• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan sistem informasi geografis (SIG) untuk analisis kelayakan perluasan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Cipeucang Kota Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan sistem informasi geografis (SIG) untuk analisis kelayakan perluasan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Cipeucang Kota Tangerang Selatan"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

ACHMAD FAUZI

NIM 1111015000103

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iii

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Cipeucang Kota Tangerang Selatan”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan area perluasan TPA Sampah Cipeucang.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Objek dalam penelitian ini adalah seluruh area yang dijadikan sebagai perluasan dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipeucang. Penelitian ini menilai kelayakan aspek fisik dan aspek sosial area perluasan tempat pembuangan akhir sampah Cipeucang yang berdasarkan SK SNI T-11-1991 tentang tata cara pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Kelayakan aspek fisik dianalisis dengan melakukan pembobotan pada setiap kriteria dan menggunakan aplikasi ArcView 3.1, ArcGis

10.1 sedangkan untuk kelayakan aspek sosial menggunakan instrumen observasi,

wawancara dan dokumentasi.

Hasil dari analisis menunjukkan bahwa area perluasan tempat pembuangan akhir sampah Cipeucang termasuk kedalam tingkat kelayakan kurang sesuai. Dari hasil analisis kelayakan aspek fisik area perluasan tergolong kedalam kawasan curah hujan tinggi dan berada dekat dengan pemukiman serta sungai. Hasil analisis sosial melalui wawancara menyimpulkan bahwa masyarakat tidak banyak yang mengetahui dan tidak menerima adanya perluasan.

(6)

iv

Cipeucang South Tangerang City".

This research aims to know the feasibility of the expansion area Cipeucang landfill waste.

This research is quantitative research using survey method. The object of this research are all areas that serve as an extension of Landfill Waste Cipeucang. The study assessed the feasibility of the physical aspect and the social aspect of the expansion area landfill Cipeucang based SK SNI T-11-1991 regarding the procedure for the selection of sites landfill. Feasibility physical aspect has been analyzed by weighting of each criterion and use the application ArcView 3.1, ArcGIS 10.1, while for the feasibility of using the instrument of social aspects of observation, interviews and documentation.

The results of the analysis showed that the expansion of the area of landfill Cipeucang included into the category feasibility less appropriate. From the analysis of the feasibility of the physical aspect of the extension area classified into high rainfall area and is close to the settlement and the river. Results of social analysis through interviews concluded that the public are not many who know and do not accept the extension.

(7)

v

melimpahkan rahmat dan karunianya setiap saat, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis persebaran mahasiswa luar Pulau

Jawa di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (Studi Kasus :

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun Akademik 2011-2015)”. Shalawat serta salam semoga tetap Allah

limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita

dapat merasakan indahnya hidup dibawah naungan Islam.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Iwan Purwanto, M. Pd., Ketua program studi Pendidikan IPS Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Drs. Syaripulloh, M.Si., Sekretaris Jurusan Program Studi Pendidikan IPS

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatulah Jakarta.

4. Sodikin, M.Si., dan Drs. Banajid selaku Dosen Pembimbing yang dengan

penuh kesabaran dan penuh perhatian, ketelatenan, dalam memberikan

bimbingan serta arahan dalam penulisan skripsi ini, dan terima kasih yang

sebesar-besarnya atas waktu yang diluangkannya. Semoga Allah SWT

memberikan kesehatan dan kebaikannya dibalas dengan berlipat ganda.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya

program studi Pendidikan IPS yang telah memberikan ilmunya yang tak

(8)
(9)

vii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 6

BAB II ... 7

A. Kajian Teori ... 7

1. Pengertian Sampah ... 7

2. Sumber dan Produksi Sampah ... 8

3. Pengelolaan Sampah ... 9

4. Pengeolahan Sampah ... 11

5. Tempat Pembuangan Akhir Sampah ... 12

6. Dampak Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan ... 14

7. Sistem Infromasi Geografis (SIG) ... 15

8. Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 16

(10)

viii

BAB III ... 23

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

1. Tempat Penelitian ... 23

2. Waktu Penelitian ... 23

B. Metode Penelitian ... 24

C. Alat dan Bahan ... 26

1. Alat ... 26

2. Bahan ... 26

D. Populasi dan Sampel ... 27

1. Populasi ... 27

2. Sampel ... 27

a. Sampel Aspek Fisik ... 28

b. Sampel Aspek Sosial ... 28

E. Teknik Pengumpulan Data ... 28

1. Observasi ... 30

2. Wawancara ... 30

3. Dokumentasi ... 31

F. Teknik Analisis Data ... 31

1. Aspek Fisik ... 31

2. Aspek Sosial (Observasi) ... 33

3. Aspek Persepsi Masyarakat ... 34

4. Tingkat Kelayakan Perluasan TPA ... 36

BAB IV ... 37

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 37

1. Letak Geografis ... 37

2. Kondisi Fisik ... 37

a. Topografi ... 38

(11)

ix

a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 45

c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 47

B. Deskripsi Data ... 47

1. Tingkat Kelayakan Perluasan TPA Aspek Fisik ... 47

a. Curah Hujan ... 48

b. Kelerengan ... 49

c. Potensi Muka Air Tanah ... 49

d. Litologi ... 50

2. Faktor Pembatas Kelayakan Fisik ... 56

3. Tingkat Kelayakan Perluasan TPA Aspek Sosial ... 59

4. Aspek Persepsi Masyarakat ... 66

a. Identitas Responden ... 66

b. Persepsi Masyarakat ... 61

5. Tingkat Kelayakan Perluasan TPA ... 64

C. Pembahasan ... 66

D. Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB V ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(12)

x

Tabe 2.2 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber

Sampah

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

Tabel 3.2 Kisi – Kisi Wawancara

Tabel 3.3 Kriteria Kelayakan Fisik

Tabel 3.4 Rentang Nilai Kriteria Kelayakan Fisik TPA

Tabel 3.5 Faktor pembatas kriteria kelayakan fisik TPA

Tabel 3.6 Kriteria kelayakan sosial TPA

Tabel 3.7 Rentang nilai kriteria kelayakan Sosial TPA

Tabel 3.8 Rentang Nilai Karateristik Kelayakan TPA

Tabel 3.9 Tingkat kelayakan Perluasan TPA

Tabel 4.1 Tabel penggunaan Lahan kelurahan Serpong

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia (Tahun)

