• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau. dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-undang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau. dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-undang."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, ”Subrogasi atau perpindahan hak kreditur kepada seseorang yang membayar kepada kreditur, dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-undang.” Berdasar atas ketentuan 1400 KUHPerd ini perpindahan hak dapat terjadi apabila telah memenuhi dua persyaratan yakni berdasarkan persetujuan dan Undang-undang.

Terciptanya subrogasi berdasarkan persetujuan antara para pihak telah membuat persetujuan pertanggungan di mana satu pihak mempertanggungkan sesuatu kepada pihak lain atas potensi risiko yang akan timbul dikemudian hari.

Memang, pada dasarnya hukum jaminan merupakan hal yang sangat penting mengingat adanya hukum jaminan ini merupakan salah satu indikasi penting dalam perdagangan. Hal tersebut dikarenakan kreditur membutuhkan jaminan dan perlindungan hukum yang memadai ketika perjanjian persetujuan terjadi serta memberikan kepastian hukum untuk hak dan kewajiban dari pemberi dan penerima ganti rugi.

Perpindahan terjadi karena persetujuan sebagaimana didasarkan pada Pasal

1401 KUHPerd menyebutkan, ”Perpindahan itu terjadi karena persetujuan bila

kreditur dengan menerima pembayaran dan pihak pihak ketiga menetapkan bahwa

orang ini akan menggantikannya dalam menggunakan hak-haknya, gugatan-

gugatannya, hak-hak istimewa dan hipotek-hipoteknya terhadap debitur.

(2)

Subrogasi ini harus dinyatakan dengan tegas dan dilakukan bersamaan dengan waktu pembayaran” .

Pada sisi lain, subrogasi itu dapat terjadi karena undang-undang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang hukum pertanggungan. Penetapan berdasarkan undang-undang ini lebih banyak diarahkan pelaksanaan hak subrogasi yang lahir menurut persetujuan. Walaupun kedudukan hukum persetujuan berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dalam hal mana persetujuan dimaksud itu berlaku sebagai undang-undang. Oleh karena itu, hak subrogasi merupakan hak pendukung konsep ganti rugi yang mencegah tertanggung untuk mendapat recorvery lebih dari kerugian yang dideritanya.

Namun hal yang mendasar bahwa tertanggung berhak atas ganti rugi tetapi tidak boleh lebih dari itu. Subrogasi membolehkan asuradur menggantikan kedudukan tertanggung dalam memperoleh keuntungan atas adanya kejadian yang dijaminkan.

Dalam pelaksanaan subrogasi dimaksudkan itu yang paling penting adalah kedudukan hukum penerima hak subrogasi. Penerima hak subrogasi ini adalah pihak yang telah mengalihkan kerugian pihak pemberi subrograsi atas kerugian yang ditimbulkan oleh pihak ketiga. Perpindahan ini dinyatakan dalam akta subrogasi sehingga hak dan kewajiban beralih ke penerima subrograsi.

Dalam kasus PT. Petrokimia Gresik (Persero) mengirimkan barang-barang

yang diberangkatkan dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya menuju Pelabuhan

Belawan, Medan berdasarkan order kerja No. 170048 – 08 tertanggal 30 Juni

2008. PT. Kimia Gresik memberikan order kerja kepada PT. Petrokopindo Cipta

(3)

Selaras. Gresik. Pengiriman barang tersebut menggunakan jasa PT. Varia Usaha Lintas Segera, Gresik dengan menerbitkan “Manifest Cargo” dan Bill of Lading No. B/L 092/GRS/MND tertanggal 13 Juli 2008 dengan rincian kargo curah berupa Pupuk ZA sebanyak 3900 ton, pupuk phoska sebanyak 3.300 ton, pupuk Superhos sebanyak 3.700 ton, 3 ball Kantong Superphos, 2 bal kantong NPK 15- 12-22+0,5TE, dan 6 bal kantong urea non subsidi. Kargo ini dijamin dalam bentuk Marine Cargo Policy dengan Nomor Polis 513.105.300.08.0347.

Berdasarkan polis ini berarti PT. Petrokimia Gresik merupakan nasabah PT.

Asuransi Jasindo.

Kargo diangkut dengan KM Damai Lestari merupakan kapal milik PT.

Sejahtera Bahtera Agung. Pada tanggal 1 Agustus 2008, pukul 02.55 KM Damai Lestari bertubrukan dengan MT, Pancoral yang mengakibatkan KM Damai Lestari tenggelam bersama kargonya. Kondisi tubrukan tersebut telah diruaikan dalam Berita Acara Kecelakaan Kapal tertanggal 2 Agustus 2008 yang ditanda tangani oleh Nahkoda Kapal KM Damai Lestari, Purwadi Supriatmo.

