MODEL PENDAMPINGAN BISNIS EKONOMI KREATIF SEKTOR PARIWISATA SECARA INTEGRATIF
Studi kasus pada pelaku bisnis ekonomi kreatif di Malang
Jeni Susyanti
Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Malang , Malang* jeni@adconsulting.co.id
Abstrak
Penelitian ini mengangkat problematicpada pelaku ekonomi kreatif sektor pariwisata, model pendampingan bisnis ekonomi kreatif dan memunculkan industry kreatif yang menjadi action industry kreatif. Jenis penelitian deskriptifdilakukan dengan desk evaluasi dengan design penelitian. Menurut Coper dan Emory (2009:122) design penelitianmerupakan cetak biru yang memberikan garis dari setiap prosedur, mulai dari hipotesis (jika ada) sampai kepada analisis data. Penelitian juga merujuk pendapat Susman (1983)melalui model diagnosis problematika sampai dengan monitoring dan evaluasi untuk mencapai target dan Analisis Data dengan pendekatan kualitatif menurut Miles dan Huberman (1992)
Responden teridentifikasi katagori sangat baik dengan score 4,20 -5,00 dalam mengembangkan bisnis ekonomi kreatif; belajar secara otodidak berbisnis. Dari sisi problamatik usaha masuk katagori masuk katagori buruk dengan score 1,81 - 2,60 adalah menjual barang secara kredit, mengacu pendapat Tarigan (2012). Pada sebanyak 17,4% responden yang disebutkan terdapat kendala di bidang keuangan, produksi, dan Sumber daya manusia (SDM). Model pendampingan bagi Pengelolaan Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata secara Integratif yaitu bangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple helixyang terdiri dari Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri kreatif.Adapun pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata menginginkan ketertiban administrasi usaha, membutuhkan pendampingan usaha.
Kata kunci: model integratif, ekonomi kreatif.
1. Pendahuluan
Sektor ekonomi kreatif ini sangat berpotensi menjadi kekuatan dahsyat untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju, karena sebagian besar ekonomi kreatif digerakkan oleh kaum muda dan pelaku UMKM. Oleh karena itu ekonomi kreatif perlu dijadikan sebagai salah satu sektor yang harus didorong perkembangannya.
Kementerian KUKM (Koperasi dan Usaha Kecil Menegah) memperkirakan kontribusi KUKM bisa mencapai 57 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) dengan jumlah unit usaha mencapai 55 juta unit.Sektor ekonomi kreatif memiliki dampak yang cukup besar bagi perekonomian usaha kecil dan menengahPengembanganekonomi kreatif sebanyak 2,4 Juta UMKM/Tahun (Jatim) yang nantinya akan menjadikan industri kreatif di bidang pariwisata dalam pembuatan dan penjualan barang outdoor ini merupakan potensi pengembangan usaha pariwisata yang diharapkan menjadi penambahan masukan bagi Negara melalui pajak dan retribusi daerah. Mari Elka Pangestu (2011) menyebutkan secara nasional ekonomi kreatif menyumbang 7,6
persen dari produk domestik bruto (PDB) dan 7,5 persen pada angkatan kerja.
Ekonomi kreatif sektor pariwisata yang diharapkan semakin meningkatkan perekonomian kota Malang, utamanya terhadap pengembangan ekonomi berbasis UMKM melalui peningkatan masukan bagi daerah melalui pajak dan mengurangi jumlah pengangguran daerah.
Rumusan masalah yang ingin dikaji adalah bagaimana identifikasi pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata ?, bagaimana problematik bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata?, dan bagaimana pendeskripsian model pendampingan pengelolaan bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata secara integratif ?
Sektor ekonomi kreatif memiliki dampak
yang cukup besar bagi perekonomian usaha
kecil dan menengah, karena sebagian besar
ekonomi kreatif digerakkan oleh kaum muda
yang berusia antara 26 – 30 tahun
sebesar26,1% dan berusia antara 31 – 35
tahun sebesar 32,6%,dan pelaku UMKM
sebesar 67,4 %. Sektor ini sangat
berpotensi menjadi kekuatan dahsyat untuk
mendorong Indonesia menjadi negara maju,
beberapa produk UMKM seperti produk
kerajinan dan fashion memiliki peluang yang sangat besar dalam menembus pasar ekspor.
