• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annum L.)"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus: Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

REIGANA GABRIEL LAURENS 130304093

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

(Studi Kasus: Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

REIGANA GABRIEL LAURENS 130304093

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk DapatMemperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Medan

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

Nama : Reigana Gabriel Laurens

NIM : 130304093

Program Studi : Agribisnis

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Ir. Luhut Sihombing, M.P) (Dr. Ir. Salmiah, M.S NIP. 196510081992031001 NIP. 195702171986032001

)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agribisnis

( Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec NIP: 196304021997031001

)

(4)

REIGANA GABRIEL LAURENS (130304093), Dengan Judul Skripsi Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Cabai Merah (Capsicum annum L.) (Studi Kasus : Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat). Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dan Diterima UntukMemenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana.

Pada Tanggal : 11 Agustus 2017

Panitia Penguji Skripsi :

Ketua : (Ir. Luhut Sihombing, M.P NIP. 196510081992031001

)

Anggota : 1.( Dr. Ir. Salmiah, M.S NIP. 195702171986032001

)

2.( Ir. M. Jufri, M.Si NIP. 196011101988031003

)

3.(HM. Mozart B. Darus, M.Sc NIP. 196210051987031005

)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agribisnis

(5)
(6)

REIGANA GABRIEL LAURENS (130304093) dengan judul skripsi “Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Cabai Merah (Capsicum annum L.)”(Studi Kasus : Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat) dibawah bimbingan Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar pendapatan usahatani cabai merah dan menganalisis kelayakan finansial serta break event point (titik impas) usahatani cabai merah di Desa Telaga Jenih, Kecamatan Secanggang,Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purvosive(sengaja). Penentuansampel penelitian menggunakan metode sensusyaitu sebanyak 32 petani cabai merah. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis usahatani, analisis kelayakan finansial, dan analisis break event point. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendapatan usahatani cabai merah menguntungkan yaitu sebesar Rp. 21.183.270 per petani per musim tanam atau sebesar Rp. 90.052.052,51per hektar per musim tanam dan usahatani cabai merah tergolong layak diusahakan secara finansial (R/C = 3,10 dan B/C = 2,10) sertatelah melewati titik impas produksi dan titik impas harga (BEP Produksi = 664,31 Kg dan BEP Harga = Rp. 5.065/Kg).

Kata Kunci : Cabai Merah, Pendapatan, Kelayakan Finansial, Nilai Titik Impas

(7)

REIGANA GABRIEL LAURENS (130304093) with the research entitled, An Analysis on Financial Feasibility of Red Chili (Capsicum annum L.) Agribusiness (A Case Study at Telaga Jernih Village, Secanggang Subdistrict, Langkat Regency). The research was supervised by Ir. Luhut Sihombing, M.P as the Chairperson of Supervisory Committee and Dr. Ir. Salmiah, M.S as the member of the Supervisory Committee.

The objective of the research was to find out the income of red chili agribusiness and to analyze financial analysis the break even point of red chili agribusiness at Telaga Jernih Village, Secanggang Subdistrict, Langkat Regency, North Sumatera Province. The research area was determined purposively. The samples were 32 red chili farmers, taken by using total sampling technique. The data were analyzed by using the analysis on agribusiness, the analysis on financial feasibility, and the analysis on break even point. The conclusion of the research was that red chili agribusiness was profitable (Rp. 21.183.270 per farmer per planting season or Rp. 90.052.052,51 per hectare per planting season). Red chili agribusiness was feasible to be cultivated financially (R/C = 3,10 and B/C = 2,10) and had passed production break even point and price break even point (Production BEP = 664,31 kg and Price BEP = Rp. 5.065/kg).

Keywords : Red Chili, Income, Financial Feasibility, The Value of Break Even Point

(8)

Penulis memiliki nama lengkap Reigana Gabriel Laurens, lahir di Medan pada tanggal 06 Oktober 1995. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara dari Bapak Johannes Laurens (Alm) dan Ibu Ida Chatarina Sibuea. Pendidikan formal yang pernah ditempuh dan kegiatan yang pernah diikuti penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 2001 masuk Sekolah Dasar di SD St. AntoniusMedan dan tamat tahun 2007.

2. Tahun 2007 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Putri Cahaya Medan dan tamat tahun 2010.

3. Tahun 2010 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA St. Thomas 1 Medan dan tamat tahun 2013.

4. Tahun 2013 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur tertulis (SBMPTN).

5. Pada bulan Juli - Agustus 2016 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Silau Rakyat, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.

6. Anggota Koperasi IMASEP, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

7. Anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(9)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat yang telah dianugerahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan judul skripsi “Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Cabai Merah (Capsicum annum L.) (Studi Kasus: Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, serta saran dan selalu memberikan banyak nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, serta saran dan selalu memberikan banyak nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini di waktu yang tepat.

3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Siti Khadijah H. N. S.P., M.Si selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah memberikan saran dan nasihat kepada penulis selama perkuliahan.

(10)

perhatian, kasih sayang, motivasi serta dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini pada waktu yang tepat.

7. Kakak tercinta Nathassya Gloria Laurens, S.E dan Abang tercinta Biondi Yehezkiel Laurens, S.T serta keponakan tersayang Dika yang memberikan banyak perhatian, kasih sayang, motivasi serta dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik.

8. Sahabat SMA terbaik Tomy, Melly, Patricia, Stephanie, Rommel, Nelwan, Jovi, Diko, Lucas, Bryan, Dina, May, Fhany, Loly, Merry, Tania, Stephany, Septiani dan Berth yang telah memberikan motivasi dan dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini pada waktu yang tepat.

9. Teman sepelayanan muger terbaik Helena, bang Charisma, kak Mutiara, bang Jimmy, kak Carolina, kak Raisa, Rachel, Chynthia, Aris, Bona, Bella, Tasya, Theodora, Ugani, Yunike, Daniel, Debora, dan bang Immanuel yang telah memberikan motivasi dan dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini pada waktu yang tepat.

10. Sahabat kuliah Bon Doli, Ikbal, Wuddan, Annur, Fanema, Eny, Tio, Tiurma, Henny, Herlina, Sri Ayu dan KTB Glory-Glory Hallelujah Ayu, Widya, David, PKK kak Restu Elisabeth Nainggolan, S.Pserta teman-teman PKL Kiky, Diana, Ulfa, dan Rian yang telah memberikan motivasi dan dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini pada waktu yang tepat.

11. Sahabat sedoping ALS Ivan, Febrinae, Novita, Tiara, bang Christ, bang Anggi, kak Sylvia dan alumni ALS kak Angel, kak Vanny, kak Vero, bang

(11)

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

12. Seluruh teman-teman seangkatan 2013 dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan penulisan skripsi.

13. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis serta kepada seluruh staf pengajar dan seluruh staf pegawai Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pegawai yang ada di Departemen Agribisnis Kak Runi dan Kak Lisbeth yang telah membantu seluruh proses administrasi.

14. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penelitian penulis yaitu Bapak Samiun selaku PPL di Desa Telaga Jernih, Bapak Tumino selaku responden supervisi penelitian, Bapak Misran selaku Sekretaris Desa Telaga Jernihdan Bapak Sukirdi selaku Kepala Desa Telaga Jernih yang telah banyak membantu penulis mengumpulkan data dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mengcapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2017

Penulis

(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1 Tinjauan Agronomi Cabai Merah ... 9

2.1.2 Tinjauan Ekonomi Cabai Merah ... 11

2.1.3 Karakteristik Produsen Cabai Merah ... 13

2.1.4 Karakteristik Produk Cabai Merah ... 15

2.1.5 Karakteristik Produksi Cabai Merah ... 17

2.2 Landasan Teori ... 19

2.2.1 Ilmu Usahatani ... 19

2.2.2 Biaya Produksi ... 20

2.2.3 Penerimaan... 21

2.2.4 Pendapatan ... 21

2.2.5 Analisis Kelayakan Finansial... 21

2.2.6 Analisis Break Event Point (BEP) ... 22

2.3 Penelitian Terdahulu ... 23

2.4 Kerangka Pemikiran ... 24

2.5 Hipotesis Penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 28

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 30

3.3 MetodePengumpulan Data ... 31

(13)

