• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PERAN PENELITI DALAM PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DI WILAYAH BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA TANJUNGPINANG 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OPTIMALISASI PERAN PENELITI DALAM PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DI WILAYAH BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA TANJUNGPINANG 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

OPTIMALISASI PERAN PENELITI DALAM PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN

DI WILAYAH BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA TANJUNGPINANG

1

Oleh: Anastasia Wiwik Swastiwi

Peneliti Madya di Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjungpinang

Pengantar

Hasil penelitian sejarah dan budaya yang berkaitan dengan identitas lokal sangat penting untuk memperkuat identitas nasional, terutama bagi Indonesia pluralistic. Salah satunya, Kepulauan Riau (sebagai wilayah kerja BPNB Tanjungpinang disamping Riau, Jambi dan Bangka Belitung) belum mendapatkan perhatian yang memadahi dalam penulisan sejarah Indonesia. Sebaliknya Kepulauan Riau justru menjadi bagian penting dalam kajian sejarah dunia Melayu di Malaysia. Karya Barbara Watson Andaya dan suaminya Leonard Andaya tentang Sejarah Malaya dan Kesultanan Johor adalah contoh penting.2 Hal ini tidak mengejutkan karena keberadaan kerajaan-kerajaan Melayu klasik di wilayah ini tidak dilepaskan dari sejarah kerajaan-kerajaan Melayu di Semenanjung Malaysia. Hal ini seolah hendak meligitimasi bahwa sejarah Kepulauan Riau adalah kepanjangan dari Sejarah Nasional Malaysia. Ada

1Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah Bidang Kebudayaan di Hotel Mercure Jln.

Pantai Indah, Ancol Jakarta Baycity, tanggal 15-17 April 2015

2 Lihat misalnya, Barbara Watson Andaya dan Leonard Y. Andaya, A History of Malaya (London:

Maxmillian Press Ltd., 1982); Leonard Y. Andaya, The Kingdom of Johor (London: Oxford University Press, 1975).

(2)

2 kekhawatiran yang belakangan ini menghinggapi masyarakat Indonesia terutama jika dilihat dari perspektif hubungan Indonesia-Malaysia bahwa kecenderungan ini adalah akan munculnya kembali claims sepihak dari Malaysia tentang potensi kebudayaan di Kepulauan Riau. Seperti belakangan munculnya isu bahwa Malaysia hendak menyelenggarakan eksebisi kebudayaan Melayu dengan meminjam benda-benda cagar budaya dari wilayah ini. Oleh karena itu, sudah menjadi kebutuhan yang mendesak untuk mengembangkan penelitian tentang sejarah dan budaya di wilayah ini.

Tema-tema Penting

Sebagai simpul kebudayaan Melayu tentu menjadi menarik untuk memulai melacak tentang melayu dan identitas Melayu sebagai salah satu tema penelitian sejarah dan budaya (Kepulauan Riau, Riau, Jambi dan Bangka Belitung) Bagaimana konsep Ke-melayu-an (Malayness) sebenarnya dipahami. Konsep Melayu atau Malay saat ini telah menjadi sumber dari indentitas modern yang berbeda-beda. Anthony Reid misalnya telah memulai untuk menelusuri literature-literatur tentang tipologi nasionalisme yang telah menggunakan kata Malay atau Melayu sebagai inti dari keseluruhan proyek nasionalis. Melayu dimaknai secara berbeda dalam periode berbeda di Sumatara di Semanjung dan di Indonesia Timur, dan Inggris dan Belanda menerjemahkannya dengan cara yang berbeda. Proyek ethno-nationalist di Malaysia dan di Brunei membuat melayu sebagai konsep idiologis yang dikontestasikan, sementara itu Indonesia

(3)

3 lebih memaknainya pada basis nasionalisme territorial.3 Menarik kemudian untuk membandingkan dengan studi yang dilakukan oleh Barbara S. Nowak dan Singan Knen Muntil tetang seberapa besar eksistensi bangsa kolonial, Inggris dan Belanda memberi pengaruh terhadap pemahaman tentang Melayu dan posisi mereka sendiri dalam masyarakat Melayu. Hal ini penting mengingat latar belakang politik yang mana kedua bangsa ini yang telah menyebabkan tradisi melayu ini terpecah-pecah dalam unit national yang berbeda.4 Tema tentang identitas ke-melayu-an ini telah banyak dikaji oleh beberapa penulis terutama dari perspektif bangsa Malaysia.5 Di Indonesia kajian seperti ini masih diabaikan.

Dari semua pengaji topik ini barangkali hanya Anthony Reid dan Jane Drakard,6 yang mencoba melihat dr perspektif Indonesia. Tentu menyedihkan jika benar bahwa Indonesia hanya memahami Melayu ini sebagai unit territorial dari pada kultural. Hal ini akan memperkuat klaim bahwa Hanya Malaysia dan Bruneilah pemilik kebudayaan Melayu sesungguhnya.

3 Anthony Reid, “Understanding Melayu (Malay ) as a Source of Diverse Modern Identity”, dalam Journal of Southeast Asian Studies, Vol 32, No. 3, (2001), hlm. 295-313.

4Barbara S. Nowak dan Singan Knen Muntil, “Btsisi, Blandas and Malays: Ethnicity and Identity in the Malay Peninsula Based on Btsisi Folklore and Ethnohistory”, dalam Asian Folkore Studies, Vol.

63, No.2 (2004), hlm., 303-323. Menarik untuk dibandingkan dengan persepsi Malaysia sendiri konsep melayu sebagai identitas dalam level pemikiran dan praktek seperti dalam studi yang dilakukan oleh Shamsul A.B., “A History of an Identity, an Identity of a History: The Idea and Practices of Malayness in Malaysia Reconsidered”, dalam, Journal of Southeast Asian Studies, Vol 32, No. 3, (2001), hlm. 355-366.

5 Lihat misalnya, Judith A. Nagata, “What is Malay? Situational Selection of Ethnic Identity in a Plural Society, dalam American Ethnologist, Vol. 1 No. 2 (1974), hlm., 331-350. Lihat juga, C.W.

Watson, “Reconstructing Malay Identity”, dalam Anthropology Today, Vol. 12, No. 5 (1996), hlm., 10-14.

6 Jane Drakard, “Idiology Adaptation on A Malay Frontier”dalam Journal of Southeast Asian Studies, Vol 17, No. 1 (1986), hlm., 39-57.

(4)

4 Kepulauan Riau, Riau, Jambi dan Bangka Belitung

Visi dan misi Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjungpinang adalah sebagai pusat data dan informasi tentang sejarah dan budaya masyarakat yang berada di wilayah kerjanya (Kepulauan Riau, Riau, Bangka Belitung dan Jambi) melalui hasil-hasil kajian yang dilakukannya.

Kepulauan Riau, sejarah dan budaya masyarakatnya hendaknya menjadi setting penting untuk mengkaji lebih jauh bagaimana Identitas ke-Melayuan terbentuk dan berkembang menjadi fondasi penting pembentukan identitas ke- Indonesiaan. Misalnya, Integrasi politik dan kultural masyarakat Bugis dalam masyarakat Melayu Kepulauan Riau dapat menjadi tema penting dalam kajian sejarah lokal, tanpa mengesampingkan gesekan-gesekan politik dan kepentingan yang ada. Kesemuanya itu dijelaskan dalam kerangka proses pembentukan identitas bersama. Demikian juga dengan pertautan cultural dan etnis antara Kepulaun Riau dengan dunia Melayu lainnya di Sumatera dan Timur Indonesia.

Mengenai tema ini, Jane Drakard dan Jan van der Putten telah memulai dengan kajian awal yang menarik. Jika Drakard mencoba memetakan pemahaman idiologis telang Melayu dari perspektif ethnis-ethnis Melayu yang ada di Sumatera, Van der putten lebih melihat secara spesifik proses integrasi politik dan budaya masyarakat ethnis bugis dalam tradisi Melayu Riau, melalui sosok Haji Ibrahim.7

7 Jan van der Putten, “A Malay of Bugis Ancestry: Haji Ibrahims Stretegies of Survival”, dalam Journal of Southeast Asian Studies, Vol 32, No. 3, (2001), hlm. 343-354.