Integrasi dari semua pemangku kepentingan, dalam mengatasi berbagai tantangan yang berpotensi menjadi penghambatpengembangan ekonomi kreatif sangat diperlukan oleh pelaku bisnis ekonomi kreatif. Dukungan Intelektual (Akademisi), dukungan pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat menggerakkan bisnis ekonomi kreatif dan industry kreatif.
2. Kajian Literatur
Ekonomi Kreatif sebagai konsep ekonomi yang mengutamakan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) dalam kegiatan ekonominya. Howkins (2001) menyebutkan ekonomi baru telah muncul seputar industri kreatif,yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain.
Untuk menggerakkan industry kreatif diperlukan beberapa faktor pendukung, diantaranya arahan edukatif, memberikan penghargaan terhadap insan kreatif, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif (Anggraeni, 2008).Richard Florida (2004) meramalkan bahwa tempat-tempat dan kota-kota yang mampu menciptakan produk- produk baru inovatif dan tercepat akan menjadi pemenang di era ekonomi kreatif.
Industri kreatif di Indonesia menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008) dapat didefinisikan sebagai “Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut“. Sub sector yang merupakan industry berbasis kreativitas adalah: periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, video,film dan fotografi, permainan interaktif, music, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan computer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan.
Model pengembangan ekonomi kreatif yang dikembangkan untuk Indonesia berupa bangunan yang terdiri dari komponen pondasi, 5 pilar, dan atap yang salingmenguatkan sesuai dengan(Sumber Daya) ,Institution, Financial Intermediary, diatasnya terdapat Atap: Bangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple
helixyang terdiri dari Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri kreatif.
Intellectual, kaum intelektual yang berada
pada institusi pendidikan formal, informal dan non formal yang berperan sebagai pendorong lahirnya ilmu dan ide yang merupakan sumber kreativitas dan lahirnya potensi kreativitas insan Indonesia.
Business, pelaku usaha yang mampu
mentransformasi kreativitas menjadi bernilai ekonomis. Government, pemerintah selaku fasilitator dan regulator agar industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang.
Analisis Triple Helix pertama kali diungkapkan oleh Henry Etzkowitz dan Loet Leydesdorff, dan kemudian diulas lebih lanjut oleh Gibbons et al (1994) dalam The New Production of Knowledge dan Nowotny et al (2001) dalam Re-Thinking Science.Dalam ekonomi kreatif, sistem Triple Helix menjadi payung yang menghubungkan antara Cendekiawan (Intellectuals), Bisnis (Business), dan Pemerintah (Government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif. Di mana ketiga helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas, ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif. Hubungan yang erat, saling menunjang, dan bersimbiosis mutualisme antara ke-3 aktor tersebut dalam kaitannya dengan landasan dan pilar- pilar model ekonomi kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif yang kokoh dan berkesinambungan.
3. Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Coper dan Emory (2009:122) mengemukakan bahwa design penelitian pada dasarnya, pertama, merupakan rencana untuk memilih sumber-sumber dan jenis informasi yang akan dipakai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kedua, merupakan kerangka kerja untuk merinci hubungan-hubungan antara variabel dalam kajian tersebut.
Ketiga, merupakan cetak biru yang memberikan garis dari setiap prosedur, mulai dari hipotesis (jika ada) sampai kepada analisis data.
Jenis data dalam penelitian ini
dibedakan menjadi dua, yaitu data primer
dan data sekunder (Indriantoro dan
Supomo, 2002:147). Data primer berasal
dari responden berupa: identifikasi usaha,
problematik usaha yang dapat berupa opini
responden. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari Kantor Disperindag Kota dan Kabupaten Malang berupa nama dan alamat Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata, jenis bisnisnya, dan jumlah karyawan. Selain itu, juga diperoleh dari kantor dimana Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata berada, berupa profil bisnisnya dan jenis-jenis kegiatannya. Teknik pengumpulan data berupa: identifikasi usaha, problematik usaha dilakukan dengan cara pemberian kuisioner, wawancara dengan responden yang ada di daerah lokasi penelitian dan melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti untuk menyakinkan atas data yang diperoleh. Sedangkan teknik pengumpulan data yang terkait dengan model pendampingan pengelolaan bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti. Pada pelaku bisnis melalui pencatatan atau memfoto copy atas dokumen-dokumen yang terkait dengan profil bisnisnya dan jenis- jenis kegiatannya. Intelektual melalui pengamatan tridharma perguruan tinggi dan pada pemerintah melalui regulasi dan fasilitas bagi pelaku bisnis ekonomi kreatif.
