• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

(Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

T E S I S

OLEH

SERENITY DELIVER REFISIS 087005086/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

(Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

SERENITY DELIVER REFISIS 087005086/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis :ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

Nama Mahasiswa : SERENITY DELIVER REFISIS

Nomor Pokok : 087005086

Program Studi : ILMU HUKUM

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH., M.Hum) K e t u a

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS) (Dr. Marlina, SH., M.Hum) A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH) (Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum) NIP. 19560329 198601 1001 NIP. 19561110 198503 1022

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 7 September 2010

                   

         

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH., M.Hum Anggota : 1. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS

2. Dr. Marlina, SH., M.Hum

(5)

ABSTRAK

Putusan Mahkamah Agung No. 63 K/Pid/2007 yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 212/Pid/2006/PT-MDN atas putusan bebas terhadap terdakwa, yang telah dipidana berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1616/Pid.B/2005/PN-LP yang hanya mempertimbangkan kepada keterangan saksi yang hanya mendengar dari orang lain (testimonium de auditu) dan tidak ada alat bukti lain yang mendukung, telah menimbulkan permasalahan dalam menciptakan kepastian, keadilan, dan penegakan hukum. Dari uraian diatas tersebut, penulis tertarik untuk membahas tulisan yang berjudul: “ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 63 K/PID/2007)”.

Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam Putusan No. 63 K/Pid/2007, serta apakah terdakwa dari Putusan No. 63 K/Pid/2007 dapat mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi. Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif dengan teknik penelitian kepustakaan (library research) dalam menganalisa putusan No. 63 K/Pid/2007 dan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Penelitian bersifat deskriptif analitis, dimana keseluruhan analisis diatas dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif untuk mengungkap secara mendalam tentang pandangan dan konsep yang diperlukan dan akan diurai secara komprehensif untuk menjawab kepada persoalan yang ada dalam tesis ini, serta penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deduktif-induktif.

Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tidak sesuai dengan ketentuan dalam sistem penjatuhan putusan yakni berdasarkan sistem pembuktian negatif yang dianut KUHAP, sedangkan dasar pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi telah sesuai dengan sistem penjatuhan putusan yang diatur, demikian juga dengan dasar pertimbangan Hakim Agung di Mahkamah Agung, telah sesuai dengan ketentuan penjatuhan putusan yakni dengan menjatuhkan putusan yang menguatkan putusan bebas dari Pengadilan Tinggi Medan. Keterbatasan publikasi putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang putusan yang mengatur batas waktu untuk mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi, menyebabkan terdakwa tidak dapat menerima ganti rugi dalam bentuk apapun, serta tidak dapat menikmati rehabilitasi sehubungan tidak ada yang mempublikasikan selain pengumuman penetapan dalam papan pengumuman di pengadilan.

(6)

ABSTRACT

The decision of Supreme Court No.63 K/Pid/2007 strengthening the decision of Medan Appellate Court No. 212/Pid/2006/PT-MDN which freed from all charges the defendant who has been sentenced based on the decision of Lubuk Pakam Court of First Instance No. 1616/Pid.B/2005/PN-LP which only made consideration based on the testimony of witness who knew it from somebody else (testimonium de auditu) and without support from the other evidences. This condition has resulted in a problem in creating legal certainty, justice, and law enforcement. Based on the above description, the title of this thesis is “Legal Analysis on the Decision of Free from All Charges in Murder Case (Case Study on the Decision No.63 K/PID/2007)”.

The research problems of this study are on what base the judge considered to make Decision No. 63 K/Pid/2007 and whether the defendant of the Decision No. 63 K/Pid/2007 can file an application for compensation and rehabilitation. This analytical descriptive study which employed normative legal method obtained its data through library research and analyzed the Decision No. 63 K/Pid/2007 through the statute approach. All of the data analysis above was done by means of qualitative analysis to deeply reveal the opinions and concepts needed and will be comprehensively explained to provide an answer to the problem exists in this thesis. The conclusion was drawn based on the deductive-inductive approach.

The base on what the judge of Lubuk Pakam Court of First Instance took the consideration did not follow the stipulation in the sentencing system based on the negative proving system followed by the Indonesian Criminal Codes, while the base of the consideration taken by the judge of the Appellate Court had matched the regulated sentencing system and so did the consideration taken by the judge of the Supreme Court when strengthened the decision made by the Medan Appellate Court. The limitation of the publication of the decisions made by the Medan Appellate Court and the Supreme Court and the inadequate knowledge of the society members on the decision which regulates the deadline of filing compensation and rehabilitation has caused the defendant not to be able to receive the compensation in any form it may, and the defendant cannot enjoy the rehabilitation either because there is no one announcing it but it is only written and stuck on the announcement board at the law court.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa, PutraNya Yesus Kristus dan Roh Kudus, yang melimpahkan kasih karunia dan berkat sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang sangat sederhana ini, dimana penuh kelemahan, baik dalam penulisan hingga pengambilan kesimpulan dan pemberian saran. Tesis ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar Magister Humaniora dalam program studi Magister Ilmu Hukum, yang berjudul “ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)”.

Penulis mengucapkan terima kasih setulusnya kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberi bantuan dalam penyusunan tesis ini, antara lain dapat penulis sebutkan di bawah ini:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu., DTM & H, M. Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk dapat mengikuti pendidikan pada program studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang membimbing dan mengarahkan penulis hingga penulisan tesis selesai;

6. Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing II yang membimbing dan mengarahkan penulis hingga penulisan tesis selesai;

7. Dr. Marlina, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing III yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulisan sampai tesis ini selesai;

8. Seluruh dosen yang memberikan perkuliahan kepada penulis selama menjadi mahasiswa, dan seluruh staf pegawai Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(8)

(Mahasiswi Doktoral Matematika SPs USU Stb. 2009), abang ipar Brigadir Polisi Daniel Jani Damanik, adinda: Eternal Dean Refisis (Mahasiswa FT-Elektro USU Stb. 2005), Ardent Perfervid Refisis (Alumni FT-Mesin POLMED Stb. 2007), Harinuan Pity Mentor Refisis (Siswa SLTP Negeri 1 Tg.Morawa), Fervent Worthy Refisis (Siswa SD Methodist Tg.Morawa), dan Julita Manurung (Mahasiswi FT-Mesin Unimed Stb. 2006);

10. Teman-teman Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Stambuk 2008 (Wessy Trisna, Mala Ginting, Nancy, Rini, Kak Dwi, Kak Hilmia, Kak Khadijah, Kak Umi, Bu Saniah, Kak Suryani, Kak Hindun, Bang James, Bang Marudut, Bang Saiful, Bang Rahmat, Bang Fahmi, Bang Jaka, Pak Nur) dan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI), serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Motto penulis: “The Fear of The Lord is Beginning of The Knowledge”

Akhir kata, kiranya Tuhan yang menjadikan kehendakNya kepada mereka, dan semoga tulisan ini berguna kepada Nusa dan Bangsa.