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Kondisi Biofisik Desa Telaga Jernih ... 37

4.2 Rona Sosial Budaya Ekonomi Desa Telaga Jernih ... 38

4.2.1 Rona Sosial Masyarakat ... 38

4.2.2 Rona Budaya Masyarakat ... 40

4.2.3 Rona Ekonomi Masyarakat ... 41

4.3 Sarana dan Prasarana ... 41

4.4Deskripsi Karakteristik Sampel ... 43

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pendapatan Usahatani Cabai Merah ... 46

5.1.1 Penerimaan Total Usahatani Cabai Merah (Total Revenue) ... 46

5.1.1.1 Produktivitas Cabai Merah ... 46

5.1.1.2 Harga Jual Cabai Merah ... 47

5.1.1.3 Penerimaan Usahatani Cabai Merah ... 47

5.1.2 Biaya Total Usahatani Cabai Merah (Total Cost) ... 48

5.1.2.1 Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 48

5.1.2.2 Biaya Variabel (Variable Cost) ... 50

5.1.2.3 Biaya Usahatani Cabai Merah ... 55

5.1.3 Pendapatan Total Usahatani Cabai Merah (Income) ... 56

5.2 Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Cabai Merah... 58

5.2.1 Analisis R/C Ratio ... 58

5.2.2 Analisis B/C Ratio ... 59

5.3 Analisis Break Event Point Usahatani Cabai Merah ... 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 64

6.2 Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)

No. Tabel Judul Halaman 1.1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas

Komoditas Unggulan Tanaman Sayuran Buah- Buahan Semusim menurut Jenis Tanaman di Sumatera Utara Tahun 2015

2

1.2 Luas Panen, Produksi dan ProduktivitasCabai di Kabupaten Langkat, Tahun 2009 – 2015

3

1.3 Harga Cabai Merah di Tingkat Produsen di Kabupaten Langkat, Tahun 2011 – 2015 (Rp/Kg)

5

2.1 Volume Ekspor dan Impor Cabai, Tahun 2008 – 2012

11

2.2 Kualitas Cabai Merah Besar Segar Berdasarkan Standar Nasional Indonesia

16

3.1 Luas Panen, Produksi, dan Rata-Rata Produksi Tanaman Cabai Menurut Kecamatan, Tahun 2014

28

3.2 Luas Panen dan Produksi Tanaman Cabai Menurut Desa / Kelurahan, Tahun 2014

29

4.1 Luas Tata Guna Lahan di Desa Telaga Jernih, Tahun 2016

38

4.2 Distribusi Penduduk di Desa Telaga Jernih Menurut Kelompok Umur, Tahun 2016

39

4.3 Jumlah Penduduk Menurut Agama dan Kepercayaan di Desa Telaga Jernih, Tahun 2016

39

4.4 Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Telaga Jernih, Tahun 2016

40

4.5 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk di Desa Telaga Jernih, Tahun 2016

41

4.6 Distribusi Sarana dan Prasarana di Desa Telaga Jernih, Tahun 2016

42

4.7 Karakteristik Sampel Petani Cabai Merah di Desa 43

(15)

5.2 Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam

49

5.3 Kebutuhan dan Biaya Pupuk pada Petani Sampel Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam

52

5.4 Kebutuhan dan Biaya Pestisida pada Petani Sampel Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam

53

5.5 Kebutuhan dan Biaya Tenaga Kerja pada Petani Sampel Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam

54

5.6 Biaya Total (Total Cost) Usahatani Cabai Merah di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

55

5.7 Pendapatan Total (Income) Usahatani Cabai Merah di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

57

5.8 Nilai R/C Ratio Usahatani Cabai Merah di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

58

5.9 Nilai B/C Ratio Usahatani Cabai Merah di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

59

5.10 Nilai Titik Impas (Break Event Point) Usahatani Cabai Merah di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

61

(16)

No. Gambar Judul Halaman 2.1

5.1

Skema Kerangka Pemikiran

Grafik Break Event PointUsahatani Cabai Merah di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

26 62

(17)

Lampiran Judul

1. Karakteristik Petani Cabai Merah di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

2. Penerimaan Usahatani Cabai Merah 3. Biaya Benih Usahatani Cabai Merah 4. Biaya Mulsa Usahatani Cabai Merah 5. Biaya Pupuk Usahatani Cabai Merah 6. Biaya Pestisida Usahatani Cabai Merah

7. Biaya Upah Tenaga Kerja Usahatani Cabai Merah 8. Biaya Penyusutan Alat Usahatani Cabai Merah 9. Biaya Tetap (Fixed Cost) Usahatani Cabai Merah 10. Biaya Variabel (Variable Cost) Usahatani Cabai Merah

11. Rekapitulasi Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Variabel (Variable Cost) Usahatani Cabai Merah

12. Pendapatan Per Petani Per Musim Tanam Usahatani Cabai Merah

13. Pendapatan Per Hektar Per Musim Tanam Usahatani Cabai Merah

14. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Cabai Merah (R/C ratio dan B/C ratio)

15. Analisis Break Event Point Usahatani Cabai Merah (BEP Produksi dan BEP Harga)

(18)

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam perekonomian nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber penghasil bahan makanan, sumber bahan baku bagi industri, mata pencaharian sebagian besar penduduk, penghasil devisa negara dari ekspor komoditasnya bahkan berpengaruh besar terhadap stabilitas dan keamanan nasional. Selain berpotensi ekonomis, tanaman hortikultura juga memiliki manfaat ekologi, yaitu membantu melestarikan lingkungan hidup yang berkelanjutan, mengurangi dampak pemanasan global dan pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Badan Pusat Statistik, 2014).

Di antara berbagai komoditas pertanian yang ada di Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Utara, hortikultura merupakan salah satu komoditas yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Ketersediaan beragam jenis tanaman hortikultura yang meliputi tanaman buah-buahan, sayuran, biofarmaka dan bunga (tanaman hias) dapat menjadi kegiatan usaha ekonomi yang sangat menguntungkan apabila dapat dikelola secara secara baik dan optimal.

(Badan Pusat Statistik, 2014).

Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, ada beberapa tanaman yang merupakan komoditas unggulan di Sumatera Utara pada tahun 2015 antara lain:

cabai, kubis, tomat, kentang, petsai/sawi, semangka, terung, wortel, kacang panjang dan ketimun. Sepuluh jenis tanaman unggulan ini mempunyai kapasitas

(19)

produksi terbesar dari 26 jenis tanaman sayuran dan buah-buahan semusim yang ada di Sumatera Utara. Produksi sayuran terbesar adalah tanaman cabai yaitu sebesar 227.489 ton dengan luas panen 20.093 hektar.

Tabel 1.1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditas Unggulan Tanaman Sayuran Buah-buahan Semusim menurut Jenis Tanaman di Sumatera Utara Tahun 2015

No. Jenis Tanaman Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha) 1. Cabai 20.093 227.489 11,32 2. Kubis 7.579 170.665 22,51 3. Tomat 4.794 114.652 23,91 4. Kentang 5.914 106.452 18,00 5. Petsai/Sawi 6.415 76.367 11,90 6. Semangka 3.403 73.861 21,70 7. Terung 3.940 69.164 17,55 8. Wortel 2.562 51.810 20,22 9. Kacang Panjang 4.119 45.095 10,94 10. Ketimun/Mentimun 2.572 37.656 14,64 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2015

Sebagai salah satu jenis tanaman hortikultura, cabai merupakan salah satu komoditi tanaman sayuran buah semusim yang berbentuk perdu. Cabai tergolong sayuran buah multi guna dan multi fungsi yang dapat dibudidayakan di lahan dataran rendah atau pun di lahan dataran tinggi. Tanaman berbentuk perdu ini mempunyai daun bercelah menyisip, tersusun pada tangkai dan berwarna hijau.

Buahnya dapat dipetik sampai beberapa kali, lebih dari satu tahun, bentuknya bulat memanjang yang pada ujungnya meruncing. Warna cabai merah mula-mula

berwarna hijau dan lama kelamaan sesudah masak berwarna merah (Tim Bina Karya Tani, 2008).

