• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN PUSKEMAS TENTANG MANAJEMEN PENATALAKSANAAN KORBAN KERACUNAN ARAK METANOL DI KABUPATEN GIANYAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN PUSKEMAS TENTANG MANAJEMEN PENATALAKSANAAN KORBAN KERACUNAN ARAK METANOL DI KABUPATEN GIANYAR."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN

PUSKEMAS TENTANG MANAJEMEN

PENATALAKSANAAN KORBAN KERACUNAN ARAK

METANOL DI KABUPATEN GIANYAR.

TIM PENGUSUL

Rina Listyowati, SSiT, M.Kes

(197105292008122001)

dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH

(198311041008012005)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)

Minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan. Di Bali, masyarakat menyebut minuman tradisional yang mengandung alkohol dengan istilah arak. Arak Bali sudah terkenal sejak lama sebagai minuman keras yang luar biasa. Namun dalam peredarannya di pasar, terdapat beberapa arak yang di dalamnya terdapat kandungan metanol.

Kesalahan dalam proses distilasi akan menyebabkan adanya kandungan metanol yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Metanol sering disalah gunakan sebagai bahan pembuat minuman keras. Metanol digunakan sebagai pengganti etanol karena disamping harganya yang relatif lebih murah juga akibat ketidak pahaman akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kedua zat tersebut, sehingga banyak yang beranggapan bahwa sifat dan fungsi metanol adalah sama dengan etanol.

Banyak kasus terkait dengan keracunan arak metanol sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini yang mengakibatkan terjadinya keracunan pada beberapa wisatawan dan penduduk setempat, bahkan terdapat beberapa kasus hingga menyebabkan kematian. Dalam hal ini petugas kesehatan di tingkat pertama yaitu puskesmas perlu mengetahui dan memahami bagaimana manajemen atau tindakan penanganan pasien kasus keracunan arak metanol.

(4)

Minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) yang dibuat secara tradisional dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan. Beberapa daerah di negara kita bahkan memiliki minuman beralkohol tradisional khas, salah satunya yang terkenal adalah Arak Bali. Arak Bali asli berasal dari fermentasi beras ketan mirip dengan cukrik atau fermentasi dari sari kelapa dan buah-buahan lain yang memiliki kadar alkoholnya 37-50% (BPOM, 2014). Salah satu desa di daerah Karangasem, yaitu Desa Merita dikenal sebagai kampung produsen arak Bali yang telah memproduksi arak sejak era 1700. Minuman tradisional merupakan salah satu aspek yang penting dalam upacara ritual, khususnya dalam upacara keagamaan

Arak biasannya dikonsumsi oleh masyarakat Bali yang tinggal di daerah pegunungan. Arak bisa disimpan dalam beberapa tahun, sehingga minuman ini terdapat di pasar luar negeri. Sebagai tempat destinasi para wisatawan, arak dijual secara luas dan bebas untuk para wisatawan. Hal ini dikarenakan, minuman alkohol yang di import dari beberapa negara di Indonesia harga cukup mahal. Namun, dalam peredarannya terdapat beberapa arak yang memiliki kandungan metanol.

Ada beberapa hal yang menyebabkan minuman tersebut memiliki kandungan alkohol, diantaranya adalah karena kesalahan dalam proses distilasi dan adanya beberapa penjual/pedagang yang menjual minuman beralkohol/keras (miras) oplosan. Miras oplosan merupakan minuman keras yang terdiri dari berbagai campuran, diantaranya dicampur dengan metanol, alkohol teknis (>55% etanol), obat-obatan, minuman bersoda / softdrink, suplemen kesehatan, bahkan ada juga yang dicampur dengan bahan kimia.

(5)

metanol adalah sama, sehingga orang yang sudah kecanduan minuman keras dan kurang memiliki dana untuk membeli minuman keras yang legal cenderung membuat atau membeli minuman keras yang illegal yaitu minuman keras oplosan yang dicampur dengan metanol. Didalam tubuh metanol mudah terabsorbsi dan dengan cepat akan terdistribusi kedalam cairan tubuh. Keracunan Metanol dapat menimbulkan gangguan kesadaran (inebriation). Metanol sendiri sebenarnya tidak berbahaya, yang berbahaya adalah metabolitnya dan dapat menyebabkan asidosis metabolik, kebutaan yang permanen serta kematian dapat terjadi setelah periode laten selama 6 – 30 jam.

Banyak kasus terkait dengan keracunan arak methanol sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini yang mengakibatkan terjadinya keracunan pada beberapa wisatawan dan penduduk setempat, bahkan terdapat beberapa kasus hingga menyebabkan kematian beberapa turis wisatawan asing. Pada tahun 2012, 36 orang yang berasal dari Bangli harus mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Sanglah setelah mengkonsumsi arak metanol dan mengalami beberapa gejala keracunan metanol, seperti: penglihatan rabun, sulit bergerak dan muntah-muntah. Dalam kasus ini mengakibatkan 2 (dua) orang meninggal dan 8 orang mendapatkan perawatan dan harus melakukan hemodialisis untuk mencegah gagal ginjal akut (Dinkes Prov. Bali, 2012). Selain itu, terjadi lagi kasus di Desa Munduk Banyuatis, Kabupaten Buleleng pada tanggal 11 Januari 2014. Dilaporkan bahwa terdapat 55 orang mengalami keracunan methanol, 3 orang meninggal, 2 orang dirawat inap, dan 50 orang rawat jalan (Dinkes Prov. Bali, 2014). Dan masih banyak lagi kasus yang terjadi namun tidak terlaporkan.

(6)

Minuman beralkohol tradisional adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses secara tradisional dan turun-menurun dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan (BPOM, 2014).

Dari definisi ini terlihat jelas bahwa jenis alkohol yang diizinkan dalam minuman beralkohol adalah Etanol. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 71/M-Ind/ PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol, batas maksimum etanol yang diizinkan adalah 55%. Etanol dapat dikonsumsi karena diperoleh atau diproses dari bahan hasil pertanian melalui fermentasi gula menjadi etanol yang merupakan salah satu reaksi organik. Jika menggunakan bahan baku pati/karbohidrat, seperti beras/ketan/tape/singkong, maka pati diubah lebih dahulu jadi gula oleh amylase untuk kemudian diubah menjadi etanol.

Menurut Kartika dkk (1992), ada beberapa macam persyaratan minuman beralkohol diantaranya adalah :

a. Kandungan metil alkoholnya maksimal 0,1% dari alkohol absolutnya.

b. Zat warna yang digunakan tidak berbahaya.

c. Tidak mengandung logam berbahaya, misalnya Pb, Cu, Hg, Ag. d. Kandungan zat pengawet yang diijinkan adalah sebagai berikut:

- SO3 maksimal 200 ppm

- SO2 bebas maksimal 50 ppm.

- Benzoat maksimal 300 ppm.

e. Kandungan asam volatile maksimal 0,2% yang dinyatakan dalam asam asetat.

(7)

diminati dikalangan wisatawan domestik maupun manca negara di Indonesia adalah Arak Bali. Salah satu desa di daerah Karangasem, yaitu Desa Merita dikenal sebagai kampung produsen arak Bali yang telah memproduksi arak sejak era 1700. Arak Bali sudah terkenal sejak lama sebagai minuman keras yang luar biasa. Arak tidak berwarna dan mengadung alkohol yang cukup tinggi. Minuman keras ini dibuat dari proses distilasi tuak. Arak biasannya dikonsumsi oleh masyarakat Bali yang tinggal di daerah pegunungan. Arak bisa disimpan dalam beberapa tahun, sehingga minuman ini terdapat di pasar luar negeri. Sebagai tempat destinasi para wisatawan, arak dijual secara luas dan bebas untuk para wisatawan.

Namun, banyak di pasaran terdapat beberapa minuman beralkohol tradisional yang mengandung metanol. Salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan dalam proses destilasi, dimana suhu yang diperlukan untuk menghasilkan etanol adalah 780C, bila suhu dalam destilasi rendah (≤64,7oC) maka yang dihasilkan adalah metanol. Metanol sering disalah gunakan sebagai bahan pembuat minuman keras. Metanol digunakan sebagai pengganti etanol karena disamping harganya yang relatif lebih murah juga akibat ketidak pahaman akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kedua zat tersebut, sehingga banyak yang beranggaban bahwa sifat dan fungsi metanol adalah sama, sehingga orang yang sudah kecanduan minuman keras dan kurang memiliki dana untuk membeli minuman keras yang legal cenderung membuat atau membeli minuman keras yang illegal yaitu minuman keras oplosan yang dicampur dengan metanol.

Didalam tubuh metanol mudah terabsorbsi dan dengan cepat akan terdistribusi kedalam cairan tubuh. Keracunan Metanol dapat menimbulkan sakit kepala, parkinson, mual-muntah, kejang-kejang, sesak bernafas, penglihatan kabur, diare, dan gangguan kesadaran (inebriation). Metanol sendiri sebenarnya tidak berbahaya, yang berbahaya adalah metabolitnya dan dapat menyebabkan asidosis metabolik, kebutaan yang permanen serta kematian dapat terjadi setelah periode laten selama 6 – 30 jam.

(8)

diminum berkisar 30-240 mL (20-150 g). Dosis toksik minimum berkisar 100 mg/kg. Peningkatan kadar metanol dalam darah pernah dilaporkan setelah pemaparan hebat pada kulit dan inhalasi berlebihan. Rekomendasi ACGIH merekomendasikan workplace exposure limit (TLV-TWA) untuk inhalasi adalah 200 ppm dalam waktu rata rata 8 jam, dan kadar yang dianggap berbahanya untuk kehidupan atau kesehatan adalah 25.000 ppm (Olson, 1994). Di literatur lain disebutkan jumlah metanol yang dapat menyebabkan toksisitas berkisar 15-500 ml dari larutan 40% sampai 60-600 ml dari metanol murni (Anderson, 1994).

B. Manajemen Penatalaksanaan Keracunan Arak Metanol Metanol

1. Menurut Kraut & Kurtz (2008) dan Anderson (1994), untuk lebih memastikan apabila seseorang mengalami keracunan metanol, maka langkah awal yang dapat dilakukan adalah melakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:

- Kadar metanol dalam darah diukur dengan menggunakan gas

kromatografi. Kadar metanol serum >20 mg/dL sudah dianggap toksik dan kadar >40 mg/dL dianggap sangat berbahaya. Kadar metanol yang rendah atau tidak terdeteksi tidak menyingkirkan intoksikasi.

- Apabila tidak tersedia pengukuran metanol, maka dapat digunakan osmolal gap serum sebagai pengganti.

- Osmolalitas darah dapat meningkat atau normal. Konsentrasi metanol 50 mg/dL akan meningkatkan osmolalitas sekitar 15 mOsm/L.

- Anion gap tinggi asidosis metabolic (pH darah 6,8-7,3) sebagai akibat akumulasi formate.

- Asidosis laktat, sebagai akibat gangguuan respirasi sel yang disebabkan oleh formate atau meningkatnya pembentukan NADH selama metabolism metanol.

- Hiperkloremik asidosis metabolic.

(9)

adalah:

- Jaga jalan nafas dan bantuan ventilasi apabila diperlukan - Penatalaksanaan koma dan kejang apabila ditemukan.

- Atasi asidosis metabolik dengan sodium bikarbonat intravena. Korekksi asidosis harus berdasarkan analisa gas darah (Kraut & Kurtz, 2008).

3. Obat spesifik dan antidotum bila terjadi intoksikasi metanol, yaitu:

- Etanol: mulai pemberian oral atau infuse intrevena etanol untuk mensaturasi enzim alkohol dehidrogenase dan mencegah pembentukan dari metabolit toksik metanol. Terapi etanol diindikasikan pada pasien dengan adanya riwayat meminum metanol, saat kadar metanol darah tidak bias didapatkkan segera dan osmolal gap >5 mOsm/L; asidosis metabolic dan osmolal gap > 5-10 mOsm/L yang tidak disebabkan oleh etanol; konsentrasi metanol darah >20 msOsm/L.

- Folic acid dapat meningkatkan konversi formate menjadi karbondioksida dan air. Dosis yang dianjuurkan 50 mg IV setiap 4 jam.

- Fomepizole (4-methylpyrazole), menginhibisi alkohol dehidrogenase dan mencegah metabolism metanol (Henderson & Brubacher, 2002). 4. Dekontaminasi: dilakukan kumbah lambung arang aktif tidak

menunjuukkan adsobsi metanol secara efisien. Arang dapat memperlambat absorbs apabila intoksasi secara oral.

5. Meningkatkan eliminasi : hemodislisis secara cepat dapat membersihkan metanol (waktu paruh berkurang menjadi 3-6 jam) dan formate. Indikasi untuk dialysis apabila dicurigai keracunan metanol dengan asidosis metabolic, osmolal gap >10 mOsm/L, pengukuran konsentrasi metanol darah >40 mg/dL. Dialisis harus diteruskan sampai konsentrasi metanol <20

(10)

mg/dL

- Kecuurigaab klinis kuat dari keracunan metanol dengan sedikitnya duua dari berikut: pH arteri < 7,3, HCO3 < 20 mEq/L, dan osmolal gap > 20 mOsm/L (Abramson & Singh, 2000).

The American Academy Toxicology merekomendasikan hemodialisis dapat dilakukan apabila dijumpai asidosis metabolik (pH darah 7,25-7,30), abnormalitas visual, gagal ginjal, gangguan elektrolit yang tidak respons terhadap terapi konvensional dan/atau konsentrasi metanol serum > 50 mg/dL. Hemodialisis dapat membersihkan metanol secara cepat, mungkin dengan meningkatkan pembersihan formate, dan dapat menghasilkan basa untuk mengkoreksi asidosis. Pemberian basa direkomendasikan untuk mengobati asidosis metabolik dan meningkatkan pembersihan formate melalui ginjal (Levine & Terabar, 2002).

BAB III METODE PENELITIAN

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gianyar dan pengumpulan data akan dilakukan selama 6 bulan.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Dilihat dari waktu penelitiannya, penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional yaitu data dikumpulkan pada suatu waktu tertentu untuk menggambarkan keadaan dan kegiatan pada waktu tertentu.

3. Populasi dan Sampel a. Data Kuantitatif

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staff Puskesmas yang terdapat di Kabupaten Gianyar. Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Adapun kriteria yang menjadi responden adalah:

(11)

Setelah dilakuukan pemilihan sampel berdasarkan kriteria diatas, maka selanjutnya dilakukan perhitungan besar sampel penelitian. Menurut Sastroasmoro dan Ismael (2011), perhitungan besar sampel untuk data nominal dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

n = Jumlah Sampel

Za = Tingkat kemaknaan (1,96)

P = Proporsi adalah 0,5 (Lukiono, 2010) Q = 1-P (0,5)

d = Tingkat Ketepatan yang diinginkan atau nilai presisi (10%) Perhitungan:

sampel

Dari perhitungan besar sampel di atas, maka diperoleh jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah sebanyak 96 orang, tetapi untuk menghindari drop out maka perlu ditambahkan 10 % dari jumlah sampel yang didapat (Chandra, 2009). Sehingga atas pertimbangan tersebut, maka besar sampel penelitian menjadi 106 sampel.

(12)

No. Strata Populasi Sampel

(13)

Instrumen dalam penelitian ini yaitu kuesioner kepada staff/petugas khususnya dokter dan perawat kesehatan di 13 puskesmas yang terdapat di Kabupaten Gianyar serta menggunakan pedoman wawancara mendalam untuk melakukan wawancara mendalam kepada pihak manajemen di Puskesmas.

5. Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara secara langsung dan pengisian kuesioner oleh responden yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan untuk pengumpulan data sekunder dilakukan dari laporan jumlah tenaga kesehatan di masing-masing Puskesmas di Kabupaten Gianyar.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat. Analisis univariat diperlukan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan data secara sederhana melalui cara penyajian berupa prosentase atau tabel distribusi frekuensi, batang (bar), diagram map, maupun diagram pie (Budiharto, 2006). Pengolahan data diawali dengan memberikan skor terhadap kuesioner yang telah diisi oleh responden dengan menggunakan skala Guttman. Untuk jawaban benar diberi skor 1 dan untuk jawaban salah diberi skor 0 pada setiap pertanyaan. Langkah selanjutnya ialah menghitung skor akhir untuk pertanyaan di setiap aspek pengetahuan yang diteliti dan menghitung skor akhir dari seluruh pertanyaan dalam kuesioner dengan menggunakan rumus yang diadopsi dari Rahda (2012), yaitu:

(14)

2. Pengetahuan cukup jika jawaban benar 56-75%.

3. Pengetahuan kurang jika jawaban benar kurang dari 56%.

Sedangkan untuk data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) selanjutnya akan dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan teknik analisis tematik (thematic content analysis). Menurut Boyatzis dalam Poerwandari (2009) mendefinisikan analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, sehingga memungkinkan penerjemahan informasi kualitatif menjadi data kualitatif seperlu kebutuhan peneliti. Adapun tahapan dalam melakukan analisis tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan studi kepustakaan/penelusuran dokumen.

2. Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara mendalam, kemudian dibuatkan transkrip data yaitu dengan mencatat atau menuliskan kembali seluruh data yang diperoleh tanpa membuat kesimpulan.

3. Hasil pencatatan dan penulisan kembali data yang telah diperoleh dari hasil wawancara tersebut, kemudian direduksi ke dalam matriks.

4. Melakukan pemilahan data dengan mengelompokkan data dalam subtropik atau variabel yang diperlukan.

5. Dilanjutkan dengan interpretasi data hasil penelitian.

(15)

No Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan (Rp)

1 Gaji dan upah Rp. 7.500.000

2 Bahan habis pakai dan peralatan Rp. 8.520.000

3 Perjalanan Rp. 4.500.000

4 Lain-lain (publikasi, seminar, laporan) Rp. 4.480.000

Total Rp. 25.000.000

(16)

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Riwayat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran pengetahuan petugas kesehatan puskesmas di Kabupaten Gianyar, yang dilihat dari tingkat pengetahuan petugas kesehatan puskesmas mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, dimana metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dokter serta perawat mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol, dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam kepada kepala puskesmas di Kabupaten Gianyar sebanyak 13 orang yang telah ditentukan berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan. Namun, karena keterbatasan waktu penelitian, wawancara mendalam hanya dapat dilakukan terhadap 10 orang informan penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini terhitung mulai saat melakukan validasi kuesioner berlangsung selama 37 hari yaitu dari tanggal 28 September sampai tanggal 04 November 2015.

(17)

B. Hasil Kuesioner

1. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebanyak 106 responden yang merupakan petugas puskesmas yang terdiri dari dokter dan perawat yang memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi responden penelitian. Adapun karakteristik responden adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Karakteristik Petugas Puskesmas di Kabupaten Bangli

Dari tabel 1 dapat diketahui jika dilihat karakteristik responden berdasarkan kelompok umur persentase tertinggi sebanyak 44,34% terdapat pada kelompok umur 31-40 tahun sedangkan untuk kelompok umur dengan persentase terendah terdapat pada kelompok umur 51-60 yaitu sebanyak 7,55%. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, responden dengan jenis kelamin perempuan mempunyai persentase lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dimana responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 69,81% dan untuk responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 30,19%. Berdasarkan pendidikan terakhir responden, sebagian besar responden penelitian memiliki tingkat pendidikan terakhir D-III yaitu sebanyak 50,94%, dan sebanyak 49,06% orang responden dengan pendidikan terakhir S-1. Jika dilihat jumlah responden

(18)

berdasarkan pekerjaaan, persentase paling tinggi yaitu responden dengan profesi perawat yaitu sebanyak 71,70%, dan untuk dokter sebanyak 28,30%.

2. Pengetahuan Petugas Puskesmas Mengenai Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol

Tingkat pengetahuan dalam hal ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu distribusi tingkat pengetahuan petugas puskesmas mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak methanol secara umum serta distribusi tingkat pengetahuan responden berdasarkan karakteristik responden. Dalam hal ini tingkat pengetahuan responden tersebut berkaitan dengan jawaban responden terhadap setiap pertanyaan dalam angket. Jawaban responden secara umum yang dapat dilihat dalam lampiran 5 . Berdasarkan tabel yang terdapat pada lampiran 5, dari 20 pertanyaan mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan methanol dapat dilihat petugas puskesmas yang mampu menjawab pertanyaan dengan tepat rata-rata memiliki persentase lebih dari 56% pada setiap poin pertanyaan. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen penatalaksanaan korban keracunan methanol sudah cukup diketahui oleh petugas puskesmas.

Dalam hal ini yang paling tidak diketahui oleh petugas puskesmas yaitu pada poin pertanyaan mengenai penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi methanol yang tepat dimana dari 106 orang responden, sebanyak 91,51% menjawab dengan salah.

a. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Mengenai Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol Secara Umum

(19)

dan baik. Berikut merupakan distribusi tingkat pengetahuan responden dengan kategori tersebut.

Tabel 2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Mengenai 3 Aspek Pengetahuan Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol

No. Aspek Pengetahuan

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa persentase pengetahuan responden dengan kategori cukup dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol mendominasi yaitu sebesar 45,28%, kemudian dalam aspek gejala keracunan methanol didominasi oleh responden dengan pengetahuan kategori baik yaitu sebesar 74,77% sedangkan pada aspek cara penanganan keracunan responden mayoritas memiliki pengetahuan cukup.

b. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Mengenai Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol Berdasarkan Karakteristik Responden

(20)

Tabel 3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Keracunan Methanol) Menurut Kelompok Umur

Umur (Tahun)

Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol)

Kurang Cukup Baik Total

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa dari responden yang berumur 21- 30 tahun dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu dengan persentase 48,39%, sebanyak 38,71% memiliki pengetahuan cukup dan sebanyak 12,90% responden memiliki pengetahuan kurang. Pada responden yang berumur 31- 40 tahun mayoritas responden juga memiliki pengetahuan baik yaitu dengan persentase 51,06%, 40,43% berpengetahuan cukup dan sebanyak 8,51% berpengetahuan kurang. Responden yang berumur 41-50 mayoritas memiliki pengetahuan cukup dalam aspek ini yaitu sebesar 60%, 25% berpengetahuan baik dan 15% memiliki pengetahuan kurang. Responden dengan umur 51-60 tahun mayoritas memiliki pengetahuan cukup dengan persentase 62,50%,. sebanyak 37,50% memiliki pengetahuan baik dan tidak terdapat responden yang memiliki pengetahuan kurang.

Tabel 4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Gejala Keracunan Methanol) Menurut Kelompok Umur

(21)

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa responden dari semua kategori umur memiliki persentase paling besar pada pengetahuan kategori baik dalam aspek pengetahuan gejala keracunan methanol yaitu sebesar 80,65% pada umur 21- 30 tahun, pada umur 31- 40 tahun sebanyak 91,49%, sebanyak 90% pada umur 41-50 tahun, dan sebanyak 87,50% pada umur 51-60 tahun.

Tabel 5 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Menurut Kelompok Umur

Umur (Tahun)

Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol)

Kurang Cukup Baik Total dalam aspek pengetahuan cara penanganan keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan cukup yaitu dengan persentase 48,39%, pada umur 31-40 tahun didominasi pengetahuan cukup yaitu sebesar 65,96%, begitu juga pada umur 41-50 tahun yaitu 60,00s% dan 51-60 tahun juga didominasi responden dengan pengetahuan cukup yaitu 87,50%.

(22)

Tabel 6 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol) Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol)

Kurang Cukup Baik Total

F % f % f % f %

Perempuan 7 9,46 33 44,59 34 45,95 74 100

Laki-Laki 4 12,50 15 46,88 13 40,63 32 100

Total 11 10,38 48 45,28 47 44,34 106 100

Dari tabel 6 dapat diketahui responden dengan jenis kelamin perempuan terdapat sebagian besar mempunyai pengetahuan baik yaitu sebesar 45,95% dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol, untuk pengetahuan cukup sebesar 44,59% dan sebanyak 9,46% untuk pengetahuan kurang. Sementara itu pada responden laki-laki sebagian besar mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebesar 46,88%, sebanyak 40,63% berpengetahuan baik dan 12,50% memiliki pengetahuan kurang.

Tabel 7 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol) Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol)

Kurang Cukup Baik Total methanol responden dengan jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki sebagian besar mempunyai pengetahuan baik yaitu sebanyak 93,24% pada responden perempuan. dan sebanyak 75% pada responden laki-laki.

