• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: Reaktor, Anaerob, Penanganan, Sampah, TPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: Reaktor, Anaerob, Penanganan, Sampah, TPA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM PENANGANAN SAMPAH DI TPA SUMUR

BATU KOTA BEKASI

SYSTEM ENHANCEMENT OF MUNICIPAL SOLID WASTE

HANDLING IN SUMUR BATU LANDFILL, MUNICIPALITY OF

BEKASI

Anissa Ratna Putri1 dan Enri Damanhuri2 Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha 10 Bandung 40132

1

anissaratnaputri@yahoo.com dan 2enri.damanhuri@gmail.com

Abstrak: Seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya peradaban manusia, sampah dari aneka kegiatan manusia pun cenderung bertambah banyak. Di Indonesia, metode penanganan sampah yang umum digunakan untuk mengatasi timbulan sampah kota adalah dengan menggunakan lahan urug yang berada di sebuah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Namun, metode ini menuntut tersedianya lahan yang luas untuk menampung sampah-sampah yang datang. Sementara, dengan semakin padatnya penduduk, lahan kosong yang tersedia semakin minim. Salah satu contoh kasus yaitu di TPA Sumur Batu, kota Bekasi. Terbatasnya pengembangan lahan untuk menampung sampah menuntut adanya reduksi sampah dengan memanfaatkan teknologi penanganan sampah yang tepat. Dengan meneliti kuantitas, komposisi, dan karakteristik sampah yang masuk ke TPA Sumur Batu, dapat dibuat sebuah rancangan sistem penanganan sampah terintegrasi di TPA yang juga mengacu kepada proyeksi timbulan sampah kota Bekasi selama 20 tahun ke depan. Rancangan penanganan sampah terintegrasi terdiri dari pemilahan sampah, pengolahan sampah secara biololgis, pemanfaatan kompos dan biogas hasil pengolahan, dan penanganan residu. Metode pengolahan sampah secara biologis dipilih karena banyaknya kandungan sampah biodegradable dalam komposisi sampah TPA Sumur Batu, yaitu sebanyak 58,56% sampah putrescible dan 11,14% sampah kertas yang memiliki karakteristik kadar air yang tinggi. Pengolahan biologis untuk sampah terdiri dari komposting secara aerobik dan reaktor anaerob. Penelitian ini merancang pengolahan sampah dengan reaktor anaerob untuk 5 tahun pertama pengoperasian. Dengan parameter desain yang ditentukan, diketahui volume reaktor yang dibutuhkan untuk mengolah sampah sebanyak 30 ton/hari adalah 1300 m3 dengan debit sampah masuk sebesar 65 m3/hari. Produk dari pengolahan reaktor anaerob ini adalah biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif, sementara lumpur residu dari pengolahan ini dimanfaatkan sebagai tanah penutup lahan urug.

Kata kunci: Reaktor, Anaerob, Penanganan, Sampah, TPA

Abstract: The population growth and the civilization development are most likely the cause of increasing number of generation of municipal solid waste. So far, in Indonesia, most of the existing municipal solid waste management systems rely on the existence of landfills in final disposal. The weakness of landfilling method is it requires a large area to operate, while the area needed is limited. One of the final disposal facility dealing with this problem is Sumur Batu Landfill in Bekasi City. Limited area for landfilling method push the government to find another method to reduce the amount of waste buried in landfill. This research is conducted to perceive the amount of incoming waste, the composition of waste, and the characteristic of waste in Sumur Batu Landfill. The integrated municipal solid waste handling designed based on the perceived data, with considering of projected number of Bekasi’s waste generation for the next 20 years. The integrated solid waste handling designed is consist of waste sorting, waste biological treatment, compost and biogas utilization, and residual handling. Waste biological treatment was choosen due to the amount of biodegradable waste founded in Sumur Batu Landfill, which consist of 58,56% of putrescible waste and 11,14% of paper waste. Waste biological treatment consist of aerobic composting and anaerobic reactor. This research focus on preliminary design of anaerobic reactor for its first 5 years operation. Using the determined design parameters, it is known that to treat 30 ton of waste/day the volume of anaerobic reactor needed will be 1300 m3 with the flowrate of 65 m3/day. Product of anaerobic digester is a clean energy named biogas, which can be used for alternative energy sources. Meanwhile, the residual sludge from the treatment will be used as a cover soil in landfill.

(2)

PENDAHULUAN

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan (UU No.18 Th.2008). Saat ini, di Indonesia, sebesar 68,6% metode penanganan sampah masih berupa penimbunan dan pengurugan sampah di lahan urug (Damanhuri et al., 2010). Hal ini menyebabkan adanya ketergantungan yang besar pada ketersediaan lahan untuk menampung sampah di TPA. Sementara lahan yang tersedia semakin sulit ditemukan karena adanya peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Maka dari itu, sebuah TPA diharapkan tidak hanya menjadi lokasi penimbunan sampah saja namun juga menjadi sebuah fasilitas penanganan sampah terintegrasi, di mana ada beberapa tahap penanganan sampah yang dapat mereduksi timbulan sampah yang akan dibuang ke lahan urug.

