluminium memiliki sifat yang lunak dan mudah diregangkan, sehingga mudah dibentuk dalam keadaan dingin dan panas. Karena sifat – sifat istimewa dari aluminium yang tahan terhadap korosi, mudah dibentuk dan memiliki massa jenis yang tergolong rendah. Banyak sekali barang di sekitar kita yang terbuat dari aluminium. Maka banyak pula studi untuk mempelajari paduan aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan sifat mekanik aluminium.

(27)

8

Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa (Aluminium company of America). Paduan tempa dinyatakan dengan satu atau dua angka “S” sedangkan paduan coran dinyatakan dengan tiga angka. Standar AA menggunakan penandaaan dengan 4 angka sebagai berikut : angka pertama menyatakan sistem paduan dengan unsur-unsur yang ditambahkan yaitu : 1: Al murni, 2 : Al-Cu, 3 : Al-Mn, 4 : Al-Si, 5 : Al-Mg, 6 : Al-Mg-Si dan 7 : Al-Zn. Sebagai contoh AL-Cu dinyatakan dengan angka 2000. Angka pada tempat kedua menyatakan kemurnian dalam paduan yang dimodifikasi dan Al murni sedangkan angka ketiga dan keempat dimaksudkan untuk tanda Alcoa terdahulu kecuali S, sebagai contoh 3S sebagai 3003 dan 63S sebagai 6063. Al dengan kemurnian 99% atau di atasnya dengan keurnian terbatas (2S) dinyatakan sebagai 1100.

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor

(28)

9

Tabel 2.4 Komposisi dan Sifat Mekanik dari Paduan Aluminium Tempa

Alloy and

2S-O Commercially pure aluminium 13000 5000 35 2S-H Commercially pure aluminium 24000 21000 5

3S-O Al + 1,2% Mn 16000 6000 30

Alcad‡ A duplex product made of a 3S core with a coaing of 72S (Al + 1% Zn) on one or both

sides.

16000 6000 30

3S-O

Alcad‡ A duplex product made of a 3S core with a coaing of 72S (Al + 1% Zn) on one or both

sides.

29000 25000 4

3S-H

Alcad ᵷ Duplex products with cores of the alloys indicated (17S-T or 24S-T) and coatings on

one or both sides of aluminium

55000 32000 18

17S-T

Alcad ᵷ Duplex products with cores of the alloys indicated (17S-T or 24S-T) and coatings on

one or both sides of aluminium

64000 43000 18

24S-T

(29)

10

Tabel 2.5 Klasifikasi Perlakuan Bahan

(Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135) 2.1.4 Paduan Aluminium Utama

2.1.4.1 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Paduan Al-Cu yang paling sering diaplikasikan hanya berkisar sekitar 4-5% Cu. Karena pada fasa paduan ini memiliki kekurangan yaitu mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan, dan mudah terjadi keretakan. Pada paduan ini adanya Si sangat berguna dalam mengatasi keadaan itu dan Ti sangat efektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas T6 pada coran dapat memiliki kemampuan kekuatan Tarik mencapai 25 kgf/mm2.

(30)

11

kemampuan penuaan pada temperature biasa. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal di kenal dengan kode paduan 2017, komposisi standarnya adalah Al-4%Cu-1,5%Mg-0,5%Mn dinamakan paduan dengan kode 2024, nama lamnya disebut duralumin super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi apabila dibutuhkan ketahanan korosi yang khusus diperlukan permukaanya dilapisi dengan aluminium murni atau paduan Al yang tahan korosi yang disebut pelat alklad.

Tabel 2.6 Sifat – sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg

Paduan Keadaan

(Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135) 2.1.4.2 Paduan Al-Mn

(31)

12

Dengan paduan Al-12%Mn dan Al-1,2%Mn-1,0%Mg dinamakan paduan 3003 dan 3004 yang zdipergunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan panas.

2.1.4.3 Paduan Al-Si

Paduan aluminium silikon (Al-Si) sangat baik kecairannya, mempunyai permukaan yang baik, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran. Sebagai tambahan, paduan aluminium silikon mempunyai ketahanan korosi yang baik, massa yang ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Paduan Al-12%Si adalah paduan yang paling banyak dipakai untuk paduan cor cetak.

Gambar 2.1 menunjukkan fasa diagram fasa dari sistem ini. Ini adalah tipe eutektik yang seederhana yang mempunyai titik eutektik pada 577°C, 11,7%Si, larutan padat terjadi pada sisi aluminium, karena batas kelarutan padat sangat kecil maka pengerasan penuaaan sukar diharapkan.

(32)

13

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si

(Sumber : Surdia, T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 137)

(33)

14

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 140)

W. J. Kroll pada buku Handbook of Corrosion mengungkapkan bahwa ketahanan material silicon pada media korosi sangat baik kecuali pada kondisi alkali. Air dengan temperature panas ataupun dingin tidak memiliki efek bahkan tidak juga konsentrasi asam hydrochloric, nitrat, dan asam sulfur. Konsentrasi asam sulfur pada suhu tinggi dapat bereaksi dengan silikon. Asam hydrofluoric tidak dapat bereaksi namun, jika ada campuran asam nitrat dapat menyerang silicon dengan mudah.