Medan, 7 September 2010 Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : SERENITY DELIVER REFISIS Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 29 November 1985 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SD Negeri No. 101897 Tanjung Morawa (Lulus tahun 1998)

SLTP Negeri 1 Tanjung Morawa (Lulus tahun 2001)

SMU Negeri 1 Tanjung Morawa (Lulus tahun 2004)

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan (Lulus tahun 2008)

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……… i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR………. iii

RIWAYAT HIDUP………. v

DAFTAR ISI…... vi

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Keaslian Penelitian... 7

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 8

1. Kerangka Teori ... 8

2. Kerangka Konsepsi ... 13

G. Metode Penelitian... 15

1. Spesifikasi dan Sifat Penelitian ... 15

2. Sumber Data ... 16

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 17

4. Analisis Data ... 17

(11)

A. Kronologis Dakwaan... 18

B. Dasar Pertimbangan Putusan Hakim... 24

1. Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Negeri……….………. 24

2. Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Tinggi……….………. 42

3. Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Mahkamah Agung………. 48

C. Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri……… 50

D. Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi…...…. 58

E. Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung……... 60

BAB III: PENGAJUAN GANTI RUGI DAN REHABILITASI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007) ………. 63

A. Pengaturan Ganti Rugi ... 65

B. Pengaturan Rehabilitasi …...………... 72

C. Perkembangan Ganti Rugi dan Rehabilitasi ... 75

D. Pengajuan Ganti Rugi dan Rehabilitasi oleh Terdakwa Dalam Putusan No. 63 K/PID/2007……… 81

BAB IV: PENUTUP ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

(12)

ABSTRAK

Putusan Mahkamah Agung No. 63 K/Pid/2007 yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 212/Pid/2006/PT-MDN atas putusan bebas terhadap terdakwa, yang telah dipidana berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1616/Pid.B/2005/PN-LP yang hanya mempertimbangkan kepada keterangan saksi yang hanya mendengar dari orang lain (testimonium de auditu) dan tidak ada alat bukti lain yang mendukung, telah menimbulkan permasalahan dalam menciptakan kepastian, keadilan, dan penegakan hukum. Dari uraian diatas tersebut, penulis tertarik untuk membahas tulisan yang berjudul: “ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 63 K/PID/2007)”.

Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam Putusan No. 63 K/Pid/2007, serta apakah terdakwa dari Putusan No. 63 K/Pid/2007 dapat mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi. Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif dengan teknik penelitian kepustakaan (library research) dalam menganalisa putusan No. 63 K/Pid/2007 dan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Penelitian bersifat deskriptif analitis, dimana keseluruhan analisis diatas dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif untuk mengungkap secara mendalam tentang pandangan dan konsep yang diperlukan dan akan diurai secara komprehensif untuk menjawab kepada persoalan yang ada dalam tesis ini, serta penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deduktif-induktif.

Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tidak sesuai dengan ketentuan dalam sistem penjatuhan putusan yakni berdasarkan sistem pembuktian negatif yang dianut KUHAP, sedangkan dasar pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi telah sesuai dengan sistem penjatuhan putusan yang diatur, demikian juga dengan dasar pertimbangan Hakim Agung di Mahkamah Agung, telah sesuai dengan ketentuan penjatuhan putusan yakni dengan menjatuhkan putusan yang menguatkan putusan bebas dari Pengadilan Tinggi Medan. Keterbatasan publikasi putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang putusan yang mengatur batas waktu untuk mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi, menyebabkan terdakwa tidak dapat menerima ganti rugi dalam bentuk apapun, serta tidak dapat menikmati rehabilitasi sehubungan tidak ada yang mempublikasikan selain pengumuman penetapan dalam papan pengumuman di pengadilan.

(13)

ABSTRACT

The decision of Supreme Court No.63 K/Pid/2007 strengthening the decision of Medan Appellate Court No. 212/Pid/2006/PT-MDN which freed from all charges the defendant who has been sentenced based on the decision of Lubuk Pakam Court of First Instance No. 1616/Pid.B/2005/PN-LP which only made consideration based on the testimony of witness who knew it from somebody else (testimonium de auditu) and without support from the other evidences. This condition has resulted in a problem in creating legal certainty, justice, and law enforcement. Based on the above description, the title of this thesis is “Legal Analysis on the Decision of Free from All Charges in Murder Case (Case Study on the Decision No.63 K/PID/2007)”.

The research problems of this study are on what base the judge considered to make Decision No. 63 K/Pid/2007 and whether the defendant of the Decision No. 63 K/Pid/2007 can file an application for compensation and rehabilitation. This analytical descriptive study which employed normative legal method obtained its data through library research and analyzed the Decision No. 63 K/Pid/2007 through the statute approach. All of the data analysis above was done by means of qualitative analysis to deeply reveal the opinions and concepts needed and will be comprehensively explained to provide an answer to the problem exists in this thesis. The conclusion was drawn based on the deductive-inductive approach.

The base on what the judge of Lubuk Pakam Court of First Instance took the consideration did not follow the stipulation in the sentencing system based on the negative proving system followed by the Indonesian Criminal Codes, while the base of the consideration taken by the judge of the Appellate Court had matched the regulated sentencing system and so did the consideration taken by the judge of the Supreme Court when strengthened the decision made by the Medan Appellate Court. The limitation of the publication of the decisions made by the Medan Appellate Court and the Supreme Court and the inadequate knowledge of the society members on the decision which regulates the deadline of filing compensation and rehabilitation has caused the defendant not to be able to receive the compensation in any form it may, and the defendant cannot enjoy the rehabilitation either because there is no one announcing it but it is only written and stuck on the announcement board at the law court.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum yang berkualitas adalah hukum yang mengandung nilai-nilai keadilan bagi seluruh masyarakat dan sesuai dengan kehendak/aspirasi masyarakat, sebab itu hukum yang baik akan menjamin kepastian hak dan kewajiban secara seimbang kepada tiap-tiap orang. Tujuan hukum, disamping menjaga kepastian hukum juga menjaga sendi-sendi keadilan yang hidup dalam masyarakat.1

Hal utama bagi kepastian hukum yakni, adanya peraturan itu sendiri. Tentang apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakatnya, adalah diluar pengutamaan nilai kepastian hukum. Dengan adanya nilai yang berbeda-beda tersebut, maka penilaian mengenai keabsahan hukum atau suatu perbuatan hukum, dapat berlain-lainan tergantung nilai mana yang dipergunakan. Tetapi umumnya nilai kepastian hukum yang lebih berjaya, karena disitu diam-diam terkandung pengertian supremasi hukum.2

Mengenai peranan hakim dalam menegakkan kepastian hukum, maka tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan hubungan antara hukum dengan hakim, untuk menciptakan keadilan dan ketertiban dalam dan bagi masyarakat. Hakim menjadi

      

1

Wasis SP, Pengantar Ilmu Hukum, (Malang: UMM Press, 2002), hlm. 21.

2

(15)

faktor penting dalam menentukan, bahwa pengadilan di Indonesia bukanlah suatu permainan untuk mencari menang, melainkan untuk mencari kebenaran dan keadilan.3 Demi menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang, dalam pemeriksaan atas terdakwa, hakim senantiasa berpedoman pada sistem pembuktian yang digariskan dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu sistem negatif menurut undang-undang (Negatief Wettelijke Stelsel).

Pasal 183 KUHAP berbunyi:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Berdasarkan kalimat tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang-undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 KUHAP (alat-alat bukti terdiri dari: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa), disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut.4 Berdasarkan alat bukti dan keyakinan hakim tersebut, nantinya dapat ditentukan, bagaimanakah nilai alat-alat bukti tersebut masing-masing, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 185 sampai dengan Pasal 189 KUHAP.

Menilai kebenaran keterangan para saksi maupun terdakwa, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain, persesuaian keterangan antara keterangan saksi dengan alat bukti

      

3

Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progressif, (Jakarta: Buku Kompas, 2007), hlm. 275.

4

(16)

lain, alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu, cara hidup dan kesusilaan saksi, serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya (Pasal 185 ayat (6) KUHAP).5

Penjatuhan putusan pemidanaan terhadap terdakwa di tingkat pengadilan negeri dalam kasus pembunuhan ini, hanya mempertimbangkan kepada keterangan saksi yakni, saksi yang hanya mendengar dari orang lain saja (testimonium de auditu) dan tidak ada mendengar, melihat dan mengalami sendiri peristiwa pidana tersebut, bahkan tidak ada menemui barang bukti yang dipergunakan untuk membunuh korban, yang dalam hal ini adalah saudara kandung terdakwa, serta tidak mempertimbangkan keterangan saksi A de Charge dan Visum et Repertum, telah menimbulkan permasalahan dalam ranah hukum pidana terlebih dalam penjatuhan putusan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam menjatuhkan putusan yang seharusnya berdasarkan kepada fakta hukum yang diperoleh di persidangan, sesuai hukum/undang-undang yang berlaku dan keyakinan hakim.6

Pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara pembunuhan ini, yakni berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 63 K/Pid/2007,

      

5

Agar keadilan itu sungguh-sungguh dapat ditegakkan dan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, yang diubah oleh UU No. 35 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, dan dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

6

(17)

bahwa ternyata Pemohon Kasasi tidak dapat membuktikan putusan tersebut adalah merupakan pembebasan yang tidak murni, dikarenakan Pemohon Kasasi tidak dapat mengajukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan mengenai dimana letak sifat tidak murni dari putusan bebas tersebut.7 Demikian halnya dengan Putusan Pengadilan Tinggi No. 212/PID/2006/PT-MDN, yang menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan kejahatan sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan dinyatakan bebas murni.