TPA Sumur Batu yang terletak di kota Bekasi, Jawa Barat, saat ini memiliki luas 12,4 hektare dan melayani 12 kecamatan di kota Bekasi. TPA ini dikelola oleh Dinas Kebersihan kota Bekasi, bekerjasama dengan PT Gikoko Kugyo untuk sistem pengelolaan gas dari sampah. Sejak beroperasi pada tahun 2003, TPA Sumur Batu telah menutup 4 zona lahan urug seluas 10 hektare. Saat ini sampah masuk ditampung di zona 5 seluas 2,4 hektare, dan direncanakan untuk ditambah tiga zona lahan urug baru yaitu zona 6, 7, dan 8.

Penanganan sampah di TPA Sumur Batu masih bertumpu pada penimbunan sampah di lahan urug. Tidak ada pemilahan sampah sebelum dibuang ke lahan urug dan tidak ada pemanfaatan atau pengolahan sampah untuk mereduksi timbulan sampah yang dibuang ke lahan urug. Hal ini menjadi masalah yang perlu diperhatikan karena pertumbuhan penduduk kota Bekasi menyebabkan timbulan sampah diprediksi akan terus meningkat.

Pengembangan sistem penanganan sampah di TPA Sumur Batu menawarkan solusi untuk menghadapi masalah tersebut. Dengan menggunakan data timbulan sampah yang masuk ke TPA Sumur Batu, dilakukan proyeksi timbulan untuk 20 tahun ke depan. Data proyeksi timbulan sampah ini kemudian menjadi landasan untuk merancang penanganan sampah terintegrasi sehingga di kemudian hari metode yang digunakan kota Bekasi untuk menangani sampahnya tidak hanya dengan penimbunan di lahan urug.

METODOLOGI

Studi ini dilakukan dengan beberapa metode, yaitu pengumpulan data sekunder, penelitian di lapangan, dan penelitian di laboratorium. Data sekunder digunakan sebagai referensi perancangan sistem penanganan sampah berdasarkan data kondisi pelayanan persampahan yang dimiliki oleh institusi pengelola TPA, yaitu Dinas Kebersihan kota Bekasi. Penelitian lapangan dilakukan untuk mengetahui jumlah timbulan sampah masuk ke TPA, kondisi fisik TPA, dan komposisi sampah di TPA. Penelitian laboratorium dilakukan di Laboratorium Buangan Padat dan B3, Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Analisis laboratorium digunakan untuk mengetahui karakteristik sampel sampah dari TPA Sumur Batu.

Sampling timbulan dan komposisi sampah dilakukan sesuai dengan standar SNI 19-3964-1995 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Data timbulan sampah masuk ke TPA Sumur Batu diperoleh melalui volume truk masuk ke TPA selama 8 hari, dengan memperhatikan faktor koreksi volume sampah sebesar 1,1.

Data komposisi sampah diperoleh dengan melakukan sampling selama tiga hari, dengan proporsi sampling sebesar 100 kg sampah per hari dari 10% jumlah truk yang masuk ke TPA. Sampling dilakukan dengan tiga kategori sampel sampah berdasarkan sumbernya,

(3)

yaitu sumber permukiman, sumber jalur container dan jalur protokol, dan sumber pasar. Metode sampling komposisi sampah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Metode sampling komposisi sampah

Dari setiap truk diambil sekitar 8 kilogram sampah. Total sampah yang diambil untuk tiga jenis wilayah pelayanan antara lain 72 kilogram sampah wilayah permukiman, 16 kilogram sampah dari jalur protokol dan container, dan 16 kilogram sampah dari jalur pasar.

Sampah yang telah diambil tersebut kemudian dibagi dengan metode kuadran. Sampah dibagi empat bagian, kemudian diambil masing-masing sebagian dari keempat bagian tersebut hingga tercapai 10 kilogram sampah untuk masing-masing wilayah pelayanan. Sampel sampah sebanyak 10 kilogram tersebut dicampur sempurna terlebih dahulu sebelum kemudian dipilah berdasarkan komposisinya.

Sampel sampah yang dianggap sudah representatif kemudian dipilah berdasarkan 8 kategori sampah yang sudah ditetapkan. Kategori tersebut antara lain sampah putrescible (sisa makanan, sampah taman, dan sejenisnya), sampah aneka jenis plastik, sampah kertas, sampah kaca, sampah kaleng atau logam, sampah kain tekstil, sampah karet, dan sampah campuran atau lain-lain. Setiap jenis sampah kemudian ditimbang beratnya dan dicatat.

