• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum Menggunakan Lemak Pengganti Minyak Sawit Merah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum Menggunakan Lemak Pengganti Minyak Sawit Merah."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI MINUMAN SUSU ASAM SIAP MINUM

MENGGUNAKAN LEMAK PENGGANTI

MINYAK SAWIT MERAH

ASHRI REPA OKTAPIANDA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum Menggunakan Lemak Pengganti Minyak Sawit Merah adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ASHRI REPA OKTAPIANDA. Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum Menggunakan Lemak Pengganti Minyak Sawit Merah. Dibimbing oleh NUR WULANDARI.

Pemanfaatan minyak sawit merah (MSM) sebagai lemak pengganti minuman susu asam merupakan salah satu upaya meningkatkan nilai tambah MSM. Minuman susu asam dipilih karena produk tersebut telah menjadi trend produk sehat saat ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh formula minuman susu asam yang menggunakan lemak pengganti MSM dengan stabilitas yang baik, diterima secara organoleptik, dan dapat dipertahankan kandungan karotenoidnya. Tahapan penelitian terdiri atas enam tahap, yaitu (1) karakterisasi bahan baku, (2) penetapan formula susu asam, (3) penentuan konsentrasi emulsifier, (4) penentuan konsentrasi stabilizer, (5) uji organoleptik, dan (6) karakterisasi produk minuman susu asam terpilih. Berdasarkan hasil analisis karakterisasi bahan baku, formula awal produk minuman susu yang dikembangkan terdiri atas 3.14% MSM, 8.78% susu bubuk skim, dan 88.08% air. Perlakuan perbedaan konsentrasi emulsifier lesitin kedelai dan Tween 80 yang digunakan yaitu 0.2% dan 0.5% dengan respon stabilitas emulsi. Konsentrasi emulsifier yang dipilih baik untuk lesitin kedelai maupun Tween 80 adalah 0.2% karena merupakan konsentrasi yang memberikan stabilitas emulsi paling tinggi, dengan hasil yang berbeda nyata pada taraf 0.05. Konsentrasi stabilizer CMC yang digunakan adalah 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Respon yang diukur adalah viskositas, uji stabillitas emulsi secara visual, uji stabilitas emulsi dengan sentrifugasi dan penampakan secara mikroskopik. Berdasarkan ANOVA diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata pada perlakuan yang diberikan dengan taraf 0.05. Berdasarkan hasil uji viskositas dipilih konsentrasi CMC sebesar 0.1% karena nilai viskositas berada pada kisaran nilai viskositas susu asam komersial. Hasil uji organoleptik produk menunjukkan bahwa aroma MSM pada produk masih terdeteksi namun agak lemah intensitasnya. Produk minuman susu asam dengan flavor nanas dan mangga memiliki perbedaan dari segi penerimaan. Minuman susu asam rasa mangga lebih diterima dibandingkan minuman susu asam rasa nanas. Kandungan karoten minuman susu asam setelah proses masih dapat dipertahankan cukup baik dengan retensi 90.47% dan kadar dalam 100 mL produk sebesar 820.58 ppm. Produk minuman susu asam dapat diterima sebagai produk minuman susu asam tinggi karoten untuk umum pada penyimpanan selama 2 hari dan untuk anak-anak pada penyimpanan selama 8 hari.

(6)

ABSTRACT

ASHRI REPA OKTAPIANDA. Formulation of Ready to Drink Acidified Milk Beverage using Red Palm Oil as Fat Replacer. Supervised by NUR WULANDARI.

Utilization of red palm oil (RPO) in acidified milk beverage formulation was one of the efforts to increase the value addition in RPO. Acidified milk beverage was selected due to its potency to become a trend of healthy product. The objective of this research was to obtain a formula of acidified milk beverage product with good stability, acceptability, and still maintained its carotenoid content. This research consisted of six steps, i.e (1) characterization of the raw material, (2) determination of acidified milk formula, (3) determination of emulsifier concentration, (4) determination of stabilizer concentration, (5) organoleptic test, and (6) characterization of selected acidified milk beverage product. Ingredients formulation based on the analysis of raw materials characterization consist of 3.14% RPO, 8.78% skimmed milk powder, and 88.08% water. Treatments in emulsifier concentration of soy lecithin and Tween 80 was about 0.2% and 0.5%, with emulsion stability as its response. Concentration of 0.2% emulsifier was chosen due to its highest emulsion stability, with significant difference to other treatments at the level of 0.05. Concentration of stabilizer CMC used were 0.1%, 0.3% and 0.5%. The responses measured were the viscosity, visual stabillity, emulsion stability by centrifugation method, and microscopic appearance of emulsion droplets. Based on ANOVA, sigificant difference for each treatments at the level of 0.05 was observed. According to the viscosity test results, it was chosen 0.1% of CMC because its viscosity value belong to viscosity value of acidified milk commercial. Organoleptic test results showed that aroma of RPO in final products were less detectable. Acidified milk beverage with mango flavor was accepted better than acified milk beverage with pineapple flavor. Total carotene in the 100 mL final product after process could be maintained high with carotene retention of 90.47% as much as 820.58 ppm of total carotene. Acidified milk beverage accepted as high carotene product on 2 days storage for general and 8 days storage for children.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

FORMULASI MINUMAN SUSU ASAM SIAP MINUM

MENGGUNAKAN LEMAK PENGGANTI

MINYAK SAWIT MERAH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(8)
(9)

Judul Skripsi : Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum Menggunakan Lemak Pengganti Minyak Sawit Merah

Nama : Ashri Repa Oktapianda NIM : F24110029

Disetujui oleh

Dr Nur Wulandari, STP MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Feri Kusnandar, STP MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 hingga Juni 2015 ini ialah pengembangan produk, dengan judul Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum Menggunakan Lemak Pengganti Minyak Sawit Merah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nur Wulandari, STP MSi selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing dan memberi saran sejak penulis masuk ke Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Sukarno, MSc dan Dr Elvira Syamsir, STP MSi yang telah bersedia menjadi dosen penguji. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ayah, Ibu, Tulus, Upau, Ina serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada Taufiq Pratama Purba STP yang selalu sabar dan setia memberikan dukungan untuk kelancaran tugas akhir ini. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Gatot, Bu Antin, Bapak Sobirin, Pak Edi atas bantuan dan arahan selama penulis melaksanakan penelitian. Di samping itu terimakasih kepada teman seperjuangan, Nindya, Dian Kumala, Hilda, Fhirda, yang selalu memberi saran dan masukan selama kuliah dan tugas akhir. Tidak lupa terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Ines, Puspa Dwi Laksana, Diana, Fatma, dan Hadi. Ungkapan terima kasih juga untuk teman-teman ITP 48 atas kerja sama selama kuliah di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODE 3

Bahan 3

Alat 3

Tahap Penelitian 3

Metode Analisis 7

Analisis Data 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakterisasi Bahan Baku 12

Penetapan Formula Produk 14

Penentuan Konsentrasi Emulsifier 16

Penentuan Konsentrasi Stabilizer 18

Uji Organoleptik Produk 24

Analisis Karoten Produk Terpilih 27

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 35

(12)

DAFTAR TABEL

1 Formulasi susu isi (Filled Milk) 6

2 Faktor konversi untuk penetapan viskositas untuk setiap spindle dan

speed 12

3 Data hasil analisis mutu minyak sawit merah (MSM) 12

4 Data hasil analisis mutu susu bubuk skim 14

5 Formula awal minuman susu 15

6 Formula minuman susu asam 16

7 Data viskositas produk susu asam komersial 19

8 Data viskositas produk minuman susu asam pada berbeagai perlakuan 20

9 Lama penyimpanan produk minuman susu asam 25

10 Hasil uji segitiga minuman susu asam 26

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan penelitian formulasi minuman susu asam siap minum menggunakan lemak pengganti minyak sawit merah 5 2 Stabilitas emulsi minuman susu asam pada berbagai konsentrasi

emulsifier 17

3 Produk minuman susu asam 20

4 Data hasil pengamatan stabilitas emulsi produk secara visual 21 5 Data hasil pengamatan stabilitas emulsi dengan metode sentrifugasi 21 6 Penampakan droplet emulsi dengan menggunakan mikroskop cahaya

terpolarisasi perbesaran 200x 22

7 Grafik penurunan stabilitas emulsi selama penyimpanan 23 8 Rata-rata skor uji sensori terhadap intensitas aroma produk minuman

susu asam 26

9 Rata-rata hasil penerimaan produk minuman susu asam dengan flavor

nanas dan mangga 27

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram Alir Proses Pembuatan Minuman Susu Asam Siap Minum 35 2 Diagram Alir Perbaikan Proses Pembuatan Minuman Susu Asam Siap

Minum 36

3 Rumusan Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum 37

4 Hasil Uji t Stabilitas Emulsi 38

5 Hasil ANOVA Viskositas 39

6 Hasil ANOVA untuk Stabilitas Emulsi pada Pemilihan Konsentrasi

Stabilizer 40

7 Tabel Peluang Binomial Uji Segitiga 41

8 Hasil ANOVA untuk Uji Rating Intensitas 42

9 Hasil Uji t untuk Uji Rating Hedonik 43

10 Formulir Uji Segitiga 44

11 Formulir Uji Rating Intensitas 45

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan produk merupakan upaya yang sering digunakan oleh industri pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sekaligus menciptakan peluang pasar. Menurut Adi (2006) kegiatan pengembangan produk merupakan suatu percobaan dalam rangka membuat suatu produk yang bermutu dan memiliki nilai tambah bila dibandingkan dengan produk yang sudah ada. Setiap tahap proses dalam pengembangan produk harus dianalisis dengan seksama supaya produk yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Salah satu tahap dalam pengembangan produk adalah tahapan pengembangan formulasi. Formulasi produk dianggap penting karena terkait dengan kebutuhan bahan baku, karakteristik produk yang diharapkan, dan nilai tambah produk yang diinginkan.

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pengembangan produk adalah ketersediaan bahan baku. Bahan baku yang diunggulkan dalam penelitian ini adalah minyak sawit merah (MSM). Ketersediaan bahan baku ini cukup melimpah di Indonesia. Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Indonesia merupakan negara produsen sawit terbesar di dunia, dengan produksi 27 juta ton pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 mencapai lebih dari 29 juta ton, dengan ekspor lebih dari 15 juta ton. Menurut Juliadi (2014) minyak sawit bisa diolah menjadi lebih dari 300 jenis produk turunan untuk segmen pangan, kimia, energi terbarukan, termasuk biodiesel. Berdasarkan data tersebut, pengolahan minyak sawit untuk dijadikan sebagai pangan olahan sangat potensial.

MSM adalah minyak sawit mentah yang dalam proses pengolahannya tidak dilakukan pemucatan (bleaching) untuk mempertahankan karotennya. Keunggulan dari MSM dibandingkan dengan minyak sawit lain terdapat pada kandungan karotenoidnya yang cukup tinggi. Hasil penelitian Murtiningrum (2013) menyebutkan bahwa kadar karotenoid MSM lebih besar dibandingkan crude palm oil (CPO). Kadar karotenoid CPO adalah sebesar 660 ppm, sedangkan MSM sebesar 2511.13 ppm. Selain itu, kadar karotenoid MSM juga lebih besar dari refined bleached deodorized palm oilein (RBDPO) karena minyak tersebut telah mengalami proses pemucatan sehingga sebagian besar karotennya hilang. Berdasarkan hasil penelitian Sirajjudin (2003), total karoten pada MSM adalah 650 ppm. Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Mas’ud (2007) total karoten pada MSM sebesar 492 ppm.

(16)

2

Karoten dalam MSM pun dapat berpotensi sebagai pewarna alami yang pada bahan pangan. Menurut Pangaribuan dan Aswani (2005) peran utama karoten adalah sebagai pewarna makanan yang memiliki warna kuning sampai merah. Ikatan yang meyusun karoten merupakan ikatan ganda terkonjugasi. Ikatan ini merupakan penyusun kromofor yang bertanggungjawab atas kecerahan pigmen karotenoid. Selain itu, karoten dapat dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan alami. MSM mengandung β karoten yang dapat menghambat terjadinya kanker dan mencegah radikal bebas (Pangaribuan dan Aswani 2005).

Namun berbeda dengan minyak sawit pada umumnya, pemanfaatan MSM masih sangat terbatas. MSM tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak goreng, karena karoten yang terkandung di dalamnya mudah rusak oleh suhu tinggi. Minyak ini lebih dianjurkan untuk minyak salad dan bahan fortifikan. Selain itu, mayoritas masyarakat tidak terbiasa mengonsumsi MSM dalam bentuk minyak goreng yang umumnya telah melalui proses pemucatan. Maka dari itu diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonomi MSM. Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan MSM sebagai sumber lemak untuk produk minuman susu asam.

Dalam penelitian digunakan MSM sebagai pengganti lemak yang diaplikasikan pada produk minuman susu asam. MSM digunakan sebagai sumber lemak nabati pengganti lemak susu yang umumnya berasal dari sumber hewani. Alasan penting dilakukan upaya ini adalah adanya pola hidup untuk mengurangi kolesterol pada asupan makanan. Lemak yang berasal dari hewan banyak mengandung kolesterol. Hal ini didasarkan pada pernyataan Sartika (2008) bahwa secara umum makanan yang berasal dari hewani (daging berlemak, keju, mentega dan krim susu) selain mengandung asam lemak jenuh juga mengandung kolesterol sehingga perlu adanya upaya mengurangi asupan makanan produk hewani.

Selain itu, pemanfaatan MSM digunakan dalam produk minuman susu asam karena harga minyak nabati lebih murah dan mudah diperoleh. Beberapa produk menggunakan minyak nabati khususnya turunan minyak sawit sebagai pengganti lemak diantaranya krimer nabati, susu kental manis, dan es krim. Namun minyak yang digunakan sebagian besar adalah minyak sawit yang telah mengalami pemurnian sehingga perannya hanya sebagai lemak pengganti saja. MSM memiliki keunggulan dibandingkan minyak sawit lain, yaitu kandung karotenoidnya yang cukup tinggi. Kandungan karotenoid yang tinggi pada MSM dapat dimanfaatkan sebagai sumber provitamin A, pewarna alami dan antioksidan alami.

(17)

3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula produk minuman susu asam dengan minyak sawit merah sebagai pengganti lemak susu yang memiliki karakter stabilitas yang baik, produk diterima dan disukai secara organoleptik, dan dapat mempertahankan kandungan karotenoidnya tetap tinggi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait pemanfaatan minyak sawit merah dalam produk pangan. Selain itu, diharapkan produk minuman susu asam siap minum dapat dijadikan alternatif sebagai produk pilihan untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 hingga Juni 2015 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB, dan Laboratorium SEAFAST Center IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit merah (MSM) yang diperoleh dari SEAFAST Center IPB, susu skim dan gula pasir, stabilizer CMC, asam sitrat dan sodium sitrat yang diperoleh dari toko Setia Guna Bogor, perisa manga dan nanas yang diperoleh dari toko Yoeks Bogor, dan dua jenis emulsifier, yaitu lesitin kedelai yang diperoleh dari PT Tegar Jaya Sentosa, dan Tween 80 yang diperoleh dari Toko Setia Guna Bogor. Selain itu, bahan lain yang digunakan adalah bahan kimia yang mendukung dalam proses analisis MSM dan susu skim, serta produk akhir.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah homogenizer (model Silverson L4R), hotplate, penangas air, neraca analitik, viscometer (model RV, Brookfield Engineering Labs), sentrifuse (model centrifuge 5810 R), lovibond tintometer model F, spektofotometer (Genesys 20), mikroskop optikal (model CH20BIMF200), oven pengering, desikator, dan peralatan gelas lainnya.

Tahap Penelitian

(18)

4

konsentrasi stabilizer, (5) uji organoleptik, dan (6) karakterisasi produk minuman susu asam terpilih. Tahap karakterisasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia MSM dan mengetahui kadar air dan kadar lemak susu bubuk skim. Data yang diperoleh kemudian digunakan dalam perumusan formula produk. Tahap penentuan konsentrasi emulsifier bertujuan untuk memperoleh konsentrasi dari masing-masing jenis emulsifier yang memberikan stabilitas emulsi yang tertinggi. Selanjutnya untuk meningkatkan stabilitas emulsi pada produk dilakukan tahap penentuan konsentrasi stabilizer karena penambahan stabilizer yang digunakan berpengaruh terhadap viskositas dan stabilitas produk. Setelah itu, produk diuji secara organoleptik dengan penambahan jenis flavor yang berbeda, yaitu mangga dan nanas. Penambahan yang berbeda ini dilakukan untuk mengetahui flavor yang cocok untuk digunakan pada produk minuman susu asam. Setelah diperoleh produk terpilih dilakukan pengukuran total karotenoid dan retensi karoten untuk mengetahui kadar karotenoid yang masih terdapat pada produk minuman susu asam. Adapun bagan alir tahapan penelitian terdapat pada Gambar 1.

Minuman Susu Asam Metode

(19)

5

Gambar 1 Tahapan penelitian formulasi minuman susu asam siap minum menggunakan lemak pengganti minyak sawit merah

1. Karakterisasi Bahan Baku

Bahan baku yang dikarakterisasi pada tahap ini adalah MSM dan susu bubuk skim.

a. Karakterisasi MSM

Uji yang dilakukan disesuaikan dengan persyaratan yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 01-0018-2006 tentang refined bleached deodorized palm olein (RBDPO) yang terdiri atas analisis warna, kadar air, kadar kotoran, titik leleh, dan kadar asam lemak bebas. Selain itu dilakukan pula analisis total karoten (PORIM 2005) sebagai acuan data untuk mengukur retensi karoten selama proses produksi susu asam.

b. Karakterisasi Susu Bubuk Skim

Uji yang dilakukan pada susu bubuk skim adalah uji kadar air (SNI 01-291-1992) dan kadar lemak metode Soxhlet (SNI 01-291-1992). Hasil karakterisasi ini digunakan sebagai data untuk merumuskan formula minuman susu asam.