Putusan Mahkamah Agung No. 63 K/Pid/2007 dan Putusan Pengadilan Tinggi No. 212/PID/2006/PT-MDN tersebut, bertentangan dengan Putusan Pengadilan Negeri No. 1616/Pid.B/2005/PN-LP, yang menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pembunuhan”.8 Putusan PN Lubuk Pakam ini, hanya mendasarkan pertimbangan kepada keterangan saksi yakni, saksi yang hanya mendengar dari orang lain saja (testimonium de auditu) dan tidak ada mendengar, melihat dan mengalami sendiri peristiwa pidana tersebut, bahkan tidak ada menemui barang bukti yang dipergunakan untuk membunuh korban, yang dalam hal ini adalah saudara kandung terdakwa, serta tidak mempertimbangkan keterangan saksi A de Charge dan Visum et Repertum.

Dasar pertimbangan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP hingga Pasal 189 KUHAP, yang menyebabkan unsur barangsiapa tidak

      

7

Putusan Mahkamah Agung No. 63 K/Pid/2007, tanggal 26 Maret 2007, hlm. 16.

8

(18)

terbukti.9 Oleh sebab itu, unsur selanjutnya seharusnya tidak akan dilanjutkan, akan tetapi hakim tetap melanjutkan proses peradilan tersebut, sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan, dan tidak adanya kepastian hukum yang seharusnya diciptakan dalam praktek peradilan.

Berdasarkan putusan Majelis Hakim yang menyatakan, bahwa kesalahan terdakwa tidak terbukti dalam suatu pemeriksaan persidangan yang terbuka untuk umum dan diputus dengan amar putusan yang berbunyi “membebaskan atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan”, maka ia berhak untuk menjalankan proses tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi.10

Dari uraian diatas tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas suatu tulisan yang berjudul “ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus No. 63 K/Pid/ 2007)”.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini:

1. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam Putusan No.63 K/Pid/2007;

      

9

Putusan Pengadilan Tinggi No. 212/Pid/2006/PT-MDN, tanggal 22 Agustus 2006, hlm. 19.

10

(19)

2. Apakah terdakwa dari Putusan No. 63 K/Pid/2007 dapat mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengkaji dasar pertimbangan hakim dalam Putusan No.63 K/Pid/2007;

2. Untuk mengkaji pengajuan ganti rugi dan rehabilitasi oleh terdakwa dalam Putusan No.63 K/Pid/2007.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat secara teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat memberi masukan terhadap perkembangan Ilmu Hukum Pidana, sekaligus pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan “Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan”. Yaitu tentang bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam putusan, dan apakah terdakwa dari Putusan No. 63 K/Pid/2007 dapat mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi.

2. Manfaat secara praktis

(20)

a. Aparat penegak hukum yang tergabung dalam Criminal Justice System (CJS) yakni Polisi, JPU, Hakim, Advokat, dan Lembaga Pemasyarakatan, agar dapat menegakkan hukum dan keadilan bagi si pelaku tindak pidana, terlebih mengetahui pola pikir Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana;

b. Pelaku tindak pidana, agar mendapatkan keadilan dalam mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi akibat kesalahan atas penjatuhan putusan;

c. Masyarakat, agar dapat membantu CJS menegakkan hukum dan keadilan; serta

d. Pemerintah, agar dapat memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada masyarakat melalui kebijakan penegakan hukum.

Disamping itu juga, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan putusan, khususnya dalam putusan bebas perkara pembunuhan, dalam rangka penegakan hukum di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

(21)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dikaji dari perspektif sistem peradilan pidana pada umumnya dan hukum acara pidana (formeel strafrecht/strafprocessrecht) pada khususnya, aspek “pembuktian” memegang peranan menentukan untuk menyatakan kesalahan seseorang sehingga dijatuhkan pidana oleh hakim.11 Berdasarkan penjatuhan putusan tersebut, maka terdapat beberapa ajaran yang berhubungan dengan sistem pembuktian yang diatur dalam KUHAP, yakni:

a. Conviction-in Time

Sistem pembuktian conviction-in time, menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian “keyakinan” hakim. Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan hakim, dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa.12

Sistem pembuktian conviction-in time, sudah barang tentu mengandung kelemahan. Hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa semata-      

11

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana: Normatif, Teoretis, Praktik dan Permasalahannya, (Bandung: Alumni, 2007), hlm. 158.

12

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang

Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, (Ed. 2), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm.

(22)

mata atas “dasar keyakinan” belaka tanpa didukung oleh alat bukti yang cukup. Sebaliknya hakim leluasa membebaskan terdakwa dari tindak pidana yang dilakukan walaupun kesalahan terdakwa telah cukup terbukti dengan alat-alat bukti yang lengkap, selama hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Jadi, dalam sistem pembuktian conviction-in time, sekalipun kesalahan terdakwa sudah cukup terbukti, pembuktian yang cukup itu dapat dikesampingkan oleh keyakinan hakim.13

Sebaliknya walaupun kesalahan terdakwa “tidak terbukti” berdasar alat-alat bukti yang sah, terdakwa bisa dinyatakan bersalah, semata-mata atas dasar “keyakinan hakim”. Keyakinan hakim yang “dominan” atau yang paling menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Keyakinan tanpa alat bukti yang sah, sudah cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Keyakinan hakimlah yang menentukan wujud kebenaran sejati dalam sistem pembuktian ini.14 Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar, sehingga sulit diawasi.15

b. Conviction-Raisonee

Sistem ini pun dapat dikatakan, “keyakinan hakim” tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Akan tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim “dibatasi”. Jika dalam sistem pembuktian

conviction-in time peran “keyakinan hakim” leluasa tanpa batas maka pada sistem

      

13

Ibid.

14

Ibid.

15

(23)

conviction-raisonee, keyakinan hakim harus didukung dengan “alasan-alasan yang

jelas”.16

Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa yang mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa. Tegasnya, keyakinan hakim dalam sistem

conviction-raisonee, harus dilandasi reasoning atau alasan-alasan, dan reasoning itu

harus “reasonable”, yakni berdasar alasan yang dapat diterima. Keyakinan hakim harus mempunyai dasar-dasar alasan yang logis dan benar-benar dapat diterima akal. Tidak semata-mata atas dasar keyakinan yang tertutup tanpa uraian alasan yang masuk akal.17 Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrije bewijstheorie).18 c. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief Wettelijke Stelsel)

Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang, yakni untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata “digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah”. Terpenuhinya syarat-syarat dan ketentuan pembuktian menurut undang-undang, sudah cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan keyakinan hakim, yakni apakah hakim yakin atau tidak tentang kesalahan terdakwa, bukan menjadi masalah.19

Menurut D. Simons, pada hakikatnya, sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (positief wettelijke bewijs theorie) ini

      

16

Yahya Harahap, Loc. Cit.

17

Ibid., hlm. 278.

18

Andi Hamzah, Loc. Cit.