Sementara untuk analisis laboratorium, dilakukan enam analisis, antara lain analisis kadar air, analisis kadar volatil pada 550°C, analisis kadar abu pada 900°C, analisis nilai kalor, analisis kandungan karbon organik dan analisis kandungan nitrogen. Terdapat dua kategori sampah yang dianalisis, yaitu sampah biodegradable (sampah dapur, sampah pasar, sampah taman) dan sampah non-biodegradable (aneka jenis plastik). Sampah non-biodegradable tidak diuji untuk analisis kandungan karbon organik dan analisis kandungan nitrogen.

HASIL DAN PEMBAHASAN Timbulan Sampah

Berdasarkan pendataan timbulan sampah selama 8 hari dari volume truk masuk, diketahui rata-rata volume sampah yang masuk ke TPA Sumur Batu yaitu sebanyak 2286,625 m3/hari. Nilai ini diperoleh dengan memperhatikan faktor koreksi volume di truk sebesar 1,1 karena adanya truk yang bermuatan lebih banyak dari kapasitas baknya. Densitas truk sampah umumnya sekitar 0,3–0,4 ton/m3 (Damanhuri, 2010). Untuk studi ini, digunakan densitas truk dengan nilai 0,4 ton/m3. Jika densitas truk tersebut dikalikan dengan volume timbulan rata-rata akan diperoleh berat timbulan sampah rata-rata yang masuk ke TPA Sumur

(4)

Batu, yaitu sebesar 914,65 ton/hari atau 914.650 kg/hari. Nilai ini menunjukkan berat sampah rata-rata di kota Bekasi yang terlayani oleh Dinas Kebersihan.

Dari data tersebut, dapat diketahui angka timbulan sampah warga kota Bekasi dalam satuan kilogram per orang per hari. Tahap pertama yang dilakukan yaitu dengan melakukan proyeksi penduduk kota Bekasi. Diperoleh hasil proyeksi jumlah penduduk kota Bekasi pada tahun 2013 yaitu sebesar 2.554.499 jiwa. Dengan persentase pelayanan persampahan yang ditetapkan Dinas Kebersihan sebesar 55,45%, diketahui bahwa jumlah penduduk yang terlayani yaitu sebesar 1.416.470 jiwa. Dari hasil pembagian berat rata-rata timbulan sampah di TPA dengan jumlah penduduk terlayani, diperoleh angka timbulan sampah warga kota Bekasi yaitu sebesar 0,64 kg/orang/hari. Tabel 1 menunjukkan data timbulan sampah ekivalen jumlah penduduk.

Tabel 1 Timbulan sampah ekivalen jumlah penduduk

Jumlah Penduduk tahun 2013 (jiwa) Persentase Pelayanan Jumlah Penduduk terlayani (jiwa) Timbulan sampah di TPA (kg/hari) Angka Timbulan Sampah (kg/orang/hari) 2.554.499 55,45% 1.416.470 914.650 0,64 Komposisi Sampah

TPA Sumur Batu menerima sampah dari 12 kecamatan di kota Bekasi. Dari sumber sampah sebanyak 12 kecamatan ini, secara garis besar, sampah kota Bekasi yang masuk ke TPA Sumur Batu dapat digolongkan menjadi 3 jenis sumber, yaitu sumber permukiman, sumber pasar, serta sumber jalur container dan jalur protokol. Dari setiap sumber, diambil sampel sampah yang representatif, kemudian dipilah menjadi 8 jenis sampah, yaitu sampah

putrescible, plastik, logam atau kaleng, kaca, kertas, tekstil, karet, dan sampah lain-lain. Dari

pemilahan tersebut, diperoleh komposisi sampah permukiman, komposisi sampah pasar, dan komposisi sampah jalur container dan jalur protokol seperti dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Dari hasil sampling pada Gambar 2, diketahui bahwa sampah putrescible seperti daun-daunan dan sisa makanan masih mendominasi sebagian besar komposisi sampah dari ketiga sumber. Komposisi sampah putrescible dari permukiman yaitu sebesar 50,27%, dari jalur container dan protokol sebesar 73,91%, dan dari pasar sebesar 81,34%.

Ketiga data hasil sampling tersebut kemudian dikonversi terhadap persen berat sampah yang masuk ke TPA Sumur Batu. Konversi dilakukan berdasarkan data volume rata-rata sampah masuk setiap harinya dari setiap sumber, yang dikalikan dengan densitas truk dengan nilai 0,4. Hasil konversi untuk ketiga sumber tersebut kemudian dijumlahkan untuk memperoleh persentase komposisi sampah di TPA Sumur Batu. Persentase komposisi sampah TPA Sumur Batu dapat dilihat pada Gambar 3.