3.2. Definisi Operasional Variabel
Indriantoro dan Supomo (2002:69) mengemukakan bahwa definisi operasional variabel adalah penentuan construct (pengukuran variabel), definisi operasional variabel pengelolaan bisnis ekonomi kreatif dalam penelitian terdiri dari: (1) identifikasi usaha merupakan kegiatan untuk mengumpulkan dan mengenal tentang permasalahan yang dialami oleh pelaku bisnis ekonomi kreatif, apa yang menjadi pendukung dan penghambat pelaksanaan bisnis. Dalam melakukan identifikasi usaha digunakan kuisioner mencakup 15 butir pernyataan, tentang kesadaran pengembangan Bisnis Kreatif, keterkaitan pelaku bisnis ekonomi kreatif dengan komunitas sesama pelaku usaha dibidang ekonomi kreatif, sifat otodidak dalam pengembangan usaha, pengembangan usaha secara individual, pemasaran barang secara mandiri, pengelolaan keuangan usaha secara mandiri, selain itu juga kemampuan pelaku bisnis ekonomi kreatif untuk memiliki tempat usaha sendiri, menjual barang untuk keperluan outdoor, menjual jasa penunjang pariwisata. Konteks sebagai produsen atau penjual (distributor/sales) juga dijadikan tolok ukur industry kreatif yaitu dengan membeli dari pihak lain barang dagangan, memproduksi sendiri barang keperluan outdoor. Wilayah sebagai acuan sebagai dasar pemetaan
selera masyarakat terhadap produk yang dihasilkan pelaku bisnis ekonomi kreatif, diantaranya dengan pertanyaan terhadap penjualan hasil produk usaha di wilayah Malang, di wilayah JawaTimur dan di luar wilayah JawaTimur.
(2) problematik usaha, merupakan permasalahan atau hal yang belum dapat dipecahkan oleh pelaku ekonomi kreatif.
Problem dari pelaku bisnis ekonomi kreatif dalam penelitian mencakup 14 butir pernyataan,terdiri dari aspek pemasaran, yang terdiri darimenjual barang secara tunai, menjual barang secara kredit, mencatat penjualan secara sederhana (manual), mencatat penjualan secara computerized.
Aspek keuangan, yang terdiri darimencatat biaya secara sederhana (manual), mencatat biaya secara computerized, menggunakan pembukuan untuk mengetahui keuntungan usaha, mengetahui kewajiban perpajakan, mengerti cara mengisi SPT (Surat Pemberitahuan), melakukan pembukuan secara mandiri. Aspek sumber daya manusia (SDM), yang terdiri dari memiliki karyawan untuk membantu pembukuan, memiliki karyawan untuk membantu administrasi perpajakan.Adapun pelaku bisnis menginginkan ketertiban administrasi usaha, membutuhkan pendampingan usaha.(3) model pendampingan merupakan acuan atau pola pendampingan dari pengelolaan ekonomi kreatif yang dikembangkan untuk Indonesia berupa bangunan yang terdiri dari komponen pondasi, pilar, diatasnya terdapat atap.
Bangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple helix yang terdiri dari Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah) yang berjalan terintegrasi, yaitu ketiganya saling menguatkan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Dalam setiap butir pernyataan identifikasi usaha dan problematik usaha, responden disediakan 5 alternatif jawaban, yaitu untuk jawaban selalu (SL) diberi skor 5, untuk jawaban sering (SR) diberi skor 4, untuk jawaban kadang-kadang (KK) diberi skor 3, untuk jawaban hampir tidak pernah (HTP) diberi skor 2, dan untuk jawaban tidak pernah (TP) diberi skor 1.