Atas tenggalam kapal berserta muatannya antara MT. Pan Coral dan KM Damai Lestari dan muatan pupuk urea sebanyak 10.900 metrik ton di perairan selat Malaka pada posisi 03 – 19,4’U/110 - 15,7’T

1

, selanjutnya PT. Sejahtera Bahtera Agung sebagai pemilik KM Damai Lestari bertanggung jawab atas muatan pupuk urea sebanyak 10.900 metrik ton. Bentuk tanggung jawab PT.

Sejahtera Bahtera Agung adalah pelaksanaan ketentuan Pasal 1365 KUHPerd dengan dan atau tanpa pengalihan risiko atas muatan urea sebanyak 10.900

1

Putusan Mahkamah Pelayanan No. 974/051/XII/MP.08 tentang Tubrukan MT. Pan Coral dengan

KM Damai Lestari di Perairan Selat Malaka.

(4)

metrik ton. Karena pihak yang telah menerbitkan kerugian tersebut adalah PT.

Sejahtera Bahtera Agung. Dengan demikian, ketentuan Pasal 1365 KUHPerd mengatur adalah pembuat kerugian.

Pada sisi lain, PT. Petrokimia Gresik telah menutup muatan pupuk sebanyak 10.900 Metrik Ton dengan Marine Cargo Policy, Nomor Polis 513.105.300.08.0347 dan jumlah pertanggungan sebanyak Rp. 15.605.000.000.00 (lima belas milyar enam ratus lima juta rupiah). Penutupan Marine Cargo Policy oleh PT. Petrokimia Gresik tidak membebaskan PT. Sejahtera Bahtera Agung dari tuntutan ganti rugi atas tenggelam KM Damai Lestari atas muatan pupuk sebanyak 10.900 MT. Hal tersebut didasarkan bahwa penutupan dilakukan oleh PT. Petrokimia Gresik dan tidak ditutup oleh PT. Sejahtera Bahtera Agung, dan tuntutan ganti rugi tersebut adalah bersifat independen yang diakibatkan kelalaian dan kesalahan yang dibuat oleh PT. Sejahtera Bahtera Agung.

Atas kerugian pupuk sebanyak 10.900 Metrik Ton tersebut, PT.

Petrokimia Gresik telah menyampaikan tuntutan ganti rugi kepada PT. Sejahtera Bahtera Agung sebagaimana tersebut dalam Surat No.

3936/KU/02.04/21/DR/2008, dan tuntutan ganti rugi ini diabaikan atau tidak

dilaksanakan oleh PT. Sejahtera Bahtera Agung. Tuntutan ini tetap berlaku sah

karena ketentuan Pasal 1365 KUHPerd menyatakan, ”Tiap perbuatan yang

melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang

yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian

tersebut”

(5)

Kejadian tubrukan KM Damai Lestari dengan MT Pan Coral merupakan pelanggaran hukum sebagaimana dinyatakan dalam putusan Mahkamah Pelayanan No. 974/051/XII/MP.08 terdapat unsur kesalahan dan/atau kelalaian di mana tersangkut telah bertindak tidak sesuai dengan Pasal 342, 343, dan 384 KUHD.

Ketentuan Pasal 342 KUHD menyatakan:

”Nakhoda wajib bertindak dengan kepandaian, ketelitian dan dengan kebijaksanaan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Ia bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan olehnya pada orang lain karena kesengajaannya atau kesalahannya yang besar”

Ketentuan Pasal 342 KUHD sangat terkait dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerd. Perbuatan Nakhoda KM Damai Lestari, Purwadi Suprihatmo telah dicabut sertifikat keahlian Pelaut untuk bertugas sebagai Nakhoda di Kapal-kapal Niaga berbendera Indonesia selama 3 (tiga) bulan. Penetapan ini, Nakhoda bertanggung atas muatan pupuk seberat 10.900 Metrik Ton yang diangkut oleh KM Damai Lestari.

Oleh karena itu, tuntutan ganti rugi kepada PT. Sejahtera Bahtera Agung sebagaimana tersebut dalam Surat No. 3936/KU/02.04/21/DR/2008 adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerd jo Pasal 342 KUHD. Dengan demikian, sekalipun telah dilakukan klaim kepada PT. Jasa Asuransi Indonesia atas Marine Cargo Policy, Nomor Polis 513.105.300.08.0347 tidaklah mengugurkan tuntutan

ganti rugi yang dilakukan oleh PT. Petrokimia Gresik kepada PT. Sejahtera Bahtera Agung.