(20)

Cabai merah merupakan salah satu komoditi yang sangat potensial untuk dibudidayakan. Kendati demikian petani cabai merah tidak selamanya mengalami keuntungan. Ada waktu dimana petani sering mengalami kerugian yang sangat besar. Hal ini terkait dengan resiko yang dihadapi petani terutama dari sisi harga.

Harga cabai merah sangat fluktuatif, hal ini tidak terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar (Rachma, 2008).

Sebagai tanaman pertanian kondisi alam sangat mempengaruhi keberlangsungan proses produksi cabai merah. Kondisi alam yang tidak dapat diprediksi, mudah berubah, sulit untuk diramalkan, dan tidak dapat dikendalikan menjadi suatu risiko bagi pelaku usaha dibidang pertanian. Faktor alam seperti perubahan suhu dan fluktuasi iklim atau cuaca merupakan suatu ketidakpastian yang menjadi variabel penyebab terjadinya risiko dalam usaha pertanian, dan risiko tersebut dapat terjadi pada kegiatan usahatani cabai merah (Situmeang, 2011).

Berikut ini disajikan data perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas cabai di Kabupaten Langkat tahun 2011-2015.

Tabel 1.2Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai di Kabupaten Langkat, Tahun 2009 - 2015

No Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 1 2009 417 1.438 3,44

2 2010 330 1.142 3,46 3 2011 380 1.323 3,48 4 2012 464 1.707 3,67 5 2013 476 1.859 3,90 6 2014 445 1.777 3,99 7 2015 631 2.524 4,00 Rataan 449 1.681 3,70

(21)

Pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa produksi cabai merah mengalami fluktuasi antar tahun. Fluktuasi tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi, karena secara teoritis hubungan tersebut digambarkan dalam fungsi produksi.

Faktor produksi dapat berupa masukan (input) produksi maupun faktor iklim.

Masukan (input) seperti sarana produksi pertanian masih dapat dikendalikan oleh petani, sedangkan curah hujan, suhu, dan berbagai variabel iklim yang lain tentu diluar kendali petani (Heady dan Dillon, 1961).

Produksi yang cenderung mengalami penurunan mungkin berdampak pada penurunan pendapatan usahatani, sehingga usahatani cabai merah harus dilakukan dengan efisien. Efisiensi tersebut perlu dilakukan dengan harapan diperoleh keuntungan maksimum. Efisiensi usahatani secara umum dapat didekati dengan rasio penerimaan terhadap pengeluaran (R/C) dan rasio keuntungan terhadap pengeluaran (B/C) sehingga dapat diketahui apakah usahatani cabai merah layak untuk diusahakan.

Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap cabai terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun, harganya sering mengalami fluktuasi yang sangat drastis. Tahun 1998, orang beramai-ramai menanam cabai karena harganya mencapai Rp25.000 – Rp100.000 per kilogram. Setelah itu, harga cabai turun berangsur-angsur kembali ke harga normal. Namun kondisi ini hanya berlangsung sementara. Tahun 2010, harga cabai kembali melambung hingga Rp130.000/kilogram (Redaksi Agromedia, 2008).

Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi harga cabai merah dari tahun ke tahun. Fluktuasi harga tersebut berpengaruh terhadap

(22)

pendapatanusahatani cabai merah, karena harga merupakan salah satu komponen penerimaan usahatani selain hasil panen.Fluktuasi harga cabai merah diduga juga akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi faktor produksi.

Oleh sebab itu usahatani cabai merah biasanya dilakukan dalam skala kecil. Hal ini terjadi karena usahatani ini sangat tergantung terhadap harga jual yang berfluktuasi setiap waktu, sehingga mempengaruhi hasil produksi usahatani serta pendapatan petani.

Berikut ini disajikan data perkembangan harga cabai merah di tingkat produsen di Kabupaten Langkat tahun 2011-2015.

Tabel 1.3 Harga Cabai Merah di Tingkat Produsendi Kabupaten Langkat, Tahun 2011-2015 (Rp/Kg)

Bulan Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

Januari 37.500 24.500 15.625 45.000 35.000 Februari 40.833 15.500 20.750 24.000 20.000 Maret 17.000 12.000 21.750 22.000 18.000 April 11.000 13.750 16.250 20.000 10.000

Mei 10.000 12.750 40.500 15.000 30.000

Juni 9.000 20.000 41.500 12.000 57.000

Juli 10.000 17.500 43.000 8.000 47.000

Agustus 11.000 18.750 38.500 14.000 37.000 September 11.667 13.500 26.750 28.000 14.000 Oktober 11.667 11.875 37.500 22.000 15.000 November 17.667 10.875 36.500 51.000 20.000 Desember 24.000 11.125 30.500 51.000 27.000 Rataan 17.611 15.177 30.760 26.000 27.500 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat

(23)

Prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam usaha tani cabai merah mencakup dua hal pokok yaitu : (1) Investasi yang berupa tanah, peralatan dan administrasi, (2) Alat dan Bahan produksi kerja termasuk di dalamnya bibit, mulsa plastik, pupuk, pestisida, tenaga kerja, gaji pengelola, transportasi dan traktor. Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha budidaya cabai merah dibedakan menjadi dua yaitu biaya investasi dan biaya modal kerja (eksploitasi). Biaya investasi adalah komponen biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dana awal pendirian usaha yang meliputi biaya persiapan, sewa lahan/areal usaha dan peralatan. Biaya modal kerja/eksploitasi adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi dalam hal ini pada awal proyek. Biaya eksploitasi atau biaya modal kerja selalu tergantung pada besar kecilnya produksi per periode waktu. Biaya operasional ini meliputi biaya sarana produksi pertanian dan biaya tenaga kerja (Bank Indonesia, 2007).

Masukan produksi mempunyai nilai ekonomis yang penting dalam usahatani.

Masukan produksi merupakan sumber biaya pada suatu usahatani, sehingga harus digunakan dengan efisien. Usahatani diharapkan dapat dilakukan dengan biaya produksi minimal, namun dihasilkan keuntungan yang maksimum. Biaya sarana produksi dapat dikendalikan melalui alokasi jumlah yang tepat, sehingga setiap masukan dapat digunakan dengan efisien. Keuntungan maksimum usahatani diharapkan dapat dicapai melalui efisiensi tersebut.

Kendala utama penyebab rendahnya produksi cabai skala nasional adalah keterbatasan teknologi budidaya yang dimiliki petani karena kurangnya informasi teknologi. Pada umumnya petani masih menggunakan benih lokal yang diturunkan terus menerus, belum menggunakan pemupukan berimbang, dan

(24)

belum mengenal sistem budidaya dengan mulsa plastik. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi cabai merah skala nasional yakni melalui pengelolaan manajemen usahatani yang baik disertai dengan perbaikan teknik budidaya.

Analisis usahatani tidak sekedar hanya untuk mengetahui jumlah modal yang harus dikeluarkan ataupun presentase keuntungan. Namun, harus diperhitungkan titik balik modal/BEP dan rasio biaya dan pendapatan (B/C) (Prajnanta, 1999).

Berdasarkan dari data-data yang sudah dikemukakan sebelumnya, penulis tertarik untuk meneliti mengenai analisis kelayakan finansial usahatani cabai merah di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1) Berapa besar pendapatan usahatani cabai merah di daerah penelitian?

2) Apakah usahatani cabai merah layak diusahakan secara finansial di daerah penelitian?

3) Bagaimana break event point (titik impas) usahatani cabai merah di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) Untuk mengetahui besar pendapatan usahatani cabai merah di daerah penelitian.

2) Untuk menganalisis kelayakan finansial usahatani cabai merah di daerah penelitian.

(25)

3) Untuk menganalisis break event point (titik impas) usahatani cabai merah di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai berikut : 1) Sebagai bahan informasi bagi petani cabai merah dalam mengembangkan

usaha taninya.

2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

3) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan kebijakan mengenai usahatani cabai merah.

(26)
(27)

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Tinjauan Agronomi Cabai Merah

Cabai merupakan tanaman perdu dari family terung-terungan (Solanaceae).

Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000spesies yang terdiri dari tumbuhan herba, semak dan tumbuhan kerdil lainnya. Dari banyaknya spesies tersebut, hampir dapat dikatakan sebagian besar merupakan tumbuhan negeri tropis. Namun, secara ekonomis yang dapat atau sudah dimanfaatkan baru beberapa spesies saja (Setiadi, 2004).

Secara lengkap cabai diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantarum

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatopyta Divisi : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Sub class : Asteridae Ordo : Solanale Famili : Solanaceae Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annum L (Keyendh, 2011).

(28)

Cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang berkayu, banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietas nya (Redaksi Agromedia, 2008).

Perakaran tanaman cabai hibrida merupakan akar tunggang yang terdiri atas akar utama (primer) dan akar lateral (sekunder). Dari akar lateral keluar serabut- serabut akar (akar tersier). Panjang akar primer berkisar 35 – 50 cm. Akar lateral menyebar sekitar 35 – 45 cm (Prajnanta, 1999).

Bunga cabai keluar dari ketiak daun dan berbentuk seperti terompet. Sama halnya dengan tanaman dari keluarga Solanaceae lainnya. Bunga cabai merupakan bunga lengkap yang terdiri atas kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari, dan putik.

Bunga cabai juga berkelamin dua, karena benang sari dan putik terdapat dalam satu tangkai (Redaksi Agromedia, 2008).

Bentuk buah bervariasi mulai dari yang panjang lurus, mata kail (lurus dengan ujung agak melengkung), sampai melintir. Panjang buah berkisar antara 9 – 18 cm tergantung pada varietas nya (Prajnanta, 1999).

Cabai merah biasanya ditanam dibedengan yang permukaannya ditutupi dengan mulsa plastik, sehingga tidak memerlukan penyiangan hingga akhir masa tanam.

Pemupukan pada tanaman cabai merah biasanya 5-7 kali per masa tanam. Hama

(29)

tungau merah, thrips, peridroma saucia, heliotis sp., spodoptera sp., lalat buah, penyakit busuk buah, penyakit kering buah/patek dan busuk daun.

(Setyaningrum dan Cahyo, 2014).

2.1.2. Tinjauan Ekonomi Cabai Merah

Indonesia melakukan perdagangan cabai dengan beberapa negara lain, namun volume impor lebih besar daripada volume ekspor sehingga secara umum neraca perdagangan berada dalam kondisi defisit. Tahun 2008 neraca perdagangan pada posisi surplus namun tahun-tahun selanjutnya pada posisi defisit. Selama periode 2008-2012, besaran defisit perdagangan cabai berfluktuasi namun cenderung membesar bahkan pada tahun 2012 defisit perdagangan cabai bahkan mencapai 169% terhadap total ekspor pada tahun yang sama. Selama periode yang sama, volume eskpor cabai tumbuh dengan laju 55%/tahun sementara volume impor tumbuh dengan laju 111%/tahun. Impor cabai dari Indonesia sebagian besar berasal dari Jepang, Hong Kong, Korea, China, Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan India (Direktorat Pangan dan Pertanian, 2014).

Tabel 2.1Volume Ekspor dan Impor Cabai, 2008-2012

Tahun Ekspor Impor Surplus / Defisit

(Ton) (Ton) Ton %

2008 729,3 280,0 449,3 61,60

2009 612,4 846,5 -234,1 -38,23

2010 1.229,1 1.798,1 -568,9 -46,29

2011 826,4 6207,4 -5.381,0 -651,16 2012 9.986,2 26.838,7 -16.852,5 -168,76 Laju (%/th) 55,33 111,18 - - Sumber: Statistik Ekspor dan Statistik Impor 2008-2012 (BPS), diolah.

Keterangan : Data gabungan cabai segar dan cabai diawetkan.

(30)

Harga produk dibidang pertanian berbeda dengan harga produk dibidang industri dimana harga produk dibidang industri relatif konstan atau lebih banyak ditentukan oleh perusahaan. Sedangkan harga produk pertanian relative berfluktuatif karena produk pertanian mempunyai beberapa sifat, yaitu :

• Keadaan biologi di lingkungan pertanian, seperti hama dan penyakit dan iklim menyebabkan output pertanian bersifat musiman dan tidak kontinu.

• Adanya time lags (waktu yang terlambat ketika keputusan dalam menggunakan input dan menjual output). Di bidang industri, waktu ini sangat dekat.

• Keadaan pasar, khususnya struktur pasar dan berbagai anggapan tentang pasar pertanian yang menyebabkan semakin tidak menentunya harga dibidang pertanian.

• Dampak dari institusi, seperti Bulog dan komitmen perdagangan (antara lain pengurangan tariff dan lain-lain) (Anindita, 2008).

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu dari enam jenis komoditas sayuran segar yang diekspor Indonesia ke beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura. Besarnya minat masyarakat dunia terhadap komoditi cabai merah ini karena penggunaannya yang relatif sering dalam kehidupan sehari-hari sebagai bumbu dapur atau rempah-rempah penambah cita rasa makanan. Menurut Rukmana (1996) bahwa cabai menempati urutan paling atas di antara delapan jenis sayuran komersial yang dibudidayakan di Indonesia.

Cabaimerah (Capsicum annuum L.) biasanya diekspor dalam bentuk segar dan bentuk kering (serbuk dan utuh).

(31)

Ada satu fenomena yang biasanya terjadi pada saat panen raya cabai merah, yaitu harga cabai merah yang turun drastis sedangkan jumlah panennya sangat tinggi, sehingga petani terpaksa menjual hasil panennya dengan harga rendah tersebut dan biasanya modal tanamnya tidak kembali. Petani cabai tetap menanggung resiko usaha yang sangat tinggi, yang tercermin dari lebarnya kesenjangan harga terendah dan tertinggi, yaitu antara Rp 2000/kg pada saat panen raya dan Rp 20000/kg (sampai 10 kali lipatnya) pada masa panceklik (Hutabarat dan Rahmanto, 1998). Meskipun harga pasar cabai sering naik dan turun cukup tajam, minat petani yang membudidayakannya tidak pernah surut.

Secara umum harga cabai ditentukan oleh jumlah pasokan/suplai dan jumlah permintaan/kebutuhan. Pada saat pasokan kurang dari permintaan maka harga meningkat cepat, sebaliknya pada saat pasokan lebih besar dari permintaan maka harga anjlok (harga cabai sangat elastis terhadap pasokan). Permintaan/kebutuhan cenderung konstan setiap waktu, hanya pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada hari raya atau hari besar keagamaan permintaan cabai meningkat sekitar 10-20%, sementara pasokan bersifat musiman, dimana penanaman cabai bersamaan setelah padi menyebabkan panen raya cabai cenderung bersamaan. Oleh karenanya untuk menghindari fluktuasi harga yang terjadi terus menerus, diperlukan kebijakan perencanaan produksi dan manajemen pola produksi cabai nasional (Direktorat Pangan dan Pertanian, 2014).

2.1.3. Karakteristik Produsen Cabai Merah

Produsen atau petani cabai merah memiliki karakteristik yang beragam.

Karakteristik tersebut dapat berupa karakter demografis, karakter sosial serta karakter kondisi ekonomi petani itu sendiri. Karakter-karakter tersebut yang

(32)

membedakan tipe perilaku petani pada situasi tertentu. Berikut ini merupakan karakteristik produsen cabai merah :

• Tingkat pendidikan petani

Faktor pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani dalam mengelola usahataninya. Pendidikan membuat seseorang berpikir ilmiah sehingga mampu untuk membuat keputusan dari berbagai alternative dalam mengelola usahataninya dan mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak mungkin untuk memperoleh pendapatan.Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami dan menerapkan teknologi produktif sehingga produktivitasnya menjadi tinggi. Selain itu juga dengan pendidikan maka akan memberikan atau menambah kemampuan dari petani untuk dapat mengambil keputusan, mengatasi masalah-masalah yang terjadi (Mamboai, 2003).

