SKRIPSI
OPTIMASI FORMULA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH MENGGUNAKAN MALTODEKSTRIN, GELATIN DAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE DENGAN PROSES THIN LAYER
DRYING
Oleh
MARTIN SIMANJUNTAK F24103031
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Martin Simanjuntak. F24103031.
Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak Sawit
Merah Menggunakan Maltodekstrin, Gelatin Dan
Carboxymethyl Cellulose
dengan
Proses
Thin Layer Drying
. Di bawah bimbingan Tien R Muchtadi dan Dede R Adawiyah.
RINGKASAN
Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas penghasil minyak unggulan Indonesia
memiliki banyak keunggulan lain yang dapat dieksploitasi sebagai bahan
food ingridient
.
Tingginya kandungan karotenoid pada minyak sawit yaitu 500 – 700 ppm (yang
didominasi oleh ß-karoten) menyebabkan produk minyak sawit memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai sumber provitamin A dan pewarna kuning/jingga. Kelemahan dari
komponen ß-karoten adalah sifatnya yang tidak tahan terhadap kondisi lingkungan
seperti panas dan proses oksidasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
proses penyalutan atau dikenal dengan istilah proses enkapsulasi.
Salah satu proses yang penting dalam mikroenkapsulasi adalah proses
pengeringan. Teknik yang sering digunakan adalah
spray drying
dan ekstrusi. Kedua alat
ini umumnya memerlukan aplikasi suhu dan tekanan tinggi. Dengan demikian proses
pengeringan tersebut mempunyai resiko kerusakan pada produk enkapsulasi terutama
untuk produk-produk yang sensitif akan panas seperti, flavor, karoten, minyak ikan
omega-3 dan lain-lain. Selain itu proses dengan teknik ini membutuhkan biaya yang
relatif mahal karena membutuhkan asupan energi yang lebih tinggi. Untuk itu diperlukan
suatu alternatif alat pengering lain yang mengoptimasi antara kualitas produk kering yang
dihasilkan dengan biaya operasionalnya. Salah satu teknik yang cocok adalah
pengeringan lapisan tipis (
thin layer drying
).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengeringan lapis tipis dan
mendapatkan formulasi yang tepat untuk menghasilkan mikrokapsul yang mampu
mempertahankan karoten dalam minyak sawit dengan retensi tinggi dan juga memiliki
karakateristik yang baik sehingga mudah untuk diaplikasikan sebagai
food ingridient.
Penelitian ini terbagi menjadi penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengkaji alat pengering lapis tipis, persiapan
bahan baku (fraksinasi dan analisis CPO, pemilihan bahan penyalut,pembuatan
mikroenkapsulat, perancangan formula dengan program DX 7). Penelitian utama
dilakukan untuk merancang formula, menganalisis setiap respon, mengoptimasi formula
mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan menggunakan program DX 7 dengan
respon retensi karoten, retensi betakaroten, kadar air, kelarutan, warna mikroenkapsulat,
warna larutan, kadar minyak terkapsul, kadar minyak tidak terkapsul, dan tingkat
kekeringan mikroenkapsulat dan melakukan uji coba terhadap formula optimum.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, maka kisaran jumlah minyak yang
masih dapat ditambahkan ke formula yaitu 90-150 %, konsentrasi minimum dan
maksimum maltodekstrin sebesar 30% dan 70%, konsentrasi maksimum dan minimum
gelatin sebesar 5% dan 30% serta konsentrasi minimum dan maksimum CMC sebesar 0
%dan 6 %. Hasil dari penelitian pendahuluan ini akan digunakan dalam rancangan
formula dengan menggunakan program DX 7.
betakaroten 100.48 hingga 210.18 ppm dengan retensi 33.50-70.09 %, kadar air berkisar
antara 0.38 % - 4.83 %, kelarutan mikroenkapsulat berkisar antara 48.26 % - 92.37 %,
warna mikroenkapsulat berkisar antara 12.91 – 32.28 (+b), warna larutan dengan
lovibond berkisar antara 9.0-10.2 (yellow), kadar minyak terkapsul 2.19 %-18.39 %,
kadar minyak tidak terkapsul 33.3 %-61.79 % dan tingkat kekeringan miroenkapsulat
berkisar 1-4 (kering-basah).
Berdasarkan hasil analisis DX 7, proporsi minyak sawit, maltodekstrin, gelatin
dan CMC berpengaruh secara signifikan pada taraf 5 % terhadap respon retensi
karotenoid, retensi betakaroten, kadar air, warna, minyak terkapsul, minyak tidak
terkapsul, serta tingkat kekeringan dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
respon kelarutan dan warna larutan miroenkapsulat minyak sawit merah. Model
polinomial untuk respon total karoten, beta karoten, warna mikroenkapsulat, warna
larutan, kelarutan, minyak terkapsul dan minyak tidak terkapsul adalah kudratik.
Sedangkan model polinomial untuk respon kadar air dan tingkat kekeringan
mikroenkapsulat minyak sawit merah adalah spesial kubik.
Proses optimasi mikroenkapsulat minyak sawit dengan DX 7 menghasilkan
formula mikroenkapsulat minyak sawit merah optimum adalah mikroenkapsulat dengan
komposisi minyak sebanyak 47.866 %, maltodekstrin sebanyak 34.819 %, gelatin
sebanyak 13.315 %, dan CMC sebanyak 4 % dengan nilai
desirability
sebesar 0.622741.
Hal ini berarti bahwa kemampuan formula untuk menghasilkan mikroenkapsulat yang
sesuai dengan keinginan kita (optimum) dengan tingkat importance 5 (+++++) untuk
respon adalah sebesar 62.2741 %.
SKRIPSI
OPTIMASI FORMULA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH MENGGUNAKAN MALTODEKSTRIN, GELATIN DAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE DENGAN PROSES THIN LAYER
DRYING
Oleh
MARTIN SIMANJUNTAK F24103031
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OPTIMASI FORMULA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH MENGGUNAKAN MALTODEKSTRIN, GELATIN DAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE DENGAN PROSES THIN LAYER
DRYING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
MARTIN SIMANJUNTAK F24103031
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Martin Simanjuntak. F24103031. Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Menggunakan Maltodekstrin, Gelatin Dan Carboxymethyl Cellulose
dengan Proses Thin Layer Drying. Di bawah bimbingan Tien R Muchtadi dan Dede R Adawiyah.
RINGKASAN
Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas penghasil minyak unggulan Indonesia memiliki banyak keunggulan lain yang dapat dieksploitasi sebagai bahan food ingridient. Tingginya kandungan karotenoid pada minyak sawit yaitu 500 – 700 ppm (yang didominasi oleh ß-karoten) menyebabkan produk minyak sawit memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber provitamin A dan pewarna kuning/jingga. Kelemahan dari komponen ß-karoten adalah sifatnya yang tidak tahan terhadap kondisi lingkungan seperti panas dan proses oksidasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan proses penyalutan atau dikenal dengan istilah proses enkapsulasi.
Salah satu proses yang penting dalam mikroenkapsulasi adalah proses pengeringan. Teknik yang sering digunakan adalah spray drying dan ekstrusi. Kedua alat ini umumnya memerlukan aplikasi suhu dan tekanan tinggi. Dengan demikian proses pengeringan tersebut mempunyai resiko kerusakan pada produk enkapsulasi terutama untuk produk-produk yang sensitif akan panas seperti, flavor, karoten, minyak ikan omega-3 dan lain-lain. Selain itu proses dengan teknik ini membutuhkan biaya yang relatif mahal karena membutuhkan asupan energi yang lebih tinggi. Untuk itu diperlukan suatu alternatif alat pengering lain yang mengoptimasi antara kualitas produk kering yang dihasilkan dengan biaya operasionalnya. Salah satu teknik yang cocok adalah pengeringan lapisan tipis (thin layer drying).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengeringan lapis tipis dan mendapatkan formulasi yang tepat untuk menghasilkan mikrokapsul yang mampu mempertahankan karoten dalam minyak sawit dengan retensi tinggi dan juga memiliki karakateristik yang baik sehingga mudah untuk diaplikasikan sebagai food ingridient.
Penelitian ini terbagi menjadi penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengkaji alat pengering lapis tipis, persiapan bahan baku (fraksinasi dan analisis CPO, pemilihan bahan penyalut,pembuatan mikroenkapsulat, perancangan formula dengan program DX 7). Penelitian utama dilakukan untuk merancang formula, menganalisis setiap respon, mengoptimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan menggunakan program DX 7 dengan respon retensi karoten, retensi betakaroten, kadar air, kelarutan, warna mikroenkapsulat, warna larutan, kadar minyak terkapsul, kadar minyak tidak terkapsul, dan tingkat kekeringan mikroenkapsulat dan melakukan uji coba terhadap formula optimum.
CMC sebesar 0 %dan 6 %. Hasil dari penelitian pendahuluan ini akan digunakan dalam rancangan formula dengan menggunakan program DX 7.
Berdasarkan analisis formula hasil rancangan dengan DX 7, diperoleh nilai respon kadar karoten mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan proses
thin layer drying berkisar antara 230.69-581.26 ppm dengan retensi 38.06-97.53 % , kadar betakaroten 100.48 hingga 210.18 ppm dengan retensi 33.50-70.09 %, kadar air berkisar antara 0.38 % - 4.83 %, kelarutan mikroenkapsulat berkisar antara 48.26 % - 92.37 %, warna mikroenkapsulat berkisar antara 12.91 – 32.28 (+b), warna larutan dengan lovibond berkisar antara 9.0-10.2 (yellow), kadar minyak terkapsul 2.19 18.39 %, kadar minyak tidak terkapsul 33.3 %-61.79 % dan tingkat kekeringan miroenkapsulat berkisar 1-4 (kering-basah).
Berdasarkan hasil analisis DX 7, proporsi minyak sawit, maltodekstrin, gelatin dan CMC berpengaruh secara signifikan pada taraf 5 % terhadap respon retensi karotenoid, retensi betakaroten, kadar air, warna, minyak terkapsul, minyak tidak terkapsul, serta tingkat kekeringan dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap respon kelarutan dan warna larutan miroenkapsulat minyak sawit merah. Model polinomial untuk respon total karoten, beta karoten, warna mikroenkapsulat, warna larutan, kelarutan, minyak terkapsul dan minyak tidak terkapsul adalah kudratik. Sedangkan model polinomial untuk respon kadar air dan tingkat kekeringan mikroenkapsulat minyak sawit merah adalah spesial kubik.
Proses optimasi mikroenkapsulat minyak sawit dengan DX 7 menghasilkan formula mikroenkapsulat minyak sawit merah optimum adalah mikroenkapsulat dengan komposisi minyak sebanyak 47.866 %, maltodekstrin sebanyak 34.819 %, gelatin sebanyak 13.315 %, dan CMC sebanyak 4 % dengan nilai desirability sebesar 0.622741. Hal ini berarti bahwa kemampuan formula untuk menghasilkan mikroenkapsulat yang sesuai dengan keinginan kita (optimum) dengan tingkat importance 5 (+++++) untuk respon adalah sebesar 62.2741 %.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OPTIMASI PROSES PRODUKSI MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH MENGGUNAKAN MALTODEKSTRIN, GELATIN DAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE DENGAN PROSES THIN LAYER
DRYING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
MARTIN SIMANJUNTAK F24103031
Dilahirkan pada tanggal 01 Maret 1985 di Tanjung Pura Tanggal Lulus: 22 November 2007
Menyetujui, Bogor, November 2007
Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MS Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Tanjung Pura pada tanggal 1 Maret 1985. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak Drs. Aminton Simanjuntak dan Ibu Dameria Br Sinaga. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri 03 Tanjung Pura Kabupaten Langkat (SUMUT) pada tahun 1991-1997, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTPN 1 Tanjung Pura pada tahun 1997-2000, serta SMUN 2 Pematang Siantar pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2003 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (FATETA-IPB).
Selama menduduki bangku perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non akademik. Dalam kegiatan akademik, penulis pernah menjadi Asisten Agama Kristen Protestan pada tahun 2004 dan Koordinator Asisten Teknologi Penyimpanan Pangan pada tahun 2007, guru privat kalkulus dan matematika dasar TPB IPB tahun 2004 dan melakukan kuliah kerja nyata di Desa Purwasari Bogor tahun 2006. Dalam kegiatan non akademik, penulis pernah menjadi anggota Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) tahun 2004-2005. Penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan seperti BAUR tahun 2005, LCTIP XII tahun 2006, Koordinator dana retreat komisi pembinaan dan pemuridan PMK IPB 2004, Ketua makrab ikatan mahasiwa daerah Siantar tahun 2005 dan Ketua retreat kelompok kecil pemuridan PMK IPB tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan kasih karunia, berkat, dan penyertaan Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ” Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak sawit Merah Menggunakan Maltodekstrin, Gelatin dan Carboxymethyl Cellulose dengan Proses Thin Layer Drying” Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
pengarahan, dan masukan serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama kuliah sampai pada penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Dede R Adawiyah, Msi selaku dosen pembimbing skripsi, atas segala perhatian dan kesabarannya yang membimbing penulis selama melakukan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA atas kesediaannya sebagai dosen penguji. 4. Bapak, Mama , Kak Martha dan Bang Roy, Abangku Erickson, adik-adikku
Rikky, Vera, Retno dan Eko atas segala dukungan yang tidak ternilai harganya baik secara fisik dan moril, kasih sayang, cinta yang begitu besar, dan keceriaan, serta untuk keluarga besar yang telah memberi semangat bagi penulis.
5. Rosmawanty ’’hasianku” atas doa, cinta kasih dan ketulusan hatinya yang telah banyak mendukung dan menyemangati penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi. Juga Tulang, Nantulang, Maria dan Daniel. 6. Pak Ade, Mbak Yuli Maksi, Mbak Yuli LJA, Pak Soenar, Mas Eko yang telah
banyak membantu penulis selama berada di Departemen ITP.
7. RUSNAS Industri Hilir Kelapa Sawit, atas bantuan dana yang telah mencukupi penulis dalam pengadaan dan penggunaan bahan-bahan selama penelitian.
SKRIPSI
OPTIMASI FORMULA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH MENGGUNAKAN MALTODEKSTRIN, GELATIN DAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE DENGAN PROSES THIN LAYER
DRYING
Oleh
MARTIN SIMANJUNTAK F24103031
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Martin Simanjuntak. F24103031.
Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak Sawit
Merah Menggunakan Maltodekstrin, Gelatin Dan
Carboxymethyl Cellulose
dengan
Proses
Thin Layer Drying
. Di bawah bimbingan Tien R Muchtadi dan Dede R Adawiyah.
RINGKASAN
Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas penghasil minyak unggulan Indonesia
memiliki banyak keunggulan lain yang dapat dieksploitasi sebagai bahan
food ingridient
.
Tingginya kandungan karotenoid pada minyak sawit yaitu 500 – 700 ppm (yang
didominasi oleh ß-karoten) menyebabkan produk minyak sawit memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai sumber provitamin A dan pewarna kuning/jingga. Kelemahan dari
komponen ß-karoten adalah sifatnya yang tidak tahan terhadap kondisi lingkungan
seperti panas dan proses oksidasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
proses penyalutan atau dikenal dengan istilah proses enkapsulasi.
Salah satu proses yang penting dalam mikroenkapsulasi adalah proses
pengeringan. Teknik yang sering digunakan adalah
spray drying
dan ekstrusi. Kedua alat
ini umumnya memerlukan aplikasi suhu dan tekanan tinggi. Dengan demikian proses
pengeringan tersebut mempunyai resiko kerusakan pada produk enkapsulasi terutama
untuk produk-produk yang sensitif akan panas seperti, flavor, karoten, minyak ikan
omega-3 dan lain-lain. Selain itu proses dengan teknik ini membutuhkan biaya yang
relatif mahal karena membutuhkan asupan energi yang lebih tinggi. Untuk itu diperlukan
suatu alternatif alat pengering lain yang mengoptimasi antara kualitas produk kering yang
dihasilkan dengan biaya operasionalnya. Salah satu teknik yang cocok adalah
pengeringan lapisan tipis (
thin layer drying
).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengeringan lapis tipis dan
mendapatkan formulasi yang tepat untuk menghasilkan mikrokapsul yang mampu
mempertahankan karoten dalam minyak sawit dengan retensi tinggi dan juga memiliki
karakateristik yang baik sehingga mudah untuk diaplikasikan sebagai
food ingridient.
Penelitian ini terbagi menjadi penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengkaji alat pengering lapis tipis, persiapan
bahan baku (fraksinasi dan analisis CPO, pemilihan bahan penyalut,pembuatan
mikroenkapsulat, perancangan formula dengan program DX 7). Penelitian utama
dilakukan untuk merancang formula, menganalisis setiap respon, mengoptimasi formula
mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan menggunakan program DX 7 dengan
respon retensi karoten, retensi betakaroten, kadar air, kelarutan, warna mikroenkapsulat,
warna larutan, kadar minyak terkapsul, kadar minyak tidak terkapsul, dan tingkat
kekeringan mikroenkapsulat dan melakukan uji coba terhadap formula optimum.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, maka kisaran jumlah minyak yang
masih dapat ditambahkan ke formula yaitu 90-150 %, konsentrasi minimum dan
maksimum maltodekstrin sebesar 30% dan 70%, konsentrasi maksimum dan minimum
gelatin sebesar 5% dan 30% serta konsentrasi minimum dan maksimum CMC sebesar 0
%dan 6 %. Hasil dari penelitian pendahuluan ini akan digunakan dalam rancangan
formula dengan menggunakan program DX 7.
betakaroten 100.48 hingga 210.18 ppm dengan retensi 33.50-70.09 %, kadar air berkisar
antara 0.38 % - 4.83 %, kelarutan mikroenkapsulat berkisar antara 48.26 % - 92.37 %,
warna mikroenkapsulat berkisar antara 12.91 – 32.28 (+b), warna larutan dengan
lovibond berkisar antara 9.0-10.2 (yellow), kadar minyak terkapsul 2.19 %-18.39 %,
kadar minyak tidak terkapsul 33.3 %-61.79 % dan tingkat kekeringan miroenkapsulat
berkisar 1-4 (kering-basah).
Berdasarkan hasil analisis DX 7, proporsi minyak sawit, maltodekstrin, gelatin
dan CMC berpengaruh secara signifikan pada taraf 5 % terhadap respon retensi
karotenoid, retensi betakaroten, kadar air, warna, minyak terkapsul, minyak tidak
terkapsul, serta tingkat kekeringan dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
respon kelarutan dan warna larutan miroenkapsulat minyak sawit merah. Model
polinomial untuk respon total karoten, beta karoten, warna mikroenkapsulat, warna
larutan, kelarutan, minyak terkapsul dan minyak tidak terkapsul adalah kudratik.
Sedangkan model polinomial untuk respon kadar air dan tingkat kekeringan
mikroenkapsulat minyak sawit merah adalah spesial kubik.
Proses optimasi mikroenkapsulat minyak sawit dengan DX 7 menghasilkan
formula mikroenkapsulat minyak sawit merah optimum adalah mikroenkapsulat dengan
komposisi minyak sebanyak 47.866 %, maltodekstrin sebanyak 34.819 %, gelatin
sebanyak 13.315 %, dan CMC sebanyak 4 % dengan nilai
desirability
sebesar 0.622741.
Hal ini berarti bahwa kemampuan formula untuk menghasilkan mikroenkapsulat yang
sesuai dengan keinginan kita (optimum) dengan tingkat importance 5 (+++++) untuk
respon adalah sebesar 62.2741 %.
SKRIPSI
OPTIMASI FORMULA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH MENGGUNAKAN MALTODEKSTRIN, GELATIN DAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE DENGAN PROSES THIN LAYER
DRYING
Oleh
MARTIN SIMANJUNTAK F24103031
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OPTIMASI FORMULA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH MENGGUNAKAN MALTODEKSTRIN, GELATIN DAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE DENGAN PROSES THIN LAYER
DRYING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
MARTIN SIMANJUNTAK F24103031
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Martin Simanjuntak. F24103031. Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Menggunakan Maltodekstrin, Gelatin Dan Carboxymethyl Cellulose
dengan Proses Thin Layer Drying. Di bawah bimbingan Tien R Muchtadi dan Dede R Adawiyah.
RINGKASAN
Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas penghasil minyak unggulan Indonesia memiliki banyak keunggulan lain yang dapat dieksploitasi sebagai bahan food ingridient. Tingginya kandungan karotenoid pada minyak sawit yaitu 500 – 700 ppm (yang didominasi oleh ß-karoten) menyebabkan produk minyak sawit memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber provitamin A dan pewarna kuning/jingga. Kelemahan dari komponen ß-karoten adalah sifatnya yang tidak tahan terhadap kondisi lingkungan seperti panas dan proses oksidasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan proses penyalutan atau dikenal dengan istilah proses enkapsulasi.
Salah satu proses yang penting dalam mikroenkapsulasi adalah proses pengeringan. Teknik yang sering digunakan adalah spray drying dan ekstrusi. Kedua alat ini umumnya memerlukan aplikasi suhu dan tekanan tinggi. Dengan demikian proses pengeringan tersebut mempunyai resiko kerusakan pada produk enkapsulasi terutama untuk produk-produk yang sensitif akan panas seperti, flavor, karoten, minyak ikan omega-3 dan lain-lain. Selain itu proses dengan teknik ini membutuhkan biaya yang relatif mahal karena membutuhkan asupan energi yang lebih tinggi. Untuk itu diperlukan suatu alternatif alat pengering lain yang mengoptimasi antara kualitas produk kering yang dihasilkan dengan biaya operasionalnya. Salah satu teknik yang cocok adalah pengeringan lapisan tipis (thin layer drying).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengeringan lapis tipis dan mendapatkan formulasi yang tepat untuk menghasilkan mikrokapsul yang mampu mempertahankan karoten dalam minyak sawit dengan retensi tinggi dan juga memiliki karakateristik yang baik sehingga mudah untuk diaplikasikan sebagai food ingridient.
Penelitian ini terbagi menjadi penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengkaji alat pengering lapis tipis, persiapan bahan baku (fraksinasi dan analisis CPO, pemilihan bahan penyalut,pembuatan mikroenkapsulat, perancangan formula dengan program DX 7). Penelitian utama dilakukan untuk merancang formula, menganalisis setiap respon, mengoptimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan menggunakan program DX 7 dengan respon retensi karoten, retensi betakaroten, kadar air, kelarutan, warna mikroenkapsulat, warna larutan, kadar minyak terkapsul, kadar minyak tidak terkapsul, dan tingkat kekeringan mikroenkapsulat dan melakukan uji coba terhadap formula optimum.
CMC sebesar 0 %dan 6 %. Hasil dari penelitian pendahuluan ini akan digunakan dalam rancangan formula dengan menggunakan program DX 7.
Berdasarkan analisis formula hasil rancangan dengan DX 7, diperoleh nilai respon kadar karoten mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan proses
thin layer drying berkisar antara 230.69-581.26 ppm dengan retensi 38.06-97.53 % , kadar betakaroten 100.48 hingga 210.18 ppm dengan retensi 33.50-70.09 %, kadar air berkisar antara 0.38 % - 4.83 %, kelarutan mikroenkapsulat berkisar antara 48.26 % - 92.37 %, warna mikroenkapsulat berkisar antara 12.91 – 32.28 (+b), warna larutan dengan lovibond berkisar antara 9.0-10.2 (yellow), kadar minyak terkapsul 2.19 18.39 %, kadar minyak tidak terkapsul 33.3 %-61.79 % dan tingkat kekeringan miroenkapsulat berkisar 1-4 (kering-basah).
Berdasarkan hasil analisis DX 7, proporsi minyak sawit, maltodekstrin, gelatin dan CMC berpengaruh secara signifikan pada taraf 5 % terhadap respon retensi karotenoid, retensi betakaroten, kadar air, warna, minyak terkapsul, minyak tidak terkapsul, serta tingkat kekeringan dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap respon kelarutan dan warna larutan miroenkapsulat minyak sawit merah. Model polinomial untuk respon total karoten, beta karoten, warna mikroenkapsulat, warna larutan, kelarutan, minyak terkapsul dan minyak tidak terkapsul adalah kudratik. Sedangkan model polinomial untuk respon kadar air dan tingkat kekeringan mikroenkapsulat minyak sawit merah adalah spesial kubik.
Proses optimasi mikroenkapsulat minyak sawit dengan DX 7 menghasilkan formula mikroenkapsulat minyak sawit merah optimum adalah mikroenkapsulat dengan komposisi minyak sebanyak 47.866 %, maltodekstrin sebanyak 34.819 %, gelatin sebanyak 13.315 %, dan CMC sebanyak 4 % dengan nilai desirability sebesar 0.622741. Hal ini berarti bahwa kemampuan formula untuk menghasilkan mikroenkapsulat yang sesuai dengan keinginan kita (optimum) dengan tingkat importance 5 (+++++) untuk respon adalah sebesar 62.2741 %.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OPTIMASI PROSES PRODUKSI MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH MENGGUNAKAN MALTODEKSTRIN, GELATIN DAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE DENGAN PROSES THIN LAYER
DRYING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
MARTIN SIMANJUNTAK F24103031
Dilahirkan pada tanggal 01 Maret 1985 di Tanjung Pura Tanggal Lulus: 22 November 2007
Menyetujui, Bogor, November 2007
Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MS Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Tanjung Pura pada tanggal 1 Maret 1985. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak Drs. Aminton Simanjuntak dan Ibu Dameria Br Sinaga. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri 03 Tanjung Pura Kabupaten Langkat (SUMUT) pada tahun 1991-1997, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTPN 1 Tanjung Pura pada tahun 1997-2000, serta SMUN 2 Pematang Siantar pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2003 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (FATETA-IPB).
Selama menduduki bangku perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non akademik. Dalam kegiatan akademik, penulis pernah menjadi Asisten Agama Kristen Protestan pada tahun 2004 dan Koordinator Asisten Teknologi Penyimpanan Pangan pada tahun 2007, guru privat kalkulus dan matematika dasar TPB IPB tahun 2004 dan melakukan kuliah kerja nyata di Desa Purwasari Bogor tahun 2006. Dalam kegiatan non akademik, penulis pernah menjadi anggota Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) tahun 2004-2005. Penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan seperti BAUR tahun 2005, LCTIP XII tahun 2006, Koordinator dana retreat komisi pembinaan dan pemuridan PMK IPB 2004, Ketua makrab ikatan mahasiwa daerah Siantar tahun 2005 dan Ketua retreat kelompok kecil pemuridan PMK IPB tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan kasih karunia, berkat, dan penyertaan Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ” Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak sawit Merah Menggunakan Maltodekstrin, Gelatin dan Carboxymethyl Cellulose dengan Proses Thin Layer Drying” Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
pengarahan, dan masukan serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama kuliah sampai pada penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Dede R Adawiyah, Msi selaku dosen pembimbing skripsi, atas segala perhatian dan kesabarannya yang membimbing penulis selama melakukan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA atas kesediaannya sebagai dosen penguji. 4. Bapak, Mama , Kak Martha dan Bang Roy, Abangku Erickson, adik-adikku
Rikky, Vera, Retno dan Eko atas segala dukungan yang tidak ternilai harganya baik secara fisik dan moril, kasih sayang, cinta yang begitu besar, dan keceriaan, serta untuk keluarga besar yang telah memberi semangat bagi penulis.
5. Rosmawanty ’’hasianku” atas doa, cinta kasih dan ketulusan hatinya yang telah banyak mendukung dan menyemangati penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi. Juga Tulang, Nantulang, Maria dan Daniel. 6. Pak Ade, Mbak Yuli Maksi, Mbak Yuli LJA, Pak Soenar, Mas Eko yang telah
banyak membantu penulis selama berada di Departemen ITP.
7. RUSNAS Industri Hilir Kelapa Sawit, atas bantuan dana yang telah mencukupi penulis dalam pengadaan dan penggunaan bahan-bahan selama penelitian.
9. Yoga dan Kaninta, teman satu bimbingan dan penelitian. Thanks untuk bantuan, kebersamaan, motivasi, dan dukungan selama ini.
10.Anak-anak team sawit (Kaninta, Dhani, Her-her dan Udjo), thanks untuk kebersamaannya yang telah sama-sama berjuang. Tetap semangat!!
11.Teman-teman ’40 Erick Simamora, Andal, Meiko, Dion, Step, Lasty, Hendy, Nooy, Agnes, Acha, Ina, Tuti, Eko, Fena, Gilang, Tillo, Chusni, Tathan, Bos, Jeng-jeng, dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu juga teman-teman ’41.
12.Anak-anak kelompok kecilku Ivan, Waisak, Ben Hansen dan Willy. Terimakasih atas dukungan dan motivasinya.
13.Simanjuntaker’s, Uda dan Inang uda Gustaf Simanjuntak atas doa dan perhatiannya yang telah memotivasi penulis. Gunawan, Jhonner, Riris, Yanti, B’Daus, Gusti, terimakasih buat kebersamaannya.
14.Anak-anak P10, B’Daud, B’Edo, B’Gusman, K’Lia, K’Imel, K’Menti, K’Eri, K’Erda, Paskah, Merlin, Rocky, Febrian, Bernat, David, Gea, Agus, Riris . Thanks sudah menjadi keluarga keduaku.
15.Para laboran yang telah dengan sabar dan telaten membantu dan membimbing penulis melakukan penelitian : Pak Gatot, Pak Wahid, Pak Iyas, Pak Nur, Pak Koko, Bu Rubiyah, Pak Sidik, Bu Antin, Mas Edi, Teh Ida, Pak Sobirin, dan Mba Ari.
16. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh sempurna dan perlu banyak masukan serta saran. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap pengembangan ilmu dan teknologi khususnya dalam bidang Ilmu dan Teknologi Pangan.
Bogor, November 2007
DAFTAR ISI
Halaman KATAPENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iii DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR...viii DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN ... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN ... 3 C. MANFAAT ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4 A. MINYAK SAWIT ... 4 B. MINYAK MERAH ... 6 C. MIKROENKAPSULASI DAN TEKNIK MIKROENKAPSULASI ... 7 1. Mikrokapsul ... 7 2. Teknik Mikroenkapsulasi ... 8 D. MALTODEKSTRIN ... 10 E. GELATIN ... 12 F. CMC(Carboxy Methyl Cellulose) ... 15 G. THIN LAYER DRYING ... 16 H. OPTIMASI ... 19 1. Pengertian dan Tujuan Optimasi ... 19 2. Design Expert V.7 ... 19
2. Alat ... 22 B. METODE ... 23 1.Penelitian Pendahuluan ... 23 a. Pengkajian Kondisi Pengeringan... 23 b. Persiapan Bahan Baku ... 23 c. Pembuatan Mikroenkapsulat ... 23 d. Penetapan kisaran jumlah minyak dan bahan Penyalut ... 25 2.Penelitian utama (Perancangan Formula, Formulasi, analisis respon
Optimasi, Uji coba Formula Optimum ... 25
C. ANALISIS ... 28 1.Bilangan Iod ... 28 2.Penentuan Asam Lemak Bebas sebagai Asam Palmitat ... 28 3. Kadar Lemak tidak Terkapsul ... 28 4.Kadar Minyak dalam Mikrokapsul ... ... 29 5.Karotenoid ... 30 6. Beta Karoten ... 30 7.Kadar air ... 31 8.Kadar Abu ... 31 9.Kelarutan ... 32 9.Warna Larutan ... 32 10.Warna Mikroenkapsulat ... 32 11.Tingkat Kekeringan (oily) ... 33
2. Penelitian Utama ... 48 a. Rancangan Formula DX 7 ... 48 b. Formulasi ... 49 c. Analisis Respon ... 50 1. Retensi karotenoid ... 51 2. Retensi betakaroten ... 55 3. Kadar Air ... 59 4. Kelarutan ... 63 5. Warna Mikroenkapsulat ... 64 6. Warna Larutan ... 68 7. Minyak Terkapsul ... 69 8. Minyak Tidak Terkapsul ... 73 9. Tingkat kekeringan (oily) ... 75 d. Optimasi ... 79 e. Uji coba Formula Optimum (terpilih) ... 83
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi Panjang Rantai Karbon Asam Lemak Pada Minyak ... 5
Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Pada Minyak sawit ... 5
Tabel 3. Kandungan Karotenoid Pada berbagai Fraksi Minyak sawit ... 6
Tabel 4. Rentang Ukuran Mikrokapsul Dari Beberapa
Proses Mikroenkapsulasi ... 7
Tabel 5. Bahan Pengenkapsulasi ... 10
Tabel 6. Penggunaan Gelatin Pada Industri Pangan Dan Nonpangan di Dunia ... 15
Tabel 7. Peningkatan Karoten Dengan Fraksinasi ... 37
Tabel 8. Perbandingan Hasil Analisis Mutu Minyak sawit dengan SNI... 38
Tabel 9. Perbandingan Mutu bahan penyalut dengan Mutu SNI ... 42
Tabel 10. Kisaran konsentrasi masing-masing komponen penyusun
Mikroenkapsulat Minyak Merah ... 48
Tabel 11.Rancangan Formula Mikroenkapsulat Minyak Merah
dengan Program DX 7 ... 50
Tabel 12. Nilai respon total karoten pada 25 Formula Mikroenkapsulat
Minyak Merah ... 52
Tabel 13. Fraksi karotenoid minyak sawit ... 55
Tabel 14. Nilai respon kadar dan retensi Betakaroten pada 25 Formula
Mikroenkapsulat...56
Tabel 15. Nilai respon Kadar Air pada 25 Formula
Mikroenkapsulat Minyak Merah...60
Tabel 16. Nilai respon Kelarutan pada 25 Formula
Mikroenkapsulat Minyak Merah...63
Tabel 17. Nilai respon warna Mikroenkapsulat pada 25 Formula
Mikroenkapsulat Minyak Merah...65
Tabel 18. Nilai respon warna Larutan pada 25 Formula
Tabel 19. Nilai respon Minyak Terkapsul pada 25 Formula
Mikroenkapsulat Minyak Merah...70
Tabel 20. Nilai respon Minyak Tidak Terkapsul pada
25 Formula Mikroenkapsulat Minyak Merah...73
Tabel 21. Nilai respon Tingkat kekeringan pada 25 Formula
Mikroenkapsulat Minyak Merah...76
Tabel 22. Sembilan Formula hasil Optimasi dengan DX 7...81
Tabel 23. Perbandingan Nilai Pengukuran dengan Nilai Prediksi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proyeksi Ekspor CPO Indonesia 2000-2010 ... 2
Gambar 2. Pohon dan Buah Sawit ... 4
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi maltodekstrin ... 11
Gambar 4. Struktur Kimia Gelatin ... 13
Gambar 5. Struktur Kimia CMC (Carboxy Methyl Cellulose) ... 15 Gambar 6. Thin Layer Drying ... 18 Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah ... 24
Gambar 8. Skema Prosedur Penelitian ... 27
Gambar 9. (a) Oven Pengering dan (b) rak oven pengering ... 35
Gambar 10. Grafik hubungan Suhu dan RH oven pengering pada rak 5 ... 35
Gambar 11. (a) Crude palm oil; (b) fraksi olein CPO; (c) minyak sawit merah hasil fraksinasi ... 39
Gambar 12. Grafik Kombinasi Bahan Penyalut Terhadap Jumlah Minyak ... 40
Gambar 13. Bahan penyalut maltodekstrin (a), gelatin (b) dan CMC (c) ... 42
Gambar 14. Homogenizer Ultra Turax ... 43 Gambar 15. Tahap Mikroenkapsulasi dengan Thin Layer : (a) emulsi;
(b) pembentukan lapisan dan pengeringan; (c)
mikroenkapsulat ... 45
Gambar 16. Emulsi yang tidak stabil (kiri) dan yang stabil (kanan) ... 47
Gambar 17. Grafik countour plot hasil uji respon retensi karoten ... 54 Gambar 18. Grafik tiga dimensi hasil uji respon retensi karoten. ... 54
Gambar 19. Struktur Beta karoten ... 55
Gambar 21. Grafik tiga hasil uji respon retensi beta karoten ... 59
Gambar 22. Grafik contour plot hasil uji respon kadar air ... 62 Gambar 23. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kadar air ... 62
Gambar 24. Alat penyaring vakum untuk analisis kelarutan mikroenkapsulat...63
Gambar 25. Grafik contour plot hasil uji respon warna...67 Gambar 26. Grafik tiga dimensi hasil uji respon warna... 68
Gambar 27. Larutan Mikroenkapsulat...68
Gambar 28. Grafik contour plot hasil uji respon minyak terkapsul ... 72 Gambar 29. Grafik tiga dimensi hasil uji respon minyak terkapsul ... 72
Gambar 30. Grafik contour plot hasil uji respon minyak tidak terkapsul ... 74 Gambar 31. Grafik tiga dimensi hasil uji respon minyak tidak terkapsul ... 75
Gambar 32. Tingkat kekeringan (oily) mikroenkapsulat minyak sawit merah ... 76 Gambar 33. Grafik contour plot hasil uji respon tingkat kekeringan ... 78 Gambar 34. Grafik tiga dimensi hasil uji respon tingkat kekeringan ... 78
Gambar 35. Grafik contour plot yang menunjukkan nilai
desirability Mikroenkapsulat minyak sawit merah
dengan formula optimal...82
Gambar 36. Grafik tiga dimensi yang menunjukkan nilai
desirability mikroenkapsulat minyak sawit merah
formula optimal...82
Gambar 37. Mikroenkapsulat minyak sawit merah formula optimum ... 83
Gambar 38. Contour plot yang menggambarkan nilai prediksi respon
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1a. Penentuan Batas maksimum dan minimum minyak dan
maltodekstrin ... 94
Lampiran 1b. Penentuan batas maksimum dan minimum gelatin dan CMC…….95
Lampiran 2. Design Actual program DX7 ... 96 Lampiran 3a. Penampakan mikroenkapsulat formula 1-15...100
Lampiran 3b. Penampakan mikroenkapsulat formula 16-25...101
Lampiran 4. Design summary program DX 7 ... 102
Lampiran 5a. Data uji organoleptik terhadap kekeringan (oily) produk
formula 1-12 ... 103
Lampiran 5b. Data uji organoleptik terhadap kekeringan (oily) produk
formula 13-25...104
Lampiran 6.Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
Retensi karoten ... 105
Lampiran 7. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
Retensi betakaroten...106
Lampiran 8. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
Kadar Air ... 107
Lampiran 9. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
Kelarutan mikroenkapsulat ... 108
Lampiran 10. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial
respon Warna mikroenkapsulat...109
Lampiran 11. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon warna larutan...110
Lampiran 12. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
Minyak Terkapsul...111
Lampiran 13. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
Minyak tidak terkapsul...112
Lampiran 14. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon
Lampiran 15. Numerical optimation Mikroenkapsulat Formula optimum……..114 Lampiran 16. Point Prediction Mikroenkapsulat formula optimum…………...115 Lampiran 17a. Pengukuran Nilai RH pada Suhu 55 oC pada masing-masing
rak didalam oven pengering...116
Lampiran 17b. Grafik Hubungan antara RH dan Suhu oven………...119
Lampiran 18. Blanko pengujian organoleptik Mikroenkapsulat
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu masalah gizi utama yang masih dihadapi Indonesia adalah
KVA (Kekurangan Vitamin A) yang banyak diderita oleh anak-anak.
Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai prevalensi tertinggi
terhadap penyakit avitaminosis ini diantara negara-negara berkembang lainnya.
Untuk itu diperlukan sekali penggunaan sumber-sumber vitamin A untuk
menanggulangi masalah ini, salah satunya yaitu dengan minyak sawit karena
mengingat jumlah produksi minyak sawit Indonesia yang setiap tahun terus
meningkat.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar
di dunia. Volume ekspor minyak sawit menunjukkan peningkatan yang cukup
besar setiap tahunnya. Pada tahun 2001, volume ekspor minyak sawit sebesar
4 903 218 ton dengan nilai ekspor US$ 1 080 906 dan terus meningkat setiap
tahunnya. Besarnya peningkatan volume ekspor minyak sawit Indonesia
dipengaruhi oleh bertambahnya luas areal pengusahaan kelapa sawit. Pada tahun
2001, areal perkebunan seluruh Indonesia menurut status pengusahaannya seluas
4 713 435 ha dan meningkat menjadi 5 597 158 ha pada tahun 2004 (Direktorat
Jendral Perkebunan, 2006).
Peningkatan areal perkebunan sawit menyebabkan peningkatan produksi
dan ekspor CPO. Dari data tahun 1998 diperkirakan produksi CPO sejumlah 5.7
juta ton. Dari jumlah tersebut sekitar 3.2 juta ton (54%) diperlukan untuk
konsumsi lokal yang meliputi 2.6 juta ton untuk industri minyak makan dan 0.6
juta ton untuk industri lain. Sedangkan sisa produksi CPO yaitu sekitar 2.5 juta
ton digunakan untuk ekspor. Setiap tahunnya terus terjadi peningkatan produksi
dan ekspor CPO Indonesia. Proyeksi ekspor CPO Indonesia tahun 2000-2010
dapat dilihat pada Gambar1.
Belum kuatnya industri hilir kelapa sawit atau karena rendahnya kapasitas
dari industri pengolah, berimplikasi pada ekspor sawit indonesia dalam bentuk
dikelompokkan menjadi produk pangan sejumlah 90 % dan produk non-pangan
sejumlah 10 % berupa produk-produk sabun dan oleokimia
Gambar 1. Proyeksi Ekspor CPO Indonesia, 2000-2010 (BPSN, 2003)
Sekitar 90 % minyak sawit selama ini digunakan sebagai bahan pangan
seperti minyak goreng, margarine, shortening, minyak salad dan sebagainya.
Sisanya yang 10 % lagi digunakan untuk industri non-pangan seperti
produk-produk kosmetik oleokimia dan sebagainya (Kosasih dan Harsono, 1991). Nilai
tambah yang dapat diperoleh dalam minyak sawit dibandingkan dengan minyak
yang lain adalah kandungan karotennya yang berwarna merah-kuning, yang
setara dengan 60.000 IU aktivitas vitamin A. Namun, selama ini pada proses
pengolahan, warna merah dalam minyak sawit dihilangkan untuk memperoleh
minyak goreng jernih.
Minyak sawit memiliki banyak keunggulan yang dapat dieksploitasi
sedemikian rupa untuk produk-produk farmasetikal dan nutraseutikal, di
antaranya karoten dan tokoferol. Kandungan karoten di dalam minyak sawit
berkisar antara 400 – 700 ppm dan tokoferol (vitamin E) berkisar antara 500 –
700 ppm (Muchtadi, 1992).
Karoten pada minyak sawit merupakan komponen minor yang
bermanfaat bagi kesehatan antara lain untuk menanggulangi kebutaan karena
xeroftalmia, mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan
dini, meningkatkan imunisasi tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit
tokoferol (vitamin E) yang tinggi. Dengan semakin populernya penggunaan
senyawa alami untuk bahan suplemen kesehatan, maka karoten dan tokoferol
sawit memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan di masa depan.
Senyawa beta-karoten memiliki sifat yang sangat labil terhadap panas
dan reaksi oksidasi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk melindungi
senyawa tersebut dari lingkungan sekitarnya yang dapat menyebabkan
terjadinya reaksi oksidasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan cara melindunginya dalam matriks polimer yang biasanya disebut
dengan proses enkapsulasi dan jika matriks yang melindungi merupakan
matriks yang berukuran 0.2 µm sampai beberapa milimeter disebut juga
dengan mikroenkapsulasi.
Mikroenkapsulasi minyak sawit merah akan menghasilkan produk dalam
bentuk bubuk yang memiliki kandungan beta karoten tinggi dengan stabilitas
yang tinggi selama penyimpanan. Produk dalam bentuk bubuk ini memudahkan
aplikasi penambahan beta karoten pada bermacam-macam produk pangan
sehingga bermanfaat sebagai food inggridient yang fungsional, serta merupakan salah satu upaya diversifikasi produk minyak sawit terutama untuk mengatasi
kekurangan vitamin A di Indonesia.
B. TUJUAN
1. Mengkaji kondisi pengeringan lapis tipis agar dapat digunakan untuk
pengeringan mikroenkapsulat minyak sawit merah.
2. Menentukan proporsi minyak sawit merah, maltodekstrin, gelatin dan
CMC untuk mendapatkan formula mikroenkapsulat optimum.
3. Melakukan uji coba terhadap formula optimum.
C. MANFAAT
1. Memberikan alternatif proses pengeringan mikroenkapsulat minyak sawit
merah dengan thin layer drying.
2. Memperluas pemanfaatan minyak sawit merah sebagai produk suplemen
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINYAK SAWIT
Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yaitu minyak inti sawit
PKO (palm kernel oil) yang diperoleh dari inti kelapa sawit dan minyak kelapa sawit kasar (CPO, crude palm oil) yang diperoleh dari bagian mesokarp kelapa sawit (Ketaren, 1986). Buah kelapa sawit yang digunakan untuk menghasilkan
minyak adalah bagian luar dari daging buah yang dipanaskan menggunakan uap
agar enzim lipolitiknya inaktif, selanjutnya ditekan dan diperas sehingga
menghasilkan minyak sawit kasar (CPO). CPO yang didapatkan mempunyai
tingkat warna merah yang tinggi akibat adanya karoten. Pohon dan buah kelapa
sawit dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Pohon dan Buah Sawit ( www.kompas cyber media.co.id)
Crude Palm Oil (CPO) mengandung karotenoid sebesar 500-700 ppm, dimana komponen utamanya adalah α- dan -karoten (± 90%). Jenis karoten yang
terdapat dalam CPO adalah likopen, α-zeakaroten, -zeakaroten, neurosporen, δ
-karoten, --karoten, fitofluen dan fitoen. -karoten diketahui memiliki aktifitas
provitamin A yang tinggi, dimana satu mol -karoten setara dengan 2 mol retinol
atau vitamin A. Nilai ekuivalen vitamin A dari α-, -, δ-karoten masing-masing
adalah 0.90, 1.67 dan 0.75, sedangkan b-zeakaroten adalah 0.42 (Choo, 1997;
Sundram dan Chanrasekaran, 1997).
cangkang
Minyak sawit mengandung asam-asam lemak. Asam lemak pada minyak
sawit umumnya terdiri dari rantai karbon lurus dengan jumlah atom tertentu dan
atom hidrogen di sepanjang rantai, di ujung serta pada gugus karboksi (-COOH)
di ujung rantai yang lain. Komposisi panjang rantai karbon pada beberapa minyak
[image:35.612.148.477.470.678.2]atau lemak dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1. Komposisi panjang rantai karbon asam lemak pada minyak/lemak.
Minyak /lemak C8-10 C12-14 C16-18 C20-22
Minyak sawit (%) - 2 98 -
Tallow (%) - 4 96 -
PKO (%) 7 62 31 -
Minyak kelapa (%) 14 65 21 -
Sumber : Miyawaki (1998)
Minyak sawit berdasarkan kandungan asam lemaknya digolongkan ke
dalam minyak asam palmitat, karena kandungan asam palmitatnya paling besar
jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya (Ketaren, 1986). Komposisi asam
lemak pada minyak sawit dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. komposisi asam lemak pada minyak sawit.
Asam lemak Berat molekul Persentase (%)
Asam laurat (C12:0) 200 0.1
Asam miristat (C14:0) 228 1.0
Asam palmitat (C16:0) 256 43.5
Asam palmitoleat (C16:1) 254 0.3
Asam stearat (C18:0) 284 4.3
Asam oleat (C18:1) 282 36.6
Asam linoleat (C18:2) 280 9.1
Asam linolenat (C18:3) 278 0.2
Asam arakidat (C20:1) 312 0.1
B. MINYAK MERAH
Minyak sawit merah adalah minyak fraksi olein yang merupakan hasil
fraksinasi minyak kelapa sawit yang berwarna kuning sampai jingga. Minyak
sawit merah mengandung karoten sebesar 600-1000 ppm (Naibaho, 1990).
Minyak kelapa sawit yang disimpan di tempat dingin dapat terpisah menjadi
dua bagian (fraksi), yaitu fraksi cair disebut olein dan fraksi semi padat
disebut stearin. Menurut Choo et al., (1989), fraksinasi minyak kelapa sawit dapat menghasilkan olein sebesar 70-80% dan stearin 20-30%. Kandungan
karotenoid dalam fraksi olein dapat meningkat 10-20%.
Olein merupakan triasilgliserol yang bertitik cair rendah dan
mengandung asam oleat dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan
stearin. Olein dan stearin mempunyai komposisi asam lemak yang berbeda.
Olein kasar (Crude Palm Olein) dan olein yang telah dimurnikan (Refined, Bleached, and deodorized Olein) umumnya dihasilkan oleh industri pemurnian minyak (Ketaren, 1986). Tabel 3 menunjukkan kandungan
karotenoid pada berbagai fraksi minyak sawit.
Tabel 3. Kandungan Karotenoid Pada Berbagai Fraksi Minyak Sawit
Sumber: (Choo, et al., 1989)
Minyak sawit merah fraksi olein diperoleh dengan memisahkan fraksi
olein (cair) dengan fraksi stearin (padat). Pemisahan dilakukan dengan cara
peningkatan suhu sampai 70oC dan penurunan suhu secara perlahan-lahan
hingga tercapai suhu kamar sambil diagitasi. Pada suhu kamar terjadi
kristalisasi fraksi stearin sehingga fraksi olein yang masih bersifat cair dapat
diperoleh dengan penyaringan vakum (Weiss, 1983).
Fraksi Minyak Sawit Kandungan Karotenoid (ppm)
CPO (Crude Palm Oil) 630-700
Crude Palm Olein 680-760
Crude Palm Stearin 380-540
Residual Oil from Fibre 4000-6000
C. MIKROKAPSUL DAN TEKNIK MIKROENKAPSULASI 1. Mirokapsul
Mikrokapsul adalah suatu tabung atau paket berukuran kecil dan
mempunyai dinding polimer yang menyelaputi dan melindungi
partikel-partikel halus dalam inti. Dinding ini merupakan lapisan film yang tipis,
kaku dan halus yang dihasilkan dari proses mikroenkapsulasi (Kondo, 1979).
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan partikel-partikel
suatu zat inti berbentuk padat, cair maupun gas dengan bahan penyalut
khusus yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat fisika dan kimia
seperti yang dikehendaki (Shargel et al, 1989). Zat aktif yang terkurung
didalam mikrokapsul disebut inti atau core, dimana inti ini dapat berwujud padat, cair atau gas, dengan sifat permukaan hidrofilik atau hidrofobik.
Sedangkan dinding penyalut mikrokapsul disebut skin atau shell, atau film pelindung. Pada umumnya mikrokapsul mempunyai ukuran antara 5-200
mikrometer. Pada beberapa proses dapat dihasilkan mikrokapsul dengan
ukuran 0.2 µm sampai beberapa milimeter. Mikrokapsul dengan ukuran lebih
kecil dari 1 µm disebut nanokapsul.
Struktur dan ukuran mikrokapsul tergantung dari beberapa proses
mikroenkapsulasi. Tabel 4 memperlihatkan rentang ukuran mikrokapsul yang
diperoleh dari beberapa proses mikroenkapsulasi.
Tabel 4.Rentang ukuran Mikrokapsul Beberapa Proses Mikroenkapsulasi.
Proses Mikroenkapsulasi Rentang Ukuran (Mikron)
Koaservasi pemisahan fase 1-2000
Polikondensasi antar permukaan 2-2000
Pan Coating 200-5000
Suspensi udara 50-1500
Penyemprot kering 5-800
Sumber : Deasy (1984)
Menurut Deasy (1984), keberhasilan suatu proses mikroenkapsulasi
dan sifat mikrokapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh parameter-parameter
a. Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat, cair atau gas; sifat
fisikokimia seperti solubilitas, hidrofobik atau hidrofilik, stabilitas terhadap suhu dan pH.
b. Bahan penyalut yang digunakan
c. Medium mikroenkapsulasi yang digunakan dapat berupa pelarut air
maupun bukan air.
d. Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan, yaitu secara fisika
atau kimia.
e. Tahap proses mikroenkapsulasi, yaitu tunggal atau bertahap.
f. Struktur dinding mikrokapsul, yaitu tunggal atau berlapis.
Menurut Deasy (1984), Lachman (1976) dan Kondo (1979), proses
mikroenkapsulasi dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Metode kimia, yang termasuk metode ini adalah polimerisasi antar
permukaan, polimerisasi in situ, dan insolubilisasi.
b. Metode fisikokimia, yang termasuk metode ini adalah pemisahan fase
dari larutan air, pemisahan fase dari pelarut organik, kompleks emulsi
dan powder bed.
c. Metode mekanik, yaitu penyalutan suspensi udara atau metode
Wurster, penyemprot kering, penyalutan hampa udara dan aerosol elektrostatik.
2. Teknik Mikroenkapsulasi
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengkapsul bahan
pangan yaitu teknik koarsevasi, ekstrusi, chilling Surface dan spray drying,
metode mikroproses SiO2 , metode orifice process dengan sodium alginat
dan teknik lainnya.
Proses enkapsulasi dengan koarsevasi terdiri dari tiga tahap yaitu
pembentukan fase kimia, mendepositkan fase coating pada droplet fase core
dan rigidizing fase coating sehingga diperoleh partikel fase coating yang
menyalut fase core dengan ukuran 5-5000 mikron (Brenner et al, 1976).
suatu matrik gelas bahan pengenkapsulnya. Teknik ini digunakan untuk
enkapsulasi enkapsulat seperti zat flavor.
Teknik enkapsulasi chilling surface yaitu menggunakan permukaan dingin. Bahan pati dimasak dengan air kemudian dimasukkan kedalam flash chamber dengan menurunkan tekanan steam kurang dari 10 psig sehingga suhu turun. Pati yang telah masak diaduk didalam mikser statis dan bahan
yang dienkapsulasi dimasukkan. Kemudian campurannya dimasukkan dalam
turbin pump untuk menghasilkan emulsi dengan ukuran globula 1-5 mikron
dan disemprotkan ke permukaan drum yang dingin (15 oC) dan membentuk
lapisan tipis, kemudian dikerok dan dikeringkan.
Teknik mikroenkapsulasi dengan spray drying banyak digunakan
untuk mengenkapsulasi komponen aktif pangan. Namun teknik ini terbatas
sehubungan dengan adanya kehilangan (loss) yang tinggi terutama untuk komponen senyawa dengan berat molekul rendah seperti flavor. Produk
akhirnya bersifat porous, sehingga cenderung untuk terjadi reaksi kimia seperti oksidasi. Teknik ini juga memiliki kelebihan, yaitu kemampuan
dalam melindungi bahan inti dan penggunaaan bahan penyalut yang
bervariasi.
Teknik orifice process merupakan metode pengerasan bahan (inti) dalam suatu cairan, dimana mikroenkapsulat dibuat dengan menggunakan
polimer berbentuk larutan membentuk lapisan tipis yang mengeras.
Mikroenkapsulat yang dihasilkan dengan teknik ini berubah lebih besar dari
teknik yang lain.
Metode mikroproses SiO2 menggunakan SiO2 dengan perbandingan
jumlah minyak tertentu. Berdasarkan penelitian Muctadi et. al (1996) total karotenoid produk mikroenkapsulat dengan teknik minyak mikro porous
SiO2 (2:1) sebesar 220 ppm (=220 µg/g = 18.33 RE provitamin A karotenoid
total).
Selain teknik mikroenkapsulasi yang digunakan, pemilihan bahan
penyalut juga menentukan. Pemilihan bahan penyalut yang tepat akan
menentukan sifat fisikokimia mikrokapsul yang dihasilkan. Persyaratan
a.Pengenkapsulasi harus mempunyai sifat melindungi komponen aktif dari
kerusakan seperti oksidasi, cahaya dan lain-lain (Merrit 1981)
b.Harus mempunyai sifat kehilangan komponen aktif yang rendah selama
proses berlangsung (Quellet et al, 2001).
c.Komponen enkapsulat yang terdispersi dalam larutan pengenkapsulasi
secara merata dengan ukuran yang kecil (Quellet et al. 2001).
d.Untuk enkapsulasi dengan cara spray dryer, maka pengenkapsulasi dengan
viskositas rendah akan meningkatkan efisiensi pengeringan (Rosenberg,
1997).
e.Pengenkapsulasi harus mempunyai sistem pengendalian pelepasan
komponen aktif selama penyimpanan (Quellet et al, 2001). f. Bahan pengenkapsulasi harus aman (Rosenberg, 1997).
g.Bahan pengenkapsulasi harus mempunyai sifat fungsional spesifik, seperti
sifat emulsi, pembentukan film, dapat membentuk larutan konsentrasi
tinggi, (Rosenberg, 1977).
Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai pengenkapsulasi dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Bahan Pengenkapsulasi
Kelompok Jenis
Gums Gum arabic, agar, sodium alginat, karageenan
Karbohidrat Pati, dextran, sukrosa, corn syrup
Selulosa Carboxymethylcellulose (CMC), metilselulosa,
etilselulosa, nitroselulosa, asetilselulosa,
celluloseacetate-phthalate, cellulose acetate-butylate-phthalate
Lipid Wax, parafin, tristearin, asam stearat, monogliserida,
digliserida, beeswax, oils, lemak Bahan anorganik Kalsium sulfat, silikat, clays
Protein Gluten, kasein, gelatin, albumin
Jackson dan Lee (1991)
D. MALTODEKSTRIN
Maltodekstrin merupakan produk komersil dari hidrolisis pati
diklasifikasikan berdasarkan dekstrosa equivalen (DE), proses produksi
sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung α-D-glukosa unit yang
sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20.
rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O] (Kennedy et al., 1995).
Berat molekul rata-rata maltodekstrin ± 1800 untuk DE 10. berat
molekul ini jauh lebih kecil dari pati alami yang memiliki berat molekul
sekitar 2 juta. Viskositas dan kelarutan maltodekstrin bervariasi tergantung
ukuran molekul rata-rata. Semakin besar ukuran molekul rata-rata semakin
tinggi viskositas maltodekstrin dan semakin rendah kelarutannya.
Maltodekstrin tidak mempunyai sifat lipofilik. Oleh sebab itu,
maltodekstrin pada proses enkapsulasi lipid dengan metode spray dryer
menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun minyak
yang terenkapsulasi memiliki daya tahan terhadap oksidasi (Westing et al.,
1988). Makin tinggi DE maltodekstrin makin tinggi konsentrasi produk (bahan
inti) yang dapat masuk ke dalam larutan. Oleh karena itu perlu ditambahkan
bahan pengisi yang lain agar diperoleh produk mikroenkapsulasi yang baik.
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Maltodekstrin (Grain Processing Co.)
Maltodekstrin adalah polimer dari glukosa dengan panjang ikatan
rata-rata 5-10 unit glukosa per molekul. Maltodekstrin banyak digunakan dalam
industri makanan sebagai bahan pengisi. Idealnya, maltodekstrin sedikit
berasa dan berbau, namun maltodekstrin dengan DE 20 menghasilkan rasa
manis (Fullbrook, 1984). Menurut Mc. Donald (1984), maltodekstrin bersifat
Slurry pati jagung Likuifasi
Konversi asam/enzim
Inaktivasi enzim
Filtrasi dan perlakuan dengan karbon
kurang higroskopis, kurang manis, memiliki kelarutan tinggi dan cenderung
tidak membentuk zat warna pada reaksi browning.
Maltodekstrin dan sirup glukosa kering dalam industri pangan banyak
digunakan sebagai bahan pengisi, mengurangi tingkat kemanisan produk dan
bahan campuran yang baik untuk produk-produk tepung. Penggunaannya
sebagai bahan pengisi dapat mengurangi biaya produksi karena mengurangi
bahan-bahan konsentrat yang memiliki harga relatif tinggi, misalnya flavor. Dalam pembuatan tablet, maltodekstrin dapat mensubsitusikan laktosa dan
tepung susu dalam jumlah tertentu.
Menurut Roper (1996), maltodekstrin dapat digunakan sebagai
pengganti lemak. Maltodekstrin dengan air akan membentuk gel yang dapat
atau larut dan menyerupai struktur lemak, sehingga cocok untuk mensubstitusi
minyak dan lemak. Konsistensi, penampakan dan sifat organoleptiknya dapat
diterima. Penggunaan maltodekstrin dalam produk pangan juga dapat
mengurangi kalori lebih dari 70 %.
Menurut Kennedy et al. (1995), aplikasi maltodekstrin pada produk
pangan antara lain pada :
a. Produk rerotian, misalnya pada cakes, muffin dan biskuit, digunakan
sebagai pengganti gula atau lemak.
b. Makanan beku. Maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water
holding capacity) dan berat molekul yang relatif rendah, sehingga dapat mempertahankan produk tetap beku.
c. Makanan low calory (rendah kalori). Penambahan maltodekstrin dalam
jumlah yang besar tidak akan meningkatkan kemanisan produk seperti
halnya gula.
E. GELATIN
Gelatin adalah satu-satunya hidrokoloid yang termasuk food grade
yang bukan termasuk polisakarida. Gelatin merupakan protein hewan yang
dengan cara ekstraksi asam atau basa pada babi, sapi atau tulang yaitu 42 %
pada kulit babi, 31 % pada tulang sapi dan 27 % pada kulit sapi. Gelatin
mengandung 84-90 % protein, 1-2 % garam mineral dan 8-15 % air (Anonim
2001). Dengan kandungan protein yang tinggi, struktur kimia gelatin diduga
mengandung asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Struktur kimia
gelatin dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Struktur Kimia Gelatin (www.holographyforum.org)
Gelatin yang terbentuk dapat larut pada air panas, kemudian
didinginkan sampai suhu sekitar 14 oC, akhirnya membentuk gel yang halus, lunak, berkilau, dan keras. Gel gelatin dapat menjadi keras dan seperti karet,
sehingga gel menjadi tidak enak dan kadang-kadang tidak dapat dimakan
setelah disimpan beberapa hari. Selain itu, gel gelatin dapat mencair pada
suhu 25 oC, sehingga berpengaruh terhadap disribusi produk pangan.
Keuntungan dari gelatin adalah tidak ada pengaruh yang besar terhadap
perubahan pH dan kekuatan ionik.
Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses
pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A,
bahan baku diberi perlakuan perendaman dengan larutan asam sehingga
proses ini dikenal dengan sebutan proses asam. Sedangkan dalam pembuatan
ini disebut dengan proses alkali. Bahan baku yang biasanya digunakan pada
proses asam adalah tulang dan kulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa
digunakan pada proses basa adalah tulang dan kulit jangat sapi (Viro, 1992).
Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk
film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem
koloid (Parker, 1982). Menurut Utama (1997), sifat-sifat seperti itulah yang
membuat gelatin lebih disukai dibandingkan bahan-bahan semisal dengannya
yaitu gum xantan, karagenan dan pektin.
Karakteristik gel gelatin adalah :
a. Pada pendinginan, gelatin larut, sebagian molekul gelatin teragregasi.
b.Agregat-agregat yang terbentuk saling berhubungan membentuk jaringan
yang lemah;
c. Pendinginan yang lebih lanjut atau dengan dibantu suhu yang konstan,
gel gelatin meningkat kekuatannya.
Sebagai pembentuk film, gelatin telah banyak dimanfaatkan pada
industri makanan dan farmasi termasuk mikroenkapsulasi dan pembuatan
tablet atau kapsul. Pada proses mikroenkapsulasi sebagai bahan pelapis,
pertama kali digunakan gelatin secara tunggal atau dikombinasikan dengan
gum seperti gum arab (Gennadios et al, 1994). Tabel 6 menunjukkan
penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non-pangan di dunia.
Disamping sebagai pembentuk film, gelatin termasuk bahan
pengemulsi dari grup protein. Minyak yang mengandung ikatan rangkap
akan lebih mudah diemulsikan dengan gelatin dibandingkan dengan minyak
yang mengandung asam lemak jenuh. Berdasarkan penelitian Gunawan
(1994) dalam mikroenkapsulasi provitamin A dari minyak sawit merah,
penggunaan gelatin dan gum arab dengan rasio 1 : 1 pada pH 4.1 memiliki
Tabel 6. Penggunaan Gelatin Dalam Industri Pangan, Non-Pangan di Dunia
Jenis Industri Jumlah Penggunaan (ton)
Jenis Industri Jumlah Penggunaan (ton) Industri Pangan :
- Konfeksionari -Produk Jelli -Industri Daging - Industri susu -Produk Low fat - food suplement
68.000 36.000 16.000 16.000 4000 4000
Industri Nonpangan: - Pembuatan Film - Kapsul lunak - cangkang kapsul - Farmasi
- Industri Teknis
27.000 22.600 20.200 12.000 6000
Sumber :Wiyono (2001)
F. CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
CMC adalah suatu senyawa yang termasuk dalam golongan
hidrokoloid. Hidrokoloid merupakan polimer hidrofilik yang terdiri dari
gugus hidroksil. Hidrokoloid dapat berasal dari tanaman, hewan, mikrobial
ataupun sintetis. Berat molekul CMC berkisar antara 21,000-500,000 dengan
gugus karboksimetil yang dihubungkan dengan gugus glukosa dari selulosa
melalui ikatan ester (http://www.lsbu.ac.uk/water). Struktur kimia CMC
dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Struktur Kimia Carboxy Methyl Cellulose
(www.lsbu.ac.uk/water)
CMC atau gum selulosa dihasilkan dari reaksi selulosa alkali dengan
sodium monokloroasetat di bawah kondisi yang di kontrol ketat
(Niperos-carriedo, 1994). CMC larut dalam air dingin maupun air panas, tetapi tidak
larut dalam pelarut organik. CMC akan cocok dengan berbagai bahan seperti
dalam berbagai bidang seperti makanan, farmasi, produk kertas, adhesif, dan
kertas. Fungsi dasar dari CMC adalah untuk mengikat air atau meningkatkan
viskositas pada fase cair, sehingga dapat menstabilkan bahan lain atau
sinerisis (Glicksman, 1979)
CMC berwujud serbuk, berwarna putih, tidak berasa dan tidak berbau.
CMC mudah larut dalam air pada semua temperatur atau dalam larutan basa
tetapi tidak larut dalam alkohol, ester atau pelarut organik lainnya. Gugus
karboksil pada CMC menyebabkan viskositas CMC dipengaruhi oleh pH
larutan. Viskositas CMC dipengaruhi oleh suhu dan pH, pada pH kurang dari
5, viskositas CMC akan menurun, sedangkan CMC sangat stabil pada pH
antara 5-11 (Klose dan Glicksman, 1975). Keasaman (pH) optimum dari
larutan CMC adalah 5 dan apabila pH terlalu rendah (< 3), CMC akan
mengendap (Winarno, 1992).
Menurut Winarno (1992), CMC yang banyak digunakan dalam
industri pangan adalah garam Na CMC disingkat CMC yang dalam bentuk
murni disebut gum selulosa. Proses pembuatan CMC ini adalah dengan
mereaksikan NaOH dengan sellulosa murni, kemudian ditambahkan
Na-kloroasetat. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :
R-OH + NaOH → R-ONa + HOH
R-ONa + ClCH2COONa → R-CH2COONa + NaCl
Menurut Ganz (1997), CMC digunakan dalam industri pangan untuk
memberikan bentuk, konsistensi dan tekstur. CMC juga berperan sebagai
pengikat air, pengental dan stabilisator emulsi. CMC menjalankan fungsinya
melalui interaksi antara gugus non polar dengan lemak.
G. THIN LAYER DRYING
Sehubungan dengan penggunaan alat pengering seperti spray dryer
dan ekstrusi memiliki berbagai kelemahan terutama dalam operasionalnya
harus menggunakan tekanan dan suhu tinggi. Sedangkan modifikasi kedua
jenis alat pengering tersebut memerlukan asupan energi dan biaya
yang mengoptimasikan antara kualitas produk kering yang dihasilkannya
dengan biaya operasionalnya.
Salah satu teknik pengeringan lapis tipis (Film) yang disebut
Refractance Window TM (RW) drying yang merupakan hasil pengembangan
MCD Technologies, Inc. (Tacoma, WA) untuk menghasilkan produk-produk kering dari bahan pangan cair atau semi cair (Bolland, 2000). Untuk
mempertahankan atribut mutu seperti aroma, warna dan gizi selalu
merupakan tantangan dalam pengeringan produk-produk buah-buahan dan
sayuran atau pangan lain yang sensitif dengan panas (Nindo et al, 2002).
Dalam operasi RW dryer, bahan pangan cair atau semisolid (misalnya telur dan puree buah atau sayuran) diaplikasikan dalam suatu film tipis pada
belt plastik yang bergerak sepanjang sirkulasi air panas dibawahnya. Energi panas dipindahkan dari air panas melalui belt untuk menguapkan air dalam produk (Nindo et al, 2002). Hasil penelitian Abonyi et al, (1999)
menunjukkan bahwa kualitas produk dari metode pengeringan ini sangat
tinggi dalam hal mempertahankan betakaroten pada wortel dan vitamin C
pada strawberi. Gambar 6 menunjukkan contoh alat pengeringan lapis tipis
(thin layer drying).
Menurut Abonyi et al (1999), dua hal yang berlawanan dalam
memilih alat pengering yang cocok untuk mengeringkan suatu bahan pangan
yang sensitif akan panas telah menjaga kualitas produk dan efisiensi (dalam
hal laju pengeringan maupun konsumsi energinya). Refranctrance Window
TM
(RW) dryer mempunyai kelebihan dalam hal mempertahankan kualitas produk puree buah-buahan atau sayuran terutama dalam menjaga total
karoten, vitamin C, dan warna yang hampir mendekati freeze dryer, namun mempunyai konsumsi energi yang rendah dan efisiensi pengeringan yang
tinggi jika dibandingkan dengan freeze dryer dan sedikit lebih tinggi
Gambar 6. Thin Layer Drying
.
Untuk menilai kinerja suatu alat pengering, maka alat tersebut dapat
dinilai dari :
a. Kapasitas dan laju pengeringannya yang dapat dianalisis dengan
neraca massa dan kinetika pengeringan
b. Kon