(5)

5 Substansi lain yang penting menjadi tema dalam kajian sejarah dan budaya di Kepulauan Riau adalah muncul dan perkembangan tradisi tulis Melayu di wilayah ini kaitannya dengan kebudayaan Islam. Seperti disinggung pada awal tulisan ini Raja Ali Haji adalah symbol dari lahirnya tradisi baru pemikiran Melayu yang semakin kental dengan Islam. Tetapi hendaknya ia tidak dipandang sebagai satu-satunya karena para pendahulunyapun telah memulai tradisi ini. Ada sederetan pertanyaan-pertanyaan penting yang dapat dimunculkan jika fenomena ini hendak diletakkan dalam konteks kajian sejarah sosial seperti misalnya, mengapa tradisi tulis Melayu justru berkembang ketika kekuasaan Melayu bergeser ke wilayah Riau Kepulauan? Kondisi struktural yang bagaimana yang mendorong tumbuhnya tradisi tulis Melayu di wilayah ini? Tentu pertanyaan yang penting juga adalah Mengapa Islam mewarnai karakteristik pemikiran intelektual dan sastra Melayu. Kajian-kajian seperti ini telah dimulai oleh Leonard Y. Andaya dan Jan van der Putten ketika keduanya membahas pentingnya sosok Raja Ali Haji. Jika Leonard Andaya memfokuskan kajiannya pada corak keislaman pada pemikiran Raja Ali Haji,8 Jan van der Putten memberikan ulasan filologis terhadap karya-karya Raja Ali Haji dan juga surat- surat pribadinya yang ditujukan pada rekan kerjanya Von van de Wall.9

8 Leonard Y. Andaya, “Pikiran Islam dan Tradisi Melayu: Tulisan Raja Ali Haji dari Riau”, dalam Anthony Reid dan David Marr, Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka: Indonesia dan Masa Lalunya, (Jakarta: Grafiti Pers, 1983), hlm., 97-120.

9 Lihat Jan Van der Putten, dan Al Azhar, Dalam Berkenalan Persahabatan, Surat-surat Raja Ali Haji kepada Von de Wall, (Jakarta: KPG, 2006). Baca terutama bagian pendahuluan dari buku ini.

(6)

6 Masih banyak tema-tema lain yang bisa menjadi fokus dari kajian sejarah dan budaya yaitu transformasi masyarakat Kepulauan Riau dalam bidang Sosial dan Ekonomi baik periode pra-kolonial, Kolonial maupun Pasca Kolonial. Sebuah artikel kecil tentang dinamika sosial ekonomi yang ditulis oleh Anastasia Wiwik Swastiwi dapat dikembangkan menjadi kajian yang lebih luas.10 Kajian-kajian dalam tema ini untuk melihat continuum atau kesinambungan sejarah yang menjalin sejarah dan budaya Kepulauan Riau dari awal Modern hingga kontemporer.

Sementara itu, Riau Daratan (yang juga menjadi bagian dalam wilayah kerja BPNB Tanjungpinang) adalah daerah yang memiliki rekam jejak sejarah dan budaya yang sangat luar biasa. Riau, tidak hanya kaya akan Sumber Daya Alam tetapi juga kaya akan potensi sejarah. Provinsi Riau (kini) merupakan gabungan dari sejumlah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, diantaranya ialah Kerajaan Indragiri (1658-1838), Kerajaan Siak (1723-1858), Kerajaan Pelalawan (1530- 1879), dan banyak lagi kerajaan kecil lainnya, yaitu Kerajaan Kubu, ibunegerinya Teluk Merbau, Kerajaan Bangko ibunegerinya Bantaian dan Kerajaan Tanah Putih, ibunegerinya Tanah Putih, Kerajaan Tambusai ibunegerinya Dalu-dalu, Kerajaan Rambah ibunegerinya Pasirpengarayan, Kerajaan Kepenuhan ibunegerinya Kototongah, Kerajaan Rokan IV Koto, ibunegerinya Rokan, dan

10 Anastasia Wiwik Swastiwi, “Kepulauan Riau dan Dinamika Sosial Ekonominya” dalam Agus Suwignya (et al), Sejarah Sosial (di) Indonesia: Perkembangan dan Kekuatan, (Yogyakarta: jurusan Sejarah UGM, 2011), hlm., 376-396.

(7)

7 Kerajaan Kuntodarussalam ibunegerinya Kotolamo, Kerajaan Gunung Sahilan, Kerajaan Gasib, Kerajaan Keritang, Kerajaan Kandis, dan Kerajaan Koto Alang.