• Permodalan usahatani cabai merah

Modal juga menjadi syarat penentu dalam menjalankan bisnis cabai untuk industri. Pasalnya, kegiatan budidaya akan berlangsung dengan baik jika biaya produksi tersedia. Masalah yang sering dihadapi petani cabai yaitu sulitnya mendapat modal awal. Alternatif perolehan modal selain dana pribadi biasanya berupa pinjaman baik dari investor, perbankan, koperasi, supplier sarana produksi pertanian, para pedagang, maupun pihak industri (Hamid dan Munir, 2011).

• Penguasaan teknologi dan sumberdaya

Penerapan inovasi teknologi merupakan salah satu kunci utama dalam pemanfaatan sumberdaya petani yang terbatas sesuai kondisinya masing-masing.

(33)

Dengan penerapan inovasi teknologi tepat guna diharapkan dapat dicapai peningkatan produksi, produktivitas, peningkatan efisiensi dan mutu produk yang selanjutnya akan membawa kepada peningkatan nilai tambah agribisnis bagi kesejahteraan masyarakat.Pengembangan setiap subsistem agribisnis memerlukan rekayasa don adopsi teknologi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan mutu produk, sehingga berdaya saing tinggi. Inovasi teknologi mutlak diperlukan dalarn pengembangan potensi sumberdaya petani bagi peningkatan kesejahteraan mereka (Simatupang dan Nizwar, 2002).

• Tingkat kosmopolitan petani

Tingkat kosmopolitan dapat diartikan sebagai keterbukaan maupun hubungan petani dengan dunia luar yang nantinya akan memberikan inovasi baru bagi para petani dalam menjalankan usahataninya. Tingkat kosmopolitan dapat diukur dari perkembangan inovasi baru, antara lain media elektronik (TV, Radio, Telepon) media cetak (Surat kabar, Tabloid, Majalah) dan beperginya petani keluar daerah tinggal mereka atau keluar desa dalam rangka memaskan usahatani mereka juga untuk mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai inovasi pertanian (Fauzia dan Tampubolon, 1991).

2.1.4. Karakteristik Produk Cabai Merah

Sifat fisik hasil pertanian berbeda dengan sifat fisik hasil industri. Cabai merah sebagai salah satu produk hasil pertanian memiliki karakteristik yang khas.

Karakteristik tersebut yaitu sifat produk cabai merah yang mudah rusak / busuk, sifat kadar air yang tinggi dalam cabai merah dan variasi warna, bentuk serta ukuran cabai merah yang berbeda-beda sehingga perlu dilakukan sortasi.

(34)

• Kandungan air

Cabai merah memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak ini dipengaruhi oleh kadar air dalam cabai yang sangat tinggi sekitar 90% dari kandungan cabai merah itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat menjadi penyebab kerusakan cabai pada saat musim panen raya. Hal ini dikarenakan hasil panen yang melimpah sedangkan proses pengeringan tidak dapat berlangsung secara serentak, sehingga menyebabkan kadar air dalam cabai masih dalam keadaan besar, sehingga menyebabkan pembusukan (Anonimousa

• Variasi warna, bentuk, dan ukuran

, 2011).

Tabel 2.2Kualitas cabai merah besar segar berdasarkan Standar Nasional Indonesia

No. Jenis Uji Persyaratan

Mutu I Mutu II Mutu III 1. Keseragaman Warna Merah > 95% Merah ≥ 95% Merah ≥ 95%

2. Keseragaman Seragam (98%) Seragam (96%) Seragam (95%) 3. Bentuk 98 Normal 96 Normal 95 Normal 4. Keseragaman Ukuran :

a. Cabai merah besar segar

- Panjang buah 12 – 14 cm 9 – 10 cm < 9 cm - Garis tengah pangkal 1,5 – 1,7 cm 1,3 – 1,5 cm < 3 cm b. Cabai merah keriting

- Panjang buah > 12 – 17 cm > 10 – 12 cm < 10 cm - Garis tengah pangkal > 1,3 – 1,5 cm > 1,0 – 1,3 cm < 1,0 cm 5. Kadar kotoran 1 2 5

6. Tingkat kerusakan & busuk

a. Cabai merah besar 0 1 2 b Cabai merah keriting 0 1 2

Sumber : Departemen Pertanian, Standar Mutu Indonesia SNI 01-4480-1998

(35)

Cabai dipanen pada saat buah memiliki bobot maksimal, bentuknya padat, dan warnanya tepat merah menyala (untuk cabai merah) dengan sedikit garis hitam (90% masak). Umur panen cabai pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu varietas, lokasi penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan (Anonimousb

• Perishable (mudah rusak / busuk) , 2011).

Produk hasil pertanian dikenal tidak tahan lama dan sangat mudah rusak.

Penyebabnya yaitu karena rendahnya kualitas penanganan pasca panen, kandungan air yang relatif tinggi, faktor-faktor lain yang lekat dengan karakteristik biologis dan fisiologis produk agronomi itu sendiri. Sifat fisiologis ini menyebabkan cabai merah memiliki tingkat kerusakan yang dapat mencapai 40%. Daya tahan cabai merah segar yang rendah ini menyebabkan harga cabai merah di pasaran sangat berfluktuasi. Alternatif teknologi penanganan pascapanen yang tepat dapat menyelamatkan serta meningkatkan nilai tambah produk cabai merah (Prayudi, 2010).

2.1.5. Karakteristik Produksi Cabai Merah

Cabai merah memiliki beberapa karakteristik yang umumnya sama dengan karakteristik hasil pertanian lainnya yaitu ciri-ciri produksi cabai merah yang membutuhkan ruang tumbuh ekologi, bersifat musiman, tergantung kondisi alam, terpencar-pencar menurut lokasi, dan panen yang tidak seragam serta berkali-kali.

• Ruang tumbuh ekologi

Cabai merah dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi sampai ketinggian 2.000 m dpl. Kondisi tanah yang baik

(36)

untuk pertumbuhannya adalah subur, remah, kaya bahan organik, dan berdrainase baik. Keasaman tanah yang disukainya adalah pH 5,5 – 6,8. Selain itu cabai merah akan tumbuh baik bila ditanam di tempat yang berkelembapan sedang sampai tinggi dan bersuhu 18 – 30o

• Bersifat musiman

C. Cabai merah menghendaki curah hujan tahunan 600 – 1.250 mm. Cabai merah pun membutuhkan sinar matahari penuh sepanjang hari selama hidupnya (Andoko, 2004).

Menurut Dermawan dan Asep (2010), salah satu sifat tanaman cabai yang disukai oleh petani adalah tidak mengenal musim. Artinya, tanaman cabai dapat ditanam kapan pun tanpa tergantung musim. Cabai juga mampu tumbuh di rendengan maupun labuhan, itulah sebabnya cabai dapat ditemukan kapan pun di pasar atau di swalayan.

• Tergantung kondisi alam

Penanaman cabai pada musim hujan mengandung resiko. Penyebabnya adalah tanaman cabai tidak tahan terhadap hujan lebat yang terus menerus. Selain itu, genangan air pada daerah penanaman bisa mengakibatkan kerontokan daun dan terserang penyakit akar. Pukulan air hujan juga bisa menyebabkan bunga dan bakal buah berguguran. Sementara itu, kelembapan udara yang tinggi meningkatkan penyebaran dan perkembangan hama serta penyakit tanaman (Dermawan dan Asep, 2010).

• Terpencar-pencar menurut lokasi

Keberadaan lokasi penanaman cabai yang terpencar-pencar dan jauh dari pusat perekonomian yang mengarah pada terbentuknya pola distribusi yang panjang,

(37)

karena adanya peran dari pedagang perantara yang cenderung menambah upaya perbaikan mutu cabai (Ebert dan Griffin, 2007).

Lokasi yang tepat akan memudahkan dalam teknis pemeliharaan dan mengurangi resiko kerusakan cabai. Sebaiknya petani mempertimbangkan terlebih dahulu faktor pendukung sebelum menentukan lokasi penanaman. Beberapa faktor yang harus diperhatikan diantaranya faktor agronomi, akses transportasi, dan kemudahan mencari tenaga kerja (Hamid dan Munir, 2011).

