• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Real. Johan Matheus Tuwankotta 1. December 3,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Real. Johan Matheus Tuwankotta 1. December 3,"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Real

Johan Matheus Tuwankotta 1 December 3, 2010

1

Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no. 10, Bandung, In-

donesia. mailto:[email protected]

(2)

2

(3)

Daftar Isi

1 Sistem Bilangan Real: Pendahuluan 5

1.1 Himpunan . . . . 5

1.2 Struktur aljabar . . . . 7

1.3 Himpunan Terurut . . . . 10

1.4 Perluasan lapangan . . . . 11

1.5 Konstruksi Bilangan Real . . . . 13

3

(4)

4 DAFTAR ISI

(5)

Bab 1

Sistem Bilangan Real:

Pendahuluan

Faith is the substance of things hoped for, the evidence of things not seen.

(Hebrew 11:1)

Memulai sebuat buku teks tentang Matematika, selalu sulit. Senantiasa sulit untuk menen- tukan bagian mana yang akan kita terima tanpa bukti, dan bagian mana yang akan kita buktikan secara lengkap. Bagi para matematikawan yang bekerja dengan Foundation of Mathematics dan Logika Matematika, Matematika adalah Teori Himpunan dan konsekuensinya. Bagi kaum analis matematika, teori himpunan dan konsep-konsep turunannya adalah alat yang kita gunakan untuk bekerja. Oleh karena itu kita akan memulai bab ini dengan pendahuluan tentang teori himpunan.

Teori yang akan disajikan ini sangat sederhana dan singkat; pembaca yang tidak memiliki penge- tahuan yang cukup tentang ini kami anjurkan untuk mencari literatur lain sebagai sumber.

Tujuan dari bab ini adalah konstruksi himpunan bilangan real. Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam mengkonstruksi bilangan real. Yang pertama adalah maha karya dari Richard Dedekind (1872). Pendekatan ini sangat abstrak dan akan kami perlihatkan dalam bab ini. 1 . Pendekatan kedua adalah menggunkan kelas ekivalen dari barisan-barisan Cauchy (akan diperli- hatkan di Bab III). Pendekatan ketiga adalah pendekatan aksiomatis lapangan. Tentu saja ada pendekatan lain yaitu dengan ”mempercayai adanya bilangan real tanpa mempertanyakan bukti ataupun konstruksinya.”

Kita memperkenalkan struktur dalam himpunan melalui beberapa operasi yang didefinisikan padanya. Struktur yang akan diperkenalkan adalah: grup. gelanggang, lapangan dan ruang vektor. Meski kebutuhan kita adalah lapangan, demi alasan kelengkapan kami memilih untuk memperkenalkan kedua struktur sebelumnya. Konsep tentang ruang vektor diperlukan ketika kita ingin memperluas sebuah lapangan agar memuat lapangan tertentu.

1.1 Himpunan

Himpunan merupakan suatu objek yang sangat sederhana dalam arti hanya ada keanggotaan di dalamnya, tidak ada interaksi antar anggota. Suatu himpunan dapat dinyatakan dengan cara:

1. mendaftarkan anggota-anggotanya: {1, 2, 3, 4, . . .},

2. menuliskan formula atau aturan yang mendefinisikannya: {2n|n bilangan asli}.

1

Setelah melihat konstruksi ini, kami berharap pembaca setuju bahwa bilangan real sesungguhnya sangat abstrak (tidak real)

5

(6)

6 BAB 1. SISTEM BILANGAN REAL: PENDAHULUAN Jika a anggota dari himpunan A, kita tuliskan a ∈ A. Jika A, B dua buah himpunan, maka A ⊂ B jika: anggota A adalah anggota B. Kita memiliki sebuah himpunan yang istimewa yaitu:

∅. Perhatikan bahwa karena ∅ tidak memiliki anggota, maka kalimat ”setiap anggotanya adalah anggota dari himpunan lain” senantiasa dipenuhi.

Lemma 1.1. Himpunan ∅ adalah bagian dari semua himpunan.

Definisi 1.2. Misalkan A dan B adalah dua buah himpunan. Maka 1. gabungan dari A dan B: A ∪ B = {x | x ∈ A atau x ∈ B}.

2. irisan dari A dan B: A ∩ B = {x | x ∈ A dan x ∈ B}.

3. jumlah A dan B: A + B = {x | x ∈ A atau x ∈ B, tetapi x / ∈ A ∩ B}. Operasi ini dikenal dengan ”exclusive or” dalam logika matematika.

4. pengurangan A oleh B: A\B = A − B = {x | x ∈ A tetapi x / ∈ B}.

5. komplemen dari A: A c = {x | x / ∈ A}.

6. hasil kali Cartesius: A × B = {(α, β) | α ∈ A dan β ∈ B}.

Definisi 1.3. Misalkan A n , n ∈ N adalah himpunan-himpunan. Maka

[

1

A n = {x | ∃n ∈ N sehingga x ∈ A n } ,

dan

\

1

A n = {x | x ∈ A n ∀n ∈ N}.

Definisi ini dapat diperluas dengan mudah untuk sebarang indeks.

Definisi 1.4. Misalkan untuk setiap α ∈ A, A α adalah himpunan. Maka:

[

α

A α = {x | ∃α ∈ A sehingga x ∈ A α } ,

dan

\

α

A α = {x | x ∈ A α ∀α ∈ A}.

Dalam Definisi 1.3 A dapat berupa interval subset dari himpunan bilangan real.

Lemma 1.5. (Hukum de Morgan) Jika A dan B adalah dua buah himpunan, maka (A ∪ B) c = A c ∩ B c dan (A ∩ B) c = A c ∪ B c .