2. Penetapan Formula Produk

a. Penetapan Formula Awal Minuman Susu

Formula awal pembuatan minuman susu dirumuskan dari data kadar air dan kadar lemak susu skim serta kadar air MSM yang diperoleh pada tahap 1 dengan perhitungan aljabar. Metode yang digunakan adalah

- Uji segitiga

(Adawiyah et al 2013) - Uji Rating Intensitas

(Imam et al. 2014) - Uji Rating Hedonik

(Adawiyah et al 2013)

Produk Minuman Susu Asam Terpilih

Karakterisasi Produk Terpilih : 1 Total Karotenoid

2 Retensi Karoten

- Ekstraksi minyak Modifikasi Folch (Hadipranoto 2005) - Total karotenoid

(PORIM 2005) - Retensi karoten

(Dwiyanti et al 2014)

(20)

6

metode standardisasi dengan kadar lemak yang diinginkan adalah 3.25% dan kadar milk solid non fat (MSNF) yang diinginkan adalah 8.25% (BPOM 2006). Formulasi mengacu pada formula susu isi (filled milk) yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Formulasi susu isi (filled milk)

Komposisi Formulasi (%)

Minyak nabati 3.5

Susu skim 10

Air 86

Emulsifier 0.2

Stabilizer 0.3

Sumber : Gunstone (2006)

b. Penetapan Formula Minuman Susu Asam

Formulasi pembuatan minuman susu asam mengacu pada produk minuman susu asam hasil penelitian Izumi dan Ding (2014). Metode penambahan asam yang digunakan yaitu penambahan larutan asam sitrat sampai pH berkisar antara 4.4 – 4.5. Penambahan gula digunakan sebanyak 10% dan garam sitrat sebanyak 2.5%. Penambahan stabilizer dan emulsifier ditentukan pada tahap percobaan selanjutnya.

c. Pembuatan Minuman Susu Asam

Susu skim dan air dipanaskan sampai suhu 60oC. Selain itu dilakukan juga pemanasan terhadap air, gula, stabilizer, dan garam sitrat sampai suhu mencapai 80oC. Setelah itu susu skim dan campuran air, gula, stabilizer dan garam sitrat dicampur. Kemudian ke dalamnya ditambahkan emulsifier dan MSM dan selanjutnya dilakukan proses homogenisasi pertama pada kecepatan skala 5 selama 5 menit. Setelah itu asam sitrat ditambahkan sampai pH mencapai 4.4 – 4.5, kemudian dilakukan proses homogenisasi kedua pada skala 9 selama 15 menit. Produk hasil homogenisasi lalu diisikan dan dikemas dalam cup plastik dengan metode hot filling kemudian dilakukan proses pasteurisasi pada suhu medium pemanas 75oC selama 15 menit. Diagram alir pembuatan minuman susu asam secara lengkap tertera pada Lampiran 1.

3. Penentuan konsentrasi emulsifier

(21)

7 4. Penentuan konsentrasi stabilizer

Konsentrasi stabilizer yang digunakan adalah 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Konsentrasi 0.3% digunakan karena mengacu pada formula minuman susu isi Gustone (2006). Konsentrasi 0.1% dan 0.5% dipilih sebagai perlakuan konsentrasi minimum dan maksimum untuk dilihat pengaruhnya terhadap stabilitas emulsi produk minuman susu asam. Pengamatan yang dilakukan adalah viskositas minuman susu asam (Syu dan Sung 2010). Selain itu, dilakukan juga pengukuran viskositas terhadap produk minuman susu asam komersial. Pengamatan lain yang dilakukan pada produk adalah pengamatan stabilitas emulsi selama penyimpanan 7 hari secara visual (Herrera 2012) dan sentrifugasi modifikasi metode Yasumatsu (Syu dan Sung 2010), serta pengamatan droplet emulsi yang terbentuk menggunakan mikroskop polarisasi.

5. Uji organoleptik produk

Produk yang digunakan dalam uji organoleptik adalah produk terpilh dari tahap sebelumnya. Uji organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih menggunakan uji segitiga dan uji rating hedonik (Adawiyah et al 2013) serta rating intensitas (Imam et al. 2014). Atribut sensori yang diuji pada uji rating intensitas adalah aroma MSM. Atribut ini penting karena terkait penerimaan produk. MSM memiliki aroma khas minyak sawit yang kurang disukai oleh konsumen sehingga perlu dilakukan uji untuk mendeteksi aroma MSM pada produk setelah penambahan flavor. Atribut sensori yang diuji pada uji rating hedonik adalah penerimaan secara umum (overall). Skala yang digunakan yaitu skala 1 - 7. Pada uji rating intensitas skala terdiri dari: (1) sangat lemah; (2) lemah; (3) agak lemah; (4) antara agak lemah dan agak kuat; (5) agak kuat, (6) kuat; (7) sangat kuat. Skala uji hedonik terdiri dari: (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) antara agak tidak suka dan agak suka; (5) agak suka; (6) suka; dan (7) sangat suka.

6. Karakterisasi produk terpilih

Setelah diperoleh produk terpilih berdasarkan hasil uji organoleptik, dilakukan uji total karotenoid (PORIM 2015) dengan terlebih dahulu dilakukan ekstraksi lemak menggunakan metode Folch (Modifikasi Hadipranoto 2005) dan perhitungan retensi karoten (Dwiyanti et al 2014) untuk mengetahui jumlah karotenyang masih terdapat pada produk.

Metode Analisis

Penentuan Warna (SNI 01-0018-2006)

(22)

8

dengan Y, dan bila ada angka biru dinyatakan dengan B. Penetapan sekurang-kurangnya dilakukan duplo.

Kadar Air, Metode Hot Plate (SNI 01-0018-2006)

Contoh uji ditimbang dengan teliti 10 sampai 20 g. Contoh uji dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL yang telah diketahui bobot tetapnya. Gelas piala kemudian dipanaskan sampai tidak ada percikan air. Pemanasan contoh uji selama analisis berlangsung tidak boleh melebihi suhu 130oC. Gelas piala dipanaskan kembali hingga mengeluarkan asap. Setelah itu gelas piala didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang sampai bobotnya tetap. Kadar air dihitung berdasarkan rumus di bawah ini:

Kadar air (%) = (W1– W2) x 100

W1– W

Keterangan :

W adalah berat gelas piala (g)

W1 adalah berat gelas piala dengan contoh uji (g)

W2 adalah berat gelas piala dengan contoh uji setelah dikeringkan (g)

Kadar Kotoran (SNI 01-0018-2006)

Contoh uji hasil uji dari hasil penentuan kadar air digunakan dalam analisis kada kotoran. Kertas saring yang dipakai dikeringkan dalam oven pada suhu 103oC dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Contoh uji ditambahkan pelarut heksana sebanyak 50 mL dan dipanaskan pada penangas air sambil digoyang-goyang sampai minyak larut semua. Kemudian contoh uji disaring dengan alat penyaring vakum sambil dilakukan pencucian beberapa kali dengan menggunakan heksana sebanyak 10 mL. Pencucian dilakukan sampai kertas saring bersih dari minyak. Setelah itu, kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 103oC ± 2oC selama 30 menit. Kemudian kertas saring didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang beratnya. Pengeringan, pendinginan, dan penimbangan tersebut diulangi beberapa kali hingga beratnya tetap. Hasil uji dihitung berdasarkan rumus di bawah ini:

Kadar kotoran (%) = (W1– W2) x 100

W Keterangan :

W adalah contoh uji (g)

W1 adalah berat kertas saring dengan kotoran (g)

W2 adalah berat kertas saring (g)

Kadar Asam Lemak Bebas, Metode Titrasi (SNI 01-0018-2006)

(23)

9 dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sambil digoyang-goyang hingga sampai titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda (merah jambu) yang stabil untuk minimal selama 30 detik. Penggunaan mL larutan NaOH 0.1 N dicatat. Analisis dilakukan sekurang-kurangnya duplo.

Persentase asam lemak bebas dihitung sebagai asam lemak palmitat berdasarkan rumus di bawah ini:

Asam lemak bebas (%) = 25.6 x N x V W Keterangan :

V adalah volume larutan NaOH 0.1 N (mL) N adalah normalitas NaOH 0.1N

W adalah berat contoh uji (g)

25.6 adalah konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam palmitat.

Titik Leleh (SNI 01-0018-2006)

Contoh uji MSM dicairkan dalam gelas piala kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Contoh uji yang telah disaring didiamkan dalam oven sampai bebas gelembung udara. Tabung kapiler sebanyak 3 buah dicelupkan ke dalam contoh uji tersebut hingga tinggi contoh dalam tabung kurang lebih 10 mm. contoh uji tersebut diletakan sambil diputar-putar ujung setiap tabung pada es batu sampai cairan sampel membeku. Tabung kapiler tersebut dikeringkan dengan kertas tissue secepatnya, kemudian tabung kapiler diletakkan ke dalam gelas piala dan simpan di dalam freezer selama 1 jam. Kemudian ketiga tabung kapiler tersebut dikeluarkan lalu diikat pada termometer dengan tali karet atau pengikat lain hingga ujung tabung kapiler sejajar dengan ujung bagian bawah termometer. Termometer tersebut dicelupkan ke dalam gelas piala kapasitas 600 mL yang berisi air sehingga termometer tersebut terendam sedalam 3 cm. Gelas piala dipanaskan. Suhu awal penangas air diatur 8 – 10oC di bawah titik leleh contoh uji yang diperkirakan, penangas air diaduk dengan bantuan pengaduk magnetik, kemudian suhu pemanasan dinaikan sampai contoh uji dalam masing-masing tabung mulai naik kemudan suhu air dicatat. Titik leleh dihitung dari rata-rata suhu pengamatan (oC) dinyatakan dalam 1 desimal.

Kadar Air, Metode Oven (SNI 01-291-1992)

Cawan alumunium yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan dibiarkan sampai dingin lalu ditimbang. Contoh uji sebanyak 1 g ditimbang pada cawan kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 102 – 105oC selama 5 – 6 jam. Setelah itu, cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus berikut:

Kadar air (%) = W2– W3 x 100

(24)

10

Keterangan :

W1 adalah berat cawan kosong (g)

W2 adalah berat cawan dan contoh uji (g)

W3 adalah berat cawan dan contoh uji setelah dikeringkan (g)

Kadar Lemak, Metode Soxhlet (SNI 01-291-1992)

Contoh uji yang digunakan (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan

dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah diketahui beratnya (W2) dan disambungkan dengan tabung

soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam deksikator tabung soxhlet lalu dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40oC dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, setelah itu labu dimasukkan ke dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

Kadar lemak dihitung dengan rumus di bawah ini:

Kadar lemak (%) = W3– W2 x 100

W1

Keterangan :

W1 adalah berat contoh uji (g)

W2 adalah berat labu lemak kosong (g)

W3 adalah berat labu lemak berisi lemak (g)

Stabilitas emulsi secara visual (Herrera 2012)

Sebanyak 10 mL contoh uji dituangkan pada tabung sentrifuse. Kemudian sampel disimpan dalam refrigerator bersuhu 12 oC selama 7 hari. Setelah tujuh hari contoh uji diamati jumlah volume yang masih teremulsi.

Penampakan Mikroskopik Emulsi (Leonardi et al 2014)

Contoh uji diteteskan sebanyak satu tetes pada microscope slide kemudian ditutup dengan cover slip dan diamati pada perbesaran 200x pada mikroskop cahaya terpolarisasi. Penentuan ukuran droplet dilakukan dengan mengukur pada skala mikroskop (pada perbesaran 200x, skala dari satu unit pengukuran-jarak antar garis unit pengukuran terpendek-yaitu 5μm) kemudian dihitung jumlah droplet pada ukuran 1-10μm, 11-20μm, 21-30 μm dari gambar contoh uji.

Stabilitas Emulsi Metode Yamatsu (Shyu dan Sung 2010)

contoh uji dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80OC selama 30 menit, kemudian didinginkan dan di-sentrifuse pada kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan di bawah ini:

Stabilitas emulsi (%) = Volume campuran yang teremulsi (mL) x 100

(25)

11 Total Karoten

a. Ekstraksi Lemak Metode Folch (Modifikasi Hadipranoto 2005)

Ekstraksi lemak dengan metode Folch menggunakan campuran kloroform-metanol (2:1). 100 g contoh uji diekstraksi dengan menggunakan 200 mL campuran kloroform-metanol. Hasil ekstraksi ditambah 2 g natrium sulfat anhidrat kemudian dilakukan pemisahan air dan minyak yang terlarut pada larutan klorofom-metanol dengan menggunakan sentrifuse pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Fase minyak yang terlarut dalam larutan kemudian disaring. Setelah itu dilakukan penguapan pelarut dengan menggunakan rotavapor pada suhu 60oC dan kecepatan rotasi skala 4 sampai pelarut teruapkan.

b. Analisis total karoten (PORIM, 2005)

Sebanyak 0.1 g contoh uji hasil ekstraksi dan 25 mL heksana dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL. Campuran tersebut dikocok hingga benar-benar homogen. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 446 nm. Kadar karoten dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

Kadar karoten (ppm) = 25 x A x 383 x 100 100 x berat sampel (g)

Untuk mengevaluasi retensi karoten digunakan rumus Dwiyanti et al (2014) sebagai berikut:

Retensi karoten (%) = Jumlah karoten produk akhir x 100 Jumlah karoten awal dalam formulasi Analisis Viskositas, Metode Viskometri (Shyu dan Sung 2010)

Pengukuran viskositas minuman susu asam dilakukan dengan menggunakan alat viskometer (Model RTV, Brookfield Engineering Labs., Inc., Middleboro, MA, USA). Sejumlah contoh uji yang sudah dihomogenisasi (±300 mL) dimasukkan ke dalam wadah khusus pada alat viskometer. Spindle dicelupkan pada sampel yang akan diukur. Kemudian spindle dibiarkan berputar selama 30 detik untuk menghasilkan viskositas yang tetap. Setelah jarum stabil, tuas penjepit ditekan sampai jarum penunjuk tidak berubah posisi. Kemudian skala yang ditunjukkan jarum dicatat. Viskositas dihitung dengan rumus di bawah ini:

Viskositas (cP) = dial rading x faktor

(26)

12

Tabel 2 Faktor konversi untuk penetapan viskositas untuk setiap spindle dan speed

Speed Spindle

1 2 3 4

6 20 100 400 2000

12 10 50 200 1000

30 5 25 100 500

60 1 5 20 100

Analisis Data

Analisis data untuk penentuan konsentrasi emulsifier dan penentuan konsentrasi stabilizer dengan menggunakan ANOVA pada taraf signifikansi 0.05. Data hedonik dianalisis dengan uji t pada taraf signifikansi 0.05 menggunakan program SPSS 20.0. Adapun untuk data stabilitas emulsi, total karoten, dan retensi karoten selama penyimpanan dianalisis dengan model regresi liner menggunakan Microsoft excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Bahan Baku

Mutu Minyak Sawit Merah

Analisis bahan baku minyak sawit merah (MSM) dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia meliputi analisis warna, kadar air, kadar kotoran, titik leleh dan kadar asam lemak bebas. Hasil analisis mutu MSM tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3 Data hasil analisis mutu minyak sawit merah (MSM) Kriteria uji Satuan Hasil analisis

Warna - 40 R

Titik leleh oC 21.5

Kadar air %, fraksi massa 0.0941

Kadar kotoran %, fraksi massa 0.1776

Asam lemak bebas

(sebagai asam palmitat) %, fraksi massa 0.2024

Total karoten ppm 251

(27)

13 tinggi. Warna yang terbaca lebih tinggi menunjukkan warna sampel lebih pekat. Warna merah pada MSM berpotensi digunakan sebagai pewarna alami karena adanya karotenoid. Penelitian mengenai pemanfaatan MSM sebagai pewarna alami telah dilakukan oleh Angka (2015) mengenai pemanfaatan MSM sebagai pewarna dalam bentuk mikroenkapsulat MSM (MMSM). Berdasarkan hasil penelitian Angka (2015) MMSM dapat menggantikan tartrazin sebagai pewarna kuning pada mi instan, sehingga dalam pembuatan mi instan dapat menggunakan pewarna alami yang lebih aman untuk dikonsumsi, selain itu juga dapat menambah asupan vitamin A.

Titik leleh yang diperoleh sebesar 21.5oC. Kadar air dan kadar kotoran yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebesar 0.0941% dan 0.1776%. Berdasarkan SNI 01-0018-2006 (BSN 2006) tentang RBDPO batas maksimum untuk kadar air dan kadar kotoran adalah 0.1%. Sementara itu, titik leleh yang disyaratkan adalah maksimum 24oC. Kadar air yang dihasilkan telah memenuhi kriteria SNI. Kadar air akan memicu terhadap kualitas MSM karena adanya air akan menyebabkan terjadinya hidrolisis pada minyak menghasilkan asam lemak bebas. Namun, kadar kotoran yang dihasilkan lebih tinggi dari kriteria SNI. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh penyimpanan MSM yang kurang baik dan kurang optimalnya proses degumming yang berfungsi untuk menghilangkan gum dan pengotor.

MSM yang digunakan dalam penelitian ini adalah fraksi olein. Berdasarkan Tabel 3 telah diketahui bahwa kadar asam lemak bebas MSM adalah 0.2024%. MSM merupakan salah produk turunan dari crude palm oil (CPO). MSM lebih murni dibandingkan dengan CPO sehingga kadar asam lemak bebasnya lebih rendah. Hasil penelitian Hernawati (2008) menyebutkan bahwa hasil analisis bahan baku (CPO) adalah 1.91% untuk kadar asam lemak bebas (ALB) sebagai palmitat. Namun dibandingkan dengan RBDPO, kualitas MSM lebih rendah. Berdasarkan BSN (2006) kadar asam lemak bebas disyaratkan maksimum 0.1%. Asam lemak bebas MSM yang digunakan masih belum mencapai syarat SNI 01-0018-2006 (BSN 2006) tentang RBDPO sehingga dalam proses pemurnian MSM masih harus ditingkatkan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas.

Hasil yang diperoleh untuk total karotenoid minyak sawit merah (MSM) adalah 251 ppm. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Sirajjudin (2003) menyebutkan bahwa total karotenoid MSM sebesar 650 ppm, Mas’ud (2007) menyebutkan bahwa total karotenoid MSM sebesar 492 ppm. Sementara itu, Asmaranala (2010) menyebutkan bahwa total karotenoid minyak sawit merah (MSM) sebesar 382.60 ppm. Lebih rendahnya kadar karoten MSM dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu kondisi lingkungan penyimpanan MSM seperti terpapar cahaya, suhu, logam dan oksigen selama penyimpanan.

Mutu Susu Bubuk Skim

Susu bubuk skim sering digunakan dalam standardisasi susu (Wardana 2012). Analisis terhadap susu bubuk skim dilakukan untuk mengetahui kadar air dan kadar lemak susu. Data ini penting diketahui sebagai nilai acuan untuk merumuskan formula produk susu asam siap minum. Hasil analisis mutu susu bubuk skim tercantum pada Tabel 4.

(28)

14

skim sering disebut sebagai susu bebas lemak. Menurut SNI 01-2970-2006 (BSN 2006) tentang susu bubuk, susu bubuk bebas lemak merupakan susu bubuk yang telah diambil lemaknya. Kadar lemak dalam susu bubuk skim disyaratkan <1.5% (SNI 2006).

Tabel 4 Data hasil analisis mutu susu bubuk skim

Kriteria uji Satuan Hasil

Kadar air %, b/b 4.7598

Kadar lemak %, b/b 1.2354

Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar air susu bubuk skim yang diperoleh adalah 4.7598%. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan Wardana (2012) yang menyebutkan bahwa kadar air susu bubuk skim sebesar 3.19%. Namun hasil ini masih memenuhi kriteria SNI 01-2970-2006 (BSN 2006) tentang susu bubuk yang menyebutkan bahwa kadar air susu bubuk skim maksimum 5%. Kadar air dalam susu bubuk skim harus dijaga tetap rendah untuk mempertahankan kualitas susu karena pada kadar air tinggi susu bubuk skim akan mengalami aglomerasi (penggumpalan). Kondisi ini akan mempengaruhi kelaruatan susu bubuk skim pada tahap proses pencampuran. Hal ini berpengaruh terhadap mutu akhir dari produk yang distandardisasi dengan susu bubuk skim.

Kadar lemak yang diperoleh dari analisis susu bubuk skim adalah 1.2354%. Hasil ini memenuhi kriteria SNI 01-2970-2006 (BSN 2006) yang menyebutkan bahwa kadar lemak susu bubuk bebas lemak maksimal 1.5%. Kadar lemak susu bubuk skim harus dipertahankan tetap rendah untuk mencegah terjadinya oksidasi lemak susu. Oksidasi lemak bertanggung jawab atas perubahan rasa dan aroma produk pangan, seperti susu bubuk, melalui pembentukan off-flavor yang berasal dari produk reaksi sekunder yaitu alkana, alkena, aldehid, dan keton (Romeu-Nadal et al. 2007). Kadar asam lemak bebas pada bahan baku awal tinggi berpengaruh terhadap mutu produk akhir, yaitu produk mudah mengalami kerusakan produk akibat oksidasi, seperti perubahan rasa dan aroma.

Penetapan Formula Produk

Penetapan Formula Awal Minuman Susu

(29)

15 Tabel 5 Formula awal minuman susu

Komposisi Formulasi (%w/t) skim merupakan produk multifungsional karena sebagai pengikat air (water binding), viskositas, warna dan aroma. Kandungan protein pada susu skim cukup tinggi, yaitu 34.11% (Wardana 2012). Protein ini memiliki sifat fungsional sebagai emulsifier. Menurut Ennis dan Mulvihill (2000), protein susu berperan penting dalam menurunkan tegangan permukaan suatu emulsi karena protein tersusun atas molekul yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik. Keberadaan protein dalam suatu emulsi sangat berperan penting untuk meningkatkan stabilitas emulsi. Penetapan Formula Minuman Susu Asam

Formula minuman susu asam ditetapkan dari formula awal minuman susu dengan penambahan beberapa jenis bahan tambahan pangan. Minuman susu asam merupakan produk minuman susu yang diasamkan melalui penambahan bahan pengasam. Dengan kata lain, minuman ini dibuat tanpa melalui proses fermentasi. Asam yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam sitrat. Hal ini dikarenakan asam sitrat memiliki rasa fruity yang ringan, mudah larut dalam air, murah, dan mudah diperoleh (Stratford 1999).

Minuman susu asam yang dibuat merupakan produk minuman susu dari formulasi awal yang ditambahkan stabilizer, emulsifier, gula, garam sitrat dan asam sitrat. Perhitungan dilakukan dengan perhitungan aljabar, yaitu dengan menetapkan kadar emulsifier, stabilizer, gula dan garam sitrat yang akan ditambahkan. Adapun basis bahan yang ditambahkan mengacu pada basis total produk. Pada fomulasi awal minuman susu telah disebutkan bahwa kadar lemak yang ditambahkan sebanyak 3.14% (w/t), kadar susu bubuk skim sebanyak 8.78% (w/t), dan air yang ditambahkan sebanyak 88.08% (w/t).

Emulsifier yang ditambahkan sebanyak 0.2% (w/t) dan 0.5% (w/t). Stabilizer yang ditambahkan sebanyak 0.1% (w/t), 0.3% (w/t), dan 0.5% (w/t). Sementara itu gula yang ditambahkan sebanyak 10% (w/t) dan garam yang ditambahkan sebanyak 2.5%(w/t). Penambahan ini mengacu pada formula susu dasar dimana setiap bahan yang ditambahkan menghasilkan basis 100%. Rumusan formula minuman susu asam terdapat pada Lampiran 3.

(30)

16

ditetapkan pH yang digunakan antara 4.4 – 4.5. Selain itu, penetapan pH tersebut digunakan agar pH produk sesuai untuk produk pasteurisasi. Adapun formula minuman susu asam tertera pada Tabel 6.

Tabel 6 Formula minuman susu asam

Komposisi Formulasi (%w/t)

MSM 3.14

Susu skim 8.78

Air 77.28

Garam sitrat 2.5

Gula 10

Emulsifier (Tween 80 atau Lesitin) 0.2 dan 0.5

CMC 0.1, 0.3, 0.5

Asam sitrat Ditambahkan hingga pH

4.4 - 4.5

Penentuan Konsentrasi Emulsifier

Penentuan konsentrasi emulsifier dilakukan untuk mengetahui jumlah emulsifier yang harus ditambahkan sehingga memberikan stabilitas emulsi yang baik pada produk minuman susu asam. Emulsifier merupakan bahan yang digunakan untuk menurunkan tegangan antara dua fasa yang tidak dapat bercampur pada keadaan normal sehingga keduanya dapat teremulsi. Secara struktural, emulsifier adalah molekul amfifilik, yaitu memiliki gugus hidrofilik maupun lipofilik atau gugus yang suka air dan suka lemak dalam satu molekul (Nasution et al. 2003). Secara umum, mekanisme emulsifier sebagai pengemulsi, yaitu emulsifier diserap pada permukaan oil-in-water dan membentuk lapisan tunggal (monolayer) sehingga meningkatkan interaksi permukaan termasuk interaksi antara bagian hidrofilik dari emulsifier dengan air dan bagian hidrofobik yang berinteraksi dengan rantai minyak (Xu et al. 2013).

Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan emulsifier adalah nilai Hydrophile-Lipophile Balance (HLB). HLB merupakan metode semiempiris yang mengklasifikasikan suatu emulsifier. HLB dideskripsikan oleh sebuah angka yang mengindikasikan afinitas relatif dari molekul emulsifier untuk fase air dan fase minyak atau lemak. Emulsifier dengan nilai HLB rendah yaitu antara 3 – 6 sebagian besar bersifat hidrofobik, larut dalam minyak, stabil pada sistem emulsi water-in-oil. Emulsifier dengan nilai HLB tinggi, yaitu antara 8 – 18 sebagian besar bersifat hidrofilik, lebih suka larut dalam air dan stabil dalam sistem emulsi oil-in-water (McClements 2004).

(31)

17 Parameter yang diuji pada tahap ini adalah stabilitas emulsi dari masing-masing emulsifier dengan konsentrasi yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan metode sentrifugasi (Syu dan Sung 2010) yang memiliki prinsip pemecehan emulsi akibat pemanasan dan gaya sentrifugasi. Pengujian dilakukan pada kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Adapun hasil pengujian stabilitas emulsi tertera pada Gambar 2.

Gambar 2 Stabilitas emulsi minuman susu asam pada berbagai konsentrasi emulsifier

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa emulsifier lesitin kedelai dengan konsentrasi 0.2% memiliki stabilitas emulsi lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan lesitin 0.5%. Peningkatan jumlah emulsifier justru menurunkan stabilitas emulsi yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena kelebihan konsentrasi lesitin yang digunakan akan mengakibatkan sistem emulsi mengalami koalesen sehingga stabilitas emulsi yang dihasilkan lebih kecil. Selain itu, adanya protein pada lesitin kedelai akan mendukung agregasi pada sistem emulsi sehingga kelebihan konsentrasi lesitin kedelai tidak mampu menurunkan tegangan permukaan sehingga menurunkan stabilitas emulsi dengan membentuk agregasi pada sistem emulsi minuman susu asam (Kasinos et al. 2012).

Tween 80 0.2% memiliki stabilitas emulsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Tween 80 0.5%. Stabilitas yang rendah ini disebabkan karena terjadinya koalesen pada sistem emulsi produk. Menurut McClements (2004), koalesen pada droplet emulsi dapat disebabkan karena penambahan emulsifier yang memiliki nilai HLB sangat tinggi. Nilai HLB yang lebih tinggi pada sistem emulsi minuman susu asam menjadikan emulsifier memiliki aktivitas permukaan yang rendah sehingga tidak dapat menjaga droplet dari koalesen. Nilai HLB Tween 80 adalah 15 dan nilai HLB lesitin kedelai adalah 8. Berdasarkan hasil penelitian Matsumiya et al. (2009), mengenai stabilitas emulsi susu menunjukkan bahwa, susu dengan menggunakan HLB emulsifier lebih rendah, yaitu 5 dan 8 lebih stabil dibandingkan dengan susu dengan HLB emulsifier 16.

47.5±2.5a

Konsentrasi emulsifier (%)

Lesitin Kedelai

Konsentrasi emulsifier (%)

Tween-80

(32)

18

Selain itu, penyebab tidak stabilnya minuman susu asam dengan emulsifier Tween 80 karena nilai HLB Tween 80 terlalu tinggi untuk sistem emulsi minuman susu asam ini sehingga tidak mampu menurunkan tegangan permukaan. Hal ini didukung pula terjadinya tumbukan antar droplet emulsi pada saat proses homogenisasi. Ketika suatu emulsifier tidak memiliki kemampuan menurunkan tegangan permukaan antar dua fase, efek dari tubukan saat proses homogenisasi dapat terjadi (Hasenhuettl dan Hartel 2008). Homogenisasi yang dilakukan adalah homogenisasi dengan rotor stator homogenizer. Putaran rotor akan mengakibatkan tumbukan antar droplet sehingga memungkinkan bergabung kembali fase-fase terdispersi pada sistem emulsi pada saat terjadi tumbukan.

Analisis statistika dilakukan pada masing-masing jenis emulsifier, yaitu lesitin kedelai dan Tween 80. Analisis statistika yang digunakan adalah uji t dengan taraf signifikansi 0.05. Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 4) diketahui bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi lesitin kedelai berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05. Sedangkan perlakuan perbedaan konsentrasi Tween 80 tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05. Pada konsentrasi 0.2% stabilitas emulsi lebih tinggi dibandingkan 0.5%. Oleh karena itu, dipilih konsentrasi rendah yang memberikan stabilitas emulsi paling tinggi. Selain itu, pemilihan konsentrasi yang rendah dilakukan dengan tujuan supaya lebih ekonomis. Dengan demikian, untuk tahap formulasi selanjutnya, konsentrasi emulsifier yang digunakan adalah 0.2%.

Penentuan Konsentrasi Stabilizer

Penentuan konsentrasi stabilizer dilakukan karena pada tahap sebelumnya, stabilitas emulsi produk masih rendah. Sabariman (2007) produk minuman emulsi yang menghasilkan tingkat kestabilan minimal 70% dianggap produk yang stabil. Oleh karena itu dibutuhkan stabilizer untuk meningkatkan stabilitas emulsi produk minuman susu asam. Stabilizer atau bahan penstabil merupakan hidrokoloid yang dimanfaatkan untuk menjaga stabilitas suatu produk. Stabilizer sangat perlu untuk ditambahkan pada produk minuman susu asam untuk mencegah terjadinya flokulasi protein susu dan pemisahan protein whey.

Stabilizer dapat memberikan efek stabilitas pada produk dengan cara berikatan dengan air. Pada penelitian ini, jenis stabilizer yang digunakan adalah carboxymethylcellulose (CMC). CMC memiliki kapasitas mengikat air dari gugus fungsi karboksimetil (CH2CO=O). Selain itu, CMC memiliki aktivitas permukaan

antara minyak dan air serta mampu meningkatkan gaya tolak (repulsive steric forces) antar droplet minyak sehingga akan mencegah penyatuan kembali droplet minyak dan berdampak pada stabilisasi sistem emulsi (Murtiningrum et al. 2013).

(33)

19 Viskositas

Salah satu parameter yang mempengaruhi stabilitas emulsi adalah viskositas. Viskositas berbanding lurus dengan stabilitas emulsi, artinya semakin tinggi viskositas maka stabilitas emulsi produk semakin baik. Namun, untuk produk minuman susu asam diharapkan viskositas akan sama dengan produk susu asam komersial. Hal ini dikarenakan semakin tinggi viskositas, produk akan semakin kental. Produk yang terlau kental tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan konsumen minuman susu asam.

Pengukuran terhadap respon viskositas dilakukan pada sampel produk minuman susu asam dan produk minuman susu asam komersil. Pengukuran viskositas terlebih dahulu dilakukan pada produk susu asam komersil. Hal ini bertujuan untuk memperoleh kekentalan produk minumal susu asam yang sama dengan produk komersil. Data viskositas produk minuman susu asam komersil terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7 Data viskositas produk susu asam komersil

Merk Produk Viskositas (cP)

A 4

B 19

C 22

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa kisaran viskositas produk susu asam adalah 4 – 22 cP. Sementara itu, sampel dengan perlakuan konsentrasi stabilizer 0.1%, 0.3%, dan 0.5% berkisar antara 12.5 – 203.75 cP. Viskositas menunjukkan kekentalan produk. Semakin banyak CMC yang dihasilkan, produk akan semakin kental. Hal ini terjadi karena adanya kelebihan CMC yang tidak diserap oleh protein susu. Pernyataan ini diperkuat oleh Du et al. (2009) CMC dapat diserap pada permukaan misel kasein, CMC yang tidak diserap dapat meningkatkan viskositas. Dari data tersebut, dipilih satu konsentrasi CMC yang memberikan viskositas yang berada didalam rentang viskositas minuman susu asam komersial. Konsentrasi CMC yang dipilih adalah 0.1%. Hasil pengamatan terhadap viskositas sampel dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan viskositas minuman susu asam menggunakan lesitin kedelai dan Tween 80 pada berbagai konsentrasi stabilizer. Stabilizer yang digunakan adalah CMC. Dari gambar tersebut terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi CMC, viskositas yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Janhoj et al. (2008) yang menyebutkan bahwa viskositas pada konsentrasi CMC sebesar 0.5% lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi CMC sebesar 0.3%. Imeson (2005) menyebutkan bahwa viskositas CMC pada konsentrasi sebesar 1% sebesar 10 mPa s sedangkan pada konsentrasi sebesar 2% viskositas yang diperoleh sebesar 6000 mPa s. Hal ini menandakan bahwa konsentrasi CMC semakin tinggi akan meningkatkan viskositas produk.

(34)

20

pemilihan perlakuan tersebut didasarkan pada nilai viskositas yang dihasilkan berada diatara nilai viskositas produk komersial. Adapun, data viskositas minuman susu asam pada berbagai perlakuan terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8 Data viskositas minuman susu asam pada berbagai perlakuan

Perlakuan Viskositas (cP)

Tween 80 0.1% CMC Lesitin Kedelai 0.1% CMC

12.50 ± 0.58a 14.00 ± 0.41a Tween 80 0.3% CMC

Lesitin Kedelai 0.3% CMC

95.38 ± 0.48b 101.88 ± 1.25c Tween 80 0.5% CMC

Lesitin Kedelai 0.5% CMC

181.88 ± 2.39d 203.00 ± 1.35e

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05

Stabilitas Emulsi Produk

Pengujian terhadap stabilitas emulsi produk dilakukan pada produk dengan nilai viskositas yang berada di antara nilai viskositas produk komersial, yaitu pada konsentrasi penambahan CMC sebanyak 0.1%. Pengujian tersebut meliputi stabilitas emulsi produk secara visual, stabilitas emulsi dengan metode sentrifugasi, dan penampakan secara mikroskop. Selain itu dilakukan juga pengamatan terhadap stabilitas produk selama disimpan 14 hari dengan metode sentrifugasi.

Produksi minuman susu asam terdiri atas beberapa tahap, yaitu pencampuran, homogenisasi, hot filling, pasteurisasi, pengemasan, dan penyimpanan. Minuman susu asam yang sudah dihomogenisasi kemudian dipanaskan sampai suhu 80oC kemudian dituang ke dalam cup plastik lalu ditutup dengan menggunakan sealer. Setelah itu, produk yang sudah dikemas dipasteurisasi pada suhu medium pemanas 75oC selama 15 menit. Produk hasil pasteurisasi didinginkan secara langsung dengan menggunakan air es. Setelah itu produk disimpan dalam refrigerator dengan suhu 12oC. Penampakan produk minuman susu asam terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3 Produk minuman susu asam

(35)

21 penambahan perlakuan ini diharapkan stabilitas emulsi produk minuman susu asam yang dihasilkan lebih baik. Hasil pengujian terhadap stabilitas produk secara visual dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Data hasil pengamatan stabilitas emulsi produk secara visual Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa terdapat perbedaan antara produk dengan emulsifier Tween 80 dengan lesitin kedelai. Sementara itu, perlakuan aging atau tanpa aging pada setiap jenis emulsifier tidak menghasilkan perbedaan yang nyata. Produk dengan emulsifier lesitin kedelai memiliki stabilitas emulsi yang lebih baik dibandingkan dengan Tween 80. Hasil ini juga didukung dengan data stabilitas emulsi dengan metode sentrifugasi yang tertera pada Gambar 5.

Gambar 5 Data hasil pengamatan stabilitas emulsi dengan metode sentrifugasi 10.00±0.00a 10.00±0.00a

tanpa aging aging tanpa aging aging

Keterangan : huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

(36)

22

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan ANOVA (Lampiran 6), terdapat perbedaan secara nyata pada setiap perlakuan dengan respon stabilitas menggunakan metode sentrifugasi pada taraf 0.05. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari subset yang ditunjukkan pada grafik (Gambar 5). Lesitin kedelai dengan perlakuan aging memiliki subset yang tertinggi. Sementara itu, Tween 80, baik dengan aging maupaun tanpa aging memiliki stabilitas yang paling rendah. Penampakkan droplet emulsi produk pada setiap perlakuan tertera pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan penampakan droplet emulsi menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi. Menurut hasil pengamatan rata-rata ukuran droplet emulsi dari setiap perlakuan yaitu 1 μm. Namun, terdapat perbedaan sebaran droplet emulsi antara emulsifier lesitin kedelai dan Tween 80. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa sebaran droplet emulsi produk dengan menggunakan lesitin kedelai lebih menyebar secara merata. Namun untuk lesitin kedelai tanpa perlakuan aging, droplet emulsi membentuk agregat kecil-kecil atau bisa disebut sebagai flokulan (akibat mengalami flokulasi). Hal ini yang menyebabkan stabilitas emulsi lesitin kedelai dengan perlakuan aging lebih baik dibandingkan dengan tanpa perlakuan aging. Adanya perlakuan aging menjadikan stabilizer bekerja secara optimal untuk melindungi droplet emulsi dari kerusakan emulsi.

a) b)

c) d)

Gambar 6 Penampakan droplet emulsi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi perbesaran 200x: a) Lesitin kedelai tanpa aging, b) Lesitin kedelai

(37)

23 Namun, hal tersebut berbeda dengan produk dengan menggunakan Tween 80 sebagai emulsifier. Baik untuk perlakuan aging maupun tanpa aging, keduanya sama-sama mengalami kerusakan emulsi. Droplet emulsi tidak tersebar secara merata melainkan bersatu membentuk gumpalan besar sehingga akan mengakibatkan koalesen. Hal ini yang menyebabkan produk dengan emulsifier Tween 80 mengalami pemisahan. Proses pemisahan atau destabilisasi emulsi terjadai berawal dari butiraan-butiran emulsi yang merupakan fase terdispersi bersifat mobil sehingga terus menerus bergerak dalam emulsi dan seringkali bertubrukan satu sama lain. Pada saat terjadi tubrukan, Tween 80 tidak mampu menurunkan tegangan permukaan sehingga droplet lemak berikatan satu sama lain membentuk buitran besar (Friberg et al. 1990). Oleh sebab itu, produk dengan menggunakan emulsifier Tween 80 memiliki stabilitas emulsi yang sangat rendah jika dibandingkan dengan produk dengan emulsifier lesitin kedelai.

Stabilitas Emulsi Produk Selama Penyimpanan

Stabilitas emulsi juga diamati selama penyimpanan 13 hari. Produk disimpan pada refrigerator dengan suhu 12oC. Hal ini untuk menjaga stabilitas emulsi produk selama disimpan. Du et al. (2009) menyebutkan bahwa penyimpanan pada suhu rendah untuk produk oil-in-water akan mencegah terjadinya pemisahan fase karena pada suhu rendah interaksi antar droplet lebih lambat. Selain itu, penyimpanan dalam refrigerator dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan mutu minuman susu asam, baik dari aspek fisikokimia maupun mikrobiologi. Hal ini seperti yang disebutkan Salvia-Trujillo et al. (2011) bahwa selama penyimpanan 56 hari pada suhu 4oC, perubahan pH, keasaman dan total padatan terlarut produk minuman jus mengandung susu tidak berbeda siginifikan. Penyimpanan pada refrigerator juga dilakukan untuk mencegah kerusakan minuman susu asam akibat mikroba pembusuk. Hal ini karena proses pasteurisasi yang dilakukan belum sampai pada tahap analisis kecukupan panas. Metode analisis stabilitas emulsi yang digunakan adalah metode sentrifugasi. Hasil pengamatan terhadap stabilitas emulsi selama penyimpanan tertera pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik penurunan stabilitas emulsi selama penyimpanan

10 10 10 10 10

Tween 80, tanpa aging Tween 80, aging

Lesitin kedelai, tanpa aging Lesitin kedelai, aging Tween 80, tanpa aging

Lesitin kedelai, tanpa aging

Tween 80, aging

(38)

24

Grafik pada Gambar 7 menunjukkan bahwa stabilitas emulsi selama penyimpanan untuk produk dengan emulsifier lesitin yang mengalami penurunan. Produk dengan emulsifier lesitin kedelai dengan perlakuan aging menurun dari 97.5% menjadi 70.5%. Sementara itu produk dengan emulsifier lesitin kedelai tanpa perlakuan aging menurun dari 51.25% menjadi 15. Stabilitas emulsi untuk emulsifier lesitin kedelai dengan perlakuan aging mulai mengalami penurunan yang signifikan setelah penyimpanan hari ke-7. Namun untuk produk tanpa aging penurunan secara drastis terjadi pada hari ke-4. Qiao et al. (2015) menyebutkan bahwa stabilitas emulsi pada emulsi oil-in-water protein biji lenan dan minyak biji bunga matahari menurun drastis pada menit ke-800 yang disebabkan oleh terbentuknya agregat droplet emulsi yang cukup besar.

Minuman susu asam dengan emulsifier Tween 80 berbeda dengan lesitin kedelai. Stabilitas minuman susu asam dengan emulsifier Tween 80 relatif tidak berubah dari hari ke-0 sampai hari ke-13, baik untuk perlakuan aging maupun tanpa aging. Hal ini disebabkan karena Tween 80 tidak mampu melindungi droplet lemak dari kerusakan emulsi sehingga terjadi koalesen. Menurut Piorkowski dan McClements (2013) masa simpan produk emulsi didefinisikan sebagai waktu dimana produk sudah diterima oleh konsumen. Produk emulsi dapat tidak diterima apabila produk mengalami pemisahan fase seperti terlihatnya droplet lemak pada permukaan minuman dan adanya sedimentasi. Mulai hari pertama penyimpanan produk dengan emulsifier Tween 80 emulsi produk sudah mengalami kerusakan karena dari hari ke-0 produk sudah mengalami pemisahan fase. Tabel 9 menunjukkan waktu simpan produk minuman susu asam

Tabel 9 Lama penyimpanan produk minuman susu asam

Perlakuan Persamaan Matematika Lama Penyimpanan (Hari) Lesitin kedelai

dengan aging y = -2.0418x + 100.98 15

Lesitin kedelai tanpa

aging y = -2.7273x + 44.771 0

Tween 80 dengan

aging y = 10 0

Tween 80 tanpa aging y = 10 0

Menurut Sabariman (2007) produk minuman emulsi yang menghasilkan tingkat kestabilan minimal 70% dianggap produk yang stabil. Tabel 8 menunjukkan lama penyimpanan produk dengan stabilitas minimal, yaitu 70%. Berdasarkan hasil analisis regresi linier diperoleh produk perlakuan lesitin kedelai dengan aging memiliki stabilitas emulsi sampai penyimpanan 15 hari. Sementara itu, produk minuman susu asam dengan lesitin kedelai tanpa aging, perlakuan Tween 80 dengan dan tanpa aging tidak mencapai stabilitas minimun yang disyaratkan karena mulai hari ke 0 produk telah mengalami pemisahan.

Uji Organoleptik Produk

(39)

25 asam dengan perlakuan aging dengan penambahan 0.1% CMC dan penambahan 0.2% emulsifier lesitin kedelai. Pada uji ini dilakukan penambahan flavor. Hal ini dilakukan karena adanya masalah off flavor dari MSM pada produk apabila tidak ditambahkan flavor. Pada pengujian ini digunakan flavor mangga dan nanas dengan konsentrasi 0.5% dari berat produk. Pemilihan konsentrasi ini digunakan melalui trial and error dengan batasan penggunaan flavor yang tertera pada label yaitu maksimal 0.5%. Berdasarkan hasil trial and error dipilih 0.5% konsentrasi flavor, yaitu konsentrasi yang mampu menutupi aroma MSM. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji segitiga, uji rating intensitas dan uji rating hedonik. Uji Segitiga

Uji segitiga digunakan untuk menunjukkan adanya perbedaan atribut sensori yang terdeteksi di antara dua sampel. Atribut yang digunakan dalam pengujian ini adalah atribut aroma. Sampel yang disajikan terdiri atas dua sampel yaitu sampel minuman susu asam yang mengunakan lemak pengganti MSM dan sampel minuman susu asam dengan lemak pengganti berupa minyak yang telah mengalami pemucatan dan deodorisasi atau RBDPO. Tujuan pengujian ini untuk mengetahui terdeteksi atau tidaknya aroma MSM pada produk.

Panelis yang digunakan terdiri atas 30 orang. Setiap panelis diberi tiga sampel terdiri atas dua sampel sama dan satu sampel berbeda. Kemudian panelis diminta untuk mendeteksi sampel mana yang memiliki aroma yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan dua sesi yaitu sesi pertama untuk minuman susu asam dengan flavor nanas dan sesi kedua untuk minuman susu asam dengan flavor mangga. Formulir uji organoleptik terdapat pada Lampiran 12. Adapun hasil pengujian tertera pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil uji segitiga minuman susu asam

Sampel Jumlah jawaban benar

Minuman susu asam dengan flavor

nanas 22 orang

Minuman susu asam dengan flavor

mangga 25 orang

Hasil pengujian dilakukan dengan membandingkan jumlah jawaban benar dari para panelis dengan Tabel Binomial yang terdapat pada Lampiran 7. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa untuk flavor nanas 22 orang dari 30 orang panelis dapat menjawab benar. Sementara itu, untuk flavor mangga 25 dari 30 panelis dapat menjawab benar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa panelis dapat mendeteksi adanya perbedaan aroma dari sampel yang disajikan yang diduga karena kandungan MSM didalamnya. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa baik untuk flavor nanas maupun flavor mangga menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada taraf 0.05.

Uji Rating Intensitas

(40)

26

menggunakan 30 panelis. Sampel yang diujikan terdiri atas empat sampel, yaitu sampel minuman susu asam rasa mangga dengan sumber lemak MSM dan RBDPO, serta minuman susu asam rasa nanas dengan sumber lemak MSM dan RBDPO. Formulir uji organoleptik terdapat pada Lampiran 11. Adapun hasil uji rating intensitas terdapat pada gambar 8.

Gambar 8 Rata-rata skor uji sensori terhadap intensitas aroma produk minuman susu asam

Rata-rata hasil uji rating intensitas terhadap aroma MSM untuk keempat sampel uji berada pada skala 2, yaitu intensitas aroma MSM agak lemah. Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa intensitas aroma untuk minuman susu asam dengan sumber lemak dari MSM dan RBDPO, baik untuk flavor nanas maupun mangga, tidak berbeda. Hasil analisis statistika (Lampiran 8) menunjukkan bahwa produk minuman susu asam yang diujikan tidak berbeda nyata pada taraf siginifikansi 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas aroma MSM pada produk minuman susu asam dengan sumber lemak MSM memiliki aroma yang sama dengan minuman susu asam dengan sumber lemak RBDPO. RBDPO merupakan minyak sawit yang telah mengalami proses pemurnian dan deodorisasi sehingga aroma minyak sawit seharusnya sudah tidak ada. Dengan demikian, flavor mangga dan nanas dapat digunakan sebagai flavor untuk menutupi aroma MSM pada produk minuman susu asam dengan sumber lemak MSM.

Uji Rating Hedonik

Uji rating hedonik minuman susu asam dilakukan pada 30 panelis tidak terlatih. Pengujian dilakukan pada minuman susu asam dengan menggunakan

2.8a

(41)

27 flavor, yaitu nanas dan mangga. Penyajian sampel minuman susu asam pada kondisi suhu dingin karena produk merupakan produk pasteurisasi. Atribut yang dinilai adalah profil produk secara keseluruhan (overall) mulai dari rasa, aroma dan warna. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah produk diterima atau tidak secara organoleptik oleh panelis. Formulir uji organoleptik terdapat pada Lampiran 10. Adapun hasil uji rating hedonik tertera pada Gambar 9.

Gambar 9 Rata-rata hasil penerimaan produk minuman susu asam dengan flavor nanas dan mangga

Rata-rata hasil uji rating hedonik untuk produk minuman susu asam dengan flavor nanas adalah 5.4. Nilai ini berada pada skala produk disukai. Sementara itu, produk minuman susu asam dengan flavor mangga menghasilkan rata-rata 6.3. Nilai ini berada pada skala produk sangat disukai. Dari kedua produk tersebut flavor mangga lebih disukai dibandingkan flavor nanas.

Hasil analisis statistika (Lampiran 9) menunjukkan bahwa produk minuman susu asam yang diujikan berbeda nyata pada taraf siginifikansi 0.05. Namun, kedua produk tersebut masih terdapat pada rentang skala produk disukai. Artinya produk minuman susu asam, baik dengan flavor nanas maupun mangga dapat diterima secara organoleptik oleh panelis sebagai produk minuman yang disukai.

Analisis Karoten Produk Terpilih

Minyak sawit merah merupakan salah satu minyak yang menjadi sumber karoten. Kandungan karoten pada minyak sawit merah cukup tinggi. Menurut Lai

5.4a

6.3b

1 2 3 4 5 6 7

Minuman susu asam dengan flavor nanas

Minuman susu asam dengan flavor mangga

S

ko

r

Produk Minuman susu asam dengan

flavor nanas Minuman susu asam dengan flavor mangga

Gambar

Gambar 1.
Gambar 1 Tahapan penelitian formulasi minuman susu asam siap minum menggunakan lemak pengganti minyak sawit merah
Tabel 1 Formulasi susu isi (filled milk)
Tabel 5   Formula awal minuman susu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan aspek pasar, aspek teknik dan aspek finansial nantinya akan menghasilkan kesimpulan mengenai kelayakan investasi secara umum dilihat dari segi finansial, setelahnya

Festival Kasongan sebagai daya tarik (seperti Kasongan Art Festival yang diadakan setiap tahun (mulai 2011 hingga sekarang, dan Terracotta Biennalle). Keragaman hasil

The data were gained from classroom observations conducted in 12 meetings by the researcher and her colleague, from students’ tests investigating students’ moral judgment,

pada daerah yang memiliki kecepatan arus yang tinggi jumlah jenis. makrozoobenthos yang hidup di dalamnya

Secara keseluruhan terjadi kecenderungan keseragaman hasil observasi dari ketiga kelas (IPA 5, IPA 6, dan IPA 7) dimana peserta didik memiliki keterampilan proses

Pemesanan secara online melalui internet merupakan suatu cara untuk memberikan pelayanan kepada konsumen, dimana seorang konsumen dapat melakukan pemesanan tiket tanpa harus

Banyaknya keluhan pemakai layanan jasa internet terhadap provider Indosat (IM2) dan Telkomsel (Telkomsel Flash) karena adanya ketidakpuasan pengguna terhadap layanan

It can be concluded that there is a significant relationship between knowledge, attitudes, actions related to The Clean and Healthy Behavior and nutritional