• Tidak ada hasil yang ditemukan

membelanjakan dan menafkahkan harta yang dikaruniakan Allah SWT kepada mereka.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "membelanjakan dan menafkahkan harta yang dikaruniakan Allah SWT kepada mereka."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian (TQS

al-Furqan [25]: 67).

.

Sifat yang dimiliki iIbâd al-Rahmân, para hamba Dzat Yang Maha Penyayang memang benar-benar terpuji. Dalam ayat ini, sifat yang dijelaskan adalah dalam

membelanjakan dan menafkahkan harta yang dikaruniakan Allah SWT kepada mereka.

Tidak  Isrâf

Allah Swt berfirman:  wa al-ladzîna idzâ anfaqû lam yusrifû (dan orang-orang yang apabila

(2)

yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah membelanjakan harta. Diceritakan ayat ini, para hamba Dzat Yang Maha Penyayang itu dalam membelanjakan hartanya tidak

isrâf

(melampaui batas). Dalam ayat ini disebutkan:

lam yusrifû .

Secara bahasa, kata al-isrâf berasal dari kata al-saraf. Dijelaskan al-Asfahani, kata al-isrâf bera

rti ta

jâwaz al-

hadd fî kulli fi’l yaf’aluhu al-insân

(tindakan melampaui batas pada semua perbuatan yang dikerjakan manusia), meskipun yang lebih populer digunakan dalam hal infak (membelanjakan harta).

Karena pengertiannya adalah tajâwaz al-hadd (melampaui batasan), maka amat penting

diketahui tentang hadd (batasan) yang menjadi

miqyâs

(tolok ukur, standar). Dengan batasan tersebut maka dapat diketahui, apakah suatu pembelanjaan harta sudah terkategorikan sebagai

al-isrâf

atau belum. Oleh karena kata tersebut dalam Alquran, maka batasan yang dimaksud adalah syara'. Bukan akal, adat, kebiasaan, begitu juga bukan kesederhanaan yang menjadi standar hidup. Dengan demikian, apabila seseorang membelanjakan harta untuk sesuatu yang

diharamkan Allah disebut sebagai al-isr

âf,

melampaui batas..

Inilah pendapat para ulama, seperti Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Qatadah, dan al-Dhahhak. Al-Hasan al-Basri –dalam kitab tafsir Ibnu Katsir— berkata. “Dalam infak fi sabilillah tidak tidak ada sarâf (melampaui batas). Iyas bin Muawiyah juga berkata,

“Semua yang kalian langgar pada perintah Allah S WT, itu adalah

sarâf.

(3)

Untuk makna yang serupa, dalam ayat lain digunakan kata al-tabdzîr (lihat QS al-Isra’ [17]:

26-27). Alquran dengan tegas mengharamkan tindakan isrâf

dan tabdzîr.

Berkenaan dengan isrâf,

Allah SWT berfirman : J

anganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan

(TQS al-A’raf [7]: 31, al-An'am [6]: 141). Sedangkan tentang al-tabdz

îr

,disebutkan dalam firman-Nya:

Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan

(TQS al-Isra’ [17]: 26-27).

Bahwa Allah SWT tidak menyukai al-musrifîn (orang-orang melakukan al-isrâf) merupakan qar înah

(indikasi) yang jelas tentang haramnya perbuatan tersebut. Dan sebagaimana ditegaskan ayat ini, para hamba al-Rahman itu tidak mengerjakan perbuatan terlarang tersebut.

Tidak Kikir

Di samping tidak membelanjakan harta dalam kemaksiatan, mereka juga tidak bersifat kikir.

Allah SWT berfirman:  wa lam yaqtarû (dan tidak [pula] kikir). Secara bahasa, al-qatr berarti taq lîl al-nafqah

(4)

lawan  dari al-isrâf.

Sedangkan secara syar’i, al-qatr berarti menahan diri dari membelanjakan harta dalam

ketaatan kepada Allah SWT. Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Baran

gsiapa yang tidak mau membelanjakan pada perkara yang wajib atasnya, sungguh dia telah berbuat kikir.”

Dikatakan juga oleh Mujahid, “

Seandainya ada seseorang membelanjakan hartanya sebesar gunung emas dalam ketaatan kepada Allah

, tidak dikategorikan sebagai al-saraf.

Sebaliknya,

membelanjakan hartanya hanya

satu sha’

urusan maksiat

, maka terkategorikan sebagai al-saraf.

Pendapat yang sama juga diikuti oleh Ibnu Juraij dan Ibnu Zaid.

Jika para hamba Allah SWT tidak bersifat kikir, karena perbuatan tersebut memang terlarang.

Larangan ini disebutkan dalam nash lain, seperti firman Allah SWT: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia -Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat

(TQS. Ali Imran [3]: 180).

Secara spesifik, orang-orang yang tidak membayar zakat diancam dengan siksaan yang keras.

Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada seorang pun yang memiliki emas dan perak, lalu tidak mengeluarkan zakatnya, kecuali akan dipakaikan kepadanya pakaian dari api neraka; yang dengan pakaian itu di neraka, pinggang, punggung, dan keningnya meleleh. Setiap bagian tubuh tadi hancur dikembalikan lagi seperti semula (HR al-Khamsah kecuali al-Tirmidzi).