2.1.4.4 Paduan Al-Mg-Zn

(34)

15

paduan yang tersendiri dari: Al-5,5%Zn-2,5%Mn-1,5%Cu-0,3%Cr-0,2%mn, sekarang dinamakan paduan 7075. Paduan ini mempunyai kekuatan tertinggi diantarapaduan-paduan lainnya, sifat-sifat mekaniknya ditunjukkan pada Tabel 2.5 penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat udara gunanya menjadi lebih penting sebagai konstruksi.

Tabel 2.8 Sifat-Sifat Mekanik Paduan 7075

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 141 2.1.4.5 Paduan Alumunium Cor

Struktur mikro paduan alumunium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Tabel 2.8 memperlihatkan sifat-sifat mekanis beberapa paduan alumunium cor.

(35)

16

Tabel 2.9 Sifat-sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor Menurut Aluminium Association

(sumber: V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta) 2.1.4.6 Pengaruh Unsur Paduan dalam Aluminium

Unsur paduan sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat aluminium paduan, untuk perlu diketahui pengaruh suatu unsur terhadap sifat-sifat aluminium A. Si (Silicon)

 Mempermudah proses pengecoran

 Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.  Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran.  Menurunkan penyusutan bahan terhadap beban kejut  Hasil coran akan rapuh jika kandungan silicon terlalu tinggi

(36)

17 B. Cu (Tembaga)

 Meningkatkan kekerasan bahan.  Memperbaiki kekuatan Tarik.

 Mempermudah pengerjaan dengan mesin.  Menurunkan daya terhadap korosi

 Mengurangi kemampuan dibentuk dan dirol. C. Mn (Mangan)

 Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperature tinggi.  Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

 Megurangi pengaruh buruk unsur besi.  Menurunkan kemampuan penuangan.  Meningkatkan kekerasan butiran partikel D. Mg (Magnesium)

 Mempermudah proses penuangan.

 Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin.  Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.  Menghaluskan butira Kristal secara efektif.  Meningkatkan ketahanan beban lanjut.

 Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil cor. E. Ni (Nikel)

 Peningkatan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperature tinggi.  Penurunan pengaruh unsur Fe (besi) dalam paduan.

 Peningkatan daya tahan terhadap korosi F. Fe (Besi)

 Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama proses penuangan.

 Penurunan sifat mekanis.  Penurunan kekuatan Tarik.

(37)

18 G. Zn (Seng)

 Meningkatkan sifat mampu cor.  Peningkatan kemampuan dimesin.  Mempermudah keuletan bahan.  Meningkatkan ketahanan korosi.  Menurunkan pengaruh baik dari besi.

 Kadar Zn terlalu tinggi dapat menimbulkan cacat rongga udara. H. Ti (Titanium)

 Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperature tinggi.  Memperhalus butiran dan permukaan.

 Mempermudah proses penuangan.

 Menaikkan viskositas logam cair dan mengurangi fluiditas logam c

2.1.4.7 Al Paduan Si Cu

(38)

19

Tabel 2.10 Sifat Aluminium Paduan

Alloys

Heat-treatable wrought alloys :

2024-T4 4.4% Cu 68000 47000 20

(39)

20 2.1.5 Pengujian Tarik

Uji tarik merupakan salah satu pengujian destruktif (pengujian yang bersifat merusak benda uji). Pengujian dilakukan dengan memberikan beban tarik pada beban uji secara perlahan-lahan sampai putus. Maka akan terlihat batas mulur, kekuatan tarik, perpanjangan, pengecilan luas diukur dari benda uji.

Gambar 2.3 Bentuk dan Dimensi Spesimen Uji Tarik Keterangan :

A = Panjang batas beban (panjang ukur sampai dengan titik tengah radius) D = Diameter ukur

G = Panjang ukur (Gage Length) R = Radius sebagai batas panjang uji

Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan panjang disertai pengecilan penampang benda uji. Dari data yang diperoleh dari pengujian tarik, dapat dilakukan perhitungan untuk cari nilai dari tegangan maksimum dan regangan dari benda uji tersebut, perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

1. Kekuatan Tarik :

�� =���� �/ (3)

Dengan ��� adalah gaya maksimal � , � = luas penampang mula-mula , �adalah ultimate tensile strength atau tegangan tarik maksimum

(40)

21 pertambahan panjang akan semakin besar, dan rumus dari regangan sendiri berbanding lurus dengan berubahan panjang dan berbanding terbalik dengan panjang ukur awal benda uji. Percobaan tarik akan dilakukan untuk setiap bahan. Dari pengujian tarik dapat disimpulkan sifat mekanik dari suatu bahan yaitu :

a. Semakin tinggi kemampuan tegangan tarik suatu bahan maka akan lebih kuat juga bahan tersebut dapat menerima tegangan tarik, namun semakin rendah kemampuan tegangan tarik suatu bahan maka akan lebih lemah bahan dapat menerima tegangan tarik.

b. Semakin tinggi regangan maka bahan tersebut semakin mudah dibentuk, dan sebaliknya semakin kecil regangan maka bahan tersebut akan sulit dibentuk.