Kepulauan Bangka Belitung, yang juga merupakan bagian dari wilayah kerja BPNB Tanjungpinang, terbentuk oleh dominasi Kesultanan Palembang, setelah lepas dari Kesultanan Banten karena anak perempuan Bupati Nusantara dari Banten yang menguasai Bangka menikah dengan Sultan Palembang, Abdurrahman tahun 1659-1707. Dan Belitung pada masa yang hampir sama dikuasai oleh Mataram yaitu Ki Gegedeh Yakob, Cakraninggrat I tahun 1618- 1661, setelah menikahi putri Ki Ronggo udo, yaitu penguasa Belitung sebelumnya. Sebagai wilayah yang sarat dengan perjalanan sejarahnya tentu memiliki potensi sejarah dan budaya yang sangat luar biasa.

Jambi, diantaranya pada abad 7 Jambi memegang peranan penting karena menjadi titik pertemuan lalu lintas pelayaran dari mana-mana seperti dari India menuju Cina atau dari bagian barat yang akan ke Maluku, bagian timur dari Cina pedagang-pedagang akan kembali ke barat. Menginjak awal abad 16 negeri Jambi dikunjungi pedagang Cina, India, Parsi, Arab, Portugis, Inggeris dan Belanda. Salah satu bagian wilayah Jambi yaitu perairan Tungkal yang terletak di pantai timur Jambi menghadap selat Malaka dan berbatasan dengan Riau dan Bukit Tigapuluh. Perairan Tungkal ini ramai dikunjungi perahu dagang dari berbagai negeri yang mengangkut hasil bumi seperti lada, damar, cula badak, geliga lipas, emas, dan barang lain. Oleh karena itu siapa yang menguasai Tungkal maka ia akan menguasai sebagian jalur perdagangan laut hingga abad

(8)

8 17. Kerajaan Jambi kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan penting dan cukup menentukan. Hal itu dimungkinkan karena letak Jambi yang strategis yang dekat dengan jalur perdagangan, sehingga memungkinkan terjadinya kontiunitas sejarah yang telah berlangsung sejak zaman klasik. Dalam arti yang sederhana Kerajaan Melayu Islam pada dasarnya penerus dari Melayu Klasik setelah menjalani berbagai peristiwa sejarah.

BPNB Tanjungpinang dan Pemerintah Daerah

Pembangunan kebudayaan telah menjadi aset terbesar dalam rangka mengakselerasi pembagunan nasional dari berbagai aspek. BPNB Tanjungpinang adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang memiliki wilayah kerja Kepulauan Riau, Riau, Jambi dan Bangka Belitung. Tugas pokok BPNB yaitu melaksanakan pelestarian kebudayaan yang mencakup perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pendokumentasian aspek-aspek nilai budaya, seni dan tradisi serta kesejarahan. Hasil- hasil kajian yang telah dilakukan oleh BPNB Tanjungpinang seringkali menjadi dasar pengambilan kebijakan pemerintah daerah dalam memajukan kebudayaan dan kesejarahan. BPNB Tanjungpinang seringkali juga bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk melakukan penelitian bersama diantaranya sebagai berikut :

- Sejarah Daerah Kabupaten Karimun. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karimun. 2001

- Sejarah Kerajaan Riau-Lingga. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang bekerja sama dengan Bappeda Kabupaten Kepulauan Riau, 2001

- Penelitian dan Pengkajian Bintan Buyu (Bandar Bukit Bijana) Aset Sejarah Yang Terlupakan di Pulau Bintan. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang bekerja sama dengan Bappeda Kabupaten Kepulauan Riau, 2004

(9)

9 - Sejarah Makam Dara Sembilan dan Benteng Batin Hitam di Desa

Senggoro Kabupaten Bengkalis. Balai Kajian Sejarah dan Nilai

Tradisional Tanjungpinang bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bengkalis.2008

- Sejarah Kota Tanjungpinang. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang bekerja sama dengan Bappeko Kota Tanjungpinang.

2008

- Hari Jadi Ranai. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang bekerja sama dengan Pemda Natuna. 2009

- Sultan Mahmud Riayatsyah. Bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Lingga. 2013

- Pemberian Nama-Nama Jalan di Dompak. Bekerjasama dengan Pemprov Kepulauan Riau. 2014

Pendokumentasian aspek-aspek nilai budaya yang pada akhirnya menjadi warisan budaya tak benda diantaranya adalah krinok (Jambi) dan dambus (Bangka Belitung) dan lain-lain.

