• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Gum Arab Terhadap Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dengan Metode Spray Drying

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Gum Arab Terhadap Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dengan Metode Spray Drying"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI MALTODEKSTRIN DAN GUM ARAB

TERHADAP KARAKTERISTIK MIKROENKAPSULAT MINYAK

SAWIT MERAH DENGAN METODE SPRAY DRYING

Oleh :

TSANI FASIKHATUN

F24060569

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH KONSENTRASI MALTODEKSTRIN DAN GUM ARAB

TERHADAP KARAKTERISTIK MIKROENKAPSULAT MINYAK

SAWIT MERAH DENGAN METODE SPRAY DRYING

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TSANI FASIKHATUN

F24060569

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Skripsi : PENGARUH KONSENTRASI MALTODEKSTRIN DAN

GUM ARAB TERHADAP KARAKTERISTIK

MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH

DENGAN METODE SPRAY DRYING

Nama : Tsani Fasikhatun

NIM : F24060569

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si NIP: 19680505.199203.2.002

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Dr. Ir. Dahrul Syah NIP: 19650814.199002.1.001

(4)

Tsani Fasikhatun. F24060569.Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Gum Arab Terhadap Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dengan Metode Spray Drying. Dibawah bimbingan Dede R. Adawiyah. 2010.

RINGKASAN

Minyak kelapa sawit merupakan sumber yang kaya akan karotenoid alami (600-1000 ppm) dan merupakan bahan yang dapat diterima dengan baik untuk memperkaya nutrisi. Karoten merupakan senyawa antiradikal bebas dan mampu meningkatkan kekebalan tubuh. Selain itu, kandungan β-karoten dapat mempengaruhi kesehatan mata. Pentingnya peran karoten tersebut, mendorong dilakukannya upaya untuk melindunginya dari pengaruh-pengaruh selama pengolahan seperti suhu tinggi maupun oksidasi karena sifatnya yang sensitif. Mikroenkapsulasi minyak sawit merah merupakan proses penyalutan minyak sawit merah dengan bahan penyalut khusus yang membuat partikel-partikel minyak sawit dan juga komponen minor seperti karoten yang terdapat dalam minyak menjadi terlindungi oleh lapisan film yang tipis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formula optimum dalam pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan teknik spray drying menggunakan kombinasi bahan penyalut maltodekstrin dan gum arab.

Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu karakterisasi bahan baku, penentuan konsentrasi penyalut dan minyak sawit merah serta produksi dan analisis mikroenkapsulat. Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan mutu dari bahan baku yang digunakan. Tahapan selanjutnya dilakukan untuk mendapatkan kisaran perbandingan maltodekstrin dan gum arab serta minyak yang masih mampu ditambahkan ke dalam emulsi dan dapat dikeringkan dengan spray dryer. Berdasarkan penelitian tahap kedua tersebut, dapat diketahui formula yang dapat dilanjutkan untuk diproduksi dan dianalisis pada tahap ketiga. Analisis dilakukan untuk mengetahui formula yang paling tepat untuk menyalut minyak sawit merah dengan mengetahui kadar air, total karoten, kelarutan, kadar minyak tak terkapsulkan, warna mikroenkapsulat maupun larutan mikroenkapsulat serta ketahanan mikroenkapsulat terhadap paparan sinar ultraviolet.

Hasil karakterisasi bahan baku menunjukkan bahwa kandungan karoten sebesar 295.56 ppm dan kadar air 0.64% (b/k). Rendahnya kadar karoten disebabkan karena minyak sawit yang digunakan merupakan hasil pemurnian Crude Palm Oil (CPO) menjadi Neutralized and Deodorized Red Palm Oil (NDRPO) serta dipengaruhi oleh kondisi dan lama penyimpanan. Kadar air yang tinggi disebabkan karena NDRPO sudah disimpan selama 6-14 bulan pada suhu ruang. Maltodekstrin yang digunakan sebagai bahan penyalut mempunyai kadar air sebesar 7.12% (b/k) dengan nilai dextrose equivalent 10.72. Bahan penyalut lainnya, gum arab, mempunyai kadar air sebesar 12.25% (b/k).

(5)

tahap produksi dan analisis yaitu formula dengan rasio minyak 100% dan 200%. Peningkatan jumlah minyak diharapkan dapat meningkatkan jumlah karoten, sedangkan peningkatan jumlah maltodekstrin diharapkan dapat menurunkan biaya produksi karena harga maltodekstrin yang jauh lebih murah dibandingkan harga gum arab.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air mikroenkapsulat berkisar antara 0.62-2.92% (b/k). Penambahan maltodekstrin dan minyak akan menurunkan kadar air mikroenkapsulat. Total karoten cenderung meningkat seiring dengan penambahan maltodekstrin dan minyak, yaitu dengan kadar 31.46-82.63 ppm. Demikian juga dengan warna mikroenkapsulat, dimana formula dengan karoten tertinggi mempunyai nilai a (derajat kemerahan) yang tinggi juga. Penambahan minyak akan menurunkan kelarutan mikroenkapsulat, dimana rasio penyalut pada formula dengan penambahan minyak 100% tidak berbeda nyata terhadap kelarutan pada taraf signifikansi 5%. Pada formula dengan penambahan minyak 200%, kelarutan tertinggi diperoleh dari formula dengan perbandingan maltodekstrin dan gum arab 2:3. Kadar minyak tak terkapsulkan masih cukup tinggi, yaitu 32.24-56.34% dimana peningkatannya disebabkan oleh peningkatan jumlah minyak dan maltodekstrin.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal, 29 Maret 1988 sebagai putri kedua dari empat bersaudara pasangan Yusuf Efendi dan Siti Khomisah. Penulis mengenyam pendidikan di TK Pertiwi, SDN Bojong 2, SLTPN 1 Bojong, dan SMUN 1 Slawi. Penulis berkesempatan melanjutkan kuliah untuk menuntut ilmu di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI tahun 2006.

Semasa kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, di antaranya BEM FATETA IPB Kabinet Integritas Pembaharu (2007-2008), Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (2008-2009), dan tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT), yang merupakan salah satu Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) di IPB. Penulis berkontribusi sebagai panitia dalam beberapa kegiatan, seperti : Pelatihan Sistem Manajemen Halal (PLASMA), Seminar Teknologi Pertanian BEM-F, Seminar dan Pelatihan HACCP VI, Seminar dan Pelatihan HACCP VII, Techno-F, Lomba Essay Nasional (LEN).Penulis juga ikut serta sebagai peserta beberapa kegiatan, antara lain : Seminar Kewirausahaan Ekonomi Syariah BEM TPB 43 IPB, Seminar Enterpreneur Pojok BNI IPB, Pelatihan Good laboratory Practices (GLP), Pelatihan Quality Management System ISO 9001:2008, Pelatihan Food Safety Management System ISO 22000:2005, Pelatihan Produksi Mie Kering Substitusi dan Mie Jagung. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Fisika serta tergabung dalam Tim Produksi Mie Kering Substitusi dan Mie Jagung (Proyek Rusnas Diversifikasi Pangan SEAFAST Center-IPB).

(7)

i

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Sempurna yang senantiasa melimpahkan kasih dan sayangNya kepada penulis sehingga dapat melaksanakan amanah untuk menyelesaikan kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB dan menyusun skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Gum Arab Terhadap Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dengan Metode Spray Drying”.

Selama penelitian, penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga tercinta: Abah, Mamadan kakak (Wiwin Kurniasih, SP) atas segala

kesabaran, nasihat, dorongan, doa dan pengorbanannya yang tak akan pernah mampu dibalas dengan apapun, adik-adik (Afif Mustaqim dan M. Azmi Naufal Zalfa) atas keceriaan dan penghiburannya serta keluarga Besar Buyut Semah atas segala bantuan, dukungan dan doa selama ini

2. Dr.Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan menemani penulis selama berjuang semasa kuliah, saat penelitian hingga penulisan skripsi ini, atas bimbingan, nasihat, motivasi dan pelajaran yang sangat berarti yang tak akan pernah terlupakan. Maaf atas segala kerepotan dan kekecewaan selama ini. Terimakasih untuk segalanya 3. Nur Wulandari S.TP, M.Si dan Ir. Soenar Soekopitojo, M.Si selaku dosen

penguji, atas saran dan bantuannya

4. Kementerian Pendidikan Nasional yang telah membiayai penelitian ini melalui Hibah Kompetitif Strategis Nasional

5. Seluruh dosendi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan: Bu Didah Nur Faridah S.TP, M.Si, atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian

(8)

ii 7. Keluarga Perwira 6 2006-2007: Mba Nia, Mba Ai, Mba I’i, Mba Ida, Mba Ati, Mas Reza, Mas Nirwan, Mas Bubun, Mas Indra, Mas Yuli, Mas Marno, atas motivasi, persaudaraan dan segala keceriaan yang tidak terlupakan

8. Keluarga Andika House :Mba Weri, Mba Wani, Mba Anis, Mba Lusi, Mba Metri, Mba Uti, Mba Siti, Yuni, Pipit, Heni, Dedes, Cici, Irni, Nisa, Eka, Febri, Ela, Elisa, Ani, Bu Rati, Mba Wini, Mba Laily, Bani, Etika, Indah, Endah atas kekeluargaannya