Sifat-sifat terhadap beban tarik : a. Modulus elastis

(41)

22

Pada tegangan tarik rendah terdapat hubungan linier antara tegangan dan regangan dan disebut daerah elastis, pada daerah ini akan berlaku hokum Hooke.

b. Batas propossional

Batas proporsional adalah tegangan maksimum elastis bahan, sehingga apabila tegangan-regangan yang diberikan tidak melibihi proporsional bahan tidak akan mengalami deformasi dan akan kembali kebentuk semula.

c. Batas elastis

Batas Elastis adalah tegangan terbesar uang masih dapat ditahan oleh suatu bahan tanpa terjadi tegangan sisa permanen yang terukur. Pada saat bebaan ditiadakan material mampu kembali pada kemampuan awal kembali.

d. Kekuatan luluh

Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan

e. Tegangan maksimum

(42)

23 2.1.6 Korosi

Korosi adalah gejala destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam, Menurut Denny A. Jones pada buku berjudul Principles and Prevention of Corrosion, definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau berkurangnya kualitas suatu bahan, dikarenakan reaksi dengan lingkungannya. Korosi tersebut bisa mengakibatkan bahan bertambah berat, bahan menjadi semakin ringan dan sifat-sifat mekanisnya berubah. Korosi harus dicegah karena sangat merugikan. Dari kerugian ekonomi sampai kerugian materi.

Efek dari Korosi sendiri akan berpegaruh pada umur pemakaian material. Maka untuk mengetahui cepat atau lambatnya korosi pada sebuah material dapat diperhitungankan melalui persamaan :

= ��� [ ]

Dengan adalah laju reaksi korosi, ketetapan laju ukuran energy bebas aktivasi dinyatakan dengan ���

��� = � −∆�∗/��

Dengan A adalah tetapan, ∆ adalah energy bebas (selisih energy bebas antara logam dan produk korosinya) dan R tetapan gas universal serta temperatur dinyatakan dengan T.

(43)

24 2.1.6.1 Korosi Merata

Korosi merata adalah sebuah proses pengkorosian yang terjadi pada seluruh permukaan logam yang terbuka atau kontak langsung dengan lingkungan. Biasanya logam yang mengalami korosi merata ini memiliki harga potensial reduksi dibawah 0. Sehingga logam akan terkorosi secara alami disebabkan oleh udara sekitar yang lembab.

Gambar 2.4 Korosi Merata yang Menyerang suatu Bangunan Penyimpanan Minyak setelah 2 Tahun Dipergunakan

(Sumber : Jones, DA. : Principles and Prevention of Corrosion) 2.1.6.2 Korosi Galvanis

(44)

25

akan berfungsi seperti elektrolit yang membantu mempercepat proses korosi tersebut.

Gambar 2.5 Mekanisme Kondisi Korosi Galvanis

(b)

Gambar 2.6 Korosi Galvanis yang Menyerang Pipa Baja Karbon dan Pipa Baja Stainless

(45)

26 2.1.6.3 Korosi Celah

Korosi yang terjadi karena sebagian permukaan logam terhalang atau terasing dari lingkungan dibanding bagian lain logam yang menghadapi elektrolit dalam volume besar. Korosi ini terjadi dikarenakan adanya retakan.

Gambar 2.7 Mekanisme Kondisi Korosi Celah

(Sumber : Jones, DA. : Principles and Prevention of Corrosion) 2.1.6.4 Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)

Korosi local yang secara selektif dimana terjadi kerugian bagian permukaan logam dalam bentuk lubang. Korosi ini menyerang yang selaput pelindungnya tergores atau retak akibat perlakuan mekanik, mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip yang disebabkan oleh tegangan tarik yang dialami atau tersisa, dan mempunyai heterogen dengan adanya inklusi segregasi atau presipitasi. Korosi ini dipicu oleh faktor-faktor metalurgi.

Gambar 2.8 Korosi Sumuran

(Sumber : Jones, DA. : Principles and Prevention of Corrosion) 2.1.6.5 Pencegahan Korosi

(46)

27

untuk melebur sebuah rangkaian harus dibongkar. Sehingga banyak industri lebih memilih melakukan pencegahan dibandingkan dengan penanggulangan. Adapun beberapa pencegahan korosi :

a. Perlindungan Katodik

Pencegahan menggunakan perlindungan katodik ini memanfaatkan sifat perbedaan beda potensial reduksi dari korosi galvanis. Perlindungan katodik dilakukan dengan cara memasangkan logam yang ingin dilindungi dengan kabel dan dihubungkan dengan logam yang memiliki potensial reduksi yang lebih rendah, sehingga lingkungan akan menyerang logam dengan potensial yang rendah. Reaksi korosi yang terjadi adalah logam yang potensial reduksinya lebih tinggi akan dilapisi oleh logam yang potensial reduksinya lebih rendah.

b. Coating dan Inhibitor

Coating adalah proses pelapisan logam dengan menggunakan pelapis berupa coating organic ataupun coating metallic. Pelapis berfungsi sebagai lapisan pelindung fisik agar tidak ada kontak antara subsrat/material dan media korosi.

(47)

28 2.2Tinjauan Pustaka

2.2.1 Tegangan yang Bekerja pada Sudu Kincir

Sebuah penelitian oleh Nurimbetov A., dkk, (2015) yang berjudul “Optimization of Windmill’s layered Composite Blades to reduce Aerodinamic noise and Use in Construction of “Green” Cities”. Mengungkapkan tegangan yang bekerja pada sebuah blade adalah tegangan tarik dan tegangan geser.