Daftar Pustaka

Anastasia Wiwik Swastiwi, “Kepulauan Riau dan Dinamika Sosial Ekonominya”

dalam Agus Suwignyo (et al), Sejarah Sosial (di) Indonesia: Perkembangan dan Kekuatan, (Yogyakarta: jurusan Sejarah UGM, 2011), hlm., 376-396.

Andaya Barbara Watson, dan Leonard Y. Andaya, A History of Malaya (London:

Maxmillian Press Ltd., 1982)

Andaya, Leonard Y., The Kingdom of Johor (London: Oxford University Press, 1975).

Andaya, Leonard Y., “Pikiran Islam dan Tradisi Melayu: Tulisan Raja Ali Haji dari Riau”, dalam Anthony Anthony, dan David Marr, Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka: Indonesia dan Masa Lalunya, (Jakarta: Grafiti Pers, 1983), hlm., 97-120.

D.A. Winda, Profil 143 Pahlawan Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Timur, 2009), hlm., 112.

Drakard, Jane, “Idiology Adaptation on A Malay Frontier”dalam Journal of Southeast Asian Studies, Vol 17, No. 1 (1986), hlm., 39-57.

(10)

10 Nagata, Judith A., “What is Malay? Situational Selection of Ethnic Identity in a Plural Society, dalam American Ethnologist, Vol. 1 No. 2 (1974), hlm., 331- 350.

Nowak, Barbara S., dan Singan Knen Muntil, “Btsisi, Blandas and Malays:

Ethnicity and Identity in the Malay Peninsula Based on Btsisi Folklore and Ethnohistory”, dalam Asian Folkore Studies, Vol. 63, No.2 (2004), hlm., 303-323.

Reid, Anthony, “Understanding Melayu (Malay ) as a Source of Diverse Modern Identity”, dalam Journal of Southeast Asian Studies, Vol 32, No. 3, (2001), hlm. 295-313.

Reid, Anthony, dan David Marr, Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka: Indonesia dan Masa Lalunya, (Jakarta: Grafiti Pers, 1983), hlm., 97-120.

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:

Gramedia, 1989).

Shamsul A.B., “A History of an Identity, an Identity of a History: The Idea and Practices of Malayness in Malaysia Reconsidered”, dalam, Journal of Southeast Asian Studies, Vol 32, No. 3, (2001), hlm. 355-366.

Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985), hlm., 12-15.

Van der Putten, Jan, “A Malay of Bugis Ancestry: Haji Ibrahims Stretegies of Survival”, dalam Journal of Southeast Asian Studies, Vol 32, No. 3, (2001), hlm. 343-354.

Van der Putten, Jan, dan Al Azhar, Dalam Berkenalan Persahabatan, Surat-surat Raja Ali Haji kepada Von de Wall, (Jakarta: KPG, 2006). Baca terutama bagian pendahuluan dari buku ini.

Watson, C.W., “Reconstructing Malay Identity”, dalam Anthropology Today, Vol.

12, No. 5 (1996), hlm., 10-14.

Referensi

Dokumen terkait

Komposisi komulatif dokumen penawaran dan kelengkapan administrasi tahap pembukaan file dokumen penawaran (administrasi, teknis dan harga) serta dokumen

yang rendah terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Melakukan. Perbaikan dan atau Seting Ulang Koneksi Jaringan

Dari Gambar 5 dijelaskan bahwa responden yang dida- patkan karakteristik tentang pendidikan yang didominasi oleh kelompok pendidikan D4/S1 pada Jl. Pemuda, pada Jl.

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan competence, conscience , dan compassion peserta didik kelas IIIC SD Kanisius Kenteng dengan menerapkan Paradigma Pedagogi

Slavin (2008), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri

19/01/1999 Sejarah Kebudayaan Islam MTSN KANDANGHAUR Kab... MAMBAUL

Hal terakhir dalam siklus yang harus dilakukan adalah pembentukan tim penanggung jawab  program  pengembangan  dan  implementasi  E‐Commerce.  Hampir 

Hal ini sesuai dengan tanggapan responden terhadap pernyataan PPU4 yang mana responden selalu mencatat utangnya agar terkontrol dengan baik sehingga memperoleh