• Tidak ada hasil yang ditemukan

SHEELLA TAN PUBLIC RELATIONS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SHEELLA TAN PUBLIC RELATIONS"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

(DLGF) DALAM MENGHADAPI INFODEMI COVID-19 DI KALANGAN GENERASI Z KOTA MEDAN

SKRIPSI

SHEELLA TAN 170904045 PUBLIC RELATIONS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

2021

(2)

(DLGF) DALAM MENGHADAPI INFODEMI COVID-19 DI KALANGAN GENERASI Z KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata (S1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

SHEELLA TAN 170904045

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

ii

Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diseminarhasilkan:

Nama : SHEELLA TAN NIM : 170904045

Judul Skripsi : Tingkat Kompetensi Literasi Digital Berdasarkan Digital Literacy Global Framework (DLGF) dalam Menghadapi Infodemi Covid-19 di Kalangan Generasi Z Kota Medan

Dosen Pembimbing Ketua Program Studi

Drs. Syafruddin Pohan, S.H., M.Si., Ph.D. Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., Ph.D NIP. 195812051989031002 NIP.196505241989032001

Dekan

Drs. Hendra Harahap, M.Si., Ph.D.

NIP. 196710021994031002

(4)

iii

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia di proses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Medan, 30 Juli 2021 Peneliti

(Sheella Tan) NIM: 170904045

(5)

iv

Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini disetujui untuk diseminarhasilkan oleh : Nama : SHEELLA TAN

NIM : 170904045 Program Studi : Ilmu Komunikasi

Judul : Tingkat Kompetensi Literasi Digital Berdasarkan Digital Literacy Global Framework (DLGF) dalam Menghadapi Infodemi Covid-19 di Kalangan Generasi Z Kota Medan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si.

NIP. 196609031990031004

Penguji : Dra. Mazdalifah M.Si., Ph.D.

NIP. 196507031989032001

Penguji Utama : Drs. Syafruddin Pohan SH, M.Si., Ph.D. (……….) NIP. 195812051989031002

Ditetapkan di : Medan

Tanggal : 06 Agustus 2021

(6)

v

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi yang berjudul “Tingkat Kompetensi Literasi Digital Berdasarkan Digital Literacy Global Framework (DLGF) dalam Menghadapi Infodemi Covid- 19 di Kalangan Generasi Z Kota Medan” ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dikarenakan dukungan orangtua yaitu Ayah Amat dan Ibu Rita. Selanjutnya terima kasih kepada bapak/ibu atas pengarahan serta adanya bimbingan dari berbagai pihak yang sangat luar biasa dalam membantu penulis.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih teramat dalam kepada:

1. Drs. Hendra Harahap, M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang banyak memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkontribusi dalam berbagai penelitian hingga penulis mendapat banyak ilmu dan pengalaman.

2. Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Dra, Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D dan Emilia Ramadhani, M.A selaku sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi.

3. Drs. Syafruddin Pohan, S.H., M.Si., Ph.D. selaku dosen pembimbing penulis yang sangat baik dan responsif, menyediakan waktu untuk bimbingan secara online di tengah masa pandemi Covid-19, serta memberikan arahan dan kepercayaan hingga selesainya skripsi ini.

4. Prof. Dr. Suwardi Lubis, M.Si selaku dosen pembimbing akademik penulis.

5. Farida Hanim, S.Sos., M.Si, Yovita Sabarina Sitepu, S.Sos., M.Si., Dra.

Fatma Wardy Lubis, M.A., Dra. Mazdalifah, M.Si., Ph,D., Munzaimah M.

S.Sos., M.I.Kom., dan Nur Fitriyani Saputri, S.I.Kom., selaku para dosen dan mentor yang telah memberikan kepercayaan, dukungan, dan kasih sayang yang luar biasa kepada penulis untuk semangat berjuang mengejar mimpi.

(7)

vi

Universitas Sumatera Utara

6. Seluruh Dosen dan Pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP USU yang telah mencurahkan waktunya untuk berbagi ilmu dengan mahasiswa, mendorong kami semua untuk keluar dari zona nyaman dan berkembang.

7. Staff Program Studi Kak Maya dan Kak Yanti yang dengan ramah dan sabar membantu peneliti dalam setiap proses permasalahan dan urusan perkuliahan di Universitas Sumatera Utara.

8. Sahabat-sahabat tercinta dan seperjuangan, Claudia Anastasya br Bangun dan Guinivenny yang selalu ada disaat baik dan buruk perjalanan perkuliahan, saling suportif dan menyemangati, selalu menebar kebaikan dan cinta yang tulus kepada penulis, serta berbagai hal indah lainnya.

9. Mickhael Rajagukguk, sosok sahabat, adik, dan laki-laki cerdas yang selalu hadir dan berperan penting dalam proses penyelesaian skripsi ini. Tak terkecuali sahabat-sahabat terkasih, Regina Sitohang, Diva Vania, Nurul Indah Saraswati, Fernando, Indah, Yuni, dan Jennifer Connery.

10. Tommy Oktawijaya, S.Kom., sosok pria yang loyal dan selalu mendukung perjalanan mengejar impian penulis.

11. Seluruh sahabat SMP, SMA, kuliah dan berbagai organisasi lainnya yang tak luput untuk selalu memberi perhatian dan dorongan kepada penulis.

12. Diri penulis sendiri, I wanna thank me for believing in me, I wanna thank me for doing all this hard work, I wanna thank me for having no days off.

13. Serta pihak-pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Skripsi ini masih memiliki kekurangan di dalamnya, oleh karena itu, saya mengharapkan kritikan, saran serta masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini kelak menjadi sumber inspirasi dan informasi bagi banyak pihak. Akhir kata, saya mohon maaf atas segala kesalahan yang terdapat pada skripsi ini dan terima kasih.

Medan, Juli 2020

Sheella Tan

(8)

vii

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sheella Tan

NIM : 170904045

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalti-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Tingkat Kompetensi Literasi Digital Berdasarkan Digital Literacy Global Framework (DLGF) dalam Menghadapi Infodemi Covid-19 di Kalangan Generasi Z Kota Medan”

Dengan Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada Tanggal : 30 Juli 2021

Yang menyatakan,

(Sheella Tan)

(9)

viii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Tingkat Kompetensi Literasi Digital Berdasarkan Digital Literacy Global Framework (DLGF) dalam Menghadapi Infodemi Covid-19 di Kalangan Generasi Z Kota Medan”. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan Generasi Z Kota Medan dalam menghadapi berita hoaks (fake news) dan menganalisis sejauh mana tingkat kompetensi literasi digital Generasi Z Kota Medan dalam menghadapi infodemi Covid-19 berdasarkan Digital Literacy Global Framework. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Literasi Digital, Generasi Z, Infodemi Covid-19 dan Media Baru. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah Generasi Z Kota Medan dengan perhitungan sampel menggunakan rumus Slovin dan diperoleh sampel sebanyak 100 responden. Teknik penarikan sampel menggunakan Purposive Sampling dan Quota Sampling. Teknik pengumpulan data adalah metode kuesioner dan studi kepustakaan (Library Research). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal dan silang dengan menggunakan IBM Statistical Product and System Solution (SPSS) versi 24.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Generasi Z Kota Medan dalam menghadapi berita hoaks dikategorikan cukup baik (intermediate) dan tingkat literasi digital berdasarkan DLGF Generasi Z Kota Medan dalam menghadapi infodemi Covid-19 berada pada tingkat kemahiran foundation atau kurang mampu.