(48)

29

Gambar 2.10 Distribusi tegangan geser pada sudu kincir (a) karbon silikat (b) boroaluminium (c) fiberglass

2.2.2 Laju Korosi

Kepustakaan menunjukan bahwa laju korosi sudah pernah diteliti. F. Corvo, dkk, Corrosion ScienceVol50 (2008) yang berjudul “Outdoor-indoor corrosion of

(49)

30

Tabel 2.11 Laju korosi dari Baja, Tembaga, Zink, dan Aluminium dalam (g/m2) di Viriato Stasiun Pesisir (Kuba)

(50)
(51)

32 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam membuat spesimen adalah aluminium, silikon dan tembaga. Alat-alat yang diperlukan antara lain cetakan gerabah, kowi, tabung solar, thermokopel, dan kompor + burner. Proses pengecoran tersebut menghasilkan 2 jenis spesimen uji, yaitu :

1. Aluminium Silikon dengan kadar silikon 8,5 %.

2. Aluminium Silikon Tembaga dengan kadar silikon 8,5 % tembaga 2 % 3.2.2 Alat-alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengujian antara lain :

a. Mesin uji Tarik, milik Laboratorium Ilmu Logam, Jurusan Teknik Mesin USD.

Gambar 3.2 Mesin Uji Tarik

(52)

33

Gambar 3.3 Neraca Digital

c. Gelas ukur, milik Laboratorium Analisa Pusat, Jurusan Farmasi USD.

Gambar 3.4 Gelas Ukur 3.3 Proses Peleburan Logam dan Pengecoran

3.3.1 Bahan Coran

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain : a. Aluminium

(53)

34

dipergunakan seberat 1,3661 kg atau dipotong sepanjang 47,1 cm. Untuk pengecoran Al -8,5%Si -2%Cu, aluminium yang dipergunakan seberat 1,23 kg atau dipotong sepanjang 42,3 cm.

Gambar 3.5 Aluminium b. Tembaga

Tembaga sebagai bahan paduan dari Al-Si-Cu yang dapat membantu meningkatkan tegangan tarik dari bahan. Tembaga yang dipakai pada penelitian ini berbentuk silinder dengan diameter 0,8 cm dan panjang 100 cm, dibeli di toko Aneka Teknik. Untuk pengecoran Al-8,5%Si-2%Cu, tembaga yang dipergunakan seberat 25 gram atau dipotong sepanjang 5,57 cm.

Gambar 3.6 Tembaga c. Batuan silikon metal

(54)

35

Gambar 3.7 Batuan Silikon Metal 3.3.2 Alat –alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain : 1. Tangki minyak bertekanan

2. Selang tembaga 3. Burner

4. Pompa angin 5. Tang penjepit 6. Tungku tanah liat 7. Kowi tanah liat

3.3.3 Proses Persiapan Pengecoran Logam

Proses peleburan logam adalah sebagai berikut :

1. Aluminium (Al) diukur dan dikelompokkan menurut komposisinya.

2. Aluminium (Al) yang berbentuk silinder dipotong-potong sesuai dengan tinggi kowi, agar setelah melunak tidak tumpah keluar kowi.

(55)

36

4. Tembaga (Cu) yang berbentuk silinder ditimbang sesuai komposisinya dan dipotong sesuai tinggi kowi.

5. Bahan bakar Solar dan corong untuk pengisian disiapkan.

6. Tabung tangki disi solar secukupnya lalu diberi tekanan dengan memakai pompa hingga bar tekanan penuh.

Gambar 3.8 Tabung tangki bertekanan

7. Burner dibersihkan dengan gas bertekanan dan diberi TBA pada penghubung selang tembaga.

Gambar 3.9 Burner

8. Selang tembaga disambungkan dengan tabung krusibel, dan burner. Diberi TBA dan dikencangkan menggunakan kunci pas.

(56)

37

3.3.4 Proses Peleburan dan Pengecoran Logam

Prosedur Peleburan adalah sebagai berikut :

1. Aluminium (Al), silikon (Si), dan tembaga (Cu) yang sudah ditimbang dan dikelompokkan disiapkan.

2. Aluminium (Al), silikon (Si), dan tembaga (Cu) dimasukkan ke dalam kowi sesuai dengan komposisinya.

3. Kowi diletakkan didalam tungku dan dibawahnya diberi batu tahan api agar semburan dari burner pas menuju ke kowi.

Gambar 3.11 Tungku dan Kowi

4. Pada tempat keluarnya api pada burner dituang oli untuk membantu pemanasan burner.

5. Api dinyalakan pada burner dan tunggu sampai panas.

6. Stopwatch dinyalakan seiring dengan mulai dinyalakannya burner, untuk menghitung waktu yang diperlukan selama peleburan.

Gambar 3.12 Stopwatch

(57)

38

8. Setelah kurang lebih 5 menit, nyala api sudah menunjukan pengapian sempurna.

9. Aluminium (Al) mulai melunak sekitar 40 menit. 10.Kowi ditutup agar tidak ada panas yang terbuang.

11.Paduan diaduk agar aluminium (Al), silikon (Si) dan tembaga (Cu) tercampur dengan baik.

12.Sekitar 56 menitbahan sudah terlebur sempurna.

13.Panas diukur dengan menggunakan thermokopel dan dicatat.

Gambar 3.13 Thermokopel

14.Kowi dapat diangkat dari tungku dengan tang penjepit selanjutnya dituang ke dalam cetakan gerabah yang sudah dipersiapkan.

