• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE BERMAIN BERBANTUAN MEDIA MAGNET UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK DI TK SANTA MARIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN METODE BERMAIN BERBANTUAN MEDIA MAGNET UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK DI TK SANTA MARIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE BERMAIN BERBANTUAN MEDIA MAGNET UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK DI TK

SANTA MARIA

Ni Putu Erna Hartati1, I Nyoman Wirya2, Didith Pramunditya Ambara3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

e-mail: {putuerna_hartati@yahoo.com1, wiryanyoman@gmail.com1, didithambara@gmail.com2}@undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Santa Maria Singaraja, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng setelah penerapan metode bermain berbantuan media magnet. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu rencana tindakan, pelaksanaan, observasi/evaluasi dan refleksi.

Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Santa Maria Singaraja yang berjumlah 15 orang anak. Data mengenai kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis statistik kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata persentase kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak setelah penerapan metode bermain berbantuan media magnet. Pada siklus I rata-rata persentase kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak sebesar 71,25% yang berada pada kriteria sedang dan pada siklus II sebesar 86,25% yang berada pada kriteria tinggi. Jadi peningkatan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak dari siklus I ke siklus II sebesar 15,00%.

Kata kunci: metode bermain, media magnet, kemampuan kognitif Abstract

This study aims at investigating the improvement of cognitive competence of second semester students of b group in TK Santa Maria Singaraja in the academic year of 2013/2014 Buleleng District, Buleleng Regency related to their knowledge about science after being applied the playing method combined with media magnet. This study was designed in the form of classroom action research (CAR) which was done in two cycles.

Each cycle consisted of four steps, namely: planning, action, observation/evaluation and reflection. To conduct this study, 15 students of second semester of b group in TK Santa Maria Singaraja in the academic year of 2013/2014 were selected as the subject. The data about cognitive competence related to their knowledge about science was gathered by using observation method. The data which had been collected was analyzed by using descriptive statistics and quantitative statistic analysis method. The result of data analysis showed that the there was an improvement of the percentage toward students’

cognitive competence after being applied the playing method combined with media magnet. In the first cycle, the average of the percentage of students’ cognitive competence was 71,25% in which it was still in moderate criteria and in the second cycle was 86,25% in which it was in high criteria. Therefore, the improvement of students’ cognitive competence related to their knowledge about science from the first cycle to the second cycle was 15,00%.

Key Terms: playing method, media magnet, cognitive competence

(2)

PENDAHULUAN

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang ada dijalur formal yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia nol sampai enam tahun sebelum memasuki sekolah dasar. Menurut Undang - undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14 dinyatakan bahwa, pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomer 58 tahun 2009 bahwa, “tujuan pendidikan taman kanak- kanak adalah membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi lingkup perkembangan nilai agama dan moral, fisik/motorik, kognitif, bahasa serta sosial emosional kemandirian”.

Aspek-aspek yang dikembangkan di PAUD meliputi lima aspek perkembangan yaitu aspek nilai moral dan agama, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan sosial emosional.

Kelima aspek tersebut diberikan rangsangan sehingga anak mampu mengembangkan dengan lebih optimal.

Dari lima aspek yang dikembangkan di PAUD, kognitif merupakan salah satu aspek pada anak usia dini yang penting untuk dikembangkan. Kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab-akibat (Nugraha, 2005:36).

Kemampuan kognitif merupakan salah satu aspek anak yang berkaitan dengan pengetahuan, yakni semua proses psikologi yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Pengertian kognisi pada hakekatnya berhubungan dengan intelegensi, yaitu bagaimana individu itu memperhatikan, mengamati, mengingat, memikirkan, dan menghafal.

Kognitif berhubungan dengan intelegensi.

Kognitif lebih bersifat pasif atau statis yang

merupakan potensi atau daya untuk memahami sesuatu, sedangkan intelegensi lebih bersifat aktif yang merupakan aktualisasi atau perwujudan dari daya atau potensi tersebut yang berupa aktivitas atau perilaku. Kognitif adalah suatu proses berpikir yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Pengembangan kognitif dimaksud agar individu mampu mengembangkan kemampuan persepsinya, ingatan, berpikir, pemahaman terhadap symbol, melakukan penalaran dan memecahkan masalah (Sujiono, 2007:1.3).