Berdasarkan data pada Gambar 3, sampah yang mendominasi komposisi sampah di TPA Sumur Batu yaitu sampah putrescible sebesar 58,56%. Sementara sampah lainnya yang cukup banyak terkandung antara lain sampah plastik sebanyak 11,52% dan sampah kertas sebanyak 11,14%. Sampah plastik yang ditemukan di TPA Sumur Batu yaitu plastik kemasan, plastik kresek, plastik bening, dan gelas plastik. Sangat jarang ditemui sampah botol plastik karena sebagian besar sampah jenis ini sudah diambil oleh pemulung di sumber. Sementara sampah kertas yang ditemukan antara lain sisa bungkus makanan, kertas bekas

(5)

yang sudah basah dan sampah tetrapak sisa kemasan minuman. Beberapa jenis sampah lain yang ditemukan yaitu sampah tekstil sebanyak 4,74%, sampah gelas dan kaca sebanyak 4,41%, sampah logam sebanyak 4,04%, sampah karet sebanyak 2,05%, dan sampah lain-lain sebanyak 3,55%.

Gambar 3 Komposisi sampah TPA Sumur Batu

Karakteristik Sampah

Karakteristik sampah pertama yaitu nilai densitas sampah. Nilai densitas yang diperoleh adalah hasil perbandingan berat sampel dengan volume sampel sampah di dalam

sampling box berukuran 34 cm x 34 cm x 46 cm. Pengukuran densitas dilakukan bersamaan

dengan pengukuran komposisi sampah, yaitu selama tiga hari. Data densitas rata-rata untuk tiga sumber dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Densitas sampah di sampling box

Karakteristik sampah kedua yaitu berupa karakteristik fisik dan kimia yang dianalisis di laboratorium. Sebelum dianalisis, sampah terlebih dahulu dipilah menjadi dua kategori,

Permukiman Jalur Container

& Protokol Pasar

0,229 0,222 0,206

Gambar 2 Komposisi sampah dari 3 sumber

(6)

yaitu sampah biodegradable dan sampah non-biodegradable, dengan menyisihkan materi inert. Kedua kategori sampah diuji untuk semua parameter, kecuali untuk uji kadar karbon organik dan uji kadar nitrogen yang hanya dilakukan untuk sampah biodegradable. Hasil uji karakteristik sampah di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik sampah dari analisis laboratorium

Parameter Unit Sampah

biodegradable Sampah non-biodegradable Kadar air %BB 71,26 26,45 Kadar volatil 550°C %BK 71,58 91,05 Kadar abu 900°C %BK 11,25 7,12

Nilai Kalor Cal/g 4456,94 9508,18

Rasio C/N 54,74 -

Dari hasil uji kadar air, diketahui kadar air sampah biodegradable yaitu sebesar 71,26% dan nilai kadar air sampah non-biodegradable sebesar 26,45%. Tingginya nilai kadar air pada sampah mengindikasikan banyaknya air yang terkandung dalam sampah. Sampah dengan nilai kadar air tinggi seperti sampah biodegradable baik untuk diolah dengan proses biologi yang membutuhkan kelembaban untuk proses dekomposisi dan fermentasi (Yousuf et

al., 2010).

Hasil uji kadar volatil pada suhu 550°C menunjukkan nilai sebesar 71,58% untuk sampah biodegradable dan nilai sebesar 91,05% untuk sampah non-biodegradable. Besarnya kadar volatil merepresentasikan banyaknya material sampah yang menguap melalui proses pembakaran. Nilai kadar volatil yang tinggi seperti pada sampah non-biodegradable berarti ketika sampah jenis ini diolah dengan pembakaran maka material sampah yang menguap lebih banyak daripada material yang tertinggal sebagai residu.

Hasil uji kadar abu pada suhu 900°C menunjukkan nilai sebesar 11,25% untuk sampah biodegradable dan nilai sebesar 7,12% untuk sampah non-biodegradable. Kadar abu berkaitan dengan potensi material sebagai bahan bakar. Kadar abu yang sedikit dari kedua kategori sampah yang diuji menunjukkan bahwa sampah dalam kategori ini memiliki kualitas sampah yang baik sebagai bahan bakar karena residu yang dihasilkan lebih kecil daripada kalor yang dihasilkan untuk proses pembakaran.

Hasil uji nilai kalor untuk sampah biodegradable yaitu sebesar 4456,94 Cal/gram dan untuk sampah non-biodegradable yaitu sebesar 9508,18 Cal/gram. Berdasarkan standar dari

European Association of Waste Thermal Treatment Companies for Specialised Waste (2003),

nilai kalor minimum untuk sampah yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam bentuk

refused derived fuel yaitu 15 MJ/kg atau 3580 cal/g. Mengacu kepada kriteria ini, maka

kedua kategori sampah yang diuji nilai kalornya merupakan jenis sampah yang layak dimanfaatkan sebagai sumber energi, namun memerlukan penelitian lebih lanjut.

Rasio C/N pada sampah biodegradable yaitu sebesar 54,74. Nilai C/N yang cenderung tinggi ini mengindikasikan bahwa sampah tersebut memiliki kandungan nitrogen yang rendah. Nilai C/N berhubungan dengan pengolahan sampah secara biologis. Untuk pengomposan, rasio C/N yang baik yaitu antara 25-30 (Damanhuri, 2010), sedangkan untuk proses anaerob, rasio C/N yang baik yaitu 20-30 (Verma, 2002). Nilai C/N yang tinggi pada sampah biodegradable dari TPA Sumur Batu dapat diseimbangkan misalnya dengan menambahkan substrat lain ke dalam proses pengolahan biologis sehingga dapat memenuhi kriteria yang dibutuhkan.

(7)

Proyeksi Timbulan Sampah

Proyeksi timbulan sampah dilakukan dalam rentang waktu 20 tahun ke depan dengan tiga skenario. Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulan sampah kota antara lain jumlah penduduk, angka timbulan sampah per orang per hari, dan usaha minimasi timbulan sampah (pembatasan, guna-ulang, daur-ulang). Sementara untuk timbulan sampah yang masuk ke TPA, selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah disebutkan, juga dipengaruhi oleh pelayanan pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan kota Bekasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulan sampah ini menjadi bagian dalam perancangan proyeksi timbulan sampah 20 tahun ke depan dengan tiga skenario. Hasil akhir dari skenario tersebut, yaitu nilai faktor-faktor yang mempengaruhi timbulan sampah pada tahun 2033 (akhir masa proyeksi), dirangkum dalam Tabel 4.

Tabel 4 Skenario Proyeksi Timbulan Sampah

No. Parameter Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

1. Penduduk Proyeksi dengan metode eksponensial dengan nilai koefisien korelasi (r2) = 0,7 2. Angka timbulan sampah pada

tahun 2033 (kg/orang/hari) 1,4 1,1 1,0

3. Daur-ulang pada tahun 2033 5% 10% 21%

4. Pelayanan pengangkutan

sampah pada tahun 2033 70% 70% 70%

Proyeksi penduduk dilakukan berdasarkan data jumlah penduduk kota Bekasi tahun 2006 – tahun 2011 dengan metode eksponensial. Proyeksi timbulan sampah dilakukan dengan angka timbulan sampah pada tahun 2013 sebesar 0,64 kg/orang/hari dan asumsi kenaikan timbulan sampah senilai 4% setiap tahunnya (Kardono, 2007). Asumsi kenaikan timbulan sampah sebesar 4% ini terus berlaku setiap tahun untuk Skenario 1 karena diasumsikan tidak ada tindakan pembatasan yang signifikan di mana sampah tetap terbentuk, sehingga pada tahun 2033 angka timbulan sampah mencapai 1,4 kg/orang/hari. Sementara pada Skenario 2, kenaikan 4% berhenti di angka 1,1 kg/orang/hari, dengan asumsi adanya keberhasilan pembatasan timbulan sampah hingga nilai timbulan tereduksi sampai 21,56% pada tahun 2033. Pada Skenario 3, kenaikan angka timbulan sebesar 4% berhenti pada angka 1,0 kg/orang/hari, dengan asumsi pembatasan timbulan sampah berhasil dan terus meningkat hingga nilai timbulan tereduksi sampai 28,70% pada tahun 2033.

Sementara itu, proyeksi persentase kegiatan daur-ulang di sumber ditetapkan dengan mengacu kepada data kota Bekasi pada tahun 2012 di mana kegiatan daur-ulang di sumber sebanyak 4,27%. Untuk Skenario 1, diasumsikan rata-rata persentase daur-ulang setiap tahunnya sebesar 5%, karena tidak ada perubahan sistem pengelolaan sampah yang signifikan. Untuk Skenario 2, diasumsikan setiap tahunnya ada kenaikan persentase daur-ulang sebesar 0,3%, sehingga pada tahun 2033 diperoleh persentase daur-daur-ulang sekitar 10%. Sedangkan untuk Skenario 3, diasumsikan ada kenaikan persentase daur-ulang sebesar 2,5% setiap tahun dan cenderung tetap pada nilai 21% hingga tahun 2033.

Selain timbulan di sumber, timbulan sampah yang masuk ke TPA juga dipengaruhi oleh berapa banyak sampah yang terangkut oleh Dinas Kebersihan kota Bekasi. Perencanaan persentase pelayanan pengangkutan sampah dalam tiga skenario di atas diasumsikan sama dengan mengacu kepada kondisi eksisting dan capaian target RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Dinas Kebersihan kota Bekasi. Pada tahun 2012, sampah yang terangkut ke TPA yaitu sebesar 48,44%, sementara target pada tahun 2013

(8)

sampah terangkut sebesar 55,45% dan terus meningkat hingga mencapai 70% pada tahun 2018 dan seterusnya.

