• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN JENIS-JENIS PENANGKAPAN IKAN RAMAH LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDUAN JENIS-JENIS PENANGKAPAN IKAN RAMAH LINGKUNGAN"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PANDUAN

JENIS-JENIS PENANGKAPAN IKAN

RAMAH LINGKUNGAN

Kerjasama :

Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumberdaya Alam SATKER REHABILITASI DAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG (COREMAP II)

TAHUN 2006

Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN

TAHUN 2006

PT. BINA MARINA NUSANTARA (Konsultan Kelautan dan Perikanan) Kantor: Gedung Sarana Pengembangan Usaha Lt.8, Jl. Angkasa Blok B-9 Kav 6 Kota Baru, Bandar Kemayoran, Jakarta 10720

Telp. (021) 6546630, Fax. (021) 6546631, E-mail: binamarina@cbn.net.id

(3)

Kata Pengantar

Kebutuhan akan informasi dasar bagi pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat perlu dikaitkan dengan tujuan dan sasaran CBM-COREMAP II, yaitu bahwa masyarakat di sekitar lokasi terumbu karang sebagai target kegiatan COREMAP II dapat rnengetahui dan memahami CBM-COREMAP II. Hal ini merupakan dasar bagi perlunya pembuatan Paket Buku Panduan (Self Learning Material Pack) tentang CBM-COREMAP. Paket Buku Panduan, yang merupakan media pembelajaran mandiri bagi para fasilitator dan motivator serta masyarakat pesisir, meliputi beberapa tema. Setiap tema disusun secara runtut dan sistematis dan mencakup hal-hal yang dapat dijadikan panutan atau contoh bagi masyarakat mengelola ekosistem terumbu karang dan ekosistem terkait serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan dan mandiri.

Sampai dengan saat ini, draft Paket Buku Panduan yang terdiri atas 10 (sepuluh) judul buku telah selesai disusun, walaupun dengan keterbatasan waktu yang tersedia. Dalam waktu dekat, kesepuluh draft buku panduan akan diujicobakan di 7 (tujuh) kabupaten yang menjadi lokasi COREMAP II di Indonesia Bagian Timur, untuk mendapatkan masukan-masukan dari para fasilitator, motivator, dan staff COREMAP II di daerah. Masukan dari mereka akan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam rangka memfinalisasi kesepuluh buku tersebut sebelum kami serahkan kepada Manajemen COREMAP II di Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta. Jakarta, Nopember 2006

(4)

Pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang berkelanjutan menuntut kesinambungan upaya dan konsistensi sistem kebijakan, serta mensyaratkan kemampuan sumberdaya manusia sebagai pengelola dan ketersediaan

informasi yang memadai sebagai dasar pengambilan keputusan. Peran manusia, terutama masyarakat pesisir sebagai pengguna dan pengelola sumberdaya alam pesisir dan laut, menjadi sentral dalam proses pengelolaan sumberdaya terumbu karang. Namun, pada kenyataannya, pemangku kepentingan pengelolaan sumberdaya terumbu karang selain memiliki beragam kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam tersebut memiliki kapasitas yang sangat bervariasi. Ada ketidakseimbangan kemampuan dalam pengetahuan secara formal yang memadai di antara pemangku kepentingan. Rendahnya sebagian besar kapasitas pemangku kepentingan sumberdaya terumbu karang, memicu ketidakseimbangan pemanfaatan sumberdaya tersebut. Dengan demikian, pembelajaran yang terus menerus bagi mereka merupakan hal yang sangat diperlukan dalam meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan sumberdaya terumbu karang.

Namun demikian, tingginya kebutuhan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan terbatasnya dana yang ada menyebabkan proses pembelajaran yang sangat diperlukan sebagai dasar pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut timpang. Sehubungan dengan itu, maka dirasakan penting untuk menyusun Paket Buku Panduan (Self Learning Material Pack) untuk pembelajaran mandiri pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat (Community-Based Management CBM). Hal ini karena salah satu pendekatan bagi pembelajaran masyarakat yang paling efektif dan menjangkau lokasi terpencil adalah melalui media buku. Media buku dapat membawa pesan jauh lebih banyak dan luas dibandingkan media lainnya. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan informasi untuk seluruh tingkatan para pemangku kepentingan dengan menyediakan berbagai pilihan. Selain itu, kegiatan pengembangan Buku Panduan ini ditujukan untuk memberikan informasi mengenai berbagai strategi pengelolaan sumberdaya terumbu karang dari sudut pandang

(5)

masyarakat nelayan, para manajer sumberdaya dan organisasi-organisasi yang bergerak di bidang lingkungan.

Materi Paket Buku Panduan merupakan pembelajaran dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan program-program pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis masyarakat di Indonesia maupun di luar negeri. Paket Buku Panduan terdiri atas 11(sebelas) judul sebagai berikut:

(1) Panduan penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) (2) Pengenalan Manfaat dan Fungsi Ekosistem Terumbu Karang dan

Ekosistem Terkait, serta Kondisi Terumbu Karang di Indonesia (3) Pembelajaran dari Program Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut

Berbasis Masyarakat

(4) Panduan Pengambilan Data dengan Metode RRA dan PRA.

(5) Panduan Penyusunan Peraturan Desa tentang Daerah Perlindungan Laut

(6) Panduan Pengorganisasian Masyarakat (7) Panduan Mata Pencaharian Alternatif

(8) Panduan Jenis-jenis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan (9) Panduan Monitoring Berbasis Masyarakat

(10)Panduan Pembuatan Daerah Perlindungan Laut, dan (11)Panduan Pengelolaan Pondok Informasi (Info Center).

Seluruh Paket Buku Panduan tersebut diharapkan dapat memberi manfaat bagi seluruh pihak, terutama masyarakat pesisir, para Terakhir, kami

mengucapkan terima kasih kepada ketua dan seluruh anggota Tim

Penyusun atas kerja kerasnya sehingga seluruh paket buku panduan dapat diselesaikan dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan dalam penyusunan paket buku panduan ini.

Jakarta, Nopember 2006

(6)

Sekapur Sirih

Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada semua pihak yang telah menyumbangkan pikiran dan tenaga sehingga penyusunan Paket Buku Panduan (Self Learning Material Pack) untuk pembelajaran mandiri pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat (Community-Based Man-agement CBM) dapat diselesaikan dengan baik. Paket Buku Panduan ini dapat diselesaikan karena kerja keras Tim Penyusun dan berkat kontribusi yang diberikan oleh Tim COREMAP II di Jakarta serta Tim COREMAP Daerah dan para fasilitator dan motivator desa di lokasi-lokasi CORMAP II di 7 (tujuh) kabupaten, yaitu Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Buton, Kabupaten Selayar, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Sikka, Kabupaten Raja Ampat, dan Kabupaten Biak. Kontribusi yang sangat berharga berupa dukungan kesekretariatan dan logistik disediakan oleh PT Bina Marina Nusantara.

(7)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ... iv

SAMBUTAN DIRJEN KP3K ... v

SEKAPUR SIRIH ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Mengapa Perlu Buku Panduan? ... 2

2. Buku Panduan untuk Siapa? ... 3

3. Bagaimana Menggunakan Buku Panduan? ... 3

BAB 2. APAKAH PENGELOLAAN PERIKANAN ITU ... 5

Cara penangkapan ikan yang merusak ... 6

1. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak ... 6

2. Menggunakan Racun Sianida ... 8

3. Bubu ... 10

4. Pukat Harimau ... 11

5. Pukat Dasar ... 11

BAB 3. ALAT TANGKAP IKAN YANG RAMAH LINGKUNGAN ... 13

a. Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi ... 13

b. Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya ... 14

c. Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan) ... 14

d. Menghasilkan ikan yang bermutu baik ... 15

e. Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen ... 15

f. Hasil tangkapan yang terbuang minimum ... 15

g. Alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati ... 16

(8)

h. Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau

terancam punah ... 16

i. Diterima secara sosial ... 16

Alat Tangkap yang ramah dan tidak ramah lingkungan ... 17

1. Penangkapan ikan hias ... 17

2. Pukat Udang ... 22 3. Pukat Cincin ... 23 4. Pukat Kantong ... 24 5. Jaring Insang ... 24 6. Jaring Angkat ... 25 7. Pancing ... 26 8. Perangkap ... 26 9. Alat pengumpul ... 27

10. Alat penangkap lainnya ... 27

BAB 4. PARTISIPASI MASYARAKAT ... 29

a. Keterlibatan dalam tatacara penangkapan ikan yang ramah lingkungan ... 30

b. Keterlibatan dalam pengelolaan sumberdaya ikan ... 31

c. Keterlibatan dalam pengembangan kelembagaan ... 31

BAB 5. RINGKASAN JENIS ALAT TANGKAP DAN DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN ... 32

(9)

Pendahuluan

1

B A B

Perikanan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Indonesia. 56 persen asupan protein masyarakat Indonesia berasal dari ikan dan/atau produk perikanan. Hingga tahun 2000 saja, perikanan memberikan penghidupan kepada sekitar lima juta nelayan dengan nilai total hasil rata-rata sekitar 3,5 juta ton per tahunnya (reference 2003). Penangkapan ikan yang merusak yang banyak dilakukan belakanan ini telah menyebabkan berkurangnya ketersediaan ikan yang merupakan sumberdaya pangan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat di Indonesia, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir dan laut.

Penangkapan ikan yang merusak seperti penggunaan bom dan racun sianida serta alat penangkap ikan yang merusak lainnya menyebabkan hancurnya ekosistem terumbu karang dan berkurangnya ketersediaan ikan karang yang bernilai ekonomi tinggi. Perusakan ekosistem terumbu karang ini telah dapat dirasakan dampaknya secara langsung oleh masyarakat. Berkurangnya hasil tangkapan ikan dan semakin jauhnya daerah jelajah penangkapan menunjukkan ekosistem pesisir dan laut yang rusak. Ekosistem pesisir dan laut yang rusak selanjutnya tidak dapat menyediakan ikan dan

sumberdaya pesisir dan laut. Dan begitu seterusnya. Saat ini, telah banyak dikembangkan metode penangkapan yang tidak merusak lingkungan. Selain karena tuntutan dan kecaman dunia internasional yang akan memboikot ekspor dari negara yang sistem penangkapan ikannya masih merusak lingkungan, pemerintah juga telah berupaya untuk

(10)

yang dikeluarkan FAO (suatu lembaga di bawah PBB untuk urusan pangan). Hal ini untuk menjamin keberlanjutan kegiatan perikanan yang menjadi salah satu andalan pemerintah untuk perolehan devisa negara. Salah satu contohnya adalah beberapa metode penangkapan ikan karang. Jenis alat tangkap yang tidak merusak lingkungan bagi ikan karang antara lain pancing dan perangkap (trap) yang disesuaikan dengan kondisi perikanan dan ekosistem setempat.

1. Mengapa perlu buku panduan?

Kegiatan penangkapan ikan yang merusak menjadi masalah bagi ketersediaan sumberdaya perikanan yang secara langsung dapat berpengaruh pada kesejahteraan dan kecukupan gizi dan nutrisi bagi masyarakat. Dengan demikian, pengembangan cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan sangat diperlukan, terutama di wilayah pesisir dan laut yang sangat

tergantung pada sumberdaya perikanan, seperti di Kabupaten seperti Sikka, Pangkajene Kepulauan, Selayar, Buton, Wakatobi, Raja Ampat, dan Biak Numfor. Dengan bekal pengetahuan mengenai penangkapan ikan yang ramah lingkungan, diharapkan para nelayan dapat turut menjaga kelestarian sumberdaya pesisir dan laut yang sangat diperlukan bagi kehidupan mereka. Buku Panduan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

serangkaian Buku Panduan pembelajaran mandiri (self learning material pack) yang dikembangkan bagi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat di tujuh kabupaten yang terlibat dalam kegiatan COREMAP di atas.

Tema-tema lain yang berkaitan dengan Buku Panduan Jenis-jenis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan adalah

· Pengenalan Manfaat dan Fungsi Ekosistem Terumbu Karang dan ekosistem terkait, serta kondisi terumbu karang di Indonesia

(11)

· Pembelajaran dan program-program pengelolaan sumberdaya laut berbasis masyarakat

· Panduan Pengambilan Data dengan metode Rural Rapid Appraisal dan Participatory Rural Appraisal

· Panduan Penyusunan Regulasi Tingkat Desa · Panduan Pengorganisasian Masyarakat · Panduan Mata Pencaharian Alternatif

· Panduan Jenis-jenis Penangkapan Ikan yang Ramah dan Tidak Ramah Lingkungan

· Panduan Monitoring Berbasis Masyarakat · Panduan Penyusunan Daerah Perlindungan Laut · Panduan Pengelolaan Info Center, dan lain lain

2. Buku Panduan untuk Siapa?

Target utama Seri Buku Pembelajaran Mandiri adalah para Fasilitator COREMAP II yang berada di tingkat kabupaten dan desa, yang kebanyakan adalah lulusan perguruan tinggi dan para Motivator Desa yang berasal dari desa-desa lokasi, yang kebanyakan lulusan SMP dan SMA. Motivator Desa merupakan kader pengelola terumbu karang di desa-desa di 7 (tujuh) Kabupaten COREMAP II di Indonesia Timur.

3. Bagaimana Menggunakan Buku Panduan?

Buku ini ditulis secara khusus bagi pembaca target utama sebagai acuan dalam memberikan penyuluhan dan pelatihan mengenai dasar pengelolaan terumbu karang, khususnya jenis penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Karenanya, informasi yang tersaji dalam buku ini bersifat ringkas dan dasar serta berkaitan langsung dengan perikanan di ekosistem terumbu karang. Pihak-pihak yang memerlukan informasi dan pengetahuan yang lebih dalam dapat membaca buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan teknologi dan

(12)

metode penangkapan ikan ramah lingkungan, baik bagi wilayah ekosistem terumbu karang, maupun penangkapan ikan di laut lepas.

Buku panduan Panduan Jenis-jenis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan dibagi menjadi dua bagian utama. Yang pertama adalah dasar pemahaman pengelolaan perikanan dan dasar teori dan hukum yang berkaitan dengan metode penangkapan ikan. Yang kedua adalah penjelasan mengenai metode penangkapan yang benar dan merusak, serta penjelasan mengenai

keterlibatan masyarakat secara umum dalam mengelola sistem perikanannya bagi daerah masing-masing. Buku ini dilengkapi dengan gambar dan ilustrasi yang diharapkan dapat memperjelas pemahaman mengenai aspek-aspek yang perlu diperhatikan, terutama dalam kegiatan penangkapan ikan. Seperti telah disampaikan di muka, Buku Panduan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Seri Buku Panduan bagi pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat yang diterbitkan oleh COREMAP II.

Diharapkan Buku Panduan ini dapat memberi manfaat bagi para fasilitator dan motivator desa dalam mendampingi masyarakat, serta masyarakat desa pada umumnya, sehingga kelestarian sumberdaya perikanan di wilayahnya dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan oleh kita dan anak cucu kita.

(13)

2

B A B

Apakah Pengelolaan

Perikanan Itu?

Menurut Panduan Kegiatan Terbaik mengenai Standar Inti bagi Pengumpulan, Penangkapan dan Penyimpanan Ikan tahun 2001, pengelolaan perikanan adalah suatu proses terpadu yang mencakup setiap aspek penangkapan ikan. Proses tersebut meliput kegiatan yang berawal dari pengumpulan dan analisis informasi, perencanaan, pengambilan keputusan, pemanfaatan sumberdaya, dan perumusan tindakan

penegakan peraturan di bidang pengelolaan perikanan. Tindakan penegakan ini dilaksanakan oleh pihak yang

berwenang sehingga dapat mengendalikan perilaku pihak yang berkepentingan. Hal ini ditujukan bagi terjaminnya

kelangsungan produktivitas perikanan dan kesejahteraan sumberdaya alam hayati di wilayah pesisir dan laut. Cara penangkapan ikan yang merusak, dapat didefinisikan sebagai kegiatan penangkapan ikan yang menimbulkan kerusakan secara langsung, baik terhadap habitat (tempat hidup dan berkembang biak) ikan maupun terhadap organisme utama yang berperan penting dalam membangun suatu habitat (contohnya adalah karang pembangun terumbu – scleractinian, dalam ekosistem terumbu karang, —lihat Panduan Pengenalan Ekosistem Terumbu Karang dan Ekosistem Lainnya).

Penangkapan ikan dengan cara yang merusak secara umum dipicu oleh tingginya permintaan konsumen untuk pasar perdagangan ikan, terutama ikan hidup. Konsumen dan pasar ini berdaya amat kuat dalam mengendalikan harga ikan hidup tersebut, di samping kurangnya informasi dan rendahnya kesadaran konsumen mengenai bagaimana ikan-ikan yang

(14)

diperdagangkan tersebu ditangkap. Selain itu, kondisi masyarakat penangkap ikan yang miskin dan kurang sejahtera, mendorong mereka untuk mencari cara untuk mendapatkan uang yang banyak dalam waktu yang singkat dan mudah. Dengan cara-cara penangkapan ikan yang merusak, para penangkap ikan (nelayan) dapat meraih hasil yang banyak dalam waktu yang singkat. Kurangnya pemahaman mengenai siklus hidup ikan dan ekosistem yang mendukungnya (yang menjadi tempat tinggal dan berkembang biak) serta kurangnya penegakan hukum bagi penangkapan ikan yang merusak ini mempersulit perbaikan kondisi perikanan (terutama perikanan karang) yang mulai dirasakan oleh para penangkap ikan.

Penangkapan ikan yang merusak merupakan ancaman yang paling besar bagi kelestarian ekosistem pesisir dan laut di Indonesia, khususnya di

Kabupaten Raja Ampat, Biak Numfor, Sikka, Buton, Wakatobi, Pangkajene Kepulauan, dan Selayar, terutama ekosistem terumbu karang. Berikut ini adalah beberapa cara penangkapan ikan yang merusak. Dari sini dapat kita lihat bagaimana praktek penangkapan ikan yang merusak tersebut dapat menghancurkan sumberdaya perikanan kita, yang sangat kita butuhkan bagi kesejahteraan kita sendiri.

1. Cara penangkapan ikan yang merusak

1. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak • Awalnya, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak

diperkenalkan di Indonesia pada masa perang dunia ke dua.

Penangkapan ikan dengan cara ini sangat banyak digunakan, sehingga sering dianggap sebagai cara penangkapan ikan “tradisional” (Pet-Soede dan Erdmann, downloaded 30 October 2006, 09.18, http://

www.spc.int/coastfish/news/LRF/4/erdmann.htm).

• Meskipun peledak yang digunakan berubah dari waktu ke waktu hingga yang paling sederhana yaitu dengan menggunakan minyak tanah dan pupuk kimia dalam botol, cara penangkapan yang merusak ini pada

(15)

dasarnya sama saja. Para penangkap ikan mencari gerombol ikan yang terlihat dan didekati dengan perahunya. Dengan jarak sekitar 5 meter, peledak yang

umumnya memiliki berat sekitar satu kilogram ini dilemparkan ke tengah-tengah gerombol ikan tersebut. Setelah meledak, para nelayan tersebut memasuki wilayah perairan untuk mengumpulkan ikan yang mati atau terkejut karena gelombang yang dihasilkan ledakan dengan menyelam langsung atau dengan menggunakan kompresor. Ledakan tersebut dapat mematikan ikan yang

berada dalam 10 hingga 20 m radius peledak dan dapat menciptakan lubang sekitar satu hingga dua meter pada terumbu karang tempat ikan tersebut tinggal dan berkembang biak.

• Para penangkap ikan yang

menggunakan cara peledakan biasanya

mencari ikan yang hidupnya bergerombol. Ikan-ikan karang yang berukuran besar seperti bibir tebal dan kerapu yang biasa hidup di bawah terumbu karang menjadi sasaran utamanya. Ikan ekor kuning hidup di sepanjang tubir, atau ikan kakaktua dan kelompok ikan

surgeonfish, juga menjadi sasaran peledakan. Karena besarnya gelombang ledakan, terkadang ikan yang ada di tepi perairan terbuka pun sering menjadi sasaran. Ikan-ikan tersebut antara lain ikan mackerel dan ikan sarden.

Menangkap ikan dengan menggunakan bom

(16)

• Terumbu karang yang terkena peledakkan secara terus menerus, seringkali tinggal puing-puing belaka. Terumbu karang dalam yang rusak ini sulit sekali untuk dipulihkan, karena kondisinya yang berupa puing dan tidak stabil, di atas substrat seperti ini larva karang sulit untuk tumbuh dan berkembang biak (lihat Buku Panduan Mengenai Ekosistem Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Lainnya). Selain itu, terumbu karang mati ini tidak lagi menarik bagi ikan dewasa yang berpindah dan mencari tempat tinggal untuk membesarkan anakan ikannya, sehingga menurunkan potensi perikanan di masa datang. Selain itu, peledakan terumbu karang juga menyebabkan banyaknya ikan dan organisme yang hidup dalam komunitas terumbu karang tersebut, yang bukan

merupakan sasaran penangkap ikan, turut mati.

• Penangkapan ikan dengan peledak seperti ini merupakan tindakan yang melanggar hukum dan lebih banyak dijumpai di wilayah Indonesia timur. Hal ini karena populasi manusia yang lebih rendah menyebabkan berkurangnya peluang untuk tertangkap oleh patroli polisi lebih kecil. Selain itu, di perairan wilayah barat Indonesia menunjukkan ketersediaan ikan yang telah sangat berkurang, sehingga menangkap ikan dengan menggunakan peledak tidak lagi menguntungkan (Pet-Soede dan Erdmann, downloaded 30 October 2006, 09.18, http://www.spc.int/ coastfish/news/LRF/4/erdmann.htm).

2. Menggunakan Racun Sianida

• Penggunaan racun sianida ini (sodium sianida) yang dilarutkan dalam air laut banyak digunakan untuk menangkap ikan atau organisme yang hidup di terumbu karang dalam keadaan hidup. Racun sianida yang sering disebut sebagai “bius” biasanya merupakan cara favorit untuk menangkap ikan hias, ikan karang yang dimakan (seperti keluarga kerapu dan Napoleon wrasse), dan udang karang (Panulirus spp.).

• Pada dasarnya, penangkapan ikan seperti ini melibatkan penyelam langsung atau menggunakan kompresor yang membawa botol berisi

(17)

cairan sianida dan kemudian disemprotkan ke ikan sasaran untuk mengejutkannya. Dalam jumlah yang memadai, racun ini membuat ikan atau organisme lain yang menjadi sasaran “terbius” sehingga para penangkap ikan dengan mudah mengumpulkan ikan yang pingsan tersebut. Seringkali, ikan dan udang karang yang menjadi target lalu bersembunyi di dalam terumbu, dan para penangkap ikan ini membongkar terumbu karang untuk menangkap ikan tersebut.

• Cairan sianida yang digunakan untuk menangkap ikan berukuran besar, biasanya berupa larutan pekat yang dapat mematikan sejumlah

organisme yang hidup di terumbu karang, termasuk ikan-ikan kecil, invertebrata yang bergerak, dan yang paling parah, racun sianida juga mematikan karang keras.

• Racun sianida, bukan saja mencemari ekosistem terumbu karang yang dapat mematikan organisme yang tidak menjadi sasaran. Terumbu karang dapat rusak karena dibongkar oleh para penangkap ikan untuk

mengambil ikan yang terbius tersebut di rongga-rongga di dalam terumbu. Selain itu, dalam jangka waktu yang lama, ekosistem yang terkena racun sianida yang terus menerus dapat memberikan dampak buruk bagi ikan dan organisme lain dalam komunitas terumbu karang, juga bagi manusia.

(18)

3. Bubu

• Alat tangkap Bubu adalah jerat yang terbuat dari anyaman bambu yang banyak digunakan di seluruh Indonesia. Belakangan ini, Bubu kembali popular karena digunakan untuk penangkapan ikan perdagangan ikan karang hidup.

• Meskipun pada dasarnya alat ini tidak merusak, namun pemasangan dan pengambilannya sering kali merusak terumbu karang. Bubu biasanya dipasang dan diambil oleh para penangkap ikan dengan cara menyelam dengan menggunakan kompresor. Dibandingkan dengan penangkapan yang merusak lainnya, Bubu tidak terlalu merusak karena biasanya diletakkan

di dasar lereng terumbu. Seringkali, perangkap tersebut disamarkan oleh pecahan-pecahan karang hidup.

• Ada pula perangkap yang dipasang dari perahu dan diikat dengan tali yang dipancangkan. Bubu seperti inilah yang sering merusak terumbu karang. Hal ini karena Bubu dipasangi pemberat yang saat

ditenggelamkan dari perahu menabrak percabangan terumbu karang. Bubu seperti ini terutama merusak terumbu karang pada saat Bubu ditarik oleh tali pemancang untuk mengangkatnya. Bila penggunaan Bubu seperti ini terus meningkat, terutama untuk menangkap Ikan Kerapu, kegiatan penangkapan dengan alat Bubu akan menjadi sumber kerusakan terumbu karang di Indonesia.

(19)

4. Pukat Harimau

• Pukat Harimau merupakan cara penangkapan yang merusak lainnya. Pukat Harimau merusak terumbu karang, karena biasanya digunakan di dasar (substrat) yang lunak untuk menjaring udang. Pukat Harimau dilarang digunakan di Indonesia karena jaring/pukat ini dapat merusak hamparan laut dan menangkap organisme yang bukan sasaran

penangkapan (by-catch). Namun demikian, meskipun kini penangkap ikan dengan Pukat Harimau jarang dijumpai, kegiatan ini masih ditemukan, terutama di wilayah perbatasan.

• Berdasarkan definisinya, Pukat Harimau tidak termasuk dalam jenis alat tangkap ikan yang merusak. Namun demikian alat tangkap ini

memberikan pengaruh yang luar biasa buruk terhadap sumberdaya laut khususnya terumbu karang, karena kemampuannya mengeruk

sumberdaya perikanan tersebut. Sebagai contoh, pukat harimau dengan model yang baru, yang dioperasikan di Selat Lembeh pada tahun 1996 hingga 1997 selama 11 bulan. Pukat ini menggunakan jerat-jaring yang sangat besar dan menangkap 1,400 Ikan Pari (Manta), 750 Marlin, 550 Paus, 300 Ikan Hiu (termasuk Hiu Paus), dan 250 Lumba-lumba (Pet-Soede dan Erdmann, downloaded 30 October 2006, 09.18, http:// www.spc.int/coastfish/news/LRF/4/erdmann.htm). Dampak penangkapan ikan dengan menggunakan pukat tersebut terhadap kegiatan ekowisata mulai terasa, karena berkurangnya kelimpahan organisme laut yang menjadi modal utama industri ekowisata ini. 5. Pukat Dasar

• Pukat Dasar/Lampara Dasar dianggap sebagai salah satu penyebab berkurangnya ketersediaan ikan di Indonesia. Hal ini karena Pukat Dasar yang sering digunakan untuk menangkap udang, juga “menangkap” ikan dan organisme lain serta karena mobilitasnya dapat mengeruk dasar laut sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem yang parah.

• Pukat Dasar berinteraksi secara langsung dengan sedimen dasar yang dapat menyebabkan hilang atau rusaknya yang organisme hidup tidak

(20)

bergerak seperti rumput laut dan terumbu karang. Pukat Dasar, dengan kemampuan pengerukkannya, dapat pula membongkar terumbu karang atau batu dalam ukuran besar. Di dasar yang berpasir atau berlumpur, Pukat ini dapat memicu kekeruhan yang tinggi dan berakibat buruk bagi kelangsungan hidup terumbu karang.

• Terhadap jenis (spesies), kerugian utama yang ditimbulkan Pukat Dasar adalah tertangkapnya organisme kecil dan jenis-jenis yang bukan sasaran penangkapan (non-target), yang biasanya dibuang begitu saja di laut. Dampak terhadap spesies ini dapat dikurangi denan menggunakan jaring dengan ukuran tertentu yang dapat mengurangi peluang tertangkapnya organisme yang berukuran kecil.

(21)

3

B A B

Alat Tangkap Ikan yang Ramah

Lingkungan

Seperti telah dijelaskan dalam pendahuluan, Indonesia sangat tergantung pada sektor perikanan, baik sebagai penghasil devisa negara, maupun sebagai pemasok protein bagi penduduk Indonesia. Karenanya, segala bentuk kegiatan penangkapan ikan yang merusak tidak lagi dilakukan. Sebagai sumberdaya alam yang pulih, ikan dapat dipanen terus menerus bila kita bijak dalam melakukan kegiatan perikanan tersebut. Hal ini harus terus menerus didorong karena perikanan yang ramah lingkungan dapat memberikan sumbangan sosial dan ekonomi yang sangat penting bagi kita semua.

Food Agriculture Organization (FAO, sebuah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa yang menangani masalah pangan dan pertanian dunia), pada tahun 1995 mengeluarkan suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang

bertanggung jawab (Code of Conduct for Resposible Fisheries-CCRF). Dalam CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

a. Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat

menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran

penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub –kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Sub-kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):

• Alat menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh

(22)

• Alat menangkap paling banyak tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh

• Alat menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih sama

• Alat menangkap satu spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama.

b. Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya Penangkapan Ikan yang Merusak). Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi):

• Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas • Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit • Menyebabkan sebagaian habiat pada wilayah yang sempit • Aman bagi habitat (tidak merusak habitat)

c. Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan)

Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena bagaimana pun, manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi):

• Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat kematian pada nelayan

• Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat cacat menetap (permanen) pada nelayan

• Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya sementara

(23)

d. Menghasilkan ikan yang bermutu baik

Jumlah ikan yang banyak tidak banyak berarti bila ikan-ikan tersebut dalam kondisi buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi hasil tangkapan secara morfologis (bentuknya). Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah sebagai berikut:

• Ikan mati dan busuk

• Ikan mati, segar, dan cacat fisik • Ikan mati dan segar

• Ikan hidup

e. Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen

Ikan yang ditangkap dengan peledakan bom pupuk kimia atau racun sianida kemungkinan tercemar oleh racun. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya yang mungkin dialami konsumen yang harus menjadi pertimbangan adalah (dari rendah hingga tinggi):

• Berpeluang besar menyebabkan kematian konsumen • Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan konsumen • Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen • Aman bagi konsumen

f. Hasil tangkapan yang terbuang minimum

Alat tangkap yang tidak selektif (lihat butir 1), dapat menangkap ikan/ organisme yang bukan sasaran penangkapan (non-target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena

banyaknya jenis target yang turut tertangkap. Hasil tangkapan non-target, ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi): • Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis

(spesies) yang tidak laku dijual di pasar

• Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis dan ada yang laku dijual di pasar

(24)

• Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan laku dijual di pasar

• Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan berharga tinggi di pasar.

g. Alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak

minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati (biodiversity) Pembobotan criteria ini ditetapkan berdasasrkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):

• Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak habitat

• Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat

• Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat

• Aman bagi keanekaan sumberdaya hayati

h. Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah

Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi undang-undang ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa:

• Ikan yang dilindungi sering tertangkap alat • Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap alat • Ikan yang dilindungi ‘pernah’ tertangkap

• Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap i. Diterima secara sosial

Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap, akan sangat tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di suatu tempat. Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat bila: (1) biaya investasi murah, (2) menguntungkan secara ekonomi, (3) tidak bertentangan dengan budaya setempat, (4) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Pembobotan

(25)

criteria ditetapkan dengan menilai kenyataan di lapangan bahwa (dari yang rendah hingga yang tinggi):

• Alat tangkap memenuhi satu dari empat butir persyaratan di atas • Alat tangkap memenuhi dua dari empat butir persyaratan di atas • Alat tangkap memenuhi tiga dari empat butir persyaratan di atas • Alat tangkap memenuhi semua persyaratan di atas

Bila ke sembilan kriteria ini dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan perikanan, dapat dikatakan ikan dan produk perikanan akan tersedia untuk dimanfaatkan oleh kita dan generasi anak cucu kita. Hal yang penting diingat adalah bahwa generasi saat ini (baca: kita) memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa kita tidak mengurangi ketersediaan ikan bagi generasi yang akan datang dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang ceroboh dan berlebihan. Perilaku yang bertanggungjawab ini dapat menghasilkan peningkatan ketersediaan ikan, yang kemudian akan memberikan sumbangan yang penting bagi ketahanan pangan, dan peluang pendapatan yang berkelanjutan.

Alat Tangkap yang ramah dan tidak ramah lingkungan

1. Penangkapan ikan hias

• Ikan hias merupakan salah satu sumberdaya ekosistem terumbu karang yang berperan penting dalam kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan laut. Penangkapan ikan hias ini sering kali menggunakan racun sianida karena kemudahannya mendapatkan racun sianida serta kepastian mendapatkan hasil yang tinggi. Seperti telah dijelaskan di muka, menggunakan racun sianida untuk menangkap ikan karang dapat berakibat buruk bukan saja pada ikan itu sendiri, tetapi juga pada terumbu karang yang terkena racun, serta pada manusia yang menyemprotkan racun tersebut dan yang memakannya (untuk ikan karang yang dimakan).

(26)

• Masalah yang sering terjadi dalam kegiatan penangkapan ikan hias laut yang berasal dari terumbu karang adalah tingginya tingkat kematian ikan. Mengapa ikan hias hasil tangkapan tersebut mudah mati? Ada beberapa sebab yang sering menjadi sumber kematian ikan hias tersebut, dan kesemua ini berkaitan dengan prinsip penangkapan ikan hias ramah lingkungan.

• Penyebab matinya ikan hias hasil tangkapan:

- Penggunaan racun sianida/potassium yang berlebihan - Teknik dekompresi yang kurang tepat

- Kurangnya oksigen saat penyimpanan

- Ikan teracuni oleh amoniak buangan ikan yang tercampur dalam air - Terlalu banyak ikan dalam satu wadah penyimpanan

- Ikan terjemur sinar matahari

- Prosedur penangan dan pengangkutan yang kurang baik Dalam kegiatan penangkapan ikan hias di terumbu karang yang ramah lingkungan, ada serangkaian kriteria yang harus dilaksanakan. Penangkapan ikan hias ramah lingkungan mencakup:

- Tata cara penangkapan

- Penanganan dan penyimpanan

- Persyaratan lain yang berkaitan dengan perawatan dan prinsip-prinsip praktis yang perlu diketahui sehingga kegiatan penangkapan ikan hias dari terumbu karang ini dapat berkelanjutan.

Selain itu, ada serangkaian alat tangkap yang diperlukan bagi ikan hias yang ramah lingkungan ini. Alat dan bahan tersebut antara lain:

- Jaring penghalang - Serok

- Ember dekompresi

Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pengumpulan ikan dari laut adalah sebagai berikut:

(27)

- Dilarang menggunakan bahan-bahan kimia dalam menangkap ikan - Dilarang menghancurkan koloni karang secara sengaja

- Menghindari perusakan karang yang tidak sengaja

- Jika terjadi kerusakan kecil pada percabangan karang, maka karang yang patah tersebut harus diselipkan dengan rapat ke koloni semula atau dengan substratnya. Dengan cara ini peluang hidup karang yang patah ini meningkat

Persyaratan umum penanganan, penyimpanan, dan penangkaran:

• Ikan dari lokasi yang berlainan tidak boleh dicampur dalam suatu wadah yang sama

• Perjalanan pengumpulan dan penangkapan yang singkat (tidak terlalu lama)

• Penangkapan harus selalu menggunakan ember yang mengapung • Setelah pengumpulan dan penangkapan, ikan harus ditandai dengan

informasi mengenai: - Penangkap - Pengumpul

- Lokasi penangkapan - Lokasi pengumpulan

- Tanggal dan jam penangkapan

• Kualitas dan suhu air dalam wadah yang harus dijaga, antara lain dengan cara:

- Menempatkan wadah di tempat yang teduh dan mengganti air dengan air laut yang bersih/segar

- Menghindari penggantian air yang terlalu sering dan ceroboh serta keteduhan yang berubah-ubah

- Memastikan periode penyimpanan antara penangkapan dan pemngiriman yang singkat kepada pembeli yang mampu melakukan penyesuaian suhu yang tepat

(28)

Penanganan dan Penyimpanan

• Jangan memegang ikan saat menangani ikan

• Gunakan serok (lihat bagian berikutnya untuk cara pembuatan) dengan hati-hati

• Serok harus terbuat dari bahan yang lembut dan bermata jaring kecil • Kantong plastik dan toples penyimpanan sebaiknya tidak dibiarkan

terkena panas matahari langsung

• Lindungi tempat penyimpanan dengan kotak atau terpal hitam • Ember bisa digunakan sebagai alat penyimpanan sementara dan

dekompresi

• Bila menggunakan ember dan botol sebagai tempat penyimpanan, maka hal berikut harus menjadi perhatian:

- Ember dan/atau botol harus disimpan dalam laut dengan kedalaman 3 meter dengan sirkulasi air yang baik

- Direndam dalam air laut yang baru/segar setelah pengapalan

- Ikan harus segera direndam dalam air laut yang baru/segar bila dalam ember/botol penyimpanan ada organisme yang mati.

• Bila menggunakan kantong plastik sebagai tempat penyimpanan atau untuk pengiriman, maka harus diperhatikan hal berikut:

- Kantong plastik harus memiliki ukuran yang cukup bagi ikan sehingga ikan tersebut dapat bergerak bebas

- Gunakan kantong plastik yang bersih/baru

- Gunakan satu kantong plastik untuk satu ekor ikan saja - Usahakan penggantian air untuk menjaga kesegaran ikan

- Kantong plastik berisi ikan harus disimpan di tempat teduh dan sejuk - Kantong plastik tidak boleh digunakan untuk menyimpan ikan lebih

dari 24 jam

• Jangan menuangkan ikan langsung dari atas ke wadah penyimpanan (ember/toples). Masukkan serok ke dalam air, kemudian baru ikan dilepaskan

• Jangan biarkan ikan berada terlalu lama di luar air, upayakan ikan selalu berada di dalam air dan kemudian pindahkan ke wadah yang tersedia

(29)

• Jangan menaruh ikan dalam kantong plastik dan/atau toples yang tertutup tanpa lubang

• Usahakan agar ikan-ikan yang ditangkap dari dalam laut disimpan dalam toples yang tutupnya berlubang dan diletakkan dalam air laut yang dangkal

• Usahakan agar mengganti air secara teratur dan dengan hati-hati. Ikan dapat mengalami stress dengan penggantian air yang tergesa-gesa dan ceroboh

• Sebelum diangkut dengan kapal, jaga agar ikan dalam toples yang

berlubang tersebut dapat disimpan di dasar laut dekat pantai selama tiga hingga 5 hari sehingga saat pengangkutan usus ikan-ikan tersebut kosong

• Kecuali untuk jenis-jenis yang biasa hidup berdua atau lebih, usahakan hanya menempatkan satu ikan dalam satu toples

• Usahakan agar ikan tidak kelaparan

• Jangan menusuk gelembung ikan saat ikan ditangkap

• Angkut ikan-ikan dengan kapal seminggu setelah penangkapan dengan menggunakan toples yang tutupnya berlubang

• Periksa kondisi ikan setiap hari dan buang ikan/organisme lain yang mati • Dekompresi ikan selama 24 jam dalam toples yang tutupnya berlubang

di kedalaman tiga hingga lima meter. Pencatatan

• Para pengumpul dan penangkap ikan harus selalu mencatat dengan benar dan tepat hal yang berkaitan dengan kematian pada setiap tahap proses dari penangkapan, penyimpanan, hingga pengangkutan/

pengiriman. Catatan ini dapat disimpan sebagai jurnal atau buku log. • Dokumentasi, seperti telah disampaikan di muka harus mencakup:

- Jenis/spesies - Lokasi pengambilan - Lokasi pengangkutan - Lokasi tujuan pengiriman

(30)

- Tanggal pengambilan/penangkapan - Tanggal pengangkutan

- Tanggal tiba di tempat pengiriman - Nama penangkap

- Catatan kematian saat kedatangan atau setelah kedatangan

Dengan melaksanakan prinsip penangkapan ikan hias ramah lingkungan, kita bisa memastikan bahwa hasil tangkapan kita bermutu tinggi, kuat, dan bernilai ekonomi tinggi.

2. Pukat Udang

• Pukat udang dioperasikan di Indonesia setelah adanya pelarangan penggunaan trawl melalui Keppress No. 39 tahun 1980 (Baskoro, 2006). Seperti terlihat dengan jelas dari namanya, alat ini terutama digunakan untuk menangkap udang, selain juga ikan yang ada di perairan dasar (demersal).

• Alat ini dioperasikan dengan cara ditarik pada dasar perairan oleh satu atau dua kapal (di samping atau di belakang kapal) dalam jangka waktu tertentu. Jaring ditarik secara horizontal

(mendatar) di dalam air. Alat ini dilengkapi

dengan papan pembuka mulut jaring (otter board) yang membuat mulut jaring terbuka selama kegiatan penangkapan dilakukan.

• Pukat memiliki jaring yang berbentuk kerucut dan terdiri atas tiga bagian. Bagian-bagian tersebut adalah:

(31)

- Dua lembar sayap (wing)

- Tali penarik sebagai penghubung ke dua sayap di atas (warp) - Badan (body)

- Kantong (codenc)

- By-catch Excluder Device/BED (alat penangkal hasil samping)

BED adalah bingkai berjeruji yang dipasang antara bagian badan dan kantong. BED berfungsi sebagai penyaring dan/atau alat yang meloloskan ikan yang bukan menjadi sasaran utama penangkapan (ikan target). BED merupakan komponen kunci yang menjadikan Pukat Udang termasuk ke dalam alat tangkap ramah lingkungan) karena memberikan nilai selektivitas yang tinggi.

3. Pukat Cincin • Alat ini ditujukan

sebagai penangkap ikan pelagis yang bergerombol di permukaan

• Pada umumnya, alat ini berbentuk empat persegi panjang dilengkapi yang dilwatkan melalui cincin yang diikatkan

pada bagian bawah jaring (tali ris bawah. Dengan menarik tali kerucut bagian bawah ini, jaring dapat dikuncupkan (lihat gambar) dan jaring akan membentuk semacam ‘mangkuk’.

• Perlu diperhatikan, penggunaan alat tangkap ini hanya untuk ikan pelagis yang bergerombol di laut lepas.

• Bila alat ini digunakan untuk ikan demersal (di dasar perairan), maka pukat cincin akan merusak terumbu karang.

(32)

4. Pukat Kantong • Pukat kantong dioperasikan dengan melingkari daerah perairan untuk menangkap ikan yang berada di permukaan (pelagik) dan ikan di dasar perairan (demersal) maupun udang. • Pukat seperti ini ada

yang digunakan di atas perahu (ditarik oleh perahu) dan hasilnya langsung dinaikkan ke geladak perahu, dan ada yang ditarik ke arah pantai dan hasil tangkapan langsung dikumpulkan di pantai.

• Alat ini terdiri dari kantong, badan pukat, dua lembar sayap yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring, dan tali penarik

5. Jaring Insang • Jaring insang digunakan untuk menangkap ikan dengan cara menghadang ruaya gerombolan ikan. Ikan-ikan yang tertangkap pada jaring umumnya karena terjerat di

bagian belakang penutup insang atau terpuntal oleh mata jaring. Biasanya ikan yang tertangkap dalam jaring ini adalah jenis ikan yang migrasi vertical maupun horizontalnya tidak terlalu aktif

Pukat Kantong

(33)

• Ada berbagai jenis jaring insang, yang terdiri dari satu lapis jaring, dualapis, maupun tiga lapis jaring. Jaring insang memiliki mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh badan jaring. Jaring ini kemudian

dibentangkan untuk membentuk semacam dinding yang dapat menjerat. Jaring insang dilengkapi dengan pelampung di bagian atas jaring dan pemberat pada bagian bawahnya.

• Notes: apakah ada persyaratan besar mata jaring sehingga memiliki selektivitas tinggi? 6. Jaring Angkat • Jaring angkat dioperasikan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Jaring ini biasanya dibuat dengan bahan jaring nion yang menyerupai kelambu, karena ukuran mata

jaringnya yang kecil (sekitar 0,5 cm). Jaring kelambu kemudian diikatkan pada bingkai bambu atau kayu yang berbentuk bujur sangkar.

• Dalam penggunaannya, jaring angkat sering menggunakan lampu atau umpan untuk mengundang ikan. Biasanya dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap, atau langsung.

• Dari bentuk dan cara penggunaannya, jaring angkat dapat mencakup bagan perahu, bagan tancap (termasuk kelong), dan serok

(34)

7. Pancing

• Pada dasarnya alat ini menangkap ikan dengan mengundang dengan umpan akanu atau buatan, yang dikaitkan pada mata pancing.

• Terdiri dari dua bagian utama, yaitu tali dan pancing.

Bahan, ukuran tali, dan besarnya mata pancing beragam sesuai dengan ukuran ikan yang akan ditangkap. Jumlah mata pancing yang ada pada tiap alat juga tergantung dari jenis pancingnya.

• Alat pancing ada pula yang dilengkapi dengan perangkat lain seperti tangkai, pemberat, pelampung, dan kili-kili

• Ada berbagai jenis alat pancing untuk tujuan penangkapan ikan yang berbeda, mulai dari alat yang paling sederhana untuk penangkapan ikan yang sifatnya rekreasi, hingga ukuran dan bentuk khusus bagi

penangkapan ikan skala besar (industri).

• Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk jenis pancing yang digunakan untuk penangkapan ikan skala besar (seperti misalnya rawai tuna), sebaiknya digunakan di wilayah laut lepas, karena dapat

menyangkut pada terumbu karang dan merusaknya. 8. Perangkap

• Perangkap merupakan alat yang sifatnya tidak bergerak yang berbentuk “kurungan” yang menjebak ikan untuk masuk. Keberhasilan alat ini dalam menangkap ikan sangat tergantung pada jenis ikan dan pola pergerakan (migrasi) ikan tersebut.

• Ada beberapa jenis bahan yang sering digunakan untuk membuat perangkap yang tergantung dari jenis ikan yang akan ditangkap dan lokasi

(35)

penangkapan. Bahan-bahan seperti bambu, kawat, rotan, jaring, tanah liat, dan plastik sering digunakan.

• Perangkap biasanya dan dapat digunakan di hampir setiap lokasi. Dasar perairan, permukaan, sungai arus deras, atau di daerah pasang surut. Sero, jermal, dan bubu merupakan jenis perangkap yang sering digunakan.

Hal yang harus diperhatikan dalam

memanfaatan perangkap terutama bubu di sekitar terumbu karang adalah cara

pemasangan dan pengangkatannya. Memasang

dan mengangkat bubu harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak mengganggu dan/atau merusak terumbu yang sangat diperlukan oleh komunitas ikan. Sedapat mungkin hindari pemasangan di atas terumbu karang.

9. Alat pengumpul

• Alat ini sangat penting diketahui karena memiliki selektivitas tinggi, sederhana dalam bentuk dan rancangannya, serta biasanya digunakan dalam skala yang kecil.

• Alat pengumpul ini terdiri dari berbagai jenis, bentuk, dan cara

penggunaannya. Salah satu contohnya adalah alat pengumpul kerang di perairan dangkal yang berupa penggaruk (rake) atau alat pengumpul rumput laut yang berbentuk galah dengan cabang di ujungnya. 10. Alat penangkap lainnya

• Ada jenis alat yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam jenis alat tangkap yang telah dijelaskan di atas. Alat tangkap tersebut antara lain adalah jala, tombak, senapan/panah, maupun harpun tangan.

(36)

• Alat-alat tangkap jenis ini, karena selektivitasnya tinggi (setiap alat digunakan untuk satu jenis tertentu saja), skala pengoperasiannya yang terbatas dan kecil, temasuk dalam alat tangkap yang ramah lingkungan. • Jala memiliki prinsip

penangkapan seperti jaring. Yang harus diperhatikan adalah penentuan besar

mata jaring pada jala, sehingga sesedikit mungkin jala tersebut menangkap ikan yang bukan menjadi sasaran penangkapan.

• Tombak, alat yang terdiri dari batang yang ujung berkait balik (mata tombak) dan tali penarik yang diikatkan pada mata tombak.

• Senapan adalah penangkap yang terdiri dari tangkai/badan senapan dan anak panah. Alat ini digunakan dengan cara menyelam di perairan karang. Dengan panah biasa, penangkapan umumnya dilakukan di dekat pantai atau perairan yang dangkal

(37)

4

B A B

Partisipasi Masyarakat

Seperti telah berulang kali dikemukakan, sumberdaya ikan merupakan modal dasar pembangunan perikanan. Hasil perikanan merupakan bagian yang sangat penting bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kenyataannya bahwa sumberdaya perikanan, meskipun dapat pulih, tidak tak terbatas. Artinya, tanpa pengetahuan akan sifat, jenis, tempat dan daur hidup sumberdaya ikan serta pengelolaan

(termasuk keterlibatan masyarakat dalam penangkapannya) yang baik, sumberdaya ikan yang sangat kita perlukan diyakini tidak akan mencukupi ketersediaannya. Dengan demikian dalam pemanfaatannya, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak sehingga ketersediaan sumberdaya ikan tersebut dapat lestari.

Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, terutama yang bekerja sebagai nelayan, memiliki peran yang sangat penting bagi pengelolaan perikanan. Hal ini karena masyarakat pesisir secara langsung dipengaruhi dan mempengaruhi ketersediaan sumberdaya perikanan. Tidak saja sangat tergantung mata pencahariannya pada ketersediaan sumberdaya perikanan, masyarakat nelayan juga memiliki wewenang dan akses langsung dengan sumberdaya perikanan tersebut. Dari kondisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat, meskipun sering tidak disadari terutama oleh masyarakat nelayan itu sendiri, memegang kendali yang sangat penting bagi keberlanjutan pemanfaatan perikanan.

Meskipun diakui bahwa perilaku masyarakat nelayan sangat tergantung pada kebiasaan, adat istiadat, serta kondisi ekonomi serta sosialnya, sedikit saja keterlibatannya pada

(38)

pengelolaan perikanan, pengaruhnya akan sangat besar terhadap

ketersediaan sumberdaya perikanan yang tidak tak terbatas ini. Seperti telah dibuktikan di beberapa lokasi di Indonesia (lihat Seri Buku Panduan: Panduan Pembuatan Peraturan Desa dan Buku Panduan Pembelajaran dari Pengelolaan Berbasis Masyarakat, COREMAP II) pemberdayaan masyarakat nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan akan meningkatkan rasa memiliki, percaya diri, serta akan memiliki komitmen yang tinggi dalam mendukung penegakkan hukum. Hal ini karena mereka memiliki kemampuan untuk mengatur akses dan menegakkan hukum untuk memastikan ketersediaan sumberdaya perikanan yang sangat dibutuhkannya.

Ada beberapa usulan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat yang diajukan dalam buku panduan ini, dan dapat dikelompokkan menjadi tiga hal, yaitu:

• Keterlibatan dalam tata cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan • Keterlibatan dalam pengelolaan bersama

• Keterlibatan dalam aspek kelembagaan

a. Keterlibatan dalam tatacara penangkapan ikan yang ramah lingkungan.

• Tata cara penangkapan ikan ramah lingkungan penting dilakukan karena hal ini terkait langsung dengan kondisi sumberdaya perikanan. Secara fisik, perusakan habitat dan turunnya hasil tangkapan terutama disebabkan oleh cara dan alat tangkap ikan yang tidak baik.

• Secara konsisten mengacu kepada kriteria penangkapan ikan yang bertanggung jawab seperti telah diuraikan dalam Bab III, dapat membantu terjaminnya ketersediaan ikan.

• Mengembangkan kesepakatan tertulis mengenai alat tangkap yang boleh dan yang dilarang di wilayahnya harus dibangun sebagai acuan

(39)

b. Keterlibatan dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

• Pengelolaan sumberdaya ikan di wilayah pesisir terutama di wilayah yang memiliki terumbu karang, sangat beragam, demikian pula partisipasi masyarakatnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan dan/atau terumbu karang tidak akan dibahas secara rinci dalam buku ini, karena telah banyak dibahas dalam Seri Buku Panduan yang lain. Yang akan disampaikan di sini adalah contoh-contoh kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang dapat menjadi gambaran bagaimana masyarakat dapat ikut terlibat.

- Menetapkan kawasan konservasi yang merupakan wilayah “tabungan” bagi ketersediaan ikan

- Membuat kesepakatan wilayah dan jalur penangkapan di kawasan konservasi yang telah ditetapkan dan disepakati bersama

- Membangun dan mengelola rumpon sebagai alat tangkap ramah lingkungan yang dapat meningkatkan penghasilan

- Menetapkan kesepakatan untuk kegiatan pemantauan, pengawasan, dan patroli (monitoring, control, and surveillance) terhadap kawasan konservasi dan/atau rumpon yang telah dibangun bersama - Menetapkan dan berkomitmen dalam penegakkan hukum c. Keterlibatan dalam pengembangan kelembagaan

• Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan kelembagaan akan berdampak positif bagi masyarakat itu sendiri yang berujung pada perbaikan kondisi sumberdaya alam dan lingkungannya. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan kelembagaan ini dapat menjamin tersalurkannya aspirasi masyarakat dengan baik.

• Seperti halnya butir di atas tentang pengelolaan sumberdaya ikan, hal pengembangan kelembagaan tidak akan secara khusus dibahas di sini. Yang tersaji berikut ini adalah contoh-contoh bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan perikanan. Contoh-contoh tersebut antara lain:

(40)

- Masyarakat disarankan untuk aktif dalam organisasi yang ada di wilayah tersebut, baik organisasi nelayan, pemuda, dan sebagainya. - Ikut terlibat dan memprakarsai pembuatan peraturan (misalnya

peraturan desa) tentang kesepakatan yang telah dibangun bersama - Mencari dukungan hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan

pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan

- Terus menerus mencari pengetahuan yang berkaitan dengan

pengetahuan dasar tentang hal-hal yang berkaitan dengan sumberdaya alam pesisir dan laut.

(41)

Ringkasan Jenis Alat Tangkap

dan Dampaknya terhadap

Lingkungan

5

B A B

1.Trawl : Pukat udang (shrimp trawl)

· Target : udang dan ikan dasar · Pada umumnya tidak dioperasikan di

daerah terumbu karang · Tidak selektif

· Cenderung membahayakan kelestarian sumberdaya udang bila jumlah unit tidak dikendalikan

· Rawan konflik sosial

2. Pukat kantong : payang (seine net)

· Target : ikan pelagis

· Sulit dioperasikan di daerah terumbu karang, kecuali di perairan sekitarnya · Cukup selektif bila ukuran mata jaring

pada kantong diperbesar

· Jarang menyebabkan konflik sosial

3. Pukat cincin : pukat cincin (purse seine)

· Target : Ikan pelagis

· Pada umumnya tidak dioperasikan di daerah terumbu karang

· Cukup selektif bila ukuran mata jaring diperbesar

· Cenderung membahayakan kelestarian sumberdaya ikan bila jumlah tidak dikendalikan

· Rawan konflik sosial

4. Jaring insang : jaring insang tetap (bottom set gillnet)

· Target : segala jenis ikan, demersal, ikan karang maupun ikan pelagis

· Dapat dioperasikan di daerah terumbu karang, walaupun jaring mudah rusak · Cukup selektif, mata jaring perlu

disesuaikan dengan ikan target · Jarang menyebabkan konflik sosial

(42)

5. Jaring angkat : bagan tancap (stationery lift net)

· Target : ikan pelagis kecil yang tertarik cahaya lampu

· Dapat dioperasikan di dekat daerah terumbu karang

· Cenderung membahayakan kelestarian sumberdaya ikan bila jumlah unit tidak dikendalikan

· Jarang menyebabkan konflik sosial

6. Pancing : rawai tuna (tuna longline)

· Target : tuna, cucut

· Tidak dioperasikan di daerah terumbu karang

· Selektif

· Dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan bila jumlah unit tidak dikendalikan

· Jarang menyebabkan konflik sosial

7. Perangkap : bubu (portable fish pot)

· Target : ikan karang, ikan demersal · Banyak dioperasikan di daerah terumbu

karang

· Cenderung merusak terumbu karang bila operator menggunakan bahan pemberat dari karang

· Cenderung tidak selektif

· Jarang menyebabkan konflik sosial

8. Alat pengumpul kerang

· Target : kerang-kerangan

· Dapat dioperasikan di daerah terumbu karang yang sudah mati

· Jumlah perlu dikendalikan · Tidak ada laporan konflik sosial

(43)

9. Alat pengumpul rumput laut

· Target : rumput laut

· Tidak dioperasikan di daerah terumbu karang

· Jumlah perlu dikendalikan · Tidak ada laporan konflik sosial

10. Muro Ami

· Target : ikan karang dan ikan pelagis · Sejak dulu merupakan alat tangkap

utama di daerah terumbu karang · Tidak selektif

· Cenderung membahayakan kelestarian sumberdaya ikan · Kerusakan terumbu karang terjadi

karena kegiatan operator · Jarang terjadi konflik sosial

11. Lain-lain : jala tebar

· Target : segala jenis ikan · Sering dioperasikan di daerah

terumbu karang

· Kemampuan menangkap ikan rendah

· Tidak ada laporan konflik sosial

12. Garpu dan tombak

· Target : segala jenis ikan · Dapat dioperasikan di daerah

terumbu karang

· Kemampuan menangkap ikan rendah

· Kerusakan terumbu karang oleh operator

(44)

Anonim. 2000. Cara Penangkapan Ikan Hias Yang Ramah Lingkungan.

www.terangi.or.id/publications/pdf/tkprmhlkngn.pdf. Downloaded 22 September 2006, 10:25

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2005. Petunjuk Teknis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan tahun 2005. Jakarta.

Fa’asili, Ueta. 2001. Principles of Community Fisheries Management. Working Paper 4 in 2nd SPC Heads of Fisheries Meeting, Noumea, New Caledonia., 23 - 27 July 2001

Food and Agriculture Organization. 1997. FAO Technical Guidance for Re-sponsible Fisheries. Foor and Agriculture Organization of The United Nations.

Katon, Brenda M. and Robert S. Pomeroy. 1999. Fisheries Management of San Salvador Island, Philippines: A Shared Responsibility, in Society and Natural Resources Journal, 12:777-795

Pet-Soede, Lida & Mark Erdmann. 1999. An Overview and Comparison of Destructive Fishing Practices in Indonesia. Unpublish working paper, Dept of Dish Culture and Fisheries, Wageningen Agricultural Univer-sity, The Netherlands, and Dept of Integrative Biologym University of California, Berkeley USA. http://govdocs.aquake.org/cgi/reprint/2006/ 101/1010030.pdf, downloaded 30 Oktober 2006, 09:18

Sondita, M. Fedi A. dan Iin Solihin, Eds. 2006. Kumpulan Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggung Jawab: Kenangan Purnabakti Prof Dr. Ir. Daniel R. Monintja, Dept. Pemanfaaan

Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Subani, Waluyo Drs., Ir. H. R. Barus. 1988. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia, dalam: Jurnal Penelitian Perikanan Laut, Edisi Khusus. Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Dept. Pertanian, Jakarta.

Zakariah, Zahaitun Mahani. 2006. Destructive Fishing in Malaysia: The Need for Local Participation in Fisheries Management. Unpublised

paper.www.mima.gov.my/mima/htmls/papers/pdf/zmz/zmz_busan.pdf. Downloaded 08 September 2006. 08:15

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang telah tercantum dalam Permen 24 Tahun 2008 Tentang Standard Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah salah satunya yakni untuk menjadi kepala tenaga adminstrasi

Pengurus Komisi Beasiswa mengucapkan terimakasih kepada seluruh jemaat/Donatur HKBP Kebayoran Baru yang telah bersama-sama mengumpulkan dana memperjuangkan bantuan

Dengan adanya lima sub unit analisis yaitu memperkuat kesepakatan nilai sosial dalam masyarakat, mengulas kehidupan masyarakat lokal, mengulas kearifan lokal, membangkitkan identitas

Untuk Encapsulations (pembungkusan) paket data yang akan dilewatkan di dalam tunneling, informasi atau data tersebut akan dirubah dengan metode algoritma kriptografi,

Harga barang dan jasa dari negara pesaing mempengaruhi jumlah barang dan jasa yang diminta. Apabila harga dalam negeri lebih mahal dari pada harga negara

Jaringan jalan, adalah prasarana umum sistem transportasi yang berfungsi sebagai tempat berjalannya aktifitas perpindahan kendaraan angkutan.. Jalan itu sendiri dibagi menjadi

Berdasarkan realitas di atas penulis merasa tertarik untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara absensi elektronik sidik jari dengan kinerja PNS di IAIN Antasari

untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan tenaga kerja dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, di mana latihan adalah merupakan bagian dari pendidikan yang