19

(24)

berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subyektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang keras.20 Pemeriksaan perkara oleh hakim semata-mata berdiri tegak pada nilai pembuktian objektif tanpa mencampuradukkan hasil pembuktian yang diperoleh di persidangan dengan unsur subjektif keyakinannya. Sekali hakim majelis menemukan hasil pembuktian yang objektif sesuai dengan cara dan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang, tidak perlu lagi menanya dan menguji hasil pembuktian tersebut dengan keyakinan hati nuraninya.21

Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif, lebih dekat kepada prinsip “penghukuman berdasar hukum”. Artinya penjatuhan hukuman terhadap seseorang, semata-mata tidak diletakkan di bawah kewenangan hakim, tetapi di atas kewenangan undang-undang yang berlandaskan asas: seorang terdakwa baru dapat dihukum dan dipidana jika apa yang didakwakan kepadanya benar-benar terbukti berdasar cara dan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.22 Sistem ini, disebut juga teori pembuktian formal (formele bewijstheorie).23

d. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijke Stelsel) Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem

      

20

Lilik Mulyadi, Op. Cit., hlm. 193.

21

Yahya Harahap, Loc. Cit.

22

Ibid.

23

(25)

pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in time.24 Rumusannya berbunyi:

salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Sistem ini, memadukan unsur “objektif” dan “subjektif” dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Tidak ada yang paling dominan diantara kedua unsur tersebut, misalnya, ditinjau dari segi cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang, kesalahan terdakwa cukup terbukti, tetapi sekalipun sudah cukup terbukti, hakim “tidak yakin” akan kesalahan terdakwa, dalam hal seperti ini terdakwa tidak dapat dinyatakan bersalah.25

Sebaliknya, hakim benar-benar yakin terdakwa sungguh-sungguh bersalah melakukan kejahatan yang didakwakan, akan tetapi keyakinan tersebut tidak didukung dengan pembuktian yang cukup menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Dalam hal seperti inipun terdakwa tidak dapat dinyatakan bersalah. Oleh karena itu, diantara kedua komponen tersebut harus “saling mendukung”.26

Wirjono Projodikoro berpendapat, bahwa sistem pembuktian berdasar undang-undang secara negatif (negatief wettelijk) sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan, pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana,

      

24

Yahya Harahap, Loc. Cit.

25

Ibid., hlm. 279.

(26)

janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua ialah berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam melakukan peradilan.27

Dari beberapa teori penjatuhan putusan tersebut, yang dipakai dalam menganalisa putusan No. 63 K/PID/2007, yakni berdasarkan sistem pembuktian negatif (negatief wettelijke stelsel).

2. Kerangka Konsepsi

Defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a) Putusan Bebas adalah putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa berdasarkan dari hasil pemeriksaan di sidang, bahwa kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan (Pasal 191 ayat (1) KUHAP). Pengertian terdakwa diputus bebas, yaitu terdakwa dibebaskan dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan (vrijspraak/acquittal).28

b) Tindak Pidana (strafbaar feit/perbuatan pidana) adalah suatu perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.29 Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana

      

27

Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 235.

28

Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 347.

29

(27)

adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.30 Sedangkan R. Tresna, menggunakan istilah peristiwa pidana (strafbaar feit) sebagai: “Sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang dan atau peraturan perundang-undang lainnya terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.”31

c) Pembunuhan32 atau kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen het leven) adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain.33 Menurut Leden Marpaung, menghilangkan nyawa berarti menghilangkan kehidupan pada manusia yang secara umum disebut “pembunuhan”.34 Tindak pidana ini termasuk delik materiil (materiale delict), artinya untuk kesempurnaan tindak pidana ini tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan, akan tetapi menjadi syarat juga adanya akibat dari perbuatan itu. Timbulnya akibat yang berupa

      

30

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta: Eresco, 1981), hlm. 50.

31

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian Pertama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 72.

32

 Pasal 338 KUHP: “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Pasal 339 KUHP: “Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”. Pasal 340 KUHP: “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.  

33

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 55.

34

Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh: Pemberantasan dan

(28)

hilangnya nyawa orang atau matinya orang dalam tindak pidana pembunuhan merupakan syarat mutlak.35

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan,36 yang berkaitan dengan analisis hukum terhadap putusan bebas dalam tindak pidana pembunuhan.

Penelitian hukum normatif (legal research) terdiri dari inventarisasi hukum positif, penemuan asas-asas dan dasar falsafah hukum positif, serta penemuan hukum

in concreto.37 Penelitian hukum normatif yang dipakai dalam penulisan ini adalah penemuan hukum in concreto. Dalam penelitian ini, norma-norma hukum in

abstracto diperlukan mutlak untuk berfungsi sebagai premisa mayor, sedangkan

fakta-fakta yang relevan dalam perkara (legal facts) dipakai sebagai premisa minor. Melalui proses silogisme akan diperolehlah sebuah konklusi, yaitu hukum in concreto

      

35

Tongat, Hukum Pidana Materiil Tinjauan atas Tindak Pidana Terhadap Subyek Hukum

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 3. 36

Soerdjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 14.

37

(29)

yang dimaksud.38 Adapun sifat penulisan ini adalah deskriptif analitis, yaitu untuk mendapatkan deskripsi mengenai jawaban atas masalah yang diteliti.

2. Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, didasarkan pada penelitian kepustakaan (library research), yang dilakukan dengan menghimpun data sekunder, yaitu:

a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas.39 Bahan hukum primer terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan maupun putusan-putusan pengadilan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku, majalah dan jurnal-jurnal ilmiah yang ada relevansinya dengan penelitian ini dan dapat memberi petunjuk dan inspirasi bagi penulis dalam rangka melakukan penelitian.40

c. Bahan hukum tertier, yakni memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,41 seperti kamus umum, kamus hukum, dan bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi hasil penelitian ini.

       38

 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 91-92. 

39

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 141.

40

Ibid., hlm.155.

41

(30)

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dipergunakan teknik penelitian kepustakaan (library research) dalam menganalisa putusan No. 63 K/Pid/2007 dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan tersebut, melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian.42 Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah studi dokumen.

4. Analisis data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan diorganisasikan, serta diurutkan dalam suatu pola tertentu sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hal-hal yang sesuai dengan bahasan penelitian. Seluruh data ini dianalisa secara kualitatif, yaitu menginterpretasikan secara kualitas tentang pendapat atau tanggapan responden, kemudian menjelaskannya secara lengkap dan komprehensif mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan pokok persoalan43 yang ada dalam tesis ini, serta penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menghasilkan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat.

      

42

Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia, 2005), hlm. 241.

43

(31)

BAB II

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NO. 63 K/PID/2007

A. Kronologis Dakwaan

Terdakwa Tua Anggiat Haris Maruli Simatupang, pada hari Minggu tanggal 10 Juli 2005 sekira pukul 10.30 Wib atau setidaknya pada waktu lain dalam bulan Juli 2005. Bertempat di Dusun IX Gang Darmo Ujung No. 2A Desa Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang atau setidaknya pada suatu tempat dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Korban Johan Riki Fernando Simatupang dan Terdakwa adalah anak dari pasangan saksi Surung Simatupang dan saksi Ruminta br Sihombing, dan mereka bertempat tinggal di Dusun IX Gang Darmo Ujung No. 2A Desa Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Terdakwa sudah lama menaruh dendam kepada adiknya yaitu korban Johan Riki Fernando Simatupang karena sering memaki-maki Terdakwa, mengucapkan kata-kata kotor kepada Terdakwa dan sering mengejek atau mencemooh Terdakwa dengan mengatakan “bodoh” dan “suka tinggal kelas”.

(32)

Minggu tanggal 10 Juli 2005 sekira pukul 10.30 Wib, Terdakwa bermaksud mengambil stiek bunga dari belakang rumahnya. Ketika itu korban Johan Riki Fernando Simatupang yang sedang merendam pakaian kotor melihat Terdakwa memakai celana pendek milik korban Johan Riki Fernando Simatupang lalu korban Johan Riki Fernando Simatupang marah-marah kepada Terdakwa dengan mengatakan “kenapa kau pakai celanaku, enggak usah lagi pakai celanaku, kalau kau pakai celanaku kau tak pernah cuci, memang anjing kau, babi kau, kau pikir celana ini celana murahan”.

Mendengar kata-kata yang diucapkan korban Johan Riki Fernando Simatupang, Terdakwa merasa emosi sehingga Terdakwa membentak kata yang diucapkan korban Johan Riki Fernando Simatupang dan mengatakan “kau pikir enggak bisa ku beli celana kayak gini”. Korban Johan Riki Fernando Simatupang kembali memaki-maki dengan mengatakan “pukimak kau, dipinjamkan celana enggak pernah kau cuci”. Terdakwa semakin emosi mendengar kata-kata makian yang diucapkan korban Johan Riki Fernando Simatupang dan juga selama ini korban Johan Riki Fernando Simatupang sering mengejek Terdakwa.

(33)

Terdakwa menarik rambut belakang korban Johan Riki Fernando Simatupang dengan tangan kanannya lalu membenturkan kening korban Johan Riki Fernando Simatupang ke lantai kamar mandi. Selanjutnya Terdakwa menarik rambut depan korban Johan Riki Fernando Simatupang lalu ditarik Terdakwa ke belakang lalu membenturkan kepala bagian belakang korban Johan Riki Fernando Simatupang ke lantai kamar mandi sebanyak 1 (satu) kali.

Setelah itu, Terdakwa meninju dada korban Johan Riki Fernando Simatupang dengan tangan kanan terkepal hingga korban Johan Riki Fernando Simatupang pingsan. Korban Johan Riki Fernando Simatupang dalam keadaan tidak berdaya, diseret Terdakwa dari kamar mandi dengan cara Terdakwa meletakkan tangannya diketiak korban Johan Riki Fernando Simatupang, lalu membawanya ke tepi bak air comberan. Selanjutnya Terdakwa menegakkan tubuh korban Johan Riki Fernando Simatupang yang tidak berdaya hingga posisi berdiri lalu dimasukkan Terdakwa ke dalam bak tersebut. Karena tubuh korban Johan Riki Fernando Simatupang lebih tinggi dari bak tersebut lalu Terdakwa merenggangkan kedua kaki korban Johan Riki Fernando Simatupang pada sudut bak, lalu Terdakwa menginjak-injak bahu korban Johan Riki Fernando Simatupang hingga korban Johan Riki Fernando Simatupang tenggelam dan tidak kelihatan lagi.

(34)

memotong bunga didepan pintu rumahnya, padahal Terdakwa menunggu korban Johan Riki Fernando Simatupang terendam dalam air, dan setelah Terdakwa yakin bahwa korban Johan Riki Fernando Simatupang telah meninggal dunia, lalu Terdakwa masuk kedalam rumah seperti tidak ada kejadian.

Akibat perbuatan Terdakwa maka korban Johan Riki Fernando Simatupang seketika atau beberapa saat kemudian meninggal dunia akibat luka-luka yang dideritanya sesuai dengan Visum et Repertum Nomor: 209/VII/LKK/VER/2005 tanggal 11 Juli 2005 atas nama Johan Riki Fernando Simatupang, yang dibuat dan ditandatangani dengan mengingat sumpah jabatan oleh Dr. Surjit Singh, SpF, DFM, Dokter pemerintah pada RSU. Dr. Pirngadi Medan, yang menyimpulkan dari hasil pemeriksaannya sebagai berikut:

1. Hasil pemeriksaan luar

a. Wajah:

1) Dijumpai luka lecet pada dahi diatas alis mata kanan, ukuran panjang 2 cm, lebar 1 cm, jarak dari garis tengah ke tubuh 2 cm, jarak dari alis mata kanan ke atas 2 cm;

2) Dijumpai luka lecet ke-2 pada dahi kiri, ukuran panjang 4 cm, lebar 1 cm, dan garis tengah tubuh 0,5 cm;

(35)

1) Dijumpai luka lecet pada kelopak mata bawah kanan, ukuran panjang 1,5 cm;

c. Hidung:

1) Dijumpai luka pada batang hidung, ukuran panjang 2 cm, lebar 1 m;

2) Dijumpai luka lecet dibawah hidung, ukuran panjang 2 cm, lebar jarak dari hidung 0,2 cm, jarak dari bibir atas 0,5 cm;

d. Mulut:

1) Terbuka 1 cm, luka lecet pada bibir bawah, ukuran panjang 2 cm, lebar 0,5 cm;

2) Bibir atas dan bawah bengkak;

3) Lidah tergigit 0,2 cm;

e. Anggota gerak atas:

1) Dijumpai luka lecet pada pergelangan tangan kanan sebelah dalam, ukuran panjang 2 cm, lebar 1 cm;

2) Dijumpai luka lecet pada punggung telapak tangan kanan dekat jari kelima ukuran panjang 3 cm, lebar 1 cm;

(36)

f. Anggota gerak bawah:

1) Memar pada paha kiri dalam, ukuran panjang 15 cm, lebar jarak dari lutut 4 cm;

2) Memar pada tulang kering kanan, ukuran panjang 1 cm, lebar 0,8 cm jarak dari lutut 12 cm;

3) Dijumpai luka lecet pada pergelangan kaki kanan bagian dalam, ukuran panjang 0,8 cm, lebar 0,3 cm, jarak dari tumit 9,5 cm;

2. Hasil pemeriksaan dalam a. Kepala:

1) Dijumpai resapan darah ukuran panjang 7 cm, lebar 2 cm pada pembukaan kulit kepala bagian depan;

2) Dijumpai resapan darah ukuran panjang 6 cm, lebar 1 cm, pada pembukaan kulit kepala samping kanan;

3) Dijumpai resapan darah ukuran panjang 12 cm, lebar 6 cm, pada pembukaan kulit kepala bagian belakang;

4) Dijumpai resapan darah dan selaput otak ukuran panjang 9 cm, lebar 3 cm, pada pembukaan tulang tengkorak kepala;

(37)

b. Leher:

1) Dijumpai resapan darah dibawah kulit leher kiri, ukuran panjang, lebar 5 cm, dan resapan darah pada otot leher kanan;

c. Dada:

1) Patah tulang iga ke-5 (lima) dan iga ke-3 (tiga) kiri, pada pembukaan kulit dada;

2) Dijumpai resapan darah pada patah tulang iga ke-2 (dua) kiri, ukuran panjang, lebar 3 cm;

3) Dijumpai resapan darah pada celah tulang iga ke-2 (dua) sampai tulang iga ke-6 (enam) kanan, ukuran panjang 10 cm, lebar 3 cm;

d. Jantung:

1) Dijumpai cairan berwarna kuning pada pembukaan jantung;

e. Perut:

1) Dijumpai resapan darah pada otot lambung;

f. Usus:

(38)

Dari hasil pemeriksaan luar dan dalam diambil kesimpulan bahwa penyebab kematian korban Johan Riki Fernando Simatupang karena perdarahan dijaringan otak serta patah tulang iga ke-5 (lima) kanan dan tulang iga ke-3 (tiga) kiri akibat ruda paksa.