Tabel 8 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol)

Kurang Cukup Baik Total

f % f % f % f %

Perempuan 10 13,51 47 63,51 17 22,97 74 100

Laki-Laki 7 21,88 18 56,25 7 21,88 32 100

(23)

Dari tabel 8 dapat diketahui responden dengan jenis kelamin perempuan sebagian besar mempunyai pengetahuan cukup yaitu 63,51% yakni dalam aspek pengetahuan cara penanganan keracunan methanol. Pada responden laki-laki sebagian besar juga mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebesar 56,25%.

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan jenis kelamin seperti yang terlihat pada tabel 6 – tabel 8 diatas tentu berkaitan dengan jawaban responden pada setiap poin pertanyaan yang terdapat pada angket. Pada responden dengan jenis kelamin perempuan dan laki – laki diketahui paling banyak menjawab salah mengenai penatalaksanaan korban dengan intoksikasi methanol dimana pada responden perempuan sebesar 90,54% dan pada responden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 93,75%. Jawaban responden menurut kategori umur yang terinci pada lampiran

Tabel 9 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol) Menurut Pendidikan

Pendidikan

Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol)

Kurang Cukup Baik Total

f % f % f % f %

D-III 5 9,26 24 44,44 25 46,30 54 100

S-1 6 11,54 24 46,15 22 42,31 52 100

Total 11 10,38 48 45,28 47 44,34 106 100

(24)

Tabel 10 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol) Menurut Pendidikan Terakhir

Pendidikan

Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan terakhir D-III maupun S-1 dalam aspek pengetahuan tentang gejala keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu sebesar 83,33% pada responden dengan pendidikan D-III dan sebesar 92,31% pada responden dengan pendidikan S-1.

Tabel 11 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Menurut Pendidikan Terakhir

Pendidikan

Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol)

Kurang Cukup Baik Total

F % f % f % f %

D-III 10 18,52 32 59,26 12 22,22 54 100

S-1 7 13,46 33 63,46 12 23,08 52 100

Total 17 16,04 65 61,32 24 22,64 106 100

Dari tabel 11 dapat diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan terakhir D-III maupun S-1 dalam aspek pengetahuan cara penanganan keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 59,26% dan pada responden dengan pendidikan terakhir S-1 sebesar 63,46%.

(25)

dan sebesar 88,46% pada responden dengan pendidikan S-1. Jawaban responden menurut kategori umur terinci pada lampiran 8.

Tabel 12 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol) Menurut Profesi

Pekerjaan

Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol)

Kurang Cukup Baik Total

f % f % f % f %

Dokter 1 3,33 13 43,33 16 53,33 30 100

Perawat 10 13,16 35 46,05 31 40,79 76 100

Total 11 10,38 48 45,28 47 44,34 106 100

Dari tabel 12 diatas dapat diketahui responden yang berprofesi sebagai dokter dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu dengan persentase 53,33%. Untuk responden yang berprofesi sebagai perawat, sebagian besar responden mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebesar 46,05%.

Tabel 13 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol) Menurut Profesi

(26)

Tabel 14 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Menurut Profesi

Profesi

Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol)

Kurang Cukup Baik Total

f % f % f % f %

Dokter 3 10,00 20 66,67 7 23,33 30 100

Perawat 14 18,42 45 59,21 17 22,37 76 100

Total 17 16,04 65 61,32 24 22,64 106 100

Dari tabel 14 diatas dapat diketahui responden yang berprofesi sebagai dokter dalam aspek pengetahuan tentang penanganan keracunan methanol mayoritas meiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 66,67%. Pada responden yang berprofesi sebagai perawat sebagian besar juga memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 59,21%.

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan profesi responden seperti yang terlihat pada tabel 12 – tabel 14 diatas tentu berkaitan dengan jawaban responden pada setiap poin pertanyaan yang terdapat pada angket. Pada responden yang bekerja sebagai dokter maupun perawat diketahui paling banyak menjawab salah pada pertanyaan mengenai penatalaksanaan korban dengan intoksikasi methanol dengan persentase sebesar 90% pada responden yang bekerja sebagai dokter, dan pada responden yang bekerja sebagai perawat sebesar 92,11%. Jawaban responden menurut kategori umur yang terinci pada lampiran 9.

C. Hasil Wawancara

1. Keracunan Arak Metanol

(27)

“…jadi di wilayah kami dengan jumlah enam desa ini ya, jadi penduduknya secara spesifik mungkin ya… ada juga yang… pemuda-pemudanya khususnya itu… ada yang minum-minuman keras, ya apakah itu golongan arak atau yang lain ya, jadi secara khusus saya tidak tahu jumlah yang minum arak, tetapi itu pasti ada.” (informan 4)

“…menurut saya sih memang betul bahwa eee arak hanya diminum hanya pada upacara, kemudian kalau ada kegiatan upacara, jadi masyarakat kalau misalnya ada perayaan tahun baru… ulang tahun.” (informan 3)

Minuman keras kini kerap di campur dengan bahan lain yang kini disebut miras oplosan yang dijual dengan harga yang lebih murah sehingga dapat menarik minat para penikmat minuman keras. Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Karena toksisitasnya, metanol dapat menyebabkan asidosis metabolik, gejala neurologis dan bahkan kematian apabila tertelan. Ini merupakan konstituen dari banyak industri pelarut tersedia secara komersial dan minuman keras yang tercemar buruk. Toksisitas metanol masih menjadi masalah umum di banyak bagian dunia berkembang, terutama di kalangan anggota kelas sosial ekonomi rendah. Namun, sampai saat ini belum ditemukannya kasus keracunan arak yang dicampur dengan metanol di Kabupaten Gianyar, seperti kutipan wawancara berikut :

“kalau pasien mabuk sih kesini ada… tapi cuma gak sampai keracunan arak metanol… kalau saya pikir sih kayaknya disini jarang deh kalau yang sampai nyampur arak dengan metanol karenaaa eee disini kan daerah pariwisata, minuman kerasnya kemungkinan bukan arak yang tradisional gitu yaa… yang biasanya dicampur dengan metanol… disini paling sering sih mabuknya bir atau wine yang red label itu.” (informan 7)

(28)

adanya kasus keracunan arak metanol yang terdata di puskesmas. Hal tersebut diungkapkan dalam kutipan wawancara berikut :

”Belum… kita kan rawat jalan, selama rawat jalan dari 6 tahun lalu saya disini belum pernah menangani keracunan metanol, rujuk belum pernah, mudah-mudahan enggak.” (informan 9)

“Eee untuk kasusnya secara pasti keracunan metanol, kita belum pernah eee mendapatkan dan laporan menangani, tetapi petugas kami sudah dilatih, ya dilatih untuk menangani kasus-kasus itu ya menurut ukuran emergency dilakukan penanganannya di puskesmas.” (Informan 4)

2. Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol

Keracunan dapat dikonfirmasi dengan uji format sederhana apabila keracunan metanol dari arak dengan gejala yang dapat terjadi 12 jam setelah paparan seperti sakit kepala, penglihatan kabur, napas cepat atau mendalam, kebingungan setelah meminum arak. Memberikan etanol untuk pasien keracunan arak metanol dapat dilakukan karena toksisitas ini dapat menghalangi keracunan lebih lanjut. Dosis untuk orang dewasa 1.8ml/kg (untuk 70kg orang dewasa tiga tembakan 40ml). Alkohol seperti vodka, whisky dengan dosis pemeliharaan 0.40ml/kg (untuk dewasa 70kg satu tembakan 40ml) per jam. Pemberian etanol untuk mengurangi toksisitas pasien keracunan metanol belum dapat dilakukan di Puskesmas dikarenakan belum adanya izin untuk penyimpanan alkohol sebaga antidote, sehingga langkah awal yang dilakukan dalam menangani pasien keracunan arak metanol sama seperti penanganan pasien keracunan pada umumnya. Berikut kutipan wawancara dengan informan :

“Ya standar terapi yang ada di puskesmas melakukan SOP, kayak mungkin eee seperti obat-obatan yang ada disini gitu aja. SOPnya kan ada untuk keracunan secara umum, standar operasional pelayanan ya kita buat disini dokter -dokter sama petugas terapi tetapi keracunan secara umum.” (Informan 1).

(29)

entah dia nanti antidotenya apa… entah… ya itu masalah belakang dulu.” (Informan 5)

Petugas kesehatan di puskesmas belum pernah menangani pasien korban keracunan arak metanol dikarenakan belum adanya korban keracunan arak metanol yang mendatangi dan tercatat di puskesmas. Penanganan korban keracunan arak metanol dilakukan sesuai dengan prosedur korban keracunan pada umumnya, seperti kutipan dengan informan berikut ini :

“Kalau ada kejadian kita tangani sesuai dengan proses, proses rujukan kita. Selama ini kita memang proses rujukan… menangani orang yang keracunan metanol kita temukan kita tangani sesuai prosedur abcnya dalam proses perjalanan kita berikan antidotenya kalau bisa kita dalam proses itu ambil darahnya untuk pemeriksaan darahnya. Dalam penanganan mandiri puskesmas belum bisa pasti rujukan.” (Informan 6)

Namun, masih terdapat keraguan dalam hal kemampuan petugas dan staf puskesmas untuk menangani pasien korban keracunan arak metanol dikarenakan belum terdapatnya pelatihan mengenai penatalaksanaan korban keracunan arak metanol, seperti kutipan wawancara dengan informan berikut ini :

“Nah itu... itu yang diragukan, kan karena kemarin kan cuma sosialisasi jadi kita berharapnya sih... eee ada pelatihannya jadi memang kasarnya begini jadi memang ada bener-bener pelatihannya… pelatihan lah, pelatihan yang sebenarnya lah... itu dokter dan petugas di UGD… itu… kalau memang ada satu orang yang dokter dan petugas yang sudah dilatih ee saya yakin bisa karena kan dokternya kan bisa on call maksudnya kan memandu gitu lah kasarnya.” (Informan 7)

(30)

“Kendala mungkin dalam hal regulasi karena penyediaan vodka itu kan harus ada dasar hukumnya karena penyediaan di tempat pelayanan, kalau itu memang harus menunggu kebijakan dari Dinas, aturan dari Dinas, baru turun dari kita, baru kita bisa menyediakan, untuk saat ini eee belum bisa kita menyediakan karena terhalang… terhambat oleh aturan eee paraturan yang dibikin.” (Informan 2)

“Kendalanya yang pertama perizinan, jadi izin untuk meyediakan antidotenya etanolnya, karena itu kan minuman keras yang harus berizin, yang jadi kendala paling besar adalah itu.” (Informan 3)

Selain kendala dalam hal perizinan penyediaan etanol, beberapa informan juga menyatakan bahwa terdapat kendala dalam menangani pasien korban keracunan arak metanol pada keterampilan petugas puskesmas karena petugas hanya mendapatkan sosialisasi dan belum mendapatkan pelatihan dalam menangani pasien keracunan arak metanol. Hal tersebut diungkapkan dalam kutipan wawancara berikut :

“Mungkin karena kasusnya jarang ya keterampilan kita tidak begitu tergantung beratnya kasus yang dihadapi, kedua kan keterampilan kita itu semakin sering melihat makin terampil kita nangani ya, kemudian makin sering denger apa… sosialisasi mungkin ilmunya juga makin nambah, kayaknya ini belum… ndak terlalu populer sih jadinya ndak terlalu ini… gitu, kalau di puskesmas kan termasuk jarang, jarang sekali.” (Informan 1)

Antidote untuk pasien yang mengalami keracunan arak metanol adalah dengan pemberian etanol yang merupakan minuman beralkohol yang dapat menghambat toksisitas dari keracunan metanol. Namun, dari hasil wawancara dengan informan penelitian, informan tersebut tidak mengetahui dosis pemberian etanol tersebut, seperti kutipan wawancara berikut :

(31)

Etanol sebagai antidote dipandang perlu untuk disediakan di puskesmas, namun sampai saat ini etanol belum tersedia karena belum adanya izin untuk penyediaan etanol di puskesmas. Apabila penanganan korban keracunan arak metanol dilakukan sesuai dengan prosedur yaitu dengan pemberian etanol yang merupakan minuman beralkohol, tetapi belum tersedianya izin untuk penyediaan etanol, pemberian etanol tidak dapat dilakukan. Berikut kutipan wawancara dengan informan penelitian :

“Sebagai antidote perlu, iya eee peraturan terbaru kalau… saya tidak tau nomernya tentang emmm peredaran minuman beralkohol, jadi itu ada hubungannya dengan kepolisian, eee BPOM, eee pemda, mau gak memberika n perlindungan payung hukum ceritanya untuk puskesmas menyediakan itu.” (Informan 3)

“…itu harus betul-betul di apa… dibuatkan suatu payung hukum bahwa itu memang dibenarkan terus dibuatkan SOPnya bagaimana seharusnya penyimpanan dan pengawasannyan kan gitu gak sembarangan naruhnya, sebenernya oramg emergensi bisa cuma tempatnya harus satu terllihat kan gitu memenuhi syarat untuk penyimpana kan gitu.” (Informan 8)

Penyediaan etanol sebagai antidote pasien korban keracunan metanol tidak dapat disediakan tanpa adanya izin untuk penyediaan etanol di Puskesmas. Upaya yang dapat dilakukan agar etanol dapat tersedia di puskesmas adalah dengan adanya kebijakan dari Dinas bahwa puskesmas perlu menyediakan etanol sebagai antidote pasien keracunan metanol, seperti kutipan wawancara dengan informan berikut ini :

“…yang pertama saya eee minta kepala dinas memberikan izin menyediakan itu dalam hal protap dalam menangani eee intoksitasi etanol e metanol, jadi dengan berdasarkan protap itu saya pertama menyusun protapnya dulu kemudian antidotenya yang dipakai untuk menangani itu ya sama dengan obat-obatan yang disediakan untuk penyakit lain itu harus disiapkan.” (Informan 4)

(32)

BAB VI PEMBAHASAN

A. Gambaran Umur dengan Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol

Hasil penelitian menunjukan persentase tertinggi untuk pengetahuan kategori baik dalam aspek pengetahuan tentang cara penanganan keracunan methanol terdapat pada umur 21-30 tahun. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Prawita (2013) dimana kelompok umur 41-55 tahun cenderung memiliki pengetahuan kurang dibandingkan dengan kategori umur yang lebih muda yaitu 26-40 tahun. Dalam skripsi Prawita (2013), Hurlock (2004) berpendapat bahwa semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berumur belasan tahun.

Dilihat dari pengetahuan responden dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol dan gejala keracunan methanol persentase tertinggi pengetahuan baik dimiliki oleh responden dengan kategori 31-40 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Notoatmojo (2003) dimana umur mempengaruhi daya tangkap serta pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya umur akan menyebabkan meningkatnya daya tangkap dan pola pikir, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.

(33)

B. Gambaran Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh keterangan petugas puskesmas dengan jenis kelamin perempuan memiliki persentase lebih besar pada pengetahuan baik dalam ketiga aspek pengetahuan yaitu tentang keracunan methanol, gejala dan penanganan keracunan merthanol. Menurut Suma’mur (2009), mengatakan perempuan sangat cocok dengan pekerjaan yang ringan tidak memerlukan banyak kekuatan otot, pekerjaan yang monoton, karena pada umumnya perempuan pada pekerjaan monoton lebih terampil dari laki-laki. Selain itu tenaga kesehatan sebagian besar berjenis kelamin perempuan.

Jenis kelamin responden pada penelitian ini tidak dapat menentukan tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki, dan belum ada teori pasti yang menyebutkan ada hubungan antara jenis kelamin dan tingkat pengetahuan seseorang seperti hasil penelitian Prihyugiarto (2008) bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai infeksi menular seksual. Penelitian yang dilakukan oleh Chiuman (2009) diperoleh hasil dimana berdasarkan uji pengetahuan berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dari tingkat pengetahuan dengan jenis kelamin.

C. Gambaran Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Dalam Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol

(34)

dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol. Ditinjau dari jawaban responden, responden dengan pendidikan D-III maupun S1 paling jawab menjawab salah pada penatalaksanaan korban dengan intoksikasi methanol yang tepat. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh responden disebabkan karena sebagian besar dari responden tidak pernah mengikuti pelatihan dan ilmu mengenai penanganan keracunan methanol merupakan ilmu baru dimana sebagian besar petugas kesehatan tidak pernah mengikuti pelatihan penanganan keracunanan methanol selama menempuh pendidikan.

D. Gambaran Pekerjaan Dengan Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Dalam Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol

(35)

selain melalui pendidikan formal, pengetahuan seseorang dapat juga dipengaruhi oleh pelatihan – pelatihan atau seminar keseheatan yang pernah ia ikuti, dengan adanya pelatihan seseorang dapat lebih terampil dalam melakukan suatu pekerjaan karena dengan pelatihan dan tugas-tugas yang terkait dengan kemampuan koginitif dapat mempengaruhi perilaku dan pola pikir yang lebih positif.

E. Keracunan Arak Metanol

Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap 10 orang informan penelitian yang merupakan kepala puskesmas, sebagian besar informan penelitian menyatakan bahwa masih banyak masyarakat yang mengonsumsi arak di wilayah kerja masing-masing puskesmas. Informan penelitian mengemukakan alasan masih banyaknya masyarakat yang mengonsumsi arak yaitu dikarenakan arak masih banyak terjual bebas di beberapa tempat di Kabupaten Gianyar.

Masih banyaknya masyarakat yang mengonsumsi arak juga dikarenakan arak Bali sudah terkenal sejak lama sebagai minuman keras yang luar biasa, dimana arak tidak berwarna dan mengadung alkohol yang cukup tinggi. Minuman keras ini dibuat dari proses distilasi tuak. Arak biasannya dikonsumsi oleh masyarakat Bali yang tinggal di daerah pegunungan. Arak bisa disimpan dalam beberapa tahun, sehingga minuman ini terdapat di pasar luar negeri. Sebagai tempat destinasi para wisatawan, arak dijual secara luas dan bebas untuk para wisatawan Informan juga menyebutkan bahwa arak merupakan minuman yang biasa dikonsumsi oleh pemuda-pemuda desa setempat dalam merayakan hari raya keagamaan dan tahun baru. Pernyataan informan tersebut sesuai dengan pendapat Setiawan (2013) yang mengemukakan bahwa minuman beralkohol menjadi bagian penting dan harus ada dalam sebuah perayaaan misalnya pada saat acara pesta perkawinan, acara ulang tahun, perayaan kegamaan atau acara kedukaaan.

(36)

juga akibat ketidak pahaman akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kedua zat tersebut. Haryadi (2014) menjelaskan bahwa gejala yang timbul apabila seseorang keracunan arak methanol pada awalnya akan merasakan adanya gangguan yang terjadi pada saluran pencernaan seperti sakit perut, mual dan muntah – muntah dimana gejala tersebut kemudian dilanjutkan dengan adanya depresi susunan saraf pusat dan terlihat gejala mirip dengan korban keracunan alkohol seperti sakit kepala, sakit otot, badan terasa lemah dan kejang-kejang. Namun, dari hasil wawancara dengan 10 informan penelitian, seluruh informan penelitian menyatakan bahwa tidak pernah terjadi kasus keracunan arak metanol di wilayah kerja mereka. Informan penelitian mengungkapkan bahwa masih terdapat masyarakat yang mabuk karena mengonsumsi minuman beraklohol tetapi bukan kasus keracunan arak metanol.

Seluruh informan penelitian juga mengungkapkan bahwa puskesmas di wilayah mereka belum pernah menangani pasien kasus keracunan arak metanol. Informan penelitian mengungkapkan bahwa petugas puskesmas sama sekali tidak pernah menangani pasien keracunan arak metanol. Hal tersebut bisa dikarenakan tidak adanya kasus keracunan arak metanol yang terjadi di Kabupaten Gianyar. Berbeda halnya dengan di Kabupaten Buleleng dan Bangli yang pernah terjadi kasus keracunan arak metanol, dimana di Kabupaten Buleleng pada awal Januari 2014 telah terjadi kasus keracunan arak methanol sebanyak 55 orang yang 3 orang diantaranya meninggal dunia sedangkan di Kabupaten Bangli sendiri, menurut informasi yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada bulan September 2012 terdapat 41 kasus keracunan dan belum lagi kasus – kasus yang belum terekspos (Pemerintah Provinsi Bali, 2012).

F. Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol

(37)

(1994), dimana langkah awal yang dapat dilakukan adalah melakukan pemeriksaan laboratorium kadar metanol dalam darah diukur dengan menggunakan gas kromatografi. Kadar metanol serum >20 mg/dL sudah dianggap toksik dan kadar >40 mg/dL dianggap sangat berbahaya.

Hingga saat ini belum terdapat korban keracunan arak metanol yang tercatat dan terdata di puskesmas. Apabila suatu saat terdapat pasien korban keracunan arak metanol yang mendatangi puskesmas, maka diharapkan petugas kesehatan sudah mampu untuk menangani masalah tersebut dikarenakan sudah mendapat sosialisasi mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol. Informan penelitian mengungkapkan bahwa kendala yang dihadapi dalam penanganan pasien korban keracunan arak metanol adalah izin pemberian antidote. Antidote dari pasien korban keracunan arak metanol adalah dengan pemberian etanol. Sebagian besar informan penelitian mengetahui bahwa etanol merupakan antidote untuk kasus keracunan arak metanol. Etanol digunakan untuk menghambat kerja alkohol dehydrogenase secara kompetitif sebab etanol dioksidasi 10 kali lebih cepat daripada methanol dan etilen glikol serta hasil akhir berupa CO2 dan H2O. Toksisitas ini dapat menghalangi keracunan lebih lanjut. Dosis untuk orang dewasa 1.8ml/kg (untuk 70kg orang dewasa tiga tembakan 40ml). Alkohol seperti vodka, whisky dengan dosis pemeliharaan 0.40ml/kg (untuk dewasa 70kg satu tembakan 40ml) per jam. Hal ini akan menghentikan keracunan menjadi semakin buruk. Apabila pasien mengantuk atau tidak sadar, perlindungan jalan nafas dengan intubasi dan hiperventilasi harus dilakukan jika mungkin. Apabila tidak memungkinkan, pasien harus diberikan etanol lisan dalam cara paling aman, yang akan mencakup duduk pasien dalam keadaan tegap dan pemberian etanol melalui selang nasogastrik (Monaghan, 2010).

(38)
(39)

BAB VII PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa persentase pengetahuan dengan kategori cukup dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol mendominasi yaitu sebesar 45,28%, kemudian dalam aspek gejala keracunan methanol didominasi oleh responden dengan pengetahuan kategori baik yaitu sebesar 87,74% dan pada aspek cara penanganan keracunan responden mayoritas berpengetahuan cukup dengan persentase yaitu sebesar 61,32%.

Adapun kesimpulan yang diperoleh hasil gambaran pengetahuan responden dengan karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan sebagai berikut :

1. Gambaran pengetahuan responden menurut kelompok umur dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol dan gejala persentase tertinggi terdapat pada umur 31-40 tahun yaitu sebesar 51,06% pada pengetahuan keracunan dan 91,49% pada gejala dan aspek pengetahuan tentang cara penanganan keracunan methanol diperoleh hasil mayoritas pengetahuan baik terdapat pada responden dengan kategori umur 21-30 tahun dengan persentase 25,81%.

2. Pada karakteristik jenis kelamin persentase yang lebih tinggi untuk pengetahuan baik dalam ketiga aspek pengetahuan tentang keracunan methanol. Sebesar 45,95% mengenai pengetahaun keracunan, 93,24% mengenai gejala dan sebanyak 22,97% mengenai cara penanganan.

3. Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan untuk kategori pengetahuan baik persentase paling tinggi dalam 2 aspek pengetahuan terdapat pada responden dengan pendidikan terakhir S-1 yaitu sebesar 92,31% pada aspek pengetahuan pengetahuan tentang gejala keracunan methanol dan sebesar 23,08% pada aspek pengetahuan tentang cara penanganan keracunan methanol. Untuk aspek pengetahuankeracunan methanol terdapat pada responen dengan pendidikan terakhir D-III yaitu sebesar 46,30%.

(40)

pengetahuan tentang keracunan methanol, sebesar 93,33% pada aspek tentang gejala keracunan methanol dan pada aspek pengetahuan tentang cara penanganan keracunan methanol sebesar 23,33%.

B. Saran

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Abramson S, singh A.K. Treatment of the Alcohol Intoxication: Ethylene Glycol, Methanol and Isopropanol. Curret Opinion in Nephrology and Hypertension. 2009;9; 695-701

Anderson I.B. Methanol. In: Anderson I.B, Benowitz N.L, Keamey T.e, Osterloh J.D, Woo O.F. (1994). Poisoning & Drug Overdose. A Lange Clinical Medical Manual. United States of America, P215-217.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2014). Menilik Regulasi Minuman Beralkohol di Indonesia.Retrieved from:

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2012). Laporan Kejadian Keracunan Minum Arak, Bali: Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2014). Laporan Kejadian Keracunan Minum Arak, Bali: Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Henderson W.R, Bruubacher J. (2002). Methanol and Ethylene Glycol Poisoning: A Case Study and Review of Current Literature. Janvier (4):34-40

http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/03 14.pdf

Kraut J.A, Kurtz I. (2008). Toxic Alcohol Ingestions: Clinical Features, Diagnosis and Management. Clin J Am Soc Nephrol (3): 208-225

Levine M.D, Terabar A. Alcohol Toxicity. 2012. Available from:

www.medscape.com

Olson K.R. Ethanol. In: Anderson I.B, Benowitz N.L, Keamey T.e, Osterloh J.D, Woo O.F. (1994). Poisoning & Drug Overdose. A Lange Clinical Medical Manual. United States of America P160-161

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.

Poerwandari. E. K. (2009). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).

Rutu, Yohana. N. O., et all. (2012). Hubungan antara Motivasi Kerja dengan Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman. Jurnal Medika Respati 4.

(42)
(43)

Lampiran 1. Justifikasi Anggaran

Judul : Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan Puskesmas Tentang Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol di Kabupaten Gianyar

Skema Hibah ; Hibah Unggulan Program Studi Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

Peneliti Pelaksana :

Nama Ketua : Rina Listyowati, S.SiT, M.Kes

NIDN : 0029057104

Nama Anggota I : dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH Tahun Pelaksanaan : Tahun ke-1 dari rencana satu tahun Dana Tahun Berjalan : Rp. 25.000.000,00

Dana mulai diterima

Material Justifikasi/Pemakaian Kuantitas

Harga

penggandaan proposal dan jilid 10 15.000 150.000 Foto copy

kuesioner

Untuk memperbanyak /

penggadaan kuesioner 400 lbr 200 80.000

Foto copy lembar

Buku ekspedisi Untuk mencatat laporan

penelitian 2 pcs 25.000 50.000

Buku Kwarto Untuk mencatat dan merekap

data wawancara 1 pcs 25.000 25.000

Bolpen Untuk responden menjawab

kuesioner 10 box 12.000 120.000

Flashdisk Untuk menyimpan laporan

penelitian 1 pcs 50.000 50.000

CD Untuk menyimpan laporan yang nantinya akan disetorkan ke LPPM,FK, PSKM, Dinkes & Kesbangpol Gianyar

20 pcs 8.000 160.000

(44)

Tinta Printer Canon Untuk prin out proposal dan

kuesioner 2 pcs 270.000 540.000

Leaflet Untuk diberikan di masing-masing puskesmas dan dinas kesehatan gianyar

14 pcs 200.000 2.800.000

Banner Untuk diberikan di masing-masing puskesmas dan dinas kesehatan gianyar

14 pcs 100.000 1.400.000

Pulsa HP Untuk biaya telp perjanjian ke puskesmas dan dinkes Gianyar

2 x

pembelian 220.000 220.000 Map Untuk wadah distribusi TOR ke

puskesmas dan dinas kesehatan 20 pcs 5.000 100.000

Amplop Untuk mengirim surat 1 box 20.000 20.000

Spidol snowman 5 warna

Untuk meganalisa data kualitatif

10 7.000 70.000

Alat perekam Untuk merekam wawancara

mendalam 2 pcs 1.000.000 2.000.000

Batu Baterai Untuk membantu alat perekam untuk merekam wawancara mendalam

4 pcs 10.000 40.000

Materai 3000 Untuk surat kontrak penelitian

& kwitansi 6 pcs 3.000 18.000 Survey pendahuluan Perjalanan survey data

pendahuluan dari Denpasar ke Puskesmas dan Dinkes Kab.Gianyar

4 150.000 600.000

Survey kuantitatif Perjalanan kegiatan penelitian dari Denpasar Kertas A4 Untuk print laporan

penelitian 2 rim 40.000 80.000

Tinta Print Canon Untuk print laporan hasil

penelitian 1 pcs 300.000 300.000

Fotocopy dan Jilid Laporan LPPM, FK dan

IKM 8 paket 60.000 480.000

(45)

puskesmas

Fotocopy dan jilid Laporan untuk Dinkes

Gianyar 2 paket 60.000 120.000

Fotocopy dan Jilid Laporan untuk

kesbangpolinmas 2 paket 60.000 120.000

Sub Total 1.880.000 5. Diseminasi

Pendaftaran Senastek Unud

Untuk mempublikasi hasil

penelitian 1 kali 1.000.000 1.000.000

Desiminasi hasil di Dinas Kesehatan

Mendesiminasikan hasil

(46)

Lampiran 2.

A. Kuesioner Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan Puskesmas Tentang Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol di Kabupaten Gianyar.

TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN PUSKESMAS TENTANG MANAJEMEN PENATALAKSANAAN KORBAN KERACUNAN ARAK

1. Berikut merupakan pernyataan yang benar tentang methanol, kecuali : a. Senyawa kimia yang didapatkan dari distilasi destruktif kayu b. Methanol banyak dipakai dalam cairan pembersih

c. Methanol berbau,tidak berasa,tidak berwarna

d. Metanol merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia C2H5OH 2. Dibawah ini adalah pernyataan yang benar tentang methanol, kecuali

a. Bukan dikonsumsi sebagai minuman, karena sifatnya yang lebih beracun dan dipakai sebagai bahan bakar seperti spiritus

b. Metanol banyak dipakai dalam cairan pembersih

c. Bisa diperoleh dari hasil fermentasi buah-buahan atau gandum dan lain-lain, dan banyak dikonsumsi sebagai minuman berakohol seperti bir, anggur (wine), brandy dan lain-lain.

d. Metanol tidak berbau, tidak berasa, tidak bewarna

3. Berikut merupakan perubahan yang terjadi dari arak ethanol menjadi arak methanol, kecuali :

a. Arak yang dicampur dengan bahan lain b. Arak yang terlalu lama disimpan

c. Kesalahan dalam proses pembuatan arak d. Arak yang bahan dasarnya tidak jelas

(47)

c. Pengelihatan kabur hingga buta d. Keram perut

6. Pemeriksaan yang spesifik untuk dapat menentukan bahwa pasien mengalami keracunan methanol adalah…

a. Pemeriksaan mata b. Pemeriksaan nadi

c. Pemeriksaan asam format dalam darah d. Pemeriksaan kimia darah

7. Antidot keracunan methanol yaitu femopizole dan :

a. Asam citrate c. Infus

b. Etanol d. Parapin

8. Apakah bahaya dari keracunan methanol? Kecuali :

a. Merusak retina mata sehingga pandangan kabur hingga buta permanen b. Metanol dimetabolisme oleh hati dan menghasilkan asam format c. Gangguan fungsi mitokondria pada saraf optic

d. Gangguan saluran pencernaan

9. Apakah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi methanol yang tepat? kecuali a. Pemberian ethanol sesuai dosis

b. Pemberian asam folat/folinic acid c. Memaksa untuk muntah

d. Melakukan tindakan hemodialisis

10.Penatalaksanaan awal pasien dengan suspek keracunan methanol adalah pemberian etanol. Apakah fungsi pemberian ethanol tersebut?

a. Mengahalangi metabolisme methanol didalam darah menjadi asam format b. Untuk proses penyembuhan pasien

c. Mengeluarkan ion asam d. Mengurangi rasa sakit

11.Berikut merupakan prinsip pertolongan pada keracunan. Yang tidak dilakukan pada pasien keracunan methanol yaitu?

a. Cathartic atau menguras isi lambung dengan menggunakan kateter lambung sebelum 3 jam

b. Neutralizer atau menetralkan racun dengan pemberian antidote khusus c. Mengencerkan bahan racun yang terkonsumsi

d. Semua jawaban salah

12.Penatalaksanaan pasien keracunan methanol yang dapat dilakukan di puskesmas yaitu:

a. Resusitasi, pemberian etanol

b. Hemodialisis, ,membilas isi lambung c. Terapi bikarbonat, hemodialisis d. Resusitasi, Hemodialisis

13.Penatalaksanaan definitif untuk keracunan methanol yaitu : a. Pemberian etanol secara oral maupun intravena

b. Hemodialisis

(48)

d. Pemberian infus

14.Apakah tujuan dilakukannya hemodialisis pada pasien dengan keracunan methanol? a. Untuk menggantikan fungsi ginjal yang mengalami kerusakan untuk mengganti

darah yang mengalami kerusakan akibat keracunan b. Mengatasi gejala asidosis dengan mengeluarkan ion asam

c. Memberikan tranfusi darah pada saat hemodialisis untuk mengganti darah yang mengalamin keracunan

d. Untuk mengeleminasi asam format

15.Hemodialisis dapat dilakukan apabila kadar methanol dalam darah melebihi….. a. 20mg/dL

b. 40mg/dL c. 50mg/dL d. 70mg/dL

16.Apakah terapi suportif untuk intoksikasi methanol? a. Menghentikan ADH

b. Proteksi jalan nafas,oksigen,cairan c. Koreksi terhadap asidosis

d. Degradasi asam format

17.Proses metabolisme methanol menjadi asam format dilakukan dimana? a. Lambung

b. Hati c. Usus d. Pankreas

18.Berikut ini adalah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi metanol, kecuali: a. Kena mata : irigasi dengan air bersih /nacl 0,9%

b. Kulit : segera guyur dengan air

c. Pakaian terkontaminasi jangan dilepas d. Pencernaan : pengosongan lambung

19.Berikut ini adalah hal penting yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus keracunan arak metanol, yaitu:

a. Bekerja sama dengan pihak berwajib untuk merazia penjual miras b. Memberikan penyuluhan mengenai bahaya alcohol dan methanol c. Melarang menjual miras di daerah Gianyar

d. Membuat perda tentang pelarangan alkohol dan minuman keras lainnya

20.Selain dilakukan hemodialisis, penatalaksanaan keracunan methanol dapat dilakukan dengan memberikan metilprednisolon atau prednisone. Adapun tujuan pemberiannya, yaitu:

a. Mengurangi edema papil saraf optik yang terjadi pada fase akut sehingga diharapkan mencegah terjadinya kebutaan

b. Menghambat terjadinya asidosis metabolic c. Memperlambat metabolisme asam format

(49)

Lampiran 4

Kunci Jawaban Angket Penelitian

(50)

B. Lembar Informasi Wawancara Tenaga Kesehatan Mengenai Bahaya Keracunan Arak Metanol Di Seluruh Puskesmas Kabupaten Gianyar

Bapak/Ibu sebagai petugas fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas) di Kabupaten Gianyar, saya harapkan partisipasinya dalam wawancara ini untuk mengetahui

“Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan Puskesmas Tentang Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol”

Latar Belakang dan Tujuan Penelitian

Minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan. Di Bali, masyarakat menyebut minuman tradisional yang mengandung alkohol dengan istilah arak. Arak Bali sudah terkenal sejak lama sebagai minuman keras yang luar biasa. Namun dalam peredarannya di pasar, terdapat beberapa arak yang di dalamnya terdapat kandungan metanol.

Kesalahan dalam proses distilasi akan menyebabkan adanya kandungan metanol yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Metanol sering disalah gunakan sebagai bahan pembuat minuman keras. Metanol digunakan sebagai pengganti etanol karena disamping harganya yang relatif lebih murah juga akibat ketidak pahaman akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kedua zat tersebut, sehingga banyak yang beranggapan bahwa sifat dan fungsi metanol adalah sama dengan etanol.

Banyak kasus terkait dengan keracunan arak metanol sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini yang mengakibatkan terjadinya keracunan pada beberapa wisatawan dan penduduk setempat, bahkan terdapat beberapa kasus hingga menyebabkan kematian. Dalam hal ini petugas kesehatan di tingkat pertama yaitu puskesmas perlu mengetahui dan memahami bagaimana manajemen atau tindakan penanganan pasien kasus keracunan arak metanol.

Sehubungan dengan hal diatas, maka peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan petugas kesehatan puskesmas mengenai manajemen penatalaksaaan korban keracunan arak metanol.

Pertanyaan dalam Wawancara

Bapak/Ibu akan diberikan beberapa pertanyaan yang terdapat di pedoman wawancara. Adapun pertanyaan tersebut terdiri dari pertanyaan-pertanyaan mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol. Waktu yang dibutuhkan untuk wawancara ini adalah sekitar ±30 menit.

Privasi dan Kerahasiaan Informasi

(51)

C. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Formulir Persetujuan Penelitian (

Informed Consent

)

TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN PUSKESMAS TENTANG MANAJEMEN PENATALAKSANAAN KORBAN KERACUNAN

ARAK METANOL DI KABUPATEN GIANYAR

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur : tahun

Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan Pendidikan terakhir :

Pekerjaan :

Alamat Puskesmas :

Setelah mendapatkan penjelasan dan informasi dari peneliti mengenai maksud dan tujuan diadakannya penelitian ini, yaitu untuk mengetahui “Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan Puskesmas Tentang Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan ArakMetanol di Kabupaten Gianyar”, dengan ini, maka saya bersedia untuk menjadi informan kunci / responden penelitian untuk diwawancarai. Saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti menurut pengetahuan dan pengalaman sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh dengan kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Gianyar , ………..2015

Responden Penelitian,

(52)

D. Pedoman Wawancara

Petunjuk Pelaksanaan

1. Perkenalkan diri dan sampaikan salam serta ucapan terimakasih kepada informan atas ketersediaanya meluangkan waktu untuk diwawancarai.

2. Menjelaskan tujuan wawancara, yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan petugas kesehatan puskesmas tentang manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol.

3. Menjelaskan bahwa informasi ini akan digunakan untuk kepentingan penelitian. “Untuk itu, saya mohon kesediaan saudara untuk diwawancarai. Identitas Saudara dalam wawancara ini akan dijamin kerahasiaannya dan semua informasi yang diperoleh dari wawancara ini hanya akan dipergunakan untuk penelitian”.

4. Sampaikan bahwa informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan serta saran-saran yang berkaitan dengan topik penelitian.

5. Minta kepada responden untuk menandatangani informed consent.

6. Catat seluruh pembicaraan yang ada dan untuk membantu proses pencatatan gunakan tape recorder untuk merekam seluruh isi pembicaraan.

7. Apabila informan memiliki waktu yang terbatas, mintalah waktu lain untuk melanjutkan wawancara sesuai dengan ketersediaan informan

Identitas Responden

Data umum yang perlu dicatat setiap kali melakukan wawancara adalah : Nomor urut responden :

(53)

keracunan arak metanol? 2. Apakah para staf&petugas

kesehatan diwilayah kerja anda mampu menangani pasien tersebut?

3. Apakah terdapat kendala yang anda hadapi ketika menangani pasien yang mengalami keracunan arak?

4. Menurut anda apakah terdapat obat/antidote untuk pasien yang mengalami keracunan metanol?

5. Menurut beberapa para ahli, etanol (minuman beralkohol) merupakan salah satu antidote, menurut pendapat anda apakah perlu menyediakan etanol di setiap puskesmas?

6. Mengingat etanol merupakan minuman

Gambar

Tabel 1 Besar Sampel  Tiap Puskesmas
Tabel 1. Karakteristik Petugas Puskesmas di Kabupaten Bangli
Tabel 2.  Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Mengenai 3 Aspek Pengetahuan Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol
Tabel 3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Keracunan Methanol) Menurut Kelompok Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research). Sifat penelitian ini yaitu deskriptif. Sumber data yang diperoleh melalui sumber data primer dan

Contoh diambil dari setiap kemasan. a) Ambil contoh dari setiap kemasan dengan suatu alat pipa logam tahan karat atau pipa gelas yang mempunyai panjang 125 cm dan diameter 2 cm.

Munculnya kesamaan morfologi antar individu pohon pinus yang diamati dipengaruhi oleh adanya faktor tempat tumbuh dimana individu-individu tersebut diambil pada

Sikap yang ditunjukkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam VIII adalah bentuk integrasi nasional (menyatu)

bangunan dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan koefisien type bangunan, koefisien guna bangunan, Koefisien kelas jalan Koefisien tingkat bangunan, koefisien luas

[r]

Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari