• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Penyakit pada Daun Cabai berdasarkan Fitur HSV dan GLCM menggunakan Algoritma C4.5 berbasis Raspberry Pi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Deteksi Penyakit pada Daun Cabai berdasarkan Fitur HSV dan GLCM menggunakan Algoritma C4.5 berbasis Raspberry Pi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya 3934

Deteksi Penyakit pada Daun Cabai berdasarkan Fitur HSV dan GLCM menggunakan Algoritma C4.5 berbasis Raspberry Pi

Shafa Sabilla Zuain1, Hurriyatul Fitriyah2, Rizal Maulana3

Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1shafasabillaz@gmail.com, 2hfitriyah@ub.ac.id, 3rizal_lana@ub.ac.id

Abstrak

Tanaman cabai merupakan tanaman dengan potensi ekonomi besar di Indonesia. Kendati demikian, setiap tahunnya produksi cabai mengalami penurunan yang salah satunya dikarenakan gangguan penyakit. Pengamatan kondisi pada tanaman cabai dapat dilihat pada perubahan yang terjadi pada daun cabai. Deteksi penyakit pada daun cabai diperlukan untuk meminimalisir resiko gagal panen pada tanaman cabai serta sebagai upaya pengendalian secara statregis. Jumlah jenis penyakit pada tanaman cabai yang cukup banyak dan pengetahuan tentang gejala-gejala penyakit yang kurang membuat para petani cukup kesulitan untuk menentukan jenis penyakit yang menyerang. Oleh karena itu, diperlukan sistem yang mampu untuk mendeteksi penyakit pada daun cabai. Sistem Deteksi Penyakit Pada Daun Cabai Berdasarkan Fitur HSV Dan GLCM Menggunakan Algoritma C4.5 Berbasis Raspberry Pi digunakan untuk mendeteksi jenis penyakit pada daun cabai. Penelitian ini menggunakan fitur warna Hue, Saturation dan Value (HSV)serta fitur tekstur Gray Level Co-occurence Matrices (GLCM). Fitur warna HSV digunakan untuk menganalisis perubahan warna daun yang berpenyakit. Fitur tekstur digunakan untuk menganalisis perubahan tekstur pada daun cabai dengan bantuan lima fitur dari GLCM yaitu correlation, dissimilarity, homogeneity, contrast, dan energy dengan empat variasi sudut yaitu sudut 0, 45, 90 dan 135. Metode klasifikasi yang digunakan yaitu menggunakan pohon keputusan dari Algoritma C4.5 dengan hasil klasifikasi yaitu berupa penyakit bercak serkospora, mosaik keriting dan kondisi normal. Deteksi penyakit pada daun cabai menggunakan metode tersebut dengan menggunakan 21 data uji mendapatkan akurasi sebesar 86%. Waktu eksekusi rata-rata yang dibutukan sistem melakukan deteksi adalah 1,045 detik.

Kata kunci: penyakit daun cabai, HSV, GLCM, Algoritma C4.5 Abstract

Chili plants are plants with great economic potential in Indonesia. Nevertheless, every year chili production has decreased, one of which is due to disease. Observation of conditions in chili plants can be seen in the changes that occur in chili leaves. Disease detection in chili leaves is needed to minimize the risk of crop failure in chili plants and as a strategic control effort. The number of types of diseases in chili plants is quite a lot and knowledge about the symptoms of the disease is not enough to make it quite difficult for farmers to determine the type of disease that attacks. Therefore, a system that is able to detect diseases in chili leaves is needed. Disease Detection System on Chili Leaves Based on HSV and GLCM Features Using the C4.5 Algorithm Based on Raspberry Pi is used to detect types of diseases on chili leaves. This research uses Hue, Saturation and Value (HSV) color features and Gray Level Co- occurence Matrices (GLCM) texture features. The HSV color feature was used to analyze diseased leaf discoloration. Texture features are used to analyze changes in the texture of chili leaves with the help of five features from GLCM, namely correlation, dissimilarity, homogeneity, contrast, and energy with four variations of angles, namely angles 0, 45, 90 and 135. The classification method used is using a decision tree from C4.5 algorithm with classification results in the form of sercospore spot disease, curly mosaic and normal conditions. Detection of disease in chili leaves using this method using 21 test data to get an accuracy of 86%. The average execution time required by the system to detect is 1.045 seconds.