Berdasarkan jawaban responden
tersebut dapat ditentukan (diukur) distribusi
frekuensi jawaban responden, sehingga
dapat diketahui apakah pengelolaan bisnis
ekonomi kreatif telah dilakukan dengan baik
(ditunjukkan dengan skor tinggi) atau
pengelolaan bisnis ekonomi kreatif telah
dilakukan dengan tidak baik (ditunjukkan
dengan skor rendah). Untuk menentukan baik tidaknya pengelolaan bisnis ekonomi kreatifyang dilakukan oleh manajemen, menurut Tarigan (2012) ditentukan dengan formula sebagai berikut:
(skor tertinggi – skor terendah) (5 -1)
Range = = =0,8 banyaknya kategori jawaban 5
Tabel 1: Penentuan Tingkat Persepsi Responden Rentang rata-rata skor
jawaban responden
Tingkatpersepsi responden
1,00 – 1,80 Sangat buruk
1,81 – 2,60 Buruk
2,61 – 3,40 Cukup baik
3,41 – 4,20 Baik
4,20 – 5,00 Sangat baik Sumber: Tarigan (2012)
3.4. Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman (1992:15-20) langkah-langkah analisis data dengan pendekatan kualitatif dijelaskan sebagai berikut.
1) Reduksi Data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data/proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir.
2) Penyajian Data, merupakan sekumpulan informasi yang disusun, sehingga dapat member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dapat dilakukan dengan grafik, tabulasi, matriks, jaringan, dan bagan.
3) Menarik Kesimpulan, dari pengumpulan data, penganalisis kualitatif mulai mencari arti atas pola-pola, penjelasan, konfigurasi- konfigurasi yang mungkin, dan alur sebab- akibat. Penarikan kesimpulan, hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Masalah yang muncul dari data harusdiuji kebenarannya dan kecocokannya.
Jika tidak demikian, maka cita-cita yang menarik mengenai sesuatu yang terjadi, tetapi tidak jelas kebenarannya dan kegunaannya. Berpijak pada tiga hal di atas dapat diringkas dalam gambar berikut.
Gambar 1: Analisis Data DenganPendekatan Kualitatif
Sumber: Miles dan Huberman (1992:20)
Proses penelitian tersebut merujuk pada pendapat Susman (1983) dengan mengembangkan model sebagai berikut:
1) diagnosis problematika (identifikasi dan kodifikasi masalah), 2) rencana, tindakan, 3) pelaksanaan (pendampingan),
4) penyusunan indikator keberhasilan (pelatihan), 5) monitoring dan evaluasi, yang kesemua proses ini digunakan untuk mencapai target yang sudah digariskan.
4. Hasil Penelitian
4.1.Identifikasi
Usaha Pelaku Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata
Dengan mengacu pada Tarigan (2012), maka data skor jawaban responden terkaitidentifikasi usaha pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata dari sisi pengembangan bisnis ekonomi kreatif memiliki skor bervariatif dari buruk sampai dengan sangat baik.
Adapun dari hasil jawaban responden yang masuk katagori buruk dengan score 1,81 - 2,60 adalah Saya memproduksi sendiri barang keperluan outdoor.
Sedangkan yang masuk katagori cukup baik dengan score 2,61 - 3,40 adalah Saya memiliki tempat usaha sendiri; Saya menyewa tempat usaha; Saya menjual barang untuk keperluan outdoor; Saya menjual jasa penunjang pariwisata untuk keperluan outdoor.
Berdasarkan jawaban responden yang masuk katagori baik dengan score 3,41 - 4,20 adalah Saya mengembangkan usaha secara individual; Saya melakukan pemasaran barang secara mandiri; Saya membeli dari pihak lain barang dagangan;
Saya menjual hasil produk usaha di wilayah JawaTimur; Saya menjual hasil produk usaha di luar wilayah JawaTimur.