Karena adanya tuntutan ganti rugi kepada. PT. Sejahtera Bahtera Agung,

kedudukan dan perlindungan hukum kepada PT. Asuransi Jasa Indonesia harus

(6)

diperjelas sehubungan dengan diterbitkannya Surat Subrogasi tertanggal 24 Desember 2008 yang menyatakan:

“Dengan telah dibayarkannya ganti rugi atas obyek pertanggungan tersebut dari PT. Asuransi Jasa Indonesia (Pesero) kepada PT. Petrokimia Gresik, maka segala hak yang timbul tetapi tidak terbatas pada hak untuk memperoleh ganti rugi dari pihak agen pengangkut, agen pelayaran, operator kapal, pemilik kapal dan pihak-pihak ketiga lainnya beralih kepada PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) sebatas nilai pembayaran ganti rugi di atas (Rp. 15.605.000.000.00)”

Tuntutan ganti rugi PT. Petrokimia Gresik kepada PT. Bahtera Sejahtera Agung beralih kepada PT. Asuransi Jasa Indonesia hanya sebatas Rp.

15.605.000.000.00. Namun PT. Petrokimia Gresik berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerd jo Pasal 342 KUHD dapat menuntut ganti rugi kepada PT.

Bahtera Sejahtera Agung sesuai dengan Ketentuan Pengiriman Produk Melalui Jalur Laut Port To Port PT. Petrokimia Gresik No. 1497.1/LG.02.01/21/MI/2008 pada Klasula III angka 3 yang menyatakan:

”Denda terhadap kesusutan, kerusakan dan kehilangan produk serta kehilangan ESB oleh perusahaan pengangkut ditetapkan sebesar 125%

(seratus dua puluh lima persen) kali nilai kerusakan dan kehilangan produk serta kehilangan ESB didasarkan pada harga yang ditetapkan oleh PT.

Petrokimia Gresik pada tanggal yang tertera pada BA ex palka yang memuat kesusutan, kerusakan dan kehilangan produk serta kehilangan ESB tersebut”

Atas ketentuan ini, kedudukan hukum PT. Asuransi Jasa Indonesia tidak

terikat dengan ketentuan tersebut sebaliknya PT. Asuransi Jasa Indonesia hanya

mengganti klaim yang dituntut kepadanya sejumlah nilai pertangungan yang

tertera dalam Marine Cargo Policy, Nomor Polis 513.105.300.08.0347 yakni

sebesar Rp. 15.605.000.000.00 Oleh karena itu, pihak ketiga termasuk di dalam

PT. Bahtera Sejahtera Agung yang yang dituntut ganti rugi oleh PT. Petrokimia

(7)

Gresik untuk melaksanakan ganti rugi sebesar 125% dari nilai pupuk sebesar 10.900 Metrik Ton dan PT. Asuransi Jasa Indonesia hanya memberikan ganti rugi sebatas nilai pertanggungan saja, dan dalam hal nilai pertanggungan tersebut kurang memenuhi syarat yang ditetapkan sebesar 125%, maka kekurangan itu menjadi kewajiban pihak ketiga termasuk di dalam PT. Bahtera Sejahtera Agung.

Dengan demikian, PT. Asuransi Jasa Indonesia berkedudukan hukum sebagai perusahaan penanggung yang mempertanggungkan risiko berdasarkan Marine Cargo Policy, Nomor Polis 513.105.300.08.0347 dan perlu memperoleh

perlindungan hukum atas segala tuntutan ganti rugi di luar dari jumlah yang dipertanggungkan.

Nilai pertanggungan di atas didasarkan pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerd, persetujuan ini merupakan persetujuan antara PT. Petrokimia Gresik dengan PT. Asuransi Jasa Indonesia, berdasar persetujuan inilah maka jumlah pertanggungan tersebut merupakan hasil kesepakatan yang demikian PT. Asuransi Jasa Indonesia tidak bisa dituntut balik untuk memenuhi subrograsi atas kerugian yang timbulkan oleh PT. Bahtera Agung Sejahtera, Perlindungan hukum terhadap PT. Asuransi Jasa Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHD yang menyatakan:

“Penanggung yang telah membayar kerugian barang yang dipertanggungkan, memperoleh semua hak yang sekiranya dimiliki oleh tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan dengan kerugian itu; dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang mungkin merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu”

Berdasarkan ketentuan Pasal 284 KUHD tersebut, setelah pembayaran

klaim dilaksanakan maka tertanggung (PT. Petrokimia Gresik) bertanggung jawab

yang merugikan penanggung (PT. Asuransi Jasa Indonesia). Tanggung jawab

(8)

tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan PT. Petrokimia Gresik kepada PT. Asuransi Jasa Indonesia atas tuntutan ganti rugi pihak ketiga

termasuk di dalam tuntutan dari PT. Sejahtera Bahtera Agung.

Manfaat yang dinikmati pengguna jasa penjaminan kredit yaitu membantu usaha kecil dan menengah dalam rangka pemenuhan kekurangan persyaratan atau penyerahan barang jaminan yang ditetapkan oleh Lembaga pembiayaan keuangan baik bank maupun non bank dan membantu lembaga keuangan bank, non bank untuk mengalihkan sebagian risiko financial atas kegagalan kewajiban debitur kepada pihak penjamin kredit. Subrogasi dimanfaatkan bank dalam rangka mengamankan risiko kerugian bank akibat debitur wanprestasi dan bank sebagai pemberi jaminan dapat mengajukan klaim kepada penjamin. Dalam prakteknya pemberian jaminan membuat perjanjian jaminan kredit dengan penjamin di sana masing-masing pihak hak kewajibannya, pihak penerima jaminan dapat menuntut klaim dari pihak penjamin setelah membayar premi penjaminnya, sedangkan pihak penjamin menerima premi dari bank dan menyelesaikan klaim ganti rugi akibat klaim ganti rugi akibat debitur atau terjamin wanprestasi.

Dari dua penelitian di atas, yang membedakan dengan penelitian ini adalah dari aspek permasalahan penelitian pertama sampai ke dua membahas mengenai debitur tidak mau menyelesaikan kewajibannya sebagaimana diperjanjikan sebelumnya. Sebaliknya, penelitian ini terfokus pada subrogasi menurut hukum perdata dan perlindungan hukum bagi penerima subrogasi. Dengan cara yang demikian ini, maka keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan berfaedah untuk ilmu pengetahuan hukum dan pembangunan bangsa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, berikut ini dirumuskan

masalah adalah sebagai berikut:

(9)

1. Bagaimana kedudukan hukum penerima hak subrogasi dalam hukum keperdataan di Indonesia?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi penerima hak subrogasi?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan pada berbagai perpustakaan hukum baik Fakultas Hukum maupun Program Pasca Sarjana di beberapa universitas terdapat beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain, Haerun Inayah dari Program Pascasarjana, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Program Hukum Ekonomi, tahun 2006, dalam tesisnya berjudul, ”Pelaksanaan Penyelesaian Klaim Dan Subrogasi Atas Klaim Yang Telah Dibayarkan Oleh Perusahaan Surety Dalam Perjanjian Surety Bond Di PT Jasaraharja Putera Cabang Mataram. Hasil penelitian diperoleh principal tidak bisa memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan dalam kontrak, kemudian Obligee memutuskan hubungan kerja, maka Obligee dapat mengajukan klaim kepada Perusahaan Surety Di mana penyelesaian klaim dilakukan oleh Perusahaan Surety dengan membayar kerugian kepada Obligee sebesar Nilai Jaminan. Atas pembayaran klaim tersebut Perusahaan Surety berhak memperoleh pengembalian atas klaim yang telah dibayarkannya dari Principal (Subrogasi atau Recovery), hal ini didasarkan pada Agreement Of Indemnity To Surety. Dalam

penulisan tesis ini Penulis menggunakan metode pendekatan secara yuridis

empiris yaitu suatu cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan

masalah dengan terlebih dahulu meneliti data sekunder yang ada kemudian

dilanjutkan dengan penelitian data primer dilapangan. Berdasarkan hasil

(10)

penelitian di ketahui bahwa pelaksanaan penyelesaian klaim dimulai dengan tahap pengajuan prosedur klaim oleh Obligee kepada Perusahaan Surety dengan dilengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan, adapun penyelesaian klaim lebih banyak dilakukan dengan cara pembayaran dengan mentransfer ke rekening yang ditunjuk oleh Obligee. Sedangkan cara yang ditempuh oleh Perusahaan Surety untuk memperoleh subrogasi atau recovery adalah dengan cara penagihan secara langsung. Hambatan yang dihadapi oleh Perusahaan Surety dalam pelaksanaan subrogasi atau recovery dalam Perjanjian Surety Bond adalah ketidakmampuan Principal secara keuangan mengakibatkan dibutuhkan waktu yang lama dan tidak

optimalnya hasil diperoleh Perusahaan Surety dalam subrogasi atau recovery, untuk mengatasi hambatan tersebut Perusahaan Surety bersikap kooperatif dan memberikan kelonggaran kepada Principal untuk membayar secara mencicil dengan jangka waktu yang tidak terbatas sesuai kemampuannya.