Gambar 3.14 Tang Penjepit

15.Penuangan membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 3-5 detik. 3.3.5 Pembongkaran Hasil Coran

(58)

39

yang menempel dengan spesimen. Setelah berhasil dibongkar maka selanjutnya spesimen dibentuk dengan alat milling.

Gambar 3.15 Cetakan dan Coran yang sudah jadi

Gambar 3.16 Palu 3.4 Pembuatan Spesimen

(59)

40

Gambar 3.17 Tabel Standar Tes Tegangan dengan Spesimen Bundar dan Contoh Spesimen Ukuran Kecil yang Proposional sebagai Standar Spesimen

(Sumber : ASTM A370. : Standard Test Method and Definitions for Mechanical Testing of Steel Products)

Menurut tabel ASTM A370 seperti pada Gambar 3.2 sebagai spesimen uji tarik penulis mengambil ukuran standar yaitu, Small-Size Spesimens Proportional to Standard dengan Nominal Diameter 6.25 mm, Gage length (G) 25.0mm, Diameter (D) 6.25 mm, Radius of fillet (R) 5 mm, dan Length of reduced section (A) 32 mm. Berikut dimensi spesimen uji tarik seperti tersaji dalam Gambar 3.3.

(60)

41 3.5 Tahap Pengujian Spesimen

3.5.1 Pengujian Masa Jenis

Pengujian massa jenis adalah sebagai berikut :

a. Spesimen yang sudah dimachining diberi nomor menurut komposisi, antara paduan Al -8,5%Si -2%Cu dan Al kondisi awal.

b. Sebelum diberi perlakuan korosi, semua spesimen diberi nomor, ditimbang dan diukur volumenya.

c. Spesimen ditimbang dengan menggunakan neraca digital sebagai data (m). d. Spesimen diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur berkapasitas

50 ml.

e. Gelas ukur diisi air sebanyak 40 ml.

f. Spesimen dimasukkan ke dalam gelas ukur. Selisih penambahan volume dicatat sebagai data (v).

g. Data spesimen kemudian ditentukan massa jenisnya dengan menggunakan rumus:

=

Dengan, adalah massa jenis dengan satuan gram/dm3, merupakan massa spesimen (gram), dan merupakan volume (dm3).

3.5.2 Pengujian Tegangan Tarik

Pengujian tegangan tarik dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sifat-sifat mekanis material antara lain kekuatan tarik dan regangan.

Proses pengujian tarik adalah sebagai berikut:

(61)

42

kedudukan dari spesimen betul-betul vertikal, kemudian kedua penjepit atau chuck dikencangkan.

b. Spesimen diberi beban tarik, sehingga spesimen bertambah panjang dan hingga spesimen tersebut putus atau patah. Patahan yang diharapkan adalah pada bagian panjang ukur dari spesimen, apabila patah terjadi di luar panjang ukur spesimen, pengujian tersebut dinyatakan gagal.

c. Data yang perlu dicatat sebelum melakukan uji tarik adalah gage length atau panjang awal daerah ukur ( ), diameter daerah ukur (d).

d. Data yang didapatkan kemudian dicatat selama pengujian tarik (pertambahan beban dan pertambahan panjang) dengan interval yang ditentukan.

e. Beban tarik maksimum dan kekuatan tarik maksimum setelah spesimen putus dicatat .

f. Pertambahan panjang yang tertera pada mesin uji tarik dicatat setelah spesimen patah ∆ .

g. Hasil penelitian tegangan tarik dan regangan dapat dihitung dengan rumus: � = �

Dengan, � adalah tegangan tarik dengan satuan kg/mm2, merupakan beban penarikan (kg), dan � merupakan luas penampang (mm2).

� = ∆

(62)

43 3.5.2 Pengujian Korosi

Proses pengujian korosi adalah sebagai berikut :

a. Bahan uji yang sudah dicor dengan variasi komposisi masing-masing dipotong dengan dimensi yang sudah ditentukan sebanyak 15 buah.

b. Setelah itu, semua spesimen ditimbang sebagai dasar massa awal ( ). c. Spesimen terdiri dari dua variasi, Al kondisi awal dan Al -8,5%Si -2%Cu.

Masing masing memiliki 15 buah spesimen.

d. Spesimen korosi digantung di perumahan warga yang ada di pinggir Pantai Pelangi, Parang Tritis, Bantul, Yogyakarta.

e. Setiap 30 hari spesimen diambil 3 buah dan ditimbang dengan neraca digital untuk melihat perubahan massa yang terjadi sebagai efek dari reaksi korosi. f. Tiga buah spesimen yang diambil ditimbang sebagai data perubahan massa

(m)

g. Penelitian korosi ini dilakukan selama 4 bulan, kemudian dihitung laju korosinya dengan cara :

= �.

(63)

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada pengujian ini, aluminium dipadukan dengan 8,5%Si dan 2% Cu. Aluminium yang penulis pergunakan sudah diuji komposisi. Hasil pengujian komposisi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Paduan Komposisi Aluminium

UNSUR SAMPEL UJI

(64)

45

4.1.1 Data Penelitian Pengujian Massa Jenis

Pengujian massa jenis dilakukan pada spesimen Al kondisi awal dan spesimen paduan Al -8,5%Si -2%Cu. Penghitungan dilakukan dengan pengukuran volume dan massa yang telah diukur menggunakan gelas ukur dan neraca digital. Semua spesimen diukur pada kondisi awal sebelum dikorosikan di pinggir pantai. Perhitungan massa jenis diperoleh dengan:

= , �

= , = ,

=

= ,, �

= . �⁄

Hasil pengujian massa jenis Al kondisi awal dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.

