• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Belajar

Menurut Slameto dalam Hamdani (2010: 20), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Dalam kaitan ini, proses belajar dan perubahan merupakan bukti hasil yang diproses. Belajar tidak hanya mempelajari mata pelajaran tetapi juga penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan lain, dan cita-cita. Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada dirinya akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.

Berdasarkan pengertian secara psikologis, Slameto dalam Hamdani (2010: 20) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan yang terjadi ketika proses belajar berlangsung mempunyai sebuah aspek arahan yang dapat menimbulkan suatu perubahan dalam arah cita-cita kehidupan, dan memperkuat arah cita-cita belajar tersebut. Surjadi (1989:3) mengemukakan apabila pengalaman belajar terus membimbing dalam arah sama yang ditempuh selama ini, maka pengalaman-pengalaman belajar itu memberikan pengalaman-pengalaman baru dan membantu melihat cara yang ditempuh lebih jelas.

Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.

(2)

6

Selain itu belajar merupakan cara atau praktik untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari berkenaan dengan proses pemahaman materi ajar yang melibatkan keseluruhan indra sebagai alat penangkap dan penerima sekaligus pemproses hingga menimbulkan kesan mendalam yang berakibat pada perubahan tingkat kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Perubahan yang terjadi sebagai pengaruh langsung pada interaksi belajar antara siswa, guru, dan bahan ajar. Siswa sebagai peserta belajar, sedangkan guru dan bahan ajar merupakan komponen sumber belajar dan didalam proses belajar terdapat berbagai kondisi yang dapat menentukan keberhasilan belajar.

Beberapa pendapat tentang definisi belajar adalah sebagai berikut : a. Menurut Gage dan Berliner dalam Hamdani (2010: 21), belajar adalah suatu

proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman.

b. Menurut Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990: 84), belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.

c. Menurut Kimble & Garmezy dalam Muhammad (1987: 10), sifat perubahan perilaku dalam belajar relatif permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan. Misalnya, dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Selain itu, belajar akan lebih baik jika subjek belajar mengalami atau melakukannya secara langsung.

(3)

7

Ada beberapa ciri-ciri belajar seperti dikutip oleh Darsono dalam Hamdani (2010: 22) adalah sebagai berikut :

a. Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan. Tujuan ini digunakan sebagai arah kegiatan, sekaligus tolok ukur keberhasilan belajar

b. Belajar merupakan pengalaman sendiri, tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Jadi, belajar bersifat individual

c. Belajar merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan.

Hal ini berarti individu harus aktif apabila dihadapkan pada lingkungan tertentu. Keaktifan ini dapat terwujud karena individu memilki berbagai potensi untuk belajar

d. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar. Perubahan tersebut bersifat integral, artinya perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang terpisahkan satu dengan yang lainnya.

Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan hasil belajar, guru harus memperhatikan kondisi internal dan eksternal siswa. Kondisi internal adalah kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemampuan, dan sebagainya. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi siswa, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasarana belajar yang memadai, dan sebagainya.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Gagne dalam Purwanto (2008: 42), hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Selain itu hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang diajarkan.

(4)

8

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian- pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Gagne dalam Suprijono (2009: 5), hasil belajar berupa :

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkap pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan, maupun tertulis.

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta- konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadi nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Bloom dalam Sudjana (2010: 22), hasil belajar mencakup 3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yaitu gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pelajaran. Sedangkan Lindgren mengemukakan bahwa hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.

(5)

9

Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukkan makna dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut. Jadi siswa memiliki tanggung jawab akhir atas belajar mereka sendiri.

2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Banyak faktor yang mempengaruhi belajar seseorang. Menurut Slameto (2003: 56) lebih rinci menggolongkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Faktor Intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.

Faktor intern, terbagi ke dalam tiga faktor:

1) Faktor Jasmaniah, terdiri atas: faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.

2) Faktor Psikologis, meliputi: intelligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan.

3) Faktor Kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.

b. Faktor Ekstern yaitu faktor yang ada diluar individu.

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu:

1) Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.

2) Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah.

3) Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat,

(6)

10

teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

Sedangkan menurut Sudjana (1989: 39) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan faktor psikis. Selain faktor dari dalam diri siswa faktor yang berada dari luar diri siswa dapat menentukan dan mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar disekolah adalah kualitas pengajaran artinya tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.

2.1.4 Pembelajaran IPA

Menurut aliran behavioristik, Darsono dalam Hamdani (2010:24) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulasi. Aliran kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari. Adapun humanistik mendeskripsikan pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Darsono dalam Hamdani (2010: 47) berpendapat bahwa ciri-ciri pembelajaran adalah sebagai berikut :

a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis

b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan memotivasi siswa dalam belajar

c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik perhatian dan menantang siswa

(7)

11

d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik

e. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa

f. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik, secara fisik maupun psikologi

g. Pembelajaran menekankan keaktifan siswa h. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja

Pembelajaran mempunyai tujuan, yaitu membuat siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu, tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Tingkah laku ini meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa.

Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2010: 136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.

Sedangkan Wahyana dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunanaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi dalam Depdiknas yang dikutip Trianto (2010: 138) adalah sebagai berikut:

a. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa b. Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah

c. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi

d. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi

Hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari gelaja- gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah

(8)

12

yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.

Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum sebagaimana termaktub dalam taksonomi Bloom bahwa: diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Di samping hal itu, pembelajaran IPA diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi.

Berdasarkan uraian tentang pembelajaran IPA, maka Trianto (2010:

143) mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut:

a. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan kayakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

b. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi

c. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi

d. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama

e. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam

f. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi

Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat

(9)

13

menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.

Pembelajaran IPA dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif

Menurut Suprijono (2009: 54), pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

Selain itu pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Pembelajaran kooperatif ini merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran ini, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

(10)

14

2.1.6 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif menurut Lie dalam Mulyono (2011: 31) adalah sebagai berikut :

a. Saling ketergantungan positif

Pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber, (4) saling ketergantungan peran, dan (5) saling ketergantungan hadiah.

b. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi.

c. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.

Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok mengetahui siapa anggota yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotannya, dan karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.

(11)

15

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.

2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match ( Mencari Pasangan )

Bentuk diskusi dengan mencari pasangan adalah bentuk pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas sambil bermain dengan teman, pada suasana yang menyenangkan tetapi mengena dan sampai pada sasaran, karena siswa berkompetisi untuk lebih cepat menemukan pasangannya dari kartu atau jawaban yang dibawa masing-masing siswa. Peserta didik yang mendapat kartu soal mencari peserta didik yang mendapat kartu jawaban yang cocok, demikian pula sebaliknya.

Model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan, guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang berisi jawaban dari persoalan tersebut. Kemudian guru membagikan kartu tersebut kepada siswa. Bagi siswa yang mendapatkan kartu soal maka dia harus memikirkan apa jawabannya sedangkan yang mendapat kartu berisi jawaban maka dia harus memikirkan soal apa yang jawabannya ada di kartu itu. Setelah siswa diberi waktu untuk berfikir, siswa mencari pasangannya dengan waktu yang ditentukan guru. Siswa yang berhasil mencocokan dengan cepat dan benar akan mendapatkan poin/nilai, kartu dikumpulkan lagi dan dikocok untuk babak berikutnya. Pembelajaran berikutnya seperti babak pertama, kemudian penyimpulan, evaluasi, dan refleksi.

Model Make A Match atau mencari pasangan ini merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan model ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan

(12)

16

jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenanngkan.

2.1.8 Langkah-langkah Penerapan Model Make A Match

Model pembelajaran mencari pasangan ini dikembangkan oleh Curran tahun 1994 dalam Asikin (2009: 24) yang mempunyai langkah-langkah dalam pembelajarannya. Langkah-langkah penerapan model mencari pasangan (Make A Match) dalam Mulyatiningsih (2011: 233)adalah sebagai berikut :

a. Guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu

c. Tiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang

d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)

e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi poin

f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya

g. Demikian seterusnya h. Kesimpulan / penutup

2.1.9 Keunggulan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Tipe Make A Match

Model Make A Match atau mencari pasangan dapat digunakan untuk membangkitkan aktivitas pesesrta didik dan cocok digunakan dalam bentuk permainan karena didalam pembelajaran peserta didik ikut aktif dalam proses pembelajaran mengenai materi yang diajarkan. Selain itu, siswa menjadi lebih senang dan tertarik untuk belajar. Akan tetapi seperti biasa tidak ada gading yang tak retak, tidak ada model yang sempurna. Keunggulan dari model Make A Match ialah :

a. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran b. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis

(13)

17

Kelemahan dari model ini ialah jika kelas gemuk (lebih dari 30 orang/kelas) berhati-hatilah. Karena jika kurang bijaksana, maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya.