Lebih umum,

[

α

A α

! c

= \

α

(A α ) c dan \

α

A α

! c

= [

α

(A α ) c

(7)

1.2. STRUKTUR ALJABAR 7

1.2 Struktur aljabar

Sekarang kita ingin memberikan suatu struktur dalam sebuah himpunan. Hal ini dilakukan dengan memperkenalkan interaksi antar anggota dalam sebuah himpunan. Interaksi antar anggota dalam matematika biasanya terjadi melalui sebuah operasi. Operasi adalah fungsi dari produk Cartesius himpunan tersebut ke himpunan itu sendiri. Misalkan A adalah sebuah himpunan. Pada A didefinisikan sebuah operasi yaitu:

∗ : A × A −→ A

(x, y) 7−→ z := x ∗ y Mari kita lihat beberapa contoh dibawah ini.

Contoh 1.6. Operasi penjumlahan yang telah kita kenal sejak di sekolah dasar adalah contoh dari operasi. Pandang:

+ : Z × Z −→ Z

(m, n) 7−→ m + n

Jadi + : (2, 3) 7−→ 5. Penulisan ini disingkat menjadi: 2 + 3 = 5. Demikan pula untuk operasi perkalian. Pada bilangan bulat, operasi perkalian memiliki kaitan yang erat dengan penjumlahan.

Generalisasi perkalian ke bilangan rasional, dan nantinya ke bilangan real juga memiliki cerita yang menarik, namun kita tidak akan membahasnya pada catatan kuliah ini. Diasumsikan kita memiliki pengetahuan yang memadai tentang operasi-operasi ini.

Contoh 1.7. Misalkan A = {α, β, γ, δ}. Maka jelas A × A = {(α, α), (α, β), (α, γ), (α, δ), (β, α), . . . , (δ, γ), (δ, δ)}. Definsikan pengaitan berikut:

α β γ δ

α α γ δ β

β β α γ δ

γ α δ γ β

δ β α δ γ

Maka pengaitan ini adalah sebuah fungsi pada A. Contoh ini hanyalah untuk memperlihatkan bahwa operasi pada suatu himpunan A tidak harus memiliki aturan yang biasa kita kenal. Se- lama kita dapat mendefinisikan suatu pengaitan antara anggota A × A ke A, kita memiliki operasi.

Kita akan memberikan suatu aturan pada operasi-operasi yang ada pada suatu himpunan A. Salah satunya adalah ketertutupan, yaitu hasil operasi dari dua buah buah elemen senantiasa berada di dalam himpunan yang sama. Ketika kita memberikan syarat pada sebuah operasi pada himpunan, ketika itulah kita memberikan sebuah struktur pada himpunan tersebut.

Group

Definisi 1.8. Pandang G dengan sebuah operasi ∗, dinotasikan (G, ∗). Misalkan operasi ∗ memenuhi sifat-sifat berikut ini.

(G 1 ) Untuk setiap a, b ∈ G, a ∗ b = b ∗ a.

(G 2 ) Untuk setiap a, b, c ∈ G, (a ∗ b) ∗ c = a ∗ (b ∗ c).

(G 3 ) Terdapat sebuah elemen e ∈ G yang memenuhi: a ∗ e = a, untuk setiap a.

(G 4 ) Untuk setiap a ∈ G terdapat sebuah elemen a −1 ∈ G sehingga a ∗ a −1 = e.

(8)

8 BAB 1. SISTEM BILANGAN REAL: PENDAHULUAN Maka himpunan G disebut sebuah grup komutatif terhadap operasi ∗. Jika sifat-sifat di atas kecuali (G 1 ) dipenuhi, maka G disebut sebuah grup. Elemen e pada (G 3 ) disebut elemen identitas, sedangkan elemen a −1 disebut elemen invers. Jika sifat-sifat di atas dipenuhi kecuali sifat (G 4 ) maka G disebut semigrup.

Model klasik dari sebuah group komutatif adalah himpunan bilangan bulat Z terhadap operasi penjumlahan. Elemen identitas pada penjumlahan disebut 0 dan elemen invers penjumlahan dari a ∈ Z disebut −a. Grup G dengan operasi penjumlahan adalah struktur yang mengakomodasi persamaan linear monik: x + a = b dengan a, b ∈ G dan x adalah variabel. Pada grup G semua persamaan linear monik seperti itu memiliki solusi 2 . Contoh dari suatu grup adalah himpunan bilangan bulat Z.

Gelanggang dan Lapangan

Jika struktur tersebut lebih lengkap, berupa gelanggang, maka kita dapat berbicara tentang per- samaan linear yang lebih umum yaitu: a · x + b = c, dengan a, b, c ∈ G. Meskipun persamaan linear umum dapat diakomodasi oleh ring, struktur aljabar ring tidaklah cukup untuk memuat solusi dari persamaan linear umum. Struktur aljabar yang mengakomodasi solusi dari suatu persamaan linear umum seperti ini adalah Lapangan. Untuk persamaan linear umum dengan koefisien bilan- gan bulat Z, struktur yang tepat adalah lapangan bilangan rasional Q. Persamaan linear umum dengan koefisien bilangan rasional juga diakomodasi dengan baik oleh lapangan bilangan rasional.

Definisi 1.9. Misalkan G dilengkapi dengan dua buah operasi, yaitu + dan ·. Misalkan sifat-sifat di bawah ini dipenuhi.

1. (G, +) membentuk suatu group komutatif dengan elemen identitas 0.

2. (G, ·) membentuk semigroup.

3. Hukum distributif dipenuhi: (a · (b + c) = ab + ac))

Maka himpunan G dengan kedua operasi: (G, +, ·) membentuk struktur ring (gelanggang) dengan Satuan. Elemen identitas terhadap operasi · disebut 1.

Definisi 1.10. Misalkan G dilengkapi dengan dua buah operasi, yaitu + dan ·. Misalkan sifat-sifat di bawah ini dipenuhi.

1. (G, +, ·) membentuk grup komutatif terhadap operasi +.

2. (G\{0}, ·) juga membentuk grup komutatif.

3. Hukum distributif dipenuhi: (a · (b + c) = ab + ac)).

Maka struktur aljabar yang dibentuk oleh G dengan kedua operasi tersebut adalah: lapangan.

Contoh klasik untuk struktur gelanggang adalah bilangan bulat (Z, +, ·). Juga himpunan semua polinomial juga memiliki struktur ini. Struktur Lapangan dimiliki oleh himpunan bilangan rasional:

Q =

 α β

α, β ∈ Z, β 6= 0

 .

2

Menurut pendapat saya, pendekatan ini memberi alasan yang lebih natural tentang lahirnya konsep bilangan

negatif.

(9)

1.2. STRUKTUR ALJABAR 9

Ruang Vektor

Misalkan (F, +, ·): lapangan. Elemen identitas dari + adalah 0 dan −α ∈ F adalah invers pen- jumlahan dari α ∈ F . Elemen identitas terhadap operasi · adalah 1 dan inversnya adalah α 1 ∈ F , untuk 0 6= α ∈ F .

Misalkan V adalah himpunan dari objek-objek tertentu (yang kita sebut vektor). Pada V kita definsikan operasi penjumlahan sebagai berikut:

+ + : V × V −→ V (v 1 , v 2 ) 7−→ v 1 + v 2 .

Kita mengasumsikan (V, + +) membentuk grup komutatif dengan elemen identitas 0 (vektor nol).

Untuk menghindari kerancuan notasi, kita menuliskan: v untuk invers penjumlahan dari elemen v. Jadi:

v+ +v = 0.

Kita juga mendefinisikan operasi lain, yang melibatkan F dan V yaitu perkalian skalar:

◦ : F × V −→ V

(α, v) 7−→ α ◦ v = αv.

Jika:

1. α ◦ (v 1 + +v 2 ) = α ◦ v 1 + +α ◦ v 2 = αv 1 + +αv 2 , 2. (α + β) ◦ v = α ◦ v+ +β ◦ v = αv+ +βv, 3. −1 ◦ v = v ,

maka V membentuk suatu ruang vektor atas F .

Kita dapat membentuk suatu ruang vektor dari sebuah lapangan F , dengan cara membentuk F n = F × F × . . . × F . Operasi penjumlahan: + + didefinisikan sebagai berikut. Misalkan u = (u 1 , u 2 , . . . , u n ) ∈ F n dan v = (v 1 , v 2 , . . . , v n ) ∈ F n

u+ +v = (u 1 + v 1 , u 2 + v 2 , . . . , u n + v n ),

dengan penjumlahan u k + v k , k = 1, . . . , n adalah penjumlahan di F . Dengan cara yang sama:

α ◦ v = (αv 1 , . . . , αv n ),

dengan αv k , k = 1, . . . , n adalah perkalian di F . Perhatikan bahwa kita dapat memandang lapangan F sebagai ruang vektor atas dirinya sendiri.

Untuk mempermudah notasi, untuk selanjutnya kita akan menggunakan notasi yang sama untuk ”penjumlahan” pada ruang vektor: + + dengan ”penjumlahan” pada F , yaitu: +; dan

”perkalian” pada ruang vektor: ◦ dengan ”perkalian” pada F . Kita juga menuliskan: v = −v.

Salah satu keuntungan yang kita miliki ketika bekerja dengan ruang vektor adalah adanya basis bagi ruang vektor. Di dalam sebuah ruang vektor, kombinasi linear adalah:

X

i

α i v i ,

dengan v i ∈ V , α i ∈ F , dan hampir semua α i = 0, i = 1, 2, . . . , ∞. Ketika kita mengatakan hampir semua α i = 0, i = 1, 2, . . . , ∞, berarti hanya berhingga buah i, yang memenuhi α i 6= 0.

Ini berakibat kombinasi linear dari vektor-vektor di V , tetap berada di V . Misalkan diberikan himpunan vektor V = {v 1 , v 2 , . . .} ⊂ V . Definisikan:

span (V) = (

v = X

i

α i v i

α i ∈ F hampir semuanya 0 )

.

(10)

10 BAB 1. SISTEM BILANGAN REAL: PENDAHULUAN Jadi himpunan span(V) berisi semua kombinasi linear yang mungkin dari vekor-vektor di V. Dapat diperlihatkan bahwa kriteria ruang vektor dipenuhi oleh span(V). Jadi span(V) adalah subruang dari V , yaitu span(V) ⊂ V (notasi yang sama kita gunakan untuk subset; pembaca diharapkan untuk membedakannya secara kontekstual).

Himpunan vektor V di atas, dikatakan bebas linear jika semua kemungkinan kombinasi linear dari vector-vector di V ke nol, yaitu:

X

i

α i v i = 0,

hanya dipenuhi oleh α i = 0. Suatu himpunan vektor V dikatakan membentuk basis bagi V jika V bebas linear, dan span(V) = V .

1.3 Himpunan Terurut

Kita dapat mendefinisikan sebuah urutan pada himpunan A. Urutan adalah suatu relasi (yaitu subset dari produk Cartesius; A × A), dinotasikan oleh ”<” yang memenuhi:

1. setiap pasang a dan b memenuhi: a < b atau b < a tetapi tidak keduanya.

2. tidak ada a di A yang memenuhi: a < a.

3. jika a < b dan b < c maka berlaku a < c.

Jika setiap pasang (a, b) di A×A terurut dengan baik (memenuhi definisi urutan), maka himpunan A dikatakan himpunan yang terurut secara linear (himpunan terurut total). Dengan urutan ini kita dapat mendefinisikan interval sebagai berikut.

Definisi 1.11. Misalkan a < b, maka interval (a, b) didefinisikan sebagai {x ∈ A|a < x < b}.

Definisi 1.12. Misalkan B ⊂ A adalah sebuah himpunan.

1. Batas atas B adalah u ∈ A yang memenuhi u ≥ x untuk setiap x ∈ B.

2. Batas atas terkecil atau supremum adalah suatu batas atas u s yang memenuhi jika u adalah batas atas maka u ≥ u s ., dinotasikan. Cara lain mendefinisikan supremum adalah sebagai berikut: u s adalah supremum dari B jika, u s adalah batas atas bagi B, dan untuk setiap 0 < ε  1, ada x ∈ B sehingga x > u s − ε.

Dengan cara yang serupa kita mendefinisikan batas bawah dan batas bawah terkecil atau infimum.

Definisi 1.13. (Himpunan Lengkap) Suatu himpunan dikatakan lengkap jika setiap himpunan bagian terbatas darinya yang tak kosong dan yang bukan keseluruhan himpunan, senantiasa memi- liki infimum dan supremum.

Lapangan bilangan rasional dapat mengakomodasi persamaan linear umum dengan baik, namun lapangan tersebut tidaklah lengkap. Penemuan teorema Phytagoras memberikan informasi kepada kita tentang adanya bilangan-bilangan lain yang ”tidak rasional” (irasional). Pandang sebuah segitiga sama kaki yang siku-siku dengan panjang sisi-sisi tegaknya 1. Maka panjang dari sisi miringnya adalah suatu bilangan: q yang memenuhi: q 2 = 1 2 + 1 2 = 2. Kita ingin mencari sebuah bilangan rasonal yang memenuhi persamaan tersebut.

Misalkan bilangan rasional tersebut adalah:

q = a

b , a, b ∈ Z

dengan faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah 1 (dengan perkataan lain, a dan b saling prima atau prima relatif). Persamaan q 2 = 2 identik dengan mengatakan a 2 = 2b 2 . Akibatnya.

a 2 adalah bilangan genap. Perhatikan bahwa jika a bilangan ganjil, maka

a 2 = (2n + 1) 2 = 4n 2 + 4n + 1 = 2(2n 2 + 2n) + 1

(11)

1.4. PERLUASAN LAPANGAN 11 adalah bilangan ganjil juga. Jadi, haruslah a genap, yang akibatnya a = 2m untuk suatu m ∈ Z.

Akibatnya,

(2m) 2 = 4m 2 = 2b 2 =⇒ b 2 = 2m 2 .

Dengan argument yang sama kita menyimpulkan bahwa b haruslah genap. Tetapi tidak ada dua bilangan genap berbeda yang saling prima relatif. Jadi tidak ada bilangan rasional yang bisa memenuhi persamaan: q 2 = 2. Jadi bilangan q 6∈ Q.

Sekarang perhatikan L = q ∈ Q | 0 < q < √

2 dan G = q ∈ Q | √

2 < q < 2 . Keduanya adalah subset dari bilangan rasional yang terbatas. Misalkan 0 < p ∈ Q, dan pandang:

q = p − p 2 − 2 p + 2 Akibatnya:

q 2 − 2 =



p − p 2 − 2 p + 2

 2

− 2

=  2p + 2 p + 2

 2

− 2

= 4p 2 + 8p + 4

(p + 2) 2 − 2p 2 + 8p + 8 (p + 2) 2

= 2(p 2 − 2) (p + 2) 2 .

Jadi, p ∈ L jika dan hanya jika q ∈ L (demikian pula p ∈ G jika dan hanya jika q ∈ G).

Misalkan p ∈ L, maka p 2 − 2 < 0. Jadi

q − p = − p 2 − 2 p + 2 > 0.

Akibatnya, untuk setiap p ∈ L, senantiasa ada q ∈ L sehingga q > p. Perhatikan bahwa p ∈ L berarti p adalah suatu batas bawah bagi G. Jadi kita telah memperlihatkan bahwa G tidak memiliki infimum meskipun G adalah subset terbatas dari Q. Dengan cara yang serupa, kita dapat memperlihatkan bahwa L tidak memiliki supremum. Jadi, himpunan bilangan rasional Q tidak lengkap.

Teorema 1.14. Sifat Archimedes dari bilangan rasional.

Untuk setiap bilangan rasional q > 0, ada n ∈ N sehingga n − 1 ≤ q ≤ n.

1.4 Perluasan lapangan

Kini kita ingin mengkonstruksi sebuah himpunan bilangan yang membentuk suatu lapangan dari lapangan bilangan rasional Q. Perluasan lapangan F dari F , didefinisikan sebagai, mencari lapangan F yang memuat F sebagai sublapangan proper. Perhatikan bahwa kita dapat meman- dang F sebagai ruang vektor atas F . Jika dim(F ) = n, maka kita katakan perluasan tersebut berderajat n. Dalam hal n berhingga, kita katakan perluasan lapangan tersebut algebraic.

Definisikan:

Q

√

2 

= n p + q √

2 | p, q ∈ Q o . Himpunan ini dapat dituliskan dengan cara:

Q

√

2 

= {(p, q) | p, q ∈ Q} .

(12)

12 BAB 1. SISTEM BILANGAN REAL: PENDAHULUAN Penjumlahan pada Q( √

2) didefinisikan sebagai:

(p 1 , q 1 ) + (p 2 , q 2 ) = (p 1 + p 2 , q 1 + q 2 ), sedangkan perkalian

(p 1 , q 1 ) · (p 2 , q 2 ) = (p 1 p 2 + 2q 1 q 2 , p 1 q 2 + p 2 q 1 ).

karena

(p 1 + q 1

2) · (p 2 + q 2

2) = (p 1 p 2 + 2q 1 q 2 ) + (p 1 q 2 + p 2 q 1 ) √ 2 Keduanya terdefinisi dengan baik dalam himpunan Q( √

2). Tidaklah sulit untuk melihat bahwa Q(

√ 2), +  membentuk grup komutatif. Juga bahwa Q( √

2)/0, · membentuk grup komutatif.

Invers terhadap perkalian dari (p, q) adalah

 p

p 2 − 2q 2 , − q p 2 − 2q 2



karena

1 p + q √

2 · p − q √ 2 p − q √

2 = p

p 2 − 2q 2 − q p 2 − 2q 2

√ 2.

Cukup mudah untuk memperlihatkan bahwa hukum distributif dipenuhi oleh himpunan Q( √ 2).

Jadi himpunan Q( √

2) membentuk lapangan. Sebagai ruang vektor atas Q, dim(Q( √

2)) = 2.

Kini kita dapat memperluas bilangan rasional Q menjadi Q , sehingga memuat semua bilan- gan irasional dalam yang berbentuk: √

n

q dan kombinasi linearnya terhadap Q. Himpunan Q membentuk suatu lapangan (karena ia merupakan perluasan lapangan atas Q) yang berisikan se- mua bilangan rasional dan semua bilangan irasional yang algebraic. Sebagai ruang vektor atas Q, Q memiliki dimensi tak hingga. Meskipun demikian, ruang sebesar itu masih tidak mencakup semua bilangan irasional yang mungkin.

Pada tahun 1851, Joseph Liouville membuktikan eksistensi dari bilangan-bilangan irasional yang tidak algebraic (lihat [4, 5]). Bilangan irasional yang tidak algebraic disebut transenden pertama kali oleh Leibniz. Salah satu contoh bilangan transenden yang dikonstruksi oleh Liouville adalah:

0.1010010000001 . . . ,

dengan banyaknya digit 0 di antara 1, bertambah mengikuti pola: 1!, 2!, 3!, . . .. Selain bilangan- bilangan yang dikonstruksi oleh Liouville, Hermite menunjukkan bahwa e adalah bilangan transen- den. Untuk buktinya, dapat dilihat pada [2]. Nama-nama besar dalam Matematika seperti David Hilbert, Lindemann, Gelfond and Schneider terlibat dalam membuktikan bahwa: π, 2

√ 2 , dan lain-lain adalah bilangan irasional yang transenden.

Adanya bilangan-bilangan ini menyebabkan bahwa Q , mungkin tidaklah cukup untuk men- jamin sifat kelengkapan. Pada Bab III nanti kita akan membuktikan bahwa

n→∞ lim

 1 + 1

n

 n

= e.

Berapapun n ∈ N,

 1 + 1

n

 n

∈ Q.

Pandang himpunan G = {q ∈ Q | e < q < 4}. Perhatikan bahwa b n =

 1 + 1

n

 n

< e, ∀n ∈ N.

Jadi b n adalah batas bawah bagi G untuk setiap n ∈ N. Tetapi G tidak memiliki batas bawah terbesar karena untuk setiap ε > 0, selalu ada m sehingga |e − b m | < ε. Jadi Q tidak lengkap.

Sayangnya teknik memperluas lapangan secara algebraic di atas, tidak memadai lagi.

(13)

1.5. KONSTRUKSI BILANGAN REAL 13

1.5 Konstruksi Bilangan Real

Konstruksi bilangan real dari bilangan rasional yang akan kita perlihatkan ini sangatlah ab- strak. Ingat bahwa untuk mengkonstruksi bilangan real dari bilangan rasional, kita harus melu- pakan bahwa kita sudah mengetahui adanya bilangan irasional, baik yang algebraic maupun yang transenden.

Definisi 1.15. Misalkan α ⊂ Q yang memiliki tiga sifat berikut.

1. α 6= ∅ dan α 6= Q.

2. Jika p ∈ α, q ∈ Q, dan q < p, maka q ∈ α.

3. Jika p ∈ α, maka p < r untuk suatu r ∈ α.

α disebut potongan (cut).

Sifat (3) mengatakan bahwa α tidak memiliki elemen terbesar. Sifat yang kedua mengakibatkan 1. Jika p ∈ α dan q / ∈ α, maka p < q.

2. Jika r / ∈ α dan r < s maka s / ∈ α.

Contoh 1.16. Misalkan α = {q ∈ Q | q < 1 2 }.

Definisikan R = {α | α potongan}. Pada R kita definisikan urutan sebagai berikut: α < β jika α ⊂ β.

1.5.1 Kelengkapan R

Proposisi 1.17. Himpunan R memenuhi Definisi 1.13.

Bukti. Misalkan A ⊂ R, dengan A 6= ∅ dan A 6= R. Misalkan pula A terbatas di atas oleh β ∈ R 0 . Kita akan menunjukkan bahwa A memiliki supremum, yaitu batas atas terkecil. Untuk itu, definisikan

γ = [

α∈A

α,

jadi γ memuat semua bilangan rasional p yang termuat sekurang-kurangnya di salah satu α ∈ R.

Kita harus menunjukkan bahwa γ ∈ R, yaitu bahwa γ adalah potongan (memenuhi Definisi 1.15).

1. Karena A tidak kosong, maka γ juga tidak kosong. Ambil q ∈ γ sebarang, maka q ∈ α untuk suatu α ∈ A. Karena α ⊂ β, untuk semua α ∈ A, maka α ⊂ β sehingga q ∈ β. Jadi γ ⊂ β.

Karena β 6= Q, maka γ 6= Q.

2. Ambil p ∈ γ dan q ∈ Q dengan q < p. p ∈ γ berakibat bahwa p ∈ α 1 untuk suatu α 1 ∈ A.

Karena α 1 adalah potongan, maka q ∈ α 1 . Jadi q ∈ γ.

3. Ambil p ∈ γ, maka p ∈ α 1 untuk suatu α 1 ∈ A. Karena α 1 adalah potongan, maka ada r ∈ α 1 , sehingga p < r. Karena r ∈ α 1 maka r ∈ γ. Jadi ada r ∈ γ sehingga p < r.

Jadi Definisi 1.15 dipenuhi oleh γ. Berarti, γ ∈ R. Dari definisi γ, jelas bahwa α ≤ γ untuk setiap α ∈ A. Jadi γ adalah batas atas bagi A.

Sekarang tinggal memperlihatkan bahwa jika δ < γ, maka δ bukan batas atas bagi A. Misalkan

δ < γ, maka ada r ∈ γ tetapi r / ∈ δ. Pilih α 2 ∈ A sehingga r ∈ α 2 (ini dapat dilakukan karena

r ∈ γ). Karena r / ∈ δ, maka δ < α 2 . Jadi δ bukan batas atas bagi A.

(14)

14 BAB 1. SISTEM BILANGAN REAL: PENDAHULUAN

1.5.2 Struktur Aljabar himpunan R

Definisikan + yaitu operasi pada R sebagai berikut:

α + β = {p + q | p ∈ α, q ∈ β}.

Agar pendefinisian ini valid, kita perlu menunjukkan bahwa α + β adalah potongan.

1. Jelas α + β tidak kosong. Misalkan r 0 ∈ α dan s / 0 ∈ β. Jadi / r 0 > r, ∀r ∈ α dan s 0 > s, ∀s ∈ β.

Akibatnya

r 0 + s > r + s, ∀r ∈ α, s ∈ β dan r 0 + s 0 > r 0 + s, ∀s ∈ β.

Jadi r 0 + s 0 > r + s untuk setiap r ∈ α, s ∈ β. Jadi α + β 6= Q.

2. Ambil p ∈ α + β dan q ∈ Q dengan q < p. Kita harus menunjukkan bahwa q ∈ α + β (yaitu dapat dituliskan sebagai jumlahan dari elemen-elemen di α dan β). Perhatikan bahwa p = r + s untuk suatu r ∈ α dan s ∈ β. Perhatikan bahwa q < p berarti q < r + s, yang berakibat q − s < r ∈ α. Jadi q − s ∈ α. Ini berarti:

q = (q − s) + s ∈ α + β.

3. Ambil p ∈ α + β, maka p = r + s untuk suatu r ∈ α dan s ∈ β. Karena α dan β masing- masing adalah potongan, maka ada r 0 ∈ α dan s 0 ∈ β, sehingga r < r 0 dan s < s 0 . Jadi ada r 0 + s 0 > r + s ∈ α + β.

Jadi α + β adalah potongan. Pendefinisian operasi + pada R valid.

Struktur grup dari R

Karena α dan β memuat bilangan-bilangan rasional, maka tidaklah mengherankan bahwa pen- jumlahan + pada R juga memenuhi sifat komutatif dan asosiatif seperti bilangan rasional. Kita definisikan:

θ = {q ∈ Q | q < 0}.

Himpunan θ ini akan memainkan peran elemen identitas di R. Ambil α ∈ R sebarang.

α + θ = {p + q | p ∈ α, q ∈ θ}.

Perhatikan bahwa karena q < 0 maka p + q < p sehingga p + q ∈ α (karena α adalah potongan).

Jadi α + θ ≤ α.

Misalkan p ∈ α, karena α potongan, kita dapat memilih p 1 > p dan p 1 ∈ α. Ini berakibat p−p 1 ∈ θ sebab p − p 1 < 0. Jadi p = p 1 + (p − p 1 ) ∈ α + θ. Jadi α ≤ α + θ.

Jadi α + θ = α.

Sekarang kita perlu menunjukkan bahwa untuk setiap α ∈ R, terdapat β ∈ R sedemikian sehingga α + β = θ. Definisikan:

β = {p | ∃ r > 0, −p − r / ∈ α}.

Kita harus memperlihatkan bahwa β ∈ R. Namun sebelum membuktikan bahwa β adalah invers penjumlahan dari α, mari kita pelajari dahulu himpunan ini.

Pandang α = {q ∈ Q | q < 0 atau q 2 − 2 < 0}. Perhatikan bahwa α

c

= {q ∈ Q | q ≥ 0 dan q 2 − 2 ≥ 0}. Jadi:

β = {p ∈ Q | ∃r > 0, sehingga − (p + r) ∈ α

c

}.

(15)

1.5. KONSTRUKSI BILANGAN REAL 15 Ini berarti (p + r) 2 − 2 ≥ 0 dan p + r ≤ 0. Karena r > 0, haruslah p < 0. Jadi dalam kasus ini, kita dapatkan: p 2 − 2 < 0, dan p < 0.

Jika α = {q ∈ Q | q < −1}, maka p ∈ β ada r > 0 sehingga

−p − r = −(p + r) ≥ −1.

Jadi p + r ≤ 1. Karena r > 0 maka haruslah p < 1. Jadi:

β = {p ∈ Q | p < 1}.

Sekarang kita siap untuk memperlihatkan bahwa α + β = θ.

Untuk membuktikan bahwa β adalah invers pernjumlahan dari α, kita harus memperlihatkan bahwa β ∈ R. Yaitu membuktikan bahwa β adalah potongan. Jika s / ∈ α dan p = −s − 1, maka

−p − 1 = −(s − 1) − 1 = s / ∈ α.

Jadi β 6= ∅. Jika q ∈ α, maka −q / ∈ β. Perhatikan bahwa jika q ∈ α, maka

−(−q + r) = q − r < q, untuk setiap r > 0.

Jadi −q / ∈ β sehingga β 6= Q. Jadi β ∈ R.

Ambil p + q ∈ α + β sebarang. Tentu saja ini berarti p ∈ α dan q ∈ β. Perhatikan bahwa q ∈ β berarti ada r > 0 sehingga: −(q + r) / ∈ α. Tetapi ini berarti −(q + r) > p, sehingga:

p + q < −r < 0.

Jadi p + q ∈ θ, yang berarti α + β ⊂ θ. Sekarang, ambil t ∈ θ. Maka s = − t 2 > 0. Pilih n ∈ N sedemikian sehingga ns ∈ α tetapi (n + 1)s / ∈ α. Definisikan: p = ns dan q = −(n + 2)s. Karena:

−q − s = (n + 2)s − s = ns − s = (n + 1)s / ∈ α, maka q ∈ β. Perhatikan bahwa:

p + q = ns − (n + 2)s = −2s = t.

Jadi θ ⊂ α + β.

Selanjutnya, kita menuliskan θ = 0 sedangkan β = −α. Sampai di sini, kita telah menunjukkan bahwa (R, +) membentuk grup komutatif, dengan elemen identitas θ dan invers penjumlahan dari sebarang α adalah −α.

Perkalian pada R

Definisikan himpunan bagian dari R yaitu

R + = {α ∈ R | α > 0}.

Kita definisikan operasi perkalian pada R + , sebagai berikut. Misalkan α ∈ R + dan β ∈ R + . Maka

αβ = {q ∈ Q | q < rs, untuk suatu r ∈ α dan s ∈ β}.

Kita perlu menunjukkan bahwa αβ adalah potongan (yaitu αβ ∈ R).

1. Ambil p > 0 di α, dan q > 0 di β. Maka 0 < pq sehingga 0 ∈ αβ 6= ∅. Pilih p 1 > p untuk semua p ∈ α, dan q 1 > q untuk semua q ∈ β. Maka

p 1 q 1 > p 1 q > pq,

untuk semua p ∈ α dan q ∈ β. Jadi αβ 6= Q.

(16)

16 BAB 1. SISTEM BILANGAN REAL: PENDAHULUAN 2. Ambil p ∈ αβ, dan q ∈ Q, dengan q < p. Maka ada r ∈ α dan s ∈ β sehingga q < p < rs.

Jadi q ∈ αβ.

3. Ambil p ∈ αβ. Maka terdapat r ∈ α dan s ∈ β sehingga p < rs. Karena r ∈ α, pilih r 1

sedemikian sehingga r < r 1 . Dengan argumen serupa kita memilih s 1 > s. Maka rs < r 1 s 1

dengan r 1 ∈ α dan s 1 ∈ β. Jadi rs ∈ αβ.

Jadi, αβ ∈ R. Jelas αβ ∈ R + karena αβ > 0. Kita definisikan pula 1 = {q ∈ Q | q < 1}.

Sifat komutatif dan asosiatif dari perkalian di R + diturunkan langsung dari sifat komutatif dan asosiatif pada perkalian di Q. Perhatikan bahwa untuk sebarang α ∈ R + ,

α1 = {q ∈ Q | q < rs, r ∈ α, s ∈ 1}.

Karena semua s < 1, jika s ∈ 1, maka

α1 = {q ∈ Q | q < r, r ∈ α} = α.

Bagaimana kita akan mendefinisikan invers terhadap perkalian? Kita ingin mendapatkan: β sedemikian sehingga: αβ = 1.

Misalkan α = {q | q < 3}. Secara intuitif, kita dapat membayangkan bahwa β =

 q

q < 1 3

 , karena

αβ = {q | q < rs, untuk suatu r ∈ α dan s ∈ β}

= q | q < 3 · 1 3 = 1

= 1

Jadi kita mendefinisikan

β =

 q ∈ Q

∃r > 1, 1 qr ∈ α /

 . Untuk contoh di atas, yaitu jika α = {q ∈ Q | q < 3}, maka

β =

 q

∃r > 1, 1 qr ∈ α /



=

 q

∃r > 1, 1 qr ≥ 3



=

 q

∃r > 1, qr ≤ 1 3



=

 q

q < 1 3

 .

Mari kita memperlihatkan bahwa αβ = 1. Ambil q ∈ αβ. Pilih p ∈ α dan r ∈ β sehingga, q < pr. Karena r ∈ β, maka pilih s > 1 sehingga:

1

rs ∈ α yang berarti p < / 1

rs .

(17)

1.5. KONSTRUKSI BILANGAN REAL 17

Karena kita bekerja di R + , maka r > 0 sehingga berlaku:

pr < 1 s < 1.

Jadi, karena q < pr maka q ∈ 1.

Mari kita asumsikan α > 1. Maka β < 1. Ambil q ∈ 1, maka 1 − q > 0. Pilih 1 < r ∈ α sedemikian sehingga r + 1 / ∈ α. Pandang s = r+1 1 .

s = q + (1 − q) r r + 1

= qr + q − r − qr r + 1

Ambil r ∈ 1 sebarang, maka 0 < r < 1. Karena 0 ∈ α, maka pilih 0 < s 1 ∈ α. Untuk ε = s 1 (1 − r)

r > 0, pilih s 2 ∈ α, sehingga s 2 + ε / ∈ α. Pilih s = max{s 1 , s 2 }, maka

s + ε > 0, dan s + ε / ∈ α.

Akibatnya:

1

s + ε ∈ β sehingga s 1

s + ε ∈ αβ.

Tetapi:

s

s + ε = s

s + s

1

(1−r) r

> s s + s(1−r) r

= r.

Jadi 1 ⊂ αβ.

Sekarang kita perlu memperluas definisi perkalian di R + ini ke seluruh R. Ini di lakukan dengan mendefinisikan aturan sebagai berikut:

αβ =

(−α)(−β) jika α < 0, β < 0

− ((−α)β) jika α < 0, β > 0

− (α(−β)) jika α > 0, β < 0

Rekapitulasi

Sampai di sini, kita sudah mendapatkan bahwa (R, +) memiliki struktur grup komutatif terhadap operasi penjumlahan. Juga terhadap (R, ·) memiliki struktur grup komutatif terhadap operasi perkalian. Agar struktur lapangan dari R didapatkan, kita perlu memeriksa

α(β + γ) = αβ + αγ, ∀α, β, dan γ ∈ R.

Ini dapat diperlihatkan dengan cukup sederhana dengan memeriksa beberapa kasus.

Teorema 1.18. Kita memadankan setiap bilangan rasional r ∈ Q dengan α r = {q ∈ Q | q < r}.

Maka:

(18)

18 BAB 1. SISTEM BILANGAN REAL: PENDAHULUAN 1. α r + α s = α r+s ,

2. α r α s = α rs , dan

3. α r < α s jika dan hanya jika r < s.

Bukti dari teorema ini ditinggalkan sebagai latihan.

Dengan Teorema 1.18 kita dapat memandang Q sebagai sublapangan dari R. Secara persis, pandang

Q = {α r = {q ∈ Q | q < r} | r ∈ Q } .

Maka R adalah sebuah lapangan yang memuat Q sebagai sublapangannya.

Definisikan:

φ : Q −→ Q = φ(Q) α r −→ r ∈ Q

Pemetaan ini adalah pemetaan satu-satu pada. Perhatikan bahwa R lengkap, dalam arti setiap himpunan bagian terbatas darinya memiliki supremum dan infimum. Karena anggota-anggota dari R adalah himpunan-himpunan bagian dari Q maka supremum dan infimumnya dapat dikon- struksi dengan jelas, melalui operasi gabungan dan irisan. Dengan memperluas pemetaan φ secara kontinu, yaitu dengan mendefinisikan:

φ

[

1

α r

n

!

= lim sup

n→∞

r n ,

kita mendapatkan φ(R) sebagai himpunan yang kita sebut: bilangan real R.

Sebagai contoh, misalkan α n =

 q ∈ Q

q <

 1 + 1

n

 n 

∈ R.

Dengan mendefinisikan:

α =

[

1

α n ,

kita mendapatkan supremum dari {α n |n ∈ N}. Supremum inilah yang kemudian dipadankan dengan suatu bilangan, yaitu: φ(α) = e. Pandang

α = {q ∈ Q | q ≤ 0 atau q 2 − 2 < 0}.

Kita mendefinisikan √

2 = φ(α).

(19)

Daftar Pustaka

[1] Rudin, W., Principles of Mathematical Analysis, McGraw-Hill Book co., Singapore, 1976.

[2] Herstein, I.N., Topics in Algebra, 2nd ed., John Wiley & Sons, 1975, New York etc.

[3] Hilbert, David ¨ Uber die Transcendenz der Zahlen e und π, Mathematische Annalen 43:216219 (1893).

[4] Kempner, Aubrey J. , On Transcendental Numbers. Transactions of the American Mathemat- ical Society (American Mathematical Society) 17 (4): 476482, (October 1916).

[5] J. Liouville, Sur des classes tr` es ´ etendues de quantit´ es dont la valeur n’est ni alg´ ebrique, ni m˙eme r˙eductible ˆ a des irrationnelles alg˙ebriques, J. Math. Pures et Appl. 18, 883-885, and 910-911, (1844).

[6] Niven, I., A simple proof of the irrationality of π, Bulletin of the American Mathematical Society, vol. 53 (1947), pp. 509.

19

Referensi

Dokumen terkait

Berikan tanda cek (√) pada kolem skor sesuai sikap tanggung jawab yang ditampilkan oleh peserta didik, dengan kriteria sebagai berikut:. 4= Selalu, apabila selalu melakukan

Kursus ini memfokuskan tujuh jenis proses jahitan yang perlu dijalankan dalam membuat pakaian iaitu kelim, belah, lengan, penghilangan gelembong, garis leher,

Oleh karena itu dalam penelitian ini metoda yang digunakan adalah metoda sol gel, dimana pemilihan metoda tersebut disebabkan karena prosesnya lebih singkat, temperatur yang

Mengacu pada penelitian sebelumnya yang memaparkan bahwa setiap investor memiliki ciri demografi yang berbeda dan melihat fenomena dari investasi emas dan properti

&#34;Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha / pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang

Pada perlakuan tanpa penyimpanan benih belum menunjukkan kemunduran benih dan perendaman benih dengan larutan asam sulfat pada konsentrasi 0,75% dormansi benih

perusahaan yang memiliki PER yang tinggi, berarti perusahaan tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi hal ini menunjukan bahwa pasar mengharapkan pertumbuhan laba

Manfaat penelitian ini ialah secara teoretis diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu bahasa dan sastra, secara