Keywords: leaf chilli dieasies, HSV, GLCM, Algorithm C4.5

(2)

1. PENDAHULUAN

Cabai merupakan salah satu jenis buah dan sayur yang digemari masyarakat Indonesia.

Buah ini memiliki kandungan gizi diantanya Kalori, Protein, Vitamin A, B1 dan Vitamin C (Nasrul, 2005). Pada tahun 2019 cabai merupakan komoditas dengan peringkat panen terbesar kedua di Indonesia. Kendati demikian, setiap tahun produksi cabai mengalami penurunan produksi. Pada tahun 2018 ke 2017 di Kabupaten Magetan produksi cabai besari turun sekitar 25,7 ton dari 766,20 ton menjadi 773,50 ton (BPS 2019).

Penurunan produksi tanaman cabai bisa dikarenakan pemilihan bibit yang kurang tepat, perubahan musim juga gangguan penyakit.

Gangguan penyakit pada daun cabai bisa dikarenakan makhluk hidup (animate panthogen) ataupun sesuatu yang tidak hidup (inanimate panthogen). Penyakit utama yang sering menyerang tanaman cabai seperti bercak daun serkospora (Cercospora capsici) antraknos, embun tepung dan juga mosaik keriting. (Hartono et.al, 2016). Gejala yang timbul dari kedua penyakit ini seperti munculnya bercak juga perubahan warna pada daun cabai.

Secara umum gejala awal penyakit pada tanaman cabai dimulai dari adanya perubahan warna ataupun tekstur dari daun yang akan menghambat pertumbuhan tunas pada daun (Tanjung et.al, 2018).

Gejala penyakit pada daun cabai dapat berupa perubahan warna daun sebelum waktunya, warna daun yang tidak rata dan munculnya bintik-bintik yang muncul pada daun (Duriat et.al, 2007). Akan tetapi karena gejala awal yang relatif sama dan juga banyaknya jenis penyakit pada tanaman cabai menyebabkan petani kurang bisa menentukan jenis penyakit yang menyerang tanaman cabai. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hartono dan Astuti tentang pengetahuan petani dalam melakukan usaha tani, hanya didapat nilai tes sebanyak 3,25.

Berdasarkan penelitian ini, dibutuhkan sebuah sistem deteksi penyakit diperlukan untuk membantu petani mengetahui jenis penyakit yang tepat dan cepat walaupun tanpa berbekal ilmu pengetahuan yang khusus.

Pembuatan sistem deteksi penyakit pada daun cabai dapat menggunakan kamera. Kamera digunakan alat bantu dalam menangkap citra daun yang nanti dapat dilakukan proses deteksi.

Sistem menggunakan bantuan dari fitur warna

Hu, Saturation Value (HSV) dan fitur tekstur dari Gray Level Co-occurence Matrix atau GLCM. Fitur warna HSV mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Patil P. Dipak., et.al., 2020). Pada penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi penyakit pada tanaman cabai dengan menggunakan fitur HSV dan fitur GLCM dengan hasil akurasi akhir sebesar 80%. Fitur lainnya yaitu fitur GLCM dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rakhmawati, P.U., et.al, 2018). Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeteksi penyakit pada daun kentang. Metode klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Support Vector Machine dengan menggunakan fitur color moment dan fitur Gray Level Co-occurence Matrix. Pada penelitian tersebut penggunaan fitur GLCM mempunyai hasil deteksi mencapai 90%.

Pada penelitian yang diajukan ini, metode ekstraksi fitur menggunakan HSV dan GLCM dengan metode klasifikasinya menggunakan algoritma C4.5. Algoritma C4.5 merupakan salah satu jenis dari decision tree yang memiliki pengembangan untuk mengatasi data missing juga data-data dalam bentuk kontinu (Elisa, 2017). Berdasarkan hal tersebut algoritma C4.5 dipilih sebagai metode pengklasifikasian dalam deteksi penyakit pada daun cabai. Pada penelitian ini didukung dengan perangkat pemroses yaitu Raspberry Pi 4 model B.

Pengambilan citra daun menggunakan modul kamera Raspberry dengan rev 1.3 yang nantinya hasil klasifikasi akan ditampilkan pada LCD 16x2 yang didukung dengan I2C.