(65)

46

Tabel 4.3 Massa jenis paduan Al -8,5%Si -2%Cu Spesimen volume

Perhitungan standar deviasi :

s =

�= ��−� ̅

�−

(66)

47

Tabel 4.4 Massa Jenis Al Kondisi Awal setelah mempergunakan Perhitungan Standar Deviasi

Rata - rata 2674,320829

Tabel 4.5 Massa Jenis Paduan Al -8,5%Si -2%Cu setelah mempergunakan perhitungan standar deviasi

4.1.2 Data Penelitian Pengujian Tegangan Tarik

(67)

48

alat uji tarik, menghasilkan nilai beban tarik (kg), elongation atau pertambahan panjang (mm) dan print out grafik hubungan beban dan pertambahan panjang. Adapun penghitungan tegangan tarik dilakukan dengan rumus :

= ,

� =� × = , × , = ,

= , �

� = �

� = , , � = , �⁄

� = , �⁄ × , ⁄

� = ,

(68)

49

Tabel 4.6 Tegangan Tarik Al Kondisi Awal Nomor

(69)

50 4.1.3 Data Penelitian Pengujian Korosi

Pengujian laju korosi dilakukan pada spesimen kondisi awal dan spesimen paduan Al -8,5%Si -2%Cu. Penghitungan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pengukuran massa awal sebelum dikorosikan dan massa setelah dikorosikan dengan neraca digital.

2. Pengukuran diameter awal sebelum dikorosikan dan diameter setelah dikorosikan dengan jangka sorong.

3. Perhitungan laju korosi.

Hasil perubahan massa setelah dikorosikan di pantai, Al kondisi awal dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.

Tabel 4.8 Perubahan Massa Al kondisi awal Nomor

Spesimen

Umur (bulan) selisih

(70)

51

Tabel 4.9 Perubahan Massa Paduan Al -8,5%Si -2%Cu Nomor

Spesimen

Umur (bulan) selisih

massa

(71)

52

Tabel 4.10 Perubahan diameter Al kondisi awal

(72)

53

Tabel 4.11 Perubahan diameter paduan Al -8,5%Si -2%Cu

Nomor dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :

Gambar 4.1 Desain Spesimen Tegangan Tarik Al Murni dan Al Paduan menurut ASTM A370

=

(73)

54

Tabel 4.12 Dimensi dan perhitungan Luas Penampang (A) spesimen 8 dan 10 dari Paduan. Al -8,5%Si -2%Cu

Nomor

(74)

55 4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini proses pembuatan spesimen, pengujian korosi dan proses pengujian mekanik dapat berjalan dengan baik. Proses pembuatan spesimen dilakukan secara manual. Peleburan aluminium dan paduannya menggunakan burner dengan bahan bakar solar. Pengecoran dilakukan menggunakan cetakan gerabah. Proses machining dilakukan dengan gergaji dan mesin bubut. Dari proses tersebut, menghasilkan 30 buah spesimen yang terdiri dari 15 buah spesimen aluminium kondisi awal dan 15 buah spesimen aluminium paduan Al 8,5%Si -2%Cu. Semua spesimen ditimbang di Lab. Analisa Pusat, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, kemudian diberi nomor. Pada tanggal 15 Desember 2015 spesimen mulai diberi perlakuan korosi dengan ditinggal di Pantai Pelangi, Parangtritis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap tanggal 15, 3 buah spesimen diambil sebagai data korosi. Spesimen ditimbang di Lab. Analisa Pusat serta diuji tarik di Lab 2. Ilmu Logam, Fakultas Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma pada 2 hari setelahnya.

Proses pengambilan di pantai dilakukan sebanyak 4 kali berutut-turut setiap tanggal 15, untuk data bulan ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4. Pengambilan data korosi berakhir pada tanggal 15 April 2016.

4.2.1 Pembahasan Pengujian Massa Jenis

Pada tabel 4.4 dan 4.5 massa jenis menunjukan perbedaan rata-rata aluminium kondisi awal yaitu 2675,89 gr/dm3 dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu yaitu 2715,65 gr/dm3. Selisih peningkatan massa jenis antara Al kondisi awal dan paduan Al -8,5%Si sebesar 39,76 gr/dm3. Peningkatan massa jenis dari paduan Al-Si-Cu dikarenakan 2% massa aluminium digantikan oleh 2% massa tembaga, dari massa jenis tembaga teoritis yaitu 8930 gr/dm3. Massa jenis paduan Al-Si-Cu ini juga dipengaruhi 8,5% massa Silikon yang menggantikan 8,5% massa aluminium dengan massa jenis silikon teoritis 2329 gr/dm3.

(75)

56

secara manual memiliki kemungkinan adanya udara yang terjebak saat pengecoran dan menyebabkan adanya vacancy atau kekosongan pada batas butir sehingga menyebabkan turunnya massa jenis.

4.2.2 Pembahasan Pengujian Tegangan Tarik Terhadap Korosi

Pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 nilai tegangan tarik menunjukan perbedaan antara Al kondisi awal dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu, maupun nilai tegangan tarik tiap bulannya, seperti disajikan pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Hubungan Tegangan Tarik dan Lama Perlakuan Korosi antara Al kondisi awal dengan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu).