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama atau Kepercayaan

Tabel 4.5 Data Curah Hujan Kelurahan Serpong

Tabel 4.6 Kelayakan Fisik Area Perluasan

Tabel 4.7 Kriteria Kelayakan Fisik Area Perluasan TPA

Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Aspek Sosial (Observasi)

Tabel 4.9 Kriteria Kelayakan Aspek Sosial (Observasi)

Tabel 4.10 Tingkat Kelayakan Perluasan TPA

(13)

xi

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kelurahan Serpong

Gambar 4.2 Peta Curah Hujan Kelurahan Serpong

Gambar 4.3 Peta Kemiringan Lereng Desa Serpong

Gambar 4.4 Peta Kelerengan

Gambar 4.5 Peta Muka Air Tanah Kelurahan Serpong

Gambar 4.6 Peta Litologi Kelurahan Serpong

Gambar 4.7 Peta Hasil Overlay Kelayakan Perluasan Aspek Fisik

Gambar 4.8 Peta Eksisting Area Perluasan TPA Cipeucang (Dengan

Faktor Pembatas Fisik Buffer Pemukiman)

Gambar 4.9 Peta Eksisting Area Perluasan TPA Cipeucang (Dengan

(14)

1

Perkembangan perkotaan di Indonesia dewasa ini tumbuh dengan pesat

sesuai dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang relatif tinggi. Pesatnya

pertumbuhan penduduk perkotaan secara umum disebabkan adanya

pertambahan alami penduduk perkotaan dan migrasi dari desa ke perkotaan.

Menurut Bintarto “kota sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh

unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang

cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis

dibandingkan daerah belakangnya”.1Perkembangan penduduk daerah

perkotaan yang sangat pesat dewasa ini, tidak terlepas dari pengaruh dorongan

berbagai kemajuan teknologi, transportasi dan sebagainya. Hal ini merupakan

kenyataan bahwa perkotaan merupakan lokasi yang paling efisien dan efektif

untuk kegiatan-kegiatan produktif serta menjadi daya tarik untuk masyarakat

yang ada di desa dengan tujuan untuk memperbaiki nasib mereka. Menurut Tjahyati “akibatnya urbanisasi menjadi suatu fenomena yang tidak dapat dielakan lagi dalam pembangunan perkotaan”.2 Urbanisasi meliputi perubahan

penduduk, proses produksi dan lingkungan sosial ekonomi pedesaan ke

ekonomi kota. Adanya urbanisasi menyebabkan antar hubungan manusia,

makhluk lain, sumber daya dan teknologi dengan lingkungan hidup di kota

menjadi berubah akibat perilaku manusia, sehingga perkembangan kota tidak

pernah terlepas dari aspek lingkungan hidup. Perilaku manusia yang

mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lainnya tersebut dari hari - kehari berkembang menjadi aktivitas yang lebih

dinamis dan serba kompleks.

1

Bintarto, R., Geografi Kota, Pengantar, (Yogyakarta : Spring, 1977), h.36 2

(15)

Menurut Hendro “Guna mendorong aktivitas manusia yang dinamis dan kompleks tersebut diperlukan dukungan prasarana kota, seperti prasarana air bersih, prasarana air buangan/hujan, dan prasarana persampahan serta sanitasi yang memadai baik secara kuantitatif maupun kualitatif, agar seluruh aktivitas penduduk tersebut dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar dan sehat”.3

Setiap aktivitas manusia kota baik secara pribadi maupun kelompok, baik

di rumah, kantor, pasar dan dimana saja berada, pasti akan menghasilkan sisa

yang tidak berguna dan menjadi barang buangan. Sampah merupakan

konsekuensi adanya aktivitas manusia dan setiap manusia pasti menghasilkan

buangan atau sampah. Menurut Oktasari “sampah adalah sisa suatu usaha atau

kegiatan yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik

yang bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai dan dianggap sudah

tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan”.4 Kehadiran sampah kota

merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pengelola

kota, terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarananya. Keberadaan

sampah tidak diinginkan bila dihubungkan dengan faktor kebersihan,

kesehatan, kenyamanan dan keindahan (estetika). Sampah sebagai hasil

samping dari berbagai aktifitas/kegiatan dalam kehidupan manusia maupun

sebagai hasil dari suatu proses alamiah sering menimbulkan permasalahan

serius di wilayah-wilayah pemukiman penduduk.

Proses penanganan sampah dimulai dari proses pengumpulan sampai

dengan tempat pembuangan akhir (TPA) secara umum memerlukan waktu

yang berbeda sehingga diperlukan ruang untuk menampung sampah pada

masing - masing proses tersebut. Guna memenuhi kebutuhan ruang dalam

menetapkan lokasi TPA seringkali dijumpai masalah-masalah besar yang

perlu ditangani dengan seksama, seperti ketersediaan lahan, konflik

kepentingan dan penurunan mutu lingkungan. Berbagai kasus lokasi TPA

sampah yang terindikasi bermasalah dalam ketersediaan lahan, konflik

kepentingan dan penurunan mutu lingkungan. Pembuangan akhir sampah

3

Hendro, Dimensi Keruangan Kota, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2001), h.43 4

(16)

(TPA) adalah tempat yang digunakan untuk menyimpan dan memusnahkan

sampah dengan cara tertentu sehingga dampak negatif yang ditimbulkan

kepada lingkungan dapat dihilangkan atau dikurangi. Perkiraan-perkiraan

dampak penting suatu lokasi TPA yang berpengaruh kepada masyarakat saat

operasi maupun sesudah beroperasi harus sudah dapat diduga sebelumnya.

Pendugaan dampak ini, diantaranya berkaitan dengan penerapan kriteria

pemilihan lokasi TPA sampah. Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah di

Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Standar Nasional Indonesia (SK

SNI) T-11-1991-03 yang tertuang dalam Keputusan Direktorat Jenderal Cipta

Karya No: 07/KPTS/CK/1999. Penetapan Lokasi TPA pada dasarnya juga

untuk kepentingan masyarakat dalam upaya menangulangi sampah kota.