Penelitian deteksi penyakit pada daun cabai ini akan mendeteksi 3 kelas yaitu kelas penyakit bercak serkospora, penyakit mosaik keriting dan kondisi daun normal. kelas tersebut dipilih sesuai dengan penyakit utama pada tanaman cabai pada lokasi penelitian yaitudi Desa Dadi, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan. Jenis daun cabai yang diteliti yaitu pada tanaman cabai rawit, cabai besar dan cabai keriting. Penelitian yang telah dilaksanakan ini diharapkan memudahkan petani untuk mendeteksi jenis penyakit pada daun cabai secara mudah

2. METODE PENELITIAN 2.1. Gambaran Umum Sistem

Sistem yang dibuat memiliki komponen masukkan-proses-keluaran. Sistem dibuat menyerupai mini studio pemotretan

(3)

menggunakan modul kamera sebagai penangkap citra. Citra yang ditangkap akan diolah pada perangkat pemroses yaitu Raspberry Pi 4. Proses yang terjadi yaitu pengolahan citra, ekstraksi fitur HSV, ekstraksi fitur GLCM dan deteksi kondisi daun cabai menggunakan algoritma C4.5. Hasil deteksi kondisi daun cabai kemudian ditampilkan pada Liquid Crystal Display (LCD).

Diagram blok sistem dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Blok Sistem

Masukkan. Perangkat masukkan sebagai penerima data yang digunakan adalah kamera.

Citra digital yang ditangkap oleh kamera akan digunakan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini. Sumber informasi berupa data dari citra digital akan dikirim ke bagian pemroses.

Proses. Perangkat pemroses yang digunakan dalam penelitian ini adalah Raspberry Pi 4 yang memiliki prosesor cukup cepat dengan didukung bahasa pemrograman python pada sistem operasinya. Pada bagian ini citra digital akan dilakukan pengolahan citra mulai dari pemotongan, perubahan ukuran sampai mendapatkan hasil citra HSV dan citra grayscale. Citra HSV digunakan sebagai dasar untuk melakukan proses ekstraksi fitur HSV.

Sedangkan citra grayscale digunakan untuk proses ekstraksi fitur tekstur GLCM. Hasil kombinasi fitur warna dan tekstur digunakan untuk klasifikasi pada metode algoritma C4.5.

Hasil klasifikasi yang didapat berupa jenis penyakit pada daun cabai.

Keluaran. Jenis penyakit yang didapat dari klasifikasi akan ditampilkan pada perangkat keluaran berupa Liquid Crystal Display (LCD) yang sebelumnya diterima oleh I2C sebagai perangkat pendukung. Data tampilan yang ditampilkan LCD sebagai hasil akhir dari sistem.

2.2. Purwarupa

Purwarupa didesain memiliki dua tingkat.

Pada tingkat pertama digunakan sebagai

pengambilan citra daun. Penyakit pada daun cabai sebagaian besar terletak pada daun bagian atasnya. Berdasarkan ketentuan tersebut, informasi daun cabai dari kamera didapat dari sudut atas. Pada Gambar 2 memperlihatkan kamera juga pencahayaan terletak pada bagian atas dan objek berupa daun cabai pada bagian bawah. Pada tingkat kedua digunakan sebagai peletakan alat pemroses, kamera, percahayaan berupa ringlight. Tombol sebagai perangkat dimulainya sistem dan LCD sebagai perangkat keluaran diletakkan pada bagian luar atas sistem.

Ukuran keseluruhan purwarupa adalah 30x22x30cm. Desain purwarupa sistem disajikan pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Purwarupa depan tampak dalam (kiri) dan purwarupa secara keseluruhan

(kanan)

2.3. Preprocessing

Citra digital yang ditangkap akan dilakukan proses preprocessing sebelum dilakukan proses lebih lanjut. Proses ini digunakan agar citra digital lebih mudah dianalisis pada proses-proses selanjutnya. Proses pertama yaitu dilakukan pemotongan citra. Citra masukkan dari kamera berukuran 1360 x 766 pixel citral ini kemudian dipotong menjadi bentuk persegi dengan ukuran 648 x 648 pixel. Selanjutnya citra diubah diperkecil ukurannya menjadi 128 x 128 pixel yang bertujuan agar komputas lebih ringan dan juga cepat.

Citra ini selanjutnya akan dilakukan proses segmentasi pada range warna coklat, kuning sampai hijau sebagai ciri dari citra daun penyakit. Proses segmentasi dilakukan untuk mendapatkan citra daun saja dari citra digital yang didapat. Hasil citra segmentasi kemudian dikonversi menjadi citra grayscale yang diperlukan pada ekstraksi fitur tekstur GLCM.

Selain itu citra segmentasi akan dikonversi menjadi citra HSV yang diperlukan untuk ekstraksi fitur warna HSV. Proses preprocessing secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.

(4)

Gambar 3. Proses Preprocessing

2.4. Ekstraksi Fitur HSV

Hue, Saturation, Value (HSV) adalah ruang warna perseptual dengan merepresentasikan warna pada citra sesuai dengan pemahaman manusia tentang warna (Solomon, et al., 2011).

Warna HSV memiliki tiga paramete yaitu Hue panjang gelombang dominan pada suatu warna seperti warna merah, kuning, biru dll. Saturation yaitu kemurnian suatu warna. Sedangkan Value untuk kecerahan suatu warna tersebut.

Ruang warna HSV memiliki kelebihan yaitu deskripsi warna dasar tidak hanya pada warna merah, hijau dan biru saja. Deskripsi warna seperti warna orange, hijau kebiruan pada HSV tetap masuk kedalam warna dominan tanpa harus berpegang pada warna merah, hijau, biru.

Kelebihan tersebut menjadikan warna HSV lebih stabil dan lebih cocok untuk melakukan proses segmentasi warna. Perhitungan matematis perubahan warna RGB ke warna HSV dapat dilihat pada Persamaan (1), (2) dan (3) berikut.

𝑉 =𝑚𝑎𝑘𝑠(𝑅,𝐺,𝐵)

255 x 100 (1)

𝑆 =maks(𝑅,𝐺,𝐵)−min (𝑅,𝐺,𝐵)

𝑚𝑎𝑘𝑠(𝑅,𝐺,𝐵) x100 (2)

𝐻 = 60 𝑥 𝐺 − 𝐵

𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑚𝑖𝑛 , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑅 𝐻 = 60 𝑥 (2 + 𝐵−𝑅

𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑚𝑖𝑛) , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐺 (3)

𝐻 = 60 𝑥 (4 + 𝑅 − 𝐺

𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑚𝑖𝑛) , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐵

2.5. Ekstraksi Fitur GLCM

Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) merupakan salah satu metode ekstraksi fitur tekstur dengan melakukan pendekatan statistik dimana terdapat matriks yang sama dengan lebel

keabuan suatu gambar (Benco, et. al., 2014).

Pada metode ini jarak piksel merepresentasikan jarak sedangkan derajat merepresentasikan sudut. Citra grayscale dari preprocessing digunakan sebagai masukkan pada proses ini.

Penelitian ini menggunakan sudut rotasi sebanyak 4 sudut yaitu pada sudut 0, 45, 90 dan 135 dengan jarak piksel yang digunakan = 1.

Metode GLCM memiliki 16 fitur yang dapat diekstraksi. Pada penelitian ini jumlah fitur yang digunakan sebanyak 5 fitur yang terdiri dari kontras, korelasi, energi, homogenitas dan dissimilarity. Penjelasan juga perhitungan dari kelima fitur tesebut dapat diperhatikan pada penjelasan sebagai berikut :

1. Kontras

Kontrasi digunakan untuk menghitung tingkat perbedaan warna keabu-abuan denga menunjukan penyebaran elemen matriksnya.

Pada Persamaan (4) P merupakapan distribusi probalitias dengan tingkat keabuan pasangan i dan j.

𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠 = ∑ 𝑖 ∑ (𝑖 − 𝑗)𝑗 2 𝑝(𝑖, 𝑗) (4)

2. Korelasi

Korelasi digunakan mengukur ketergantungan linear antara satu piksel dengan tetangganya pada semua piksel citra. Jika  adalah standar deviasi sedangkan  adalah rata- rata. Korelasi dapat dihitung menggunakan persamaan (5).

𝐾𝑜𝑟𝑒𝑙𝑎𝑠𝑖 = ∑ 𝑖𝑖𝑗𝑃𝑑 (𝑖,𝑗)− 𝜇𝑥

𝜎𝑥𝜎𝑦

𝑗 (5)

3. Energi

Energi digunakan untuk menggambarkan tingkat distribusi keabu-abuan dengan menjumlahkan elemen Co-occurence matrix yang dapat dihitung menggunakan Persamaan (6). Dimana Pij merupakan distribusi probabilitas dari tingkat keabuan i dan j.

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 = ∑ 𝑖 ∑ 𝑝𝑗 2(𝑖, 𝑗) (6)

4. Homogenitas

Homogentias digunakan untuk menghitung kesamaan warna abu-abu dari co-occurence matrix yang dihitung menggunakan Persamaan (7). Dimana Pij merupakan distribusi probabilitas dari tingkat keabuan i dan j.

(5)

𝐻𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 = ∑ 𝑖𝑝(𝑖,𝑗)𝑥2

1|𝑖−𝑗|

𝑗 (7)

5. Dissimilarity

Dissimilarity digunakan untuk mengukur ketidaksamaan tekstur pada co-occurence matrix. Persamaan untuk menghitung dissimilarity dapat dilihat pada Persamaan (8).

𝐷𝑖𝑠𝑠𝑖𝑚𝑖𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑦 = ∑ 𝑖 ∑ |𝑖 − 𝑗| 𝑝(𝑖, 𝑗)𝑗 (8)

2.6. Algoritma C4.5

Algoritma C4.5 merupakan algoritma decision tree yang merupakan algoritma lanjutan dari pendahulunya yaitu ID3. Perbedaan algoritma ini dengan algoritma ID3 yaitu dapat mengklasifikasikan atribut-atribut berupa data numerik maupun kategorikal (Larose, 2005).

Pohon keputusan pada algoritma C4.5 dibangun menggunakan beberapa tahap sebagai berikut :

1. Memilih fitur atau atribut yang digunakan sebagai akar

2. Membuat cabang untuk setiap nilai 3. Membagi setiap kasus yang didapat

dalam bentuk cabang

4. Mengulangi semua proses sampai semua kasus memiliki kelas yang sama

Dalam menentukan atribut yang akan digunakan sebagai root dilakukan dengan pencarian menggunakan nilai gain tertinggi dari semua atribut yang ada seperti pada Persamaan (9). Sedangkan untuk mencari nilai gain didasarkan pada nilai entropi yang dilakukan perhitungan sebelumnya menggunakan Persamaan (10). Dengan A sebagai atribut, |S|

jumlah seluruh kasus dan pi untuk jumlah proporsi sampel untuk kelas i.

𝐺𝑎𝑖𝑛 (𝐴) = 𝐸𝑛𝑡𝑟𝑜𝑝𝑖 (𝑆) − ∑|𝑆𝑖|

|𝑆|× 𝐸𝑛𝑡𝑟𝑜𝑝𝑖 (𝑆𝑖)

𝑘

𝑖=1

(9)

𝐸𝑛𝑡𝑟𝑜𝑝𝑖(𝑆) = ∑𝑛𝑖=1− 𝑝𝑖 × log2𝑝𝑖 (10)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengujian Fungsional Module Kamera Raspberry

Pengujian fungsional module kamera Raspberry dilakukan untuk mengetahui seberapa baik kinerja dari module kamera yang digunakan

untuk mengangkap citra dari daun cabai. Module kamera yang digunakan adalah module kamera raspberry dengan rev 1.3. Citra yang dihasilkan berupa citra digital dengan ukuran 1360x768 pixel. Latar belakang dalam pengambilan citra yaitu berupa kertas bewarna putih. Citra yang dihasilkan dikatakan baik karena objek yaitu berupa daun cabai dan latar belakang dapat dibedakan dengan jelas. Hasil citra dengan kondisi ini dapat mempermudah pengolahan citra pada proses selanjutnya. Beberapa hasil penangkapan citra dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil penangkapan kamera

3.2. Pengujian Fungsional LCD

Pengujian fungsional LCD dilakukan untuk mengetahui kinerja dari LCD dalam menampilkan karakter sesuai yang dibutukan.

LCD yang digunakan adalah LCD 16x2 berbasis I2C yang dapat menampilkan maksimal sebanyak 32 karakter. Informasi-informasi yang ditampilkan pada LCD berupa status sistem, hasil deteksi penyakit daun cabai juga waktu komputasi sistem. Pada Gambar 5 dapat dilihat LCD dapat menampilkan karakter sesuai apa yang dibutuhkan.

Gambar 5. Hasil pengujian LCD

3.3. Pengujian Sistem

Pengujian sistem dilakukan untuk melihat seberapa besar akurasi yang didapat pada sistem dalam melakukan deteksi penyakit pada daun cabai. Pengujian dilakukan menggunakan masukkan berupa nilai fitur dari fitur warna HSV dan GLCM yang kemudian akan diklasifikasikan menggunakan pohon keputusan dari algoritma C4.5. Pohon keputusan dari algoritma C4.5 ini sebelumnya dibuat menggunak 105 data yang sudah ditraining

(6)

sebelumnya. Jumlah keseluruhan data ini terdiri dari 35 data untuk kelas bercak serkospora, 30 data untuk kelas mosaik keriting dan 40 data untuk kelas normal.

Pengujian sistem dilakukan menggunakan 21 data uji baru. Data uji ini terdiri dari 6 data pada kelas mosaik keriting, 7 data pada kelas bercak serkospora dan 8 data pada kelas normal.

Pengujian dilakukan dengan cara langsung yaitu melalui purwarupa sistem. Pengujian pada kelas mosaik keriting mendapatkan akurasi sebesari 83%. Akurasi ini didapat setelah ada satu data yang mendapatkan hasil yang tidak sesuai. Salah satu data yang seharusnya dideteksi kedalam kelas mosaik keriting dideteksi kedalam kelas normal. Pada pengujian kelas bercak serkospora hasil yang didapat semuanya sesuai dengan kelas aslinya. Pengujian pada kelas bercak serkospora mendapatkan hasil akurasi sebesari 100%

Sedangkan pengujian untuk kelas normal mendapatkan hasil akurasi sebesari 75%. Hasil ini didapat dari 8 data pengujian terdapat dua data dengan hasil yang tidak sesuai. Kedua hasil pengujian yang tidak sesuai ini karena data pengujian yang seharusnya dideteksi sebagai kelas normal pada sistem dideteksi kedalam kelas mosaik keriting.

Hasil keseluruhan pengujian mendapatkan hasil akuras sebesar 86 %. Hasil ini didapat setelah pengujian pada kelas mosaik keriting mendapat hasil sebesar 83 %, kelas bercak serkospora sebesar 100 % dan kelas normal sebesar 75 % seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1. Secara keseluruhan terdapat 3 hasil deteksi yang tidak sesuai terhadap kelas aslinya.

Faktor-faktor yang menyebabkan sistem salah mendeteksi penyakit daun cabai. Pada dasarnya pohon keputusan dari algoritma C4.5 memiliki node tertiggi berupa nilai Hue. Nilai Hue pada kelas mosaik keriting antara 96o sampai 120o, sedangkan untuk kelas normal mulai dari 104o sampai 126o. Berdasarkan rentang nilai tersebut kelas mosaik dan normal mulai pencarian pada ranting yang sama sehingga jika fitur lain pada daun cabai seperti tekstur maupun saturatuion dna value maka sistem bisa melakukan ketidak tepatan proses deteksi.

Tabel 1. Hasil Pengujian No Kelas Akurasi

1 Mosaik Keriting 83%

2 Bercak

Serkospora

100%

3 Normal 75%

Rata-rata Akurasi 86%

3.4. Pengujian Waktu Eksekusi Sistem Pengujian waktu eksekusi sistem dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sistem dalam melakukan deteksi penyakit pada daun cabai. Waktu eksekusi sistem ini dihitung sejak pushbutton ditekan sampai sistem menampilkan hasil klasifikasi pada LCD. Analisis waktu eksekusi sistem didapat dari perhitungan rata- rata dari seluruh pengujian deteksi daun cabai yaitu sebanyak 21 pengujian. Hasil rata-rata waktu eksekusi sistem dari 21 data didapatkan sistem mampu mendeteksi kondisi daun cabai selama 1.045 detik.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu proses deteksi penyakit pada daun cabai menggunakan kombinasi fitur warna HSV dan fitur tesktur GLCM dengan 4 variasi sudut yaitu pada sudut 0, 45, 90 dan 135. Fitur GLCM yang digunakan yaitu fitur correlation, contrast, homogeneity, energy dan dissimilarity dengan pixel distance yaitu 1. Sehingga total fitur yang digunakan sebanyak 23 fitur. Metode yang digunakan dalam klasifikasi ini yaitu menggunakan pohon keputusan dari Algoritma C4.5.

