• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT SATKER DEKONSENTRASI 05

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT SATKER DEKONSENTRASI 05"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

SATKER DEKONSENTRASI 05

DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2020

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dapat disusun dengan baik. LAKIP Program Pencegahan dan Pengendalian Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat disusun untuk memenuhi Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Penyusunan LAKIP ini berpedoman kepada Peraturan Menteri PAN/RB no 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Tujuan dari penyusunan LAKIP adalah melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan dan program kerja yang diselenggarakan sebagai wujud pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi serta kewenangan dan kebijakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu laporan ini disusun dalam rangka menyampaikan hasil evaluasi dan analisis realisasi kinerja kegiatan dari pelaksanaan kebijakan dan program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat serta hambatan dan permasalahan yang dihadapi dalam Tahun Anggaran 2020

Penyusunan LAKIP ini diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas publik dan meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan ProvinsiSumatera Barat

(3)

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Ringkasan eksekutif merupakan ringkasan yang terdiri dari beberapa paragraph yang menggambarkan laporan kinerja yang telah disusun.

Laporan kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat menggambarkan capaian kinerja dan realisasi anggaran yang diperjanjikan antara Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dengan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengencalian Penyakit. Dari 7 Indikator Kinerja yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2020 yang dijanjikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dengan Direktur Jenderal P2P, terdapat 4 indikator kinerja kegiatan yang mencapai atau melebihi target dan 4 indikator tidak mencapai target yaitu:

1. Persentase orang dengan HIV-Aids yang menjalani terapi ARV (ODHA on ART ), tercapai 87% dari target 55%, dengan capaian kinerja 158%

2. Persentase kasus TB yang diattalaksana sesuai standar, tercapai 100% dari target 74% sehingga capaian kinerja 135%

3. Persentase anak usia 0 sampai 11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap tercapai 56,2% dari target 93%, dengan capaian kinerja 60,4%.

4. Persentase kasus kusta baru tanpa cacat tercapai 68,57% dari target 91%, dengan capaian kinerja 75,35%.

5. Persentase kasus malaria positif yang diobati sesuai standar tercapai 100% dari target 95% sehingga capaian kinerja 105%

6. Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan deteksi dini kanker target 12 kab/kota sehingga capaian kinerja sebesar 0

7. Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan NAPZA, target 16 kab/kota tercapai 11 kab/kota capai kinerja 68,75%

8. Nilai kinerja penganggaran target 80% Rp 2.283.208.000 dari total pagu sebesar Rp 1.485.726.766. (65%) capaian kinerja 81,25%

(4)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

RINGKASAN EKSEKUTIF ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GRAFIK ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Visi dan Misi ... 3

1.3 Tugas Pokok dan Fungsi ... 4

3.4 Struktur Organisasi (Perda 8 Tahun 2016) ... 5

1.4 Sumber Daya Manusia ... 7

1.5 Sistematika Penulisan ... 9

2.1. Perencanaan Kinerja ... 9

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA ... 10

2.1 Perencanaan Kinerja ... 10

2.2 Perjanjian Kinerja ... 15

BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA ... 16

3.1 Capaian kinerja ... 16

3.2 Realisasi Anggaran ... 39

BAB 4 PENUTUP ... 41

4.1 Kesimpulan... 41

(5)

v

DAFTAR TABEL

Struktur Organisasi Dinkes Prov Sumbar ... 7

Perjanjian Kinerja Dinkes Prov Sumbar ... 15

Capaian Indikator Dinkes Prov Sumbar ... 35

Jumlah Kab/Kota yang melakukan Deteksi Dini -

Penyakit Kanker Serviks dan Payudara ... 35

kab/Kota 80% Puskesmas Malaksanakan Deteksi Dini Keswa dan Napza ... 38

Realisasi Anggaran Tahun 2020 ... Error! Bookmark not defined.

(6)

vi

DAFTAR GRAFIK

Pendidikan Staf P2P Dinkes ... 8

Distribusi Staf P2P Dinkes Sumbar ... 9

Persentase Kasus ODHA Sumbar Tahun 2020... 16

Persentase Kasus HIV – AID 2017 - 2020 ... 17

Persentase Kasus HIV AID Kab/Kota Tahun 2020 ... 17

Jumlah kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar ... 21

Jumlah Penemuan Kasus TB Kab/Kota Tahun 2020 ... 22

Jumlah Bayi yang mendapat Imunisasi Dasar Lengkap Tahun 2020 ... 25

Jumlah Bayi yang mendapat Imunisasi Dasar Lengkap 2015 - 2020 ... 25

Kasus Kusta tanpa Cacat Th 2015 - 2020 ... 28

Kasus Malaria yang diobati sesuai standar th 2017 - 2020 ... 32

Kasus Malaria yang diobati sesuai standar Kab/Kota Tahun 2020... 32

(7)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Perjanjian Kinerja TA 2020

Matriks Monitoring Capaian Indikator Kinerja Bulanan SK Tim Penyusunan Laporan Kinerja

SOP Pengumpulan Data Kinerja SOP Penguukuran Data Kinerja

(8)
(9)

Page | 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya.

Periode tahun 2020-2024 merupakan tahapan terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, sehingga merupakan periode pembangunan jangka menengah yang sangat penting dan strategis. RPJMN 2020-2024 akan memengaruhi pencapaian target pembangunan dalam RPJPN, dimana pendapatan perkapita Indonesia akan mencapai tingkat kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan menengah atas (Upper-Middle Income Country) yang memiliki kondisi infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik. Sesuai dengan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai bidang yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.

Covid-19 telah dinyatakan oleh WHO sebagai pandemik dan Pemerintah Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat telah menyatakan Covid-19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang wajib dilakukan upaya penanggulangan. Gambaran perkembangan kasus Covid-19 di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan data kondisi

(10)

Page | 2 tanggal 31 Desember 2020 menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Kasus Konfirmasi Covid-19 sebanyak 23.441 orang dengan rincian: dirawat 302 orang (1,29%), isolasi mandiri 873 orang (3,72%), isolasi provinsi 32 orang (0,14%), isolasi Kab/Kota 109 orang (0,46%), meninggal 524 orang (2,24%) dan sembuh 21.601 orang (92,15%).Data ini terus berkembang dan diprediksi akan terus berkembang beberapa waktu ke depan.

Berdasarkan kondisi saat ini Provinsi Sumatera Barat termasuk dalam 3 provinsi yang berhasil menekan kasus Covid-19 terbaik di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi perkembangan Covid-19 oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dengan melakukan beberapa langkah-langkah antara lain: mulai mendata dan melakukan pengecekan orang yang masuk ke Sumatera Barat melalui 9 (sembilan) pintu cek point seperti bandar udara, pelabuhan dan transportasi darat.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat menerima dana dekonsentrasi salah satunya dekonsentrasi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dan sejak tahun 2017 telah dilakukan Penandatangan Perjanjian Kinerja (PK) antara Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan Direktur Jenderal P2P terhadap indikator dan target kinerja atas

pemanfaatan dana dekonsentrasi. Dalam perjanjian disampaikan bahwa Ditjen P2P akan

memberikan supervisi yang diperlukan serta akan melakukan evaluasi terhadap capaian kinerja dari perjanjian ini dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka pemberian penghargaan dan sanksi.

Laporan kinerja ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Dinas Kesehatan provinsi Sumatera Barat atas pelaksanaan tugas dan fungsi selama Tahun 2020 dengan menggunakan anggaran Dekonsentrasi. Laporan kinerja ini merupakan pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, pasal 28 menyatakan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Dana Dekonsentrasi menyelenggarakan akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja sebagaimana berlaku bagi kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyampaikan Laporan Keuangan

(11)

Page | 3 dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi kepada gubernur dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait. Selain itu Peraturan Menteri PAN/RB No. 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah yang mengamanatkan bahwa Pimpinan Satuan Kerja menyusun dan menyampaikan Laporan Kinerja kepada Pimpinan Unit Kerja. Pimpinan unit kerja menyusun laporan kinerja tahunan tingkat unit kerja berdasarkan perjanjian kinerja yang disepakatidan menyampaikannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.

1.2 Visi dan Misi

Visi dan Misi Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 mengikuti Visi dan Misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini dilaksanakan melalui 9 misi pembangunan yaitu:

1. Peningkatan kualitas manusia Indonesia;

2. Struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing. 3. Pembangunan yang merata dan berkeadilan

4. Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan.

5. Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa.

6. Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya.

7. Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga. 8. Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan tepercaya.

9. Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka Negara Kesatuan. 10. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Peran Ditjen P2P dalam mendukung pencapaian indikator Kementerian Kesehatan yakni menyelenggarakan pencegahan dan pengendalian peyakit secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui kegiatan surveilans dan karantina kesehatan, pencegahan dan pengendalian penyakit menular langsung, pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik, pencegahan dan pengendalian

(12)

Page | 4 penyakit tidak menular, pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program P2P.

Visi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat yaitu: “Masyarakat Sumatera Barat Peduli Sehat, Mandiri, Berkualitas dan Berkeadilan”. Upaya untuk mewujudkan visi ini dilaksanakan melalui 4 misi pembangunan yaitu :

A. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

B. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.

C. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. D. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

1.3 Tugas Pokok dan Fungsi

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di Bidang Kesehatan (sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sumatera Barat), yang telah diubah menjadi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Provinsi Sumatera Barat. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Desentralisasi dan Tugas Dekonsentrasi di bidang Kesehatan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan susunan Perangkat daerah Provinsi Sumatera Barat sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 52 Tahun 2018. Untuk menyelenggarakan tugas pokok Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat mempunyai fungsi adalah :

1. Perumusan kebijakan kesekretariatan, bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan;

(13)

Page | 5 2. Pelaksanaan kebijakan kesekretariatan, di bidang kesehatan masyarakat,

pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan;

3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kesekretariatan, di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan;

4. Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya

5. Pelaksanaan fungsi lain yang di berikan oleh Kepala Daerah terkait dengan bidang kesehatan.

3.4 Struktur Organisasi (Perda 8 Tahun 2016)

Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya kepala Dinas dibantu oleh:

I. Sekretariat, terdiri dari:

1 Sub Bagian Hukum, Kepegawaian dan Hukum 2 Sub Bagian Keuangan dan Pengelolaan Aset 3 Sub Bagian Program, Informasi & Hukum

II. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit terdiri dari: 1 Seksi Surveilans dan Imunisasi

2 Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular 3 Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

III. Bidang Sumber Daya Kesehatan terdiri dari: 1 Seksi Kefarmasian

2 Seksi Alat Kesehatan dan PKRT

(14)

Page | 6 IV. Bidang Kesehatan Masyarakat terdiri dari:

1 Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi

2 Seksi Promosi dan PemberdayaanMasyarakat

3 Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga

V. Bidang Pelayanan Kesehatan, terdiri dari: 1 Seksi Pelayanan Kesehatan Primer 2 Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan 3 Seksi Pelayanan Kesehatan Tradisional

VI. Dinas Kesehatan mempunyai 4 (empat) UPTD Dinas yaitu: 1 Balai Kesehatan Indra Masyarakat (BKIM)

a. Subag Tata Usaha b. Seksi Pelayanan c. Seksi Program

2 Balai Laboratorium Kesehatan (Labkes) a. Subag Tata Usaha

b. Seksi Pelayanan c. Seksi Pengendalian

3 Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat dan Pelatihan Kesehatan a. Subag Tata Usaha

b. Seksi Kesehatan Olah Raga Masyarakat c. Seksi Pelatihan

4 Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) LubukAlung a. Subag Tata Usaha

Selain itu terdapat juga 4 (empat) UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pemerintah Provinsi yang langsung bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi, yang juga menunjang tercapainya tujuan pembangunan dibidang kesehatan di lingkup Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, yaitu:

1. RSUD. Achmad Muchtar Bukittinggi. 2. RSUD Pariaman.

(15)

Page | 7 3. RSUD M. Natsir Solok.

4. RS. Jiwa HB Sa’anin Padang

Struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2020 dapat dilihat pada Bagan berikut ini :

SEKRETARIS Arry Yuswandi, SKM,MKM

SUBBAG KEUANGAN DAN PENGELOLAAN ASET

Lenggo Geni , S.Sos, MM

SUBBAG HUKUM. KEPEGAWAIAN DAN UMUM

Kusnadi, SKM,M.Kes

SUBBAG PROGRAM, INFORMASI DAN HUMAS

Nira Susanti, SKM, MKM

KABID KESEHATAN MASYARAKAT

Safwan, SKM.M.Kes

KABID PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

Dra Linarni Jamil, Apt, M.Kes

KABID PELAYANAN KESEHATAN

Drg Busril, MPH

KABID SUMBER DAYA KESEHATAN

dr.Lila Yanwar, M.Kes

Kasie Kesehatan Keluarga dan Gizi

dr. Hendrapala Wahid

Kasie Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat

Desra Elena, SKM, MKM

Kasie Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga

Nurmalawati, SKM M.Si

Kasie Surveilans dan Imunisasi

Yusmayanti, SKM, M.Epid

Kasie Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular

Yuhartini, SKM, MKM

Kasie Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Yernita Martitin, SKM

Kasie Pelayanan Kesehatan Primer

Ns Beniara Asmus, S.Kep, M.Kes

Kasie Pelayanan Kesehatan Rujukan

Hasfah Indrayani, SKM, M.Kes

Kasie Pelayanan Kesehatan Tradisional

Yulia Fitria, S.Pd, MM

Kasie Kefarmasian

Elno Sabri, S.Si, Apt

Kasie Alat Kesehatan dan PKRT

Yusril , SKM, ME

Kasubbag Tata Usaha

drg Hj Eka Lusti, MM

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI

DINAS KESEHATAN

PROPINSI SUMATERA BARAT KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

@ Subbag Program Informasi & Humas :Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017 Copy Right 2017

Kasie Sumber Daya Manusia Kesehatan

Mulkani Fitri, SH

Kasi Pelayanan

Metra Sastra, SKM, MPH

@ Subbag Program Informasi & Humas :Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017 Copy Right 2017

Kepala UPTD Balai Kesehatan Indera Masyarakat

dr.Riena Sovianty, M.Kes

Kepala UPTD Balai Laboratorium Kesehatan

dr.Yun Efiantina, MM

Kepala UPTD Balai Kesehatan Olah Raga Masyarakat & Pelkes

dr. Fionaliza, MKM

Kepala UPTD BP 4 Lubuk Alung

Drg Achmad Mardanus, M.Kes

Kasi Program Dra Yudihartati, Apt, M.Farm

Kasubbag Tata Usaha

Yulia Roza, SKM, M.Kes

Kasie Pelayanan

dr Yan Raviq

Kasie Pengendalian Mutu

Deni Berliana Hutajulu, SKM

Kasubag Tata Usaha

Sri Haryeni, SKM, MM

Kasi Kesehatan Olah Raga Masyarakat

Ali Akbar, SKM, M.Kes

Kasi Pelatihan

Rosenita Wandi Putri, SKM, M.Kes

KADINKES dr. Hj. Merry Yuliesday, MARS

@ SUBBAG PROGRAM, INFORMASI DAN HUMAS 2019

Kasubag Tata Usaha

Yuliusman, SKM

1.4 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2020 berdasarkan laporan Bezzeting Tahun 2020 adalah sebanyak 421 orang, yang terdiri dari 171 orang di Dinas Kesehatan dan 241 tersebar di UPTD yaitu : UPTD Laboratorium Kesehatan 54 orang, UPTD BKOM dan Pelkes 52 orang, UPTD BKIM 50 orang dan UPTD RS paru sebanyak 94 orang.

(16)

Page | 8 Ketersediaan tenaga yang ada walaupun belum sesuai kebutuhan tetapi dapat dimaksimalkan dalam menunjang seluruh pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Dinas Kesehatan dan pada pelayanan di UPTD. Untuk jenis SDM yang sangat dbutuhkan antara lain:

a. Tenaga Teknologi dan Sistem Informasi, Tenaga Teknik Sipil,

b. Tenaga fungsional kesehatan di Dinkes seperti Fungsional Adminkes, Gizi Nutrisionist, Epidemiolog, Sanitarian

c. Tenaga fungsional di UPTD seperti : Tenaga Dokter Spesialis Anastesi, Spesialis Paru di RS paru, Tenaga Dokter Spesialis mata di BKIM. Pada tahun 2020, jumlah pegawai di Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat sebanyak 24 orang dengan distribusi pegawai di Seksi Surveilans dan Imunisasi 8 orang, Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular 10 orang, dan Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular 6 orang.

Diagram 1.1

Distribusi Pegawai berdasarkan Pendidikan

2 7 13 2

Pendidikan

SMA D3 S1 S2

(17)

Page | 9 b. Grafik Distribusi Pegawai berdasarkan jabatan fungsional.

Staf Bidang P2P belum ada jabatan fungsional c. Grafik Distribusi Pegawai berdasarkan jenis kelamin

Jumlah laki-laki staf P2P sebanyak 7 dan perempuan sebanyak 17 orang

1.5 Sistematika Penulisan

1. Bab 1. Pendahuluan

Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issue) yang sedang dihadapi organisasi.

2. Bab 2. Perencanaan Kinerja

2.1. Perencanaan Kinerja

3. Bab 3. Akuntabilitas Kinerja a. Capaian Kinerja Organisasi

Sub bab ini menyajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi.

b. Realisasi Anggaran

Sub bab ini menguraikan tentang realisasi anggaran yang digunakan dan telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja

4. Bab 4. Penutup

Bab ini menguraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

29%

71%

Distribusi Staf P2P Tahun 2020

Laki-laki Perempuan

(18)

Page | 10

BAB 2

PERENCANAAN KINERJA

2.1 Perencanaan Kinerja

Perencanaan kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Perencanaan kinerja Dinas Kesehatan Provinsi mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, Rencana Aksi Program Direktorat Jenderal P2P dan RKPD Dinas Kesehatan Provinsi.

Perencanaan kinerja instansi pemerintah terdiri atas tiga dokumen Perencanaan yaitu Rencana Strategis (Renstra) yang merupakan perencanaan 5 tahunan, Rencana Kerja (Renja), dan Perjanjian Kinerja (PK) yang merupakan perencanaan tahunan. Perencanaan 5 tahunan Dinas Kesehatan Provinsi khususnya Dana Dekonsentrasi berasal dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Rencana Aksi Kegiatan Direktorat pada Ditjen P2P dan Rencana Kerja (Renja) Ditjen P2P. Sasaran dan indikator kinerja sasaran kemudian dituangkan dalam Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi.

Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020 - 2024 adalah sebagai berikut:

1. Persentase orang dengan HIV-AIDS yang menjalani terapi ARV ( ODHA on ART ) sebesar 55 %

2. Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar sebesar 74 %

3. Persentase anak 0 – 11 tahun yang mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap sebesar 93 %

4. Persentase kasus kusta baru tanpa cacat sebesar 91 %

5. Persentase kasus malaria positif yang diobati sesuai standar sebesar 95 % 6. Jumlah kabupaten/kota melaksanakan deteksi dini kanker sebesar 12

(19)

Page | 11 7. Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan

jiwa dan penyalahgunaan Napza, jumlah sasaran 16 kabupaten/kota 8. Nilai kinerja penganggaran sebesar 80 %

Secara lengkap cascading indikator Program Pencegahan dan Pengendalian adalah sebagai berikut:

(20)

Page | 12 Tabel 2.1

Cascading Indikator RAP, RAK dan Dana Dekonsentrasi Tahun 2020

Indikator Kinerja Program Indikator Kinerja Kegiatan Direktorat/Setditjen P2P

Indikator Kinerja Kegiatan Dinas Kesehatan Provinsi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

1. Persentase Orang Dengan HIV-AIDS

yang menjalani Terapi ARV (ODHA on ART)

1. Persentase ODHA baru ditemukan yang memulai pengobatan ART

1. Persentase ODHA baru ditemukan yang memulai pengobatan ART

2. Persentase angka keberhasilan

pengobatan TBC (TBC succes rate)

2. Cakupan pengemuan dan pengobatan TBC (TBC treatment

coverage)

2. Persentase cakupan penemuan dan pengobatan TBC

3. Jumlah kabupaten/kota yang

mencapai eliminasi malaria

3. Jumlah Kab/Kota yang mencapai API<1/1.000 penduduk 3. Persentase kasus malaria positif

yang diobati sesuai standar

4. Jumlah kabupaten/kota dengan

eliminasi kusta

4. Proporsi kasus kusta baru tanpa cacat 4. Persentase kasus kusta baru tanpa

cacat

5. Jumlah kabupaten/kota endemis

filariasis yang mencapai eliminasi

5. Jumlah Kab/Kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1%

5. Jumlah kabupaten/kota endemis yang melakukan POPM filariasis

6. Jumlah kabupaten/kota yang

melakukan pencegahan perokok usia < 18 tahun

6. Jumlah Kab/Kota yang menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

7. Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan Layanan Upaya Berhenti merokok (UBM)

-

7. Jumlah kabupaten/kota yang

melakukan pencegahan dan pengendalian PTM

8. Jumlah Kab/Kota yang melakukan deteksi dini faktor risiko PTM ≥80% populasi usia ≥ 15 tahun

9. Jumlah Kab/Kota yang melakukan deteksi dini penyakit kanker di ≥80% populasi usia 30-50 tahun

10. Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan deteksi dini gangguan

6. Jumlah kabupaten/kota

(21)

Page | 13 Indikator Kinerja Program Indikator Kinerja Kegiatan

Direktorat/Setditjen P2P

Indikator Kinerja Kegiatan Dinas Kesehatan Provinsi

indera pada ≥ 40% populasi

8. Persentase kabupaten/kota yang

mencapai 80% imunisasi dasar lengkap anak usia 0-11 bulan

11. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap

12. Persentase anak usai bulan yang mendapat imunisasi lanjutan campak rubella

13. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap di Papua dan Papua Barat

7. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap

9. Jumlah kabupaten/kota yang

melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan penyalahgunaan napza

8. Persentase ODGJ berat yang mendapatkan layanan

9. Penyalahguna Napza yang mendapatkan pelayanan rehabilitasi medis

10. Presentase penderita Depresi pada penduduk ≥ 15 tahun yang mendapat layanan

11. Presentase penderita Gangguan Mental Emosional pada penduduk ≥ 15 tahun yang mendapat layanan

8. Jumlah Kab/kota yang

melaksanakan deteksi dini

masalah kesehatan jiwa dan

penyalahgunaan NAPZA

10. Persentase kabupaten/kota yang

mempunyai kapasitas dalam

pencegahan dan pengendalian KKM

12. Persentase Kab/Kota yang memiliki Pelabuhan/Bandar

Udara/PLBDN yang mempunyai kapasitas sesuai standar dalam

pencegaham dan pengendalian kedaruratan kesehatan

masyarakat

-

11. Jumlah kabupaten/kota yang

mencapai eliminasi penyakit infeksi tropis terabaikan

13. Jumlah Kab/kota dengan eradikasi frambusia -

12. Persentase faktor resiko penyakit di

pintu masuk yang dikendalikan

14. Persentase faktor resiko penyakit di pintu masuk yang dikendalikan

-

13. Persentase rekomendasi hasil

surveilans faktor risiko dan penyakit berbasis laboratorium yang

dimanfaatkan

15. Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan penyakit berbasis laboratorium yang dimanfaatkan

-

Program Dukungan Manajemen pada Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit

(22)

Page | 14 Indikator Kinerja Program Indikator Kinerja Kegiatan

Direktorat/Setditjen P2P

Indikator Kinerja Kegiatan Dinas Kesehatan Provinsi

Kementerian Kesehatan Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit

(23)

Page | 15

2.2 Perjanjian Kinerja

Perjanjian Kinerja merupakan wujud nyata komitmen antara penerima dan pemberi amanah untuk meningkatkan integritas, akuntabilitas, transparansi, dan kinerja Aparatur. Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dengan Ditjen P2P telah ditandatangani dan didokumentasikan sebagai berikut:

Tabel 2.2. Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

NO Sasaran NO Indikator Kinerja TARGET

1

Menurunnya penyakit menular, penyakit tidak menular, serta

meningkatnya kesehatan jiwa

1. Persentase orang dengan HIV-AIDS yang menjalani terapi ARV (ODHA on ART)

55% 2. Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai

standar

74% 3. Persentase anak 0-11 tahun yang mendapatkan

Imunisasi Dasar Lengkap

93% 4. Persentase kasus kusta baru tanpa cacat 91% 5. Persentase kasus malaria positif yang diobati

sesuai standar

95% 6. Jumlah kabupaten/kota melaksanakan deteksi

dini kanker

12 kab/kota 7. Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan deteksi

dini masalah kesehatan jiwa dan penyalahgunaan NAPZA

16

2 Terkelolanya anggaran pencegahan dan pengendalian penyakit yang efisien dan akuntabel

8. Nilai kinerja penganggaran >80%

No Kegiatan Anggaran

1. Surveilans dan Karantina Kesehatan Rp. 699.943.000

2. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

Rp. 820.447.000

3. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Rp. 1.054.750.000 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Pencegahan dan Pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA

Rp. Rp.

1.341.270.000 220.000.000 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis

Lainnya pada Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Rp. 505.250.000

(24)

Page | 16

BAB 3

AKUNTABILITAS KINERJA

3.1 Capaian kinerja

Pada bab ini disajikan disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis capaian kinerja per setiap indicator:

1. Indikator: Persentase ODHA baru ditemukan yang memulai pengobatan ARV a. Definisi Operasional: Persentase ODHA yang baru ditemukan masuk dalam

layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP), yang memulai terapi Anti Retro Virus.

b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah ODHA yang baru ditemukan masuk dalam layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP), yang memulai terapi Anti Retro Virus (ODHA yang inisiasi ART), dibagi dengan jumlah ODHA yang baru ditemukan masuk dalam layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP), dalam kurun waktu tertentu, dikali 100 %.

c. Capaian Indikator

Grafik 3.1

Presentase ODHA Baru yang Ditemukan dan Memulai Pengobatan di Provinsi Sumatera Barat 2016-2020

Pada grafik diatas dapat dilihat pada tahun 2020 ini jumlah kasus HIV yang mendapat obat ARV 87 % yang sudah di atas target (55%). Jika dibandingkan dengan 3 (tiga) tahun sebelumnya (Tahun 2016,2017, 2018, )capaian tahun 2020 ini menurun, sedangkan dibandingan dengan tahun 2019 maka capaian sama.

93,45 96,73 88,7 87 87

55

2016 2017 2018 2019 2020 Target 2020

Presentase Kasus HIV yang Diobati Prov. Sumbar

Tahun 2016-2020

(25)

Page | 17 Jika dibandingkan target jangka menengah Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat ( target 79%) maka capaian kinerja tercapai(87%) diatas target

Jika capaian kinerja ODHA on ART Dinkes sumbar dibandingan dengan target Nasional (45%) maka target sudah diatas target.

Grafik 3.2

Jumlah Kasus HIV dan AIDS Provinsi Sumatera Barat 2017-2020

Pada grafik di atas dapat dilihat pada tahun 2020 ini jumlah kasus HIV :441 kasus dan jumlah kasus AIDS : 148 kasus . Pada tahun ini terjadi penurunan kasus dikarenakan situasi Pandemi Covid 19 sehingga kegiatan natifikasi pasangan kurang jalan dan skrining pada kelompok beresiko kurang terlaksana

Grafik 3.3

Jumlah Kasus HIV dan AIDS Provinsi Sumatera Barat 2020

298 347 258 148 566 628 552 441 TAHUN 2017 TAHUN 2018 TAHUN 2019 TTAHUN 2020

Jumlah Kasus AIDS dan HIV

Prov. Sumbar Tahun 2017-2020

HIV AIDS 26 14 9 1 0 0 15 6 3 2 0 0 238 38 9 1 18 0 31 9 5 11 13 2 1 4 4 14 15 1 1 26 3 4 1 3 1 5 3 22 0 50 100 150 200 250

Jumlah Kasus HIV dan AIDS Sumbar TH 2020

(26)

Page | 18 Pada grafik diatas dapat dilihar bahwa kasus HIV dan AIDS terbanyak di kota Padang hal ini disebabkan Kota Padang merupakan kota besar di Sumatera Barat yang mempunyai layanan PDP 5 buah dan LSM HIV di Kota Padang cukup aktif melakukan penjamgkauan kasus.

d. Analisis Penyebab keberhasilan, pada tahun 2020 ini ODHA On ART pencapaian kinerja diatas target disebabkan karena :

 Peran yang besar dari Tim yang melayani penderiata HIV di rumah sakit PDP, konselor dan tim pendamping dari penjangkau/LSM.

 Penambahan layanan PDP.

 Distribusi dan Pemantauan Logistik HIV AIDS dan IMS di Kab/Kota

e. Permasalahan P2 HIV Sumatera Barat :

1. Penularan HIV pada subpopulasi heteroseksual masih terus terjadi termasuk penularan pada subpopulasi homoseksual dan biseksual.

2. Penularan IMS dan HIV pada populasi WPS, Waria belum berhasil dikendalikan. Hal ini berkolerasi kuat dengan rendahnya tingkat pemakaian kondom secara konsisten pada setiap kontak seks berisiko dan kesadaran untuk pemeriksaan dan pengobatan IMS yang benar.

3. Penularan IMS dan HIV pada ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak sudah menunjukan kecenderungan meningkat, terutama di provinsi-provinsi berprevalensi HIV tinggi.

4. Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pencegahan penularan HIV.

5. Perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat khususnya populasi berisiko belum mencapai titik aman agar penularan HIV-AIDS dan IMS dapat dikendalikan. Peningkatan kesadaran pada populasi berisiko untuk menolong diri sendiri dan bertanggung jawab pada anggota keluarga serta masyarakat dari risiko penularan HIV-AIDS dan IMS sudah mulai terlihat namun belum maksimal.

6. Kesadaran dan keinginan masyarakat termasuk populasi berisiko untuk mengetahui status HIV nya masih relatif rendah.

7. Masih adanya sikap stigma dan perlakuan diskriminatif masyarakat dan petugas kesehatan kepada ODHA.

(27)

Page | 19 8. Terbatasnya ketersediaan layanan kesehatan komprehensif HIV-AIDS

dan IMS dan layanan Perwatan dukungan pengobatan (layanan PDP) 9. Masih terbatasnya jumlah tenaga kesehatan yang peduli, terlatih dan

terampil dalam melaksanakan program pengendalian HIV-AIDS dan IMS serta penyakit oportunistiknya jika dibandingkan dengan luas wilayah prioritas dan besarnya populasi berisiko.

10. Jumlah dan kualitas fasilitas layanan kesehatan yang mampu memberikan layanan kesehatan komprehensif terkait masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan.

11. Hambatan dalam sistem pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi

12. Pencatatan dalam dokumen primer yaitu rekam medis belum mencerminkan penyelenggaraan praktik kedokteran yang baik di Indonesia

13. Pelaporan pelayanan kesehatan promosi, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi terkait HIV dan IMS serta Hepatitis belum terintegrasi dalam sistem informasi fasilitas layanan kesehatan.

14. Keterbatasan jumlah dan kapasitas SDM petugas pencatatan dan pelaporan program HIV AIDS dan IMS

15. Monitoring dan evaluasi yang tidak kontinu akibat ketidakseragaman komitmen dan kemampuan pemerintah daerah dalam pembinaan, pengawasan dan penganggaran kesehatan menyulitkan pengambilan kebijakan yang tepat dalam pengendalian HIV-AIDS dan IMS terutama dalam era desentralisasi.

f. Upaya Pemecahan Masalah :

1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS melalui kerjasama nasional, regional dan global dalam aspek legal, organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia.

(28)

Page | 20 3. Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata,

terjangkau, bermutu dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya preventif dan promotif.

4. Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, dengan berfokus pada daerah yang memiliki risiko tertinggi dan beban tertinggi.

5. Meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS melalui Adinkes (Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia).

6. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS.

7. Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan dan mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS

8. Penguatan sistem logistik sebagai upaya perbaikan dalam mendistribusikan reagen dan obat HIV, AIDS dan IMS sehingga tepat guna, serta mengurangi risiko kekosongan obat ataupun obat expired

9. Revitalisasi pengendalian IMS di Puskesmas dan RS

10. Penguatan surveilans IMS dan HIV di kabupaten/kota prioritas

11. Peningkatan keterlibatan komunitas/LSM peduli AIDS, populasi kunci dan kader masyarakat dalam upaya penjangkauan

12. Perluasan jangkauan pengobatan ARV sampai ke tingkat Puskesmas.

13. Perluasan kampanye tentang HIV dan AIDS, bahaya Napza dan seks bebas di lingkungan pendidikan formal dan non formal.

14. Meningkatkan peranan Kelompok Dukungan Sebaya dan keluarga sebagai petugas pendamping ODHA.

15. Pemda Kab/Kota perlu mengaktifkan kembali KPAD dan bersinergi dengan Dinas Kesehatan.

16. Meningkatkan pendidikan seksual secara dini

g. Analisis Efisiensi Sumber Daya : Capaian Indikator Persentase kasus HIV yang diobati adalah 158 % dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan HIV sebesar 94,84 % , maka ada efisiensi sumberdaya 63,11 %

(29)

Page | 21 2. Indikator: Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai dengan standar

a. Definisi Operasional: Semua kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar (penegakan diagnosis dan pengobatan sesuai standar) diantara semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan.

b. Rumus/Cara Perhitungan: Jumlah kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar (penegakan diagnosis dan pengobatan sesuai standar) dibagi jumlah semua kasus TB yang ditemukan dan diobati dikali 100%

c. Capaian indikator

Grafik 3.4

Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar Sumatera Barat 2017-2020

Pada tahun 2020 ini capaian kasus tibi ditatalaksana sesuai standar sudah 100% diatas target 74% yang ditetapkan

Dalam 3 (tiga) tahun terakhir capaian presentase kasus TB yang ditatalaksana telah melampaui target.

Analisis Penyebab Keberhasilan:

Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar tahun 2020 ini telah melampaui target yaitu 100 %. Hal yang mendukung capaian ini adalah tenaga kesehatan telah tersosialisasi dengan tatalaksana pasien TB secara program, logistik yang cukup tersedia, paduan obat program cukup efektif dan efisien (Kombinasi Dosis Tetap (KDT)/ Fixed Dose Combination (FDC), adanya Buku pedoman Pengendalian Tuberkulosis. 100 99,86 99,98 100 74 0 20 40 60 80 100 120 2017 2018 2019 2020 Target 2020 Capaian

(30)

Page | 22

Grafik 3.5

Persentase kasus TB yang yang ditemukan dan Diobati Kabupaten/ Kota Sumatera Barat 2020

(31)

Page | 23 Dari grafik di atas, semua Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat belum mencapai target (65%) penemuan kasus TB. Hal ini disebabkan pelasanaan investigasikontak belum maksimal, pemahaman masyarakat tentang TB masih rendah dan belum semua layanan melaporkan TB pakai SITB.

Kegiatan yang mendukung pencapaian indikator P2 TB:

1. Monitoring dan Evaluasi TB 2. Kontak Investigasi

3. Surveilans Aktif TBC

Permasalahan P2 TB Sumatera Barat:

1. Belum semua kasus TB berhasil dijangkau/ditemukan 2. Terjadi peningkatan epidemi kasus TB Resisten Obat

3. Pendekatan yang terlalu sentralistik dan global, kurang menggali potensi lokal. 4. Komitmen politis di daerah yang masih rendah, dimana Rencana Aksi Daerah

(RAD) TB belum ditindaklanjuti dengan regulasi dan anggaran P2TB yang memadai

5. Manajemen program dan manajemen logistik belum optimal 6. Masih lemahnya mitra yang bersifat sinergis.

7. Penyisiran kasus di RS belum dilakukan untuk seluruh RS karena keterbatasan tenaga dan RS belum memiliki SIMRS.

8. Kegiatan Ketuk Pintu belum dilakukan secara rutin.

9. KOPI TB baru terbentuk di Provinsi dan kabupaten/ kota , tapi kegitan belum terlaksana sesuai denagn rencana

10. Pelaksanaan PPM belum berjalan.

11. Turn over petugas di daerah yang terlatih masih tinggi

12. Crosscheck slide belum optimal karena kemampuan BLK dan dana yang tidak memadai untuk mengantarkan slide.

13. Surveilans TB dan investigasi kontak belum terlaksana dengan baik

Upaya Pemecahan Masalah :

1. Penguatan Kepemimpinan Program TB di Kabupaten/Kota a. Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial.

(32)

Page | 24 b. Regulasi dan peningkatan pembiayaan.

c. Koordinasi dan sinergi program.

d. Upaya mandiri daerah agar tidak terjadi kekosongan tenaga terlatih 2. Peningkatan Layanan TOSS TB yang bermutu

a. Peningkatan jejaring layanan TB melalui PPM (Public Private Mix) di seluruh kab/kota.

b. Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat. Integrasi penemuan kasus dalam kegiatan pendataan PIS PK dan Kegiatan Ketuk Pintu menjadi kegiatan rutin.

c. Peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-HIV, TB-DM, MTBS, PAL, dll.

d. Inovasi diagnosis TB dengan alat/ sarana diagnostik yang baru dan lebih sensitif (TCM). Pemanfaatan alat TCM baik oleh internal RS maupun Puskesmas.

e. Kepatuhan dan kelangsungan pengobatan pasien atau Case Holding

f. Kerjasama dengan Asuransi Kesehatan dalam upaya cakupan layanan semesta (Health Universal Coverage).

g. Terbentuknya Koalisi Organisasi Profesi untuk Penanggulangan TB (KOPI TB) di Provinsi dan Kabupaten/ Kota sehingga pengobatan TB secara program dapat diimplementasikan

3. Pengendalian Faktor Risiko

a. Promosi lingkungan dan hidup sehat

b. Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB c. Pengobatan pencegahan dan imunisasi BCG

d. Memaksimalkan penemuan TB secara dini, mempertahankan cakupan dan keberhasilan pengobatan yang tinggi.

e. Melakukan Investigasi Kontak.

4. Peningkatan Kemitraan melalui Forum Koordinasi TB yaitu Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di pusat dan daerah.

5. Peningkatan Kemandirian Masyarakat dalam Penanggulangan TB

a. Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga dan masyarakat. b. Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus dan dukungan

(33)

Page | 25 c. Pemberdayaan masyarakat melalui integrasi TB dan upaya kesehatan

berbasis keluarga dan masyarakat. 6. Penguatan Sistem Kesehatan

a. Sumber Daya Manusia b. Logistik

c. Regulasi dan pembiayaan

d. Sistem informasi termasuk Mandatory Notification, Bridging SITT dengan SIMRS

e. Melakukan Surveilans Aktif melalui penyisiran data kasus TB di Rumah Sakit

i. Analisis Efisiensi Sumber Daya : Capaian Indikator Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar dalah 135% dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan tuberkulosis sebesar 63,12% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 71,88%.

3. Indikator: Persentase anak 0-11 tahun yang mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap 1) Definisi Operasional: Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi

dasar lengkap meliputi 1 dosis Hepatitis B pd usia 0-7 hari, 1 dosis BCG, 4 dosis Polio, 3 dosis DPT-HB (atau DPT-HB-Hib), serta 1 dosis campak selama kurun waktu 1 tahun.

2) Rumus/Cara Perhitungan: Jumlah bayi 0 -11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah seluruh bayi yang bertahan hidup (surviving infant) di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama di kali 100%.

(34)

Page | 26

Grafik 3.6

Capaian Anak 0-11 bulan Mendapatkan IDL Provinsi Sumatera Barat

Grafik 3.7

Dari grafik diatas terlihat capaian IDL Provinsi Sumatera Barat tahun 2020 untuk anak 0-11 bulan yaitu 56,2 %. Capaian ini belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 93%. Dan, capaian tahun 2020 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019 dengan persentase penurunan 60,4% dengan capaian IDL tahun 2019 sebesar 56,2 %. Dilihat dari grafik capaian Tahun 2015 – 2020 capaian IDL Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan yang fluktuatif.

87,06 74,0473,5271,0369,29 66,6565,6364,38 60,9760,5858,50 56,1652,7252,5750,50 46,8545,4942,84 34,1134,07 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

Anak 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2020

74,1 74,1 91 78,3 91,5 81,3 92 74,2 92,5 78,9 93 56,2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 T a rg et C ap a ia n T a rg et C ap a ia n T a rg et C ap a ia n T a rg et C ap a ia n T a rg et C ap a ia n T a rg et C ap a ia n 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Anak 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar

lengkap

(35)

Page | 27

Analisa penyebab

Ini disebabkan karena kondisi pandemic covid-19 sehingga orang tua takut membawa anaknya ke fasilitas kesehatan, selain itu orang tua takut anaknya sakit dan juga karena berbagai kesibukan orang tua sehingga anaknya tidak dibawa ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan imunisasi.

Kegiatan yang menunjang pencapaian kinerja Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat Imunisasi Dasar Lengkap Provinsi Sumatera Barat:

1. Tetap melaksanakan imunisasi rutin dengan melaksanakan protocol kesehatan 2. Orientasi dalam rangka Imunisasi di Fasyankes Swasta

3. Pelatihan pelaksanaan imunisasi rutin tingkat provinsi

4. Bimbingan teknis dan monitoring evaluasi pelaksanaan imunisasi

Selain itu Permasalahan yang muncul berupa

 Pencatatan dan pelaporan yang tidak sesuai standar di tk desa & puskesmas  Analisa PWS belum optimal dilakukan

 Belum optimal nya pelacakan terhadap sasaran yang belum/tidak lengkap mendapatkan imunisasi

 Data sasaran belum berdasarkan keadaan riil di lapangan (khususnya untuk tingkat desa)

 Masih kurangnya kesadaran orang tua/masyarakat akan pentingnya imunisasi bagi anak

 Masih belum optimalnya koordinasi dan kemitraan dengan pihak swasta

Pemecahan masalah dan Upaya yang dilakukan:

1) Penguatan PWS : memetakan wilayah berdasarkan cakupan & analisa masalah, RTL penyelesaiannya

2) Tersedianya sumber daya yg dibutuhkan : tenaga yg terampil, logistik (vaksin, alat suntik, safety box&cold chain terstandar), biaya & sarana pelayanan. : Terjaganya kualitas & mutu pelayanan.

3) Pendekatan keluarga & Pemberdayaan masyarakat : kepedulian & Tanggung Jawab bersama

(36)

Page | 28 4) Pelacakan sasaran yg belum atau tidak lengkap imunisasinya (Defaulter

Tracking) diikuti dgn upaya Drop Out Follow Up (DOFU) dan sweeping

5) Tetap melaksanakan imunisasi rutin dengan protocol kesehatan.

Analisis Efisiensi Sumber Daya : Persentase anak 0-11 tahun yang mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap adalah 60,4 % dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan sebesar 65,74% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 34,26%.

4. Indikator : Persentase kasus kusta baru tanpa cacat

a. Definisi Operasional: Persentase kasus kusta baru yang ditemukan tanpa cacat (cacat tingkat 0) diantara kasus kusta baru

b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah kasus kusta baru tanpa cacat (cacat tingkat 0) dibagi total jumlah kasus kusta baru dikali 100 persen

c. Capaian Indikator

Grafik 3.8

Penemuan Kasus Baru Kusta Tanpa Cacat Tahun 2015-2020 Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan grafik diatas, capaian penemuan kasus baru kusta tanpa cacat capaian kinerja belum sesuai target indikator, yaitu 68,57% dari target 91%. Angka ini turun dibandingkan dengan 3 tahun sebelumnya maka yahun 2020 ini capaian dibawah capaian 2 tahun sebelumnya.

77,8 87,7 52,6 90,5 87,95 68,57 91 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Indikator 2020 Series1

(37)

Page | 29

D. Kegiatan yang mendukung pencapaian indikator P2 Kusta:

5. Pelaksanaan Intensifikasi Penemuan Kasus Kusta Kab Padang Pariaman 6. Survei Desa atau Survei Sekolah di Kota Pariaman

7. Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Cohort Tingkat Provinsi

D. Analisis Penyebab Kegagalan:

Sebagian besar pasien ditemukan sudah dalam keadaan cacat tingkat 1 dan cacat tingkat 2. Hal ini terjadi karena penemuan kasus terlambat dan terlambat pula ditangani. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah penemuan kasus baru kusta sedini mungkin sehingga keterlambatan penemuan yaitu ditemukannya kasus dalam kondisi cacat dapat dihindari.

E. Permasalahan P2 Kusta di Propinsi Sumatera Barat:

1) Masih minimnya dukungan Pemda dalam pemberantasan P2 kusta terutama dalam dukungan pendanaan

2) Masih rendahnya SDM petugas kusta di tingkat puskesmas dalam tatalaksana P2 kusta (terutama mendeteksi dini kasus kusta dan penangan reaksi kusta). 3) Masih tingginya penemuan kasus cacat tingkat II.

4) Tidak adanya dukungan lintas sektor dalam penanganan mantan penderita kusta, terutama penderita cacat tingkat II

5) Masih minimnya pemeriksaan kontak serumah (terutama kasus baru)

6) Masih rendahnya pemeriksan tanda tanda reaksi kepada pasien kusta setelah RFT.

7) Masih rendahnya sosialisasi dan promosi P2 kusta.

8) Pencatatan dan pelaporan belum sesuai standar (kohort tidak diisi).

9) Sebagian besar daerah kantong Kusta berada di lokasi sulit dijangkau sehingga menyebabkan sulitnya pencarian kasus dan akses masyarakat menuju pelayanan kesehatan.

10) Sebagian besar wilayah kantung Kusta kurang mendapat dukungan lintas program dan lintas sektor. Dukungan diperlukan untuk proses eliminasi kusta dalam hal penentuan kebijakan, pengalokasian sumber daya dan upaya menghapus stigma.

(38)

Page | 30 11) Turn over petugas di daerah cukup tinggi. Hal ini menyebabkan program

pencegahan dan pengendalian penyakit kusta berjalan kurang optimal karena perlu melakukan pelatihan kepada tenaga yang baru.

12) Beban kerja petugas di daerah cukup tinggi, dimana manajemen sumber daya manusia di lapangan belum dikelola dengan baik, sehingga hasil yang dicapai kurang maksimal.

13) Self stigma pada penderita kusta karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap penyakit ini. Hal ini sebagai penghambat untuk mendapatkan pengobatan sedini mungkin.

14) Pengetahuan dan pemahaman tentang kusta di masyarakat pun masih rendah, sehingga terjadi kecenderungan memberikan stigma kepada penderita dan keluarga. Termasuk stigma oleh petugas kesehatan.

15) Perlu perbaikan manajemen logistik dari sistem kebutuhan MDT secara berjenjang.

16) Perlu perbaikan manajemen program di daerah agar terjadi kemandirian dalam penemuan kasus dini dan kemampuan untuk memulai pengobatan serta mengasah kemampuan Prevention of Disability (POD) petugas terhadap pasien dimana POD harus dilakukan secara kontinu.

17) Rendahnya kemauan masyarakat dalam memeriksaan bercak ( tanda suspeck kusta )

18) Belum maksimalnya KPD ( Kelompok Perawatan Diri )di tingkat Kabupaten / Kota

19) Kabupaten/Kota yag dapat dana untuk Pelaksnaan kegiatan Intebsifikasi Penemuan kasus kusta haya 2 kabupaten yaitu Kab. Padang Pariaman dan Kota Pariaman sedangkan Kasus cacat ditemukan di kabupaten kota lain

F. Upaya Pemecahan Masalah:

1. Meningkatkan advokasi dan sosialisasi program terhadap pemangku kepentingan terkait agar dapat meningkatkan komitmen dalam pencapaian eliminasi kusta. Diharapkan pemangku kepentingan dapat merumuskan kebijakan strategis dan meningkatkan alokasi sumber daya daerah dalam pelaksanaan program.

2. Mengganggarkan dan melaksanakan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan secara rutin untuk mengatasi masalah turn over petugas yang tinggi.

3. Melaksanakan intensifikasi penemuan kasus terutama di daerah remote area untuk meningkatkan jangkauan penemuan dan pengobatan penderita kusta serta

(39)

Page | 31 memutus dan menghilangkan sumber penularan penyakit kusta dan kontinuitas pelaksanaan surveilans pasca RFT.

4. Meningkatkan promosi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk menghilangkan stigma.

5. Memperkuat jejaring kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, organisasi profesi, rumah sakit dan dokter praktik swasta agar memperoleh dukungan dalam pelaksanaan program sesuai dengan tupoksi masing-masing.

6. Memperkuat sistem manajemen logistik MDT di semua level.

7. Kegiatan self screening dengan pendekatan keluarga memiliki dampak positif dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian kusta, mengurangi beban kerja petugas kesehatan dan memperluas cakupan program 8. Membentuk dokter cilik kusta ( di harapkan nanti dokter cilik kusta mengenal

dan mengajak teman sekolah atau orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan bercak ) dan akan di catat ke format ayo temukan bercak

h. Analisis Efisiensi Sumber Daya : Capaian Indikator Persentase kasus kusta baru tanpa cacat 75,35% dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan HIV sebesar 52, 80% , maka ada efisiensi sumberdaya 22,55 %

5. Indikator: Persentase kasus malaria positif yang diobati sesuai standar

a. Definisi Operasional: Persentase kasus malaria positif yang diobati sesuai standar program,

b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah kasus positif malaria yang diobati sesuai standar program dibagi dengan jumlah seluruh kasus positif malaria dikali 100 persen

(40)

Page | 32

Grafik 3.9

Presentase Kasus Malaria yang Diobati Sesuai Standar Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017-2020 (%)

Berdasarkan data pada grafik di atas Angka Kasus Malaria yang Diobati sesuai Standar pada tahun 2019 dan 2020 Provinsi Sumatera Barat sudah mencapai target Indikator Kinerja yaitu 100%.

Grafik 3.10

Kasus Malaria yang Diobati Sesuai Standar per Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2020 (%)

Berdasarkan data di atas sudah semua kabupaten/ kota melaksanakan pengobatan Malaria sesuai Standar. Hal ini sudah mencapai target Indikator Kinerja yaitu 100%. Pada Tahun 2020. Hal ini menyatakan sudah semua kasus malaria yang ditemukan dan dilaporkan diobati sesuai standar.

97,46 99,9 100 100 96 97 98 99 100 101 2017 2018 2019 2020 55 0 0 2 1 0 1 0 0 0 0 22 3 0 0 1 1 1 1 55 0 0 2 1 0 1 0 0 0 0 22 3 0 0 1 1 1 1 0 10 20 30 40 50 60

(41)

Page | 33

d. Analisa Penyebab Keberhasilan :

Telah dilaksanakannya sosialisasi tatalaksana malaria sesuai standar pada tenaga kesehatan baik di puskesmas maupun rumah sakit

e. Kegiatan yang menunjang pencapaian kinerja P2 Malaria Provinsi Sumatera Barat:

1. Sosialisasi Penemuan Kasus Aktif Respon 1-2-5 2. Pengutan Tatalaksna Malaria

3. Pengutan Survailans dan Sistim Informasi Malaria 4. Penyelidikan epedemiologi (PE) 1-2-5

5. Sediaan Darah Mikroskopis Malaria yang diuji silang 6. Survei Darah Massal Malaria

7. Bimbingan Teknis Penatalaksanaan Pengobatan Malaria dilayanan kesehatan

f. Permasalahan P2 Malaria Provinsi Sumatera Barat:

1. Koordinasi multi sektoral kurang optimal dalam upaya pengendalian yang lebih komprehensif dan terpadu.

2. Pemanfaatan potensi mitra (sektor pemerintah, swasta, masyarakat dan pasien) belum optimal.

3. Kurangnya komitmen pemerintah daerah dan keterbatasan sumber daya pemerintah.

4. Kecenderungan donor dependence. Bagi daerah yang telah eliminasi dana sangat minim untuk kegiatan surveilans aktif maupun kegiatan penyelidikan epidemiologi ap.abila muncul kasus di wilayah tsb.

5. Meningkatnya potensi faktor risiko (lingkungan, iklim), resistensi OAM, insektisida.

6. Keterbatasan akses pelayanan kesehatan khususnya di daerah terpencil. 7. Turn over petugas masih tinggi.

8. Surveilans Vektor belum berjalan sepenuhnya. 9. Surveilans mingrasi malaria belum berjalan baik 10. Terjadinya penngkatan kasus Knowlesi

(42)

Page | 34

g. Upaya Pemecahan Masalah:

1. Advokasi lintas sektoral dan lintas program

2. Peningkatan akses layanan malaria yang bermutu. Penerapan sistem jejaring

public-private mix layanan malaria.

3. Penerapan pemantapan mutu laboratorium.

4. Peningkatan kapasitas diagnosis dan tatalaksana kasus. 5. Pencegahan dan Pengendalian vektor terpadu.

6. Pemantauan efektifitas dan resistensi OAM

7. Penguatan Surveilans termasuk surveilans migrasi, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) dan penanggulangan KLB.

8. Penguatan kemandirian masyarakat melalui Posmaldes dan UKBM lainnya. 9. Penguatan kemitraan melalui Forum Gerakan Berantas kembali Malaria

(Gebrak Malaria).

10. Penguatan manajemen fungsional program, advokasi dan promosi program dan berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan.

11. Penguatan komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam kesinambungan pemenuhan kebutuhan program.

12. Penguatan sistem informasi strategi dan penelitian operasional untuk menunjang basis bukti program berbasis web base.

13. Integrasi dengan program lain seperti surveilans dalam mengembangkan sistem SKDR serta data rumah sakit (SIRS).

h. Analisis Efisiensi Sumber Daya : Capaian Indikator Presentase Kasus Malaria Positif yang Diobati sesuai Standar tahun 2020 adalah 105% dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan malaria sebesar 85,65% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 19,35%.

7. Indikator: Jumlah kabupaten/kota melaksanakan deteksi dini kanker

a. Definisi Operasional: Kab/kota yang menyelenggarakan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks paling kurang pada 80% populasi wanita usia 30-50 tahun atau wanita yang memiliki riwayat sexual aktif

b. Rumus/Cara perhitungan:

Jumlah kab/kota yang melaksanakan deteksi dini penyakit kanker di ≥ 80% populasi perempuan usia 30 – 50 tahun atau perempuan yang memiliki riwayat

(43)

Page | 35 seksual aktif dibagi dengan Jumlah semua populasi perempuan umur 30 -50 tahun di wilayah kerja selama 1 tahun x 100 %

c. Capaian Indikator

Tabel 3.1

(44)

Page | 36 Berdasarkan tabel dan gambar diatas dketahui bahwa belum ada kabkota yang mnecapai target dari indikator yang telah ditetapkan sebesar 80 % Populasi tersebut. Hal ini dikarenakan adanya perubahan definisi operasional dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2019, indikator ini menggunakan data puskesmas sebagai data pembanding, sedangkan tahun 2020 menggunakan jumlah populasi wanita usia 30 – 50 tahun

d. Upaya yang dilakukan untuk mencapai Indikator ;

1. Peningkatan promosi kesehatan tentang bahaya penyakit kanker serviks dan payudara;

2. Membiasakan hidup Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat); 3. Tersedianya sarana prasarana untuk skrining yang aman dan nyaman;

4. Peningkatan kapasitas sumber daya dalam melakukan pemeriksaan IVA dan Sadanis;

5. Komitmen dari pemegang kebijakan untuk mewajibkan bagi semua perempuan usia subur yang berusia 30 – 50 tahun atau yg melakukan hubungan seksual aktif untuk pemeriksaan IVA dan Sadanis.

e. Analisa penyebab keberhasilan/kegagalan

Belum adanya Kabupaten/Kota yang mencapaia target yang ditetapkan yaitu 12 kab/Kota, ini disebabkan adanya perubahan definisi operasional dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2019 indikator ini menggunakan data puskesmas sebagai data pembanding, sedangkan tahun 2020 menggunakan jumlah populasi wanita usia 30 – 50 tahun, dengan target 80 % populasi, dan belum semua Kab/Kota tersosialisasi dengan baik banyaknya mutase/rotasi pemegang program, serta kendala pandemi Covid-19, sehingga capaian yg tertinggi hanya 28,51 % yaitu Kabupaten Sijunjung dan terendah 0,51 yaitu Kabupaten Agam

f. Kendala / masalah yang di hadapi ;

a. Kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan masih rendah; b. KIE oleh petugas masih belum maksimal;

c. Keterbatasan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan; d. Tingginya tingkat rotasi/mutasi petugas di puskesmas;

e. Pembinaan dari tingkat kabupaten ke puskesmas belum maksimal; f. Koordinasi lintas sektor dan program yang belum maksimal;

g. Monitoring evaluasi dan bimbingan teknis yang belum maksimal ke daerah karena terbatasnya alokasi anggaran.

h. Tenaga yang sudah dilatih belum semua memiliki percaya diri untuk melakukan deteksi dini kanker, sehingga puskesmas harus melakukan pendampingan dari puskesmas lain dalam melaksanakan deteksi dini kanker

(45)

Page | 37

g. Pemecahan masalah ;

a. Advokasi dan sosialisasi ke lintas sektor terkait;

b. KIE ke seluruh lapisan masyarakat melalui posbindu PTM;

c. Pemeriksaan IVA terhadap seluruh pegawai perempuan yang menikah dan berusia 30 – 50 tahun;

d. Meningkatkan fungsi kader posbindu dalam melakukan deteksi dini penyakit kanker;

e. Membuat perencanaan pelatihan IVA melalui dana APBD Kabupaten/Kota;

f. Bimbingan teknis dan monitoring evaluasi ke kabupaten/kota dan puskesmas;

g. Membuat usulan pengadaan IVA Kit dan krioterapi melalui dana DAK.

h. Analisis Efisiensi Sumber Daya : Capaian Indikator Jumlah kabupaten/kota melaksanakan deteksi dini kanker tahun 2020 adalah 0 Kab/Kota dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran sebesar 98,3% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar -98,3%. ( Keterangan : semua kab/kota melaksanakan deteksi dini tetapi tidak tercapai karena ketentuannya 80% dari populasi perempuan usia 30 sd 50 th harus dilakukan deteksi dini) 8. Indikator: Jumlah Kab/kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan

jiwa dan penyalahgunaan NAPZA

a. Definisi Operasional: Kabupaten/ Kota yang 25% puskesmasnya melakukan deteksi dini masalah kesehatan jiwa terhadap seluruh kelompok usia dengan menggunakan instrumen SDQ, SRQ 20, dan ASSIST yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, psikolog dan perawat)

b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah Kabupaten/ Kota yang 25% puskesmasnya melakukan deteksi dini masalah kesehatan jiwa terhadap seluruh kelompok usia dengan menggunakan instrumen SDQ, SRQ 20, dan ASSIST yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, psikolog dan perawat

c. Capaian Indikator

Tabel 3.2

Kab/Kota yang 25 % Puskesmasnya melaksanakan Deteksi Dini Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Tahun 2020

(46)

Page | 38 Berdasarkan tabel diatas dketahui bahwa dari 19 Kab/Kota yang mnecapai target hany 11 Kab/Kota ( 68.75 %) dari indikator yang telah ditetapkan sebesar 16 Kab/Kota. Hal ini dikarenakan adanya perubahan definisi operasional dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2019, indikator ini yang dipakai adalah Jumlah Kab/kota yang melaksanakan pelayanan Kesehatan jiwa dengan tenaga terlatih, sedangkan tahun 2020 Jumlah Puskesmas yang melakukan Deteksi Dini Gangguan Jiwa dan Napza dengan menggunakan Instrumen SRQ, SRQ20 dan Assist

d. Upaya yang dilakukan untuk mencapai Indikator ;

1. Melakukan Sosialisasi kesehatan jiwa dan Napza ke sekolah dan masyarakat 2. Membiasakan hidup Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat);

3. Tersedianya sarana prasarana untuk skrining yang aman dan nyaman;

4. Peningkatan kapasitas sumber daya dalam melakukan Skrening Deteksi Dini Kesehatan Jiwa dan napza

e. Analisa penyebab keberhasilan/kegagalan

Capaian Indiktor belum mencapai target dari 12 Kab/Kota hanya 11 Kab/Kota yang mencapai target. dikarenakan adanya perubahan Indikator dari tahun sebelumnya, sehingga belum tersosialisasi dengan baik, dan juiga kendala Pandemi covid-19

(47)

Page | 39

f. Kendala / masalah yang di hadapi ;

i. Belum semua puskesmas tersosialisasi dengan indicator terbaru j. Kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan masih rendah; k. KIE oleh petugas masih belum maksimal;

l. Keterbatasan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan; m. Pembinaan dari tingkat kabupaten ke puskesmas belum maksimal; n. Koordinasi lintas sektor dan program yang belum maksimal;

o. Monitoring evaluasi dan bimbingan teknis yang belum maksimal ke daerah karena terbatasnya alokasi anggaran.

g. Pemecahan masalah ;

1. Sosialisasi ke Pemengang Program di kab/Kota

2. KIE ke seluruh lapisan masyarakat melalui posbindu PTM;

3. Meningkatkan fungsi kader posbindu dalam melakukan deteksi dini Keswa 4. Bimbingan teknis dan monitoring evaluasi ke kabupaten/kota dan

puskesmas;

5. Mealokasikan anggaran untuk kebutuhan sarana dan prasarana 6. Pelatihan SDM keswa

h. Analisis Efisiensi Sumber Daya : Capaian Indikator Jumlah kabupaten/kota melaksanakan masalah kesehatan jiwa dan penyalahgunaan NAPZA tahun 2020 adalah 68,75% dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran sebesar 0% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 68,75 %.

3.2 Realisasi Anggaran

1. Pada bagian ini diurai realisasi anggaran masing-masing indicator

KODE PROGRAM / KEGIATAN / OUTPUT / SUBOUTPUT / KOMPONEN / SUBKOMP /

AKUN / DETIL VOL SAT JUMLAH DANA REALISASI SISA DANA % 024.05.08 Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 2.283.208.000 1.485.726.766 797.481.234 65,07

2058 Surveilans dan Karantina Kesehatan 441.532.000 290.263.700 151.268.300 65,74 2059 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik 377.240.000 147.100.000 230.140.000 38,99 2060 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung 505.601.000 303.421.500 202.179.500 60,01 2061 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular 630.305.000 604.422.900 25.882.100 95,89

2063Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 328.530.000 140.518.666 188.011.334 42,77

REALISASI KEUANGAN DANA DEKONSENTRASI P2P DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2020

Gambar

Tabel 2.2. Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Upaya Yang Dilakukan Bank

2.4.1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukabumi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor : KEP- 443/KMK.01/2001 tanggal 23

Sebuah sepeda Bosozoku khas disesuaikan biasanya terdiri dari sebuah sepeda jalan rata-rata Jepang yang muncul untuk menggabungkan unsur-unsur seorang Amerika helikopter sepeda

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis data, maka dapat ditarik simpulan Model Springate merupakan model Zmijewski yang memiliki tingkat akurasi tertinggi

(2) Pengangkatan dalam Jabatan Struktural setingkat lebih tinggi diutamakan bagi PNS di lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat Komisi

Poster adalah sebuah media luar ruangan ( outdoor) ataupun dalam ruangan (indoor) media ini biasa dipasang pada dinding pengumuman ataupun dinding yang

Akan tetapi secara statistik pada penelitian ini menunjukan hasil bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada usia lanjut pasca

64 Strategi QSH dalam pembelajaran Biologi memberikan lebih banyak kesempatan kepada peserta didik untuk dapat saling mengemukakan pendapat, pertanyaan, maupun jawaban