Mengamati kenyataan gagalnya operasional TPA Cipeucang yang

disebabkan oleh adanya respon masyarakat terhadap keberadaan TPA di

lingkungannya, maka keberhasilan operasional suatu TPA sangat dipengaruhi

oleh persepsi masyarakat tersebut. Kota Tangerang Selatan merupakan salah

satu kota yang berkembang relatif cukup pesat, ditandai dengan pertumbuhan

penduduk sebesar 4% per tahun dan pertumbuhan jumlah permukiman serta

intensitas kegiatan kotanya yang cukup tinggi. Peningkatan jumlah penduduk,

permukiman dan intensitas kegiatan kota Tangerang Selatan menyebabkan

meningkatnya produksi sampah yang dihasilkan dari rumah tangga maupun

industri. Peningkatan volume sampah yang tidak diikuti dengan sarana

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang memadai dan sesuai dengan

kriteria-kriteria yang ada akan dapat menimbulkan masalah lingkungan yang

dapat mengganggu kehidupan masyarakat Kota Tangerang Selatan.

Sampah Kota Tangerang Selatan saat ini dibuang ke TPA yang berlokasi

di Cipeucang dengan metoda pengelolaan sanitary landfill. Pada saat ini kapasitas TPA Cipeucang sudah over load, dan diperkirakan tidak akan bisa menampung sampah lagi pada tahun 2016, sehingga dalam kaitan peningkatan

operasional pelayanan diperlukan perluasan TPA Cipeucang. Dengan adanya

(17)

akan memperluas wilayah TPA Cipeucang, pada saat ini TPA Cipeucang

memiliki lahan seluas 6 Ha, tetapi hanya 2,5 Ha yang digunakan untuk

menampung sampah setiap hari hampir 130 ton masuk. TPA ini sebenarnya

memiliki lahan seluruhnya seluas 15 Ha tetapi baru sekitar 6 Ha yang bisa

dipergunakan dan lahannya sudah dibebaskan, lahan tersebut sudah termasuk

zona satu dan zona dua.

Peruntukkan area yang akan dijadikan sebagai perluasan lokasi TPA

menimbulkan banyak pertanyaan mengingat pada saat ini saja banyak

masyarakat sekitar yang mengeluh tentang bau yang menyengat sepanjang

hari dan kondisi kesehatan mereka yang harus sering pergi ke puskesmas

karena pencemaran udara dan air tanah.

Menurut Fajar Setiawan “survei dan pemetaan lokasi yang sesuai untuk TPA sampah, jika dilakukan secara terestris akan memerlukan waktu, tenaga

dan biaya yang besar”,5 dengan memanfaatkan data dari hasil pengelolaan

peta, kriteria lahan tersebut dapat diekstraksi dengan harapan kegiatan

mengevaluasi lahan yang dijadikan lokasi TPA menjadi lebih mudah

dikerjakan dengan hasil yang lebih optimal dari segi waktu, biaya dan tenaga.

Pemrosesan atau manipulasi data spasial merupakan salah satu kemampuan

SIG dalam menghasilkan informasi baru secara lebih cepat dan efisien.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang kondisi

fisik lahan yang akan digunakan sebagai TPA dengan bantuan SIG. Sehingga

peneliti membuat penelitian dengan judul “PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH CIPEUCANG KOTA TANGERANG SELATAN”.

5

(18)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah dapat di

identifikasi sebagai berikut:

1. Pertumbuhan jumlah penduduk meningkat sehingga jumlah sampah juga

meningkat.

2. Kapasitas TPA sampah Cipeucang sudah tidak dapat menampung untuk

tahun operasional berikutnya.

3. Area TPA sampah Cipeucang dilakukan perluasan agar dapat menampung

sampah.

4. Area yang dijadikan sebagai perluasan TPA sampah Cipeucang harus

memenuhi kriteria kelayakan TPA sampah.

C. Pembatasan Masalah

Keterbatasan peneliti dalam waktu, tenaga dan biaya, serta untuk

memudahkan pembahasan skripsi ini, menjaga agar penelitian lebih fokus dan

terarah, tidak menimbulkan keraguan dan salah penafsiran, maka diperlukan

adanya pembatasan masalah, oleh karena itu penelitian dibatasi pada “Bagaimana tingkat kelayakan area perluasan TPA Sampah Cipeucang”

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah serta

pembatasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat kelayakan area perluasan TPA Sampah Cipeucang?”

E. Tujuan Penelitian

(19)

F. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

adanya suatu kontribusi hasil penelitian baik secara teoritis ataupun secara

praktis, manfaat-manfaat tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi acuan untuk perkembangan

ilmu geografi, khususnya dalam mengkaji dan menjelaskan permasalahan

tentang kelayakan lahan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan

pengetahuan kepada masyarakat tentang kelayakan lahan yang akan

dijadikan sebagai perluasan TPA.

b. Bagi lembaga pemerintahan, diharapkan penelititan ini memberikan

rekomendasi untuk kepentingan pemerintahan.

c. Bagi pendidikan diharapkan dapat berguna sebagai bahan kajian dalam

pelajaran IPS dan khususnya geografi.

d. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,

pengalaman ilmu dibidang geografi, penggunaan Sistem Infromasi

(20)

7 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pengertian Sampah

Sampah sebagai hasil samping dari berbagai aktifitas atau kegiatan

dalam kehidupan manusia maupun sebagai hasil dari suatu proses alamiah

sering menimbulkan permasalahan serius di wilayah-wilayah pemukiman

penduduk.

Menurut Tchobanoglous keberadaan sampah tidak diinginkan bila dihubungkan dengan faktor kebersihan, kesehatan, kenyamanan dan keindahan, sehingga harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan yang mengakibatkan kemunduran lingkungan (urban environment degradation) dan dapat membahayakan kehidupan manusia.1

Menurut Kodoatie “Sampah adalah segala buangan akibat aktifitas manusia dan hewan, biasanya berupa padatan yang dianggap tidak berguna lagi”.2

Sedangkan menurut Hadi “Sampah yang dibuang akan menjadi beban bumi, yang artinya ada resiko-resiko yang akan ditimbulkannya”.3

Menurut Hadiwiyoto “Ciri-ciri dari sampah adalah: (1) merupakan bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi (barang bekas) maupun bahan yang sudah tidak diambil bagian utamanya; (2) merupakan bahan yang sudah tidak ada harganya; (3) bahan buangan yang tidak berguna dan banyak menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan pada kelestarian lingkungan”.4

Dapat disimpulkan bahwa sampah adalah sisa-sisa bahan yang

mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian

utamanya, atau karena pengolahan dan sudah tidak ada manfaatnya bila

ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya, sedangkan dari segi

lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan lingkungan.