Sedangkan yang masuk katagori sangat baik dengan score 4,20 -5,00 adalah Sebagai pemilik usaha saya mengembangkan bisnis ekonomi kreatif;
Saya memiliki komunitas sesama pelaku usaha dibidang ekonomi kreatif; Saya belajar secara otodidak untuk mengembangkan usaha; Saya melakukan pengelolaan keuangan usaha secara mandiri; Saya menjual hasil produk usaha di wilayah Malang.
Secara keseluruhan dapat terlihat bahwa pada sebagian besar responden berusaha untuk mengembangkan bisnis ekonomi kreatif baik secara mandiri maupun berkelompok dan melakukan pemasaran barang secara mandiri, sehingga jangkauan pasar relatif terbatas di sekitar Malang Raya.
Pengum pulan
data
Reduksi data
Penyajia n data
Penarikan kesimpula
n
4.2.Problematik Pelaku Ekonomi Kreatif
Problem dari pelaku bisnis ekonomi kreatif dalam penelitian ini terdiri dari aspek pemasaran, Aspek keuangan, Aspek sumber daya manusia (SDM). Berdasarkan pertanyaan kendala usaha lainnya pada sebanyak17,4%responden yang memproduksi produk ekonomi kreatif sektor pariwisata, disebutkan terdapat kendala di bidang produksi yaitu: design produk, kualitas bahan baku,di bidang Sumber daya manusia (SDM): sulitnya penjahit yang berkualitas pengerjaan barang-barang outdoor, pemotong bahan baku yang efisien, kurangnya SDM yang memiliki pemahaman terhadap pencatatan usaha ataupun pembukuandan pemahaman terhadap kewajiban perpajakan yang harus dilakukan.
Disamping yang tidak kalah pentingnya adalah kekurangan modal usaha untuk mengembangkan produk.
Dengan mengacu pada Tarigan (2012), maka data skor jawaban responden tampak bahwa problematik usaha pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata cukup bervaraitif dari katgori buruk sampai dengan sangat baik.
Adapun masuk katagori buruk dengan score 1,81 - 2,60 adalah Saya menjual barang secara kredit. Sedangkan masuk katagori cukup baik dengan score 2,61 - 3,40 adalah Saya mencatat penjualan secara computerized; Saya mengerti cara mengisi SPT (Surat Pemberitahuan); Saya memiliki karyawan untuk membantu pembukuan; Saya memiliki karyawan untuk membantu administrasi perpajakan.
Hasil jawaban responden masuk katagori baik dengan score 3,41 - 4,20 adalah Saya mencatat penjualan secara sederhana (manual); Saya mencatat biaya secara computerized; Saya mengetahui kewajiban perpajakan; Saya membutuhkan pendampingan usaha. Sedangkan jawaban responden yang masuk katagori sangat baik dengan score 4,20 - 5,00 adalah Saya menjual barang secara tunai; Saya menggunakan pembukuan untuk mengetahui keuntungan usaha; Saya melakukan pembukuan secara mandiri;
Saya menginginkan ketertiban administrasi usaha.
Berdasar dari jawaban kuisioner respondenjuga dapat diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan pencatatan penjualan secara manual dan tidak computerized dan telah membuat pembukuan untuk mengetahui keuntungan usaha. Akan tetapi perlu pendampingan dalam melakukan pencatatan keuangan
(pembukuan) atau penyusunan SPT karena sebagian responden masih belum mengerti cara melakukan pencatatan keuangan (pembukuan) atau penyusunan SPT.
Pelaku bisnis ekonomi kreatif yang menjadi responden menginginkan ketertiban administrasi, walaupun sebagian besar responden masih pembukuan secara mandiri.Penambahan karyawan pembukuan dan administrasi perpajakan juga telah dilakukan pada sebagian kecil responden.
4.3 Model Pendampingan bagi Pengelolaan Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata secara Integratif
Berdasarkan hasil penelitian tampak pelaku bisnis ekonomi kreatif yang menjadi responden sebagian besar telah memiliki tempat usaha sendiri, menjual barang untuk keperluan outdoor, menjual jasa penunjang pariwisata.Sebagian memproduksi sendiri barang keperluan outdoor dan mampu menjual hasil produk usaha di wilayah Malang, di wilayah JawaTimur dan di luar wilayah JawaTimur.