Perbandingan timbulan sampah di TPA yang dihasilkan dari ketiga skenario ini dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat jika kota Bekasi masih menerapkan sistem pengelolaan sampah secara konvensional tanpa adanya reduksi yang berarti (Skenario 1), maka timbulan sampah yang harus ditangani di TPA pada tahun 2033 hampir mencapai 11.000.000 m3/tahun. Nilai ini sangat besar dan akan mengakibatkan semakin sulitnya menampung sampah-sampah tersebut karena keterbatasan lahan yang ada. Sementara itu, pada Skenario 2 menunjukkan sampah yang perlu ditangani sekitar 8.000.000 m3/tahun dan pada Skenario 3 sampah yang perlu ditangani sekitar 6.000.000 m3/tahun. Dengan pertimbangan kondisi eksisting penanganan sampah saat ini dan kebutuhan yang mendesak untuk mereduksi sampah berdasarkan UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, maka untuk merancang sistem penanganan sampah di TPA digunakan data proyeksi timbulan sampah dari Skenario 2.

Rancangan Penanganan Sampah Terintegrasi

Komposisi sampah TPA Sumur Batu menunjukkan bahwa sampah biodegradable adalah komposisi yang dominan, yaitu sebesar 69,7% (sampah putrescible 58,56% dan sampah kertas 11,14%). Untuk memaksimalkan potensi reduksi timbunan sampah di lahan urug, sampah dengan komposisi dominan dipilih sebagai fokus utama pengolahan dalam sistem penanganan sampah ini. Karakter sampah biodegradable berdasarkan hasil uji laboratorium yaitu kadar airnya tinggi (71,26%), sehingga metode pengolahan yang cocok untuk sampah ini adalah pengolahan biologis.

Rancangan sistem penanganan sampah di TPA terdiri dari pretreatment sampah, pengolahan sampah dengan komposting dan reaktor anaerob, pemanfaatan kompos dan biogas, penanganan residu reaktor anaerob, dan pembuangan sampah sisa ke lahan urug. Target penanganan sampah yang ingin dicapai pada tahun 2033 adala 15% sampah diambil untuk didaur-ulang, 35% sampah diolah dengan komposting, 5% sampah diolah dengan reaktor anaerob, dan sisanya sebesar 45% sampah dibuang di landfill. Proses secara keseluruhan dapat dilihat pada diagram alir di Gambar 5. Penjelasan diagram alir tersebut yaitu sebagai berikut.

Rangkaian proses yang berlangsung dimulai dari sampah dibawa masuk oleh truk ke lokasi pengolahan sampah. Truk kemudian melakukan registrasi di pos masuk. Setelah proses registrasi, truk menuangkan sampah yang dibawanya di bak penerimaan sampah. Dari bak ini kemudian sampah akan dialirkan melalui conveyor belt untuk dipilah secara manual oleh petugas. Sampah yang dipilah secara garis besar terdiri dari fraksi biodegradable dan fraksi

(9)

non-biodegradable. Fraksi biodegradable yang ingin dimanfaatkan dibiarkan tinggal di conveyor, sementara fraksi non-biodegradable disingkirkan. Pada proses pemilahan tersebut

fraksi non-biodegradable yang masih dapat dimanfaatkan seperti plastik, kaleng atau logam, dan kaca dipisahkan agar dapat dibawa pemulung untuk proses daur ulang. Sampah

non-biodegradable lainnya dikategorikan sebagai kontaminan dan akan dibawa oleh truk menuju

lahan urug. Sementara fraksi biodegradable yang akan dimanfaatkan kemudian dicacah terlebih dahulu sebelum diolah dengan komposting dan dicampur dengan air untuk dipompa menuju reaktor.

Dari pengolahan sampah di reaktor akan dihasilkan biogas dan residu berupa lumpur. Biogas yang dihasilkan akan diolah untuk mendapatkan gas dengan kualitas serupa dengan gas alam yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Sedangkan residu yang dihasilkan akan mengalami proses dewatering di mana fraksi cair dari lumpur akan diresirkulasi ke reaktor dan fraksi padat dari lumpur akan digunakan sebagai tanah penutup pada lahan urug. Limbah cair dari proses pengolahan yang telah diresirkulasi beberapa kali kemudian akan diolah di IPAL untuk kemudian secara aman dibuang ke lingkungan.

Reaktor Anaerob

Reaktor anaerob merupakan bagian dari rancangan sistem penanganan sampah terintegrasi. Studi untuk reaktor anaerob ini merupakan studi pendahuluan yang meliputi penentuan parameter desain reaktor berdasarkan berbagai referensi dan penentuan kapasitas pengolahan reaktor. Proses fermentasi anaerob yang direncanakan yaitu reaktor dengan desain plug-flow reactor satu tahap, proses fermentasi kering (total solid 20-40%), dan temperatur mesofilik. Salah satu reaktor komersil yang memiliki konsep serupa dengan perancangan ini adalah “Valorga”, reaktor anaerob dari Prancis, maka dalam penetapan parameter desain selain mengacu kepada berbagai literatur kriteria desain juga mengacu kepada aplikasi reaktor Valorga di berbagai belahan dunia.

Reaktor anaerob untuk TPA Sumur Batu didesain untuk beroperasi dalam kondisi mesofilik, yaitu dalam suhu 38°C, dengan kepadatan substrat (total solid) senilai 30%, dan

organic loading rate (OLR) senilai 5 kg VS/m3 hari. Ditentukan pula waktu retensi substrat Gambar 5 Bagan alir proses sistem penanganan sampah terintegrasi

(10)

di dalam reaktor yaitu selama 20 hari. Sedangkan untuk volatile solid, digunakan data dari uji laboratorium yaitu nilai volatile solid sebesar 70% dari total solid.

Perancangan pengolahan dalam reaktor ini dihitung hanya untuk lima tahun pengoperasian awal reaktor, di mana ekspektasi sampah terolah yaitu 1% dari sampah masuk ke TPA. Berdasarkan proyeksi timbulan sampah dengan Skenario 2, pada lima tahun pertama pengoperasian, sampah yang perlu diolah yaitu sekitar 19-30 ton/hari. Nilai ini digunakan untuk menentukan massa sampah yang masuk per hari, di mana untuk perancangan ini diambil nilai 30 ton/hari.

Melalui perhitungan yang dilakukan, diketahui nilai massa volatil sampah adalah 6,3 ton VS/hari atau 6300 kg VS/hari. Nilai ini digunakan untuk menentukan volume zona aktif reaktor yang dibutuhkan. Dengan parameter desain OLR 5 kg VS/m3 hari, volume zona aktif reaktor yang dibutuhkan untuk mengolah 6300 kg VS/hari yaitu sebesar 1260 m3 atau dibulatkan menjadi 1300 m3. Dengan volume reaktor 1300 m3 dan waktu retensi 20 hari, diketahui bahwa debit sampah masuk ke reaktor yaitu sebesar 65 m3/hari.

Total biogas yang diproduksi dalam proses fermentasi di reaktor anaerob bergantung pada massa sampah yang masuk, kandungan volatil dari sampah, dan persentase volatil terdestruksi (VS destroyed), karena kandungan volatil yang terdestruksi inilah yang akan diubah menjadi biogas. Menurut Vandevivere dkk (2002), banyaknya kandungan volatil terdestruksi dalam proses fermentasi kering diekspektasi sekitar 50-70%. Sementara menurut Stenstrom dkk (1981), nilai produksi biogas untuk fermentasi kering di temperatur mesofilik yaitu 0,74-1,65 m3/kg VS destroyed.

Perhitungan kasar untuk produksi biogas dapat dilakukan dengan mengasumsikan volatil yang terdestruksi dalam proses sebesar 60% dan dan angka produksi biogas sebesar 0,74 m3/kg VS destroyed. Perhitungan dapat dilakukan dengan mengikuti alur sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 6 berikut.

Gambar 6 Alur perhitungan total produksi biogas

Dengan nilai persentase destruksi kandungan volatil dan produksi yang telah diasumsikan, total solid 30% dan volatil solid 70%, total volume biogas yang dihasilkan yaitu 93 m3/ton sampah. Angka prediksi ini mendekati total biogas yang umumnya dihasilkan dalam proses anaerob, yaitu sekitar 100-200 m3 (RISE-AT, 1998 dikutip oleh Verma, 2002). Dari biogas yang dihasilkan ini, kandungan metan (CH4) yang berpotensi sebagai sumber energi sekitar 50-70% dari total volume gas (Rapport dkk, 2008) dengan produksi metan sekitar 10-300 Nm3 CH4/ton VS dengan asumsi 50-70% VS terdestruksi (Vandevivere dkk, 2002).

Selain biogas, reaktor anaerob juga menghasilkan residu berupa lumpur yang perlu penanganan lebih lanjut. Setelah melalui proses dewatering, fraksi padat dari lumpur ini disiapkan untuk digunakan sebagai tanah penutup lahan urug. Residu dari reaktor anaerob sebenarnya dapat digunakan untuk beberapa fungsi lain, di antaranya adalah bahan untuk komposting dan bahan untuk refused derived fuel (RDF). Pemilihan penggunaan fraksi padat dari reaktor anaerob sebagai tanah penutup lahan urug yaitu dengan pertimbangan kebutuhan

(11)

tanah penutup harian untuk operasional sanitary landfill yang sulit diterapkan karena tidak adanya biaya untuk membeli tanah.

KESIMPULAN

TPA Sumur Batu pada tahun 2013 memiliki timbulan sampah masuk TPA sebesar 2286,625 m3/hari, dengan angka timbulan sampah warga kota Bekasi sebesar 0,64 kg/orang/hari. Komposisi sampah dominan TPA Sumur Batu adalah sampah biodegradable, terdiri dari sampah putrescible (58,56%) dan sampah kertas (11,14%) yang memiliki kandungan air besar (71,26%) sehingga baik untuk diolah dengan pengolahan biologis.

Penanganan sampah terintegrasi dan target yang ingin dicapai yang dirancang untuk TPA Sumur Batu terdiri dari recovery sampah 15%, komposting sampah 35%, pengolahan sengan reaktor anaerob 5%, dan sisanya 45% di lahan urug.

Reaktor anaerob yang dirancang untuk TPA Sumur Batu memiliki volume 1300 m3 dengan debit sampah masuk yang diolah sebesar 65 m3/hari dan kapasitas pengolahan sekitar 10.950 ton sampah/tahun.Dengan total solid 30%, kandungan volatil 70%, dan asumsi kandungan volatil terdestruksi 60% dan angka produksi biogas 0,74 m3/kg VS destroyed, total biogas yang dihasilkan yaitu sekitar 93 m3/ton sampah.

DAFTAR PUSTAKA

Alibardi, Luca. (2011). Mechanical-Biological Treatment. Environmental Project Work Course. University of Padua, Padua, Italy.

Ariani, Irine. (2003). Optimasi Pembentukan Gas Metan (CH4) dari Degradasi Sampah Kota Secara Anaerob dengan Pencampuran Lumpur Tangki Septik.

Damanhuri, E., Handoko W., & Padmi, T. (2010). Municipal Solid Waste Management in Indonesia. Dipublikasikan dalam: Municipal Solid Waste Management in Asia and the Pacific Islands, halaman 95-112. Penerbit ITB: Bandung.

Damanhuri, E. & Padmi, T. (2010). Pengelolaan Sampah. Penerbit ITB: Bandung. Damanhuri, E. (2010). Pra-rancang Landfill. Penerbit ITB: Bandung.

Directorate General Environment European Commission. (2003). Refused Derived Fuel, Current Practice and Perspectives Final Report.

Kardono. 2007. Integrated Solid Waste Management in Indonesia. Proceedings of International Symposium on EcoTopia Science.

Regional Information Service Centre for South East Asia on Appropriate Technology (RISE-AT). (1998). Review of current status of Anaerobic Digestion Technology for treatment of MSW.

Undang-Undang Republik Indonesia No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Stenstrom, M.K., Ng, A.S., Bhunia, P.K., and Abramson, S.D. (1981).Anaerobic Digestion of Classified Municipal Solid Wastes. Final report to Cal Recovery Sytems, Inc.

Vandevivere, P., De Baere, L., & Verstraete, W. (2002). Types of Anaerobic Digesters for Solid Wastes. Dipublikasikan dalam: Biommethanization of the Organic Fraction of Municipal Solid Wastes. Halaman 111-140. IWA Publishing: Barcelona.

Verma, Shefalie. (2002). Anaerobic Digestion of Biodegradable Organics in Municipal Solid Wastes. Master Thesis. Columbia University, New York, United States of America. Yousuf, T., Huda, K.M.N., & Rahman, M.M. (2010). Municipal Solid Waste Management in

Bangladesh. Dipublikasikan dalam: Municipal Solid Waste Management in Asia and the Pacific Islands, halaman 29-50. Penerbit ITB: Bandung.

Gambar

Gambar  1 Metode sampling komposisi sampah
Tabel 1 Timbulan sampah ekivalen jumlah penduduk
Gambar 3 Komposisi sampah TPA Sumur Batu
Tabel 3 Karakteristik sampah dari analisis laboratorium
+5

Referensi

Dokumen terkait

penga%ar yang sementara studi S2 dan atau S8 di dalam dan luar negeri sebanyak C #rang$ yang dalam waktu singkat dapat menyelesaikan studinya dan selan%utnya akan

Dalam penulisan tesis ini akan dijelaskan analisis regresi logistik multilevel untuk data pengukuran berulang dengan menggunakan metode estimasi PQL berda-sarkan prosedur

Berdasarkan dari hasil analisis regresi antara pendidikan formal (X 2 ) terhadap kemampuan membaca Al-Qur’an (Y) pada tabel 4.54 menunjukkan signifikan t 0,131

Di sepanjang sungai, kami menemukan kodok dan katak yang jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan ekspedisi-ekspedisi sebelumnya.. Saya sedikit kecewa untuk temuan

Adalah menjadi tanggungjawab Ketua Projek / Penyelidik Utama / Ketua Pusat Penyelidikan / Ketua Pusat Tanggungjawab bagi pelantikan yang mana berkenaan untuk melaporkan kepada

Skripsi berjudul Hubungan antara Pengetahuan Santri tentang PHBS dan Peran Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies

1 : Catatan harian atas hasil penebangan yang dibuat di TPn, berisi nomor batang, jenis, panjang, dan volume kayu bulat yang telah diberi penandaan pada fisik kayunya dari

Ltd Exploration 45 South Jambi Block "B" PSC ConocoPhilips Production 46 Sukaraja TAC Easco PT Rehabilitation 47 Sumbagsel PSC Cooper Energy Exploration 48