1

Kodiatie, Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h.100

2

Ibid., h.312 3

Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, (Jakarta: Melton Putra, 2000), h.40

4

(21)

2. Sumber dan Produksi Sampah

Sumber sampah berasal dari berbagai fasilitas dan aktifitas manusia yang

dapat dihubungkan dengan tata guna lahan dan peruntukkannya. Melalui

pemahaman sumber sampah dapat diketahui timbulan sampah yang

dihasilkan. Jumlah timbulan sampah dapat diketahui untuk menentukan

jumlah sampah yang akan dikelola, hal ini erat kaitannya dengan sistem

pengumpulan dan pembuangan akhir sampah yang menyangkut jenis sarana

dan jumlah peralatan yang dibutuhkan.

Tabel 2.1

Tipe Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas, Lokasi Dan Sumber Sampah

Sumber Fasilitas, Aktifitas Dan Lokasi Tipe Sampah

Pemukiman Tempat tinggal satu keluarga dan banyak, apartemen kecil, sedang dan besar

Sampah makanan, sampah kering, sampah debu dan sampah khusus Komersial Toko, restoran, pasar, kantor,

hotel, motel, bengkel, fasilitas kesehatan.

Sampah makanan, sampah kering, debu dan sampah berbahaya Perkotaan Gabungan tempat tinggal dan

komersial

Sampah gabungan yang berasal dari pemukiman dan komersial

Industri Konstruksi, pabrik, kimia, penyulingan

Barang industri rumah tangga, sisa pengepakan, sisa makanan, industri konsrutksi, sampah pantai, tempat rekreasi, lorong, tanah kosong

Pertanian Lahan pertanian, ladang dan kebun

(22)

Menurut Standar Nasional Indonesia Nomor T-13-1990-F yang

dikeluarkan Departemen Pekerjaan Umum pengertian “Timbulan sampah

atau produksi sampah adalah banyaknya sampah yang dihasilkan suatu

wilayah perhari, dinyatakan dalam sautan volume ataupun dalam satuan berat”.5

Sedangkan dalam SNI nomor 19-2454-2002 “Jumlah sampah yang

lebih dikenal dengan timbulan sampah diberikan pengertian yaitu banyaknya

sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per

kapita per hari, atau per luas bangunan, atau per panjang jalan”.6

Tabel 2.2

Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen-Komponen Sumber Sampah

Pengelolaan sampah sangat penting untuk diperhatikan, karena

kegiatan ini adalah berkesinambungan, mulai dari cara sampah di

kumpulkan, di angkut sampai berada di tempat pembuangan akhir. Jika

pengelolaan sampah yang tidak tepat sasaran akan menimbulkan masalah

yang berantai.

5

SNI No T-13-1990-F, Dep. Pekerjaan Umum. 6

(23)

Menurut Departemen Pekerjaan Umum “Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian timbulnya sampah, pengumpulan, transfer, transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir pembuangan sampah, dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang erat kaitannya dengan respon masyarakat”.7

Pengelolaan sampah di Indonesia diatur melalui peraturan daerah

dengan tujuan memindahkan sampah dari tempat asalnya ke tempat

penampungan akhir dengan cepat agar tidak membahayakan lingkungan.

Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui tiga

tahapan kegiatan, yakni: pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan

akhir/pengolahan. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu sistem,

sehingga masing-masing tahapan dapat disebut sebagai sub sistem.

Kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus

bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sejak di sumbernya.

Menurut SNI nomor T-13-1990-F yang dikeluarkan oleh Departemen

Pekerjaan Umum pengelolaan sampah di perkotaan dibagi menjadi tiga

tahapan yaitu:

a. Pengumpulan sampah

Pengumpulan sampah dilakukan mulai dari tempat asalnya, seperti

rumah-rumah, kantor-kantor dan sumber penghasil sampah lainnya.

Untuk kawasan permukiman penanganan sampah dilakukan oleh

organisasi RT/RW. Pengumpulan dilakukan menggunakan gerobak

sampah dari rumah ke rumah, kemudian sampah ditampung di tempat

penampungan sampah sementara (TPS).

b. Pengangkutan sampah

Sampah yang terkumpul di TPS kemudian diangkut dengan truk

khusus. Sebagian sampah diangkut menuju tempat untuk mendapat

penanganan lebih lanjut misalnya, incenerator atau pengomposan (bila

proses ini ada) dan sisanya menuju ke TPA.

7

(24)

c. Penimbunan akhir

Sampah yang tidak dimanfaatkan lagi diangkut menuju

penampungan akhir (TPA). Sampah ditimbun menurut tata cara

pengelolaan sampah di TPA.8

4. Pengolahan Sampah

Menurut Alfiani “Pengolahan Sampah adalah suatu upaya untuk

mengurangi volume sampah atau mengubah bentuk sampah menjadi

sesuatu yang bermanfaat dengan berbagai macam cara”.9 Beberapa

pendekatan teknologi pengelolaan sampah, dikemukakan oleh Tusy, yaitu:

a. Penanganan sampah terintegrasi (integrated solid waste management), dilakukan melalui hirarki pengelolaan sebagai berikut:

1) Pengurangan sampah pada sumbernya (source reduction). Tahap ini meliputi pengurangan jumlah atau toksisitas sampah, hal ini sangat efektif dalam mengurangi kuantitas sampah, biaya penanganan, serta dampak terhadap lingkungan yang dilakukan melalui perancangan dan fabrikasi bahan pengemas produk dengan kandungan toksisitas yang rendah, volume bahan yang minimum serta tahan lama.

2) Daur ulang sampah melalui pemisahan dan pengelompokan sampah; persiapan sampah untuk diguna ulang, diproses ulang, dan difabrikasi ulang; penggunaan, pemrosesan dan fabrikasi sampah. 3) Transformasi limbah dalam upaya merubah bentuk sampah melalui

proses fisika, kimia maupun biologi. Keuntungan tahap ini antara lain meningkatnya efisiensi sistem dan operasi pengelolaan sampah; diperolehnya bahan yang dapat diguna ulang (re-use) dan di daur ulang (recycling); dan diperolehnya produk hasil konversi (seperti kompos) dan energi dalam bentuk panas dan biogas.

