• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI SIFAT FISIK, KIMIA DAN SENSORIS KLON-KLON HARAPAN UBIJALAR KAYA BETA KAROTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI SIFAT FISIK, KIMIA DAN SENSORIS KLON-KLON HARAPAN UBIJALAR KAYA BETA KAROTEN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI SIFAT FISIK, KIMIA DAN SENSORIS KLON-KLON HARAPAN UBIJALAR KAYA BETA KAROTEN

Erliana Ginting, Joko S. Utomo, dan M. Jusuf

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak Km 8 KP 66 Malang 65101 Telp. 0341-801468 Email: erlianaginting@yahoo.com

ABSTRAK

Varietas unggul ubijalar kaya beta karoten yang sesuai untuk bahan pangan perlu dihasil-kan untuk mendukung pemanfaatannya sebagai pangan fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sifat fisik dan kimia 11 klon harapan ubijalar orange yang potensi hasilnya cukup tinggi (>25 t/ha) dan satu varietas unggul (Beta 2) sebagai pembanding. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan Pengolahan Pangan Balitkabi, Malang, pada bulan Oktober-Nopember 2010. Ubijalar ditanam pada MK II 2010 di Tumpang, Malang, dan dipanen pada umur 4,5 bulan. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap, 3 ulangan. Pengamatan meliputi sifat fisik dan kimia umbi segar serta sifat sensoris umbi kukus dengan uji Hedonic menggunakan 20 panelis. Warna daging umbi 12 klon/varietas ubijalar bervariasi dari orange muda (MSU 06039-07) sampai orange tua (MSU 05036-23). Lima klon ubijalar memiliki kadar air sedang, sisanya memiliki kadar air tinggi (>73,5%). Kadar bahan kering berkorelasi negatif dengan kadar air umbi segar (R2 = 0,81), namun berkorelasi positif dengan kadar pati (R2 = 0,73). Kadar abu dan gula reduksi umbi juga bervariasi antarklon/varietas dengan kisaran 3,10-4,59% bk dan 1,94-8,11% bk. Kadar beta karoten tertinggi diamati pada klon MSU 05036-23 (9.295 μg/100 g bb) dan terendah pada klon MSU 06039-07 (996 g/100 g bb), sedangkan pada Beta 2 (check) 1.422 μg /100 g bb. Klon MIS 0651-09 memiliki kadar bahan kering >30% dengan kadar beta karoten ± 5.000 μg/100 g bb dan empat klon lainnya memiliki kadar bahan kering 25–28% dengan kadar beta karoten 4.000-7.500 μg/100 g bb, yakni MSU 06044-03, MSU 06042-18, MIS 0651-15, dan MSU 05036-17. Klon-klon tersebut potensial sebagai calon varietas ubijalar kaya beta karoten dengan kadar bahan kering lebih tinggi daripada varietas Beta 1 (21,5%) dan Beta 2 (22,3%). Hasil uji sensoris menunjukkan bahwa umbi kukus klon MSU 05036-17 memiliki skor tertinggi untuk kesukaan terhadap warna, rasa dan tekstur, diikuti klon MSU 06071-82, MSU 06039-07, MSU 05036-11, dan MSU 06042-18. Informasi ini dapat digunakan sebagai masukan dalam pelepasan calon varietas unggul ubijalar kaya beta karoten di samping keunggulan agronomisnya.

Kata kunci: beta karoten, ubijalar orange.

ABSTRACT

Identification of physical, chemical and sensorial characteristics of rich-beta carotene promising clones of sweet potato. Sweet potato varieties that are rich in beta

carotene and suitable for food ingredient are essential to be released in terms of promoting sweet potato as functional food. This study was performed to identify physical, chemical and sensorial characteristics of 11 promising clones of orange-flished sweet potatoes and one variety (Beta-2) as a check at the Food Chemistry and Processing Laboratory of Iletri from October-November 2010. A completely randomized design with 3 replicates, was applied. Observations included physical and chemical characteristics of the fresh tubers and sensory attributes of the steamed tubers using Hedonic test with 20 panelists. The flesh color of 12 clones varied from light (MSU 06039-07) to dark orange (MSU 05036-23). Five clones had medium moisture content, while the rest showed high moisture levels (>73.5%). Dry matter content negatively correlated with moisture content of the fresh tubers (R2 = 0.81), however it positively correlated with starch content (R2 = 0.73). Ash and reducing sugar contents also varied between clones,

(2)

which ranged from 3.10-4.59% dw dan 1.94-8.11% dw. MSU 05036-23 showed the highest beta carotene content (9,295 μg/100 g ww) and the lowest value was obtained by MSU 06039-07 (996 g/100 g ww), while Beta 2, a check variety contained beta carotene of 1,422 g/100 g ww. MIS 0651-09 had dry matter content >30% and beta carotene approximately 5,000 μg/100 g ww. Four clones had lower dry matter content, ranging from 25–28% with beta carotene 4,000-7,500 μg/100 g ww, namely MSU 06044-03, MSU 06042-18, MIS 0651-15, and MSU 05036-17. These clones are promising to be released as high beta carotene varieties with higher dry matter content relative to those of Beta 1 (21.5%) and Beta 2 (22.3%). The steamed roots of MSU 05036-17 gave the highest scores of panelist preferences on color, texture and taste attributes, followed by MSU 06071-82, MSU 06039-07, MSU 05036-11, and MSU 06042-18 clones. This information is useful for justification of releasing new sweet potato varieties with high beta carotene content in addition to their agronomic performances.

Key words: beta carotene, orange-fleshed sweet potato.

PENDAHULUAN

Sebagian besar produksi ubijalar (89%) di Indonesia digunakan sebagai bahan pangan dengan tingkat konsumsi 6,6 kg/kapita/tahun (FAOSTAT 2007). Namun pemanfaatannya masih terbatas pada bentuk makanan tradisional, seperti ubi rebus/goreng, kolak, getuk, kripik dan saos, sehingga citra produknya masih dianggap rendah. Oleh karena itu, diver-sifikasi pengolahan ubijalar menjadi beragam produk pangan (Ginting et al. 2012) diha-rapkan dapat meningkatkan citra dan konsumsi ubijalar sekaligus nilai tambah produknya. Selain diversifikasi, peningkatan konsumsi juga dapat dilakukan dengan promosi ubijalar sebagai pangan fungsional seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Keberadaan alami senyawa antosianin dan beta karoten pada ubijalar yang dapat berfungsi sebagai antioksidan perlu ditonjolkan untuk meningkatkan citra ubijalar. Kondisi ini dapat dilihat pada kasus susu kedelai yang belakangan ini meningkat konsumsinya berkaitan dengan isu penting aktivitas antioksidan isoflavon pada biji kedelai. Beta karoten merupakan senyawa karotenoid dominan (86−90%) pada ubijalar yang daging umbinya berwarna kuning, orange hingga jingga dan berfungsi sebagai provitamin A karena dapat diubah menjadi vitamin A di dalam mukosa usus manusia (Woolfe 1992). Aktivitas vitamin A beta karoten paling tinggi (100%) di antara senyawa karotenoid lainnya. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan pada penglihatan, seperti rabun senja, xerophthalmia hingga kebutaan permanen/keratomalacia serta terganggunya pertumbuhan dan kekebalan tubuh terhadap penyakit (Gopalan 1992). Lebih dari 230 juta anak di dunia kekurangan vitamin A, terutama di Asia Selatan serta sebagian besar Afrika dan 13 juta di antaranya menderita rabun senja (Schweigert et al. 2003). Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi kekurangan vitamin A masih cukup tinggi, terutama pada anak-anak.

Selain aktivitas vitamin A, beta karoten juga dapat memberi perlindungan/ pencegahan terhadap kanker, penuaan, penurunan kekebalan tubuh, penyakit jantung, stroke, katarak, sengatan matahari dan gangguan otot (Mayne 1996, Pandey dan Shukla 2002 dalam Bovell-Benjamin 2007). Hal ini berkaitan dengan kemampuannya untuk menangkap radikal bebas (lipid peroksida dan singlet oksigen), yang dipercaya sebagai penyebab terjadinya tumor dan kanker (Hongmin et al. 1996, Ben-Amotz dan Fishler 1998 dalam Bovell-Benjamin 2007).

Kadar beta karoten enam varietas dan lima klon hasil persilangan ubijalar di Indonesia dilaporkan 300–4.200 μg/100 g (Ginting et al. 2004). Demikian pula delapan klon ubijalar

(3)

yang terdiri atas klon harapan, hasil persilangan dan varietas lokal dengan warna daging umbi kuning muda sampai orange tua, mengandung beta karoten 292–12.031 μg/100 g (Ginting et al. 2008). Diperoleh dua klon ubijalar yang kadar beta karotennya cukup tinggi (>5.000 μg/100 g), yakni MSU 01015-7 (12.031 μg/100 g, dilepas tahun 2009 dengan nama Beta 1) dan MSU 01015-6 (7.208 μg/100 g). Bersamaan dengan Beta 1, juga dilepas varietas Beta 2 dengan kandungan beta karoten 4.629 μg/100 g (Balitkabi 2011). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan labu kuning yang kadar beta karotennya 1.500 μg/100 g, sementara Beta 1 setara dengan wortel (12.000 μg/100 g) (Woolfe 1992). Kuantifikasi beta karoten diperlukan untuk memaksimalkan pemanfaatan ubijalar sebagai sumber alami vitamin A. Meskipun bahaya kebutaan akibat kekurangan vitamin A dapat diturunkan secara signifikan, namun sebanyak 50,2% anak balita di Indonesia masih menderita kekurangan vitamin A subklinis (Khomsan 2006). Konsumsi ubijalar orange dilaporkan berkontribusi besar dalam menurunkan kasus kekurangan vitamin A di Indonesia, Kenya dan Sahara, Afrika (Jalal et al. 1998, Hagenimana et al. 1999 dalam Bovell-Benjamin 2007), sehingga dianjurkan sebagai strategi berbasis makanan dalam penanggulangan kekurangan vitamin A di negara-negara berkembang (Van Jaarsveld et al. 2005).

Pada penelitian ini, digunakan beberapa klon harapan ubijalar orange yang potensi hasilnya cukup tinggi (>25 t/ha) dengan kadar beta karoten >1.000 μg/100 g untuk diidentifikasi sifat fisik, kimia dan sensoris umbi kukusnya sebagai bahan pertimbangan kesesuaian pemanfaatannya menjadi produk pangan. Untuk tujuan konsumsi langsung seperti direbus/dikukus atau digoreng, klon ubijalar dengan kadar air rendah (<70%), tekstur remah/keset, tidak terlalu manis dengan kadar gula <7% dan kadar beta karoten tinggi (±5000 μg/100 g) yang disukai. Namun semua kriteria tersebut tidak mudah dipe-nuhi, karena ubijalar berkadar beta karoten tinggi umumnya memiliki kadar air tinggi dan kadar bahan kering rendah (<30%) (Yamakawa 1998) serta rasa manis dan lembek di mulut (Woolfe 1992). Oleh karena itu, informasi sifat fisik, kimia dan sensoris klon-klon harapan ubijalar ini diperlukan sebagai masukan dalam pelepasan varietas unggul ubijalar kaya beta karoten di samping keunggulan aspek agronomisnya.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilakukan di Laboratorium Kimia dan Pengolahan Pangan Balitkabi, Malang, pada Oktober-November 2010. Bahan percobaan adalah 11 klon harapan ubijalar yang potensial sebagai bahan pangan kaya beta karoten berdasarkan warna daging umbi (orange) dengan potensi hasil tinggi (>25 t/ha) dan satu varietas unggul (Beta 2) sebagai pembanding. Klon/varietas tersebut ditanam pada MK II 2010 di Tumpang, Malang, dan dipanen pada umur 4,5 bulan.

Ubijalar segar dianalisis sifat fisik (bentuk umbi, warna kulit dan warna daging umbi dengan Hunter colour reader) dan sifat kimianya, meliputi kadar bahan kering dan kadar air (metode oven), kadar abu (metode tanur), kadar pati (hidrolisis asam dilanjutkan dengan analisis gula dengan metode Nelson-Somogy), TPT (total padatan terlarut) dengan hand refractometer, kadar serat (hidrolisis asam basa dengan fibertec), amilosa (Juliano 1979) dan beta karoten (Cagampang dan Rodriguez 1980). Percobaan disusun dengan rancangan acak lengkap, tiga ulangan. Uji Hedonic digunakan untuk mengamati tingkat kesukaan 20 orang panelis terhadap warna, tekstur, rasa dan kesan berserat umbi kukus 12 klon/varietas ubijalar tersebut.

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisik dan kimia umbi segar Warna umbi

Sembilan klon ubijalar memiliki kulit berwarna merah dan tiga klon lainnya kuning muda (Tabel 1). Secara visual, 12 klon/varietas ubijalar memiliki variasi warna daging umbi yang berbeda dari orange muda (klon MSU 06039-07) sampai orange tua (klon MSU 05036-23). Pengukuran dengan colour reader juga menunjukkan bahwa klon MSU 06039-07 yang warna daging umbinya orange muda memiliki tingkat kecerahan (L*) tertinggi dan terendah pada klon MSU 05036-23 dengan warna umbi orange tua (Tabel 1). Nilai L* ini berkorelasi negatif dengan kadar beta karoten umbi (R2 = 0,79) seperti terlihat pada Gambar 1.

y = -622,43x + 49876 R2 = 0,794 * (n = 12) 0 2000 4000 6000 8000 10000 65 70 75 80 Tingkat kecerahan (L*) B eta ka ro te n (m cg /100 g b b )

Gambar 1. Hubungan antara tingkat kecerahan daging umbi (L*) dengan kadar beta karoten 12 klon/varietas ubijalar orange.

Ameny dan Wilson (1997) serta Ginting et al. (2008) juga melaporkan fenomena yang sama dengan nilai r = -0.74 dan R2 = 0,83 (r = -0.91). Semakin gelap warna daging umbi (semakin kecil nilai L*), semakin tinggi kadar beta karoten. Purcell dan Walter (1968) dalam Woolfe (1992) dan Simonne et al. (1993) menyatakan bahwa kandungan beta karoten ubijalar berkorelasi positif (r = 0,99) dengan intensitas warna orange umbi. Ishi-guro et al. (2010) melaporkan pula bahwa beta karoten merupakan komponen karotenoid dominan (79,5−91,7%) pada ubijalar orange. Demikian pula untuk warna merah umbi (a*) yang semakin besar nilainya dengan semakin intensifnya warna orange daging umbi (Tabel 1). Ginting et al. (2008) juga mendapatkan korelasi postif antara warna merah umbi dengan kadar beta karoten (R2 = 0,76).

Kadar air

Kadar air umbi segar berkisar antara 70,22% (MIS 0651-09) sampai 82,62% (MSU 05036−23) seperti tampak pada Tabel 2. Perbedaan kadar air ini terutama disebabkan oleh perbedaan klon ubijalar karena ditanam pada musim dan lokasi yang sama serta dibudidayakan dengan cara yang sama pula. Hasil penelitian ini sedikit lebih lebar kisarannya dibandingkan dengan delapan klon ubijalar kuning/orange yang nilainya 72,41−80,97% (Ginting et al. 2008). Antarlina (1997) menyatakan, ubijalar tergolong

(5)

memiliki kadar air tinggi apabila nilainya lebih besar dari 73,5% dan tergolong rendah apabila nilainya kurang dari 65,5%.

Tabel 1. Karakteristik fisik umbi segar 12 klon/varietas ubijalar orange

Warna daging umbi Klon/varietas

ubijalar Warna kulit Visual L * A * b *

MSU 06039-21 Merah Orange + 76,1 b 19,3 ef 45,0 e

MSU 06044-03 Merah muda Orange +++ 71,4 cf 34,0 cd 54,7 c MSU 05036-11 Merah Orange + + 73,1 cd 31,9 d 53,3 cd MSU 05036-23 Merah Orange + + + + 68,0 i 39,1 b 58,9 ab

MSU 06039-07 Merah Orange 79,3 a 21,2 e 51,5 d

MSU 06042-18 Merah Orange + + + 70,2 gh 34,2 cd 57,8 ab MSU 06043-42 Kuning muda Orange + + 73,4 c 33,5 cd 53,7 c MIS 0651-15 Kuning muda Orange + + 72,1 de 34,4 cd 57,1 b MIS 0651-09 Merah Orange + + + 74,2 c 34,8 c 57,4 b MSU 06071-82 Kuning muda Orange + + 70,8 fg 37,5 b 58,5 ab

MSU 05036-17 Merah Orange +++ 69,5h 42,0 a 59,6 a

Beta 2 Merah Orange + 78,2 a 16,6 f 46,9 e

BNT 5% - - 1,2 2,8 2,0

KK (%) - - 1,0 5,2 2,1

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%. L * : tingkat kecerahan dengan kisaran gelap (0) sampai terang (100).

a *: warna hijau (–100) sampai merah (+100); b *: warna biru (–100) sampai kuning (+100).

Di antara 12 klon/varietas yang diamati, lima klon memiliki kadar air sedang, sisanya berkadar air tinggi. Hal ini diikuti oleh kadar bahan kering yang nilainya tertinggi (31,03%) pada klon pada MIS 0651-09 dan terendah (21,49%) pada klon MSU 05036-23. Kadar bahan kering ini berkorelasi negatif dengan kadar air umbi segar dengan nilai R2 = 0,81 (Gambar 2). Menurut Yamakawa (1998) ubijalar orange cenderung memiliki kadar air tinggi dan kadar bahan kering rendah (<30%). Pada penelitian ini terdapat satu klon yang kadar bahan keringnya tinggi (>30%), yakni MIS 0651-09 dan empat klon yang kadar bahan keringnya 25-28%, lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Beta 1 (21,5 %) (Ginting et al. 2008), dan Beta-2 (22,3%) yang digunakan sebagai check (Tabel 2). Kadar bahan kering tinggi diperlukan jika ubijalar digunakan sebagai bahan baku tepung dan pati untuk mendapatkan rendemen yang tinggi.

y = -0,7083x + 79,359 R2 = 0,812 * (n = 12) 10 15 20 25 30 35 65 70 75 80 85 Kadar air (%) K a d a r ba han k e ri ng ( % )

Gambar 2. Hubungan antara kadar air dengan kadar bahan kering umbi segar dari 12 klon/varietas ubijalar orange.

(6)

Tabel 2. Komposisi kimia umbi segar 12 klon/varietas ubijalar

Klon/Varietas Kadar air (%) Kadar bahan kering (%) Kadar abu (% bk) Gula reduksi (% bk) (% Brix TPT bb) MSU 06039-21 80,08 b 21,92 gh 4,59 a 3,76 fg 9,40 g MSU 06044-03 76,32 c 27,45 c 3,90 c 1,94 i 11,33 cd MSU 05036-11 77,13 d 24,38 f 3,16 g 8,11 a 11,73 b MSU 05036-23 82,63 a 21,49 g 3,42 ef 8,07 a 10,93 e MSU 06039-07 73,07 gh 26,57 d 4,39 ab 3,90 f 11,40 c MSU 06042-18 72,50 h 25,59 e 3,83 cd 6,29 c 11,00 e MSU 06043-42 75,24 f 25,55 e 3,43 ef 6,35 c 11,00 e MIS 0651-15 75,30 f 26,92 d 3,34 fg 7,00 b 11,40 c MIS 0651-09 70,22 i 31,03 a 3,10 g 2,50 h 9,93 f MIS 06071-82 73,21 g 28,26 b 4,48 a 5,32 d 12,00 a MSU 05036-17 72,83 gh 27,77 c 3,63 de 3,58 g 11,13 de Beta 2 79,43 c 22,29 g 4,20 b 4,63 e 12,00 a BNT 5 % 0,58 0,45 0,25 3,76 fg 0,22 KK (%) 0,45 1,04 3,92 3,63 1,16

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5% bk = basis kering; bb = basis basah; TPT = total padatan terlarut

Kadar Abu, Gula Reduksi, dan TPT

Kadar abu yang merepresentasikan kadar mineral umbi, bervariasi dari 3,10% bk (MIS 0651-09) hingga 4,59% bk (MSU 06039-21) (Tabel 2). Nilai ini relatif tidak berbeda dengan kadar abu delapan klon ubijalar kuning/orange (2,86−5,28% bk) (Ginting et al. 2008). Menurut Antarlina (1997), ubijalar tergolong memiliki kadar abu tinggi apabila nilainya >3,84% bk dan tergolong rendah apabila nilainya <2,94% bk. Berdasarkan krite-ria tersebut, terdapat lima klon yang kadar abunya tinggi dan sisanya tergolong sedang.

Kadar gula reduksi berkisar antara 1,94−8,11% bk dengan nilai tertinggi pada klon MSU 05036-11 dan MSU 05036-23 (Tabel 2). Menurut Woolfe (1992), ubijalar orange cenderung manis dan teksturnya lembek. Ubijalar tergolong memiliki kadar gula reduksi tinggi apabila nilainya >6,83% bk dan tergolong rendah apabila nilainya <3,91% bk (Antarlina 1997). Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh tiga klon yang kadar gula reduk-sinya tinggi, empat klon sedang dan lima klon rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi kadar gula reduksi pada umbi yang intensitas warna orangenya tinggi, seperti pada klon MSU 05036-23, meskipun beberapa di antara-nya memiliki kadar gula reduksi cukup rendah, seperti MSU 06044-03 dan MIS 0651-09 (Tabel 2). Kadar gula reduksi ubijalar pada penelitian ini sedikit lebih lebar kisarannya dibanding dengan hasil penelitian Ginting et al. (2008) pada delapan klon/varietas ubijalar kuning/orange yang nilainya 3,42−8,18% bk. Varietas Beta 1 (sebelumnya klon MSU 0105-07) yang berwarna orange tua memiliki kandungan gula reduksi 8,18% bk (Ginting et al. 2008).

Variasi TPT yang merepresentasikan padatan yang larut dalam air (gula, pati, protein dan lain-lain) relatif sempit antarklon ubijalar. TPT tertinggi diperoleh pada klon MIS 06071-82 dan varietas Beta 2, sedangkan nilai terendah pada klon MIS 0651-09. Klon/ va-rietas ubijalar yang kadar gula reduksinya tinggi tidak selalu diikuti oleh nilai TPT tinggi (Tabel 2) karena juga dipengaruhi oleh tingkat kelarutan patinya di dalam air.

(7)

Kadar serat, pati, amilosa, dan beta karoten

Kadar serat umbi berbeda nyata antarklon/varietas, meskipun kisarannya relatif sempit (3,43−4,29% bk) dengan nilai tertinggi pada klon MSU 06071-82 (Tabel 3). Menurut Antarlina (1997), klon ubijalar tergolong memiliki kadar serat tinggi apabila nilainya >3,97% bk, dan tergolong rendah apabila nilainya <3,01% bk. Berdasarkan penggo-longan tersebut, terdapat empat klon yang kadar seratnya tinggi, sedangkan sisanya tergolong sedang. Hasil penelitian ini relatif sama kisarannya dengan penelitian Ginting et al. (2008) pada delapan ubijalar kuning/orange (2,22−4,04% bk). Perbedaan kadar serat umbi selain dipengaruhi oleh sifat genetik masing-masing varietas/klon juga dipengaruhi oleh umur panen dan lingkungan tumbuh (Antarlina 1997). Semakin lama ubijalar dipanen dari umur optimumnya, semakin meningkat kadar seratnya (Antarlina 1991).

y = 1.1631x + 25.346 R2 = 0.73 * (n = 12) 20 30 40 50 60 70 80 20 25 30 35

Kadar bahan kering (%)

K ada r pa ti ( % bk )

Gambar 3. Hubungan antara kadar bahan kering dengan kadar pati umbi segar dari 12 klon/varietas ubijalar orange.

Kadar pati umbi berbeda nyata antar klon/varietas ubijalar dengan nilai tertinggi pada klon MSU 05036-17 (62,03% bk) dan terendah pada klon MIS 06039-21 dan MSU 05036-23 (Tabel 3). Menurut Den (1994) dalam Utomo (2009), kadar pati berkorelasi positif (r = 0.93) dengan kadar bahan kering umbi karena sebagian besar (70%) penyu-sunnya adalah pati (Bradbury and Holloway 1988). Hasil penelitian ini juga menunjukkan fenomena yang sama dengan nilai R2 = 0,73 (Gambar 3), sehingga kadar bahan kering dapat digunakan sebagai penduga kadar pati.

Kadar amilosa umbi bervariasi dari 21,36% bk hingga 25,47% bk dengan nilai tertinggi pada klon MSU 05036-11, MIS 0651-09, dan Beta 2 (Tabel 3). Moorthy (2002) dan Katayama et al. (2004) melaporkan kadar amilosa ubijalar berkisar antara 13,4-19% dan 20-25%. Menurut Anonim (2008) dalam Utomo (2009), klon ubijalar memiliki kadar amilosa tinggi apabila nilainya lebih besar dari 25% dan tergolong rendah apabila nilainya kurang dari 19%. Kadar amilosa pada penelitian ini relatif lebih sempit kisarannya dibandingkan dengan hasil penelitian Ginting et al. (2008) pada delapan klon ubijalar kuning/orange yang nilainya 15,62−25,35% bk. Amilosa berperan dalam kemampuan pati untuk menyerap air, terutama dalam proses gelatinisasi. Selain itu, juga turut me-nentukan tekstur umbi pada saat dimasak karena makin tinggi kadar amilosa, makin keras/padat tekstur umbi karena mampu menyerap banyak air dan tetap utuh pada pema-nasan tinggi (Damardjati et al. 1989).

(8)

Tabel 3. Komposisi kimia umbi segar 12 klon/varietas ubijalar segar

Klon/Varietas (% bk) Serat (% bk) Pati Amilosa (% bk) (μg/100 g bb) Beta karoten MSU 06039-21 3,93 b 50,62 i 23,56 bcde 1.706 f

MSU 06044-03 4,00 b 56,93 d 23,71 bcd 4.812 d

MSU 05036-11 3,89 bc 51,51 h 25,47 a 4.003 e

MSU 05036-23 3,54 ef 50,94 hi 23,73 bcd 9.295 a

MSU 06039-07 3,74 cd 55,07 f 21,36 f 996 g

MSU 06042-18 3,61 def 56,80 d 22,49 cdef 5.425 c

MSU 06043-42 3,71 cde 51,55 h 21,90 ef 3.936 e MIS 0651-15 3,45 f 56,01 e 23,72 bcd 4.624 d MIS 0651-09 3,53 ef 60,32 b 24,89 ab 5.574 c MSU 06071-82 4,29 a 59,29 c 22,08 def 3.871 e MSU 05036-17 3,43 f 62,03 a 23,31 bcde 7.412 b Beta 2 3,73 cd 52,74 g 23,92 abc 1.422 f BNT 5 % 0,19 0,72 1,69 596 KK (%) 3,00 0,77 4,27 7,96

Angka selajur yang diikuti huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5% bk = basis kering; bb = basis basah

Kadar beta karoten berbeda nyata antarklon/varietas dengan nilai tertinggi pada klon MSU 05036-23 (9.295 μg/100 g bb) dan terendah pada klon MSU 06039-07 (996 g/100 g bb), sedangkan Beta 2 sebagai check memiliki kadar beta karoten 1.422 g/100 g bb. Jika kadar beta karoten yang ingin diacu pada penelitian ini ± 5.000 μg/100 g bb, maka diperoleh lima klon yang kisaran nilainya 4.000−6.000 μg/100 g bb, dua klon lebih tinggi (7.000−10.000 μg/100 g bb), yakni MSU 05036-17 dan MSU 05036-23 serta lima klon lebih rendah (1.000-4.000 μg/100 g bb) (Tabel 3).

Menurut Purcell dan Walter (1968) dalam Woolfe (1992) dan Simonne et al. (1993), kadar beta karoten pada ubijalar yang berwarna orange berkisar antara 3.000–20.000 μg/100 g. Klon MSU 05036-23 yang kadar beta karotennya tertinggi pada penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan dengan varietas Beta 1 (klon MSU 01015-7) yang nilainya 12.031 μg/100 g bb (Ginting et al. 2008). Holland et al. (1991) dalam Bovell-Benjamin (2007), Namutebi et al. (2004) dan Ishiguro et al. (2010) juga mendapatkan kadar beta karoten yang bervariasi pada ubijalar orange, masing-masing 1.800−16.000 μg/100 g bb, 6.800−12.500 μg/100 g bb, dan 13.500−39.900 μg/100 g bk atau setara dengan 3.375−9.975 μg/100 g bb (k.air 75%). Varietas Beta 2 dalam penelitian ini memi-liki kadar beta karoten lebih rendah daripada yang tercantum pada deskripsi varietas, yakni 4.629 μg/100 g bb (Balitkabi 2011). Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan waktu dan musim tanam, umur panen, lokasi dan lingkungan tumbuh (suhu udara dan tanah, kekeringan) serta cara budidaya (pemupukan) yang berbeda (Kosambo et al. 1998 dalam Rautenbach et al. 2010).

Pada penelitian ini diperoleh satu klon yang kadar bahan keringnya tinggi (>30%) dengan kadar beta karoten sedang (± 5.000 μg/100 g bb), yakni MIS 0651-09 dan empat klon yang kadar bahan keringnya 25−28% dengan kadar beta karoten 4.000−7.500 μg/100 g bb, yakni MSU 06044-03, MSU 06042-18, MIS 0651-15, dan MSU 05036-17. Klon-klon ini potensial sebagai calon varietas ubijalar kaya beta karoten dengan kadar bahan kering lebih tinggi daripada varietas Beta 1 dan Beta 2 yang kadar bahan keringnya masing-masing 21,5% (Ginting et al. 2008) dan 22,3% (Tabel 2).

(9)

Sifat sensoris umbi kukus

Hasil uji sensoris menunjukkan, bahwa warna umbi kukus klon MSU 06039-21 dan varietas Beta 2 tidak disukai, tiga klon agak disukai, dan tujuh klon disukai warnanya (Tabel 4). Warna orange umbi berubah menjadi gelap/kusam setelah dikukus sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis. Beta karoten sensitif terhadap perlakuan panas dan adanya oksigen, ion logam dan asam serta reaksi enzimatis oleh enzim oksigenase dan lipoksigenase (Fennema 1996). Pada pengukusan (suhu ± 100oC selama 20 menit), warna umbi memudar akibat terjadinya proses oksidasi dan isomerisasi bentuk ikatan ganda trans beta karoten menjadi cis (Kays dan Kays 1998, Gross 1991 dalam Wardhani 2008). Ubijalar orange yang kurang disukai warnanya bila dikukus, pastanya dapat diolah sebagai bahan baku/campuran dalam bentuk produk selain dikukus, seperti selai, mie dan beragam kue basah (Ginting et al. 2012).

Tabel 4. Tingkat kesukaan terhadap sifat sensoris umbi kukus 12 klon/varietas ubijalar

Klon/Varietas Warna Rasa Tekstur Kesukaan terhadap tekstur berserat Kesan

MSU 06039-21 2,3 2,5 1,9 2,4 3,8 MSU 06044-03 3,5 3,2 2,9 3,0 3,4 MSU 05036-11 3,5 3,9 2,9 2,9 3,9 MSU 05036-23 3,0 2,3 2,0 2,0 3,8 MSU 06039-07 3,5 3,5 3,3 3,4 3,6 MSU 06042-18 3,5 3,2 3,5 3,3 3,0 MSU 06043-42 3,6 2,5 3,8 3,4 3,3 MIS 0651-15 2,8 2,8 3,2 3,2 3,1 MIS 0651-09 2,6 3,8 3,3 3,1 3,8 MSU 06071-82 3,6 3,6 3,4 3,5 3,8 MSU 05036-17 4,0 4,2 3,3 3,7 3,5 Beta 2 2,2 2,5 2,4 2,3 3,6

Skor kesukaan terhadap warna, rasa dan tekstur: 1. Sangat tidak suka; 2. Tidak suka, 3. Agak suka, 4. Suka, 5. Sangat suka Skor tekstur: 1. Sangat keras; 2. Keras; 3. Agak keras; 4. Lunak dan 5. Sangat lunak

Skor kesan berserat: 1. Sangat berserat ; 2. Berserat; 3. Agak berserat; 4. Tidak berserat , 5. Sangat tidak berserat

Lima klon ubijalar cukup disukai rasanya, yakni MSU 05036-17, MSU 05036-11, MIS 0651-09, MSU 06071-82, dan MSU 06039-07 (Tabel 4). Sementara klon MSU 05036-23 yang kandungan beta karotennya paling tinggi (Tabel 3), tidak disukai rasanya karena cenderung basah dan terlalu manis, sehingga terkesan kurang enak. Selain itu, beberapa klon ubijalar orange juga memiliki citarasa khas yang kurang disukai seperti halnya pada labu kuning dan wortel (McLaurin dan Kays 1992 dalam Kays dan Kays 1998).

Tekstur umbi kukus yang lunak terdapat pada dua klon ubijalar, tujuh klon agak keras, dan tiga klon keras. Tekstur umbi kukus yang lunak/lembek kurang disukai panelis. Hal ini tampak dari klon MSU 05036-17 dan MSU 06071-82 yang cukup disukai karena memiliki tekstur agak keras. Sementara tekstur umbi yang keras menurut panelis (MSU 06039-21 dan MSU 05036-23) dapat disebabkan oleh tingginya kadar air umbi (Tabel 2) sehingga setelah dikukus terasa keras (gonyeh) seperti halnya pada wortel yang dikukus. Semua klon ubijalar yang diuji memiliki umbi kukus dengan kesan agak berserat sampai tidak berserat (Tabel 4). Klon MSU 05036-17 memiliki skor tertinggi untuk tingkat kesukaan

(10)

terhadap warna, rasa dan tekstur, diikuti oleh klon MSU 06071-82, MSU 06039-07, MSU 05036-11, dan MSU 06042-18, sehingga sesuai untuk produk yang dikukus dan dikonsumsi langsung. Klon lainnya, terutama dalam bentuk pasta, dapat digunakan sebagai bahan baku/campuran untuk produk lain, seperti kue basah, mie, saos dan selai. Mie dan kue mangkok dari pasta ubijalar yang berwarna orange tua (50% substitusi terigu) dapat memberikan warna produk yang lebih menarik dibandingkan dengan umbi kukus (Ginting et al. 2012).

KESIMPULAN

1. Di antara 12 klon/varietas ubijalar yang diamati, diperoleh 10 klon yang kadar beta karotennya lebih tinggi dibanding varietas Beta 2 sebagai check (1.422 g/100 g bb) dengan nilai tertinggi pada klon MSU 05036-23 (9.295 μg/100 g bb) dan terendah pada klon MSU 06039-07 (996 g/100 g bb).

2. Kadar air umbi berkisar antara medium sampai tinggi (70,22−82,66%) dan berko-relasi negatif dengan kadar bahan kering (R2 = 0,71). Klon MIS 0651-09 memiliki kadar bahan kering cukup tinggi (31,03%) dengan kadar beta karoten ± 5.000 μg/100 g bb dan empat klon lainnya sedikit lebih rendah (25–28%) dengan kadar beta karoten 4.000−7.500 μg/100 g bb, yakni MSU 06044-03, MSU 06042-18, MIS 0651-15, dan MSU 05036-17. Klon-klon tersebut berpeluang dilepas sebagai varietas ubijalar kaya beta karoten dengan kadar bahan kering sedang hingga tinggi.

3. Klon MSU 05036-17 memiliki skor tertinggi untuk tingkat kesukaan warna, rasa dan tekstur umbi kukus, diikuti oleh klon MSU 06071-82, MSU 06039-07, MSU 05036-11, dan MSU 06042-18. Klon MSU 05036-23 yang kandungan beta karotennya tertinggi kurang disukai dalam bentuk umbi kukus karena warnanya kusam dan teksturnya berair.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Suprapto, SP; Lina Kusumawati, SSi, Joko Restuono, SP dan Ninik Wahyuni yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ameny, M.A. and P.W. Wilson. 1997. Relationship between Hunter color values and β-carotene contents in white-fleshed African sweetpotatoes (Ipomoea batatas Lam). Journal of the Science of Food and Agriculture 73:301−306.

Antarlina, S.S. 1991. Pengaruh umur panen dan beberapa klon terhadap sifat sensoris, fisik dan kimiawi tepung ubijalar. Thesis S2. Fakultas Pasca Sarjana, Program KPK UGM. Universitas Brawijaya, Malang. 100 hlm.

Antarlina, S.S. 1997. Karakteristik ubijalar sebagai bahan tepung dalam pembuatan kue cake. hlm. 188−204. Dalam Budijanto, S., F. Zakaria, R. Dewanti-Hariyadi, B. Satiawiharja (eds). Prosi-ding Seminar Nasional Teknologi Pangan Denpasar 16−17 Juli 1997. PATPI-Menpangan RI. Balitkabi. 2011. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai Penelitian

Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 179 hlm.

Bradbury, J.H. and W.D. Holloway. 1988. Chemical composition of root crops. p.1−88. In J.H. Bradbury and W.D. Holloway (eds). Chemistry of tropical root crops: Significance for nutrition and agriculture in the Pacific. ACIAR Monograph No. 6. Canberra.

Bovell−Benjamin, A.C. 2007. Sweet potato: A Review of its past, present, and future role in human nutrition. Advanced in Food and Nutrition Research 52:1−59.

(11)

Cagampang, B.G. and F.M. Rodriguez. 1980. Methods of analysis for screening crops of appropriate qualities. Institute of Plant Breeding, University of the Philippines, Los Banos.

Damardjati, D.S., S.D. Indrasari dan B.A.S. Santosa. 1989. Pengembangan Teknologi Pasca Panen Sekunder Tanaman Pangan di Pedesaan. Balittan Sukamandi.

FAOSTAT. 2007. Statistical database of food balance sheet. www.fao.org. (accessed on 6 th December 2010).

Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York.

Ginting, E., Y. Widodo dan M. Jusuf. 2004. Pemanfaatan ubijalar berkadar β-karoten tinggi sebagai sumber vitamin A. hlm 168−176. Dalam J. Munarso, Risfaheri, Abubakar, Setyadjit dan S. Prabawati (eds). Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional. Bogor, 6 Agusutus 2004. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Ginting, E., M. Jusuf dan St. A. Rahayuningsih. 2008. Sifat fisik, kimia dan sensoris delapan klon ubijalar kuning/orange kaya beta karoten. hlm 392−405. Dalam N. Saleh, A.A. Rahmianna, Pardono, Samanhudi, C. Anam dan Yulianto (eds). Prosiding Seminar Nasional Pengem-bangan Kacang-kacangan dan Umbi-umbian: Prospek PengemPengem-bangan Agro Industri Berbasis Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

Ginting, E., J.S. Utomo dan R. Yulifianti. 2012. Aneka produk olahan kacang dan umbi. Balitkabi, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. 48 hlm.

Gopalan, C. 1992. Nutrition in development transition in South-East Asia. WHO Regional Office for South-East Asia. New Delhi.

Hongmin, L., G. Xiaoding and M. Daifu. 1996. Orange-flesh sweetpotato, a potential source for β-karoten production. p. 126−130. In E.t. Rasco and V.R. Amante (Eds). Selected Research Papers July 1995-June 1996. Vol. 2: Sweetpotato. ASPRAD. Manila, Philippines.

Ishiguro, K., M. Yoshinaga, Y. Kai, T. Maoka, and M. Yoshimoto. 2010. Composition, content and antioxidative activity of carotenoids in yellow-fleshed sweet potato (Ipomoea batatas L.). Breeding Science 60:324−329.

Jalal, F. M.C. Nesheim, Z. Agus, D. Sanjur, and J.P. Habicht. 1998. Serum retinol concentrations in children are affected by food sources of beta-carotene, fat intake, and antehelminthic drug treatment. American Journal of Clinical Nutrition 68:623−629.

Juliano, B.O. 1979. A simplified assumy for milled rice amylose. Cereal Sci. Today 16:334−340. Kays, S.J. and S.E. Kays. 1998. Sweetpotato chemistry in relation to health. p. 231−272. In D. R.

LaBonte, M. Yamashita and H. Mochida (eds). Proceedings of International Workshop on Sweetpotato System toward the 21 th Century. Miyakonojo, Japan, December 9−10, 1997. Kyushu National Agricultural Experimen Station.

Katayama, K. S. Tamiya, K. Ishiguro. 2004. Starch properties of sweet potato lines having low pasting temperature. Starch/Starke 56:563−569.

Khomsan, A. 2006. SDM bangsa dan gizi buruk. Kompas, 18 Februari 2006.

Mayne, S.T. 1996. Beta-carotene, carotenoids and disease prevention in humans. FASEB J. 10:690−701.

Moorthy, S.N. 2002. Physicochemical and functional properties of tropical tuber starches. Starch/Starke 54:559−592.

Namutebi, A. H. Natabirwa, B. Lemaga, R. Kapinga, M. Matovu, S. Tumwegamire, J. Nsumba, and J. Ocom. 2004. Long-term storage of sweetpotato by small-scale farmers through improved post harvest technologies. Uganda Journal of Agricultural Science 9:922−930.

Rautenbach, F., M. Faber and S. Laurie. 2010. Antioxidant capacity and beta-carotene content in roots of four sweetpotato varieties. Journal of Food Science 75(5):C400−405.

Schweigert, F.J., J. Klingner, A. hurtienne, and H.J. Zunft. 2003. Vitamin A, carotenoid and vitamin E plasma concentrations in children from Laos in relation to sex and growth failure. Nutrition Journal 2(1):17.

(12)

Simonne, A.H., S.J. Kays, P.E. Koehler and R.R. Eitenmiller. 1993. Assessment of β-carotene content in sweet potato breeding lines in relation to dietary requirements. J. Food Comp. Anal. 6:336−345.

Utomo, J.S. 2009. Development of Restructured Sweetpotato French-Fry-Type Product. Thesis Doctor of Philosophy. Universiti Putra Malaysia. Kuala Lumpur. 229 pp.

Van Jaarsveld, P.J., M. Faber, S.A. Tanumihardjo, P. Nestel, C.J. Lombard, and A.J.S. Benade. 2005. β-carotene-rich orange-fleshed sweet potato improves the vitamin A status of primary school children assessed with modified-relative-dose-response test. American Journal of Clinical Nutrition 81:1080−1087.

Wardhani, S.C. 2008. Retensi antosianin dan beta karoten serta sifat fisiko kimia pada ubijalar goreng, kukus dan selai. Skripsi S1. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 144 hlm. (tidak dipublikasikan).

Woolfe, J.A. 1992. Sweet potato an untapped food resource. Cambridge University Press. Cambridge. p. 60−61; 71−79; 146−158.

Yamakawa, O. 1998. Development of new cultivation and utilization system for sweetpotato toward the 21 th century. p. 1−8. In D. R. LaBonte, M. Yamashita and H. Mochida (eds). Proceedings of International Workshop on Sweet Potato System toward the 21 th Century. Miyakonojo, Japan, December 9−10, 1997. Kyushu National Agricultural Experiment Station.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik fisik umbi segar 12 klon/varietas ubijalar orange
Tabel 2. Komposisi kimia umbi segar 12 klon/varietas ubijalar  Klon/Varietas  Kadar air
Gambar 3. Hubungan antara kadar bahan kering dengan kadar pati  umbi segar dari 12 klon/varietas ubijalar orange
Tabel 3. Komposisi kimia umbi segar 12 klon/varietas ubijalar segar  Klon/Varietas  Serat  (% bk)  Pati  (% bk)  Amilosa (% bk)  Beta karoten  (μg/100 g bb)  MSU 06039-21  3,93 b  50,62 i  23,56 bcde  1.706 f  MSU 06044-03  4,00 b  56,93 d  23,71 bcd  4.81
+2

Referensi

Dokumen terkait

bogasari Flour Mills adalah perusahaan Perseroan Terbatas (PT) dengan fungsi sebagai penggiling gandum menjadi tepung terigu.. Indofood Sukses Makmur (ISM)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas butir soal Ujian Semester Genap Pelajaran Kimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Peranap Tahun Pelajaran 2013/2014 jika ditinjau dari:

Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. 38) menyatakan berdasarkan wujudnya

y(x) merupakan solusi dari PD di atas yang berisikan konstanta

Di Indonesia penggunaan jagung sebagai bahan baku industri sebagian besar untuk pakan, sedangkan di kedua kawasan itu, selain sebagai bahan baku pakan ternak (bersama singkong

Berdasarkan hasil analisis data uji ahli dan praktisi, dapat dinyatakan bahwa pengembangan modul membaca kritis teks eksposisi dengan pendekatan reflektif layak digunakan

Pola tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman dan produksi, walaupun dari taksasi hasil produksi, perlakuan monokultur delapan

Kadar glukosa darah dari 3 kelompok tersebut, yang paling rendah terdapat pada kelompok Perlakuan III yang mencapai 136 mg/dL berbeda nyata dibandingkan