• Panen tidak seragam dan berkali-kali

Umur panen cabai pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal yakni varietas, lokasi tempat penanaman, dan kombinasi pemupukan yang digunakan. Meskipun varietasnya sama, tetapi lokasi penanamannya berbeda, maka umur panennya akan berbeda juga. Penanaman di lokasi yang sama dengan varietas yang berbeda juga akan menentukan perbedaan umur panen. Kombinasi pupuk juga dapat berpengaruh terhadap waktu pemanenan (Hamid dan Munir, 2011).

Umumnya, panen dilakukan 3 – 4 hari sekali atau paling lambat seminggu sekali.

Normalnya, panen bisa dilakukan 12 – 20 kali hingga tanaman berumur 6 – 7 bulan. Keadaan ini sangat tergantung pada keadaan pertanaman dan perlakuan yang diberikan (Redaksi Agromedia, 2008).

2.2 Landasan Teori 2.2.1. Ilmu Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila

(38)

petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input (Soekartawi, 1995).

Yang termasuk faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agara tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik.

Diberbagai literatur, faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah sarana produksi, input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk dan pestisida adalah faktor produksi yang terpenting (Soekartawi, 1995).

2.2.2.Biaya Produksi

Dalam suatu usaha untuk menghasilkan suatu produk memerlukan biaya, yaitu seluruh korbanan dalam proses produksi, dinyatakan dalam uang menurut harga pasar yang berlaku. Pengorbanan adalah faktor-faktor yang digunakan sebagai input, dinilai dalam bentuk uang menurut harga pasar menjadi biaya produksi (Sugiarto, dkk. 2007).

Biaya-biaya yang termasuk dalam usatahani yaitu biaya tetap (FC) merupakan biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan oleh perusahaan hingga tingkatan tertentu. Biaya variabel (VC) merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah output yang diproduksi oleh perusahaan, semakin besar jumlah output yang dihasilkan, akan semakin besar biaya variabel yang ditanggung perusahaan dan sebaliknya (Gilarso, 2003).

(39)

2.2.3. Penerimaan

Penerimaan dalam usahatani merupakan total produksi dikali harga produksi tersebut. Penerimaan tunai dalam usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani tidak mencakup pinjaman uang serta tidak dihitung nilai produk yang dikonsumsi sendiri (Soekartawi, 2011).

2.2.4. Pendapatan

Modal merupakan syarat mutlak untuk berlangsungnya suatu usaha. Dalam ekonomi perusahaan modal yaitu barang ekonomi yang dapat digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan. Pendapatan petani yaitu selisih penerimaan yang didapatkan dengan total biaya yang digunakan dalam usahatani (Suratiyah, 2009).

Pendapatan usahatani diperoleh apabila semua biaya yang telah dikeluarkan dapat ditutupi oleh hasil penjualan dari kegiatan produksi yang telah dilakukan (Soekartawi, 1998).

2.2.5. Analisis Kelayakan Finansial

Analisis finansial adalah studi yang bertujuan sebagai penilaian suatu kegiatan yang dilakukan layak atau tidak layak dilihat dari aspek finansial (Soekartawi, 1995).

Analisis kelayakan merupakan penilaian sejauh mana manfaat yang di dapat dari suatu kegiatan usaha dengan tujuan sebagai pertimbangan usaha yang dilaksanakan diterima atau ditolak (Ibrahim, 2009).

Kelayakan suatu usahatani yang sedang dilaksanakan dapat dikatakan layak atau tidak layak apabila syarat-syarat berikut ini terpenuhi, yaitu :

(40)

1. R/C > 1 2. B/C > 1

Apabila kriteria diatas sudah terpenuhi maka usaha tersebut layak untuk diusahakan (Jumingan, 2011).

Analisis finansial dalam suatu usahatani dapat dilihat dari kriteria perhitungan R/C ratio dan B/C ratio. Penjelasan dari kriteria yang akan digunakan yaitu sebagai berikut ini :

1. R/C ratio

R/C ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan seluruhbiaya yang digunakan pada saat proses produksi sampai hasil. R/C ratio yang semakin besar akan memberikan keuntungan semakin besar juga kepada petani dalam melaksanakan usahataninya (Soekartawi, 2005).

2. B/C ratio

B/C ratio merupakan rasio perbandingan keuntungan dengan biaya-biaya yang digunakan dalam merealisasikan perencanaan pendirian dan mengoperasikan suatu usaha untuk melihat manfaat yang didapat oleh proyek dengan satu rupiah pengeluaran. Jika nilai B/C ratio lebih besar dari satu usaha menguntungkan dan layak untuk dikerjakan. Jika lebih kecil dari satu usaha tidak menguntungkan dan sebaiknya tidak dilanjutkan (Ibrahim, 2009).

2.2.6. Analisis Break Event Point (BEP)

Analisis BEP yaitu suatu keadaan perusahaan dalam melakukan kegiatan tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugiaan atau keuntungan dan kerugiaan sama dengan nol (Hanafie, 2010).

(41)

Kriteria break even point usahatani cabai merah : 1. Produksi (Kg) > BEP produksi (Kg)

2. Penerimaan (Rp) > BEP penerimaan (Rp) 3. Harga (Rp/kg) > BEP harga (Rp/kg) (Suratiyah, 2009).

Menurut Muchtar (2010), manfaat analisis BEP membantu dalam pengambilan keputusan, antara lain :

1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan sehingga tidak mengalami kerugian.

2. Target penjualan yang harus dicapai guna memperoleh keuntungan tertentu.

3. Seberapa jauh berkurangnya penjualan agar tidak menderita kerugian.

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2011) dengan judul skripsi

“Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting Di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor”

menyimpulkan bahwa usahatani cabai merah yang dilakukan oleh petani responden di Desa Citapen secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai lebih dari satu, yakni sebesar 2,65 dan 2,46; dengan artian bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan cabai merahdapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendrawanto (2008) yang berjudul

“Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa

(42)

Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor” menyimpulkan bahwa rasio penerimaan dengan pengeluaran berdasarkan biaya tunai dan total, masing- masing sebesar 2,59 dan 1,59. Ukuran rasio tersebut merupakan indikator bahwa cabang usahatani cabai merah sudah menguntungkan bagi petani.

2.4 Kerangka Pemikiran

Cabai merah menjadi salah satu komoditas sayuran penting. Buahnya dikenal sebagai bahan penyedap dan pelengkap berbagai menu masakan khas Indonesia.

Karenanya hamper setiap hari produk ini dibutuhkan. Kian hari, kebutuhan akan komoditas ini semakin meningkat sejalan dengan makin bervariasinya jenis dan menu makanan yang memanfaatkan produk ini.

Petani cabai merah tidak selamanya mengalami keuntungan meskipun cabai merah merupakan salah satu komoditi yang sangat potensial untuk dibudidayakan.

Ada waktu dimana petani sering mengalami kerugian yang sangat besar. Hal ini terkait dengan resiko yang dihadapi petani terutama dari sisi harga. Harga cabai merah sangat fluktuatif, hal ini tidak terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar.

Fluktuasi harga tersebut berpengaruh terhadap pendapatan usahatani cabai merah, karena harga merupakan salah satu komponen penerimaan usahatani selain hasil panen.Fluktuasi harga cabai merah diduga juga akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi faktor produksi. Oleh sebab itu usahatani cabai merah biasanya dilakukan dalam skala kecil. Hal ini terjadi karena usahatani ini sangat tergantung terhadap harga jual yang berfluktuasi setiap waktu, sehingga mempengaruhi hasil produksi usahatani serta pendapatan petani.

(43)

Permasalahan lain yang dihadapi petani cabai merah yaitu produktivitas cabai merah yang cenderung mengalami penurunan. Hal ini berdampak pada penurunan pendapatan usahatani, sehingga usahatani cabai merah harus dilakukan dengan efisien. Efisiensi tersebut perlu dilakukan dengan harapan diperoleh keuntungan maksimum. Efisiensi usahatani secara umum dapat didekati dengan rasio penerimaan terhadap pengeluaran (R/C) dan rasio keuntungan terhadap pengeluaran (B/C) sehingga dapat diketahui apakah usahatani cabai merah layak untuk diusahakan.

Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas cabai merah skala nasional yakni melalui pengelolaan manajemen usahatani yang baik disertai dengan perbaikan teknik budidaya. Usahatani diharapkan dapat dilakukan dengan biaya produksi minimal, namun dihasilkan keuntungan yang maksimum. Biaya sarana produksi dapat dikendalikan melalui alokasi jumlah yang tepat, sehingga setiap masukan dapat digunakan dengan efisien. Keuntungan maksimum usahatani diharapkan dapat dicapai melalui efisiensi tersebut.

Metode yang digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani cabai merah yaitu metode analisis finansial. Dalam melakukan perhitungan analisis finansial perlu diperhatikan beberapa hal seperti input dan output dimana dari input produksi tersebut yang berupa lahan, benih, pupuk, pestisida, mulsa dan tenaga kerja akan menjadi biaya produksi dalam usahatani cabai merah (Capsicum annum L.).

Output produksi usahatani cabai merah (Capsicum annum L.) yang berupa buah cabai merah menjadi jumlah produksi yang akan menjadi penerimaan bagi petani setelah dikalikan dengan harga jual cabai merah.

(44)

Pendapatan yang diterima petani merupakan jumlah penerimaan petani cabai merah yang dikurangi oleh total biaya produksi. Usahatani cabai merah ini nantinya akan dianalisis dengan menghitung R/C ratio, B/C ratio, dan Break Event Point. Jika usahatani cabai merah sesuai dengan kriteria kelayakan secara finansial maka usahatani ini layak untuk dikembangkan dan menguntungkan atau memberi manfaat bagi petani cabai merah. Secara skematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan : = Menyatakan Hubungan

= Menyatakan Pengaruh USAHATANI CABAI MERAH

PENERIMAAN BIAYA PRODUKSI

• Lahan

• Benih

• Pupuk

• Pestisida

• Mulsa

• Tenaga Kerja PENDAPATAN

ANALISIS FINANSIAL HARGA JUAL

LAYAK TIDAK LAYAK

PRODUKSI

(45)

2.5 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori yang telah disusun, diperoleh hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Pendapatan usahatani cabai merah di daerah penelitian menguntungkan.

2. Usahatani cabai merah di daerah penelitian sudah layak secara finansial.

3. Usahatani cabai merah di daerah penelitian telah melewati titik impas atau Break Event Point.

(46)

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive atau secara sengaja yaitu teknik penentuan suatu daerah berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah dibuat terhadap suatu objek yang sesuai dengan tujuan.

Kabupaten Langkat dipilih dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Langkat merupakan salah satu sentra produksi cabai merah di Sumatera Utara khususnya di Kecamatan Secanggang. Desa Telaga Jernih ditentukan sebagai daerah penelitian karena desa ini merupakan salah satu desa yang memiliki luas lahan dan produksi terbesar di Kecamatan Secanggang.

Tabel 3.1 Luas Panen, Produksi, dan Rata-Rata Produksi Tanaman Cabai Menurut Kecamatan, Tahun 2014

Kecamatan Luas Panen Produksi Rata-Rata Produksi (Ha) (Ton) (Ton/Ha)

1. Bahorok 13 49 3,76

2. Serapit 12 47 3,91

3. Salapian 2 4 3,50

4. Kutambaru 4 13 3,23

5. Sei Bingai 9 37 4,11

6. Kuala 16 65 4,06

7. Selesai 33 140 4,24

8. Binjai 51 227 4,45

9. Stabat 21 86 4,09

10. Wampu 20 73 3,65

11. Batang Serangan 2 7 3,50 12. Sawit Seberang - - -

(47)

Lanjutan Tabel 3.1 Luas Panen, Produksi, dan Rata-Rata Produksi Tanaman Cabai Menurut Kecamatan, Tahun 2014 Kecamatan Luas Panen Produksi Rata-Rata Produksi

(Ha) (Ton) (Ton/Ha)

14. Hinai 50 195 3,90

15. Secanggang 83 342 4,12 16. Tanjung Pura 44 164 3,72

17. Gerbang 12 35 2,91

18. Babalan - - -

19. Sei Lepan - - -

20. Brandan Barat 1 3 3,00

21. Besitang 33 135 4,09

22. Pangkalan Susu 24 95 3,95 23. Pematang Jaya 5 19 3,80

Langkat 445 1.777 3,99

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat, 2015

Dari Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa Kecamatan Secanggang merupakan daerah produksi cabai terbesar dan luas panen terbesar di Kabupaten Langkat dengan luas panen untuk komoditi cabai yaitu sebesar 83 Ha, produksi cabai sebesar 342 Ton dan rata-rata produksi cabai sebesar 4,12 Ton/Ha.

Tabel 3.2 Luas Panen dan Produksi Tanaman Cabai Menurut Desa/

Kelurahan, Tahun 2014

Desa / Kelurahan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

1. Kepala Sungai 5 25

2. Perkotaan 6 30

3. Teluk 7 36

4. Cinta Raja - -

5. Telaga Jernih 12 60

6. Karang Gading 10 55

7. Kuala Besar - -

(48)

Lanjutan Tabel 3.2 Luas Panen dan Produksi Tanaman Cabai Menurut Desa/ Kelurahan, Tahun 2014

Desa / Kelurahan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

8. Selotong 3 15

9. Secanggang 9 47

10. Tanjung Ibus 7 38

11. Hinai Kiri 8 42

12. Kebun Kelapa 9 48

13. Sungai Ular 10 52

14. Jaring Halus - -

15. Karang Anyar 3 16

16. Pantai Gading - -

17. Suka Mulia - 31

Jumlah 89 495

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat, 2015

Dari Tabel 3.2 dapat dilihat bahwa Desa Telaga Jernih merupakan daerah produksi cabai terbesar dan luas panen terbesar di Kecamatan Secanggang Kabupaten langkat dengan luas panen untuk komoditi cabai yaitu sebesar 12 Ha, produksi cabai sebesar 60 Ton dan rata-rata produksi cabai sebesar 5 Ton/Ha.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode sensus. Menurut Singarimbun dan Efendi (1989) metode sensus, yakni semua populasi dicacah sebagai responden, dicacah artinya diselidiki atau diwawancarai. Metode ini menggunakan teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan jumlah populasi. Alasan pengambilan metode sensus karena jumlah populasi yang kurang dari 100 maka seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian.

(49)

Sampel dalam penelitian ini adalah petani cabai merah, dimana seluruh petani cabai merah di daerah penelitian dijadikan sebagai sampel. Jumlah populasi petani yang mengusahakan cabai merah di Desa Telaga Jernih yaitu 32 petani, sehingga berdasarkan penentuan sampel dengan metode sensus maka seluruh populasi petani cabai merah di daerah penelitian dijadikan sebagai sampel penelitian.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petani dengan wawancara.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga serta instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Langkat, Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan Secanggang, serta instansi lain yang terkait dengan penelitian.

3.4 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk tujuan penelitian pertama yaitu menganalisis pendapatan usahatani cabai merah. Menurut Gilarso (2003) biaya total merupakan penjumlahan dari seluruh biaya yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dikeluarkan untuk menghasilkan output. Biaya produksi usahatani cabai merah dihitung dengan rumus berikut ini :

TC = FC + VC Keterangan :

TC = Total Biaya (Rp) FC = Biaya Tetap (Rp) VC = Biaya Variabel (Rp)

Penerimaan usahatani cabai merah yaitu jumlah produksi cabai merah dikali dengan harga jual cabai merah, dengan rumus sebagai berikut ini :

(50)

TR = Y . P Keterangan :

TR = Total Penerimaan (Rp)

Y = Total Produksi Cabai Merah (Kg) P = Harga Jual Cabai Merah (Rp/kg) (Suratiyah, 2009).

Pendapatan usahatani cabai merah merupakan selisih penerimaan usahatani cabai merah dengan seluruh biaya yang digunakan. Rumus pendapatan sebagai berikut :

Pd = TR – TC Keterangan :

Pd = Pendapatan (Rp) TR = Total Penerimaan (Rp) TC = Total Biaya (Rp) (Soekartawi, 1995).