Berdasarkan pertanyaan kendala usaha lainnya pada sebanyak17,4%
responden yang memproduksi produk ekonomi kreatif sektor pariwisata, disebutkan terdapat kendala di bidang produksi yaitu: design produk, kualitas bahan baku, di bidang Sumber daya manusia (SDM): sulitnya penjahit yang berkualitas pengerjaan barang-barang outdoor, pemotong bahan baku yang efisien, kurangnya SDM yang memiliki pemahaman terhadap pencatatan usaha ataupun pembukuandan pemahaman terhadap kewajiban perpajakan yang harus dilakukan.
Disamping yang tidak kalah pentingnya adalah kekurangan modal usaha untuk mengembangkan produk.
Kontinuitas dalam berbisnis dapat terlihat pada sebagian besar responden yang melakukan pencatatan penjualan secara manual dan tidak computerized, walaupun telah membuat pembukuan untuk mengetahui keuntungan usaha. Akan tetapi perlu pendampingan dalam melakukan pencatatan keuangan (pembukuan).
Model pendampingan bagi
Pengelolaan Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor
Pariwisata secara Integratif yang perlu
dilakukan menyesuaikan model
pengembangan ekonomi kreatif yang
dikembangkan untuk Indonesia,
yaitubangunan ekonomi kreatif ini dipayungi
oleh interaksi triple helix yang terdiri dari
Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis),
dan Government (Pemerintah) sebagai para
aktor utama penggerak industri kreatif.
Dukungan Intelektual (cendekiawan) yang berada pada institusi pendidikan formal, informal dan non formal. Pelaku bisnis ekonomi kreatif sebagai pihak yang mentransformasikan ide, kreativitas, inovasi menjadi produk yang bernilai jual, Dukungan pemerintah sebagai actor penggerak utama dan fasilitator industry kreatif melalui pengaturan regulasi,penciptaan konektivitas ekonomi kreatif dengan penetapan destinasi pariwisata,sebagai venue untuk memulai proses produksi, distribusi sekaligus pemasarannya dari bisnis ekonomi kreatif dan industry kreatif.
Oleh karena itu, diperlukan adanya integrasi dari semua pemangku kepentingan, dalam mengatasi berbagai tantangan yangberpotensi menjadi penghambatpengembangan ekonomi kreatif.Pengelolaan bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata secara integratif dari seluruh pihak terkait.
INTELECTUAL:
institusipendidikan formal, informal dan non
formal
ACTION INDUSTRI
KREATIF
EKONOMI KREATIF SEKTOR PARIWISATA
ASPEK PENCATATAN KEGIATAN USAHA, PEMBUKUAN USAHA, SAMPAI DENGAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN UJI COBA PENDAMPINGAN MELALUI SUMBER DAYA INSANI
MODEL PENDAMPINGAN INTERAKSI TRIPLE HELIX
BUSINESS: Pihakyang mentransformasikanide, kreativitas, inovasi menjadi produk yang bernilai jual
GOVERNMENT: Dukungan pemerintah sebagai actor penggerak utama dan fasilitator industry kreatif Pengembangan kurikulum
perkuliahan, penelitian, pengabdian masyarakat, penyuluhan, membantu peningkatan keterampilan pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata dalam mengelola keuangan (manajemen keuangan), keterampilan atau keahlian memasarkan (manajemen pemasaran), serta penguasaan keterampilan operasi/produksi dan membantu meningkatkan Sumber daya manusia (SDM) dari pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata
Mengikuti informasi pasar, menguasai tehnologi untuk mencari sumber inspirasi, peningkatan pengetahuan dan keterampilanuntuk inovasi produk dan manajemen bisnis juga diperlukan untuk kontinitas usaha dan membuat usaha tumbuh menjadi besar dan kokoh.Pemanfaatan jaringan bisnis juga bisa dijadikan sarana untuk menggali informasi dan marketing produk.Utamanya dalam mengembangkan barang dan jasa kreatif secara self development, melakukan pencatatan usaha atau pembukuan, mengikuti aturan pemerintah dari sisi perpajakan, mengembangkan kapasitas usaha dari pengusaha besar ke pengusaha kecil, memfasilitasi
promosi dengan pemanfaatan
onlinemarketingadalah langkah yang perlu diprioritaskan pelaku binis ekonomi kreatif.
melalui pengaturan regulasi, diantaranya regulasi penyederhanaan perpajakan dan regulasi dalam hal pembiayaan bagi usahaekonomi kreatif karena sebagianbesarpelaku ekonomi kreatif saat ini sulit mengakses lembaga keuangan padahal mereka memiliki badan hukum yang legal.