Tingkat akurasi sistem yang dilakukan pengujian dengan 21 data uji baru yaitu 6 data uji untuk kelas mosaik keriting, 7 data uji untuk kelas bercak dan 8 data uji untuk kelas normal.

Hasil akurasi secara keseluruhan sebesar 86%

dengan 3 data uji yang mendapatkan hasil akurasi yang tidak sesuai. Sedangkan waktu eksekusi rata-rata yang didapat pada sistem yaitu selama 1.045 detik. Hal tersebut membuktikan bahwa sistem mampu melakukan deteksi jenis penyakit pada daun cabai dengan baik dan juga cepat.

Saran yang dapat diajukan penulis yaitu dapat menggunakan kamera yang mempunyai resolusi lebih tinggi sehingga tekstur dan warna pada citra dapat dianalisis lebih baik. Selain itu penambahan jumlah data latih, kelas dan penambahan fitur juga diperlukan untuk mengembangkan fungsi dari sistem deteksi

(7)

penyakit pada daun cabai.

5. DAFTAR PUSTAKA

Antonov, S., Kurkute, S., & Patil, D. 2017. An Advanced Method for Chilli Plant Disease Detection Using Image Processing.

Tersedia pada <

https://www.researchgate.net/publication/

323116723>.

Badan Pusat Statistika. 2019. Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan Semusim Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten Magetan (Ton), 2016-2018. Magetan.

Benco, M., et.al. 2014. An Advanced Approach to Extraction of Colour Texture Features Based on GLCM. Tersedia pada <

https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.5 772/58692>.

Duriat, A.S., Gunaeni, N., & Wulandari, A.W.

2007. Penyakit Penting pada Tanaman Cabai dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Hartono, R dan Astuti H.B., 2016. Analisis Peningkatan Pengetahuan Petani Dalam Penanggulangan HPT Hayati Pada Usahatani Cabai Di Mojo Rejo Kabupaten Rejang Lebong, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian [BPTP]

Bengkulu

Larose, D.T.: Discovering Knowledge in Data:

an Introduction to Data Mining. John Wiley and Sons, USA (2005)

Gambar

Diagram blok sistem dapat dilihat pada Gambar  1.
Gambar 3. Proses Preprocessing
Gambar 4. Hasil penangkapan kamera

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran dengan memberikan masalah matematika dengan banyak cara penyelesaian yang mengacu pada indikator kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan sehingga siswa menjadi terbiasa

Adapun metode pendekatan ini adalah penelitian hukum dengan mempergunakan cara pendekatan Yuridis Empiris yang dengan kata lain adalah penelitian hukum sosiologis

Pengujian secara ilmiah yang dilakukan oleh Sinambela (2012), menyatakan bahwa ikan gabus yang mengandung albumin memiliki aktivitas dan efektivitas terhadap

Daya ledak otot tungkai merupakan komponen gerak yang penting untuk melakukan aktivitas yang sangat berat, karena dapat menentukan kemampuan orang untuk

Data kandungan unsur dalam pasir Merapi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak yang membutuhkan dalam kaitannya dengan evaluasi dampak lingkungan yang bisa ditimbulkannya, baik

Tujuan utama dari penelitian ini yaitu meneliti pengaruh agregat substandar bernilai abrasi tinggi (&gt;40%) yang divariasi dengan agregat standar (abrasi ≤40%)

Hasil analisis kelimpahan relatif oksigen-18 (Bo-1s) dan deuterium (~) ditabuiasikan pacta Tabel 2 sedangkan diagram Trilinier Piper dari harga rata-rata analisis kation

Analisis implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui makna pengalaman partisipan dilihat dari merasa puasnya dengan perawatan di RS meliputi aspek pelayanan, SDM,