4) Landfilling, cara ini merupakan alternatif terakhir dan dilakukan

terhadap sampah yang tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat dimanfaatkan lagi.

b. Teknologi proses dan pemisahan sampah, teknologi ini digunakan untuk pemisahan pemrosesan bahan sampah.

c. Teknologi konversi secara thermal, teknologi ini digunakan untuk mengurangi volume sampah sekaligus untuk mendapatkan energi yang

8

SNI No. T-13-1990-F, 1990, Dep.PU 9

Dena Alfiani, “Karateristik Lokal Sebagai Studi Tentang Keberlanjutan Tempat

(25)

dapat dikelompokan menjadi proses pembakaran (combustion), gasifikasi (gasification) dan pirolisa (pyrolisis).

d. Teknologi konversi secara biologis, teknologi ini digunakan untuk memanfaatkan sampah melalui proses biologis yang dapat menghasilkan kompos, energi (gas methan) atau gabungan keduanya. e. Teknologi konversi secara kimiawi, cara ini digunakan untuk

memproses sampah dengan menghasilkan produk kimia seperti glukosa, furtural, minyak, gas sintetis, selulosa asetat.

f. Landfilling, merupakan usaha terakhir setelah dilakukan proses-proses

sebelumnya.10

5. Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Tempat pembuangan akhir sampah adalah sarana fisik untuk

berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah (TPA). Pembuangan

akhir sampah tempat yang digunakan untuk menyimpan dan

memusnahkan sampah dengan cara tertentu sehingga dampak negatif yang

ditimbulkan kepada lingkungan dapat dihilangkan atau dikurangi. Adapun

persyaratan umum lokasi dan kriteria pemilihan lokasi TPA sampah

menurut SK SNI T-11-1991-03 adalah sebagai berikut:

a. Persyaratan Umum Lokasi Pembuangan Akhir Sampah

1) TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut 2) Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu:

a) Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan

b) Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan zona-zona kelayakan pada tahap regional

c) Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh instansi yang berwenang

b. Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian: 1) Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan

zona layak atau zona tidak layak. a) Kondisi geologi

i. Tidak berlokasi di zona holocene fault ii. Tidak boleh di zona bahaya geologi b) Kondisi hidrogeologi

i. Tidak bolej mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter ii. Tidak boleh kelulusan tanah lebih dari 10-6 cm/det

10

(26)

iii. Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran

c) Kemiringan zona harus kurang dari 20 %

d) Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain

e) Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun.

c. Metode Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir

Jenis pengolahan sampah di TPA perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi lokasi, pembiayaan, teknologi, dan keamanannya. Berbagai cara pengelolaan sampah di TPA, diantaranya dengan cara Open dumping, Controlled landfill dan Sanitary landfill.

1) Lahan urug terbuka atau open dumping (tidak dianjurkan), dalam hal pengelolaan ini sampah hanya dibuang atau ditimbun disuatu tempat tanpa dilakukan penutupan dengan tanah sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap lingkungan seperti perkembangan vektor penyakit, bau, pencemaran air permukaan dan air tanah serta rentan terhadap bahaya kebakaran dan longsor. Open dumping menggunakan pola menghamparkan sampah di lahan terbuka tanpa dilakukan penutupan lagi dengan tanah. Metoda Open dumping dapat menimbulkan keresahan terhadap masyarakat yang ada di sekitarnya, selain juga telah mengganggu keindahan kota.

2) Penimbunan terkendali (Controlled landfill), merupakan teknologi peralihan antara open dumping dengan sanitary landfill. Pada metode Controlled landfill dilakukan penutupan sampah dengan lapisan tanah secara berkala.

3) Lahan urug saniter (sanitary landfill), pada metode ini sampah di TPA ditutup dengan lapisan tanah setiap hari sehingga pengaruh sampah terhadap lingkungan akan sangat kecil. Sanitary landfill Ini merupakan salah satu metoda pengolahan sampah terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik. Sampah dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya di tutup tanah. Cara ini akan menghilangkan polusi udara. Pada bagian dasar tempat tersebut dilengkapi sistem saluran leachate yang berfungsi sebagai saluran limbah cair sampah yang harus diolah terlebih dulu sebelum dibuang ke sungai atau ke lingkungan. Di Sanitary landfill tersebut juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas penguraian sampah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sanitary landfill , yaitu:

a) Semua landfill adalah warisan bagi generasi mendatang. b) Memerlukan lahan yang luas.

(27)

d) Aspek sosial harus mendapat perhatian.

e) Harus dipersiapkan instalasi drainase dan sistem pengumpulan gas.

f) Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan zat-zat beracun).

g) Memerlukan pemantauan yang terus menerus.

4) Lahan urug saniter yang dikembangkan (improved sanitary

landfill). Salah satu pengembangan dari metode sanitary landfill

adalah model ”Reusable Sanitary landfill (RSL)” RSL merupakan teknologi penyempurna sistem pembuangan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan metode Supply Ruang Penampungan Sampah Padat. RSL diyakini dapat mengontrol emisi liquid, atau air rembesan sampai dengan tidak mencemari air tanah. Cara kerjanya, sampah ditumpuk dalam satu lahan. Lahan tempat sampah dipadatkan lahan tersebut dikatakan sebagai ground liner. Ground Liner dilapisi dengan geomembran, lapisan ini yang akan menahan meresapnya air lindi ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Di atas lapisan geomembran dilapisi lagi geo textile yang gunanaya menahan kotoran sehingga tidak bercampur dengan air lindi. Secara berkala air lindi dikeringkan. Guna menyerap panas dan membantu pembusukan, sampah yang telah dipadatkan ditutup menggunakan lapisan geo membran untuk mencegah menyebarnya gas metan. 11

6. Dampak Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan

Sampah secara umum dapat menimbulkan pencemaran baik udara, air,

maupun tanah. Pencemaran pada tanah terutama adalah pencemaran

terhadap air permukaan dan air dalam yang membahayakan bagi kesehatan

manusia. Menurut Basyarat “Efek sampah terhadap manusia dan

lingkungan adalah:

a. Dampak terhadap kesehatan

Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah:

1) Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum, penyakit demam berdarah haemorhagic fever dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

2) Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

3) Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan, salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing

11

(28)

pita taenia, cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan atau sampah”.12

7. Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG mulai dikenal pada awal 1980-an. Sejalan dengan berkembangnya

perangkat komputer, baik perangkat lunak maupun perangkat keras, SIG

berkembang sangat pesat pada era 1990-an.