Gambar 4.2 didapatkan dengan menentukan rata-rata data perbulan, kemudian diurutkan menurut bulannya, dan dibandingkan antara Al murni dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu.

Pada Gambar 4.2 dapat diamati kekuatan tarik sebelum perlakuan korosi Al paduan (Al -8,5%Si -2%Cu), lebih tinggi daripada Al kondisi awal. Pada kondisi 0 bulan kekuatan tarik dari Al kondisi awal adalah 112,71 MPa dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu sebesar 130,04 MPa.

(76)

57

Dapat diamati pula, antara Al kondisi awal dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu bahwa keduanya mengalami penurunan kekuatan tarik. Namun pada paduan Al -8,5%Si -2%Cu terdapat penurunan yang sangat drastis pada bulan 2, bulan 3, dan ketidakstabilan data dikarenakan peningkatan kekuatan tarik pada bulan ke-4. Pada Tabel 4.7 data pada bulan ke-2 nomor spesimen 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 berturut-turut memiliki kekuatan tarik 130,85 Mpa; 118,27 Mpa; 28,94 Mpa; 61,27 Mpa; 110,15 Mpa dan 34,66 Mpa. Pada data nomor 9, 10 dan 12 memiliki kejanggalan. Dapat dilihat pula pada massa jenis Al -8,5%Si -2%Cu Tabel 4.3 nomor 9, 10 dan 12 berturut memiliki massa jenis 2540,26 gr/dm3; 2646,71 gr/dm3 dan 2455,29 gr/dm3. Pada pembuktian data Tabel 4.7 dan Tabel 4.3 penulis menyimpulkan adanya ketidaksempurnaan pengecoran sehingga terjadi vacancy

yang dapat mengurangi massa jenis serta sangat mempengaruhi berkurangnya kekuatan tarik spesimen.

Gambar 4.3 Perbaikan Hubungan Tegangan Tarik dan Umur antara Al murni dengan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu).

Dengan mencoba menghilangkan data nomor spesimen 9, 10, 12 dari grafik seperti disajikan pada Gambar 4.3, didapatkan kekuatan tarik Al paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) perbulannya secara berturut-turut adalah 130,04 MPa; 124,74 MPa; 124,56 MPa; 110,15 MPa dan 122,63 MPa. Pada Gambar 4.3 nilai kekuatan tarik

(77)

58

yang kurang baik dihilangkan, sehingga gambar menunjukan penurunan yang tidak signifikan. Pada Gambar 4.3 Analisa yang dapat diambil adalah perlakuan korosi selama 4 bulan masih belum berikan hasil yang signifikan pada kekuatan tarik Al paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) dikarenakan kadar 8,5% Silikon yang dapat meningkatkan ketahanan korosi material.

Penurunan yang sangat signifikan terjadi pada Al kondisi awal dikarenakan kondisi udara di pinggir pantai yang bersifat korosif. Kadar garam atau NaCl pada udara pinggir pantai sangat mudah bereaksi dengan aluminium dan menghasilkan Aluminium Klorida (AlCl3). Aluminium klorida berbentuk seperti butiran berwarna putih dan menempel pada permukaan. Pada saat udara menjadi lembab atau saat pagi hari udara menghasilkan embun. Terjadi reaksi kimia seperti

� � + → � + �

Dapat disimpulkan ketika Aluminium klorida bereaksi dengan uap air tidak terbentuk Aluminium oksida yang bersifat melindungi spesimen dari korosi. Sehingga terjadi pengikisan pada permukaan selama perlakuan korosi di pinggir pantai. Permukaan spesimen yang terkikis ini menyebabkan penurunan kekuatan tarik yang sangat signifikan. Pada hasil penelitian data menunjukkan, secara keseluruhan pada Al kondisi awal dan Al paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) tetap mengalami penurunan kekuatan tarik.

4.2.3 Pembahasan Pengujian Korosi

(78)

59

Gambar 4.4 Hubungan Pertambahan Massa dan Umur antara Al kondisi awal dengan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu).

Pada bulan ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4 berturut-turut Al kondisi awal rata-rata massa bertambah 0,0067 gram; 0,0143 gram; 0,014 gram; dan 0,020 gram. Pada Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) bulan ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4 berturut-turut rata-rata massa bertambah 0,002 gram; 0,0075 gram; 0,0083 gram; dan 0,017 gram.

Pada Gambar 4.4 dapat diamati bahwa pertambahan massa Al kondisi awal cenderung lebih tinggi daripada Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu). Rata-rata perubahan massa Al kondisi awal tidak jauh berbeda dari paduan Al dengan penambahan 8,5%Si -2%Cu. Rata-rata perubahan massa dari Al kondisi awal adalah 0,0047 gram dan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) adalah 0,0043 gram. Perubahan massa Al kondisi awal lebih tinggi dari Al paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) karena kadar Si pada spesimen Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) membantu mengurangi reaksi dengan klorida. Spesimen yang memiliki kadar Si akan lebih sedikit menghasilkan Aluminium klorida.

Perubahan massa pada spesimen diikuti juga dengan adanya perubahan diameter yang disajikan pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11. Rata-rata perubahan diameter pada Al kondisi awal dan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) hampir sama yaitu 0,05 mm pada bulan ke-1 dan ke-2, kemudian pada bulan ke-3 dan ke-4

(79)

60

0,15 mm pada Al kondisi awal dan 0,100,3 mm pada Al Paduan (Al 8,5%Si -2%Cu.