Bahwa Terdakwa oleh Penuntut Umum telah didakwa sebagai berikut:

1. Primair : Pasal 340 KUHPidana;

2. Subsidair : Pasal 338 KUHPidana;

3. Lebih Subsidair : Pasal 338 KUHPidana;

B. Dasar Pertimbangan Putusan Hakim

1. Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Negeri

Adapun dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan pada tingkat pengadilan negeri berdasarkan Putusan No. 1616/Pid.B/2005/PN-LP, antara lain:

1) Pembuktian Dakwaan Primair

(39)

Primair terlebih dahulu yaitu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHPidana44 yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a) Barangsiapa; b) Dengan sengaja;

c) Dengan direncanakan lebih dahulu; d) Menghilangkan jiwa orang lain; Ad. a) Unsur Barangsiapa

Menimbang, bahwa KUHP tidak ada penjelasan apakah yang dimaksud dengan unsur “barangsiapa”, namun dalam Memorie van Toelichting (MvT) yang dimaksud dengan unsur barangsiapa adalah manusia sebagai subjek hukum;

Menimbang, bahwa Terdakwa dipersidangan pada pokoknya membenarkan bahwa keseluruhan identitas yang tercantum dalam dakwaan Penuntut Umum adalah benar diri Terdakwa. Demikian pula keseluruhan saksi-saksi yang pada pokoknya telah menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Tua Anggiat Haris Maruli Simatupang adalah diri Terdakwa, yang saat ini dihadapkan dan diperiksa di persidangan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam;

Menimbang, bahwa dengan demikian menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan unsur barangsiapa dalam hal ini adalah diri Terdakwa. Sedangkan apakah benar dapat dinyatakan telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah       

44

(40)

melakukan suatu tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum, tentunya akan dipertimbangkan lebih lanjut apakah keseluruhan unsur dari pasal yang didakwakan kepadanya telah terbukti secara sah dan meyakinkan dalam perbuatannya, oleh karena itu akan dipertimbangkan lebih lanjut dalam bagian akhir putusan ini nanti;

Ad. b) Unsur Dengan Sengaja

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sengaja tentunya berhubungan dengan sikap batin seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana. Dan Majelis Hakim menyadari tidaklah mudah untuk menentukan sikap batin seseorang atau membuktikan adanya unsur kesengajaan dalam perbuatan seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana. Atau ringkasnya apakah kesengajaan itu benar-benar ada pada diri sipelaku, lebih-lebih bagaimanakah keadaan batinnya pada waktu orang tersebut melakukan tindak pidana. Oleh karena itu, sikap batinnya tersebut harus disimpulkan dari keadaan lahir yang tampak dari luar dengan cara Majelis Hakim harus mengobjektifkan adanya unsur kesengajaan tersebut dengan berpedoman pada teori Ilmu Pengetahuan Hukum untuk sampai pada suatu kesimpulan apakah perbuatan Terdakwa merupakan suatu sebab ataukah akibat dari suatu peristiwa pidana yang mesti dialaminya;

(41)

Pengetahuan atau membayangkan (Voorstiling Theorie) dari Frank. Menurut Moeljatno, berdasarkan teori tersebut yang sangat memuaskan dalam kehendak dengan sendirinya diliputi pengetahuan (gambaran), artinya seseorang untuk menghendaki sesuatu, lebih dahulu sudah harus mempunyai pengetahuan tentang sesuatu itu, lagi pula kehendak merupakan arah, maksud, hal mana yang berhubungan dengan motif;45

Unsur kesengajaan tersebut merupakan kesengajaan dalam arti luas, yang meliputi:46

a. Kesengajaan sebagai tujuan (opzet als oogmerk). Opzet ini akan terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja, dimana perbuatan itu merupakan “tujuan” dari pelaku;

b. Kesengajaan dengan tujuan yang pasti atau yang merupakan keharusan (opzet bij

zakerheids bewustzijn). Opzet ini akan terjadi apabila seseorang melakukan

perbuatan mempunyai tujuan untuk menimbulkan suatu akibat tertentu, tetapi disamping akibat yang dituju itu pelaku insyaf atau sadar, bahwa dengan melakukan perbuatan untuk menimbulkan akibat yang tertentu, perbuatan tersebut “pasti” akan menimbulkan akibat lain (yang tidak dikehendaki);

c. Kesengajaan dengan kesadaran akan kemungkinan (opzet bij mogelijkheids

bewustzijn/dolus eventualis/voorwardelijke opzet). Opzet ini akan terjadi apabila

seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud untuk menimbulkan akibat tertentu, tetapi orang tersebut sadar, bahwa apabila ia melakukan perbuatan untuk mencapai akibat tertentu itu, perbuatan tersebut “mungkin” akan menimbulkan akibat lain yang juga dilarang dan juga diancam pidana oleh undang-undang terhadap akibat lain tersebut bukan merupakan tujuan yang dikehendaki, tetapi hanya disadari kemungkinan terjadinya.

Berdasarkan pengertian kesengajaan secara luas diatas, yang meliputi kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai tujuan, dan kesengajaan sebagai

      

45

Majalah Varia Paradilan, No. 12, (Jakarta: IKAHI, 1998), hlm. 86.

46

(42)

kepastian, maka akan diteliti apakah Terdakwa dalam melakukan pembunuhan tersebut termasuk dari salah satu pengertian kesengajaan diatas. Hal ini diteliti, berdasarkan keadaan yang terjadi pada saat tindak pidana pembunuhan tersebut dilakukan sesuai dengan fakta-fakta yuridis di persidangan.

Menimbang, bahwa sesuai dengan fakta-fakta yuridis dipersidangan dari pengakuan Terdakwa bahwa pada saat pukul 09.00 Wib hari Minggu korban bangun dan melihat Terdakwa memakai celananya. Lalu Terdakwa mengatakan “Kok kau pakai bajuku anjing, binatang, pukimakmu” dan diucapkan pelan karena takut didengar orangtuanya karena orangtuanya mendidik dengan disiplin dan korban dipuji-puji orangtuanya sedangkan Terdakwa disepelekan. Dan selama ini merasa terhina, karena Terdakwa sebagai abangnya akan tetapi diperintahnya sehingga Terdakwa dendam dan membunuhya dan Terdakwa silaf;

Menimbang, bahwa ketika terdakwa mengaku bertengkar dua kali, pertama kali bertengkar dan berkelahi disamping rumah sebelah Barat dan yang kedua didekat pohon durian dan pertengkaran tersebut tidak kedengaran karena ibu dan adiknya nonton TV diruang tamu;

(43)

Menimbang, bahwa ketika keesokan harinya yaitu tanggal 11 Juli 2005 Terdakwa pergi ke belakang pura-pura kencing kemudian korban muncul di comberan dan membuat Terdakwa grogi dan menjerit histeris dan mengatakan “Kak Rosa ini adik” kemudian kakaknya datang dan ibunya pingsan;

Menimbang bahwa dipersidangan Terdakwa menyangkal perbuatannya, dan menuduh saksi Ramot Lubis yang membunuh Terdakwa karena sebelum diketemukan mayat korban pada hari Minggu malam Terdakwa bertemu dengan Ramot Lubis dan mengancam Terdakwa agar mengakui bahwa Terdakwa pembunuhnya, oleh karena takut Terdakwa mengakui bahwa dialah pembunuhnya;

(44)

Menimbang bahwa peringatan Majelis Hakim diatas, sengaja dilakukan agar tidak perlu ada keraguan lagi bagi Majelis Hakim, untuk menilai keterangan para saksi maupun Terdakwa. Karena mereka sudah menghayati dengan sungguh-sungguh arti hakikat bersaksi dalam menegakkan keadilan, tiada lain adalah agar keadilan itu sungguh-sungguh dapat ditegakkan dan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, seperti yang ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang diubah oleh UU No. 35 Tahun 1999, dan dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;

Menimbang, bahwa oleh karena itu menjadi hak dan kewajiban Majelis Hakim untuk menilai kebenaran keterangan para saksi. Dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh persesuaian keterangan saksi yang satu dengan yang lain, persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain, alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu, dan cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dan dapat tidaknya keterangan itu dipercaya, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 185 ayat (6) KUHAP;

(45)

dilakukan penegakan hukum secara represif dalam persidangan Terdakwa saat ini; Menimbang, bahwa yang perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah Majelis Hakim didalam menjatuhkan putusan terhadap diri Terdakwa tersebut di atas, senantiasa berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam KUHP maupun KUHAP. Sehingga dalam pemeriksaan atas Terdakwa Majelis Hakim senantiasa berpedoman pada sistem pembuktian yang digariskan dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu sistem Negatif menurut UU (Negatief Wettelijk), artinya Majelis Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, hanya didasarkan pada suatu alat bukti saja.

Tetapi sesuai dengan asas pemeriksaan Hakim Acara Perkara Biasa (Vordering), sekurang-kurangnya harus dengan dua alat bukti yang sah. Oleh karena itulah menjadi penting diperhatikan alat-alat bukti yang ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, sehingga nantinya dapat ditentukan bagaimanakah nilai alat-alat bukti tersebut masing-masing, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 185 sampai dengan Pasal 189 KUHAP;

Menimbang, bahwa pertimbangan-pertimbangan tersebut diperlukan, agar dapat diperoleh suatu keyakinan apakah benar suatu tindak pidana telah terjadi, dan apakah benar bahwa Terdakwa yang terbukti secara sah dan menyakinkan yang melakukannya;

(46)

oleh korban Johan Riki Fernando Simatupang, dan ataupun yang dilakukan oleh Terdakwa, karena saksi-saksi yang mengetahui tindak pidana ini berdasarkan pengalaman Terdakwa. Namun setelah dipersidangan, Terdakwa senantiasa menyangkalnya, terpaksa mengakui karena Terdakwa takut dengan Polisi dan diancam, dan malahan menuduh Ramot Lubis yang melakukan pembunuhan terhadap saksi korban;

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi Sukiyo, Budi Simanjuntak, Bangun Tua Dalimunte, Marsidi Ginting, Sidik Waluyo, dan saksi Ahli Elmeida Efendi, SPKJ, yang menyatakan Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan sebabnya melakukan perbuatan tersebut serta caranya melakukan perbuatannya tersebut. Maka Majelis Hakim memperoleh keyakinan, bahwa telah diakui Terdakwa didepan para saksi tersebut adalah benar sedangkan sangkalan Terdakwa haruslah dikesampingkan dan ditolak. Oleh karena itu, maka terpenuhilah unsur dengan sengaja dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka terbuktilah unsur dengan sengaja secara sah dan menyakinkan;

Ad. c) Dengan Direncanakan Lebih Dahulu

(47)

untuk membatalkan niatnya itu;47

Tentang unsur direncanakan lebih dahulu dalam KUHP sendiri tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud direncanakan terlebih dahulu. Namun penjelasan tentang unsur direncanakan lebih dahulu dapat dilihat dalam M.v.T yang menyatakan, bahwa istilah met voorbedachte rade atau direncanakan lebih dahulu, menunjuk pada suatu saat untuk menimbang dengan tenang.48 Demikian halnya M.H. Tirtaamidjaja mengutarakan “direncanakan lebih dahulu” antara lain sebagai berikut: “bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk berpikir dengan tenang.”49

R. Soesilo menyatakan bahwa, saat atau tempo antara timbulnya kehendak dengan pelaksanaannya tidak boleh terlalu sempit, tetapi juga sebaliknya tidak perlu terlalu lama, yang penting adalah apakah di dalam tempo itu pelaku “dengan tenang” masih dapat berfikir yang sebenarnya ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niat untuk membunuh itu, tetapi tidak ia pergunakan.50

Sedangkan menurut Tresna dikatakan, bahwa tidak ada ketentuan berapa lamanya harus berlaku diantara saat timbulnya maksud untuk melakukan perbuatan itu dengan saat dilaksanakannya, akan tetapi nyatalah harus ada, suatu antara dimana

      

47

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya

Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1998), hlm. 241. 48

Tongat, Op. Cit., hlm. 23.

49

Leden Marpaung, Loc. Cit.

50

(48)

ia dapat menggunakan pikiran yang tenang guna merencanakan segala sesuatunya. Tongat menyatakan terkandung 3 (tiga) syarat, yaitu:51

a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang;

b. Tersedianya waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak (niat) sampai dengan pelaksanaan kehendak itu;

c. Pelaksanaan kehendak dalam suasana tenang.

Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, mengandung maksud bahwa pada saat pelaku memutuskan kehendaknya untuk membunuh, keadaan bathin orang tersebut dalam keadaan tenang, tidak berada dalam keadaan yang tergesa-gesa, serta tidak berada dalam keadaan terpaksa dan juga tidak berada dalam keadaan emosi tinggi. Oleh karenanya, kehendak yang diputuskan oleh pelaku tersebut merupakan kehendak yang dilakukan dalam suasana batin yang tenang. Tersedianya waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak (niat) sampai dengan pelaksanaan kehendak itu merupakan syarat yang bersifat relatif.52

Tersedianya waktu yang cukup mengandung pengertian, bahwa dalam tempo waktu yang tersedia itu, pelaku masih dapat berpikir dengan tenang. Jadi persoalannya tidak pada masalah lamanya waktu, tetapi persoalan lamanya waktu yang cukup itu lebih mengarah pada penggunaan dari yang tersedia itu. Artinya,

      

51

Ibid.

52

(49)

apakah dalam waktu yang tersedia itu benar-benar telah dapat untuk berpikir dengan tenang atau tidak.53

Sekalipun masalah tersedianya waktu yang cukup itu tidak menunjuk pada persoalan lamanya waktu, tetapi tersedianya waktu yang cukup tersebut, tidak boleh menunjuk pada suatu waktu yang terlalu singkat. Hal ini mudah dipahami, sebab apabila terlalu singkat kesempatan untuk berfikir dengan tenang tersebut mungkin tidak terjadi. Tidak mungkin rasanya seseorang dapat berpikir dengan tenang dalam waktu yang sangat singkat, biasanya dalam waktu yang sangat singkat itu orang justru tidak dapat berfikir secara tenang.54

Dalam waktu yang telalu singkat itu cenderung akan berfikir secara tergesa-gesa, panik dan tidak terencana. Lebih-lebih apabila tidak tersedianya waktu yang cukup itu atau dalam waktu yang terlalu singkat itu masih diikuti dengan perasaan takut, khawatir dan sebagainya. Dalam waktu yang demikian, jelas tidak menggambarkan suasana (batin) yang tenang.55

Yurisprudensi yang termuat dalam Arrest Hoog Raad tanggal 22-3-1909, yang menyatakan untuk dapat diterimanya suatu rencana terlebih dahulu, maka perlu adanya suatu tenggang waktu yang pendek atau panjang dalam mana dilakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku harus dapat memperhitungkan makna dan akibat-akibat perbuatannya, dalam suatu suasana kejiwaan yang       

53

Ibid.

54 Ibid. 55

(50)

memungkinkan untuk berfikir. Dengan demikian, maka apabila pikiran-pikiran untuk membunuh tersebut dalam keadaan marah (tidak tenang), waktu yang terlalu singkat yang berakibat akan berfikir secara tergesa-gesa, panik dan tidak terencana, dan dalam suatu suasana kejiwaan yang tidak memungkinkan untuk berfikir dengan tenang, maka disitu tidak ada unsur perencanaan.56

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi yang mendengar pengakuan Terdakwa, bahwa perbuatan Terdakwa yang dilakukan terhadap korban ada kata-kata makian juga berkelahi. Kemudian ketika korban sedang mencuci pakaiannya dan Terdakwa menunjang korban yang dilakukan korban tidak berapa lama, dalam setiap perbuatannya adalah niat yang timbul seketika karena pemicunya adalah kata-kata makian;

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur dengan direncanakan lebih dahulu

tidak terpenuhi dan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan;

Menimbang, bahwa oleh karena salah satu unsur dari dakwaan Primair yang didakwakan Penuntut Umum kepada Terdakwa tidak terpenuhi, maka dakwaan Primair Pasal 340 KUHP dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, dan terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan Primair tersebut.