9. Teman-teman seperjuangan : Yurin, Dyah dan Dyas atas semangat dan bantuannya

10. Teman-teman di laboratorium ITP dan SEAFAST : Bojes, Zakiyah, Margie,Widi, Weje, Kak Nono, Mba Alin, Kak Difa, Kak Santi, Arini, Feni, Feri, Erin, Step, Yes, Wahyu, Zega, Septi, Sandra, Angga, Yeni, Kak Dita, Victor, Yogi, Juli, Neng, Wina,Ipan (terimakasih sudah memperbaiki spray dryer) dan Vani atas segala bantuannya

11. Teman-teman ITP : Meta dan Ipit (terimakasih untuk persahabatannya), Nisa, Rima, Dedes, Wina, Nadia, Bintang dan semua teman-teman ITP 43 atas kebersamaannya

12. Kak Ririn (atas segala bantuan dan kebaikannya), Kak Marcel (atas motivasi, saran, dan jurnal-jurnalnya) serta Dianty (atas bantuan pengolahan data statistik)

13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaanpenelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Oktober 2010

(9)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. KELAPA SAWIT ... 5

B. MINYAK SAWIT ... 6

C. MINYAK MERAH ... 8

D. KAROTENOID ... 11

E. MIKROENKAPSULASI ... 15

F. MALTODEKSTRIN ... 16

G.GUM ARAB ... 19

H.SPRAY DRYING ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. BAHAN DAN ALAT ... 23

1. Bahan ... 23

2. Alat ... 23

B. METODE PENELITIAN ... 23

1. Karakterisasi Bahan Baku (Tahap I) ... 23

2. Penentuan Konsentrasi Penyalut dan MSM (Tahap II) ... 24

3. Produksi dan Analisis Mikroenkapsulat MSM (Tahap III) ... 25

4. Penentuan Formula Terbaik ... 28

C. METODE ANALISIS ... 29

1. Nilai Dextrose Equivalent ... 29

(10)

iv

3. Karotenoid ... 30

4. Kadar Air MSM, Metode Hot Plate ... 31

5. Kadar Air Mikroenkapsulat dan Penyalut, Metode Oven ... 31

6. Kadar Minyak Tidak Terkapsulkan ... 32

7. Kelarutan ... 32

8. Warna Mikroenkapsulat dan Warna Larutan ... 33

D. ANALISIS DATA ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. KARAKTERISASI BAHAN BAKU... 35

B. PENENTUAN KONSENTRASI PENYALUT DAN MSM ... 39

C. PRODUKSI DAN ANALISIS MIKROENKAPSULAT ... 45

1. Kadar Air ... 46

2. Total dan Retensi Karoten ... 47

3. Warna Mikroenkapsulat ... 51

4. Warna Larutan ... 54

5. Kelarutan ... 55

6. Kadar Minyak tak Terkapsulkan ... 57

D. PENGARUH SINAR UV TERHADAP MIKROENKAPSULAT ... 58

1. Penurunan Karoten Mikroenkpasulat dan MSM Akibat Pengaruh UV ... 59

2. Perubahan Warna Mikroenkapsulat dan MSM akibat pengaruh UV . ... 63

E. PENENTUAN FORMULA TERBAIK ... 65

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. KESIMPULAN ... 68

B. SARAN ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(11)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Negara-negara utama penghasil minyak sawit ... 1

Tabel 2. Tipe kelapa sawit ... 5

Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti/biji sawit 8 Tabel 4. Karakterisasi sifat fisiko kimia CPO dan NRPO dari penelitian Widarta (2008) ... 10

Tabel 5. Karakterisasi sifat fisiko kimia NRPO yang digunakan Riyadi (2009) secara umum ... 11

Tabel 6. Sifat fisiko kimia NRPO dan NDRPO kondisi deodorisasi terbaik penelitian Riyadi (2009) ... 11

Tabel 7. Kandungan karoten pada sayuran berwarna hijau-kuning ... 12

Tabel 8. Komposisi karotenoid dari berbagai karoten ... 12

Tabel 9. Jenis pati dan penggunaannya berdasarkan perbedaan nilai DE. ... 17

Tabel 10. Variabel dan nilai standar mutu dekstrin ... 18

Tabel 11. Rancangan uji percobaan stabilitas emulsi ... 25

Tabel 12. Pembobotan untuk setiap parameter penentu karakteristik mikroenkapsulat MSM ... 28

Tabel 13. Karakteristik NDRPO dengan pemanasan 140 °C selama 2 jam (Riyadi, 2009) ... 36

Tabel 14. Hasil uji stabilitas emulsi ... 41

Tabel 15. Hasil uji pengeringan emulsi dengan spray dryer ... 44

Tabel 16. Rendemen pembuatan mikroenkapsulat dengan berbagai alat pengering (Hadi, 2009) ... 45

Tabel 17. Data retensi karoten mikroenkapsulat MSM dengan berbagai formula 50 Tabel 18. Retensi karoten mikroenkapsulat dengan berbagai alat pengering (Hadi, 2009) ... 51

Tabel 19. Data retensi karoten mikroenkapsulat MSM jika rendemen 100% ... 51

Tabel 20. Warna mikroenkapsulat MSM jika dilihat secara visual ... 52

Tabel 21. Hasil pengukuran chromamater terhadap warna mikroenkapsulat MSM ... 53

(12)

vi Tabel 23. Hasil pengukuran chromamater terhadap warna larutan

mikroenkapsulat MSM ... 55 Tabel 24. Nilai laju penurunan karoten MSM dan mikroenkapsulat MSM akibat

pemaparan sinar UV ... 62 Tabel 25. Hasil perhitungan pembobotan untuk penentuan formula terbaik

(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Data luas area kelapa sawit dan produksi CPO Indonesia dari Dirjen

Perkebunan (Isroi, 2008) ... 2

Gambar 2. Kelapa sawit tipe tenera (a), pisifera (b) dan dura (c) ... 5

Gambar 3. (a) Kelapa sawit (Agustina, 2007) dan (b) Tandan kelapa sawit ... 6

Gambar 4. Reaksi pembentukan trigliserida (Pasaribu, 2004) ... 7

Gambar 5. Buah kelapa sawit (Anonim, 2009a) ... 7

Gambar 6. (a) Rumus bangun dari cincin ionon (Neurotiker, 2008) dan ... 13

Gambar 7. Struktur kimia karoten (Anonim , 2008a) ... 13

Gambar 8. β-karoten sebagai pro-vitamin A (Hikaruuchi, 2010) ... 14

Gambar 9. (a) Maltodekstrin (Anonim, 2009b) dan (b) struktur kimianya (Smith, 2008) ... 16

Gambar 10. (a) tanaman gum arab (b) pohon gum arab (c) batang gum arab dengan getah yang sudah mongering (Anonim, 2008b) ... 20

Gambar 11. Sistem operasi spray dryer yang menggunakan centrifugal atomizer dan cyclone separator (Anonim, 2010b) ... 22

Gambar 12. Diagram alir proses fraksinasi minyak sawit ... 24

Gambar 13. Diagram alir proses mikroenkapsulasi MSM ... 26

Gambar 14. Tempat pemaparan mikroenkapsulat MSM dengan sinar UV ... 27

Gambar 15. Diagram alir penelitian pengaruh konsentrasi maltodekstrin dan gum terhadap karakjteristik mikroenkapsulat MSM dengan teknik spray drying ... 27

Gambar 16. Diagram warna CIELAB (X-Rite, 2007) ... 33

Gambar 17. Reaksi penyabunan saat proses netralisasi (Portal Pendidikan Utusan, 2002) ... 36

Gambar 18. Proses pembuatan emulsi : (a). Penyalut dan air, (b). Pemanasan penyalut dan air, (c) Pendinginan campuran penyalut dan air, (d) homogenisasi penyalut, air dan MSM menjadi emulsi ... 40

(14)

viii Gambar 20. Proses pengeringan emulsi menjadi mikroenkapsulat MSM dengan

spray dryer ... 44 Gambar 21. Histogram kadar air mikroenkapsulat MSM dengan berbagai formula ... 46 Gambar 22. Histogram kadar total karoten mikroenkapsulat MSM dengan

berbagai formula ... 49 Gambar 23. Histogram nilai kelarutan mikroenkapsulat MSM dengan berbagai

formula ... 56 Gambar 24. Histogram kadar minyak tak terkapsulkan mikroenkapsulat MSM

dengan berbagai formula ... 58 Gambar 25. Kurva hubungan antara total karoten (ppm) dengan waktu papar

(jam) pada MSM dan mikroenkapsulat MSM akibat pemaparan sinar UV ... 60 Gambar 26. Kurva hubungan total karoten (ppm) dengan waktu papar (jam) pada MSM dan mikroenkapsulat MSM dengan berbagai perlakuan akibat pemaparan sinar UV pada penelitian Novia (2009) ... 61 Gambar 27. Kurva hubungan antara laju penurunan karoten (ppm/jam) dengan

kadar minyak tak terkapsulkan (%) pada mikroenkapsulat MSM ... 62 Gambar 28. Kurva hubungan nilai ∆E dengan waktu papar UV (jam) MSM dan

berbagai formula mikroenkapsulat MSM ... 64 Gambar 29. Kurva hubungan antara ∆E dengan laju penurunan karoten

(15)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Analisis nilai dextrose ekuivalent maltodekstrin ... 76 Lampiran 2. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap kadar air

mikroenkapsulat MSM ... 77 Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap karoten

mikroenkapsulat MSM ... 78 Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai L

mikroenkapsulat MSM ... 79 Lampiran 5. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai a

mikroenkapsulat MSM ... 80 Lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai b

mikroenkapsulat MSM ... 81 Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai C

mikroenkapsulat MSM ... 82 Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai L

larutan mikroenkapsulat MSM ... 83 Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai a

larutan mikroenkapsulat MSM ... 84 Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai b

larutan mikroenkapsulat MSM ... 85 Lampiran 11. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai C

larutan mikroenkapsulat MSM ... 86 Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap kelarutan

mikroenkapsulat MSM ... 87 Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap kadar

minyak tak terkapsulkan mikroenkapsulat MSM ... 88 Lampiran 14. Penentuan laju penurunan karoten MSM dan mikroenkapsulat

akibat paparan sinar ultraviolet ... 89 Lampiran 15. Perhitungan retensi karoten mikroenkapsulat MSM ... 91 Lampiran 16. Penentuan formula mikroenkapsulat MSM terbaik dengan metode

(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang dengan pesat sejak awal tahun 80an. Sejak tahun 2006, Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia. Bersama dengan Malaysia, Indonesia menguasai hampir 90% produksi minyak sawit dunia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2010) menyatakan bahwa produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia pada tahun 2010 diprediksi masih bisa mengalahkan Malaysia. Indonesia diprediksi akan mampu memproduksi CPO hingga 23.2 juta ton pada tahun 2010, sementara Malaysia diprediksi mampu memproduksi 18.2 juta ton. Berdasarkan pertumbuhan dari 2 negara produsen terbesar tersebut, diprediksi ada kenaikan produksi CPO sebesar 5.8% pada tahun 2010 menjadi 47.73 juta. Angka ini naik dibandingkan kenaikan produksi CPO global sebesar 4.7% di 2009. Indonesia masih menjadi sumber utama kenaikan produksi CPO.Tabel 1berikut menunjukkan posisi Indonesia sebagai penghasil minyak sawit dari tahun 2003-2007, dimana Indonesia selalu berada pada peringkat pertama sebagai penghasil CPO.

Tabel 1.Negara-negara utama penghasil minyak sawit

World Major Producers of Palm Oil 2003-2007 (000 tonnes)

Country 2003 2004 2005 2006 2007

Source : Oil Word Annual (1999-2007) & World Weekly (14 December 2007) Source :MPOB-For data on Malaysia

(17)

2 Arianto (2008) menyatakan bahwa data produksi dan ekspor CPO Indonesia dari tahun 1964-2007 menunjukkan pertumbuhan secara eksponensial. Tidak heran lagi jika industri minyak sawit menjadi salah satu industri primadona bagi Indonesia. Sampai tahun 2009, Indonesia masih menempati posisi teratas sebagai negara produsen CPO terbesar dunia yaitu dengan produksi sebesar 19.4 juta ton (ICN, 2009). Produksi CPO Indonesia dari tahun 2000-2009 berdasarkan data dari Dirjen Perkebunan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.Data luas area kelapa sawit dan produksi CPO Indonesia dari Dirjen Perkebunan (Isroi, 2008)

Kelapa sawit dan produk turunannya memiliki nilai kompetitif lebih tinggi jika dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya. Kelapa sawit memiliki produktivitas yang lebih tinggi dengan menghasilkan minyak sekitar 7 ton/ha serta memiliki biaya produksi yang lebih rendah dan ramah lingkungan. Disamping itu, minyak sawit mengandung komponen minor seperti tokoferol dan tokotrienol (vitamin E) serta beta karoten yang sangat diperlukan untuk kesehatan (Haryati et al., 2003b).

(18)

3 penanganan serta meningkatkan manfaat minyak sawit sebagai food ingredient yang fungsional.

Salah satu inovasi yang akan dilakukan adalah dengan cara mikroenkapsulasi, yaitu penyalutan secara tipis terhadap inti berbentuk zat padat, cair atau gas oleh suatu penyalut melalui teknik khusus. Mikroenkapsulasi pada minyak sawit merah bertujuan untuk melindungi karoten yang terdapat pada minyak sawit merah, sehingga dapat diaplikasikan pada produk pangan. Proses mikroenkapsulasi meningkatkan kestabilan karoten, kemudahan dalam penanganan dan distribusi. Selain itu, memudahkan konsumen dalam mengkonsumsi yaitu karena lebih praktis jika dibandingkan bentuk yang cair.

Pegg dan Shahidi (2007) menyebutkan bahwa terdapat berbagai teknik mikroenkapsulasi yaitu dengan spray drying, spray cooling dan spray chilling, fluidized bed coating, ekstrusi, ekstrusi sentrifugal, lyopilisasi, coacervation, pemisahan suspensi sentrifugal, cocrystallization dan penjerapan liposom. Teknik spray dring merupakan teknik yang sering digunakan untuk menghasilkan produk mikroenkapsulasi komersil. Hal ini karena mikroenkapsulasi dengan spray drying bersifat ekonomis, jenis penyalut bervariasi, dan kualitas mikroenkapsulat yang dihasilkan bagus.

(19)

mikro-4 enkapsulat dari oksidasi selama penyimpanan (Westing dan Rennecius, 1988). Oleh karena itu, pembuatan mikroenkapsulat dengan bahan penyalut maltodekstrin dan gum arab diharapkan dapat meningkatkan perlindungan terhadap karoten dalam MSM.

B. TUJUAN PENELITIAN

(20)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.KELAPA SAWIT

Kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia. Tanaman ini dimasukkan pertama kali dari Afrika sebagai sentra plasma nutfah pada tahun 1848, ditanam di kebun raya Bogor (Naibaho, 1998). Tanaman kelapa sawit (Elais quineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis golongan plasma yang termasuk tanaman tahunan. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea (Ketaren, 1986). Kelapa sawit yang dikenal ialah jenis Dura, Pisifera dan Tenera. Ketiga jenis ini dapat dibedakan berdasarkan penampang irisan buah, yaitu jenis dura memiliki tempurung yang tebal, jenis pisifera memiliki tempurung yang tipis, sedangkan tenera merupakan hasil persilangan Dura dengan Pisifera (Naibaho, 1998). Selain ketiga jenis tersebut, menurut Muchtadi dan Nuraida (1986) serta Ketaren (1986), terdapat satu lagi tipe kelapa sawit yaitu tipe Macrocarya.

Tabel 2.Tipe kelapa sawit

Tipe Tebal tempurung (mm)

Macrocarya Tebal Sekali : 5

Dura Tebal : 3-5

Tenera Sedang : 2-3

Pisifera Tipis

Sumber : Ketaren (1986)

(a) (b) (c)

Gambar 2.Kelapa sawit tipe tenera (a), pisifera (b) dan dura (c) (Butler, 2009)

(21)

6 Kalimantan dan Aceh (Ketaren, 1986). Buah sawit berukuran kecil antara 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir terdiri dari 10-12-18 butir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Beberapa bulir bersatu membentuk tandan. Buah sawit yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah sawit (Naibaho, 1998). Di bawah ini adalah gambar kelapa sawit dan tandan kelapa sawit (Gambar 3).

(a) (b)

Gambar 3.(a) Kelapa sawit (Agustina, 2007) dan (b) Tandan kelapa sawit ( Isroi, 2008)

Tanaman kelapa sawit sudah mulai menghasilkan buah pada umur 24-30 bulan. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dengan buah pasir artinya belum dapat diolah dalam pabrik karena masih mengandung minyak yang rendah. Umur buah tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman dan iklim. Umumnya, buah telah dapat dipanen setelah berumur 6 bulan terhitung sejak penyerbukan (Naibaho, 1998).

B.MINYAK SAWIT

(22)

7

Gambar 4.Reaksi pembentukan trigliserida (Pasaribu, 2004)

Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) merupakan minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi tanpa mengalami pengolahan lebih lanjut. Untuk keperluan komersial, minyak sawit kasar akan mengalami pemurnian yang meliputi refining, bleaching, dan deodorisasi. Tujuan pemurnian adalah menghilangkan bahan-bahan yang tidak dikehendaki dalam minyak sehingga dihasilkan minyak yang memiliki warna, bau, citarasa dan kualitas yang baik (Ketaren, 1986).

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit tipis (Gambar 5). Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40% (Ketaren, 1986). Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi tetap seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3.

Gambar 5.Buah kelapa sawit (Anonim, 2009a)

(23)

8 minyak sawit ternyata dapat ditekan oleh sifat hipokolesterolemik dari asam oleat (C18:1) dan juga linoleat (C18:2) (Haryatiet al., 2003a).

Tabel 3.Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti/biji sawit Asam lemak Minyak kelapa sawit

(%)

Minyak inti/biji sawit (%)

asam kaprilat - 3-4

asam kaproat - 3-7

asam laurat - 46-52

asam miristat 1.1-2.5 14-17

asam palmitat 40-46 6.5-9

asam stearat 3.6-4.7 1-2.5

asam oleat 39-45 13-19

asam linoleat 7-11 0.5-2

Sumber : Horinishi (2005)

C.MINYAK MERAH

Minyak makan merah adalah minyak alamiah hasil pengolahan lanjut dari CPO, tanpa pewarna dan pengawet buatan. Minyak makan merah merupakan satu-satunya minyak makan yang kaya dengan karoten (provitamin A, ~440 ppm), sekaligus kaya dengan vitamin E (~ 500 ppm) . Keduanya terbukti secara alamiah sangat esensial untuk kesehatan, sistem kekebalan tubuh, anti-oksidasi, penundaan penuaan, dan pencegahan kanker (Haryatiet al., 2003b). Naibaho (1990) menyatakan bahwa minyak sawit merah mengandung karoten sebesar 600-1000 ppm. Karotenoid yang terdapat dalam minyak sawit merah terdiri dari α-karoten ±36.2%, β-karoten ±54.4%, γ -karoten ±3.3%, likopen ± 3.8%, dan xantofil ± 2.2%.

Minyak sawit mentah sebagai bahan baku minyak sawit merah diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi, mengandung sedikit air serta serat halus, berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang (Widarta, 2007).Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, minyak sawit merah memiliki aktivitas provitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Karakter ini membuat minyak sawit merah sangat baik dipandang dari segi nutrisi.

(24)

9 shortening, vanaspati, dan sebagainya, sedangkan sisanya (10%) digunakan untuk produk-produk nonpangan. Berbeda dengan minyak sawit, minyak sawit merah tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak goreng, karena karoten yang terkandung di dalamnya mudah rusak pada suhu tinggi. Minyak ini lebih dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak makan dalam menumis sayur, minyak salad, dan bahan fortifikan.

Menurut Weiss (1983), minyak sawit merah fraksi olein diperoleh dengan memisahkan fraksi olein (cair) dengan fraksi stearin (padat). Pemisahan dilakukan dengan cara peningkatan suhu sampai 70°C dan penurunan suhu secara perlahan-lahan hingga tercapai suhu kamar sambil diagitasi. Pada suhu kamar terjadi kristalisasi fraksi stearin sehingga fraksi olein yang masih bersifat cair dapat diperoleh dengan penyaringan vakum.

Pemurnian minyak sawit merah secara konvensional meliputi, pemisahan gum (degumming), pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi), pemucatan (bleaching), dan penghilanghan bau (deodorisasi). Tahap terakhir yaitu fraksinasi yang merupakan bagian dari pemurnian sawit hasil ekstraksi. Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin) dari minyak dengan winterisasi, proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah dengan cara pendinginan (chilling) hingga suhu 5 -7ºC (Ketaren, 1986).

(25)

10 nonhydrateable umum dipraktekkan untuk menjamin bahwa semua gum telah hilang selama deasidifikasi, yaitu dengan cara membuatnya menjadi tidak larut sehingga dengan mudah dihilangkan. Proses degummingternyata meningkat-kan kadar air dan asam lemak bebas serta menurunmeningkat-kan karoten sebanyak 3.42%. Proses pemurnian selanjutnya adalah deasidifikasi, yaitu dengan menambahkan larutan NaOH sambil diagitasi pada suhu dan waktu tertentu. Suhu dan waktu optimum yang diperoleh dari penelitian Widarta (2008) adalah 61±2 °C dan 26 menit. Sabun yang dihasilkan dari proses tersebut dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan spiner, kemudian dilakukan pencucian dengan air panas (5-8 °C lebih hangat dari suhu minyak) yang dapat menghilangkan sabun sekitar 90%. Banyaknya air yang digunakan adalah tujuh kali lebih banyak dibandingkan jumlah minyak. NRPO yang dihasilkan melalui proses tersebut mengalami kenaikan kadar air, penurunan bilangan peroksida, namun bilangan iod dan bilangan penyabunan yang relatif tetap. Karakteristik NRPO dari proses optimum dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Karakterisasi sifat fisiko kimia CPO dan NRPO dari penelitian Widarta (2008)

Parameter CPO NRPO

Kadar Asamlemak bebas (%) 3.62 ± 0.21 0.13 ± 0.02 Kadar Karoten (mg/kg) 460.13 ± 13.58 464.96 ± 11.92

Kadar air (%) 0.14 ± 0.01 0.58 ± 0.11

Bilangan peroksida (meq/kg) 2.60 ± 0.55 2.20 ± 0.45 Bilangan iod (Wijs) 52.76 ± 0.61 52.56 ± 0.66 Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 196.40 ± 1.38 195.44 ± 1.91

Warna 30.00Y+10.34 R 30.04 Y+10.74 R

(26)

11 suhu lebih rendah, distilasi harus dilakukan pada tekanan absolut yang rendah yang dipengaruhi oleh sistem vakum. Titik didih dari asam-asam lemak dan tekanan uap dari senyawa-senyawa odor berkurang dengan penurunan tekanan absolut. Kualitas NRPO yang digunakan oleh Riyadi (2009) tidak homogen karena telah mengalami berbagai perlakuan pada penelitian sebelumnya dan disimpan dalam waktu yang cukup lama sehingga NRPO mengalami perubahan kualitas, oleh karena itu dilakukan analisis ulang terhadap sifat fisiko kimia NRPO secara umum (Tabel 5). Kondisi deodorisasi terbaik adalah pada suhu 140 °C selama 1 jam karena mampu mempertahankan karoten hampir 70% (375.33 mg/kg) serta mampu mereduksi odor dengan baik. Hasil karakterisasi sifat fisiko dan kimia NRPO dan NDRPO untuk kondisi proses deodorisasi terbaik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Karakterisasi sifat fisiko kimia NRPO yang digunakan Riyadi (2009) secara umum

Parameter NRPO

Kadar asam lemak bebas (%) 0.32

Kadar karoten (mg/kg) 525.42

Kadar air (%) 0.3

Bilangan peroksida (meq O2/kg) 11.49

Warna 30 Y + 12.8 R

Tabel 6.Sifat fisiko kimia NRPO dan NDRPO kondisi deodorisasi terbaik penelitian Riyadi (2009)

Parameter NRPO NDRPO

Kadar air (%) 0.34 ± 0.31 0

Kadar asam lemak bebas (%) 0.484 ± 0.15 0.490 ± 0.15 Kadar akroten 9mg/kg) 535.64 ± 21.90 375.33 ± 22.87 Bilangan peroksida (meq O2/kg) 5.29 ± 1.19 0.12 ± 0.03 Warna, skala Lovibond 30 Y + 12.6 R 30 Y + 9.6 R Total tokoferol (mg/kg) 859.20 ± 77.09 721.55 ± 28.4

Odor, skala intensitas 10 3.3

D.KAROTENOID

(27)

12 yaitu klorofil akan terdegradasi dan tidak dapat melakukan fotosintesis. Peranan karotenoid dalam fotosintesis adalah menyerap sinar yang menghasilkan energi untuk fotosintesis (Winarno dan Laksmi, 1989).

Tabel 7. Kandungan karoten pada sayuran berwarna hijau-kuning

Sayuran Karoten (ppm)

Minyak kelapa sawit merupakan sumber yang kaya akan karotenoid alami dan merupakan bahan yang dapat diterima dengan baik untuk memperkaya nutrisi. Minyak kelapa sawit mengandung berbagai karotenoid, yaitu sekitar 60-65% β-karoten, 30-35% α-karoten dan 5-10% karotenoid esensial lainnya (Tabel 8).Karoten juga merupakan senyawa antiradikal bebas dan mampu meningkatkan kekebalan tubuh. Konsumsi makanan yang mengandung tokoferol (vitamin E) akan meningkatkan peranan α-karoten sebagai pencegah penyakit degeneratif seperti artherosklerosis dan kanker, serta menunda penuaan dini dan pemusnah radikal bebas (Widarta, 2007).

Tabel 8. Komposisi karotenoid dari berbagai karoten Carrot

Sumber : Hama and Ohbu (2002)

(28)

seperti pada Gamba

bar 6. Jumlah atom C pada karoten adalah 40, dan 10 gugusan metil (Gambar 7). Adanya gu babkan munculnya warna pada karoten (Winar banyak ikatan rangkap dua yang terkonjugasi

erapan utama makin bergeser ke daerah panj ggi, sehingga warnanya semakin merah. Diperl gkap terkonjugasi sebelum warna kuning yan n, 1997). Berdasarkan strukturnya, karotenoid diba

rdiri dari atom C dan H) dan xantophil (terdiri oh karoten adalah α-karoten, β-karoten dan β

ntophil adalaha lutein, zeaxanthin, violaxanthi lgado-Vargas dan Paredes-Lopez, 2002).

(a) (b)

umus bangun dari cincin ionon (Neurotiker, 2008 sopren (Anonim, 2010a)

mbar 7. Struktur kimia karoten (Anonim , 2008 bangun vitamin A sangat mirip dengan karoten,

(29)

14 adalah sama dengan 0.6µg vitamin A atau 0.3µg β-karoten (Winarno dan Laksmi, 1989).

Gambar 8. β-karoten sebagai pro-vitamin A (Hikaruuchi, 2010)

Faktor penting yang mempengaruhi struktur karoten selama pengolahan dan penyimpanan pangan adalah oksidasi oleh oksigen (udara) dan pengaruh panas. Karotenoid memiliki ikatan ganda sehingga sensitif terhadap oksidasi. Oksidasi karoten dipercepat dengan adanya cahaya, logam, panas, peroksida dan bahan pengoksida lainnya. Pemanasan sampai dengan suhu 60oC tidak mengakibatkan terjadinya dekomposisi karotenoid tetapi stereoisomer mengalami perubahan (Klaui dan Bauerfeind, 1981). Pada suhu 60°C, karoten dapat mengalami perubahan stereoisomer dari bentuk trans menjadi cis. Perubahan stereoisomer ini mempengaruhi nilai vitamin A dari karoten dimana isomer cis mempunyai nilai vitamin A yang lebih rendah dibanding isomer trans (Wulandari, 2000). Penelitian yang telah dilakukan oleh Rianto (1995) menunjukkan bahwa jika minyak sawit merah dipanaskan pada suhu 180°C selama 120 menit, maka terjadi penurunan karoten total sebesar 97.94% dan peningkatan kekentalan hingga 15.88%.

(30)

15 pada lemak sekaligus akan merusak karotennya. Hidrolisis yang terjadi pada esternya menyebabkan lemak terlepas, karoten teroksidasi dan mengalami degradasi menghasilkan crocetin yang mempunyai 2 gugusan karboksil.

Menurut Chichester et al., (1970), karotenoid lebih tahan disimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh jika dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh, karena asam lemak tidak jenuh lebih mudah menerima radikal bebas dibandingakan dengan karotenoid. Oleh karena itu, jika ada faktor yang menyebabkan oksidasi, asam lemak akan teroksidasi terlebih dahulu dan karoten akan terlindungi lebih lama.

E.MIKROENKAPSULASI

Mikroenkapsulasi minyak sawit merah merupakan proses penyalutan minyak sawit merah dengan bahan penyalut khusus yang membuat partikel-partikel minyak sawit dan juga komponen minor seperti karoten yang terdapat dalam minyak menjadi terlindungi oleh lapisan film yang tipis. Mikroenkapsulasi minyak sawit merah akan menghasilkan produk dalam bentuk bubuk kering dengan ukuran 5-200 mikrometer yang memiliki kandungan karoten tinggi dengan stabilitas yang jauh lebih baik dibandingkan dengan penyimpanan dalam bentuk liquid. Matriks pelindung (skin) mampu melindungi inti (core) dari berbagai faktor yang menyebabkan kerusakan seperti oksidasi karoten selama penyimpanan (Poltekcwe, 2008).

Menurut Risch (1995), enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan bahan atau campuran beberapa bahan dengan bahan lain. Bahan yang dibungkus atau bahan yang ditangkap biasanya berupa cairan, walaupun ada juga yang berbentuk partikel padat atau gas yang disebut bahan inti atau bahan aktif atau bahan internal. Sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pembungkus disebut sebagai dinding atau bahan pembawa atau membran.

(31)

16 mikroenkapsulasi dengan spray drying bersifat ekonomis, bisa menggunakan bermacam-macam penyalut, dan kualitas mikroenkapsulat yang dihasilkan bagus.

Mikroenkapsulasi melibatkan dua bahan, yaitu inti dan penyalut. Inti adalah zat yang akan disalut. Zat ini umumnya berbentuk padat, gas atau cair yang mempunyai sifat permukaan hidrofil maupun hidrofob. Penyalut adalah zat yang digunakan untuk menyeliputi inti dengan tujuan tertentu. Syarat-syarat zat sebagai penyalut yaitu dapat membentuk lapisan di sekitar inti dengan membentuk ikatan adhesi dengan inti, tercampurkan secara kimia dan tidak bereaksi dengan inti, mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan (kuat, fleksibel, impermeable, stabil, dan sifat optis tertentu) (Vandegaer, 1973).

F. MALTODEKSTRIN

Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)]. Maltodekstrin dapat diperoleh dengan menghidrolisis pati singkong secara parsial dengan enzim α-amilase pada suhu 85°C selama 65 menit (Griffin dan Brooks, 1989). Maltodekstrin tidak mempunyai sifat lipofilik sehingga menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun minyak yang terenkapsulasi memiliki daya tahan terhadap oksidasi (Westing dan Rennecius, 1988).

Gambar 9.(a) Maltodekstrin (Anonim, 2009b) dan (b) struktur kimianya (Smith, 2008)

(32)

17 mempunyai nilai DE 3-20. Nilai DE akan mempengaruhi karakteristik dan fungsi dari maltodekstrin seperti terlihat pada Tabel 9. Maltodekstrin relatif non-higroskopis jika dibandingkan dengan corn syrup. Semakin rendah nilai DE, maka akan semakin non-higroskopis. Sedangkan maltodekstrin dengan DE yang tinggi akan cenderung mempunyai sifat yang sama dengan corn syrup. Maltodekstrin dengan DE yang rendah lebih efektif sebagai pengikat lemak dibandingkan dengan DE yang tinggi. Nilai DE yang tinggi akan memberikan viskositas yang lebih rendah. menggambarkan tentang komposisi karbohidrat dalam gula. DP menunjukkan jumlah unit glukosa dalam satu komponen gula. Contohnya adalah seperti DP1 = dextrose (1 unit), DP2 = maltose (2 unit), DP3 = maltotriose (3 unit).

Tabel 9. Jenis pati dan penggunaannya berdasarkan perbedaan nilai DE. Nama hasil mulut, yoghurt, produk bakery dan es krim (Strong, 1989)

5 Bahan tambahan margarine (Summer dan Hessel, 1990)

9-12 Cheescake filling (Wilson dan Steensen, 1986) 15-20 Produk pangan berkalori tinggi (Vorwerg et. al.,

50 Pemanis (Wurzburg, 1989) Sumber : Subekti, 2008

(33)

18 glukosa sehingga maltose memiliki DP 2 dan DE 50 (Wurzburg, 1989 disitasi oleh Subekti, 2008).Secara komersial penggunaan pati dipengaruhi oleh nilai DE. Semakin besar DE berarti semakin besar juga persentase pati yang berubah menjadi gula pereduksi.

Mutu maltodekstrin di Indonesia telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional. Standar Mutu Maltodekstrin sama dengan standar mutu dekstrin pada umumnya, kecuali untuk DE maltodekstrin berkisar 19-20. Standar mutu dekstrin dikelompokkan lagi menurut bidang aplikasinya, yaitu pangan dan nonpangan. Pada Tabel 10 dapat dilihat lebih jelas variable dan nilai standar mutu dekstrin menurut DSN (1992 dan 1989).

Tabel 10. Variabel dan nilai standar mutu dekstrin

Variabel Aplikasi

Pangan Nonpangan

Warna (visual) putih sampai

kekuningan

putih sampai kekuningan Warna dalam lugol Ungu sampai

kecoklatan

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (1992 dan 1989)

Hasil penelitian Anwar (2002) menunjukkan bahwa maltodekstrin DE 5-10 dari pati singkong dapat digunakan sebagai bahan penyalut lapis tipis tablet dengan hasil yang cukup baik pada konsentrasi 10-25%, bahkan pada konsentrasi 10% hasilnya lebih baik dari tablet yang disalut dengan hidroksimetil selulosa.

(34)

19 • Produk rerotian, misalnya cake, muffin, dan biskuit, digunakan sebagai

pengganti gula atau lemak.

• Makanan beku, maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul rendah sehingga dapat mempertahankan produk beku.

• Makanan rendah kalori, penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak meningkatkan kemanisan produk seperti gula.

G.GUM ARAB

Gum arab atau gum akasia berasal dari spesies tertentu pohon akasia yang tumbuh di daerah Afrika. Gum merupakan hasil sekresi bagian kulit atau batang tanaman (plant exudation), yang berupa cairan kental dan akan menjadi padat bila dibiarkan dingin (Furia, 1968 dalam Lastriningsih 1997). Gum arab banyak dipakai dalam industri makanan antara lain digunakan sebagai campuran minuman untuk mengurangi tekanan permukaan (surface tension) air dan stabilizer. Nomor kode E tumbuhan ini adalah E-414.

Glicksman (1969) menyebutkan bahwa tanaman akasia akan menghasilkan gum arab hanya bila ketika berada dalam keadaan tidak sehat karena nutrisi yang buruk, kekurangan air atau cuaca panas. Gum tersebut dihasilkan dari patahan atau luka pada batang pohon dan menetes dalam bentuk butiran.

Gum arab bersifat mudah larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang kurang kental sehingga cocok digunakan sebagai bahan pengisi pada pangan yang akan dikeringkan dengan pengering semprot. Selain itu, gum arab dapat memperbaiki viskositas dan tekstur suatu produk. Gum arab dapat mempertahankan flavor dari makanan yang dikeringkan dengan pengering semprot. Hal ini disebabkan karena gum arab membentuk lapisan yang dapat melapisi partikel flavor, sehingga terlindungi dari oksidasi, absorpsi, dan evaporasi air dari udara terutama untuk produk yang higroskopis (Glicksman dan Schachat, 1959 disitasi oleh Lastriningsih, 1997)

(35)

20

(a) (b) (c)

Gambar 10. (a) tanaman gum arab (b) pohon gum arab (c) batang gum arab dengan getah yang sudah mongering (Anonim, 2008b)

Viskositas larutan gum arab dipengaruhi oleh pH, garam, suhu atau elektrolit. Jika suhu semakin tinggi, maka viskositas dan berat jenis gum arab akan relatif menurun. Elektrolit menurunkan viskositas proporsional dengan pengikatan valensi kation atau peningkatan konsistensi elektrolit. Penurunan viskositas berarti penurunan tegangan antar permukaan akan memberikan kondisi sistem emulsi yang baik. Viskositas gum arab meningkat tajam siring dengan peningkatan pH sampai ke pH 6, kemudian mengalami penurunan secara bertahap hingga pH 12. Kekentalan maksimum tercapai pada pH 4.5-5.5 (Glicksman, 1983).

Gum arab mempunyai sifat yang unik dibandingkan dengan jenis gum yang lainnya. Hal ini karena sampai konsentrasi 40-50%, tidak memberikan viskositas yang tinggi sedangkan gum yang lain hanya mampu ditambahkan dengan konsentrasi 1-5%. Kemampuannya ini dapat menciptakan kestabilan yang sempurna dan sifat sebagai emulsifier ketika dicampur dengan sejumlah besar bahan insoluble. Gum arab merupakan agen pengemulsi yang efektif karena kemampuannya sebagai koloid pelindung. Selain itu, gum arab juga sering digunakan dalam persiapan pangan emulsi minyak dalam air yang mampu menstabilkan sebagian besar minyak pada kisaran pH yang luas dan dengan keberadaan elektrolit meskipun tanpa ditambahakan agen penstabil lainnya. Meskipun mekanisme emulsifikasi gum arab belum dimengerti dengan jelas, namun diduga karena kemampuannya membentuk film sehingga mencegah coalescence globula minyak (Glicksman, 1983).

(36)

21 minyak/air/arabik 2:2:1 dan 90:48:22.5. Uji stabilitas tersebut dilakukan dengan cara mendiamkan emulsi selama 5 hari.

H.SPRAY DRYING

Spray drying adalah metode yang sering diaplikasikan untuk merubah cairan menjadi padatan. Waktu pengeringannya sangat singkat, hanya beberapa detik. Selain kualitas produknya tinggi, kapasitas pengeringan yang tinggi membuat spray drying sering digunakan dalam industri makanan. Kapasitas dari setiap spray drying dapat bervariasi dari beberapa gram bubuk hingga beberapa ton per jam. Ukuran partikel yang dihasilkan berkisar antara 30-200µm (Onwulata, 2005).

Alat pengering tipe semprot (spray dryer) digunakan untuk mengeringkan suatu larutan, campuran atau produk cair lainnya menjadi bentuk bubuk pada kadar air mendekati kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar. Beberapa parameter yang dapat dikendalikan dalam proses spray dryer antara lain : ukuran partikel, distribusi partikel, bentuk dan ketebalan partikel, kerusakan akibat panas, densitas dan kadar air produk akhir (Wirakartakusumah et al., 1989).

Masters (1974) menyatakan bahwa kecepatan penguapan dapat dipengaruhi oleh suhu inlet, suhu outlet, total padatan bahan dan suhu bahan. Semakin tinggi suhu inlet, maka jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan bahan akan semakin sedikit sehingga kecepatan penguapan meningkat. Kecepatan penguapan juga akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya total padatan dan suhu awal bahan. Menurut Spicer (1974), kecepatan penguapan berpengaruh terhadap keadaan suhu produk akhir dimana bila kecepatan penguapan semakin cepat maka produk yang dihasilkan akan semakin rendah suhunya.

(37)

22 akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk yang stabil sehingga memudahkan dalam penanganan dan transportasi (Spicer, 1974).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Elisabeth et al. (2003), kondisi spray dryer yang digunakan untuk membuat mikroenkapsulat dengan spray dryeradalah dengan suhu inlet140 -180oC, suhu outlet 80 – 120oC serta kecepatan alir bahan cair pada dryer10 -12 ml/min. Menurut Onwulata (2005), kondisi pengeringan dipilih untuk meminimalisasi lemak bebas dan permukaan lemak. Suhu inlet dan outlet yang rendah akan mengurangi kekentalan dan difusifitas lemak selama pengeringan. Ukuran nozzle dan padatan emulsi yang besar akan menghasilkan mikroenkapsulat yang besar dengan lemak bebas yang rendah.

Menurut Masters (1979), teknik spray drying terdiri dari empat tahap proses, yaitu atomisasi bahan sehingga dapat membentuk semprotan sehalus mungkin, kontak antara bahan dengan udara pengering, evaporasi, dan pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Gambar 11 menunjukkan proses spray drying menggunakan centrifugal atomizer dan cyclone separator. Emulsi yang akan dikeringkan disemprotkan melalui nozzle ke dalam ruang pengeringan (terjadi atomisasi). Adanya udara pengering yang masuk ke ruang pengeringan, akan mengeringkan emulsi sehingga berbentuk bubuk karena terjadinya evaporasi. Selanjutnya, pada siklon terjadi pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya sehingga bubuk berada pada wadah penampung produk.

(38)

23

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Neutralized and Deodorized Red Palm Oil (NDRPO) dari penelitan Riyadi (2009) yang dimulai pada bulan Juli 2008 hingga Maret 2009. NDRPO tersebut berasal dari NRPO (Neutralized Red Palm Oil) hasil penelitian Widarta (2008) yang dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2008. Crude Palm Oil (CPO) untuk pembuatan NRPO diperoleh dari PT. Sinar Meadow International, Jakarta. Bahan-bahan penyalut yang digunakan adalah maltodekstrin dari PT Menara Sumber Daya dan gum arab yang diperoleh dariBrataco Chemika. Bahan-bahan kimia untuk analisis yang digunakan adalah etanol, Na-azid, Na2CO3, NaHCO3, KCN, potassium fericianida, (NH4)Fe(SO3)42H2O, H2SO4, fenol 5%, heksan pro analisis, heksan teknis, kertas saring no. 1, kertas whatman 42 dan akuades.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spray dryer (Buchi 190), termometer, homogenizer (Armfield L4R), hot plate, chromameter (Minolta CR-200), penyaring vakum, timbangan analitik, autoclave, sentrifuse, oven, desikator, spektrofotometer, destilator, soxhlet, serta peralatan gelas (gelas piala, labu takar 25 ml, gelas ukur 100 ml, gelas pengaduk, tabung reaksi dll.).

B. METODE PENELITIAN

1. Karakterisasi Bahan Baku (Tahap I)

(39)

24 stearin dilakukan dengan cara inkubasi pada suhu ruang selama satu hari. Diagram alir dari proses fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Setelah diperoleh MSM, selanjutnya dilakukan karakterisasi MSM meliputi analisis total karotenoid dengan metode spektrofotometri(PORIM, 2005)dan kadar air dengan metode hot plate (AOCS, 1993; Ketaren, 1986). Karakterisasi bahan penyalut (MD dan GA) dilakukan untuk mengetahui nilai Dextrose Equivalent (DE) dan kadar air dengan metode oven (AOAC, 1995). Penentuan nilai DE dilakukan dengan analisis total gula melalui metode fenol sulfat (Dubois, et al., 1956)dan analisis gula pereduksi melalui metode Park-Johnson (Takedaet al., 1993).

Gambar 12. Diagram alir proses fraksinasi minyak sawit

2. Penentuan Konsentrasi Penyalut dan MSM(Tahap II)

Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mendapatkan kisaran perbandinganmaltodekstrin dan gum arab yang mampu membentuk emulsi stabil. Selain itu, tahap ini dilakukan untuk mengetahui jumlah minyak yang masih dapat ditambahkan ke dalam konsentrasi bahan penyalut tersebut sehingga menghasilkan mikroenkapsulat yang kering.

Penentuan konsentrasi penyalut dan MSM ditentukan dengan melakukan uji stabilitas emulsi dan uji proses pengeringan untuk semua

Pemanasan (15 menit, ±50°C) NDRPO

Pemisahan Fraksi Inkubasi suhu ruang (1 hari)

Fraksi cair Fraksi padat

Analisis Karoten

(40)

25 rancangan formulasi. Formulasi yang akan dicoba kestabilannya adalah campuran air, bahan penyalut dengan perbandingan tertentu dan minyak. Total bobot bahan penyalut adalah 30% dari bobot air yang digunakan. Bahan penyalut terdiri dari maltodekstrin dan gum arab dengan perbandingan 1:3, 2:3, 3:3, 3:2, dan 3:1. Perbandingan minyak dan bahan penyalut (kering) adalah 1:2, 1:1, 2:1, 3:1, dan 4:1 atau dapat dikatakan bahwa minyak yang akan dicoba berkisar antara 50-400% dari bobot penyalut. Total formula yang akan dicoba ada 25 macam (Tabel 11).

Tabel 11.Rancangan uji percobaan stabilitas emulsi

MD : GA 1 : 3 2 : 3 3 : 3 3 : 2 3 : 1

Minyak: (MD:GA)

1 : 2 1 2 3 4 5

1 : 1 6 7 8 9 10

2 : 1 10 11 12 13 14

3 : 1 15 16 17 18 19

4 : 1 21 22 23 24 25

Setelah emulsi terbentuk, selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap stabilitas emulsi. Kestabilan dihitung berdasarkan metode Lamar et al.(1976) yang disitasi oleh Montesqrit (2007) yaitu dengan menghitung rasio pemisahan pada gelas piala yang berdimensi sama.Selanjutnya, emulsi yang stabil dicoba dikeringkan melalui proses spray drying. Uji coba pengeringan ini dilakukan untuk memperoleh formula yang menghasilkan mikroenkapsulat kering. Formula inilah yang akan diproduksi dan dianalisis pada tahap penelitian ketiga.

3. Produksi dan Analisis Mikroenkapsulat MSM(Tahap III)

(41)

26

Gambar 13. Diagram alir proses mikroenkapsulasi MSM

Analisis mikroenkapsulat MSM yang dilakukan meliputi analisis karotenoid dengan metode spektrofotometri (PORIM, 2005), kadar minyak tidak terkapsulkan metode ekstraksi (Shahidi dan Wanasundara, 1997), kadar air metode oven (AOAC, 1995), kelarutan (modifikasi metode Fardiaz et al., 1992)warna mikroenkapsulat dan warna larutan menggunakan crhomameter (Hutching, 1999). Selain itu dilakukan uji stabilitas karoten dalam mikroenkapsulat, yaitu menyimpan mikroenkapsulat dalam tempat yang terpapar sinar UV selama empat jam (setiap 30 menitdilakukan pengadukan). Setiap 1 jam sekali dilakukan pengambilan sampel. Selanjutnya, sampel yang telah dipapar UV selama 1, 2, 3, dan 4 jam tersebut dianalisis total karoten serta warnanya sehingga dapat diketahui stabilitas mikroenkapsulat terhadap UV. Uji stabilitas paparan sinar UV juga dilakukan terhadap MSM untuk mengetahui efektivitas pengkapsulan.

Air (total solid 30%)

MSM Gum arab

Pencampuran

Pemanasan (hingga meleleh, ±60°C)

Spray dryer

(Tinlet= 140 -180oC, Toutlet= 80 – 120oC, kecepatan

pompa = 40 rpm) Homogenisasi (1425 rpm, 8 menit)

(42)

27

Gambar 14. Tempat pemaparan mikroenkapsulat MSM dengan sinar UV

Tahapan prosedur penelitian lengkap

Gambar 15. Diagram alir penelitian pengaruh konsentrasi maltodekstrin dan gum terhadap karakjteristik mikroenkapsulat MSM dengan teknik spray drying

Fraksinasi Bertahap pada Suhu Rendah

Penentuan Kisaran Jumlah MSM dan bahan penyalut Karakterisasi MSM dan Bahan Penyalut

Pembuatan Mikroenkapsulat

Analisis : Karotenoid

Kadar Lemak Tidak Terkapsulkan Kadar air

Kelarutan

Warna Mikroenkapsulat Warna Larutan

Stabilitas karoten terhadap UV

(43)

28

4. Penentuan Formula Terbaik

Formula terbaik ditentukan dengan metode pembobotan terhadap parameter analisis produk berdasarkan prioritas karakteristik yang diinginkan dalam mikroenkapsulat MSM. Metode pembobotan ini dilakukan dengan membagi parameter analisis berdasarkan prioritasnya dalam membentuk karakteristik mikroenkapsulat yang diharapkan dan memberikan skor terhadap tiap formula untuk setiap parameter. Parameter dengan bobot nilai yang lebih besar dianggap lebih penting berdasarkan tujuan penelitian dan aplikasi penggunaan produk. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menciptakan mikroenkapsulat yang berfungsi sebagai fortifikan, oleh karenanya total karoten merupakan karakteristik utama dari mikroenkapsulat sehingga mendapatkan bobot tertinggi. Urutan bobot nilai dari setiap parameter analisis dapat dilihat pada Table 12.

Tabel 12. Pembobotan untuk setiap parameter penentu karakteristik mikroenkapsulat MSM

Parameter analisis Bobot nilai

Total karoten 8

Minyak tak terkapsulkan 7

Kelarutan 6

Warna larutan (nilai b) 5

Warna bubuk (nilai b) 4

Laju penurunan karoten 3

Perubahan warna 2

Kadar air 1

(44)

29

C. METODE ANALISIS

1. Nilai Dextrose Equivalent

Nilai DE (dalam persen) diperoleh dari perbandingan kadar gula pereduksi dengan kadar total gula atau karbohidrat dalam sampel dikali 100.

= 100

Sebelum dianalisis, perlu dilakukan persiapan sampel untuk menghilangkan substansi yang dapat mengganggu analisis. Persiapan yang harus dilakukan adalah melarutkan 1 g sampel dalam 100 ml etanol (sedikit demi sedikit) kemudian distirer dan disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Setelah itu, pati disaring dan dimasukkan ke dalam desikator selama semalam (sampai kering). Selanjutnya, pati dimortar dan diambil 40 mg, kemudian ditambahkan 20 ml air dan diautoclave 1 jam pada suhu 105°C. Dinginkan pada suhu kamar. Setelah itu, dilanjutkan dengan sentrifuse dan diencerkan 40 kali. Untuk melindungi gula dari gangguan mikroba, maka ditambahkan Na-azid sebanyak 0.02% setelah pengenceran. Sampel siap dianalisis total gula dan kadar gula pereduksinya.

Kadar gula pereduksi metode Park-Johnson (Takedaet al., 1993)

(45)

30

Kadar Karbohidrat Total Metode Fenol-Sulfat (Dubois et al 1956)

Sebanyak 0.5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 0.5 ml fenol 5% dan divorteks. Sebanyak 2.5 ml larutan H2SO4 pekat ditambahkan dengan cara menuangkan secara tegak lurus permukaan larutan (asam sulfat harus dikeluarkan dengan cepat dari pipet, hati-hati karena reaksi panas jadiyang dipegang adalah ujung atas tabung reaksi). Larutan didiamkan selama 10 menit, divorteks dan disimpan pada suhu kamar selama 20 menit. Sebelum diukur larutan divorteks dahulu, kemudian diukur pada panjang gelombang 490 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan cara yang sama seperti untuk sampel tetapi sampel diganti dengan glukosa dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm.Konsentrasi total gula ditentukan dengan menggunakan kurva standar.

2. Uji Stabilitas Emulsi(Lamar et al. 1976, disitasi oleh Montesqrit 2007)

Penetapan stabilitas emulsi ditentukan berdasarkan persentase pemisahan selama waktu penyimpanan dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100 seperti yang disajikan dengan rumus:

% = − 100%

Keterangan: a = volume keseluruhan b = volume pemisahan

3. Karotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM, 2005)

Sampel ditimbang sebesar 0,1 gram ke dalam labu takar 25 ml. Kemudian ditepatkan hingga tanda tera dengan heksana. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari 0,700, sedangkan jika kurang dari 0.200 maka jumlah sampel perlu ditambahkan (dilakukan pemekatan). Absorbansi diukur pada panjang gelombang 446 nm dengan kuvet (lebar 1 cm). Konsentrasi karotenoid dalam sampel minyak sawit dihitung menggunakan panjang gelombang 446 nm menggunakan kuvet 1 cm dengan pelarut heksana. Kadar karoten diukur dengan rumus :

(46)

31 Keterangan :

W = bobot sampel yang dianalisis (g) As = absorbansi sampel

Ab = absorbansi blanko

4. Kadar Air MSM, Metode Hot Plate (AOCS, 1993; Ketaren, 1986)

Minyak diaduk terlebih dahulu agar penyebaran air dalam contoh merata. Sampel ditimbang sebanyak 5-20 gr di dalam gelas piala kering dan telah didinginkan dalam desikator. Selanjutnya, sampel dipanaskan di atas hotplate sambil diputar secara perlahan-lahan agar minyak tidak memercik. Pemanasan dihentikan setelah tidak terlihat lagi gelembung gas atau buih. Cara lain yang lebih baik yaitu dengan meletakkan gelas arloji dia atas gelas piala. Adanya uap air dapat dilihat dari air yang mengembun pada gelas arloji. Pada akhir pemanasan, suhu minyak tidak boleh lebih dari 130°C. Selanjutnya contoh dimasukkan ke dalam desikator dan didinginkan sampai suhu kamar, kemudian ditimbang. Penyusutan bobot disebabkan oleh bobot dari air dan zat menguap yang terkandung dalam minyak.

Kadar air dan zat yang menguap % = Bobot yang hilang gBobot contoh g x 100

5. Kadar Air Mikroenkapsulat dan Penyalut, Metode Oven (AOAC,1995)

Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar air basis basah (g/100 g bahan basah) = *& *(&*

* 100

Kadar air basis kering (g/100 g bahan basah) = *& *(&*

*(&* 100 Keterangan :

(47)

32

6. Kadar Minyak Tidak Terkapsulkan, Metode Ekstraksi (Shahidi dan

Wanasundara, 1997)

Keringkan labu lemak dalam oven 105-110°C sampai benar-benar kering kemudian didinginkan dalam desikator dan timbang. Sebanyak 1-3 gram sampel ditimbang dalam erlenmeyer, kemudian dicuci dengan heksana ± 20 ml sekitar 1 menit. Setelah itu, sampel disaring dengan kertas saring ke dalam labu lemak yang telah diketahui beratnya. Pencucian diulang sampai 3 kali. Heksana dalam labu lemak didestilasi dan dikeringkan dalam oven selama satu jam. Setelah itu, labu lemak didinginkan dalam desikator. Setelah mencapai suhu ruang, labu lemak ditimbang. Kadar lemak yang tak terkapsulkan dihitung dengan rumus berikut :

@ = ABC&ABDAE x 100%

Keterangan :

wl1 : Berat labu lemak kosong

wl2 : Berat labu lemak dan minyak yang tidak terkapsulkan ws : Berat sampel sebelum dicuci

7. Kelarutan, Metode Gravimetri (Modifikasi metode Fardiaz et al., 1992)

Pengukuran kelarutan dihitung berdasarkan pada persentase berat residu yang tidak dapat melalui kertas saring Whatman 42 terhadap berat contoh bahan yang digunakan. Sebanyak 0.5 gram bahan ditimbang lalu dilarutkan dalam 50 ml aquades dan disaring dengan penyaring vakum. Kertas saring sebelum digunakann dikeringkan terlebih dahulu dengan oven 105°C sekitar 30 menit lalu ditimbang. Setelah proses penyaringan, kertas saring beserta residu bahan dikeringkan kembali dalam oven 105°C kurang lebih tiga jam, didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.

Kelarutan = F1 −DHHI%JKG&'

DHH !LM 100 % Keterangan :

(48)

33

8. Warna Mikroenkapsulat dan Warna Larutan, Metode Chromameter

(Hutching, 1999)

Analisis dilakukan dengan menggunakan alat kromameter Minolta. Pada prinsipnya, kromameter Minolta bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a, b dan °hue terhadap sampel. Nilai L menyatakan tingkat kecerahan (0= hitam mutlak, 100= putih), nilai a menyatakan tingkat kemerahan (merah (0-100), hijau (0-(-80)) dan nilai b menunjukkan tingkat kekuningan (kuning (0-70), biru (0-(-70)). Berdasarkan nilai L, a dan b maka dapat diketahui nilai perubahan warna secara keseluruhan (∆E) dan derajat kromatisitas (C) dengan persamaan sebagai berikut:

∆E = [(∆L)2+ (∆a)2+ (∆b)2]1/2 C = (a2+ b2)1/2

Gambar 16. Diagram warna CIELAB (X-Rite, 2007)

D. ANALISIS DATA

(49)

34 minyak dan penyalut. Analisis dilakukan dengan dua kali ulangan, sehingga dihasilkan 12 contoh.

Model rancangan penelitian adalah sebagai berikut : Yij = + Ai + Bj + (A*B)ij + εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j = pengaruh rata-rata umum

Ai = pengaruh penyalut taraf ke-i (i=1, 2, 3)

Bj = pengaruh konsentrasi minyak taraf ke-j (j=1, 2) (A*B)ij= pengaruh kombinasi penyalut dan minyak

εij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j Hipotesis yang digunakan adalah :

1. Hipotesis perlakuan 1 (konsentrasi penyalut) H0 = pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata

H1= minimal ada 1 perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata 2. Hipotesis perlakuan 2 (konsentrasi minyak)

H0 = pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata

H1= minimal ada 1 perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata 3. Hipotesis kombinasi perlakuan 1 dan 2

H0 = kombinasi perlakuan 1 dan 2 tidak memberikan pengaruh terhadap respon

(50)

35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.KARAKTERISASI BAHAN BAKU

Tahap karakterisasi dilakukan untuk mengetahui mutu dan karakteristik bahan-bahan yang akan digunakan. Minyak sawit yang digunakan dalam penelitian adalahNDRPO, yaitu minyak sawit yang sudah mengalami netralisasi dan deodorisasi. Proses netralisasi CPO menjadi NRPO dilakukan oleh Widarta (2008), sedangkan deodorisasi NRPO menjadi NDRPO oleh Riyadi (2009).

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 1986). Sebelum melakukan proses netralisasi, Widarta (2008) melakukan proses degumming terlebih dahuluterhadap CPO. Proses degumming dilakukan dengan cara memanaskan CPO hingga suhu 80 °C, kemudian menambahkan larutan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari berat CPO sambil mengaduknya perlahan-lahan (56 rpm) selama 15 menit. Proses degumming tersebut ternyata meningkatkan kadar air dan asam lemak bebas serta menurunkan karoten sebanyak 3.42%. Proses pemurnian selanjutnya adalah netralisasi (deasidifikasi), yaitu dengan menambahkan larutan NaOH sambil diagitasi pada suhu dan waktu tertentu. Reaksi antara NaOH dengan minyak dapat dilihat pada Gambar 17. Suhu dan waktu optimum yang diperoleh dari penelitian Widarta (2008) adalah 61±2 °C dan 26 menit. Sabun yang dihasilkan dari proses tersebut dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan spiner, kemudian dilakukan pencucian dengan air panas (5-8 °C lebih hangat dari suhu minyak) yang dapat menghilangkan sabun sekitar 90%. Banyaknya air yang digunakan adalah tujuh kali lebih banyak dibandingkan jumlah minyak. NRPO yang dihasilkan melalui proses tersebut mengalami kenaikan kadar air, penurunan bilangan peroksida, namun bilangan iod dan bilangan penyabunan relatif tetap.

(51)

36 merupakan suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Biasanya, proses deodorisasi dilakukan dengan memanaskan minyak pada temperatur 200°C – 250°C dengan tekanan sebesar 1-6 mmHg, dan dialiri uap selama 0.3 – 12 jam (Ketaren, 1986). Deodorisasi yang dilakukan oleh Riyadi (2009) adalah dengan cara menghomogenkan bahan baku (NRPO) di dalam tangki deodorizer selama 10 menit pada suhu 46 ± 2°C. Setelah itu, dilakukan pemanasan dalam kondisi vakum (tekanan vakum -74±2 cmHg) sampai suhu 130, 140, atau 150 °C. Laju alir gas pelucut (N2) dijaga konstan pada 20L/jam selama proses deodorisasi (1 atau 2 jam). NDRPO yang digunakan dalam penelitian ini adalah NDRPO yang mengalami pemanasan selama 2 jam pada suhu 140 °C. Berdasarkan karakterisasi yang telah dilakukan oleh Riyadi (2009), NDRPO dengan pemanasan 140 °C selama 2 jam dapat dilihat pada Tabel 13.

Gambar 17. Reaksi penyabunan saat proses netralisasi (Portal Pendidikan Utusan, 2002)

Tabel 13. Karakteristik NDRPO dengan pemanasan 140 °C selama 2 jam (Riyadi, 2009)

Parameter NDRPO

Kadar air (%) 0.00 ± 0.00

Kadar asam lemak bebas (%) 0.25 ± 0.04 Kadar karoten (mg/kg) 329.52 ± 53.94 Bilangan peroksida (meq O2/kg) 0.20 ± 0.13

Warna, skala Lovibond 30 Y + 9.65 R

Gambar

Tabel 23. Hasil pengukuran chromamater terhadap warna larutan
Gambar 20. Proses pengeringan emulsi menjadi mikroenkapsulat MSM dengan
Tabel 1.Negara-negara utama penghasil minyak sawit
Gambar 1.Data luas area kelapa sawit dan produksi CPO Indonesia dari Dirjen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula produk minuman susu asam dengan minyak sawit merah sebagai pengganti lemak susu yang memiliki karakter

Kesimpulan dari penelitian ini adalah perbandingan minyak sawit merah dan minyak goreng (20:80) menghasilkan produk biskuit kacang terbaik yaitu dengan kadar air 1,42%, kadar abu

Untuk memperbaiki sifat fisik produk bahan baku spreads dari minyak sawit merah, diperlukan pencampuran dengan minyak kelapa yang mempunyai asam lemak jenuh berantai sedang

Judul : Produksi Margarin Kaya Β -Karoten Berbasis Minyak Sawit Merah secara Interesterifikasi Enzimatik untuk Mengatasi Defisiensi Vitamin A dalam Upaya Meningkatkan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi proses deasidifikasi minyak sawit merah secara kimia pada skala pilot plant sehingga diperoleh minyak sawit merah

Selain kandungan karoten yang dapat berperan sebagai provitamin A, minyak sawit merah juga mengandung vitamin E yang tinggi.. Tokotrienol dan tokoferol yang terkandung

Dari hasil analisis kadar karoten formulasi minyak merah pada pembuatan. margarin dengan penambahan formulasi I yaitu 50 gr kadar rata-rata

Peningkatan volume emulsi dan lamanya waktu homogenisasi tidak mempengaruhi karakteristik kadar air, a w dan kelarutan dari mikroenkapsulat minyak sawit secara signifikan