Pada Tabel 4.11 perubahan massa Al paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) hanya terdapat 2 data yang massanya berkurang. Nomor spesimen 8 pada 2 bulan perlakuan korosi dan nomor spesimen 15 pada 4 bulan perlakuan korosi, sehingga laju korosi dapat dihitung seperti pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13.

Perubahan diameter dan perubahan massa ini disebabkan adanya Aluminium klorida yang menempel pada spesimen yang bersifat merusak permukaan namun cenderung menempel pada permukaan. Namun secara keseluruhan perubahan massa dan perubahan diameter tidak terlalu signifikan terjadi.

Gambar 4.5 Spesimen dengan nomor 15 pada Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) setelah mengalami 4 bulan perlakuan korosi.

(80)

61

(81)

62

BAB V

PENUTUP

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaruh penambahan 8,5%Si-2%Cu menghasilkan peningkatan massa jenis sebesar 1,54% dari kondisi awal, menjadi 2715,65 gr/dm3. Pada kekuatan tarik pengaruh penambahan 8,5%Si-2%Cu meningkatkan kekuatan tarik sebesar 15% dari kondisi awal, menjadi 130,04 MPa. 2. Perlakuan korosi selama 4 bulan pada paduan Al dengan penambahan

8,5%Si-2%Cu, tidak memberikan penurunan yang signifikan pada nilai kekuatan tarik yaitu sebesar 5,68% dari awal sebelum perlakuan korosi hingga pada bulan ke-4 menjadi 122,63 MPa. Pada Al kondisi awal perlakuan korosi menyebabkan penurunan rata-rata kekuatan tarik sebesar 75,45% dari awal sebelum perlakuan korosi hingga pada bulan ke-4 menjadi 27,67 MPa.

(82)

63 5.2Saran

Saran yang dapat diberikan agar untuk kedepannya memperoleh hasil yang lebih baik, adalah sebagai berikut:

1. Sebelum melakukan penelitian sebaiknya peneliti selanjutnya lebih banyak berkomunikasi untuk metode penelitian yang dipergunakan.

2. Persiapan alat, bahan, dan proses pengecoran dilakukan sedini mungkin, karena proses ini memakan waktu yang sangat lama.

3. Adanya perancangan alat dan penelitian mengenai alat untuk mengaduk paduan selama proses peleburan logam, agar diperoleh hasil spesimen yang lebih homogen.

(83)

64

DAFTAR PUSTAKA

Askeland, Donald R., Phule P., 2011, The Science and Engineering of Materials 6th Edition. Solid State, New Delhi.

ASTM A370: Standard Test Method and Definitions for Mechanical Testing of Steel Products.

Fontana, Mars G., 1986, Corrosion Engineering 3rd Edition, B & Jo Enterprise PTE LTD, Singapore.

Jones, Denny A., 1992, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company, Ontario, Canada.

Spiegel, Murray R., Stephens, Larry J., Schaum’s Outlines : Sta tistik Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.

Surdia, T., Chijiwa K., 1976, Teknik Pengecoran Logam, edisi kedua. Pradnya Paramita, Jakarta.

Surdia, T., Saito, S., 1995, Pengetahuan Bahan Teknik, cetakan ketiga. Pradnya Paramita, Jakarta.

Trethewey, KR., Chamberlain, J., 1991, Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(84)

65

(85)

66

(86)

67

Paduan Al-8,5%Si-2%Cu.

(87)

68

(88)

69

(89)

70

(90)

71

(91)

72

(92)

73

(93)

74

(94)

75

(95)

76

(96)

77

L 12. Spesimen diberi perlakuan korosi di pinggir pantai Pelangi, Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta

Gambar

Tabel 2.6 Sifat – sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg
Gambar 2.1 menunjukkan fasa diagram fasa dari sistem ini. Ini adalah
Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si
Tabel 2.7 Sifat – Sifat Mekanik Paduan Al-Mg2-Si
+7

Referensi

Dokumen terkait

cetakan yang menggunakan pasir cetak yang dicampur dengan.. unsur-unsur antara lain: semen, tetes tebu,

Adapun cara pengujian ini adalah, pada pengujian tarik menggunakan standar ASTM B557 pengujian ini dilakukan dengan cara menarik spesimen sampai patah yang

Adapun cara pengujian ini adalah, pada pengujian tarik menggunakan standar ASTM B557 pengujian ini dilakukan dengan cara menarik spesimen sampai patah yang

berwirausaha serta dapat beralih profesi dengan metode pelatihan yang berjenjang, yaitu dari tingkat pemula, menengah dan mahir. Sebagai contoh adalah pelatihan

Namun pada penelitian ini diperlukan komposisi penambahan Oil Well Cement yang tepat sehingga sampel semen yang dihasilkan memiliki sifat ketahanan terhadap panas dan

Kombinasi sifat fisik dan mekanik yang meliputi kekuatan spesifik, ketahanan spesifik, kekerasan yang tinggi, ketahanan terhadap suhu tinggi, serta sifatnya yang

yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas

Namun pada penelitian ini diperlukan komposisi penambahan Oil Well Cement yang tepat sehingga sampel semen yang dihasilkan memiliki sifat ketahanan terhadap panas dan