Menurut Prahasta “Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem komputer yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan personal

(manusia) yang dirancang untuk secara efisien memasukkan, menyimpan,

memperbaharui, memanipulasi, menganalisis dan menyajikan semua jenis

informasi yang berorientasi geografis”.13

Sedangkan menurut Aronoff ”Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi: (a) input, (b) manajemen data penyimpanan dan pemanggilan data, (c) analisis dan manipulasi data, (d) output”.14 Dari uraian diatas teknologi SIG mengintegrasikan operasi basis data

seperti query dan analisis statistik dengan visualisasi yang unik serta analisis spasial yang ditawarkan melalui bentuk peta digital. Kemampuan

tersebutlah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lain dan

membuat SIG lebih bermanfaat dalam memberikan informasi yang

mendekati kondisi dunia nyata, memprediksi suatu hasil dan perencanaan

strategis.

12

Ade Basyarat, “Kajian Terhadap Penetapan Lokasi TPA Sampah Leuwinanggung Kota

Depok”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 2006, h.59-60,

tidak dipublikasikan 13

Prahasta, Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis, (Bandung: Informatika, 2001), h.9

14

(29)

Penanganan dan analisis data berdasarkan lokasi geografis merupakan

kunci dari SIG. Sistem ini sangat membantu apabila data yang akan

diproses terlalu banyak untuk diproses secara manual, dimana proses

secara manual akan banyak menghabiskan dana, waktu dan tidak dapat

praktis pada pengerjaannya. Jadi SIG ini hanya merupakan alat bantu yang

dapat mempercepat proses pengolahan dan analisis data yang sangat

bergantung pada penggunanya dalam pembangunan basis data yang akurat

sesuai dengan keperluan, pemanfaatan teknik analisis dan pengoperasian

yang tepat serta interpretasi hasil analisis yang benar.

Oleh karena itu data yang digunakan dan dianalisis dalam suatu SIG

berbentuk data peta (spasial) yang terhubung langsung dengan data tabular

yang mendefinisikan geometri data spasial.

8. Komponen Sistem Informasi Geografis

Secara umum SIG bekerja berdasarkan integrasi 5 komponen, yaitu

hardware, software, data, manusia, dan metode sebagaimana menurut

Prahasta dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Perangkat Keras ( Hardware )

Adalah komputer dimana sistem informasi geografis beroperasi. Kondisi saat ini, SIG dapat bekerja pada perangkat keras dengan range

type yang luas, mulai dari komputer server terpusat sampai komputer

desktop yang digunakan sebagai stand alone atau konfigurasi jaringan. b. Perangkat Lunak ( Software )

Perangkat lunak SIG menghasilkan fungsi dan alat yang dibutuhkan untuk membuat, mengolah, menganalisis dan menampilkan informasi geografis, misalnya:

1) Tools untuk masukan dan manipulasi data.

2) Suatu sistem pengelolaan basisdata ( DBMS ).

3) Tools yang mendukung query, analisis dan visualisasi geografis.

4) Graphical User Interface (GUI) untuk pengaksesan tools.

c. Data

(30)

atribut-atributnya. Bentuk-bentuk dasar representasi data spasial ini, di dalam sistem model data vector, didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x,y). Di dalam model data spasial vector, garis-garis atau kurva (busur atau arcs) merupakan sekumpulan titik-titik terurut yang dihubungkan. Sedangkan luasan atau polygon juga disimpan sebagai sekumpulan list titik-titik, tetapi dengan catatan bahwa titik awal dan titik akhir polygon memiliki nilai koordinat yang sama (polygon tertutup sempurna).

Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik (di sudut grid/pojok), di pusat grid, atau ditempat yang lainnya). Akurasi model data ini sangan bergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi. Entity spasial raster disimpan di dalam layers yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber-sumber entity spasial raster adalah citra satelit, citra radar, dan model ketinggian digital (DTM atau DEM dalam model data raster). Model raster memberikan informasi spasial apa yang terjadi dimana saja dan bentuk gambaran yang digeneralisir. Dengan model ini, dunia nyata disajikan sebagai elemen matriks atau sel-sel grid yang homogen. Dengan model data raster, data geografi ditandai oleh nilai-nilai (bilangan) elemen matriks persegi panjang dari suatu objek. Dengan demikian, secara konseptual, model data raster merupakan model data spasial yang paling sederhana.

d. Manusia (Brainware)

Teknologi SIG tidaklah menjadi bermanfaat tanpa manusia yang mengelola sistem dan membangun perencanaan yang dapat diaplikasikan sesuai kondisi dunia nyata. Sama seperti pada Sistem Informasi lain pemakai SIG pun memiliki tingkatan tertentu dari tingkat spesialis teknis yang mendesain dan memelihara sistem sampai pada pengguna yang menggunakan SIG untuk menolong pekerjaan mereka sehari-hari.

e. Metode

SIG yang baik memiliki keserasian antara rencana desain yang baik dan aturan dunia nyata. Dimana, metode model dan implementasi akan berbeda-beda untuk setiap permasalahan”.15

9. Kemampuan Sistem Informasi Geografis

Pada saat ini aplikasi SIG sudah banyak digunakan untuk pengelolaan

penggunaan lahan bidang pertanian, kehutanan serta pembangunan

pemukiman penduduk dan fasilitasnya. Menurut Alfiani “Penggunaan SIG

15

(31)

dalam pengelolaan sumberdaya alam sangat dianjurkan dan telah

dikembangkan di beberapa negara untuk berbagai tipe sumberdaya alam,

seperti areal konservasi dan pengelolaan hutan”.16 Keuntungan

penggunaan SIG pada perencanaan dan pengelolaan SDA menurut Fajar

adalah sebagai berikut:

a. “Mampu mengintegrasikan data dari berbagai format data (grafik, teks, digital dan analog) dari berbagai sumber dan memiliki kemampuan yang baik dalam pertukaran data diantara berbagai macam disipilin ilmu dan lembaga terkait.

b. Mampu memproses dan menganalisis data lebih efisien dan efektif daripada pekerjaan manual dan memiliki kemampuan pembaharuan data yang efisien, terutama grafik dan menampung data dalam volume besar.

c. Mampu melakukan pemodelan, pengujian dan perbandingan beberapa alternatif kegiatan sebelum dilakukan aplikasi”.17

Selain membantu dalam memecahkan berbagai permasalahan

pembangunan, terutama pembangunan yang ditekankan pada optimalisasi

penggunaan sumberdaya alam dan pembangunan yang berwawasan

lingkungan, dengan menggunakan fasilitas SIG akan terasa sangat besar

manfaatnya. Namun demikian SIG hanya merupakan alat atau sarana,

sedangkan dalam aplikasinya sangat tergantung dari pada pengguna

(users) dalam memasukkan data, mengolah serta memanfaatkannya dalam

berbagai pengunaan. Ada banyak aplikasi yang dapat dibuat dengan

mengunakan aplikasi SIG, berkaitan dengan perencanaan pembangunan,

dimana SIG dapat membantu dalam rangka pengambilan keputusan untuk

memilih alternatif pembangunan.

