• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahapan kedua dilakukan untuk mendapatkan kisaran perbandingan maltodekstrin dan gum arab yang mampu membentuk emulsi stabil serta untuk mengetahui jumlah minyak yang masih mampu ditambahkan sehingga diperoleh mikroenkapsulat yang kering. Kestabilan emulsi menunjukkan kemampuan dari bahan penyalut dalam mengikat minyak. Tingkat kekeringan mikroenkapsulat dapat diketahui melalui uji coba proses pengeringan dengan spray dryer.

Emulsi merupakan sistem heterogen, terdiri atas cairan tidak tercampurkan yang terdispersi dengan baik sekali dalam cairan yang lain, berbentuk tetesan dengan diameter biasanya lebih dari 0.1 µm. Stabilitas sistem ini minimum, yang dapat diperkuat dengan senyawa aktif permukaan dan beberapa senyawa, terutama makromolekul seperti protein, pati dan yang lainnya (Becher, 1965 yang dikutip dalam deMann, 1997). Arti dari pengemulsi adalah senyawa aktif permukaan yang mampu menurunkan tegangan permukaan antara antarmuka udara-cairan dan cairan-cairan (deMann, 1997).

Proses pembuatan emulsi dapat dilihat pada Gambar 18. Emulsi yang akan diuji kestabilannya dibuat dengan mencampurkan bahan penyalut, air dan minyak melalui proses homogenisasi. Berat bahan penyalut (campuran MD dan GA) adalah 30% dari berat air yang akan digunakan. Rasio penyalut tersebut berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya tentang mikroenkapsulasi seperti yang telah dilakukan oleh Krishnan et al. (2005) dan Setyaningsih et al. (2007). Maltodekstrin dan gum arab dicampur secara kering, setelah tercampur maka semua air yang sudah ditimbang sebelumnya ditambahkan ke dalam campuran penyalut. Campuran tersebut selanjutnya dipanaskan di atas hotplate hingga mencapai suhu ±60°C atau sampai semua penyalut larut, yang ditandai dengan tidak adanya gumpalan-gumpalan penyalut. Sambil dipanaskan, larutan tersebut terus diaduk untuk mempercepat proses pelarutan penyalut dan untuk menghindari kegosongan. Setelah itu, larutan didinginkan sampai suhu ≤45°C. Pendinginan ini bertujuan untuk menurunkan suhu awal homogenisasi

40 sehingga dapat meminimalkan kerusakan minyak yang akan ditambahkan saat proses homogenisasi.

(a) (b)

(d) (c)

Gambar 18. Proses pembuatan emulsi : (a). Penyalut dan air, (b). Pemanasan penyalut dan air, (c) Pendinginan campuran penyalut dan air, (d) homogenisasi penyalut, air dan MSM menjadi emulsi

Homogenisasi yang dilakukan dibagi menjadi dua tahap dengan kecepatan 1425 rpm. Tahap pertama dilakukan selama 2 menit, yaitu untuk menghomogenkan penyalut dan air. Tahap kedua dilakukan selama 8 menit, yaitu untuk menghomogenkan MSM dan penyalut. Pada tahap kedua tersebut, MSM ditambahkan sedikit demi sedikit sehingga terbentuk emulsi yang stabil. Penambahan sedikit demi sedikit, ditujukan agar lebih banyak minyak yang terperangkap sehingga semakin banyak minyak yang terselaputi oleh bahan penyalut. Homogenisasi berfungsi untuk memperkecil ukuran globula. Semakin kecil ukuran globula maka semakin stabil emulsi yang terbentuk. Proses homogenisasi dapat mencegah atau mengurangi kecenderungan lemak untuk bergabung kembali, karena ukuran globula lemakmenjadi lebih kecil. Peningkatan kecepatan homogenasi dapat semakin memperkecilukuran globula minyak sehingga globula minyak dapat terselubungi/dilapisi oleh larutan bahan penyalut. Dalam penelitian ini, kecepatan homogenisasi hanya dapat dilakukan pada 1425 rpm, yaitu kecepatan maksimum dari homogenizer yang dipakai. Total waktu homogenisasi adalah 10 menit, bertujuan agar suhu akhir

41 homogenisasi cukup rendah (<60°C).Suhu akhir emulsi setelah proses homogenisasi berkisar antara 44-58°C.

Emulsi yang sudah terbentuk kemudian diuji kestabilannya dengan cara mendiamkan emulsi selama 2 jam pada suhu ruang. Lamanya waktu pengujian kestabilan ini berdasarkan pada metode penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak (2007) dan Yudha (2008). Rasio pemisahan emulsi dihitung berdasarkan metode Lamar et al., (1976). Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan stabilitas dengan metode tersebut adalah wadah emulsi, yaitu harus menggunakan wadah dengan dimensi yang sama sehingga kestabilan antar formula dapat dibandingkan. Tabel 14 menunjukkan bahwa ternyata semua formula yang diuji stabil, bahkan sampai 400% minyak yang ditambahkan (Gambar 19).

(a) (b)

Gambar 19. Uji stabilitas emulsi untuk rasio penyalut (MD:GA) dengan minyak (1:3):4 (a) dan (3:1):4 (b) setelah didiamkan selama 2 jam

Tabel 14. Hasil uji stabilitas emulsi Minyak : Penyalut Stabilitas (%) MD : GA 1 : 3 2 : 3 3 :3 3 : 2 3 : 1 1 : 2 100 100 100 100 100 1 : 1 100 100 100 100 100 2 : 1 100 100 100 100 100 3 : 1 100 100 100 100 100 4 : 1 100 100 100 100 100

Friberg et al. (1990) menyatakan bahwa secara termodinamika, emulsi dari dua fase cair tidak bersifat stabil sehingga istilah ‘emulsi yang stabil’ mengacu pada proses pemisahan yang berjalan lambat sedemikian sehingga proses tersebut tidak teramati pada selang waktu tertentu yang diinginkan. Tingginya stabilitas emulsi dari semua formula yang diuji, diduga karena

42 penggunaan gum arab yang dapat meningkatkan stabilitas emulsi. Hal ini karena gum arab dapat meningkatkan viskositas emulsi. Semakin tinggi jumlah minyak maka semakin banyak gum arab yang dibutuhkan untuk menjaga kestabilan emulsi (Nussinovitch, 1997). Sebagai hidrokoloid, gum arab akan meningkatkan viskositas fase air, sehingga menurunkan pergerakan droplet- droplet minyak (Pomeranz, 1991). Gum arab mempunyai sifat yang unik dibandingkan dengan jenis gum yang lainnya. Hal ini karena sampai konsentrasi 40-50%, tidak memberikan viskositas yang tinggi sedangkan gum yang lain hanya mampu ditambahkan 1-5%. Gum arab menghasilkan viskositas yang lebih rendah meskipun berat molekulnya besar karena tingginya struktur cabang pada gum arab yang membatasi keefektifan hidrasinya. Oleh karenanya, Glicksman (1983) menyatakan bahwa kemampuan gum arab tersebut dapat menciptakan kestabilan yang sempurna dan sifat sebagai emulsifier ketika dicampur dengan sejumlah besar bahan insoluble. Glicksman (1983) juga menjelaskan bahwa gum arab merupakan agen pengemulsi yang efektif karena kemampuannya sebagai koloid pelindung. Selain itu, gum arab juga sering digunakan dalam persiapan pangan emulsi minyak dalam air yang mampu menstabilkan sebagian besar minyak pada kisaran pH yang luas dan dengan keberadaan elektrolit meskipun tanpa ditambahkan agen penstabil lainnya. Meskipun mekanisme emulsifikasi gum arab belum dimengerti dengan jelas, namun diduga karena kemampuannya membentuk film sehingga mencegah coalescence globula minyak. William, et al. (1990) menyatakan bahwa pada umumnya gum tidak cocok digunakan sebagai emulsifier, tetapi adanya protein yang membentuk komplek dengan arabinogalaktan dalam gum arab membuat gum arab mampu berfungsi sebagai emulsifier. Protein yang terkandung di dalam komplek tersebut sekitar 20%, namun hanya 1-2% molekul gum arab yang dapat terserap pada antar muka (interface) minyak-air dan yang berperan dalam proses emulsifikasi. Oleh karena itu hanya dengan konsentrasi yang tinggi (>12%) dapat memberikan kestabilan emulsi dengan ukuran droplet kecil yang seragam. Pada konsentrasi rendah, protein tidak mampu menyelaputi droplet minyak secara sempurna, sehingga mengakibatkan terjadinya flokulasi dan pengelompokkan.

43 Berbeda dengan gum arab, maltodekstrin tidak mempunyai sifat lipofilik sehingga menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun minyak yang terenkapsulasi memiliki daya tahan terhadap oksidasi (Westing dan Rennecius , 1988). Oleh karenanya, maltodekstrin diharapkan dapat meningkatkan ketahanan mikroenkapsulat terhadap oksidasi selama penyimpanan maupun proses pembuatan mikroenkapsulat. Adanya kombinasi dengan gum arab diharapkan dapat menciptakan emulsi yang stabil karena maltodekstrin sendiri bersifat lipofobik.

Formula yang akan dipilih untuk dianalisis pada tahap III bukan hanya formula yang stabil, melainkan mampu menghasilkan mikroenkapsulat yang kering melalui proses pengeringan dengan spray dryer. Pengeringan dilakukan dengan cara mengatur suhu inlet 140 -180oC, suhu outlet 80 – 120oC dan kecepatan pompa 40 rpm (Gambar 20). Penentuan suhu inlet dan outlet berdasarkan penelitian Elisabeth et al., (2007). Emulsi dihisap melalui selang, kemudian dilewatkan melalui lubang kecil (nozzle) dan disemprotkan ke dalam ruang pengering. Menurut Masters (1979), pengering semprot terdiri dari empat tahap proses yaitu : (1) atomisasi bahan sehingga dapat membentuk semprotan sehalus mungkin, (2) kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air dari bahan, dan (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Spicer (1974) menyatakan bahwa kecepatan penguapan berpengaruh terhadap keadaan suhu produk akhir dimana bila kecepatan penguapan semakin cepat maka produk yang dihasilkan akan semakin rendah suhunya. Kecepatan penguapan menurut Masters (1979), dipengaruhi oleh komposisi bahan secara keseluruhan atau total padatan bahan. Bila total padatan bahan yang masuk semakin tinggi maka kecepatan penguapan akan semakin tinggi. Penguapan air dari bahan mulai berlangsung pada saat terjadi kontak antara partikel bahan dengan udara pengering. Pada awal penguapan akan terjadi pengerasan pada bagian permukaan vertikal dan makin lama akan semakin mengembang sampai ke pusat vertikal.

44

Gambar 20. Proses pengeringan emulsi menjadi mikroenkapsulat MSM dengan spray dryer

Melalui proses pengeringan mulai terlihat adanya perbedaan antar formula, yaitu hanya ada 9 dari 25 formula yang menghasilkan mikroenkapsulat kering (Tabel 15). Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan penyalut untuk menahan minyak dalam kapsul akan menurun seiring dengan berkurangnya jumlah gum arab yang digunakan serta meningkatnya jumlah minyak yang ditambahkan. Hal tersebut dikarenakan oleh kemampuan gum arab sebagai emulsifier akan menurun sehingga minyak yang terikat akan lebih sedikit. Jumlah minyak sampai 200% dari bobot penyalut kering masih mampu disalut, sedangkan pada penambahan yang lebih tinggi (300-400%) sudah tidak mampu disalut karena mikroenkapsulat yang dihasilkan masih berminyak bahkan menyisakan emulsi yang masih basah di dalam tabung spray dryer.

Tabel 15. Hasil uji pengeringan emulsi dengan spray dryer

Minyak : Penyalut

Uji Coba Spray MD : GA 1 : 3 2 : 3 3 :3 3 : 2 3 : 1 1 : 2 X X 1 : 1 X X 2 : 1 X X 3 : 1 X X X X X 4 : 1 X X X X X

Keterangan : = mikroenkapsulat kering, bagus X = mikroenkapsulat basah, berminyak

Formula optimum yang ingin diperoleh adalah formula yang dapat menyalut minyak dalam jumlah tinggi sehingga kadar karoten yang terkandung dalam mikroenkapsulat juga tinggi. Formula dengan jumlah minyak 50% pada awalnya dipilih berdasarkan penelitian Elisabeth et al., (2007) yang membuat mikroenkapsulat MSM dengan jumlah minyak 30-70% dari bobot penyalut. Peningkatan jumlah minyak yang ditambahkan, diharapkan dapat

45 meningkatkan kadar karoten mikroenkapsulatdengan mempertimbangkan kestabilan emulsi dan tingkat kekeringan mikroenkapsulat. Formula dengan perbandingan minyak dan penyalut 1:2 (jumlah minyak 50%) tidak dilanjutkan ke tahap analisis karena jumlah minyaknya terlalu sedikit dibandingkan dengan formula lain yang sama-sama dapat melalui proses spray drying.Oleh karena itu, hanya ada 6 formula yang akan dilanjutkan ke penelitian tahap III.

Dokumen terkait