• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap produk barang dan jasa nasional. Berbagai organisasi internasional seperti PBB, Bank Dunia, United Nation World Tourism Organization (UNWTO) telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terlebih lagi setelah adanya globalisasi dan liberalisasi yang semakin memudarkan berbagai hambatan. Pariwisata juga berperan sebagai penghubung antar satu wilayah dengan wilayah lainnya, satu negara dengan negara lainnya, bahkan antar benua dengan benua lainnya. Globalisasi menyebabkan terjadinya hubungan yang semakin erat, saling mempengaruhi serta saling tukar menukar (sharing) berbagai sisi kehidupan manusia terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, budaya dan teknologi, termasuk dalam industri yang terkait erat dengan kegiatan pariwisata. Demikian juga adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat turut mendorong semakin berkembangnya kegiatan pariwisata.

UNWTO (2010) melaporkan bahwa pariwisata telah menjadi sebuah industri besar di dunia, dimana sejak tahun 1950, industri ini telah melibatkan lebih dari 25 juta kunjungan turis asing, 277 juta kunjungan selama tahun 1980, 438 juta kunjungan selama tahun 1990, dan 684 juta kunjungan selama tahun 2000. Selanjutnya selama tahun 2009, terdapat sebanyak 880 juta kunjungan turis asing seluruh dunia atau menurun 4,2 persen dibanding tahun 2008 yang mencapai sebesar 922 juta, sedangkan jumlah penerimaan termasuk pengangkutan penumpang mencapai USD852 miliar atau rata-rata tiap harinya sebesar USD2,3 miliar yang berarti terdapat penurunan sebesar 5,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD1,1 triliun atau rata-rata tiap harinya mencapai sebesar USD3 miliar. Penurunan yang terjadi pada tahun 2009 tersebut diduga disebabkan karena terjadinya krisis finansial dibeberapa negara yang diikuti oleh resesi ekonomi. Selama Januari-Juni 2010 telah terjadi peningkatan jumlah kunjungan turis asing diseluruh dunia sebesar 7 persen dibanding periode yang

(2)

sama tahun sebelumnya. Namun pada semester akhir tahun 2010 diperkirakan terjadi perlambatan, sehingga diduga selama tahun tersebut terjadi pertumbuhan antara 3 persen hingga 4 persen. Bila kondisi tersebut dapat dipertahankan stabil, diharapkan pada tahun 2020 jumlah kunjungan antarnegara oleh turis asing dapat mencapai 1,6 miliar.

Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi kepariwisataan yang cukup besar, melihat perkembangan tersebut, perlu mengambil bagian penting dalam menikmati pangsa pasar pariwisata di tingkat global. Potensi wisata yang dimiliki Indonesia antara lain adalah jumlah obyek wisata yang cukup banyak dan tersebar di seluruh daerah dengan kondisi alam yang sangat menarik untuk menjadi daerah tujuan wisata baik wisata alam, wisata bahari, wisata agro, wisata budaya, maupun wisata kuliner seperti Bali, Bunaken, Raja Ampat dan lain sebagainya. Hal ini terlihat dari meningkatnya permintaan internasional akan potensi wisata yang dimiliki Indonesia tersebut seiring dengan mulai diterapkannya liberalisasi perdagangan jasa periwisata. Selama tahun 2009, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) terjadi peningkatan sebesar 1,43 persen dari 6,2 juta wisman pada periode sebelumnya menjadi sebanyak 6,3 juta wisman. Jumlah devisa yang berhasil dikumpulkan mencapai USD6,2 miliar yang berarti terjadi penurunan sebesar 14,28 persen dibanding tahun 2008. Gambaran perkembangan kegiatan kepariwisataan di Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah kunjungan wisatawan dan konsumsi yang dikeluarkan selama kunjungan, 2005–2009

Uraian 2005 2006 2007 2008 2009

Wisman (ribu kunjungan) 5.002,10 4.871,35 5.505,76 6.234,50 6.323,73

Devisa (USD juta) 4.521,90 4.447,98 5.345,98 7.347,60 6.297,99 Wisnus (juta perjalanan) 198,36 204,55 222,39 225,04 229,73

Pengeluaran (triliun rupiah) 74,72 88,21 108,96 123,17 137,91

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b (diolah).

Sejak 4 November 2002, Indonesia bersama negara ASEAN telah menandatangani perjanjian ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) mengenai pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan ASEAN-China. Hal ini berarti akan meningkatkan peluang dalam menyerap peningkatan pangsa pasar yang mencapai 1,7 miliar penduduk ASEAN-China, apalagi jika kerjasama tersebut didorong

(3)

untuk lebih intensif lagi. Disamping itu dilakukan juga bentuk kerjasama ekonomi dan perdagangan lainnya baik bilateral maupun multilateral seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) dan WTO (World Trade Organization). Bahkan AFTA dan APEC sudah mulai dilaksanakan pada tahun 2003 (Bank Indonesia, 2010a).

Kebijakan liberalisasi perdagangan menekankan adanya penurunan tarif yang lebih rendah dan penghapusan kuota impor, yang juga merupakan bagian dari proses integrasi di dalam blok perdagangan regional. Meskipun liberalisasi perdagangan yang seharusnya membawa keuntungan jangka panjang dengan memungkinkan suatu negara untuk memperoleh keuntungan dari hasil melakukan spesialisasi produksi berdasarkan keuntungan komparatif yang dimiliki, namun sejumlah masalah mungkin terjadi. Pertama dapat mengakibatkan terjadinya defisit neraca perdagangan, sebagai akibat dari bertambahnya jumlah barang impor yang dibeli konsumen karena harganya lebih murah. Kedua adalah terjadinya defisit anggaran pemerintah, karena pendapatan yang diterima pemerintah menjadi berkurang akibat dari tarif yang lebih rendah. Ketiga adalah dampak terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin memprihatinkan. Sebagaimana kritikan Stiglitz (2002) mengenai konsep pasar bebas yang tidak adil dan berimbang.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-18 di Jakarta pada Mei 2011 menguat usulan pembentukan visa tunggal ASEAN guna mempercepat realisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Pembentukan visa tunggal tersebut diharapkan dapat lebih mendorong perkembangan aktivitas pariwisata di ASEAN. Usulan tersebut telah masuk dalam Rencana Strategis Pariwisata ASEAN 2011-2015 (Eny, 2011). Perkembangan aktivitas pariwisata juga dipercaya dapat digunakan untuk mengurangi dampak negatif dari pelaksanaan liberalisasi yang dirasakan terlalu cepat. Hal ini sebagaimana kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Perindustrian RI dalam mengambil langkah-langkah strategis untuk melakukan penguatan ekspor guna menghadapi persaingan global. Kebijakan tersebut diantaranya adalah melakukan promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi (Kementerian Perindustrian RI, 2010).

(4)

Namun berdasarkan data World Economic Forum (2009) menunjukkan bahwa daya saing pariwisata Indonesia masih lemah dibandingkan dengan negara lain. Pada 2009, Indonesia menempati posisi 81 dari 133 negara di dunia dan peringkat 5 diantara negara ASEAN setelah Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam. Padahal sumber daya pariwisata yang dimiliki Indonesia lebih potensial untuk dijadikan daerah tujuan wisata dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang berhasil menempati peringkat 16 dan 32 daya saing wisata dunia. Disamping itu, pangsa kunjungan turis asing ke Indonesia diantara negara-negara ASEAN juga masih rendah. Hal ini sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Peringkat daya saing pariwisata dunia dan pangsa kunjungan wisman,

serta devisa yang diterima menurut negara tujuan wisata, 2007-2009 Negara

Peringkat daya saing wisata dunia

Share jumlah kunjungan (persen) Share jumlah penerimaan (persen) 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009 Indonesia 60 80 81 0,61 0,68 0,72 0,62 0,78 0,74 Perancis 12 10 4 8,97 8,62 8,43 5,76 6,01 5,80 Amerika 5 7 8 6,21 6,30 6,24 11,29 11,69 11,02 Australia 13 4 9 0,63 0,61 0,63 2,60 2,63 3,00 Singapura 8 16 10 0,88 0,85 0,85 1,06 1,14 1,08 Inggris 10 6 11 3,43 3,28 3,19 4,50 3,83 3,53 Jepang 25 23 25 0,93 0,91 0,77 1,09 1,15 1,21 Korea Selatan 42 31 31 0,72 0,75 0,89 0,72 1,04 1,11 Malaysia 31 32 32 2,33 2,40 2,69 1,64 1,62 1,85 Thailand 43 42 39 1,61 1,59 1,61 1,94 1,93 1,87 Taiwan 30 52 43 0,41 0,42 0,50 0,61 0,63 0,82 China 71 62 47 6,07 5,77 5,78 4,34 4,34 4,66 Dunia 124 130 133 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: UNWTO, 2010; World Economic Forum, 2009.

Selama tahun 2009, aktivitas pariwisata Indonesia menunjukkan tren yang menurun akibat masih adanya pengaruh turunnya pertumbuhan ekonomi dunia. Peran pariwisata dalam pembangunan sektor ekonomi yang tercermin dari nilai PDB nasional berada di bawah angka 5 persen sejak tahun 2006 dan hanya mampu menciptakan lapangan kerja dari kegiatan pariwisata tersebut sebesar 6,7 persen dari seluruh lapangan kerja nasional (BPS, 2010b). Gambaran yang lebih jelas dari aspek ekonomi terlihat pada Tabel 3.

Nilai transaksi ekonomi yang diciptakan oleh kegiatan pariwisata (direct economic transaction) pada tahun 2009 mencapai Rp285,24 triliun, yang mengalami penurunan sedikit dibanding tahun 2008 sebesar Rp282,09 triliun. Penurunan tersebut disebabkan oleh berkurangnya jumlah belanja wisatawan asing yang cukup signifikan hingga mencapai 26,22 persen dibanding tahun

(5)

sebelumnya. Sementara itu konsumsi wisatawan domestik mengalami kenaikan dari Rp123,17 triliun pada tahun lalu menjadi Rp137,91 triliun. Disisi lain, peningkatan investasi pariwisata dan promosi juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan.

Tabel 3 Kontribusi sektor pariwisata terhadap ekonomi nasional, 2005-2009

Uraian 2005 2006 2007 2008 2009

PDB ADHB

Nasional (triliun rupiah) 2.784,9 3.339,5 3.957,4 4.954,0 5.613,4 Pariwisata (triliun rupiah) 146,80 143,62 169,67 232,9 233,6 Kontribusi (persen) 5,27 4,30 4,29 4,70 4,16 Lapangan kerja

Nasional (juta orang) 93,96 95,46 99,93 102,55 104,87 Pariwisata (juta orang) 6,55 4,44 5,22 7,02 6,98 Kontribusi (persen) 6,97 4,65 5,22 6,84 6,68

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b.

Mengingat aktivitas pariwisata dianggap memiliki pengaruh besar bagi perekonomian suatu negara terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi wisatawan mancanegara terhadap produk barang dan jasa nasional. Maka sektor tersebut perlu mendapat perhatian yang serius dalam perencanaan pembangunan nasional dimasa mendatang. Disamping itu bahwa aktivitas pariwisata juga dipercaya dapat berperan besar dalam menggerakkan roda perekonomian antara lain karena peranannya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menciptakan lapangan usaha, kesempatan kerja, pendapatan masyarakat serta pemerataan pembangunan. Pariwisata juga dapat berperan dalam memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha serta meningkatkan lapangan pekerjaan, mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat juga memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional, memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persahabatan antar bangsa. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat di berbagai tingkatan, meliputi kebijakan, perencanaan, penganggaran, dan operasionalisasi untuk dapat mengembangkan dan mengelola secara baik potensi kepariwisataan nasional (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2003).

(6)

Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan analisis dan penelitian mengenai kondisi dan perkembangan aktivitas pariwisata di Indonesia yang dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif dengan menggunakan metodologi dan indikator yang tepat, benar dan akurat. Disamping itu juga perlu dikembangkan penelitian untuk melihat pengaruh globalisasi dan liberalisasi jika dikaitkan dengan perkembangan aktivitas pariwisata terhadap kondisi perekonomian Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Perkembangan kegiatan pariwisata tersebut ternyata masih mengalami beberapa kendala diantaranya adalah bahwa peningkatan jumlah devisa yang diterima Indonesia melalui kunjungan wisatawan asing tersebut masih diikuti oleh peningkatan penggunaan devisa oleh penduduk Indonesia yang berkunjung ke luar negeri (outbound tourist) sehingga surplus neraca jasa travel pada Neraca Pembayaran Indonesia menjadi berkurang bahkan kadang-kadang menjadi defisit. Hal ini diakibatkan oleh maraknya perjalanan ke luar negeri yang dilakukan oleh penduduk Indonesia baik untuk tujuan kegiatan keagamaan maupun dalam rangka perjalanan dinas. Selama tahun 2010 tercatat sebanyak 6,3 juta kunjungan penduduk Indonesia ke beberapa negara di dunia atau mengalami peningkatan sebesar 5,6 persen dibanding tahun 2009 yang hanya sebesar 5,9 juta kunjungan. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya devisa pada Neraca Perdagangan Indonesia (outflows) sebanyak USD6,4 miliar selama periode tersebut atau mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD5,2 miliar serta hampir 8 persennya digunakan untuk perjalanan haji.

Maraknya penerapan globalisasi dan liberalisasi berakibat pada semakin bebasnya pergerakan manusia melewati batas antar negara dan semakin terbukanya peluang bagi dunia usaha untuk berkembang. Kondisi ini menyebabkan semakin meningkatnya kegiatan pariwisata baik pada tingkat regional maupun global. Disamping itu juga akan menjadi semakin kompetitif serta lebih kreatif dan ekstensif. Namun pangsa yang bisa diserap Indonesia masih cukup rendah padahal potensi pariwisata yang dimilikinya cukup besar.

(7)

Literatur mengenai pariwisata Indonesia sebagian besar hanya berkonsentrasi pada dampak pariwisata terhadap pendapatan dan lapangan kerja saja dan belum banyak yang melihat dampak ekonomi yang lebih luas seperti pada distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga kajian mengenai dampak pariwisata terhadap perekonomian Indonesia yang lebih luas perlu dilakukan mengingat besarnya potensi yang dimiliki dari sektor tersebut.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis mencoba merumuskan beberapa pertanyaan diantaranya adalah:

1 Bagaimanakah kondisi perekonomian Indonesia setelah diberlakukan liberalisasi perdagangan?

2 Mampukah perkembangan permintaan pariwisata dapat mendukung dampak positif akibat diberlakukan liberalisasi perdagangan sekaligus dapat mengurangi efek negatif yang timbul?

3 Mungkinkah kegiatan pariwisata dapat mengatasi masalah-masalah seperti rendahnya pendapatan masyarakat, kesenjangan maupun pengangguran, atau paling tidak dapat membantu mengurangi masalah-masalah tersebut setelah diberlakukan liberalisasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk:

1 Mengetahui peranan pariwisata dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makroekonomi.

2 Mengidentifikasi perubahan sektor-sektor ekonomi akibat liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata.

3 Mengidentifikasi dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata terhadap perekonomian Indonesia seperti pendapatan masyarakat dan pengangguran.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya adalah:

1. Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai perkembangan liberalisasi perdagangan dan kegiatan pariwisata di Indonesia.

(8)

2. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang semakin mendalam tentang liberalisasi perdagangan, kegiatan pariwisata, dan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional. 3. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka perbaikan

kebijakan terkait kegiatan penerapan liberalisasi perdagangan dan pertumbuhan aktivitas pariwisata di Indonesia.

4. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi terkini tentang dampak liberalisasi perdagangan dan perkembangan kegiatan pariwisata terhadap kondisi perekonomian Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mencakup kondisi pariwisata nasional dengan asumsi strukturnya sama dengan tahun 2008 mengikuti tabel I-O yang digunakan. Pertumbuhan pariwisata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan final demand terkait kegiatan pariwisata (konsumsi wisnus, wisman, promosi dan investasi). Sedangkan cakupan liberalisasi perdagangan adalah secara global bukan pada bentuk kerja sama tertentu dan bukan secara sektoral. Namun penulis masih menemui banyak keterbatasan diantaranya adalah digunakannya tabel I-O nasional sebagai pendekatan tabel I-O pariwisata yang hingga saat ini belum tersedia. Disamping itu, parameter-parameter yang dipakai pada model CGE juga masih mengadopsi dari hasil penelitian-penelitian lain.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata,

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi

Penataan promosi statis ialah suatu kegiatan untuk mempertunjukkan, memamerkan atau memperlihatkan hasil praktek atau produk lainnya berupa merchandise kepada masyarakat

Pendapat tersebut juga sesuai dengan pendapat Sudjana (2008, p.56) bahwa evaluasi produk mengukur dan menginterpretasi penca- paian program selama pelaksanaan program

5) Melihat animo masyarakat Kota Suwon yang begitu tinggi terhadap Kesenian Tradisional yang ditampilkan Tim Kesenian Kota Bandung, diharapkan Kota Bandung dapat

3 Scatter plot hasil clustering algoritme PAM untuk k=17 7 4 Scatter plot hasil clustering algoritme CLARA untuk k=19 9 5 Plot data titik panas tahun 2001 sampai dengan