Metode yang digunakan untuktujuan penelitian kedua yaitu menganalisis kelayakan usahatani cabai merah secara finansial di daerah penelitian. Metode yang digunakan yaitu R/C ratio dan B/C ratio. Revenue Cost Ratio merupakan perbandingan antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani. Rumus yang digunakan :

𝐑𝐑/𝐂𝐂 =𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏 𝐁𝐁𝐏𝐏𝐏𝐏𝐁𝐁𝐏𝐏 Dengan konsep berikut ini :

a = R/C R = Py.Y

(51)

C = FC + VC

a = {(Py.Y) / (FC+VC)}

Keterangan :

R = Penerimaan (Rp) C = Total Biaya (Rp)

Py = Harga Jual Cabai Merah (Rp/kg) Y = Output (Kg)

FC = Biaya Tetap (Rp) VC = Biaya Variabel (Rp)

Usatahani yang dilaksanakan dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C ratio lebih besar dari satu. Jika R/C ratio usahatani lebih kecil dari satu maka usahatani tersebut dikatakan belum layak untuk diusahakan (Soekartawi, 1995).

B/C ratio adalah perbandingan keuntungan usahatani yang diperoleh dengan total biaya usahatani yang digunakan, dengan rumus berikut ini :

𝐁𝐁/𝐂𝐂 =𝐊𝐊𝐏𝐏𝐊𝐊𝐏𝐏𝐊𝐊𝐊𝐊𝐏𝐏𝐊𝐊𝐏𝐏𝐏𝐏 𝐓𝐓𝐓𝐓𝐊𝐊𝐏𝐏𝐓𝐓 𝐁𝐁𝐏𝐏𝐏𝐏𝐁𝐁𝐏𝐏

Analisis B/C ratio digunakan untuk melihat kelayakan dan manfaat dari usahatani yang dilaksanakan. Usahatani dikatakan layak jika nilai B/C ratio lebih besar dari satu. Nilai manfaat yang diperoleh dari usahatani semakin besar apabila nilai B/C semakin besar (Jumingan, 2011).

Metode yang digunakan untuktujuan penelitian ketiga yaitu menganalisisbreak event point (titik impas). Analisis Break Event Point (BEP) digunakan sebagai pengukuran untuk menentukan usahatani berada dalam keadaan impas, yaitu dicapai jika total penerimaan atau total revenue sama dengan total biaya atau total

(52)

cost (TR=TC). Konsep penerimaan (TR) = p.q dan jumlah biaya (TC) = a + bq.

Sehingga dapat diselesaikan dengan cara berikut ini : TR = p . q dan TC = a + bq

BEP adalah p . q = a + bq p . q - bq = a

q (p – b) = a q = a(p−b) Keterangan :

q = Jumlah Produksi (Kg) p = Harga Jual (Rp) b = Biaya Variabel (Rp) a = Biaya Tetap (Rp) (Ibrahim, 2009).

Secara matematis penentuan BEP produksi dengan rumus sebagai berikut : 𝐁𝐁𝐁𝐁𝐏𝐏 𝐏𝐏𝐏𝐏𝐓𝐓𝐏𝐏𝐊𝐊𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏𝐏 (𝐊𝐊𝐊𝐊) =𝐓𝐓𝐂𝐂

𝐏𝐏 Keterangan :

TC = Total Biaya Usahatani Cabai Merah (Rp) P = Harga Jual Cabai Merah (Rp/kg)

(Mahyuddin, 2007).

Rumus BEP harga, sebagai berikut :

𝐁𝐁𝐁𝐁𝐏𝐏 𝐇𝐇𝐏𝐏𝐏𝐏𝐊𝐊𝐏𝐏 (𝐑𝐑𝐑𝐑) =𝐓𝐓𝐂𝐂 Keterangan : 𝐘𝐘

TC = Total Biaya Usahatani Cabai Merah (Rp)

(53)

Y = Produksi Total Usahatani Cabai Merah (Kg) (Suratiyah, 2009).

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka perlu adanya definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1 Definisi

1. Usahatani cabai merah adalah kegiatan budidaya tanaman yang dilakukan petani dengan cabai merah sebagai komoditasnya.

2. Produksi cabai merah adalah hasil panen dari cabai merah yang bernilai ekonomis yang dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

3. Biaya produksi usahatani cabai merah adalah seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi atau jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap usahatani cabai merah per musim tanam yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

4. Harga jual adalah nilai produk cabai merah atau harga cabai merah yang berlaku di tingkat produsen yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

5. Penerimaan usahatani cabai merah adalah jumlah produksi cabai merahyang diperoleh petani dikali dengan harga jual cabai merah yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

6. Pendapatan usahatani cabai merah adalah selisih dari total penerimaan usahatani cabai merah yang diperoleh dengan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani cabai merah yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

(54)

7. R/C ratio adalah perbandingan penerimaan usahatani cabai merah dengan seluruh biaya yang dipakai pada usahatani cabai merah selama proses produksi.

8. B/C ratio adalah perbandingan keuntungan usahatani cabai merah dengan seluruh biaya yang dipakai pada usahatani cabai merah selama proses produksi.

9. Break Even Point (BEP) usahatani cabai merah adalah keadaan usahatani cabai merah tidak mendapatkan keuntungan dan tidak menderita kerugian atau dalam keadaan impas.

3.5.2 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian dilakukan di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

2. Sampel penelitian adalah petani cabai merah di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

3. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2017.

(55)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Kondisi Biofisik Desa Telaga Jernih

Penelitian dilakukan di Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Desa Telaga Jernih terletak di dataran rendah dengan ketinggian tempat 5m dpl dan rata-rata suhu udara 32o

• Batas Wilayah Desa

C serta luas wilayah 1.259 Ha yang terdiri dari: sawah tadah hujan 440 Ha, kebun sawit 259 Ha, perladangan 200 Ha, perumahan/pemukiman 203 Ha, tanah wakaf 2 Ha, dan lainnya 155 Ha. Desa ini terdiri dari 18 dusun dengan jumlah 1.381 KK. Berikut ini merupakan kondisi demografi Desa Telaga Jernih :

- Sebelah Utara : Desa Cinta Raja - Sebelah Selatan : Desa Teluk - Sebelah Barat : Desa Suka Mulia - Sebelah Timur : Desa Karang Gading

• Letak Astronomi - 3o49‘ 00” – 3o - 98

51‘ 00” LU

o29‘ 51” – 98o

• Orbitasi

33‘ 10” BT

- Jarak ke ibu kota kecamatan terdekat : 13 Km - Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan : 20 menit - Jarak ke ibu kota kabupaten : 15 Km - Lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten : ½ Jam

Referensi

Dokumen terkait

Tanda positif ini memiliki arti bahwa semakin tinggi penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (Pasir) yang masuk ke pemerintah Kabupaten Magelang maka akan semakin

Pejabat Pembuat Komitmen adalah seorang PNS yang ditunjuk untuk atas nama kuasa penguna anggaran/kuasa pengguna barang, dalam pengelolaan administrasi keuangan dan

Dengan demikian konsepsi Negara Kepulauan (Negara Nusantara) telah mendapat pengakuan secara Internasional Konvensi Hukum Laut 1982 ini telah diratifikasi Indonesia dengan

Perbandingan Metode Altman, Foster dan Springate dalam menganalisis prediksi tingkat kebangkrutan untuk mengetahui metode analisis predeksi kebangkrutan yang lebih

Karena atribut kemasan berada pada kuadran III, sehingga atribut kemasan produk StarBandrek ini tidak terlalu menimbulkan masalah yang besar terhadap keputusan konsumen

Teluk Kota Bandar Lampung memiliki permasalahan persampahan yaitu terdapat tumpukan sampah di sepanjang Teluk Kota Bandar Lampung dan kontribusi tumpukan sampah dari daerah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap siswa tentang seks bebas, siswa SMU Patria Bantul mengalami peningkatan yaitu sebelum diberikan penyuluhan sikap responden negatif

Hasil studi para ahli dapat disimpulkan bahwa masalah penting paling rumit adalah menentukan indikator kualitas pelayanan yang selaras kebutuhan dan menimbulakan