Dalam penelitian selanjutnya dilakukan oleh Teuku Antoni Reza, dari

Program Pascasarjana, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Program hukum

ekonomi, dalam tesisnya berjudul, “Subrograsi sebagai salah satu upaya bank

dalam meminimalisir risiko kerugian kredit di PT. Askrindo” Hasil penelitiannya

adalah sebagai berikut, penjaminan kredit merupakan salah satu layanan jasa yang

diberikan PT. Askrindo sebagai lembaga keuangan yang menfasilitasi usaha kecil

dan menengah (UKM) guna mendapat kemudahan memperoleh kredit dari bank

atau lembaga pembiayaan keuangan lainnya. Pada umumnya, perjanjian kredit

dikenal dengan perjanjian penanggungan hutang, karena kedudukannya sebagai

borgtoht yang muncul ketika terjamin atau debitur wanprestasi.

(11)

Dari kedua penelitian tersebut tidak ditemui adanya satu penelitian yang berkenaan dengan “Aspek Yurisdis Penerima Hak Subrogasi untuk menerima ganti rugi dalam sengketa keperdataan (Studi Kasus PT. Sejahtera Bahtera Agung dan PT. Asuransi Jasa Indonesia)” khususnya studi kasus PT. Sejahtera Bahtera Agung dan PT. Asuransi Jasa Indonesia.

Berangkat dari alasan di atas, penulisan dan penelitian tentang Aspek Yurisdis Penerima Hak Subrogasi untuk menerima ganti rugi dalam sengketa keperdataan (Studi Kasus PT. Sejahtera Bahtera Agung dan PT. Asuransi Jasa Indonesia)” ini akan memberikan paparan, gambaran dan analisis yuridis tentang bagaimana penerapan hukum perdata dan tanggung jawab penerima dan pemberi subrograsi dalam kasus tenggelamnya KM Damai Lestari milik PT. Sejahtera

Bahtera Agung yang membawa muatan sebanyak 10.900 MT atau Rp. 15.605.000.000.00 serta memberikan analisis dan paparan mengenai

perlindungan hukum bagi penerima subrogasi dimaksud.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan memberikan manfaat untuk:

1. Bahan kajian dalam memahami hukum perdata berkenaan dengan hak subrograsi dan mengetahui penerapan perlindungan hukum menurut hukum perdata dalam memberikan ganti rugi.

2. Mengembangkan wacana di bidang ilmu hukum, khususnya Hukum

Perdata dalam kaitannya dengan penegakan hak perdata dan kepastian

hukum dalam subrograsi;

(12)

3. Menambah khasana pengetahuan dan referensi hukum di bidang subrograsi khususnya berhubungan dengan perlindungan hukum menurut hukum perdata di Indonesia.

E. Tujuan Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mencari jawaban masalah tentang:

1. Penerapan subrogasi dalam hubungan dengan kedudukan hukum penerima subrogasi dalam hukum keperdataan di Indonesia.

2. Penerapan subrograsi dalam hubungan dengan perlindungan hukum bagi penerima hak subrograsi.

Referensi

Dokumen terkait

Nanofiller komposit sintetis diambil dari tube dengan menggunakan plastis instrument, dimasukkan dalam cetakan dan disinar dengan visible light cure selama 40

Hasil penelitian ini juga tidak bertentangan dengan hasil penelitian oleh Jusophine dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Orang Tua Memberikan

Semakin besar diameter paku yang digunakan memberikan peluang pemakaian paku yang semakin banyak untuk menghasilkan kekuatan sambungan yang tinggi, akan tetapi

nyeri tulang dan sendi terutama dimalam hari akan merasakan yang tidak enak dan nyeri ditempat ter,adinya erupsi!..  Jumlah penderita penyakit kelamin penyakit-penyakit kelamin

Keseluruhan kesimpulan hasil wawancara penulis terhadap tokoh masyarakat Kelurahan tanjungpinang Kota, memilki perbedaan yang beragam memandang perilaku tidak

Bahwa dalam rangka pengembangan wilayah berpotensi dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan Pemerintahan, Pemerataan Pembangunan serta Meningkatkan Pelayanan Umum

Tim pengadaan Barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3.b) ditetapkan oleh Direktur yang terdiri dari unsur internal Rumah Sakit Mutiara Hati Mojokerto, yaitu

Lebih dari itu, rapor sudah mengandaikan adanya susunan makna yang mendalam bagi penulisnya berdasarkan intensionalitas mereka terhadap beragam objek pendidikan