(5)

Hanya Membelanjakan Harta dalam Ketaatan

Kemudian ayat ini diakhiri dengan firman-Nya:  Wa kâna bayna dzâlika qawâm[an] (dan adalah [pembelanjaan itu] di tengah-tengah antara yang demikian). Kata

qawâm[an]

berarti

‘ad-l[an]

(adil). Dalam konteks ayat ini, kata tersebut berarti dalam koridor ketaatan. Al-Nahas sebagaimana dikutip al-Syaukani dalam tafsirnya, berkata,

“Termasuk paling bagus dalam penafsiran ayat ini adalah: Sesungguhnya orang yang membelanjakan hartanya selain dalam ketaatan kepada Allah

adalah al-isrâf (melampaui batas)

; barangsiapa yang menahan diri tidak mau menafkahkan hartanya dalam ketaatan Allah adalah al-iqtâr (kikir); Dan barangsiapa yang menafkahkan hartaya dalam ketaatan kepada Allah S WTadalah

al-qawâm .

Sebagaimana sifat-sifat lainnya yang telah dijelaskan dalam ayat sebelumnya, sifat ‘ibâd al-Rah dalam ini juga dalam kerangka pujian. Sehingga ini menjadi dorongan bagi siapa pun untuk memiliki sifat ini, yakni membelanjakan harta dalam ketaatan, baik dalam perkara wajib, mandub, atau mubah.

Mengenai keutamaan infak dalam perkara wajib dan mandub telah banyak dijelaskan dalam nash lainnya. Dalam beberapa ayat, tindakan tersebut disebut sebagai qardh hasan (utang yang baik). Sebagai layaknya utang, Allah SWT berjanji akan membayar kepada pelakunya dengan balasan berlipat ganda (lihat QS al-Baqarah [2]: 245), dihapus dosanya (lihat QS al-Maidah [5]: 12, al-Taghabun [64]: 17), diberikan pahala yang banyak (lihat QS al-Hadid [57]:

11). Ditegaskan pula bahwa perumpamaan menafkahkan harta di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir melahirkan seratus biji (lihat QS al-Baqarah [2]: 261).

(6)

Dari Abu Huraira ra, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang bersedekah dengan sebiji kurma yang berasal dari  usahanya yang halal lagi baik (Allah tidak menerima kecuali dari yang halal lagi baik), maka sesungguhnya Allah menerima sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya kemudian Allah menjaga dan memelihar

anya untuk pemiliknya seperti seseorang  di antara kalian yang menjaga dan memelihara anak kudanya. Hingga sedekah tersebut menjadi sebesar gunung

(Muttafaq ’alaih).

Demikianlah sifat para hamba Allah Yang Maha Penyayang dalam soal harta. Mereka tidak membelanjakan harta mereka dalam kemaksiatan. Mereka juga tidak kikir dalam berinfak pada perkara yang diperintahkan. Sebaliknya, mereka hanya membelanjakan hartanya dalam

ketaatan kepada-Nya. Semoga kita termasuk di dalamnya, yakni terhindar dari sifat isrâf dan iqt âr, dan giat menafkahkan harta di jalan-Nya.

Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

Ikhtisar:

1. ‘Ibâd al-Rahmân, hamba Dzat Yang Maha Penyayang dalam soal harta  memiliki sifat

yang spesifik

2. Sifat mereka dalam soal harta: (1) tidak bersifat isrâf dan tabdzîr, yakni membelanjakan harta dalam kemaksiatan; (2) tidak

iqtâr

(kikir, bakhil), yakni enggan menginfakkan harta dalam ketaatan; (3) hanya membelanjakan harta mereka dalam ketaatan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada BAB III berisi pembahasan tentang “Kritik Al Quran Terhadap Gaya Hidup Hedonisme dalam Tafsir Juz Amma Karya Muhammad Abduh” yang meliputi: biografi

Walaupun dengan kata lain karyawan tersebut nantinya akan diikutkan pelatihan- pelatihan yang dilakukan hanya beberapa bulan,namun demikian dengan pelatihan yang hanya

Aisyah berkata: Hai keponakanku, ayat itu berbicara tentang seorang anak perempuan yatim yang berada dalam asuhan walinya, di mana harta anak perempuan itu telah bercampur dengan

Kejadian insomnia yang dialami mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro terbesar dialami pada kondisi stres sedang, yaitu sebanyak 19

Berdasarkan data yang diperoleh mengenai respon guru pembimbing dalam penguatan verbal terhadap peserta didik dalam layanan informasi termasuk kategori cukup baik

Tujuan penyusunan Renja BAPPEDA Kabupaten Kutai Timur Tahun 2016 adalah membentuk susunan rencana dan program pembangunan yang optimal serta berkesinambungan dalam waktu

Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan

jika dilihat dari tabel 2 yaitu jumlah pelanggan kartu prabayar dan pangsa pasar.. operator seluler di Indonesia, dapat dilihat bahwa PT. Telkomsel merupakan. operator seluler