Penciptaankonektivitas ekonomi kreatif dengan penetapan destinasi pariwisata,sebagaivenue untuk memulai proses produksi, distribusi sekaligus pemasarannya dari bisnis ekonomi kreatif dan industry kreatif.
Gambar 2: Model Pendampingan Bisnis Ekonomi Kreatif Secara Integratif
Sumber: Rancangan Peneliti (2014)
Penerapan model pendampingan diharapkan menunjang pembangunan dan pengembangan ipteks-sosbud, sekaligus memberikan konstribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah, peningkatan pendapatan daerahsecara khusus dan secara umum pada peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana cita-cita didirikannya Negara Indonesia yang dituangkan dalam dasar negara kita yaitu Pancasila.
5. Simpulan
1. Identifikasi pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata
hasil jawaban responden yang masuk katagori sangat baik dengan score 4,20 -5,00 adalah Sebagai pemilik usaha saya mengembangkan bisnis ekonomi kreatif; memiliki komunitas sesama pelaku usaha dibidang ekonomi kreatif;
belajar secara otodidak untuk mengembangkan usaha; melakukan pengelolaan keuangan usaha secara mandiri; dan menjual hasil produk usaha di wilayah Malang.
2. Problematik bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata
Data skor jawaban responden tampak bahwa pada problamatik usaha pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata cukup bervaraitif dari katgori buruk sampai dengan sangat baik. Adapun masuk katagori buruk dengan score 1,81 - 2,60 adalah menjual barang secara kredit.
3. Model Pendampingan bagi Pengelolaan Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata secara Integratif
Model pendampingan bagi Pengelolaan Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata secara Integratif yang perlu dilakukan menyesuaikan model pengembangan ekonomi kreatif yang dikembangkan untuk Indonesia, yaitubangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple helix yang terdiri dari Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri kreatif.
6. Daftar Pustaka
Anggraeni, Nenny. Industri Kreatif. Jurnal ekonomi, desember 2008, volume XIII No.3
Ardiana I.D.K.R, Brahmayanti I.A, & Sibaedi, Maret 2010.“Kompetensi SDM UKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UKM di Surabaya”.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan.Vol. 12, No.01, hal. 42.
Cooper, Donald R dan C. William Emory. 2009.
Metode Penelitian Bisnis. Jilid 1. Edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Erlangga.
Jakarta
Faisal, Sanapiah. 2010. Format-format Penelitian Sosial. Dasar-dasar dan aplikasinya.
Rajawali Pers. Jakarta
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002.
Metodologi Penelitian Bisnis untuk
akuntansi & manajemen, BPFE.
Yogyakarta
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025.WWW.Deperindag.go.id
Howkins, John.2001. Creative Economy, How People makeMoney from Ideas. Penguin
Imamah Nurul, September 2008. “Peranan Business Development Service dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah di Wedoro Centre WaruSidoarjo”.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan.Vol. 10, No.02.
Manurung, Adler Haymans, 2005. Bisnis UKM (Usaha Kecil Menengah). Penerbit Kompas. Jakarta.
Malsayah, Susylo. 2011. Ekonomi Kreatif Harus
Jelas Arah dan
Tujuannya.www.sentrakukm.com. Selasa, 04 Januari 2011
Mustikasari, Elia. 2007. Kajian Empiris tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya.Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.Hal.1-41.
Meredith. Geoffrey G, 2000. Kewirausahaan.Seri Manajemen Strategis No. 1, Jakarta.
Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman.
1992. Analisis Data Kualitatif. UI Press.
Jakarta
Nazir, Moh. 2010. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta
Tarigan, Yuike Arianti. 2012. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara. SKRIPSI.
Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara