• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diphtheria. Infectious and Tropical Pediatric Division Department of Child Health Medical Faculty, University of Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diphtheria. Infectious and Tropical Pediatric Division Department of Child Health Medical Faculty, University of Sumatera Utara"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Diphtheria

1 1 1 1

Infectious and Tropical Pediatric Division Department of Child Health

(2)

Diphtheria

Diphtheria

Diphtheria

Diphtheria



Greek diphthera (leather hide)



Caused by Aerobic Gram +ve rods



Cornyebacterium diphtheriae

2 2 2 2 

Cornyebacterium diphtheriae



Exotoxin production only if infected by virus

(3)

Gram +ve Bacilli and Colonies

Gram +ve Bacilli and Colonies

Gram +ve Bacilli and Colonies

Gram +ve Bacilli and Colonies

3 3 3 3

(4)

Diphtheria Epidemiology

Diphtheria Epidemiology

Diphtheria Epidemiology

Diphtheria Epidemiology



Reservoir

Human carriers

Usually asymptomatic



Transmission

Respiratory

Skin and fomites rarely

4 4 4 4

Skin and fomites rarely



Temporal pattern

Winter and spring



Communicability

Up to several weeks

(5)

Diphtheria Epidemiology

Diphtheria Epidemiology

Diphtheria Epidemiology

Diphtheria Epidemiology



Coryne bacterium diphtheriae :

1. Toxigenic Corynebacterium diphtheriae :

Strain gravis : severe and fatal

Strain mitis, intermedius and minimus

5 5 5 5

Strain mitis, intermedius and minimus

2. Non-toxigenic Corynebacterium diphtheriae

(6)

Pathophysiology

Pathophysiology

Pathophysiology

Pathophysiology of diphtheria

of diphtheria

of diphtheria

of diphtheria

 Invasive minimal

 Develop at mucosal membrane

 Produce exotoxin  spreading by blood and lymphatic

circulation 6 6 6 6 circulation

(7)

• Bacterial development  toxin • Bacterial development  toxin

  

breakdown of local tissue     tissue death    

leucocytes fibrin deposites & blood element

7 7 7 7 7 7 7 7

leucocytes fibrin deposites & blood element









Membrane

•Tissue breakdown, edema of the membrane  obstrution of airway

(8)

Diphtheria Clinical Features

Diphtheria Clinical Features

Diphtheria Clinical Features

Diphtheria Clinical Features



Incubation period 2-5 days

(range, 1-10 days)



May involve any mucous membrane



Classified based on site of infection



anterior nasal

8 8 8 8 

anterior nasal



pharyngeal and tonsillar



laryngeal



cutaneous



ocular

(9)

Nasal diphtheria Nasal diphtheriaNasal diphtheria Nasal diphtheria

• Gejala awal sulit dibedakan dengan common cold

• Tanda karakteristik : pengeluaran sekresi hidung, gejala lain ( - ), demam rendah, kadang2 epistaksis

• Gejala awal sulit dibedakan dengan common cold

• Tanda karakteristik : pengeluaran sekresi hidung, gejala lain ( - ), demam rendah, kadang2 epistaksis

9 9 9 9 9 9 9 9

• Sekresi hidung ( satu / dua lubang hidung )  serous

-serosanguinous - mucopurulent  exkoriasi pada lubang hidung sebelah luar & bibir bagian atas

( seperti impetigo )

• Sekresi hidung ( satu / dua lubang hidung )  serous

-serosanguinous - mucopurulent  exkoriasi pada lubang hidung sebelah luar & bibir bagian atas

(10)

• Sekret hidung kadang mengaburkan tentang adanya membran putih pada sekat hidung • Penderita tidak diobati  sekresi berlangsung

beberapa hari - beberapa minggu  sumber penularan

• Sekret hidung kadang mengaburkan tentang adanya membran putih pada sekat hidung • Penderita tidak diobati  sekresi berlangsung

beberapa hari - beberapa minggu  sumber penularan 10 10 10 10 10 10 10 10 penularan

• Antibiotika  atasi infeksi penularan

(11)

Pharyngeal and Tonsillar Diphtheria

Pharyngeal and Tonsillar Diphtheria

Pharyngeal and Tonsillar Diphtheria

Pharyngeal and Tonsillar Diphtheria

 Insidious onset of exudative pharyngitis

 Exudate spreads within 2-3 days and may form adherent

pseudo membrane

 Membrane may cause respiratory obstruction

11 11 11 11

 Membrane may cause respiratory obstruction  Fever usually not high but patient appears toxic

(12)

Tonsillar & Pharyngeal diphtheria Tonsillar & Pharyngeal diphtheria Tonsillar & Pharyngeal diphtheria Tonsillar & Pharyngeal diphtheria

• Timbul secara perlahan • Tanda-tanda :

malas, anorexia, sakit tenggorokan, panas rendah 

 

 dalam 24 jam timbul bercak eksudat atau • Timbul secara perlahan

• Tanda-tanda :

malas, anorexia, sakit tenggorokan, panas rendah 

 

 dalam 24 jam timbul bercak eksudat atau

12 1212 1212 1212 12   

 dalam 24 jam timbul bercak eksudat atau membran pada tonsil  perluasan membran ( sebagian tonsil sampai menjalar ke dua tonsil, uvula, palatum molle & dinding faring )  membran rapuh, lengket & warna putih / abu-abu  bila

perdarahan ( + ) warna hitam 

 

 dalam 24 jam timbul bercak eksudat atau membran pada tonsil  perluasan membran ( sebagian tonsil sampai menjalar ke dua tonsil, uvula, palatum molle & dinding faring )  membran rapuh, lengket & warna putih / abu-abu  bila

(13)

• Tonsil & faring terlibat  pembesaran kelenjar  cervical adenitis dan periadenitis  “bull neck”

( kasus berat )

• Derajat penyakit tergantung derajat toxemia

• Kasus ringan : membran lepas pada hari ke - 7 - 10 sembuh tanpa gejala

• Tonsil & faring terlibat  pembesaran kelenjar  cervical adenitis dan periadenitis  “bull neck”

( kasus berat )

• Derajat penyakit tergantung derajat toxemia

• Kasus ringan : membran lepas pada hari ke - 7 - 10 sembuh tanpa gejala

13 13 13 13 13 13 13 13

sembuh tanpa gejala

• Kasus berat : kelemahan yang amat sangat, pucat sangat menonjol, pols halus & cepat, stupor,

koma & meninggal dalam 6 - 10 hari. • Kasus sedang : sembuh secara perlahan, sering

diikuti komplikasi miokarditis & neuritis sembuh tanpa gejala

• Kasus berat : kelemahan yang amat sangat, pucat sangat menonjol, pols halus & cepat, stupor,

koma & meninggal dalam 6 - 10 hari. • Kasus sedang : sembuh secara perlahan, sering

(14)

Thick Membrane

Thick Membrane

Thick Membrane

Thick Membrane

14 14 14 14

(15)

Pseudo membrane

Pseudo membrane

Pseudo membrane

Pseudo membrane

15 15 15 15

(16)

‘Bull Neck’

‘Bull Neck’

‘Bull Neck’

‘Bull Neck’

16 16 16 16

(17)

Laryngeal diphtheria Laryngeal diphtheria Laryngeal diphtheria Laryngeal diphtheria

• Lebih sering merupakan lanjutan dari pharyngeal diphtheria  jarang berdiri sendiri

• Tanda-tanda : demam, suara serak, batuk, pe-

obstruksi jalan nafas oleh membran  inspiratory stridor, retraksi suprasternal, • Lebih sering merupakan lanjutan dari pharyngeal

diphtheria  jarang berdiri sendiri

• Tanda-tanda : demam, suara serak, batuk, pe-

obstruksi jalan nafas oleh membran  inspiratory stridor, retraksi suprasternal,

17 1717 1717 1717 17

inspiratory stridor, retraksi suprasternal, supraclavicular & subcostal

• Kasus berat : berlanjut sampai ke percabangan

tracheobronchial

• Kasus ringan : akibat pemberian antitoxin  sal.

nafas baik & membran dikeluarkan dengan batuk pada hari ke- 6 - 10

inspiratory stridor, retraksi suprasternal, supraclavicular & subcostal

• Kasus berat : berlanjut sampai ke percabangan

tracheobronchial

• Kasus ringan : akibat pemberian antitoxin  sal.

nafas baik & membran dikeluarkan dengan batuk pada hari ke- 6 - 10

(18)

• Kasus sangat berat : obstruksi berat  anoxia,

penderita sakit parah, sianose, sangat lemah, koma, berakhir kematian

• Gambaran klinik :

• Kasus sangat berat : obstruksi berat  anoxia,

penderita sakit parah, sianose, sangat lemah, koma, berakhir kematian

• Gambaran klinik : 18 18 18 18 18 18 18 18

- Serupa dengan gambaran mekanikal obstruksi sal. nafas ok membran, kongesti, oedem - Tanda toxemia minimal pada saat permulaan

infeksi ok absorpsi toxin sangat kecil

- Serupa dengan gambaran mekanikal obstruksi sal. nafas ok membran, kongesti, oedem - Tanda toxemia minimal pada saat permulaan

(19)

Tipe difteri yang jarang Tipe difteri yang jarangTipe difteri yang jarang Tipe difteri yang jarang

• Tempat lain di luar sal. Nafas : kulit, conjunctiva, aural & vulvovaginal

• Cutaneous diphtheria : ulkus, batas tegas & membran

• Tempat lain di luar sal. Nafas : kulit, conjunctiva, aural & vulvovaginal

• Cutaneous diphtheria : ulkus, batas tegas & membran 19 19 19 19 19 19 19 19 membran

pada dasar ulkus

• Conjunctival diphtheria : kelopak mata merah, oedem & membran ( + )

• Aural : sekret purulent terus-menerus • Vulvovaginal : ulkus mengelompok

membran

pada dasar ulkus

• Conjunctival diphtheria : kelopak mata merah, oedem & membran ( + )

• Aural : sekret purulent terus-menerus • Vulvovaginal : ulkus mengelompok

(20)

Skin Lesions

Skin Lesions

Skin Lesions

Skin Lesions

20 2020 20

(21)

Diphtheria Complications

Diphtheria Complications

Diphtheria Complications

Diphtheria Complications

 Mostly attributable to toxin

 Severity generally related to extent of local disease

 Most common complications are myocarditis and toxic

neuritis with palsy

21 21 21 21

neuritis with palsy

(22)

Diagnosa Diagnosa Diagnosa Diagnosa

• Ditegakkan berdasarkan gejala klinik & pemeriksaan laboratorium

• Gejala klinik merupakan pegangan utama dalam • Ditegakkan berdasarkan gejala klinik & pemeriksaan

laboratorium

• Gejala klinik merupakan pegangan utama dalam

22 2222 2222 2222 22 menegakkan diagnosa

• Secara klinik diagnosa ditegakkan dengan melihat membran tipis warna abu-abu, mirip sarang

laba-laba & mudah berdarah menegakkan diagnosa

• Secara klinik diagnosa ditegakkan dengan melihat membran tipis warna abu-abu, mirip sarang

(23)

Diagnosa banding Diagnosa banding Diagnosa banding Diagnosa banding

1. Nasal diphtheria, diagnosa banding adalah : - Common cold

- Bila sekret serosanguinous / purulent, harus dibedakan dari :

1. Nasal diphtheria, diagnosa banding adalah : - Common cold

- Bila sekret serosanguinous / purulent, harus dibedakan dari : 23 2323 2323 2323 23 dibedakan dari :   

 Benda asing dalam hidung     Sinusitis     Adenoiditis    Congenital syphilis dibedakan dari :   

 Benda asing dalam hidung     Sinusitis     Adenoiditis    Congenital syphilis

(24)

2. Tonsillar atau dan pharyngeal diphtheria, diagnosa banding adalah :

- Pharyngitis oleh streptococcus 



 rasa sakit hebat saat menelan, suhu tinggi & membran tidak lengket pada lesi

2. Tonsillar atau dan pharyngeal diphtheria, diagnosa banding adalah :

- Pharyngitis oleh streptococcus 



 rasa sakit hebat saat menelan, suhu tinggi & membran tidak lengket pada lesi

24 24 24 24 24 24 24 24

membran tidak lengket pada lesi - Infeksi mononucleosis

 

 diikuti lymphadenopathy & splenomegali - Post tonsillectomy faucial membranous

membran tidak lengket pada lesi - Infeksi mononucleosis

 

 diikuti lymphadenopathy & splenomegali - Post tonsillectomy faucial membranous

(25)

3. Laryngeal diphtheria, diagnosa banding adalah : - Spasmodik dan non spasmodik croup

- Acute epiglotitis

- Laryngo-tracheo bronchitis

3. Laryngeal diphtheria, diagnosa banding adalah : - Spasmodik dan non spasmodik croup

- Acute epiglotitis - Laryngo-tracheo bronchitis 25 2525 2525 2525 25

- Aspirasi benda asing

- Pharyngeal dan retropharyngeal abscess - Laryngeal papiloma

- Hemangioma atau lymphangioma - Aspirasi benda asing

- Pharyngeal dan retropharyngeal abscess - Laryngeal papiloma

(26)

Penatalaksanaan Penatalaksanaan Penatalaksanaan Penatalaksanaan

1. Antibiotika

- Tidak sensitif : Penicillin  7 hari - Sensitif : Erythromycin  7 - 10 hari

- Tujuan pemberian antibiotik  membunuh

1. Antibiotika

- Tidak sensitif : Penicillin  7 hari - Sensitif : Erythromycin  7 - 10 hari

- Tujuan pemberian antibiotik  membunuh

26 2626 2626 2626 26

- Tujuan pemberian antibiotik  membunuh kuman penyebab  produksi toxin berhenti

2. Antitoxin ( ADS )

- Berasal dari serum kuda - Harus dilakukan test dulu

- Tujuan pemberian antibiotik  membunuh kuman penyebab  produksi toxin berhenti

2. Antitoxin ( ADS )

- Berasal dari serum kuda - Harus dilakukan test dulu

(27)

TEST SENSITIVITAS TERHADAP ANTITOXIN SERUM KUDA :

• 0,1 ml antitoxin yg telah diencerkan 1 : 1000 dalam NaCl 0,9%, diberikan secara IC atau diteteskan pada

mata.

TEST SENSITIVITAS TERHADAP ANTITOXIN SERUM KUDA :

• 0,1 ml antitoxin yg telah diencerkan 1 : 1000 dalam NaCl 0,9%, diberikan secara IC atau diteteskan pada

mata. 27 27 27 27 27 27 27 27 mata.

Rx (+) : dalam 20’ dijumpai erythema dg Ø > 10 mm pada bekas suntikan atau conjunctivitis &

lakrimasi pada test mata mata.

Rx (+) : dalam 20’ dijumpai erythema dg Ø > 10 mm pada bekas suntikan atau conjunctivitis &

(28)

Bila Rx (+) pemberian dilakukan dengan METODE DESENSITISASI, caranya :

• 0,05 ml dari lar. pengenceran 1 : 20 diberi secara SC • 0,1 ml dari lar. pengenceran 1 : 20 diberi secara SC • 0,1 ml dari lar. pengenceran 1 : 10 diberi secara SC

• 0,1 ml tanpa pengenceran diberi secara SC • 0,3 ml tanpa pengenceran diberi secara IM

Bila Rx (+) pemberian dilakukan dengan METODE DESENSITISASI, caranya :

• 0,05 ml dari lar. pengenceran 1 : 20 diberi secara SC • 0,1 ml dari lar. pengenceran 1 : 20 diberi secara SC • 0,1 ml dari lar. pengenceran 1 : 10 diberi secara SC

• 0,1 ml tanpa pengenceran diberi secara SC • 0,3 ml tanpa pengenceran diberi secara IM

28 2828 2828 2828 28

• 0,3 ml tanpa pengenceran diberi secara IM • 0,5 ml tanpa pengenceran diberi secara IM • 0,1 ml tanpa pengenceran diberi secara IV

Bila Rx (-)  sisa antitoxin diberikan secara perlahan melalui infus.

Bila Rx (+)  obati segera dg epinephrine ( 1 : 1000) IV

• 0,3 ml tanpa pengenceran diberi secara IM • 0,5 ml tanpa pengenceran diberi secara IM • 0,1 ml tanpa pengenceran diberi secara IV

Bila Rx (-)  sisa antitoxin diberikan secara perlahan melalui infus.

Bila Rx (+)  obati segera dg epinephrine ( 1 : 1000) IV

(29)

Di Bagian IKA FK USU :

• Digunakan ADS dosis 40.000 u dalam 200 ml NaCl 0,9% diberikan perinfus  selesai dalam 30

-45 menit

Di Bagian IKA FK USU :

• Digunakan ADS dosis 40.000 u dalam 200 ml NaCl 0,9% diberikan perinfus  selesai dalam 30

-45 menit 29 2929 2929 2929 29

(30)

3. Kortikosteroid

Beberapa peneliti menganjurkan pada miokarditis, laryngeal atau nasopharyngeal diphtheria

4. Rawatan Penunjang

a. Bed rest  ditakutkan miokarditis (mgg ke 2-3 / > )

EKG serial  deteksi dini tanda2 miokarditis

3. Kortikosteroid

Beberapa peneliti menganjurkan pada miokarditis, laryngeal atau nasopharyngeal diphtheria

4. Rawatan Penunjang

a. Bed rest  ditakutkan miokarditis (mgg ke 2-3 / > )

EKG serial  deteksi dini tanda2 miokarditis

30 3030 3030 3030 30

EKG serial  deteksi dini tanda2 miokarditis

b. Cegah dehidrasi, beri makanan cair tinggi kalori c. Laryngeal diphtheria tracheostomi

d. Tanda gagal jantung ( + )  beri digitalis, tetapi bila aritmia (+)  KI digitalis

e. Paralyse palatum molle & pharyng (+)  pasang polyethylene tube  mencegah aspirasi

EKG serial  deteksi dini tanda2 miokarditis

b. Cegah dehidrasi, beri makanan cair tinggi kalori c. Laryngeal diphtheria tracheostomi

d. Tanda gagal jantung ( + )  beri digitalis, tetapi bila aritmia (+)  KI digitalis

e. Paralyse palatum molle & pharyng (+)  pasang polyethylene tube  mencegah aspirasi

(31)

Diphtheria Antitoxin (DAT)

Diphtheria Antitoxin (DAT)

Diphtheria Antitoxin (DAT)

Diphtheria Antitoxin (DAT)



Produced in horses



First used in the U.S. in 1891



Used only for treatment of diphtheria

31 31 31 31



Used only for treatment of diphtheria



Neutralizes only unbound toxin

(32)

DTaP, DT, and Td

DTaP, DT, and Td

DTaP, DT, and Td

DTaP, DT, and Td

DTaP, DT

Td, Tdap

Diphtheria

7-8 Lf units

2-2.5 Lf units

Tetanus

5-12.5 Lf units

5 Lf units

32 3232 32

Td, Tdap

(adult)

2-2.5 Lf units

5 Lf units

(33)

Penanganan kontak Penanganan kontak Penanganan kontak Penanganan kontak

• Isolasi penderita  cegah penyebaran ke orang lain Bila hasil kultur (-) 3 x berturut-turut  bebas isolasi • Kontak intim dengan penderita pada orang yang tidak

imun  kultur rongga hidung & tenggorokan

• Isolasi penderita  cegah penyebaran ke orang lain Bila hasil kultur (-) 3 x berturut-turut  bebas isolasi • Kontak intim dengan penderita pada orang yang tidak

imun  kultur rongga hidung & tenggorokan

33 3333 3333 3333 33

imun  kultur rongga hidung & tenggorokan • Immunized carriers  beri injeksi ulangan DT &

obati

dg : - Procaine penicillin 600.000 IU / hari  4 hari - Benzathine penicillin 600.000 IU, IM, dÖ tunggal

- Erythromycine 40 mg/kg BB/24 jam  7-10 hari

imun  kultur rongga hidung & tenggorokan • Immunized carriers  beri injeksi ulangan DT &

obati

dg : - Procaine penicillin 600.000 IU / hari  4 hari - Benzathine penicillin 600.000 IU, IM, dÖ tunggal

- Erythromycine 40 mg/kg BB/24 jam  7-10 hari

(34)

• Nonimmunized asymptomatic carriers harus dilakukan :

- Pemberian DT dan penicillin - Diperiksa dokter setiap hari

- Bila tidak bisa dilakukan  beri ADS 10.000 U • Nonimmunized asymptomatic carriers harus

dilakukan :

- Pemberian DT dan penicillin - Diperiksa dokter setiap hari

- Bila tidak bisa dilakukan  beri ADS 10.000 U

34 3434 3434 3434 34

- Bila tidak bisa dilakukan  beri ADS 10.000 U - Bila kontak  gejala ( + )  obati seperti

penderita difteri

• Terapi profilaksis dengan DT, penicillin & bila ada indikasi  beri antitoxin sebelum kultur dilakukan

- Bila tidak bisa dilakukan  beri ADS 10.000 U - Bila kontak  gejala ( + )  obati seperti

penderita difteri

• Terapi profilaksis dengan DT, penicillin & bila ada indikasi  beri antitoxin sebelum kultur dilakukan

(35)

Schick Test Schick Test Schick Test Schick Test

• Tujuan : Untuk mengetahui seseorang mempunyai antitoxin didalam serumnya

• Bahan : Schick test toxin

• Di BIKA produk Perum Biofarma Bandung  sediaan 5 cc  setiap 1 cc = 1/50 d.l.m ( dosis • Tujuan : Untuk mengetahui seseorang mempunyai

antitoxin didalam serumnya • Bahan : Schick test toxin

• Di BIKA produk Perum Biofarma Bandung  sediaan 5 cc  setiap 1 cc = 1/50 d.l.m ( dosis

35 3535 3535 3535 35

sediaan 5 cc  setiap 1 cc = 1/50 d.l.m ( dosis lethal

minimal ) toxin difteri yang stabil  secara IC pada

lengan bawah kiri bagian voler dosis 0,1 cc • Penderita yang hipersensitif thd toxin  perlu

kontrol dengan injeksi DT ( 0,005 Lf ) secara intra dermal pada lengan yang berbeda

sediaan 5 cc  setiap 1 cc = 1/50 d.l.m ( dosis lethal

minimal ) toxin difteri yang stabil  secara IC pada

lengan bawah kiri bagian voler dosis 0,1 cc • Penderita yang hipersensitif thd toxin  perlu

kontrol dengan injeksi DT ( 0,005 Lf ) secara intra dermal pada lengan yang berbeda

(36)

• Individu yg imun tetapi sensitif thd bahan toxin  timbul reaksi thd keduanya ( toxin & toxoid )  Rx kulit timbul dalam 48-72 jam, kemudian menyusut &

menghilang

• Bila Shick test (+)  Rx menetap sampai bbrp hari • Individu yg imun tetapi sensitif thd bahan toxin 

timbul reaksi thd keduanya ( toxin & toxoid )  Rx kulit timbul dalam 48-72 jam, kemudian menyusut &

menghilang

• Bila Shick test (+)  Rx menetap sampai bbrp hari

36 3636 3636 3636 36

• Bila antitoxin dalam serum ( - ), tetapi alergi toxoid 

  

Rx (+) pada ke-2 lengan

Rx suntikan toxin  puncak hari ke-5 & menetap Rx suntikan toxoid  berkurang hari ke 5 -7

• Bila antitoxin dalam serum ( - ), tetapi alergi toxoid 

  

Rx (+) pada ke-2 lengan

Rx suntikan toxin  puncak hari ke-5 & menetap Rx suntikan toxoid  berkurang hari ke 5 -7

(37)

• Bila test tanpa kontrol  pembacaan setelah 5 x 24 jam  untuk menghindari pseudo Rx ( menghilang

hari ke-3 - 4 )

• Kriteria penilaian :

• Bila test tanpa kontrol  pembacaan setelah 5 x 24 jam  untuk menghindari pseudo Rx ( menghilang

hari ke-3 - 4 ) • Kriteria penilaian : 37 37 37 37 37 37 37 37 • Kriteria penilaian :

- Rx ( + ) indurasi merah kecoklatan kadang nekrosis jarinagn ( + ), Ø 10 mm

- Rx ( - ) indurasi ( - )  anak imun

• Kriteria penilaian :

- Rx ( + ) indurasi merah kecoklatan kadang nekrosis jarinagn ( + ), Ø 10 mm

Referensi

Dokumen terkait

Organisme tanah yang lebih besar dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara membuat saluran-saluran (lubang-lubang) di dalam tanah (contohnya lubang cacing), dan

Keamanan pada suatu jaringan sangat diutamakan, karena berfungsi untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Saat ini, telah

Selain itu, digunakan pula teori kreativitas sebagai pisau bedah untuk membahas proses penciptaan karya musik Youth kelompok musik Soloensis.. Buku Ilmu Bentuk

Film Talak 3 adalah sebuah film ber genre romantic comedy yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Ismail Basbeth pada tahun 2016. Ismail Basbeth merupakan sutradara

Compared the On-Demand (DSR and AODV) and Table-Driven (DSDV) routing protocols by varying the number of nodes and measured the metrics like end-end delay, dropped

Dari hasil analisis lingkungan internal SI/TI di Link Digital Recording dapat disimpulkan :.  Seluruh lokasi unit kerja di Link Digital Recording sudah terhubung kedalam

Setelah adanya Aplikasi ini diharapkan membawa perubahan yang besar diantaranya dalam perhitungan penjualan dan pembelian supaya tidak terjadi banyak kesalahan, serta dalam

[r]