Kata Kunci: Digital Literacy Global Framework (DLGF), Infodemi Covid-19, Hoaks, Generasi Z

(10)

ix

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

This study is entitled "Digital Literacy Competency Levels Based on the Digital Literacy Global Framework (DLGF) in Countering the Covid-19 Infodemic in Medan City Generation Z". The purpose of this study was to determine the ability of Medan City's Generation Z in warding off fake news and to analyze the level of digital literacy competence of Medan City's Generation Z in warding off the Covid- 19 infodemic based on the Digital Literacy Global Framework. The theories used in this research are Digital Literacy, Generation Z, Covid-19 Infodemic and New Media. The research method used by the author in this study is a descriptive method with a quantitative approach. The population in this study is Generation Z Medan City with sample calculations using the Slovin formula and obtained a sample of 100 respondents. The sampling technique used was purposive sampling and quota sampling. Data collection techniques are questionnaires and library research methods. The data analysis technique used in this research is single and cross table analysis using IBM Statistical Product and System Solution (SPSS) version 24.0.

The results showed that Medan City's Generation Z in warding off hoax news was categorized as quite good (intermediate) and the level of digital literacy based on the DLGF Generation Z of Medan City in warding off the Covid-19 infodemic was at the foundation level of proficiency or less able.

Keywords: Digital Literacy Global Framework (DLGF), Covid-19 Infodemic, Hoax, Z Generation

(11)

x

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 12

1.3 Rumusan Masalah ... 12

1.4 Tujuan Penelitian ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 13

BAB II URAIAN TEORETIS ... 14

2.1 Penelitian Terdahulu ... 14

2.2 Kerangka Teori ... 17

2.2.1 Media Baru (New Media) ... 17

2.2.2 Literasi Digital ... 20

2.2.2.1 Pengertian Literasi Digital ... 20

2.2.2.2 Elemen Literasi Digital ... 21

2.2.2.3 Kompetensi Literasi Digital Berdasarkan DLGF ... 23

2.2.2.4 Tingkat Kemahiran (Level) Kompetensi Literasi Digital ... 31

2.2.2.5 Penerapan Literasi Digital pada Lintas Generasi ... 39

2.2.3 Infodemi Covid-19 & Hoaks ... 41

2.2.4 Generasi Z ... 45

2.2.4.1 Pengertian Generasi Z ... 45

2.2.4.2 Karakteristik Generasi Z ... 47

2.2.4.3 Pola & Perilaku Generasi Z ... 49

2.3 Kerangka Konsep ... 50

(12)

xi

Universitas Sumatera Utara

2.4 Variabel Penelitian ... 50

2.5 Definisi Operasional Variabel ... 52

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54

3.1.1 Kota Medan ... 54

3.1.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan ... 54

3.1.1.2 Geografi dan Demografi Kota Medan ... 55

3.1.1.3 Lambang Kota Medan ... 55

3.1.1.4 Motto Kota Medan ... 56

3.2 Metode Penelitian ... 56

3.3 Populasi dan Sampel ... 57

3.3.1 Populasi ... 57

3.3.2 Sampel ... 58

3.4 Teknik Penarikan Sampel ... 59

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59

3.5.1.1 Uji Validitas ... 549

3.5.1.2 Uji Reliabilitas ... 60

3.6 Teknik Analisis Data ... 63

3.6.1 Analisis Tabel Tunggal ... 63

3.6.2 Analisis Tabel Silang ... 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

4.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 64

4.2 Analisis Tabel Tunggal ... 66

4.3 Analisis Tabel Silang ... 89

4.4 Pembahasan ... 93

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 100

5.1 Simpulan ... 100

5.2 Saran ... 101

5.2.1 Saran teoretis ... 101

5.2.2 Saran akademis ... 101

5.2.3 Saran praktis ... 101

DAFTAR REFERENSI ... 102

LAMPIRAN... 103

(13)

xii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu 16

2.2 Kompetensi Literasi Digital Berdasarkan DLGF 30

2.3 Tingkat Kemahiran (Level) Literasi Digital 38

2.4 Perbedaan Generasi 46

2.5 Variabel Operasional dan Indikator 51

3.1 Hasil Uji Validitas Variabel Kompetensi Literasi Digital dalam

Menangkal Infodemi Covid-19 62

3.2 Hasil Uji Reliabilitas 63

4.1 Responden Berdasarkan Kategori Usia 67

4.2 Responden Berdasarkan Kategori Jenis Kelamin 67

4.3 Responden Berdasarkan Kategori Pendidikan Saat ini 68

4.4 Responden Berdasarkan Perangkat Digital yang Digunakan 69 4.5 Responden Berdasarkan Rata-Rata Durasi Penggunaan

Perangkat Digital per Harinya 70

4.6 Responden Berdasarkan Akses Internet 71

4.7 Kemampuan Mencari Informasi Seputar Covid-19 72

4.8 Kemampuan Memeriksa Suatu Kebenaran Informasi/Berita

Seputar Covid-19 73

4.9 Intensitas Mengakses Akun yang Mengonfirmasi Hoaks 74

4.10 Intensitas Menyebarkan Informasi Covid-19 di Media Sosial 75 4.11 Intensitas Menyebarkan Informasi Covid-19 di Grup Media

Sosial 76

4.12 Intensitas Menegur Penyebar Berita Hoaks di Media Sosial 77

4.13 Kemampuan Mengedit Foto/Gambar Terkait Covid-19 78

4.14 Intensitas Mengedit Foto/Gambar Terkait Covid-19 79

4.15 Kemampuan Mengedit Video Edukatif Covid-19 80

4.16 Intensitas Mengedit Video Edukatif Covid-19 81

4.17 Kemampuan Mengedit Tulisan Status/Caption Covid-19 82 4.18 Intensitas Mengedit Tulisan Status/Caption Covid-19 83

4.19 Kemampuan Memodifikasi Konten Covid-19 84

(14)

xiii

Universitas Sumatera Utara 4.20 Intensitas Melakukan Pengutipan Konten Covid-19 dan

Mencantumkan Sumbernya 85

4.21 Intensitas Mengonfirmasi Kekeliruan/Misinformasi di Grup

Media Sosial 86

4.22 Kemampuan Menentukan Benar atau Tidaknya Suatu Informasi 87

4.23 Kepercayaan Terhadap Konspirasi Covid-19 88

4.24 Segmentasi Usia dengan Kemampuan Memeriksa Kebenaran

Suatu Informasi/Berita Seputar Covid-19 89

4.25 Segmentasi Usia dengan Intensitas Mengakses Akun yang

Mengonfirmasi Hoaks 90

4.26 Segmentasi Usia dengan Intensitas Menegur Penyebar Hoaks di

Media Sosial 91

4.27 Segmentasi Usia Dengan Kemampuan Menentukan Benar atau

Tidaknya Suatu Informasi 92

(15)

xiv

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Penetrasi Pengguna Internet Berdasarkan Umur di Indonesia 5

1.2 Kecepatan Akses Mobile 11

3.1 Lambang Kota Medan 55

(16)

xv

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

Kuesioner Penelitian 108

Data View 118

Tabel Data SPSS 119

Lembar Bimbingan Skripsi 131

Biodata Penulis 132

(17)

1

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Era revolusi industri keempat saat ini ditandai dengan disrupsi teknologi digital yang semakin masif. Pesatnya perkembangan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berperan penting dalam memengaruhi setiap aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik dan pendidikan (Jamun, M, 2018:48). Kemajuan teknologi yang mengglobal ini tidak bisa dihentikan karena memiliki andil yang besar dalam membantu aktivitas dan kebutuhan manusia di kesehariannya. Peran inilah yang membawa peradaban manusia memasuki era digital.

Digitalisasi terlihat dari kebutuhan mobilitas masyarakat terakomodir dengan cepat dan terjangkau. Semua informasi diperoleh secara real-time, dimana saja dan kapan saja. Mesin pencari dengan kecerdasan buatan yang ditanamkan membantu seseorang mencari bahan rujukan yang diinginkan secara cepat hanya bermodal internet, materi ajar serta aktivitas interaksi telah terintegrasi oleh kemajuan teknologi digital (Setyaningsih dkk, 2019:1200).

Meskipun inovasi yang diciptakan memberikan manfaat positif bagi setiap orang seperti kemudahan akses informasi, namun di sisi lain memungkinan digunakan untuk hal negatif seperti disinformasi atau hoaks sehingga masyarakat harus mampu bersaing melalui kemampuan pemahaman literasi digital yang tinggi.

Urgensi literasi digital bagi masa depan Indonesia menjadi alasan dalam menghadapi derasnya arus peredaran informasi, komersialisasi data, perkembangan teknologi. Berdasarkan literatur terbaru dari SIEMENS (2017), Risdale, dkk (2015), McKinsey & Company (2014), Greene, Yu dan Copeland (2014), The SCONUL Working Group of Information Literacy (2011), Covello (2010), dan berbagai kontributor peneliti lainnya menjelaskan bahwa literasi digital merupakan konsep multi-dimensional (Chetty, dkk, 2017:2). Menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)

(18)

Universitas Sumatera Utara

(2018), literasi digital adalah kemampuan individu untuk memahami, mengakses, mengelola, mengintegrasi, mengomunikasian mengevaluasi dan membuat informasi yang benar dan tepat melalui teknologi digital untuk partisipasi kehidupan sosial dan ekonomi.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan tajuk “Status Literasi Digital Indonesia 2020”

bekerja sama dengan Katadata Insight Center menyebutkan bahwa literasi digital Indonesia belum mencapai skor “baik” (4.00); baru sedikit di atas

“sedang” (3.00). Skor kemampuan literasi digital Wilayah Barat & Timur lebih rendah daripada Wilayah Tengah. Sub-indeks informasi dan literasi data memiliki skor paling rendah (Katadata Insight Center, 2020:29).

Studi yang diterbitkan oleh G-20 Insights mengenai digitalisasi, terdapat lima dimensi yang diidentifikasi yaitu, literasi informasi, literasi komputer, literasi media, literasi komunikasi, dan literasi teknologi. Setiap dimensi dipengaruhi dalam tiga perspektif, yaitu kognitif, teknis, dan etis. Kelima dimensi dan tiga perspektif mengacu pada semua komponen konseptual literasi digital dan harus mendukung bagaimana literasi digital itu didefinisikan, diukur, dan diajarkan (Chetty, dkk, 2017:2).

Kompetensi literasi digital tidak hanya sekedar menggunakan perangkat lunak atau mengoperasikan alat, namun melibatkan berbagai keterampilan kognitif, motorik, sosiologis, emosional serta real-time (Eshet, 2012:267) yang meliputi kemampuan mengakses informasi dengan relevan dan mengevaluasi reliabilitas informasi. Individu harus belajar berpikir kreatif dan berinovasi, berkolaborasi, otonomi dan fleksibilitas, memecahkan masalah secara efektif pada lingkungan virtual, berkomunikasi secara baik pada keadaan yang termediasi oleh teknologi serta menciptakan konten orisinal untuk mencapai tujuan pribadi atau profesional individu.

Literasi digital juga berkaitan dengan isu-isu dinamika informasi, properti dan kepemilikan intelektual, copyright, keaslian konten, dan plagiarisme (Eshet dalam Sabrina, 2019:38). Kemampuan ini bertujuan supaya masyarakat mampu mengoperasikan teknologi digital secara intuitif dan efektif untuk bekerja, belajar dan menjalankan fungsi sehari-hari mengikuti

(19)

Universitas Sumatera Utara

perkembangan teknologi, mengkomunikasikan ide dan membangun kolaborasi lintas personal dan global serta membuat sumber daya yang baru (Gavin, 2015:2).

Media digital berbasis internet saat ini menyajikan konten secara audio, visual, audiovisual, kontekstual menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat (Setiansah, 2019:17). Media digital adalah konten digital yang dapat ditransimisikan melalui internet mencakup teks, audio, video, dan grafik, Umumnya media digital atau yang disebut platform ini memiliki variasi berbentuk situs web atau blog, media sosial, dan e-mail (Kır, 2019).

Salah satu bentuk konten digital di media yang menjadi sorotan pada masa pandemi saat ini adalah maraknya infodemi Covid-19. Infodemi adalah satu fenomena yang mana arus informasi seputar pandemi/epidemi begitu deras, tanpa mempertimbangkan unsur kebenaran data dan fakta (Rajagukguk, 2021).

Istilah infodemi berhubungan dengan kelimpahan informasi baik yang akurat maupun tidak sehingga menyulitkan masyarakat untuk menemukan sumber terpercaya dan panduan yang dapat diandalkan ketika dibutuhkan. Umumnya, infodemi seringkali memuat berbagai rumor, stigma, dan teori konspirasi selama keadaan darurat kesehatan masyarakat (Islam, dkk., 2020).

Dr. Sylvie Briand, Director, Global Infectious Hazards Preparedness (GIH) Department, WHO Health Emergencies (WHE) Programme, World Health Organization (WHO) pada Tim Editor Journal of Communication in Healthcare (2020) mengatakan bahwa informasi yang buruk bisa sangat merusak, misalnya yang terjadi di Iran. Adanya misinformasi bahwa metanol dapat menyembuhkan Covid-19, menyebabkan 300 orang meninggal karena mengonsumsi metanol (Nurhajati, dkk, 2021:79). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyamakan bahaya infodemi sama bahayanya dengan pandemi. Hal tersebut disebabkan oleh kesalahan dan tidak melakukan penyaringan informasi secara kritis sehingga berpengaruh besar pada kesehatan dan pengambilan keputusan masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19 (Ansori, 2020).

Media digital, terutama media sosial pada masa pandemi Covid-19 menjadi media arus informasi utama saat ini. Pada kasus tertentu, banyak penyebaran informasi yang memberikan solusi sekaligus distorsi informasi.

(20)

Universitas Sumatera Utara

Informasi-informasi tersebut bersinergi dan berkolaborasi dengan fokus bagaimana masyarakat bertahan dan terbebas dari pandemi Covid-19. Namun, informasi-informasi yang destruktif juga tersebar yang berpotensi menimbulkan kekacauan dalam masyarakat (Mas’udi & Winanti, 2020:181).

Hal inilah yang menimbulkan kekhawatiran terhadap infodemi Covid-19. Pada dasarnya, tidak ada orang lain yang mampu mengontrol keabsahaan informasi yang dibagikan dan beredar, namun ada orang yang mampu menguji dan mengklarifikasinya (Yuliarti, dalam Kurnia, dkk., 2020:169)

Hoaks (hoax) berasal dari kata hocus, yang memiliki makna mengecoh atau menipu. Secara umum hoaks berarti kabar burung, kabar yang tidak pasti, ataupun kabar bohong, yang sengaja dibuat dan seolah-olah cerita tersebut benar adanya. Hoaks dibuat seseorang atau kelompok dengan beragam tujuan mulai dari sekadar iseng, hingga tujuan ekonomi (penipuan), dan politik (propaganda/pembentukan opini publik) serta agitasi (hasutan) (Mazdalifah &

Sitepu, 2019:43). Informasi bohong atau berita hoaks, menjadi salah satu informasi berbahaya yang dapat menyerang para pengguna media sosial, secara khusus terhadap kesehatan mental masyarakat di masa pandemi Covid-19.

Isu mengenai pasien dengan gejala batuk pilek demam akan langsung divonis Covid-19 oleh rumah sakit menjadi salah satu hoaks yang beredar di media sosial Facebook pada awal Juli 2021. Temuan Dirjen Aplikasi Informatika (APTIKA) mengklarifikasi bahwa informasi pada unggahan tersebut adalah tidak benar dan tidak memiliki sumber kredibel. Proses dalam mengetahui adanya infeksi Covid-19 pada seseorang perlu adanya pemeriksaan lab dan adanya hasil pemeriksaan klinis. Hasil identifikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hingga 30 April 2021 terdapat 1.556 isu hoaks terkait Covid-19, dan 177 konten hoaks khusus terkait vaksin Covid- 19 yang tersebar di berbagai platform digital (Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2021).

Penyebaran disinformasi yang begitu masif kepada masyarakat di media digital akan memberikan dampak yang begitu luas terhadap pengguna internet di Indonesia. Apalagi pengguna internet di Indonesia mengalami perkembangan yang begitu pesat. Tercatat bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia

(21)

Universitas Sumatera Utara

terhitung dari bulan Januari 2020 hingga Januari 2021 bertambah 15,5% dari populasi yaitu sebanyak 27 juta pengguna dengan total 202,6 juta pengguna aktif (We Are Social, 2021). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) 2019-2020, Pulau Jawa menjadi kontributif terbesar dalam peningkatan pengguna internet disusul dengan Pulau Sumatera menjadi terbesar kedua yaitu sebesar 22,1% (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2020:28).

Tabel di bawah ini menggambarkan bahwa pengguna internet di Indonesia tersebar dalam berbagai lintas generasi. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis lima kelompok generasi sebagai cohort demografi di Indonesia, yang saat ini terbagi ke dalam rentang usia, yaitu: (1) Baby Boomer, lahir tahun 1946- 1964 dengan perkiraan usia sekarang 55-75 tahun; (2) Generasi X, lahir tahun 1965-1980 dengan perkiraan usia sekarang 41-56 tahun; (3) Generasi Y (Milienial), lahir tahun 1981-1996 dengan perkiraan usia sekarang 25-40 tahun;

(4) Generasi Z, lahir tahun 1997-2012, dengan perkiraan usia sekarang 9-24 tahun; (5) Generasi Alpha, lahir di atas tahun 2012, dengan perkiraan usia sekarang di bawah 9 tahun (Badan Pusat Statistik, 2020:12). Sinkronisasi kelompok usia tersebut diterapkan pada penelitian APJII yang menemukan bahwa pengguna internet di Indonesia didominasi oleh kelompok usia 10−24 tahun sebesar 29,2% (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2020:9).

Gambar 1.1 Penetrasi Pengguna Internet Berdasarkan Umur di Indonesia (Sumber: APJII 2019-2020)

(22)

Universitas Sumatera Utara

Survei terbaru yang dilakukan oleh Lembaga Survei Alvara Research Center pada Juli 2020 mengungkapkan bahwa Generasi Z menjadi pengguna internet paling dominan selama pandemi Covid-19. Pandemi mempercepat digitalisasi kehidupan masyarakat Indonesia, hasil dari survei Alvara Research Center menyebutkan ada kenaikan yang signifikan terkait konsumsi internet masyarakat Indonesia. Masyarakat tidak lagi masuk dalam kategori heavy user per hari nya (4−6 jam) melainkan masuk dalam kategori addicted users (lebih dari 7 jam) dalam seharinya. Akses komunikasi fisik yang terbatas selama pandemi Covid-19 memaksa semua generasi beralih berkomunikasi secara daring (Alvara, 2020:6).

Populasi Generasi Z dan Milenial mendominasi penduduk di Indonesia.

Pada pemilihan Presiden 2019 yang lalu, data BPS mengungkapkan pemilih muda dengan rentang usia 20-28 tahun mencapai 48% dari total pemilih. Jika rentang usia muda digabungkan menjadi 17-38 tahun, maka jumlah pemilih muda berkisar 100 juta jiwa, maka separuh pemilih merupakan pemilih muda.

Populasi Generasi Z sendiri berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020 (BPS) mencapai 27,94% atau sejumlah 74,93 juta jiwa dihitung dari 270,20 juta jiwa total penduduk Indonesia. Melihat komposisi penduduk berdasarkan generasi tahun 2020 (BPS), populasi generasi Z adalah yang terbesar dari generasi yang lainnya. Seiring dengan peningkatan konektivitas global, perubahan generasi dapat memainkan peran yang lebih penting dalam menentukan sikap dan perilaku untuk memberikan solusi atas berbagai masalah.

Generasi Z akan menjadi generasi usia produktif yang melanjutkan estafet masa depan (Francis & Hoefel, 2018).

Badan Pusat Statistik membagi usia Generasi Z ke dalam tiga kategori, yaitu: 10-14 tahun, 15-19 tahun, dan 20-24 tahun. Kota Medan dalam Angka Tahun 2021 sebagai salah satu publikasi BPS Kota Medan mencatat bahwa total populasi usia Generasi Z Kota Medan ada sebanyak 580.771 jiwa, yang terbagi atas 187.505 pada kategori usia 10-14 tahun, 191.093 pada kategori usia 15-19 tahun, dan 202.173 pada kategori usia 20-24 tahun. Sebagai generasi yang melek dengan internet, Generasi Z tidak terkecuali di Kota Medan merupakan

(23)

Universitas Sumatera Utara

pengguna internet dengan intensitas yang terbilang tinggi. Penelitian yang berjudul “Online Risks Research in Teenagers: Survey on Teenagers as Social Media Users in Medan” menemukan 43,3% remaja di Kota Medan menghabiskan waktu lebih dari 4 jam untuk mengakses internet (Harahap &

Sitepu, 2020:291).

Sitepu dan Harahap (2020:355), dalam penelitian yang berjudul “Social Media Usage and Digital Detoxification on Teenagers in Medan” menemukan bahwa dalam penggunaan internet sehari-harinya, sebagian besar Generasi Z di Kota Medan mudah teralihkan oleh notifikasi dari media sosial. Selain itu, mereka merasa sulit berkonsentrasi saat belajar di rumah atau saat mengerjakan sesuatu. Mereka juga merasa takut jika menjadi orang terakhir yang mengetahui informasi terkini atau kerap disebut juga sebagai sindrom Fear of Missing Out (FoMo). Generasi Z tersebut juga mengalami gangguan tidur/tidak punya cukup waktu untuk tidur di malam hari akibat masih terkoneksi dengan media sosial hingga larut malam.

Sebagaimana yang tertulis dalam buku Generasi Z & Revolusi Industri 4.0 (2020:27), Generasi Z adalah orang-orang yang lahir tahun 1995−2010 dikenal dengan sebutan generasi internet, iGeneration, atau generasi net.

Generasi ini memiliki kesamaan dengan generasi pendahulunya yaitu Y atau dikenal sebagai generasi milenial, namun generasi Z mampu mengaplikasikan semua kegiatan seperti browsing, chatting, bermain gim, mendengarkan musik, dan lainnya dalam satu waktu. Generasi ini berhubungan erat dengan media sosial, mereka menerima media sosial sebagai taken for granted (sesuatu yang sudah biasa) sedangkan generasi pendahulunya dikategorikan dalam digital immigrant (generasi yang lahir sebelum generasi digital belum sangat berkembang). Sejak kecil mereka telah dikenalkan dengan teknologi dan akrab dengan gadget yang canggih sehingga kelompok usia ini menjadi generasi Digital Native pertama yang dianggap fasih dengan berbagai “bahasa” digital dibandingkan generasi-generasi pendahulunya (Haryadi dan Rakhman, 2020:149). Mereka lahir saat akses terhadap informasi, khususnya internet sudah menjadi budaya global, sehingga ada implikasi ditimbulkan yang berpengaruh terhadap nilai-nilai, pandangan, dan tujuan hidup mereka. Dampak

(24)

Universitas Sumatera Utara

dari kemudahan dalam mengakses internet menjadikan internet sebagai sumber referensi utama untuk mencari suatu informasi.

Fakta bahwa banyaknya jumlah pengguna internet di Indonesia, serta tingginya frekuensi mengakses konten informasi dan media sosial, tidak menjamin masyarakat bijak menggunakan internet. Hasil survei dari Kominfo menunjukkan bahwa indeks literasi digital Indonesia berbanding terbalik dengan kebiasaan positif mencerna berita online dan tidak menyebarkan hoaks.

Data statistik berdasarkan laporan masyarakat melalui portal Patrolisiber dari Januari 2020−Januari 2021 mencapai 13.549 total aduan dengan 1,13T total kerugian. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangani 4.656 kasus tindak pidana siber sepanjang periode Januari hingga November 2020. Selain itu, berbagai kasus penyalahgunaan internet juga marak, mulai dari penipuan online, penyebaran konten provokatif, adiksi atau kecanduan, pencurian data/identitas, bias realitas, dan hoaks. Jika diteliti, sejumlah kasus tersebut bermuara pada satu hal, yaitu kemampuan literasi digital Indonesia yang minim (Kurnia & Astuti, 2017:151). Padahal untuk terlibat sepenuhnya dalam jaringan sosial, mendapatkan pekerjaan di sektor industri berbasis ekonomi pengetahuan, dan menjadi masyarakat global yang mampu bernegosiasi dengan perbedaan antarbudaya sangat membutuhkan rangkaian kemampuan literasi digital yang tinggi (Gavin, 2015:2).

Kategori demografi generasi Z sebagai pengonsumsi internet dan media sosial terbanyak menjadi salah satu faktor penyebaran hoaks begitu masif sehingga generasi Z memiliki peran yang sangat penting juga dalam melawan hoaks. Tingginya penggunaan internet berbanding lurus dengan kepemilikan perangkat gadget berbasis digital. Penggunaan media sosial pun meningkat tajam di era keterbukaan informasi. Perkembangan materi literasi informasi bersifat multi literasi meliputi teknologi digital, informasi, multimedia, visual (gambar), audio, berpikir kritis, pemahaman etika, moral, masalah hukum, sosial, budaya dan bagaimana berpartisipasi dalam komunitas online secara sopan dan bertanggung jawab. Selain itu budaya literasi tradisional seperti menulis, membaca, dan mendengarkan masih dibutuhkan oleh generasi Z ini agar mereka mampu menciptakan konten positif dan tidak terpengaruh oleh

(25)

Universitas Sumatera Utara

konten negatif (Fachruddin, 2018). Pentingnya saring sebelum sharing dengan melakukan upaya verifikasi terhadap informasi yang diterimanya untuk menghindari misinformasi dan disinformasi. Semua budaya literasi ini dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan literasi digital (Susilawati, dkk, 2021:9).

Literasi digital menjadi salah satu kunci penyokong keberhasilan target Sustainable Develompment Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutkan (TPB) nomor empat yaitu pendidikan yang berkualitas.

Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika KOMINFO, Ismail dalam sesi pemaparannya menyebutkan kehidupan saat ini tidak mungkin terlepas dari TIK sehingga masyarakat perlu memiliki kemampuan dalam mengolah informasi agar pemanfaatan konsumsi informasi menjadi nilai tambah. Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam literasi digital di Indonesia menurut Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedi Permadi: pertama, ruang digital semakin intensif dipakai oleh masyarakat Indonesia. Kedua, ada tantangan yang sampai saat ini semakin besar apalagi di tengah pandemi Covid- 19 serta ketiga dibalik tantangan tersebut ada peluang potensi yang tidak kalah besar. Maka dari itu, pengembangan keterampilan dan pengukuran kompetensi digital menjadi elemen kunci para praktisi, peneliti, sarjana dan pembuat kebijakan untuk melihat progress dan konsistensi kemampuan masyarakat saat ini (Iordache, E., Mariën, I., & Baelden, D, 2017:6).

Kemampuan literasi digital tersebut dapat diukur secara tepat dan dinamis dengan menggunakan suatu framework atau kerangka kerja literasi digital. Melalui kerangka yang berisi indikator kemampuan literasi, lokasi, dimensi, dan keadaan literasi kolektif suatu populasi, akan memungkinkan pembuat kebijakan untuk menentukan tujuan, menetapkan target, merencanakan dengan tepat dan membuat pilihan yang diperlukan dalam memastikan transformasi digital (Chetty, dkk., 2017:3). Kompetensi melek digital dan tingkat kemahiran literasi digital bergantung pada negara dan konteks sektor ekonominya termasuk prioritas pembangungan di tempat populasi itu berada. Publikasi yang dikeluarkan oleh UNESCO tahun 2018 berjudul A Global Framework of Reference on Digital Literacy Skills for

(26)

Universitas Sumatera Utara

Indicator 4.4.2 mengusulkan kerangka literasi digital terbaru yang disebut dengan Digital Literacy Global Framework (DLGF). DLGF dapat digunakan sebagai kerangka acuan bagi stakeholders dan tujuan beragam lainnya termasuk penelitian dan pengembangan guna meningkatkan target literasi digital suatu populasi. Ada 7 kompetensi area yang menjadi indikator dalam DLGF.

Kerangka DLGF merupakan perpanjangan dari The European Digital Competence Framework for Citizens atau yang dikenal dengan DigComp 2.0.

Kerangka DigComp dikembangkan untuk melayani kebutuhan negara-negara di Eropa yang maju secara ekonomi, berpenghasilan tinggi dan berkembang secara teknologi. Awalnya kerangka kerja kompetensi DigComp 1.0 mengusulkan empat tingkat kemahiran, kemudian diperluas menjadi delapan tingkat kemahiran pada DigComp 2.1. Namun, pada kerangka sebelumnya belum ditemukan deskripsi tingkat kemahiran komprehensif dan kemampuan mengoperasikan perangkat keras dan lunak sehingga dalam memenuhi kebutuhan negara yang berbeda pada skala global, kerangka yang diusulkan (DLGF) telah menambahkan kompetensi seperti Hardware & Software (CA0), dan Kompetensi terkait karir (CA6), serta Pemikiran komputasi (5.5).

Penambahan kompetensi menunjukkan kesepakatan umum dari berbagai negara agar kerangka mencakup kompetensi dasar perangkat keras dan lunak terutama dalam konteks negara berpengahasilan rendah dan berkembang.

Sementara kompetensi DigComp 2.0 juga memiliki poin kompetensi yang melibatkan pengoperasian perangkat namun mengacu pada tingkat pemahaman dan keterampilan yang lebih tinggi dalam proses pemecahan masalah.

Hasil studi empiris yang dilakukan oleh Nancy Law, David Woo, Jimmy de la Torre dan Gary Wong (2018:18) dalam pengembangan DLGF menunjukkan analisis kompetensi literasi digital berdasarkan DLGF dapat berfokus pada negara berkembang seperti Indonesia khususnya. Penelitian ini akan dilakukan di Kota Medan sebagai ibu kota provinsi Sumatera Utara. Dari hasil sensus penduduk 2020 (BPS), menunjukkan sebaran penduduk di Sumatera Utara berpusat di Kota Medan dengan jumlah penduduk sebesar 16,46% atau 2,43 juta orang dari seluruh penduduk Sumatera Utara. Kota Medan juga menjadi pusat perekonomian global di Sumatera Utara (Nasution,

(27)

Universitas Sumatera Utara

2018:74). Data yang dirilis oleh OpenSignal, sebuah perusahaan swasta yang berfokus pada pemetaan cakupan nirkabel menjabarkan Kota Medan menempati urutan ke-2 sebagai kota dengan kecepatan menunggah atau upload dengan kecepatan sebesar 5,5 MBPS. Angka ini membuat industri digital di Kota Medan semakin kompetitif. Ditambah dengan kecepatan internet yang tinggi menjadikan masyarakat Kota Medan khususnya generasi Z memiliki akses informasi yang cepat.

Gambar 1.2 Kecepatan Akses Mobile (Sumber: OpenSignal 2019)

Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji sejauh mana tingkat kompetensi literasi digital dalam menghadapi infodemi Covid-19 berdasarkan kerangka Digital Literacy Global Framework (DLGF) sebagai pedoman pengukuran kemampuan literasi digital Generasi Z di Kota Medan.

(28)

Universitas Sumatera Utara

1.2 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah digunakan untuk menghindari ruang lingkunp penelitian yang terlalu luas agar dapat lebih terarah, jelas, sehingga tidak mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Penelitian ini menggunakan tiga dari tujuh kompetensi DLGF yang berhubungan dengan Ilmu Komunikasi. Ketiga kompetensi tersebut adalah (1) Literasi Informasi dan Data, (2) Komunikasi dan Kolaborasi dan (3) Pembuatan Konten Digital. Penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal terindeks SCOPUS dengan kategori Q4, yakni Asian Journal of Public Opinion Research, yang mana semakin menambah keabsahan dalam pembatasan masalah yang disajikan pada penelitian ini. Publikasi tersebut menerangkan bahwa para peneliti menggunakan tiga dari tujuh kerangka konseptual digital literasi oleh Van Laar, dkk., dalam penelitiannya yaitu manajemen informasi, kreativitas, dan berpikir kritis. Selanjutnya, mereka menggabungkan ketiga kerangka tersebut dengan tiga keterampilan literasi digital secara umum yaitu keterampilan teknis, keterampilan kognitif, dan keterampilan emosional-sosial (Luthfia, Wibowo, Widyakusumastuti &

Angeline, 2021:152).

2) Penelitian terbatas pada masyarakat Generasi Z di Kota Medan.

3) Penelitian ini terbatas pada berita/informasi terkait Covid-19.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Apakah Generasi Z Kota Medan mampu menghadapi infodemi Covid-19 terkait misinformasi, disinformasi, dan malinformasi?

2) Bagaimana tingkat kompetensi literasi digital dalam menghadapi infodemi Covid-19 berdasarkan Digital Literacy Global Framework?

(29)

Universitas Sumatera Utara

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui kemampuan Generasi Z Kota Medan dalam menghadapi infodemi Covid-19 terkait misinformasi, disinformasi, dan malinformasi.

2) Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kompetensi literasi digital Generasi Z Kota Medan dalam menghadapi infodemi Covid-19 berdasarkan Digital Literacy Global Framework.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1) Secara teoretis, penelitian ini menjadi sumber informasi dan menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti dan pembaca mengenai literasi digital dan kerangka Digital Literacy Global Framework (DLGF).

2) Secara akademis, penelitian ini mampu memberikan kontribusi yang positif di bidang komunikasi untuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut dalam rangka meningkatkan literasi digital dalam menghadapi infodemi Covid-19 pada populasi atau sektor sasaran.

3) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan evaluasi kepada para stakeholders dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengembangan program literasi digital dalam implementasi strategi digital di Kota Medan untuk menghadapi penyebaran infodemi Covid-19.

(30)

14

Universitas Sumatera Utara

BAB II

URAIAN TEORETIS

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan perbandingan dari hasil-hasil penelitian yang telah ada sebelumnya. Dalam melakukan penelitian, penelitian terdahulu dapat dijadikan sebagai acuan penulis agar dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Selain itu penelitian terdahulu bermanfaat untuk memudahkan peneliti dalam menentukan langkah- langkah yang sistematis pada penyusunan penelitian dari segi teori dan konsep (Wahyuni & Nasrun, 2020:43).

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan Kurniawati dan Baroroh (2016:51) berjudul “Literasi Media Digital Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu” menunjukkan bahwa pemahaman mahasiswa mengenai media digital berada pada kategori sedang, tingkat individual competence mahasiswa dalam literasi media digital berada dalam level basic, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat individual competence literasi media digital adalah faktor lingkungan keluarga. Peneliti menggunakan metode survei deskriptif dan menggunakan teknis analisis data statistik deskriptif untuk menganalisis data penelitian.

Erez, Ina, dan Azy (2018:23) dalam penelitiannya berjudul “Measuring Digital Literacies: Junior High-School Students’ Perceived Competencies Versus Actual Performance” menemukan bahwa hanya sedikit partisipan memiliki kemampuan yang terkait dengan kinerja mereka sebenarnya. Temuan ini menyoroti pentingnya merancang program pelatihan yang ditujukan untuk mengembangkan literasi digital siswa khusus pada kompetensi sosial- emosional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menyelidiki literasi digital berdasarkan kerangka Eshet-Alkalai (2012) pada 280 siswa SMP.

Anisa (2018:31) dalam jurnal penelitiannya mengenai “Literasi Digital Sebagai Upaya Preventif Menanggulangi Hoax”, mengeksplorasi urgensi

(31)

Universitas Sumatera Utara

literasi digital, bagaimana pengaruhnya, serta cara meningkatkan kecakapannya sebagai upaya menanggulangi hoax. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dalam mengelaborasi berbagai macam literatur berupa buku, jurnal, majalah, maupun literatur yang relevan dengan tema tulisan. Hasil dari penelitian ini menemukan solusi untuk mencegah kasus peredaran informasi palsu (hoax) berbentuk self-control. Literasi digital melibatkan kemampuan kritis individu dalam media digital termasuk media sosial. Perlunya cek dan re- check informasi dari sumber yang kredibel. Sosialisasi perlu dilakukan agar dapat tercipta ketahanan sosial.

Murdy & Putri (2020:71) meneliti tentang “Kompetensi Literasi Digital Mahasiswa STKIP ‘Aisyiyah Riau”. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif, data diperoleh menggunakan angket yang diisi oleh mahasiswa dan data dianalisis dengan menghitung Tingkat Capaian Responden (TCR). Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kompetensi literasi digital mahasiswa menunjukkan nilai rata-rata tinggi yaitu 77,1. Kompetensi literasi digital dalam penelitian ini menggunakan indikator Paul Gilster yaitu empat kompetensi mencakup pencaharian internet, pandu arah hypertext, evaluasi konten, dan penyusunan pengetahuan.

Berdasarkan penelitian yang berjudul “The Role of Digital Literacy on Online Opportunity and Online Risk in Indonesian Youth” dilakukan oleh Luthfia, Wibowo, Widyakusumastuti & Angeline (2021:152) menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif (explanatory study). Teknik pengumpulan data menggunakan metode survei cross-sectional dan kuesioner yang terstruktur. Hasil penelitian menerangkan bahwa pengeluaran bulanan, usia, dan tingkat pendidikan remaja (usia 17-24) merupakan faktor penting untuk literasi digital dan peluang online secara positif. Literasi digital memiliki pengaruh yang lebih besar pada peluang online daripada risiko online.

Sayangnya, mereka yang memiliki literasi digital lebih tinggi tidak dapat menemukan cara untuk menghindari risiko sambil mencari peluang.

Perbandingan penelitian-penelitian terdahulu mengenai literasi digital dapat dilihat melalui tabel di bawah ini.

(32)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Keterangan 1 Juliana Kurniawati

& Siti Baroroh, 2016

Literasi Media Digital Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Pemahaman mahasiswa mengenai media digital berada pada kategori sedang, tingkat individual competence mahasiswa meliterasi media digital berada dalam level basic, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat individual competence terkait literasi media digital adalah faktor lingkungan keluarga.

Penelitian

menggunakan metode survei deskriptif dan menggunakan teknik analisis data statistik deskriptif untuk menganalisis data penelitian.

2. Anisa Rizki Sabrina, 2018

Literasi Digital Sebagai Upaya Preventif Menanggulangi Hoax

Upaya literasi digital hingga saat ini merupakan cara terbaik untuk menanggulangi hoax. Perlu sosialisasi secara menyeluruh agar dapat tercipta ketahanan sosial, warganet yang cerdas dan selektif dalam memilah informasi, demi iklim media sosial yang lebih sehat.

Studi ini menggunakan metode kepustakaan berupa buku, jurnal, majalah, maupun literatur yang relevan dengan tema tulisan.

3. Erez Porat, Ina Blau, Azy Barak, 2018

Measuring digital literacies: Junior high-school students’ perceived competencies versus actual performance

Peserta menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi terhadap literasi digital dan secara signifikan melebih-lebihkan kompetensi aktual mereka. Kesenjangan terlihat jelas pada keterampilan sosial-emosional yang dianggap oleh siswa sebagai keterampilan terkuat mereka sedangkan kinerjanya sangat rendah.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menyelidiki literasi digital berdasarkan kerangka Eshet-Alkalai (2012).

4. Khairi Murdy &

Asri Neli Putri, 2020

Kompetensi Literasi Digital Mahasiswa STKIP ‘Aisyiyah Riau

Kompetensi literasi digital mahasiswa dilihat dari indikator pencaharian internet, pandu arah hypertext, evaluasi konten, dan penyusunan pengetahuan menunjukkan nilai rata-rata tinggi yaitu 77,1.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif, data dianalisis dengan menghitung Tingkat Capaian Responden (TCR).

5. Amia Luthfia, Daru Wibowo, Maria Anggia Widyakusumastuti,

& Mia Angeline, 2021

The Role of Digital Literacy on Online Opportunity and Online Risk in Indonesian Youth

Pengeluaran bulanan, usia, dan tingkat pendidikan remaja (usia 17-24) merupakan faktor penting untuk literasi digital dan peluang online secara positif. Literasi digital memiliki pengaruh yang lebih besar pada peluang online daripada risiko online.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif (explanatory study) dan analisis data menggunakan metode survei cross-sectional serta kuesioner yang terstruktur.

(33)

17

Universitas Sumatera Utara

2.2 Kerangka Teori

Dalam proses penelitian kerangka teori menjadi dasar konseptual untuk memprediksi atau meramalkan jawaban atas masalah penelitian.

Kerangka teori berisi penyusunan teori-teori dan menghubungkan secara relevan dengan faktor-faktor yang dianggap penting untuk masalah. Kerangka teoretis akan membantu mengidentifikasi jaringan antarvariabel dan memahami gejala sosial yang sedang diteliti (Basuki, 2021:75). Teori berisi informasi ilmiah yang membantu peneliti dalam mendefinisikan sebuah konsep atau variabel. Fungsi teori dalam penelitian adalah untuk memahami dan mendefinisikan permasalahan, mengidentifikasi variabel, merumuskan hipotesis, menafsirkan data, serta mengeneralisasi hasil penelitian (Iwan, 2020).

Demikian halnya dalam penelitian ini, kerangka teori yang digunakan sebagai dasar pedoman untuk analisis masalah penelitian adalah Literasi Digital, Digital Literacy Global Framework (DLGF), Generasi Z.

2.2.1 Media Baru (New Media)

Media baru membuat khalayak mengembangkan bisnis, informasi, melalui media berteknologi canggih. Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi kepada khayalak dengan menggunakan saluran-saluran komunikasi ini. New media atau media baru berkembang di akhir abad 20-an untuk menggambarkan kemunculan digital, komputer, atau jaringan teknologi informasi. Selama tahun 2000-an, new media telah memasuki fase yang disebut web 2.0 yang mana semua orang saat ini dapat langsung mengambil peran dalam new media (Humaizi, 2019:85).

New media merupakan media bentuk interaksi antara manusia dengan komputer dan internet termasuk web, blog, media jejaring sosial dan lain-lain yang menggunakan perangkat digital sebagai mediumnya. Menurut Lievrouw dan Livingstone (dalam Humaizi, 2019:51), New media adalah teknologi-teknologi informasi dan komunikasi dan konteks-konteks sosial yang terkait, serta infrastrukur yang terdiri dari tiga komponen, yakni: alat- alat yang digunakan untuk berkomunikasi atau menyampaikan informasi,

(34)

Universitas Sumatera Utara

aktivitas-aktivitas di mana orang-orang terlibat untuk berkomunikasi atau membagikan informasi dan pengaturan sosial atau bentuk-bentuk organisasional yang berkembang melalui alat-alat dan aktivitas-aktivitas tersebut.

Kehadiran dari media baru tersebut ditandai dengan munculnya digitalisasi dalam berbagai aspek bidang termasuk di antaranya media digital. Media digital menciptakan interaksi dua arah antara produsen dan khalayak sehingga tercipta hubungan dinamis dan partisipatif antar kedua belah pihak. Siapapun dapat memproduksi pesan apa pun baik yang bermanfaat atau tidak bagi khalayak, maka banjir informasi jadi tidak terelakkan. Wilayah distribusi media digital juga sangat luas melampaui batas-batas territorial negara, maka nilai-nilai moral, hukum, dan ekonomi dapat diterobos oleh media digital (Herlina, 2019:125).

Terdapat berbagai jenis media digital. Istilah platform sering digunakan untuk mengidentifikasi variasi jenis media digital. Berikut ini 10 variasi platform media digita (Herlina, 2019:125-126):

1) Website berbasis konten: pembuat website menyediakan aneka konten (film, musik, berita, pengetahuan, gim) yang dapat diakses pengguna. Contoh: Kompas.com, Vidsee, Bobo.grid.

2) Mesin pencari: layanan yang menyediakan akses untuk pengguna mencari berbagai konten di internet. Keberdaan mesin pencari merupakan penanda generasi internet 2.0. Tanpa mesin pencari, internet serupa perpusataan digital yang statis karena khalayak harus menelusuri satu per satu website yang dibutuhkan. Contoh: Kidrex, Google, Yahoo.

3) User generated content website: pembuat website hanya menyediakan ruang dan aplikasi yang membuat pengguna dapat memasukkan konten sesuai permintaan pembuat seperti, musik, perbincangan, pengetahuan, dan lain-lain. Contoh Kaskus, StackOverflow, Researchgate, Wikipedia, Blog.

(35)

Universitas Sumatera Utara

4) Media sosial: semulanya media ini adalah bentuk dari user generated content yang kemudian dikembangkan untuk interaksi antar penguna. Contoh: Facebook, Twitter, Instagram, Wordpress.

5) Website layanan: melalui website ini pengguna dapat menikmati berbagai layanan yang tersedia secara luas dan gratis, seperti e-mail di Gmail, dapat juga berupa layanan terbatas dengan pendaftaran atau pembayaran seperti website khusus konsumen bank atau mahasiswa di suatu universitas, contoh: e-mail, e-learning, e- banking.

6) Marketplace: merupakan pasar digital tempat pedagang dan pembeli dapat bertemu. Contoh: Bukalapak, Lazada, Shopee, Tokopedia.

7) Toko aplikasi: tempat pengguna menggunduh berbagai aplikasi yang dapat digunakan untuk informasi, keterampilan, permainan, hiburan, dll. Contoh: Playstore, Applestore.

8) Crowd-sourcing: saluran ini serupa marketplace terutama untuk memfasilitasi transaksi antara banyak penyedia jasa layanan (transportasi, pembayaran, akomodasi) dan banyak konsumen.

Contoh: Uber, Gojek, AirBnB.

9) Repository: jasa penyimpanan konten yang dikumpulkan oleh penyedia layann melalui sistem indeks (penanda identik). Contoh:

Doaj, Googlescholar, EBSCO.

10) Cloud computing: jasa layanan infrastruktur penyimpanan data yang biasanya didapatkan secara berlangganan baik berbayar maupun gratis. Contoh: AWS, Azuer, Google Drive.

Konten yang dapat dimuat dalam media digital sangat bervariasi, seperti suara, gambar, video, foto, teks, dan lain-lain. Maka dari itu konvergensi media tidak terhindarkan dalam media digital.

(36)

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Literasi Digital

2.2.2.1 Pengertian Literasi Digital

Literasi memiliki terminologi yang berasal dari bahasa Latin

“literatus” berarti “earned person” atau orang yang belajar. Fokus literasi awalnya berkaitan dengan kemampuan membaca, berpikir, dan menulis namun Richard Lanham (dalam Lankshear & Knobel, 2015:9) menyebutkan bahwa jangkauan literasi kini meluas menjadi kemampuan memahami informasi yang disajikan baik melalui media massa ataupun new media. Ia menekankan literasi melibatkan keterampilan dalam mengartikan gambar dan suara yang kompleks serta sintaksis kata-kata. Dalam perkembangan abad ke-21 kemampuan literasi yang harus dimiliki adalah literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi finansial, literasi sains, literasi digital, dan literasi budaya dan kewargaan (Umi, 2019:29-30).

Literasi digital adalah kerangka kerja untuk mengintegrasikan berbagai literasi dan keahlian lain, meskipun tidak perlu mencakup semuanya (Bawden, 2008). Gilster (dalam Bawden, 2008:18) menerangkan literasi digital sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital dan menganggapnya sebuah literasi di era digital. Konsep literasi digital meliputi kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari peranti digital secara efektif dan efisien dalam kehidupan sehari-hari. Literasi digital membutuhkan lebih dari sekedar kemampuan untuk menggunakan perangkat lunak atau mengoperasikan digital alat; kemampuan ini mencakup berbagai macam keterampilan kompleks seperti kognitif, motorik, sosiologis, dan keterampilan emosional yang perlu dikuasai pengguna untuk menggunakan lingkungan digital secara efektif (Eshet, 2012:267).

Menurut Lankshear & Knobel (2015:8) definisi literasi digital mencakup dua jenis hal yaitu, definisi konseptual dan rangkaian operasi standar yang dimaksudkan untuk memberikan normalisasi literasi digital nasional dan internasional. Definisi konseptual menyajikan pandangan literasi digital yang ditampilkan sebagai ide umum atau ideal. Dalam salah satu contoh paling awal dari definisi konseptual Richard Lanham (dalam

(37)

Universitas Sumatera Utara

Lankshear & Knobel, 2015:9) menyatakan bahwa orang yang melek digital akan cepat bergerak dari satu jenis media ke media lainnya, terampil dalam memilah, mengonsumsi dan menyajikan informasi. Menurut ideal ini, literasi digital memungkinan kita untuk menyesuaikan media dengan jenis informasinya terhadap kebutuhan audiens.

Berdasarkan kerangka kerja global tentang keterampilan literasi digital UNESCO 2018, menjelaskan literasi digital adalah kemampuan untuk mendefinisikan, mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan membuat informasi dengan aman dan tepat melalui teknologi digital dan perangkat jaringan untuk partisipasi dalam kehidupan ekonomi dan sosial. Dalam buku Renee Hobs (2017:6) yang berjudul Create to Learn, Introduction to Digital Literacy, ia mendefinisikan literasi digital dan media sebagai suatu konstelasi pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang diperlukan dalam perkembangan budaya yang serba teknologi. Hobbs menyatakan saat ini informasi, hiburan, dan persuasi dibagikan secara digital dan hubungan pribadi, sosial, dan profesional dikembangkan melalui interkasi pada media massa, media sosial sehingga orang-orang dari segala usia membutuhkan kemampuan untuk mengakses, menganalisis, membuat, merefleksikan, dan mengambil tindakan menggunakan berbagai macam alat digital, bentuk ekspresi, dan strategi komunikasi.

2.2.2.2 Elemen Literasi Digital

Elemen penting dalam literasi digital menyangkut kemampuan apa saja yang harus dikuasai dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Steve Wheeler (dalam Musiin & Eko, 2020:58-60) membagi Sembilan elemen penting literasi digital yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Social Networking

Adanya situs jejaring sosial menjadi salah satu contoh dalam social networking atau kehidupan sosial daring. Melalui jejaring sosial pengguna dapat meningkatkan efisiensi dalam berkomunikasi, selain

(38)

Universitas Sumatera Utara

itu mampu memilih media sosial yang beragam jenis dan disesuaikan dengan kebuuthannya.

b. Transliteracy

Transliterasi adalah kemampuan memanfaatkan segala jenis platform yang berbeda, spesifik dalam membuat konten, mengumpulkan, membagikan, hingga mengomunikasikan melalui berbagai media sosial, diskusi grup, dan berbagai layanan online yang tersedia.

c. Maintaining Privacy

Sebagai bentuk pencegahan dari hal-hal buruk maka penting untuk menampilkan identitas/profile online seperlunya saja. Memahami segala jenis cyber crime, seperti pencurian online lewat kartu kredit (carding), mengenal ciri-ciri situs palsu (phising), penipuan via- email, dan lain sebainya.

d. Creating Content

Berkaitan dengan suatu keterampilan dalam membuat konten diberbagai aplikasi daring dan platform. Selain itu meliputi kemampuan menggunakan berbagai platform e-learning.

e. Organising and Sharing Content

Menata dan berbagi konten informasi lebih mudah dan efisien dengan adanya Dropbox dan Google Drive.

f. Reusing/Repurposing Content

Membuat suatu konten baru dari hasil berbagai jenis informasi yang tersedia dan dapat dipergunakan kembali sesuai kebutuhan.

Contohnya ketika mendapatkan sebuah informasi, lalu informasi tersebut disebarkan, orang lain yang menerima informasi dan akan memperbaharui dengan informasi yang lain untuk melengkapi informasi tersebut.

g. Filtering and Selecting Content

Memiliki kemampuan untuk mencari, menyaring, dan memilah informasi dengan tepat sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.

Gambar

Tabel  di  bawah  ini  menggambarkan  bahwa  pengguna  internet  di  Indonesia tersebar dalam berbagai lintas generasi
Gambar 1.2 Kecepatan Akses Mobile  (Sumber: OpenSignal 2019)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.4  Perbedaan Generasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilihat pada indeks kemampuan literasi digital dari data yang tersaji dalam Tabel 8 bahwa tingkat literasi digital generasi milenial di kota Surabaya secara keseluruhan

Tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu

47 Dalam penelitian ini, untuk melihat dan memahami perbedaan tingkat literasi media dan informasi pada setiap generasi X, generasi Y, dan generasi Z, peneliti

Apabila kemampuan dan karakteristik generasi z dalam menguasai dunia teknologi informasi dan komunikasi dapat dioptimalkan dengan baik, generasi ini akan menjadi

[r]

khususnya ditenga badai pandemi covid-19. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana peran pemuda dalam membangun budaya literasi masyarakat di Rumah Kreatif

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam kegiatan pembelajaran IPS Materi Interaksi Keruangan dalam Kehidupan di Negara-negara ASEAN dengan

Secara umum pemberian fraksi asam amino non-protein dan fraksi polifenol Acacia villosa menimbulkan efek patologis pada lambung tikus berupa kongesti, hemorrhagi, deskuamasi