• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEKTIF KEBIJAKAN MERDEKA BELAJAR GAB ANTARA KONDISI FAKTUAL DENGAN KONDISI IDEAL DI SMP NEGERI 3 BOJONG Oleh : Fransisus Xaverius Martono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROSPEKTIF KEBIJAKAN MERDEKA BELAJAR GAB ANTARA KONDISI FAKTUAL DENGAN KONDISI IDEAL DI SMP NEGERI 3 BOJONG Oleh : Fransisus Xaverius Martono"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PROSPEKTIF KEBIJAKAN “MERDEKA BELAJAR”

GAB ANTARA KONDISI FAKTUAL DENGAN KONDISI IDEAL DI SMP NEGERI 3 BOJONG

Oleh : Fransisus Xaverius Martono

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1). Pada pasal 2 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Adalah tanggung jawab negara untuk menyelenggarakan dan mengatur suatu sstem pendidikan nasional untuk seluruh warga negaranya.

Dalam konteks mengatur tersebut pemerintah melalui kementerian pendidikan mengeluarkan kebijakan pendidikan.

Pada akhir tahun 2019 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI mengeluarkan kebijakan di bidang pendidikan dasar yang dikenal dengan istilah merdeka belajar. Kebijakan mereka belajar diluncurkan dalam koridor upaya untuk mempercepat tercapainya tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 3 yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian itu roh merdeka belajar harus tetap berada pada tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Merdeka belajar ini harus dimaknai sebagai semangat untuk melakukan perubahan di dunia pendidikan yang lebih baik dari kondisi selama ini. Perubahan mendasar diharapkan terjadi pada maindset yang menjadi pendorong para pelaku di dunia pendidikan terutama guru untuk bergeser dari paradigma lama. Merdeka belajar harus ditangkap sebagai kesempatan untuk berbuat, mencari, dan melakukan sesuatu yang baru yang bermanfaat demi kemajuan pendidikan, bukan menanti petunjuk seperti selama ini terjadi.

Bagaimana proses merdeka belajar dimaknai dan diimplementasikan para pelaku pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Sejauh mana perubahan maindset itu terjadi, bagaimana prospek keberhasilannya dengan melihat realitas yang terjadi, untuk itu perlu dianalisis lebih lanjut.

B. Konsep Merdeka Belajar (substansi dan tujuannya)

Kebijakan Mendikbud yang dikenal dengan merdeka belajar menjadi dasar pijakan baru dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia. Kebijakan ini sebagai sarana mengembalikan roh pendidikan pada tujuan awal pendidikan nasional

(2)

sebagaimana diamantkan dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Siaran Pers Nomor:

408/sipres/A5.3/XII/2019. Empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar” meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)

Kebijakan penghapusan USBN disasari hasil analisis bahwa kondisi saat ini: Pertama, semangat UU Sisdiknas adalah memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk menentukan kelulusan, namun USBN membatasi penerapan hal ini. Kedua, Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang berbasis kompetensi, perlu asesmen yang lebih holistik untuk mengukur kompetensi anak. Sedangkan arah kebijakan baru ini

Adapun arah kebijakan baru setelah dihapuskannya penyelenggaraan USBN adalah sebagai berikut :

a. Akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah.

b. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).

c. Guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar siswa.

d. Anggaran USBN dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

2. Ujian Nasional (UN)

Kebijakan Penghapusan Ujian Nasional (UN) didasarkan pada analisis kondisi sebagai berikut :

a. Materi UN terlalu padat sehingga siswa dan guru cenderung menguji penguasaan konten, bukan kompetensi penalaran

b. UN menjadi beban bagi siswa, guru, dan orangtua karena menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu UN seharusnya berfungsi untuk pemetaan mutu sistem pendidikan nasional, bukan penilaian siswa

c. UN hanya menilai aspek kognitif dari hasil belajar, belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh.

Arah kebijakan baru setelah penghapusan Ujian Nasional sebagai berikut :

a. Tahun 2020, UN akan dilaksanakan untuk terakhir kalinya

b. Tahun 2021, UN akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter

c. Dilakukan pada siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11) sehingga mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran dan tidak bisa digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya

d. Mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS Untuk penghapusan Ujian nasional dilaksanakan lebih cepat karena pandemic Covid-19. Dalam SE No. 4 Tahun 2020 tentang kebijakan belajar di

(3)

masa pandemi yang di dalamnya memuat Penghapusan UN. Pembatalan UN merupakan salah satu point penting dalam surat edaran ini. Ujian Nasional tidak menjadi syarat kelulusan ataupun syarat masuk pendidikan yang lebih tinggi.

Berdasar UU Sisdiknas bahwa penilaian adalah menjadi hak guru, dan penentuan kelulusan ada di sekolah. SE ini mempertegas kembali bahwa hak penilaian dikembalikan kepada guru yang mengajar siswa, dan penentuan kelulusan kepada sekolah sebagai penyelenggara pendidikan.

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Kebijakan penyederhanaan RPP yang harus disusun guru didasarkan pada kondisi sebagai berikut :

a. Format RPP: Guru diarahkan untuk mengikuti format RPP secara kaku.

b. Komponen RPP: RPP memiliki terlalu banyak komponen – Guru diminta untuk menulis dengan sangat rinci (satu dokumen RPP bisa mencapai lebih dari 20 halaman).

c. Durasi penulisan RPP: Penulisan RPP menghabiskan banyak waktu guru, yang seharusnya bisa digunakan untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.

Sedangkan arah kebijakan baru terkait RPP sebagai berikut:

a. Format RPP: Guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP.

b. Komponen RPP: 3 komponen inti (komponen lainnya bersifat pelengkap dan dapat dipilih secara mandiri): Tujuan pembelajaran, Kegiatan pembelajaran, Asesmen dan dibuat sebanyak 1 halaman cukup.

c. Durasi Penulisan RPP: Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.

Berdasarkan Surat Edaran Mendikbud RI Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan RPP, disebutkan bahwa RPP hanya terdiri atas tiga komponen yang meliputi (1) tujuan pembelajaran, (2) langkah- langkah (kegiatan) pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan keterampilan abad 21 dan pendidikan 4.0, serta (3) penilaian pembelajaran (asesmen).

Dengan demikian rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP yang berisi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen.

4. Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi

Terkait Kebijakan PPDB Zonasi sebagai berikut: Tujuan PPDB Zonasi pertama untuk memberikan akses pendidikan yang berkualitas; dan kedua untuk mewujudkan Tripusat Pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) dengan bersekolah di lingkungan tempat tinggal.

Hasil analisis terkait implementasi selama ini peraturan terkait PPDB kurang mengakomodir situasi daerah; belum terimplementasi dengan lancar di semua daerah; dan belum disertai dengan pemerataan jumlah guru.

Selanjutnya arah kebijakan baru PPDB adalah sebagai berikut : Rancangan Peraturan Membuat kebijakan PPDB lebih fleksibel untukmengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah: Jalur zonasi : minimal 50%

(4)

Jalur afirmasi: minimal 15% Jalur perpindahan: maksimal 5%. Jalur prestasi (sisanya 0-30%, disesuaikan dengan kondisi daerah). Dengan demikian Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lebih fleksibel dimana daerah diberi wewenang dalam menentukan prosentase PPDB.

Pada tahapan implementasi maka daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi. Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru.

Dari keempat kebijakan pendidikan tersebut memberi paradigma baru bagi dunia pendidikan kita untuk kedepan diantaranya bahwa penilaian tidak lagi hanya sebatas penilaian secara kognitif namun juga secara afektif dan psikomotorik. Kemudian sistem penilaian berupa Ujian Nasional mulai tahun 2021 dihapus diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survey karakter.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dapat dikembangkan oleh masing- masing guru dengan cukup 1 lembar. Zonasi penerimaan peserta didik baru lebih fleksibel. Kebijakan merdeka belajar ala Menteri Pendidikan ini dianggap sebagai jembatan untuk menuju pendidikan masa depan dimana pendidikan tidak lagi hanya mengedepankan bukti fisik administrasi, tidak lagi mengedepankan nilai prestasi kognitif namun juga skill, kompetensi dan juga karakter. Namun, pada akhirnya tantangan untuk kita bersama adalah bagaimana menciptakan proses pendidikan yang lebih baik dan berkualitas dengan berbagai segala perubahan yang ada dan juga berbagai kebijakannya.

C. Kajian Teori (Manajemen Berbasis Sekolah)

Kajian teori Manajemen Pendidikan nasional menjadi dasar untuk melakukan analisis terhadap substansi dan tujuan kebijakan merdeka belajar. Bila dilihat dari sudut pandang perkembangan manajemen sistem pendidikan nasional, maka kebijakan merdeka belajar sangat erat kaitannya dengan desentralisasi pendidikan yang pelaksanaanya berbasis pada Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Bagaimana sistem pendidikan nasional dikelola dan dilaksanakan dalam tingkat satuan pendidikan atau sekolah. Konsep manajemen berbasis sekolah dapat menuntun pada tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Menurut Husein Usman (2008:532) Manjemen berbasis sekolah (MBS), sebagai paradigma baru dalam pengoperasionalan sekolah. Manajemen berbasis sekolah mengandung pengertian desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas.

Sedangkan Mulyasa (2007:24) berpendapat bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya atau sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan.

Dalam hal itu, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula

(5)

dilakukan oleh sekolah.

Kemudian Rohiat (2010:11) didefinisikan MBS sebagai model manajemen yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab) yang lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/ keluwesan lebih besar kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), dan meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Menurut Myers dan Stonehill sebagaimana dikutip oleh Hadiyanto dalam bukunya yang berjudul: Mencari sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, Manajemen berbasis sekolah merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dan ke masing- masing sekolah, sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua peserta didik mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan juga mempunyai tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiayaan, personal dan kurikulum sekolah (Hadiyanto, 2004:67).

Perwujudan pendidikan yang efektif dan efisien, hendaklah mewujudkan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai wujud dari reformasi pendidikan, sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik dan orangtua peserta didik mempunyai andil yang sangat penting untuk mengawasi jalannya proses belajar mengajar pada lembaga pendidikan. Dengan demikian, akan terjadi sistem yang positif secara sentralisasi dan desentralisasi. Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk manajemen yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam mengambil keputusan yang partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah. Kebijakan MBS bertujuan mencapai mutu quality dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil output dan outcome bukan pada metodologi atau prosesnya. Antara mutu dan relevansi ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, pendidikan yang bermutu adalah yang relevan dengan berbagai kebutuhan dan konteksnya. Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip, yaitu : Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality); Prinsip Desentralisasi (Principle of Decentralization); Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri; Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human Initiative).

Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah beberapa komponen sekolah yang perlu dikelola yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan kemuridan, sarana dan prasarana pendidikan, dan pengelolaan hubungan sekolah dan orangtua/wali murid (Mulyasa, 2005:33). Jadi ada 6 komponen yang perlu diperhatihan yaitu : Kurikulum dan Program Pengajaran; Manajemen Tenaga Kependidikan; Manajemen Kesiswaan; Manajemen Keuangan; Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan; Manajemen Pengelolaan Hubungan Masyarakat.

Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan

(6)

menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS, bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya. Dengan demikian, MBS yang akan dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

Diharapkan dengan menerapkan manajemen pola MBS, sekolah lebih berdaya dalam beberapa hal berikut:

1. Menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut 2. Mengetahui sumberdaya yang dimiliki dan “input” pendidikan yang akan

dikembangkan

3. Mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya

4. Bertanggungjawab terhadap orangtua, masyarakat, lembaga terkait, dan pemerintah dalam penyelengaraan sekolah

5. Persaingan sehat dengan sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif-inovatif untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan.

Ciri-ciri Sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), misalnya:

1. Upaya meningkatkan peran serta Komite Sekolah, masyarakat, DUDI (dunia usaha dan dunia industri) untuk mendukung kinerja sekolah

2. Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif saja.

3. Menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personil dan fasilitas)

4. Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.

5. Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat.

6. Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.

7. Meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang.

8. Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah (misal: Kepala sekolah, guru, Komite Sekolah, tokoh masyarakat, dan lain-lain).

9. Adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.

Berlandaskan pada kajian Manajemen Berbasis Sekolah diharapkan dapat menuntun dalam memahami konsep merdeka belajar yang merupakan kebijakan dari pemerintah pusat melalui menteri pendidikan dan kebudayaan. Sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan kebijakan merdeka belajar harus mampu menterjemahkan dan melaksanakan sesuai koridur peraturan perundangan yang berlaku guna mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

D. Kondisi faktual di sekolah (Das Sein)

Kebijakan merdeka belajar hakekatnya meliputi empat komponen yakni penghapusan USBN, UN, Peyederhanaan RPP, dan Pemberlakukan PPDB Zonasi.

Kebijakan tersebut membuat angina segar bagi SMP Negeri 3 Bojong yang selama ini telah memperjuangkan pengembalian kemerdekaan guru dan sekolah dalam hal penilaian.

(7)

Perjuangan itu dikemas dengan inovasi pembelajaran dan penilaian bersasis Android jauh hari sebelum program merdeka belajar digulirkan. Sebagai satu- satunya SMP di Kabupaten Pekalongan yang berani keluar dari zona nyaman, keluar dari system penilaian yang dikoordinir oleh Kabupaten dari UAS, PAS, PAT, US/USBN (semua dikendalikan). SMP Negeri 3 Bojong merencanakan, menyusun perangkat soal sendiri, membuat aplikasi sendiri, dan melaksanakan tes mandiri dengan ABT. Berbagai kendala dan cibiran mewarnai inovasi pembelajaran dan penilaian yang dilakukan sekolah. Disaat sekolah lain masih melarang siswa membawa HP ke sekolah, justru di SMPN 3 Bojong mewajibkan siswa membawa HP untuk pembelajaran dan penilaian tentunya dengan SOP yang ditetapkan sekolah.

Terkait dengan empat komponen merdeka belajar yang di digulirkan Menteri pendidikan dan kebudayaan tersebut bagaimana implementasinya di SMP Negeri 3 Bojong Kabupaten Pekalongan dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Kebijakan penghapusan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).

Setelah dihapuskannya USBN sekolah menjadi semakin mantap dalam program inivasi pembelajaran dan penilaian yang sudah dilaksanakan selama ini.

Berdasar praktik penyelenggaraan Ujian Sekolah selama ini di tingkat sekolah (SMP Negeri 3 Bojong) dapat diuraikan menjadi beberapa hal sebagai berikut : a. Pengorganisasian

Penyelenggaraan Ujian Sekolah diawali dengan pembentukan Panitia Ujian Sekolah dengan Surat Keputusan Kepala sekolah. Kepanitian meliputi Penanggung jawab, Ketua, Sekretaris, Bendahara, TIM IT, Tim Editing dan setting, Tim Regulasi, Proktor, Koordinator kelas, Tim penyusun perangkat soal, perlengkapan, dan pembantu umum.

b. Kewenangan Sekolah

Kewenangan sekolah bertanggungjawab penuh dengan pelaksanaan Ujian Sekolah dari penyusunan perencanaan awal di program sekolah, RKAS sebagai pedoman pembiayaan dana BOS, menyusun jadwal, tata tertib, pemilihan system ABT, melaporkan, mengelola nilai, melakukan pembayaran, dan SPJ.

c. Pengadaan Naskah soal Mandiri

Kegiatan yang dilakukan di SMP Negeri 3 Bojong semua master soal dengan kelengkapannya disusun sendiri oleh guru mata pelajaran yang terdiri (Kisi- kisi, kartu soal, naskah soal, kunci jawaban, dan norma penilaian). Alur penggadaan soal sebagai berikut: Soal kemudian masuk tim edit, masuk ke tim setting untuk diubak dari format word ke rtf, kemudian bank dan diekspor menjadi blackboard/zip. Setelah itu soal masuk ke Tim IT/ptoktor untuk diunaggah dan disetting di system CBT.

d. Peran guru

Dalam penyelenggaraan Ujian Sekolah selama ini guru hanya berperan sebagai panitia, pengawas, proctor, operator, editing, koordinator kelas, mengolah nilai, menyusun laporan nilai tertinggi, terendah, dan rata-rata.

Guru mata pelajaran memiliki kewenangan penuh untuk merancang dan menyusun perangkat soal ujian sekolah. Sebagaiman sudah dilaksanakan untuk penilaian harian, PTS, PAS, PAT, dan Ujian sebelumnya.

(8)

e. Manfaat Hasil Ujian Sekolah Mandiri

Hasil Ujian sekolah belum menggambarkan kemampuan siswa yang sesungguhnya, mengingat penilaian ini hanya dari segi pengetahuan saja.

Penentuan nilai akhir hasil ujian sekolah masih harus diolah kembali. Nilai Ujian Sekolah dirata-rata dengan ujian praktik, kemudian dijadikan dasar menentukan kelulusan. Aturan kelulusan sesuai dengan KTSP yakni: 1) Nilai Akhlak dan kepribadian minimal B; 2) Memiliki nilai rapor semester 1-6; 3) Lulus Ujian Sekolah; 4) Kehadiran 85%; 5) Mengikuti Ujian Nasional.

f. Pembiayaan

Sumber pembiayaan Ujian berasal dari dana BOS. Sebagai sekolah negeri yang satu-satunya telah melaksanakan paperless, penggunaan ABT, maka penyusunan anggaran di RKAS berbeda dengan sekolah lain. Yang terkadang belum bias dipahami oleh konsultan BOS di tingkat kabupaten.

Adapun pembiayaan Ujian Sekolah dalam RKAS yang masih bias diakomodir, meliputi IHT penyusunan soal, IHT editing, IHT unggah dan setting dalam aplikasi, akses internet, konsumsi, ATK (sangat kecil). Dalam hal ini sekolah dapat menghemat biaya ujian sampai 50%, kemudian dialihkan untuk kegiatan peningkatan kapasitas guru, karyawan, dan siswa, serta sarpras penunjang.

g. Dampak penyelenggaraan US mandiri

Penyelenggaraan US dilakukan secara mandiri di tingkat sekolah tentunya tetap berkoordinasi dengan MKKS, pengawas bina, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan.

Dalam pengolahan nilai, bila tidak terpenuhi atau tidak mencapai KKM sesuai tuntutan KTSP maka proses selanjutnya dikonversi, tidak ada remedial.

Penghapusan USBN telah dimaknai sebagai sarana untuk mengembalikan proses penilaian pada guru dan penentuan kelulusan pada sekolah. Kesempatan ini sudah ditangkap pada satuan pendidikan dengan memberdayakan guru dan sekolah untuk dapat melaksanakan Ujian sendiri, tidak lagi tergantung pada pihak lain.

Dari sisi penguasaan IT diakui masih ada beberapa guru terutama yang masih kurang mumpuni dalam penguasaan IT, namun semangat semuanya dapat menutupi hal itu. Dampak positif yang lain terlihat pada antusiasme guru-guru yang mutasi ke SMP Negeri 3 Bojong, dalam bulan pertama mereka mengejar target untuk menguasai keterampilan penggunaan IT. Tidak jarang mereka rela lembur untuk mengejar agar bias menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah.

2. Kebijakan Penghapusan Ujian Nasional (UN)

Sejalan dengan kebijakan USBN, penghapusan UN berdampak positif di SMP Negeri 3 Bojong. Yang dilakukan sekolah antara lain:

a. Menghentikan segala kegiatan persiapan Ujian Nasional, seperti program jam tambahan, les, pemadatan, try out dan sebagainya. Menginggat sejak awal tahun pelajaran sekolah dituntut untuk membuat program Sukses Ujian Nasional yang diketahui oleh Pengawas Bina.

(9)

b. Memfokuskan pada kegiatan Ujian Sekolah teori dan praktik, dan pembelajaran kelas VII dan VIII.

c. Mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kapasitas/pelatihan kepala sekolah, guru, karyawan, siswa.

d. Dampak Penghapusan UN

Penghapusan Ujian Nasional dirasakan seperti menghapus beban berat guru mata pelajaran UN. Karena selama ini mereka yang menanggung bebas psikhologis sepanjang tahun. Dengan tuntutan dari berbagai pihak agar nilai UN bisa naik atau tinggi.

Bebas psikologis siswa juga terkurangi dengan berbagai kegiatan les, yang sebenarnya tidak mereka inginkan namun harus dilakukan. Kemerdekaan mereka untuk menentukan cara belajarnya sendiri harus dikorbankan dengan mengikuti jam tambahan dan target pencapaian Nilai Ujian Nasional.

Menghapus diskriminasi terhadap guru non maple UN. Selama ini guru maple non UN dianggap hanya sebagai pelengkap saja dalam pencapaian prestasi sekolah. Bahkan dalam pengaturan jadwal pelajaran menjelang UN, maka mata pelajaran non UN sering tidak mendapatkan jam, dengan alasan sudah selesai dan waktunya digunakan untuk pemadatan materi UN. Dari sisi anggaran ada sejumlah besar pengeluaran yang difokuskan untuk program sukses Ujian Nasional. Dengan mengurangi pos anggaran yang lain. Dengan demikian UN telah menguras tenaga, pikiran dan dana pada tingkat satuan pendidikan.

Penghapusan Ujian Nasional menjad harapan baru akan kemerdekaan guru dalam melakukan penilaian dan kewenangan sekolah untuk menentukan kelulusan siswa. Apresiasi yang luar biasa dimana kebijkan ini telah meruntuhkan sekat-sekat diskrimansi pembelajaran, melepaskan beban guru, siswa, dan orangtua. kemudian mengembalikannya pada yang semestinya punya kewenangan penilaian siswa. Sekolah sebagai pelaksana kebijakan nasional merdeka belajar telah siap berubah, bergeser dari zona nyaman ke jenjang yang membangun kreatifitas.

3. Kebijakan Penyederhanaan RPP

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai pegangan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas idealnya disusun sendiri oleh guru disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan kondisi siswa di sekolah.

Selama ini RPP disusun secara rinci dan membutuhkan lembar cukup banyak yang menyita.

Kebijakan penyederhanaan RPP yang dikenal dengan sebutan RPP 1 lembar. Hakekatnya mengembalikan proses pembelajaran itu agar bias berlangsung sesuai dengan yang dirancang, dilakukan, dan direview sendiri oleh guru menjadi RPP yang hidup dan bermakna untuk pembelajaran. Sebutan 1 lembar yang terdiri yang syarat makna dan praktik dalam pembelajaran. Yang tertulis sedikit tetapi irumenjadi kunci untuk penyampaian proses pembelajaran yang hidup dalam kelas.

Kondisi di SMP Negeri 3 Bojong dari 29 guru mata pelajaran semuanya membuat RPP secara lengkap di awal semester. Adapun model dan sumber RPP beraneka ragam. Pertama ada yang mendownload dari internet, memodifikasi,

(10)

menyesuaikan beberapa bagian, kemudian mencetak. Kedua ada yang download kemudian mengganti identitasnya saja. Ketiga ada yang mengadopsi dari MGMP. Keempat menggunakan RPP lama, dan memotong/memecah beberapa bagian. Sedangkan yang membuat sendiri semuanya belum ada.

Terkait pemanfaatan RPP sudah sebagaian besar dijadikan pegangan mengajar, namun ada yang masih beranggapan hanya untuk memenhi tuntutan administrasi. Mengingat setelah penyederhanaan RPP sudah dilaksanakan dua kali Penilaian Kinerja Kepala sekolah, sehingga perangkat pembelajaran semua guru lengkap. Masih ada perbedaan persepsi tentang administrasi guru/RPP dari yang seharusnya untuk pedoman pelaksanaan pembelajaran, tetapi realitasnya karena tuntutan lima tugas pokok guru yaitu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisis, dan tindak lanjut. yang harus dibuktikan dengan administrasi. Yang punya anggapan seperti ini bila administrasi sudah lengkap maka akan tenang dalam bekerja, tidak ada tagihan lagi.

Terkait kebijakan sekolah untuk papperles, bahwa administrasi guru dalam bentuk soft copy, belum sejalan dengan kebijkan pengawas baru yang menggantikan. Pengawas baru tidak bias menerima administrasi dalam bentuk soft copy dan harus dicetak semua sampai kartu sooal yang cukup banyak, dan pemborosan kertas yang luar banyak, hanya untuk memenuhi tuntutan PKKS.

Efeknya terjadi pemborosan anggaran, pengeluaran biaya ATK tidak sesuai dengan RKAS yang sudah disusun sekolah.

4. Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi

Pelaksanaan PPDB di SMP Negeri 3 Bojong berpedoman pada Peraturan Bupati Pekalongan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Pekalongan Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pekalongan. Pada sasal 11 point (1) dituliskan bahwa jalur dalam PPDB melalui : zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orangtua, dan prestasi.

Selanjutnya pada point (2) jalur zonasi diperuntukkan bagi calon peserta didik yang berdomisili dalam wilayah SMP, SD, TK dengan kuota paling sedikit 50%

dari total kuota PPDB. Point (3) jalur afirmasi paling sedikit 15% dari total kuota PPDB, dan poit (4) jalur perpindahan orangtua paling banyak 5% dari total kuota PPDB.

Kemudian teknik pelaksanaan PPDB dilakukan serentak secara daring.

Ini memudahkan orangtua/siswa untuk melakukan pendaftaran namun harus tetap datang ke sekolah ntuk melakukan konfirmasi pendaftaran.

Kuota yang ditetapkan untuk SMP negeri 3 Bojong 160 siswa, sedangkan pendaptar melebihi 200 siswa. Jalur pendaftaran sudah diatur. Dalam praktiknya banyak orang tua yang ingin mencari jalan pintas agar anaknya dapat diterima, biasa diberikan penjelasan dan menerima. Namun akan sulit bila ada

“rekomnendasi” dari pihak tertentu, sehingga menggeser yang semestinya menjadi hak siswa. Praktek demikian yang membuat Panitia/sekolah menjadi dilema. Kebijakan dari sekolah hanya diberikan pada akhir daftar ulang, bila ada pendaftar diterima kemudian mengundurkan diri.

Dari uraian keempat komponen merdeka belajar yang diterapkan di SMP negeri 3 Bojong tersebut masih ada beberapa hal yang belum sesuai dengan

(11)

harapan (das solen). Untuk itu perlu dilakukan analisa lebih lanjut.

E. Prospektif Kebijakan Merdeka Belajar

Kebijakan merdeka belajar pada hakekatnya meliputi 4 komponen yakni penghapusan USBN, UN, Penyederhanaan RPP, dan PPDB Zonasi. Kebijakan tersbut diluncurkan tentunya sudah melalui analisa dan studi yang mendalam, yang akhirnya menelorkan sebuah kebijakan mendasar di dunia pendidikan. Perubahan baru tersebut harus bisa ditangkap sebagai kesempatan baik untuk berbuat sesuatu, bergerak, bergeser dari paradigma lama yang serba menunggu dengan segera melakukan sesuatu. Merdeka untuk berbuat, capaian merdeka harus bergerak, tidak menunggu, tetapi mencari tahu. Bagaimana atau maindset itu berdasarkan hukum yang berlaku. Merdeka belajar yang memiliki koridor atau aturan-aturan yang jelas.

Bukan membuat frame tetapi bagaimana kita mencari frame.

Hambatan klasik yang selalu mewarnai setiap perubahan adalah terbiasa dengan sesuatu yang tertata sehingga kesulitan untuk berubah. Bagaimana mindset kita bergeser untuk mewujudkan harapan merdeka belajar yang hakekatnya juga mewujudkan harapan kurikulum 2013 dengan belajar mencari tahu sesuai dengan persepsi. Harapannya bila kita berbuat sesuatu maka akan muncul sesuatu, tidak takut disalahkan.

Penerapan kebijakan merdeka belajar di SMP Negeri 3 Bojong dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Kebijakan penghapusan USBN.

Penghapusan USBN, UN dan sejenisnya (PAS, PAT, US, Try Out bersama) yang selama ini dikelola dan dikendalikan dari tingkat kabupaten telah ditangkap selaras dengan keinginan warga SMP Negeri 3 Bojong untuk keluar dari system itu. Langkah awal ditempuh dengan inovasi pembelajaran dan penilaian berbasis android, jauh hari sebelum kebijakan menteri dikeluarkan.

Usaha kolektif yang kreatif untuk keluar dari system dan membuat system sendiri yang lebih efisien, dan menghargai martabat guru.

Sekolah telah membuat suatu kebijakan yang lebih produktif, dengan inovasi penilaian yang lebih efektif dan efisien. Tidak melakukan konfrontasi tetapi berinovasi, dan bisa mengembalikan penilaian pada kewenangan guru dan sekolah.

Saat pandemi terjadi sekolah dengan cepat menyesuaikan diri, dan melaksanakan pembelajaran dan penilaian, sesuai yang diprogramkan dalam KTSP secara daring. Menunggu petunjuk sudah tidak jamannya lagi, tetapi berani melangkah, mengambil inisiatif.

Dari hasil analisa sekolah telah terjadi penghematan anggaran mencapai 70% dari kegiatan penilaian yang biasa dilakukan bersama. Pengalihan anggaran untuk peningkatan kapasitas/pelatihan-pelatihan guru, karyawan, dan siswa, serta menambah sarana pendukung pembelajaran daring. Dampak langsung sejalan dengan upaya peningkatan kualitas juga memberi kontribusi bagi kesejahteraan warga sekolah yang dilakukan secara legal. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam kebijakan penghapusan USBN.

Dalam penentuan kelulusan tidak mengalami kesulitan karena unsur pokok dalam KTSP bisa terpenuhi. yakni: 1) Nilai Akhlak dan kepribadian minimal B;

2) Memiliki nilai rapor semester 1-6; 3) Lulus Ujian Sekolah; 4) Kehadiran

(12)

85%; 5) Mengikuti Ujian Nasional. Untuk syarat kehadiran tidak diperhitungkan secara fisik, damun keterlibatan dalam daring, maka perlu dibuat berita acara perubahan, bahwa syarat kehadiran, dan Ujian nasional ditiadakan.

Praktik baik dalam pengelolaan Ujian dan penilaian ini dapat terus dikembangkan dan ditingkatkan efektifitasnya.

b. Kebijakan Penghapusan UN

Ujian Nasional selama ini telah membenani kepala sekolah, guru, siswa, orangtua, komite sekolah dan anggaran sekolah. Beban yang luar biasa tersebut tidak sebanding dengan kemanfaatan dari hasil UN. Maka sudah sangat tepat UN dihapus.

Penghapusan UN akan diganti dengan AKM. Pelaporan AKM dirancang untuk memberikan informasi mengenai tingkat kompetensi peserta didik di setiap jenjang satuan pendidikan. Tingkat kompetensi tersebut dapat dimanfaatkan guru berbagai mata pelajaran untuk menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat capaian murid. Tujuan AKM adalah sebagai informasi capaian kompetensi yang diperoleh peserta didik pada jenjang satuan pendidikan yang dimanfaatkan oleh guru dalam meningkatkan hasil belajar.

Dengan penggantian AKM ini jangan sampai menjadi seperti UN jilid 2, ada program sukses AKM, jam tambahan, les, dan lain-lain yang kembali menjadi beban guru. Perolehan AKM tidak dapat disulap sesaat, tetapi melekat pada proses pembelajaran yang dikelola sekolah sepanjang tahun pelajaran.

Bagaimana guru melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada murid. Ada indikasi pada pihak-pihak tertentu yang menawarkan paket pembahasan AKM ke sekolah dengan mengatasnamakan pihak tertentu. Kemudian ada indikasi lain yang menggeser pemahaman bahwa literasi adalah tugasnya guru bahasa Indonesia, ini terkait tuntutan PKKS.

Maindset guru tentang AKM masih ada yang terpengaruh dengan system UN yang belum berubah. Hal ini harus diluruskan secara bersama pada tingkat sekolah. Dapat dikembangkan dengan metode diskusi antar teman sejawat, forum diskusi guru di sekolah, MGMP sekolah, IHT, dan sebagainya guna meminimalisir kesalahan persepsi terkait AKM.

c. Kebijakan Penyederhanaan RPP

Berdasarkan Surat Edaran Mendikbud RI Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan RPP, disebutkan bahwa RPP hanya terdiri atas tiga komponen yang meliputi (1) tujuan pembelajaran, (2) langkah- langkah (kegiatan) pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan keterampilan abad 21 dan pendidikan 4.0, serta (3) penilaian pembelajaran (asesmen). RPP yang dapat dilakukan secara sederhana oleh guru sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada siswa.

Dalam hal ini, guru dapat menyusun, mengembangkan, memilih, memodifikasi, dan menggunakan RPP secara bebas dan sederhana sesuai dengan tiga prinsip tersebut. Tujuan dari penyederhanaan RPP ini adalah untuk meringankan beban administratif dan memberikan kebebasan kepada guru untuk berkreasi dan berinovasi dalam proses pembelajaran. Hal ini mengingat selama ini guru-guru sering diarahkan untuk menulis RPP dengan sangat rinci

(13)

sehingga banyak menghabiskan waktu yang seharusnya bisa lebih difokuskan untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran.

Didukung SDM yang mumpuni, dimana semua guru SMP Negeri 3 Bojong berpendidikan S1 dan S2 ini menjadi modal dasar yang bisa diberdayakan oleh sekolah untuk mempercepat proses perubahan maindset.

Kebijakan penyederhanaan RPP merupakan solusi dalam merespons realita yang ada. Harus disadari bahwa kompetensi dan integritas guru di SMP Negeri 3 Bojong beragam. Sebagian besar guru hanya melakukan copy paste saat membuat RPP. Semangat dan motivasi guru yang sangat tinggi, perlu terus didorong agar perubahan pola pikir di kalangan para guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah sebagai bagian dari ekosistem pendidikan untuk bertransformasi menjadi insan-insan pendidikan yang kreatif.

Pendampingan kepada guru dalam melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar siswa perlu dimunculkan. Dalam hal ini, guru harus didampingi agar memahami bagaimana mengumpulkan, mengolah, dan menggunakan data penilaian aspek kognitif (pengetahuan dan keterampilan) dan non-kognitif (sikap dan karakter) untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik.

Selain itu, guru juga perlu dibekali pengetahuan tentang asesmen diagnostik yang secara spesifik untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, kelemahan peserta didik, sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dari inti RPP. Dalam hal ini, siswa harus dipersiapkan untuk memiliki kecakapan dalam melakukan analisis (analyze), evaluasi (evaluate), dan mencipta (create). Skill tersebut juga termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making), yang sejatinya menjadi spirit dari RPP Merdeka Belajar.

d. Kebijakan PPDB Zonasi

Kebijakan PPDB Zonasi sebagai berikut: Tujuan PPDB Zonasi pertama untuk memberikan akses pendidikan yang berkualitas; dan kedua untuk mewujudkan Tripusat Pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) dengan bersekolah di lingkungan tempat tinggal.

Pelaksanaan PPDB melalui : zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orangtua, dan prestasi. Jalur afirmasi paling sedikit 15% dari total kuota PPDB, dan poit (4) jalur perpindahan orangtua paling banyak 5% dari total kuota PPDB.

Pelaksanaan PPDB di SMP Negeri 3 Bojong berpedoman pada Peraturan Bupati Pekalongan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Pekalongan Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pekalongan. Pada sasal 11 point dituliskan bahwa jalur dalam PPDB melalui: zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orangtua, dan prestasi. Jalur zonasi diperuntukkan bagi calon peserta didik yang berdomisili dalam wilayah SMP, SD, TK dengan kuota paling sedikit 50% dari total kuota PPDB. Jalur afirmasi paling sedikit 15% dari total kuota PPDB, dan jalur perpindahan orangtua paling banyak 5% dari total kuota PPDB.

(14)

Dilihat dari aspek tujuan untuk mewujudkan Tripusat Pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) dengan bersekolah di lingkungan tempat tinggal, SMP Negeri 3 Bojong sudah mampu menampung siswa lulusan SD di wilayah sekitar. Jarak terjauh siswa jalur zonasi yang dapat diterima adalah 2,5km, selebihnya harus memilih sekolah lain. Keberadaan siswa SMP Negeri 3 Bojong berada di seputar sekolah memudahkan dalam pemantauan bagi sekolah dan orangtua/wali sekalipun melalui PJJ, dimana siswa masih sangat membutuhkan pendampingan dari orangtua dan guru.

Adalah sudah seharusnya sekolah melaksanakan PPDB berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku. Beberapa permasalahan yang belum terakomodir menjadi bagian kewenangan sekolah sebagai pelaksana di lapangan.

Kebijakan PPDB di tingkat sekolah tidak boleh bertentangan dengan diatasnya, namun dibuat dalam rangka menutup celah kekurangan yang terjadi agar tujuan tercapai.

F. Simpulan

Kebijakan merdeka belajar yang digulirkan Mendikbud yang hakekatnya penghapusan USBN, UN, penyederhanaan RPP, dan PPDB Zonasi membawa dampak positif bagi perkembangan pendidikan di SMP Negeri 3 Bojong. Kebijakan tersebut sejalan dengan upaya sekolah untuk mengembalikan penilaian pada guru dan penentuan kelulusan oleh sekolah yang selama ini selalu dikendalikan dari tingkat Kabupaten. Sejalan dengan penerapan MBS, SMP negeri 3 Bojong melakukan inovasi pembelajaran dan penilaian yang lebih efisien, dan efektif dengan pengembangan ABT jauh hari sebelum Kebijakan menteri digulirkan.

Penghapusan USBN berdampak positif pada peningkatan kinerja dan penghematan anggaran penilaian mencapai 70%. Dan dialihkan untuk peningkatan kapasitas guru, karyawan, siswa, dan penambahan fasilitas akses internet pembelajaran.

Penghapusan UN telah menghilangkan beba psikologis bagi kepala sekolah, guru, siswa, orangtua, komite, dan beban anggaran yang harus ditanggung sekolah.

Pelaksanaan AKM sebagai pengganti UN jangan sampai menjadi UN jilid 2, Pencapaian AKM sejalan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan sekolah sepanjang tahun, sehingga tidak ada lagi program sukses AKM, jam tambahan, les dan sebagainya yang kembali menjadi beban, tapi kurang bermanfaat.

Penyederhanaan RPP baru diterima sebagai upaya meringankan beban administrasi guru. Kemampuan dan kredibilitas guru dalam penyusunan RPP masih perlu ditingkatkan lagi. Penyusunan RPP yang berorientasi pada siswa, harus bisa diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas. Perlu pendampingan guru dengan berbagai peningkatan kapasitas yang dibutuhkan yang mendukung proses pembelajaran yang berorientasi pada murid.

Pelaksanaan PPDB Zonasi mampu menjangkau seluruh calon siswa dalam wilayah SMP Negeri 3 Bojong untuk dapat menikmati pendidikan yang berkualitas, dan mewujudkan tripusat pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) dengan bersekolah di lingkungan tempat tinggalnya.

(15)

G. Saran

Perubahan maindset harus dimulai dari dalam diri setiap pelaku dunia pendidikan. Maindset harus menjadi perhatian untuk dapat melaksanakan berbagai kebijakan sesuai arah dan tujuannya.

Inovasi dan praktik baik dalam pengelolaan sekolah perlu terus dikembangkan dan ditularkan pada sekolah lain, demi mewujudkan ekosistem pendidikan yang lebih luas.

Pendampingan bagi guru dalam peningkatan kompetensi perlu terus dilakukan agar benar-benar menjadi insan pendidik yang professional. Penyusunan RPP 1 lembar harus dimaknai sebagai RPP yang sederhana tetapi sarat makna dan hidup dalam pembelajaran yang berorientasi pada murid.

Kebijakan PPDB zonasi perlu terus dilaksanakan dengan penyempurnaan pada bagian-bagian yang lemah, dan penanganan kasus-ksus domisili peserta didik dan orangtua.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

E. Mulyasa, 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia.

Jakarta: Rineka Cipta

Husaini Usman. 2008. Manajemen Teori Praktik & Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Nanang Fattah, 2008. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Peraturan Bupati Pekalongan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan

Bupati Pekalongan Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pekalongan

https://suyanto.id/analisis-kebijakan-merdeka-belajar-episode-1-dan-5/ diakses 28 Januari 2021 pukul 5:16

https://bangka.tribunnews.com/2020/03/25/mendikbud-terbitkan-surat-edaran-baru-tentang-un- 2020-ujian- sekolah-dan-belajar-di-rumah diakses 1 Februari 2021 pukul 5:21

https://rukim.id/kemdikbud/merdeka-belajar-empat-pokok-kebijakan-pendidikan-2019- 2020/

diakses 1 Februari 2021 jam 5:38

https://media.neliti.com/media/publications/54598-ID-implementasi-manajemen- berbasis sekolah, diakses 1 Februari 2021 pukul 5.51

http://kbbi.web.id/otonomi Jurnal EduTech Vol. 3 No. 1 Maret 2017 ISSN: 2442- 6024 e-ISSN: 2442-7063 14sis-sekolah.pdf diakses 1 Februari 2021 pukul 10.19

Referensi

Dokumen terkait

penduduk terhadap harga tanah di Kecamatan Jati Agung... Pokok bahasan skripsi ini sesuai dengan program studi penulis

Variabel keputusan yang optimum yang akan meminimumkan total ongkos gabungan akan ditentukan dalam penelitian ini, yaitu ukuran lot produksi, jumlah pengiriman

Bagi kebanyakan orang, vektor telah menjadi objek yang digunakan untuk merepresentasikan informasi yang memiliki besar dan arah, walau ketika orang tersebut

Kondisi lingkungan seperti ini memiliki pengaruh positif terhadap banyaknya jenis kupu-kupu yang datang, dan akibatnya berpengaruh terhadap kekayaan spesies (Hamer et

Hasil penelitian ini menyatakan setiap orang atau rumah tangga yang memiliki kualitas kewirausahaan memiliki kemampuan untuk menciptakan kesempatan kerja, walaupun tidak

Tujuan dari penelitian tersebut adalah 1) untuk mengetahui peran penyidik Kepolisian dan peran penyidik KPK dalam menangani kasus tindak pidana korupsi 2) untuk mengetahui

Matumizi ya takriri yanajitokeza katika methali nyingi za jamii ya Kisimbiti kutokana na hali halisi kwamba methali hutumika katika kusisitiza mambo muhimu katika maisha

Peserta/kelompok yang berhasil meraih nilai tertinggi dalam kelompok bidang penelitiannya berdasar pada aturan penilaian setelah selesai tahap gelar poster