2) Pembuktian Dakwaan Subsidiar

Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan Primair tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka kini Majelis Hakim akan mempertimbangkan ke dalam       

56

(51)

dakwaan Subsidair Penuntut Umum, yaitu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP,57 yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a) Barangsiapa; b) Dengan Sengaja;

c) Menghilangkan Jiwa Orang Lain; Ad. a) Unsur Barangsiapa

Menimbang, bahwa unsur barangsiapa ini telah dipertimbangkan dalam dakwaan Primair, maka oleh Majelis Hakim pertimbangan-pertimbangan unsur barangsiapa dipergunakan kembali dalam dakwaan Subsidair;

Ad. b) Unsur Dengan Sengaja

Menimbang, bahwa unsur Dengan Sengaja telah dipertimbangkan dalam dakwaan Primair dan telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan menyakinkan. Maka oleh Majelis Hakim, pertimbangan-pertimbangan unsur Dengan Sengaja dalam dakwaan Primair dipergunakan kembali dalam pertimbangan unsur Dengan Sengaja dalam dakwaan Subsidair dan dinyatakan telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan;

       57

(52)

Ad. c) Unsur Menghilangkan Jiwa Orang lain

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi maupun keterangan Terdakwa demikian juga dari hasil pemeriksaan Visum et Repertum No. 209/VII/LKK/VER/ 2005 tanggal 11 Juli 2005 atas nama Johan Riki Fernando Simatupang yang dibuat dan ditandatangani Dr. Surjit Singh, SpF, DFM, dokter pada Rumah Sakit Pirngadi Medan. Dalam kesimpulannya dari hasil pemeriksaan luar dan dalam, diambil kesimpulan bahwa penyebab kematian korban karena perdarahan jaringan otak disertai patah tulang iga ke-5 (lima) kanan dan tulang iga ke-3 (tiga) kiri akibat ruda paksa;

Menimbang, bahwa oleh karena itu unsur Menghilangkan Jiwa Orang Lain telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan;

(53)

Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan Penuntut Umum disusun secara Subsideritas, oleh karena dakwaan Subsidair telah terbukti secara sah dan menyakinkan maka dakwaan selanjutnya tidak akan dipertimbangkan lagi;

Menimbang, bahwa perlulah dipertimbangkan untuk menjatuhkan pidana apakah yang sepatutunya dijatuhkan terhadap diri Terdakwa, agar putusan ini memenuhi rasa keadilan masyarakat. Patutlah diperhatikan peringatan Majelis Hakim yang tidak bosan-bosannya dan tidak henti-hentinya selalu mencari dan menemukan pemecahan permasalahan ini, yaitu dengan mengembalikan segala sesuatunya kepada peringatan Tuhan, dimana keadilan atas namaNya diucapkan. Sehingga senantiasa diingatkan agar para saksi dan Terdakwa memberikan keterangan yang benar, semata-mata agar Majelis Hakim tidak tersesatkan dan salah dalam menegakkan hukum dalam perkara ini;

Menimbang, bahwa usaha Majelis Hakim tersebut perlu dilakukan karena putusan ini berkepala “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, oleh karena itu Majelis Hakim berusaha dengan sungguh-sungguh menempatkan segala sesuatunya semata-mata berdasarkm rasa takut akan Tuhan;

(54)

kepercayaannya seturut kehendak undang-undang dan ketertiban masyarakat pada umumnya, sehingga keseimbangan dan tertib masyarakat dapat terpelihara;

Menimbang, bahwa akhirnya terhadap Terdakwa patut dan layak serta dirasakan adil harus dijatuhi pidana penjara yang setimpal dengan perbuatannya sebagaimana bunyi amar putusan ini nanti;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan, maka masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa haruslah dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan;

Menimbang, bahwa barang bukti berupa:

a) 1 (satu) potong celana jeans warna biru;

b) 1 (satu) potong celana dalam warna coklat;

c) 1 (satu) potong celana ponggol warna coklat;

akan ditentukan dalam amar putusan ini nanti.

Menimbang, bahwa Terdakwa juga dibebani untuk membayar biaya perkara ini;

(55)

yang tidak mungkin diganti oleh apapun juga; dan hal-hal yang meringankan yakni: (1) Terdakwa sopan dipersidangan; (2) Terdakwa masih muda usia, sehingga diharapkan dikemudian hari masih bisa memperbaiki sikap dan perilakunya dan berguna bagi keluarga dan masyarakat sekelilingnya, dan Terdakwa belum pernah dihukum;

Mengingat Pasal 338 KUHP dan pasal-pasal lain dari undang-undang yang bersangkutan;

Berdasarkan pertimbangan yang diambil oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, memutuskan mengadili:

1. Menyatakan terdakwa Tua Anggiat Haris Maruli Simatupang tersebut diatas tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan Primair;

2. Membebaskan terdakwa Tua Anggiat Haris Maruli Simatupang dari dakwaan Primair tersebut;

3. Menyatakan terdakwa Tua Anggiat Haris Maruli Simatupang tersebut diatas telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Pembunuhan" sebagaimana tersebut dalam dakwaan Subsidair;

(56)

5. Menetapkan bahwa masa penahanan yang dijalankan oleh Terdakwa sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan tersebut;

6. Memerintahkan supaya Terdakwa tetap ditahan;

7. Memerintahkan barang bukti berupa:

a) 1 (satu) potong celana pendek jeans merk Lea warna biru;

b) 1 (satu) potong celana dalam warna coklat dikembalikan kepada keluarga korban Johan Riki Fernando Simatupang;

c) 1 (satu) potong celana pendek warna coklat dikembalikan kepada Terdakwa;

8. Menghukum Terdakwa membayar ongkos perkara sebesar Rp. 5.000 (lima ribu rupiah).

2. Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Tinggi

Adapun dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan tingkat banding,58 antara lain:

1. bahwa Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan pertimbangan Pengadilan Tingkat Pertama;

2. bahwa selama di persidangan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam ternyata Terdakwa Tua Anggiat Haris Maruli Simatupang menyangkal semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), serta tidak ada seorang saksi pun yang melihat peristiwa       

58

(57)

pidana yang dialami oleh korban Johan Riki Fernando Simatupang, serta tidak diketemukannya barang bukti serta petunjuk yang menyatakan terdakwa Tua Anggiat Haris Maruli Simatupang yang melakukan perbuatan sebagaimana di dalam Berita Acara Pemeriksaan Kepolisian dan tidak seorang saksi pun dapat menerangkan bahwa terdakwalah yang melakukan perbuatan yang didakwakan JPU;

3. bahwa pada pemeriksaan di Kepolisian sebagaimana juga diterangkan oleh para saksi dipersidangan diatas sumpah, saksi Marsidi Ginting, saksi Sukiyo, saksi Budi Simanjuntak, dan saksi Bangun Tua Dalimunthe, yang menerangkan bahwa terdakwa Tua Anggiat Haris Maruli Simatupang mengakui perbuatannya melakukan atau pelaku dalam perbuatan sebagaimana didakwakan JPU, akan tetapi di muka persidangan Terdakwa dengan tegas menyangkal/tidak mengakui keterangan para saksi tersebut, serta menarik kembali pengakuannya yang telah diakui pada pemeriksaan Berita Acara di Kepolisian karena takut ancaman saksi sehingga te

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan lahan saat ini pada kawasan permukiman nelayan di Kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai berdasarkan tingkat kemampuan lahan untuk permukiman

Peubah yang diamati meliputi karakteristik komponen hasil (panjang dan lebar daun; jumlah dan panjang cabang poduksi; jumlah malai dan bobot buah/ malai; tinggi

Hal terpening dalam membangun kemitraan antara satuan PAUD, orang tua/wali, dan masyarakat agar dapat berjalan dengan baik dan benar adalah pemahaman semua warga sekolah

Serkaria keluar dari keong air, berenang aktif di dalam air, serkaria menembus kulit manusia pada waktu manusia masuk ke dalam air yang mengandung serkaria, waktu yang

Konsep Freud tentang “ketidaksadaran” dapat digunakan dalam proses pembelajaran yang dilakukan pada individu dengan harapan dapat mengurangi

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif Jigsaw pada siswa kelas VIII A MTs Al Jauhar Semin Kabupaten

Wonokusumo dalam akad tidak ada keterbukaan antara harga dan tenggang waktu, padahal dalam fiqh muamalah sudah dijelaskan didalam syarat dan rukun jual beli harus ada