“Kemampuan kognitif adalah pengembangan kemampuan dasar yang telah dimiliki anak secara ilmiah, misalnya meningkatkan kemampuan anak dari berpikir secara konkret kepada berpikir secara abstrak” (Depdikbud,1998:3). Pada dasarnya kemampuan kognitif sangat penting ditingkatkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca inderanya. Proses kognisi meliputi berbagai aspek, seperti persepsi, ingatan, pikiran, simbul, penalaran,dan pemecahan masalah.

Piaget (dalam Sujiono, 2007:1.22) menyatakan bahwa, pentingnya guru meningkatkan kemampuan kognitif pada anak sebagai berikut. Pertama, agar anak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang ia lihat, dengar dan rasakan sehingga anak akan memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif.

Kedua, agar anak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan kejadian yang pernah dialaminya. Ketiga, agar anak mampu mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam rangka menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Keempat, agar anak memahami berbagai simbol-simbol yang tersebar didunia sekitarnya. Kelima, agar anak mampu melakukan panalaran- penalaran baik yang terjadi secara proses alamiah (spontan) ataupun melalui proses ilmiah (percobaan). Keenam, agar anak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinnya sehingga pada akhirnya akan menjadi individu yang mampu menolong dirinya sendiri.

(3)

Kemampuan kognitif dapat dikatagorikan menjadi kemampuan kognitif pengetahuan umum dan sains, konsep bentuk, warna, ukuran dan pola, serta konsep bilangan, lambang bilangan dan huruf. Dari katagori kemampuan kognitif tersebut, pengetahuan sains merupakan kemampuan yang perlu dikembangkan.

James Conant (dalam Nugraha, 2008:3) mendefinisikan, “sains sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain yang tumbuh sebagai hasil serangkaian percobaan dan pengamatan serta dapat di amati, dan di uji coba lebih lanjut”.

Sujiono (2007:12.2) menyatakan bahwa, “ilmu pengetahuan adalah suatu obyek bahasan yang berhubungan dengan bidang studi tentang kenyataan atau fakta dan teori-teori yang mampu menjelaskan tentang fenomena alam”. Ilmu pengetahuan alam atau sering disebut dengan sains mencakup pembelajaran mengenai fakta atau kenyataan seputar segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini sehingga sains memiliki cakupan yang luas. Tidak hanya fenomena alam yang dapat dipelajari melalui sains melainkan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari juga dapat dipelajari melalui sains. Tujuan mendasar dari pendidikan sains adalah untuk mengembangkan individu agar melek terhadap ruang lingkup sains itu sendiri serta mampu menggunakan aspek-aspek fundamentalnya dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

Leeper (dalam Nugraha, 2008:25) menyampaikan bahwa, pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini hendakknya ditujukan untuk merealisasikan empat hal yaitu. Pertama, pengembangan pembelajaran sains anak usia dini ditujukan agar anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya. Kedua, pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak memiliki sikap- sikap ilmiah. Ketiga, pengembangan pembelajaran sains anak usia dini ditujukan agar anak-anak mendapatkan pengetahuan dan informasi secara ilmiah (yang lebih

dipercaya dan baik). Keempat, pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak menjadi lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya.

Dalam proses kemampuan kognitif tentang pengetahuan sains hendaknya dalam mengarahkan anak untuk menguasai sebuah pengetahuan dilakukan melalui proses yang bermakna. Pengenalan sains untuk anak usia dini lebih ditekankan pada proses dari pada produk. Untuk anak usia dini keterampilan proses sains hendaknya dilakukan secara sederhana sambil bermain. Kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda, baik benda hidup maupun benda tak hidup yang ada disekitarnya.

Anak belajar menemukan gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda tersebut.

Sains juga melatih anak menggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai gejala benda dan gejala peristiwa. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau, merasakan dan mendengar. Semakin banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak semakin memahami apa yang dipelajari. Anak memperoleh pengetahuan baru hasil penginderaanya dengan berbagai benda yang ada disekitarnya.

Pengetahuan yang diperolehnya akan berguna sebagai modal berpikir lanjut.

Melalui proses sains, anak dapat melakukan percobaan sederhana.

Setiap anak memiliki rasa ingin tahu terhadap apa yang ditangkap oleh inderanya. Rasa ingin tahu yang dimiliki anak tersebut perlu dirangsang dan dikembangkan agar anak terdorong untuk mengadakan penyelidikan dan penemuan sendiri di lingkungannya. Rasa ingin tahu yang dimiliki oleh setiap anak terhadap hal- hal yang ditangkap oleh panca inderanya tidak hanya dinyatakan dengan perhatian saja, tetapi juga dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan misalnya apa itu magnet? apa yang terjadi jika benda-benda didekatkan dengan magnet? Bagaimana cara membuat magnet? dan lain sebagainya. Pemahaman tentang sains sangat penting diberikan kepada anak sebagai dasar untuk melatih anak

(4)

menghubungkan sebab dan akibat dari suatu perlakuan.

Dalam menggembangkan diri anak didik di taman kanak-kanak diperlukan strategi pembelajaran, strategi pembelajaran merupakan suatu sistem intruksional. Kegiatan suatu sistem intruksional akan melibatkan seluruh komponen yang saling mendukung untuk mencapai tujuan. Adapun komponen – komponen yang membentuk kegiatan belajar mengajar tersebut seperti guru, media, sarana dan prasarana, kurikulum, evaluasi, lingkungan dan sebagainya.

Sehingga dalam proses pembelajaran di TK guru harus kreatif dalam menciptakan media pembelajaran dan harus berinovasi dalam penggunaan metode pembelajaran agar anak mengerti semua pembelajaran yang guru berikan. Selain itu, jika guru kreatif akan membuat suasana belajar menyenangkan dan anak tidak cepat bosan saat belajar.

Guru yang kreatif diperlukan dalam upaya memotivasi anak agar mau belajar sehingga bakat dan minat anak teraktualisasi dalam kegiatan belajar.

Kreativitas seorang guru dapat terlihat dari cara guru menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran. Guru kreatif adalah seorang yang luwes dan optimis dalam menyelesaikan masalah pembelajaran dengan cara yang berbeda serta menciptakan hal baru sehingga tercapai tujuan pembelajaran (Retnowati, 2013).

Dapat disimpulkan bahwa guru yang kreatif adalah kemampuan seorang guru untuk menciptakan sesuatu yang baru dalam rangkaian kegiatan pembelajaran sehingga selalu menarik dan mendatangkan semangat baru bagi anak untuk memperoleh pengetahuan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama mengikuti kegiatan PPL Real yaitu dari bulan Juli sampai Oktober 2013 di TK Santa Maria Singaraja pada anak kelompok B Semester I Tahun pelajaran 2013/2014, ditemukan bahwa kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak sangat minim dikembangkan sehingga belum mencapai tingkat pencapaian perkembangan anak. Hal ini disebabkan oleh kurang kreatif dan inovatif

guru dalam mengembangkan metode dan media pembelajaran. Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan pengetahuan sains sehingga anak merasa jenuh dengan teori- teori sains yang ada tanpa memiliki pengalaman sains yang nyata. Hal ini menyebabkan rasa ingin tahu anak tidak terangsang yang berakibat pada kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak kurang optimal. Ini terbukti dari data yang diperoleh dari guru kelompok B yang berupa narasi atau raport semester I tahun pelajaran 2013/2014 dari jumlah anak 15 orang, anak yang memperoleh bintang tiga ( ) yaitu 9 orang dan anak yang memperoleh bintang dua ( ) yaitu 6 orang.

Berdasarkan permasalahan diatas, untuk mengatasi hal tersebut para guru khususnya guru TK harus lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan suatu kegiatan untuk mengembangkan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak serta memilih metode dan media yang tepat untuk mendukung pengembangan kemampuan anak. Metode di dalam pembelajaran memegang peranan yang sangat penting, karena merupakan tata cara dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan.

Dengan menggunakan metode yang tepat, guru akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran. Metode merupakan bagian dari strategi kegiatan.

Metode dipilih berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan.

Sebagaimana telah dipahami bahwa anak usia dini memiliki karakter yang khas, baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu metode pembelajaran yang diterapkan untuk anak usia dini perlu disesuaikan dengan kekhasan yang dimiliki anak.

Agung (2012:1) menyatakan bahwa,

“metode berasal dari kata methodos, secara etimologis methodos berasal dari akar kata metha dan hodos. Metha artinya dilalui dan hodos berarti jalan”. Jadi dapat disimpulkan, metode ialah jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Penerapan metode yang tepat dan sesuai sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran, karena metode pembelajaran yang tidak tepat akan

(5)

menjadi penghalang kelancaran jalannya suatu proses belajar mengajar.

Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk mengembangkan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak adalah metode bermain. Metode bermain adalah suatu cara mengajar yang dicirikan melalui bermacam-macam bentuk kegiatan yang memberikan kesenangan atau kepuasan pada diri anak yang bersifat nonserius dan bahan mainan terkandung dalam kegiatan yang secara imajinatif ditransformasi oleh orang dewasa sesuai dengan kebutuhannya. Dworetsky (dalam Isjoni, 2011:87) menyatakan bahwa,

“bermain adalah kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri, yang lebih ditekankan pada caranya dari pada hasil yang diperoleh dari kegiatan itu”. Dearden (dalam Isjoni, 2011:87) menjelaskan, “bermain adalah pemberian kegiatan yang nonserius dan segalanya ada dalam kegiatan itu sendiri yang dapat memberikan kepuasan bagi anak”.

Metode bermain dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreatifitas, emosi, sosial, nilai, bahasa dan sikap hidup.

Dengan Belajar sambil bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, beresplorasi, mempraktekkan, dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya.

Penerapan metode bermain dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan anak menjadi lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Menurut Priyono (2012) menyatakan kelebihan metode bermain yaitu merangsang perkembangan berfikir anak karena dalam bermain membutuhkan pemecahan masalah bagaiman melakukan permainan itu dengan baik dan benar, melatih kemandirian anak dalam melakukan sesuatu secara mandiri tidak menggantungkan diri pada orang lain, melatih kedisiplinan anak karena dalam permainan ada aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan, anak lebih semangat dalam belajar karena naluri anak usia dini belajar adalah bermain yang

didalamnya mengandung pelajaran. Selain terdapat kelebihan, metode bermain juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari metode bermain yaitu Pertama, membutuhkan biaya yang lebih, karena dalam metode bermain membutuhkan alat atau media yang harus dipersiapkan terlebih dahulu. Kedua, membutuhkan ruang atau tempat yang khusus sesuai dengan tipe permainan yang dilakukan.

Ketiga, sering terjadi saling berebut alat atau media bermain antara anak yang satu dengan yang lainnya apabila alat atau media tidak mencukupi.

Walaupun metode bermain ini masih terdapat kelemahan namun metode ini tidak dapat ditinggalkan begitu saja, karena metode ini juga mempunyai kelebihan- kelebihan. Keberadaan suatu metode yang digunakan dalam proses pembelajaran tidak ada yang terkatagori paling baik.

Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Selain penerapan metode secara tepat, media yang menarik juga diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Peran media dalam komunikasi pembelajaran di Taman Kanak- kanak semakin penting artinya mengingat perkembangan anak pada saat itu berada pada masa konkret. Media dapat membantu memperjelas bahan atau materi yang disampaikan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Briggs (dalam Sanaky, 2011:3) menyatakan,

“media adalah segala wahana atau alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang pembelajar untuk belajar.

Hamalik (dalam Arsyad, 2013:19),

“pemakaian media pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa”.

Salah satu media yang dapat mendukung kegiatan bermain adalah media magnet, pemilihan penggunaan media magnet ini dikarenakan media magnet adalah media konkret yang sangat sederhana dan menarik bagi anak karena kekuatannya yang mampu menarik benda - benda tertentu terutama benda-benda yang mengandung unsur logam. Astawan

(6)

(2012:139) berpendapat, magnet adalah benda padat yang dapat menarik benda- benda lain seperti besi dan baja. Magnet memiliki beberapa bentuk, magnet ini dibuat dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan (magnet buatan). Berikut ini beberapa bentuk magnet yaitu magnet batang (berbentuk batang persegi), magnet jarum (berbentuk jarum), magnet silinder (berbentuk Silinder) dan magnet U (bebrbentuk tapal kuda).

Ganawati (2008:254) menyebutkan bahwa,

“sifat kemagnetan suatu benda digolongkan menjadi dua golongan yaitu benda magnetik dan benda non magnetik. Benda magnetik adalah benda yang dapat ditarik magnet sedangkan benda non magnetik adalah benda yang tidak dapat ditarik oleh magnet. setiap magnet terdiri atas dua bagian yang mempunyai daya tariknya terbesar”.

Dengan penerapan media magnet dapat bermanfaat untuk memahami magnetisme sejak dini. Melalui media magnet anak mengetahui tentang sifat-sifat magnet, anak mampu menunjukkan dan mengelompokkan benda-benda yang bisa ditarik magnet dan yang tidak bisa di tarik

magnet serta anak mampu

mengkomunikasikan atau menceritakan kembali tentang magnetisme secara sederhana. Kegiatan percobaan sederhana dengan magnet ini anak akan belajar membuat suatu perkiraan, mengkaji perkiraan, memantau hasil-hasilnya, menarik kesimpulan-kesimpulan, mereka sesungguhnya mulai praktek penyelidikan dan penemuan ilmiah.

Melalui metode bermain anak akan mampu menangkap pemahaman konsep sederhana mengenai magnet dan benda apa saja yang bisa ditarik oleh magnet dan yang tidak bisa ditarik oleh magnet, menunjukkan dan mengelompokkan benda- benda yang bisa ditarik magnet dan yang tidak bisa di tarik magnet, mengungkapkan sebab – akibat serta menceritakan kembali apa yang terjadi pada magnet ketika didekatkan dengan benda lainnya.

Kemampuan anak bercerita ini akan menjadi tolak ukur apakah anak mengerti tentang magnetisme yang ditandai dengan kemampuan anak dalam mengingat apa yang terjadi serta benda apa saja yang

mampu ditarik dan tidak ditarik oleh magnet dan mengapa bisa terjadi demikian.

Dengan menerapkan metode bermain berbantuan media magnet diharapkan mampu meningkatkan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak secara lebih optimal.

Penerapan metode bermain berbantuan media magnet merupakan salah satu cara atau tindakan yang diusahakan dalam proses pembelajaran.

Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan tertentu yang direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi dan direfleksi.

Dengan serangkaian tindakan itu, diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan sehingga siswa terlibat secara aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains setelah penerapan metode bermain berbantuan media magnet pada anak Kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Santa Maria Singaraja, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Santa Maria Singaraja, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B yang berjumlah 15 orang anak, terdiri dari 8 orang anak perempuan dan 7 orang anak laki-laki. Penelitian ini tergolong penelitian tindak kelas (PTK), menurut Agung (2010:2) “PTK sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-prektek pembelajaran di kelas secara lebih professional”. Variabel dalam penelitian ada dua, yakni variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode bermain berbantuan media magnet. Variabel terikatnya adalah kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Masing- masing siklus terdiri dari empat tahapan

(7)

yaitu pertama, rencana tindakan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyamakan persepsi mengenai metode dan media yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, menyiapkan materi yang akan diajarkan, menyusun rencana kegiatan harian (RKH), menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam kegiatan pembelajaran, serta menyiapkan instrumen penilaian berupa lembar observasi. Kedua, pelaksanaan tindakan.

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan harian (RKH) yang telah dipersiapkan.

Ketiga, observasi/evaluasi. Evaluasi dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui hasil dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan yang dilakukan dalam observasi/evaluasi adalah mengobservasi guru dalam membuka pelajaran, menyampaikan materi dan menutup pelajaran, serta mengobservasi siswa dalam proses pembelajaran.

Keempat, refleksi. Refleksi dilakukan untuk melihat, mengkaji dan mempertimbangkan dampak tindakan yang telah diberikan.

dilakukan untuk melihat, mengkaji dan mempertimbangkan dampak tindakan yang telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi maka dapat dilakukan perbaikan kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada rencana refleksi ini adalah mengkaji hasil penelitian terhadap pelaksanaan tindakan tersebut dan jika terjadi kendala, akan dicari pemecahan masalahnya untuk direncanakan tindakan pada siklus selanjutnya. Metode yang digunakan adalah metode observasi. Agung (2012:61) menyatakan bahwa, “metode observasi adalah suatu cara memperoleh data yang dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu”.

Penelitian ini menggunakan dua metode analisis data yaitu metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif. Metode analisis statistik deskriptif adalah suatu pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik deskriptif seperti distribusi frekuensi, grafik, angka rata-rata (Mean), median (Me),

modus (Mo), dan standar deviasi untuk menggambarkan keadaan suatu objek/variabel tertentu, sehingga diperoleh kesimpulan umum. Metode analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau persentase mengenai suatu objek yang diteliti, sehingga diperoleh kesimpulan umum (Agung, 2012:67). Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan tinggi rendah kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak ditentukan dengan menggunakan pedoman konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima, seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Pedoman Konversi PAP Skala Lima Tentang Peningkatan Kemampuan Kognitif dalam Pengetahuan Sains Anak

Persentase (%) Kriteria 90 – 100

80 – 89 65 – 79 55 – 64 0 – 54

Sangat Tinggi Tinggi

Sedang Rendah

Sangat Rendah HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode bermain berbantuan media magnet dapat meningkatkan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Santa Maria Singaraja, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata presentase kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak pada siklus I sebesar 71,25% yang berada pada kriteria sedang dan rata-rata presentase kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak pada siklus II sebesar 86,25%

yang berada pada kriteria tinggi, ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata presentase kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak dari siklus I ke Siklus II sebesar 15,00%. Adapun hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif tentang kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak

(8)

pada siklus I dan Siklus II akan disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Deskripsi kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak Statistik Siklus I Siklus II Modus 10,00 15,00

Median 11,00 14,00 Mean 11,40 13,80 M% 71,25% 86,25%

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif pada siklus I, di peroleh modus sebesar 10,00, median sebesar 11,00, mean sebesar 11,40. Hal ini berarti Mo < Me < M (10,00 < 11,00 < 11,40), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data-data kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak pada siklus I merupakan kurva juling positif yang menandakan rerata skor kemampuan kognitif pada siklus I cenderung rendah. Untuk menentukan kemampuan kognitif anak dalam pengetahuan sains dapat dilihat dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan PAP skala lima, diperoleh M%

sebesar 71,25% yang dikonversikan kedalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaan 65-79 yang berarti bahwa tingkat kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak pada siklus I berada pada kriteria sedang. sehingga penelitian tindakan kelas ini perlu dilanjutkan pada siklus II untuk peningkatkan dan pernyempurnaan dari siklus I.

Selanjutnya hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif pada siklus II, diperoleh modus sebesar 15,00, median sebesar 14,00, mean sebesar 13,80. Hal ini berarti Mo > Me > M (15,00 > 14,00 > 13,80), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data-data kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak pada siklus II merupakan kurva juling negatif yang menandakan rerata skor kemampuan kognitif pada siklus II cenderung tinggi. Untuk menentukan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak dapat dilihat dengan membandingkan rata-rata persen (M%)

dengan PAP skala lima, diperoleh M%

sebesar 86,25% yang dikonversikan kedalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaan 80-89 yang berarti bahwa tingkat kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak pada siklus II berada pada kriteria tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Santa Maria Singaraja, diperoleh rata- rata presentase kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak setelah penerapan metode bermain berbantuan media magnet.

Pada siklus I sebesar 71,25% yang berada pada kriteria sedang dan pada siklus II sebesar 86,25% yang berada pada kriteria tinggi, ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata presentase kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak dari siklus I ke siklus II sebesar 15,00%.

Dari hasil pengamatan dan temuan pada siklus I masih terdapat kendala dan kekurangan dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Kendala dan kekurangan tersebut kemudian ditindak lanjuti untuk mencari alternatif pemecahan dan melaksanakan ke siklus II. Pada siklus II kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak sudah mengalami peningkatan yang awalnya berada pada kriteria sedang menjadi kriteria tinggi, dimana anak sudah aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan suasana yang menyenangkan, pemberian reward berupa nilai membuat anak lebih bersemangat dan termotivasi dalam melakukan kegiatan pembelajaran sehingga proses pembelajaran akan lebih aktif dan menarik dengan penerapan metode bermain berbantuan media magnet untuk meningkatkan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak.

Keberhasilan dalam penelitian ini sesuai dengan teori menurut para ahli yang mendukung penelitian ini. Metode bermain adalah suatu cara mengajar yang dicirikan melalui bermacam-macam bentuk kegiatan yang memberikan kesenangan atau kepuasan pada diri anak yang bersifat nonserius. Hal ini sependapat dengan Montalalu (2008:4.34) menyatakan,

“metode bermain dalam pembelajaran di TK adalah suatu teknik penyampaian informasi

(9)

yang ditujukan pada anak melalui alat permainan/kegiatan yang dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan pada anak”. Melalui bermain, anak memperoleh dan memproses informasi mengenai hal-hal baru dan berlatih melalui keterampilan yang ada sehingga anak akan medapat pengetahuan baru tentang lingkungan sekitar. Penggunaan media magnet dalam kegiatan bermain dapat menarik perhatian anak karena kekuatan magnet yang mampu menarik benda-benda tertentu terutama benda-benda yang mengandung unsur logam. Hal ini sejalan dengan Astawan (2012:139) yang berpendapat bahwa, “magnet adalah benda padat yang dapat menarik benda-benda lain seperti besi dan baja”.

Penerapan metode bermain berbantuan media magnet membantu anak dalam mengembangkan kemampuan mengamati berbagai perubahan yang terjadi, melakukan percobaan sederhana, melakukan kegiatan mengklasifikasi, membandingkan, memperkirakan dan mengkomunikasikannya serta membangun kreatifitas dan inovasi pada diri anak dengan suasana yang menyenangkan.

Berdasarkan hasil dan uraian tersebut, maka dengan penerapan metode bermain berbantuan media magnet dapat meningkatkan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak kelompok B Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 di TK Santa Maria Singaraja, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut. Bahwa penerapan metode bermain berbantuan media magnet dapat meningkatkan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Santa Maria Singaraja, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata presentase kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak pada siklus I sebesar 71,25% yang berada pada kriteria sedang dan rata-rata presentase kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak pada siklus II sebesar 86,25%

yang berada pada kriteria tinggi, ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata presentase kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak dari siklus I ke siklus II sebesar 15,00%.

Berdasarkan simpulan diatas, dapat diajukan saran sebagai berikut. Pertama, kepada guru disarankan untuk menerapkan metode bermain berbantuan media magnet untuk meningkatkan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak sehingga anak lebih tertarik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan suasana pembelajaran akan menyenangkan. Kedua, kepada kepala sekolah disarankan agar mampu memberikan informasi tentang metode bermain berbantuan media magnet pada proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Ketiga, kepada peneliti lain disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut pada penerapan metode bermain berbantuan media magnet untuk meningkatkan kemampuan kognitif dalam pengetahuan sains anak sehingga mencapai hasil penelitian yang optimal dengan kriteria sangat tinggi sebagai penyempurnaan dari penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A. Gede. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja:

Fakultas Ilmu Pendidikan Ganesha Singaraja.

---, 2010. Penelitian Tindakan Kelas.

Makalah. Disajikan pada Workshop Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar FIP Undiksha, Jurusan PGSD FIP Undiksha, 27 September 2010.

Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran.

Jakarta: Rajawali Pers.

Astawan, Gede. 2012. Konsep Dasar IPA 2 Bermuatan Peta Pikiran dan Perubahan Konseptual. Singaraja:

Fakultas Ilmu Pendidikan Ganesha Singaraja.

(10)

Departemen Pendidikan Nasional. 2007.

Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Dan Pembiasaan Di Taman Kanak-kanak. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menegah Direktorat Pembina TK dan SD.

Depdikbud. 1998. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud.

Depdiknas. 2007. Pedoman pembelajaran bidang pengembangan kognitif.

Jakarta: Depdiknas.

---, 2005. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Taman Kanak-Kanak dan Raudlatul Athfal. Jakarta:

Depdiknas.

Ganawati, Dewi, dkk. 2008. Pembelajaran Ilmu Pegetahuan Alam terpadu

&kontekstual IX untuk sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah. Jakarta: Pusat perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Isjoni, H. 2011. Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta.

Montalalu, B.E.F, dkk. 2008. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta:

Universitas Terbuka

Nugraha, Ali. 2005. Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.

---, 2008. Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini.

Bandung: JILSI Foundation.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomer 58 Tahun 2009, tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menegah Direktorat Pembina TK dan SD.

Priyono, Ali. 2012. “Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain”.

Tersedia pada

http://id.shvoong.com/social- sciences/education/2249726- kelebihan-dan-kekurangan-metode- bermain/ (diakses tanggal 7 Januari 2014).

Retnowati, Krisna Putri. 2013.

Meningkatkan Kreatifitas Guru Tk Melalui Pengembangan Motivasi Berprestasi Dan Kompetensi Pedagogik. Jurnal Pendidikan Penabur. Volume 12, Nomer 20 (hlm.1-12).

Sanaky, Hujair AH. 2011. Media Pembelajaran. Yogyakarta:

Kaukaba.

Sujiono, Yuliani, dkk. 2007. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Wikipedia Indonesia, 2009. Magnet.

http://id.wikipedia.org/wiki/Magnet.

(Diakses pada tanggal 1 Januari 2014).

Referensi

Dokumen terkait

TATA KELOLA PERUSAHAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM Perseroan telah melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan pada tanggal 27 April 2016 RAPAT DEWAN KOMISARIS Sepanjang tahun

Meskipun beberapa orang meng- hadapi kesulitan memercayai bahwa mereka mampu untuk menyumbangkan sepersepuluh dari pendapatan mereka, pembayar persepuluhan yang setia belajar

Sehubungan dengan hal itu penerapan metode bermain berbantuan media kolam pancing dapat meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal lambang bilangan pada anak

Hal yang harus diperhatikan pada fase ini yaitu (a) laporan siswa baik lisan ataupun tertulis dari apa yang telah dikerjakan, (b) ada tanya jawab atau diskusi

Jadi dapat disimpulkan bahwa metode bermain outdoor merupakan salah satu kegiatan bagi anak TK dengan mengadakan proses pembelajaran di luar kelas dengan mengamati

anak menjadi tertarik terhadap media yang disajikan dan mampu membuat anak untuk mengasah daya pikir dan dapat menumbuhkan motivasi anak; kepada Kepala Sekolah,

Terjadinya peningkatan persentase kemampuan kognitif pada anak didik saat penerapan metode pemberian tugas berbantuan media balok disebabkan oleh rasa ingin tahu

Penelitian ini untuk menjawab permasalahan: (i) bagaimana peta konsepsi peserta pelatihan sebelum perlakuan?; (ii) bagaimana peta konsepsi peserta pelatihan setelah