Sedangkan sisi kelemahan yang lain ialah memerlukan waktu lama dalam membuat RPP karena peneliti harus membuat kartu-kartu yang berisi topik yang akan dibahas.

Solusi dari kelemahan model Make A Match adalah :

a. Sebelum melakukan model ini guru membuat kesepakatan dengan siswa supaya siswa tertib dan tidak ramai

b. Guru menguasai kelas dan pandai mengatur situasi (misal siswa masih ramai guru memotivasi/ mengatur siswa menjadi tertib kembali, setelah tertib pelajaran dimulai lagi)

c. Peneliti meluangkan waktu untuk mempersiapkan kartu-kartu yang berisi topik yang akan dibahas terlebih dahulu sebelum pertemuan

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Rejeki yang berjudul,”Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Di SDN 2 Sengonwetan Semester II Tahun Ajaran 2009/2010,”

menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif Make A Match mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Pada ulangan harian awal rata-rata hasil belajar siswa mencapai 66, siklus I rata-rata 78, dan siklus II rata-rata 88.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Edi Sukirso yang berjudul, “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Melalui Teknik Make A Match Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Kradenan Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011,”

hasilnya menunjukkan bahwa prestasi belajar PKn meningkat yang pada awal sebelum menggunakan teknik Make A Match nilai rata-rata hanya 54,5. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 77 atau sebesar 41% dari kondisi awal, dan siklus II nilai rata-rata menjadi 83,86 atau naik 3 % dari siklus I.

(14)

18

Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan tipe Make A Match akan dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Namun demikian, perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan kelas ini.

2.3 Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA) sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dimengerti. Indikasinya dapat dilihat dari hasil belajar IPA yang kurang memuaskan. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.

Pada kondisi awal guru kelas V masih menggunakan model ekspositori, di mana pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa jenuh, bosan dan keaktifan siswa rendah.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sebagai alternatif bagi guru dalam mengajar siswa dengan variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya adalah guru membagikan kartu soal dan kartu jawaban pada semua siswa kemudian siswa mencari pasangannya sesuai kartu yang didapat. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap hasil belajar IPA.

2.4 Hipotesis Tindakan

Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : diduga pemberian model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA khususnya tentang sifat-sifat cahaya kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 4, terlihat juga bahwa puncak Raman untuk SiC-TO bergeser menuju bilangan gelombang yang lebih pendek ketika temperatur deposisi dinaikkan dari 750

Status hukum anak berkaitan erat dengan status hukum perkawinan dari orang tuanya, dalam arti kata, jika perkawinan sah menurut hukum maka anak hasil perkawinan

Pada penelitian selanjutnya, dapat digali lebih lanjut mengenai faktor risiko yang berhubungan dengan rendahnya kadar serum seng dan Z-Score TB/U pada populasi anak usia

This indicates that the peak recorded by detector-4 at 14:33:05 hours is not related to any leakage in the exchanger but this peak is due the fact that detector-4 has seen

Slično idućem alatu, Clone Stamp Tool, i HB alat radi kopiranje određenog dijela slike.. Vodi računa o bojama te osvjetljenju na

No Nama Penyedia Hasil Evaluasi Administrasi 1 KAP.. Kumalahadi,Kuncara,Sugen g Pamudji

Manfaat yang dapat diambil dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat melakukan perhitungan untuk menentukan nilai kebutuhan air tanaman berdasarkan data iklim

Pada pendidikan pola lama sistem pendidikan lebih cenderung pada teacher center dimana guru lebih mendominasi proses pendidikan. Dalam pola lama ini siswa hanyalah bagaikan sebuah