Perencanaan penggunaan lahan, pengelolaan dan kebijaksanaan yang

diambil oleh seorang perencana, akan selalu didasarkan pada beberapa

faktor, disamping kondisi fisik lahan dan sosial ekonomi, SIG dapat

digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan (decision making)

yang dibuat. Masing-masing informasi dasar tersebut dapat dituangkan

16

Alfiani, op. cit., h. 13 17

(32)

dalam bentuk kegiatan penggunaan lahan, kesesuaian lahan untuk kegiatan

pertanian, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ade Basyarat dalam tesisnya yang berjudul “Kajian Sampah Terhadap TPA Leuwinanggung Kota Depok Tahun 2006” dengan hasil penelitian:

Menghasilkan beberapa masukan yang dapat dipertimbangkan guna

mendapatkan lokasi TPA sampah yang sesuai dengan kondisi lingkungan,

kapasitas lahan dan kondisi kemasyarakatan yang ada. Analisis kritis yang

dilakukan, menghasilkan beberapa pengurangan, penyesuaian dan

penambahan terhadap parameter SK SNI. Disamping itu berdasarkan

analisis kritis dengan membandingkan antara kriteria SK SNI dan kriteria

di beberapa negara, diusulkan beberapa penambahan parameter, yaitu

parameter (1) kawasan konservasi dan resapan air, (2) cagar

budaya/situs-situs sejarah dan (3) lokasi mengandung bahan tambang dan mudah

meledak. Sedangkan berdasarkan fenomena empirik di beberapa TPA di

Indonesia penambahan parameter yang diusulkan untuk dipertimbangkan

masuk dalam kriteria pemilihan lokasi TPA sampah adalah parameter

persepsi masyarakat.18

2. Penelitian yang dilakukan oleh I Made Putra Ariana dalam tesis yang

berjudul “Respon Masyarakat Setempat Terhadap Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir di Desa Temesi Kabupaten Gianyar 2011” dengan hasil penelitian :

Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Temesi yang

diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Gianyar dengan segala

aktivitasnya menimbulkan respon positif dan respon negatif dari

masyarakat setempat. Respon positif masyarakat setempat terhadap

18

Ade Basyarat, “Kajian Terhadap Penetapan Lokasi TPA Sampah Leuwinanggung Kota

(33)

keberadaan TPA ditunjukkan dengan persepsi positif serta sikap dan

perilaku positif masyarakat setempat. Dalam persepsi tersebut, masyarakat

setempat mempunyai pandangan bahwa TPA akan mendatangkan

kesejahteraan kehidupannya. Lebih lanjut, dalam sikap dan perilakunya,

masyarakat setempat telah mempunyai kebiasaan baik dalam mengelola

sampah. Keberadaan TPA di Desa Temesi juga menimbulkan respon

negatif . Respon negatif tersebut juga ditunjukkan oleh persepsi negatif

masyarakat setempat, yaitu adanya rasa kekhawatiran timbulnya kerusakan

lingkungan dan sumber penyakit bagi masyarakat setempat.19

3. Penelitian yang dilakukan oleh Dena Alfiani dalam tesis yang berjudul “Karateristik Lokal Sebagai Studi Tentang Keberlanjutan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Daerah Perkotaan” dengan hasil penelitian sebagai berikut:

Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan tiga tempat pembuangan

akhir sampah di Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten

Tangerang. Dan TPA dengan tingkat kelayakan tertinggi adalah TPA

Rawa Kucing milik pemerintahan Kota Tangerang dengan nilai kelayakan

275,221 dan 205. Dan menghasilkan lokasi sebagai TPA milik bersama

yang direkomendasikan di wilayah Kabupaten Tangerang yaitu Kecamatan

Kronjo, Teluk Naga dan Solear serta satu wilayah di Kota Tangerang yaitu

Kecamatan Jatiuwung.20

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ode Sofyan, yang berjudul “Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, Dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan” dalam Seminar Nasional dan PIT IGI XIV Singaraja 11-12 November 2011 dengan hasil penelitian:

19

I Made Putra Ariana “Respon Masyarakat Setempat Terhadap Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir di Desa Temesi Kabupaten Gianyar 2011”. Tesis pada Pascasarjanan Universitas Diponegoro Semarang, Semarang 2000, tidak dipublikasikan.

20

Dena Alfiani, “Karateristik Lokal Sebagai Studi Tentang Keberlanjutan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Daerah Perkotaan” Tesispada pascasarjana

(34)

Di Indonesia TPA sampah masih banyak yang belum memenuhi

kriteria, umunya dekat dengan permukiman penduduk, sehingga banyak

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Dan lokasi

yang tidak memenuhi kriteria disebabkan oleh faktor ketersediaan tanah,

kebijakan pemerintah, dan kepentingan pihak tertentu. Serta

merekomendasikan bahwa dalam penentuan dan pembangunan TPA

seharusnya masyarakat juga dilibatkan secara aktif, pelibatan masyarakat

dalam perencanaan dan alokasi TPA, pengawasan dan operasional

sedangkan pihak swasta dilibatkan pada pembangunan TPA.21

21

Ode Sofyan, “Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, Dalam

(35)

Gambar 2.1 Kerangka berfikir Peningkatan pertumbuhan penduduk perotaan

Jumlah sampah meningkat

Kapasitas TPA tidak menampung sampah untuk tahun berikutnya

Area TPA sampah dilakukan perluasan oleh pemerintah

Area perluasan harus memenuhi kriteria kelayakan TPA

Untuk mengetahui tingkat kelayakan area yang dijadikan sebagai perluasan TPA

Bagaimana tingkat kelayakan area perluasan TPA Sampah Cipeucang

Analisis Kelayakan area perluasan TPA

(36)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TPA Sampah milik kota Tangerang Selatan,

yaitu TPA Cipeucang di Kecamatan Setu Kota Tangerang selatan yang

terletak pada koordinat 106o 39’ 34” BT dan 6o 19’ 31” LS. Peta lokasi

penelitian ditampilkan pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini membutuhkan waktu lima bulan, mulai dari perencanaan

penelitian, observasi awal, sampai pengelolaan hasil penelitian. Dimulai

dari bulan Agustus 2015 sampai dengan bulan Desember 2015. Untuk

(37)

Tabel 3.1

Agustus September Oktober November Desember

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Menurut Sofian “Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok”.1

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut buku Pedoman Penulisan Skripsi “Pendekatan kuantitatif adalah salah satu model menemukan kebenaran konsep, hubungan konsep-konsep melalui

wilayah-wilayah yang luas dengan populasi atau tanpa menggunakan sampel dalam

jumlah besar”. 2

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan memanfaatkan

software ArcView 3.3 dan ArcGis 10.1. Kaitannya dalam penelitian ini, maka

penulis mencoba mengaplikasikan penggunaan software ArcView 3.3 dan ArcGis 10.1 untuk analisa aspek fisik dari lahan TPA sampah Cipeucang. Metode survei kaitannya dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek

sosial melalui observasi dan wawancara.

1

Sofian Efendi dan Tukiran, Metode Penelitian Survei,(Jakarta: LP3ES, 2012), Cet. Ke-XXX, h.3

2

(38)

C. Alat dan Bahan 1. Alat

a. Seperangkat komputer CPU, 2.30 GHz.

b. Perangkat lunak komputer (software) berupa aplikasi yang digunakan

untuk pengolahan data, antara lain:

1) ArcView 3.3 dan ArcGis 10.1 untuk melakukan digitasi peta dan

melakukan teknik tumpuk susun peta atau overlay untuk mendaptkan klasifikasi penggunaan lahan serta kriteria lahan.

2) Microsoft Word 2010 untuk penulisan laporan.

3) Printer untuk mencetak hasil penelitian.

2. Bahan

a. Data Primer

Menurut Sugiyono “Data primer adalah data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data atau sumber pertama dimana

sebuah data dihasilkan.3 Peneliti menggunakan data ini untuk

mendapatkan informasi, dan data yang primer yang dibutuhkan adalah

Peta-peta digitalisasi wilayah Kelurahan Serpong, meliputi:

1) Peta Hidrogeologi Lembar Jakarta skala 1:250.000.

2) Peta Geologi Lembar Jakarta & Kepulauan Seribu 1209-4, 1210-1.

3) Peta RBI wilayah Kelurahan Serpong Lembar 1209-414.

4) Peta Topografi wilayah Kelurahan Serpong.

5) Peta curah hujan wilayah Kelurahan Serpong.

b. Data Sekunder

Menurut Sugiyono “Data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

atau lewat dokumen”.4 Data sekunder juga dapat berupa majalah,

3

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2010), h.308 4

(39)

buletin, publikasi dari berbagai organisasi, lampiran – lampiran dari

badan resmi seperti kementerian, hasil studi, tesis, hasil survei, studi

historis, dan sebagainya. Sumber data sekunder diharapkan dapat

berperan membantu mengungkap data yang diharapkan. Menurut Burhan “Sumber data sekunder juga dapat memberikan keterangan, atau data pelengkap sebagai bahan pembanding”.5

Data sekunder yang

digunakan adalah :

1) Data jumlah penduduk Kelurahan Serpong.

2) Data persepsi dan partisipasi masyarakat sekitar TPA

D. Populasi, dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sugiyono, “Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu.

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.6 Populasi dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu populasi wilayah dan populasi masyarkat sekitar area perluasan TPA

sampah. Populasi wilayah yang dijadikan penelitian adalah seluruh

wilayah yang sudah dijadikan sebagai area perluasan TPA sampah, dan

populasi masyarakatnya adalah masyarakat yang berada dalam lingkungan

sekitar area perluasan TPA sampah, yaitu masyarakat Kelurahan Serpong yang dalam profil Kelurahan Serpong terdapat “sejumlah 18.316 jiwa”.7

2. Sampel

Menurut Sugiyono “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.8

Dalam penelitian ini

sampel terbagi menjadi dua, yaitu:

5

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h.122

6

Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2008) Cet. Ke-XII, h.115 7

Profil Kelurahan Serpong Tahun 2015 8

(40)

a. Sampel Aspek Fisik

Sampel wilayah yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah

seluruh wilayah yang akan dijadikan sebagai lahan perluasan TPA

Sampah yang terletak di Kelurahan Serpong, Kecamatan Serpong,

Kota Tangerang Selatan.

b. Sampel Aspek Sosial

Sampel sosial yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah

masyarakat sekitar area perluasan lahan TPA, yaitu masyarakat

Kelurahan Serpong. Peneliti menggunakan sampel sebanyak tiga orang

yang dianggap penting dan dapat mewakili jawaban masyarakat

lainnya.

Pertimbangan peneliti adalah demi keamanan karena pada kondisi

objek penelitian masih adanya konflik antara pengelola TPA Sampah

dengan masyarakat.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Basyarat “Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan

standar untuk memperoleh data yang diperlukan”.9 Pengumpulan data

merupakan langkah yang terpenting dalam metode ilmiah. Menurut Basyarat “Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan”.10 Sedangkan Menurut Bungin teknik pengumpulan data adalah “bagian instrumen pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidak suatu penelitian”.11

Selalu ada hubungan antara metode mengumpulkan data dengan masalah

penelitian yang akan dipecahkan. Data yang dikumpulkan harus relevan dan

dapat digunakan sebagai bahan analisis, hal tersebut merupakan bagian yang

penting dalam pelaksanaan studi ini. Dalam penelitian ini, penulis

menganalisis data aspek fisik TPA yang berasal dari hasil peta dan

memadukan dengan aspek sosial hasil observasi serta aspek partisipasi dan

9

Ade basyarat h.21

10

Ibid. h.22

11

(41)

persepsi masyarakat dari kuisioner. Untuk memperoleh data-data lapangan,

penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara

mengamati daerah penelitian untuk mendapatkan hasil penelitian, menurut

Bungin metode observasi adalah “kemampuan seseorang untuk

menggunakan pengamatanya melalui hasil kerja pancaindra mata dan

dibantu dengan pancaindra lainya”.12 Penulis mengumpulankan data

dengan melakukakan pengamatan langsung di Kelurahan Serpong untuk

mendapatkan kriteria kelayakan sosial TPA.

2. Wawancara

Menurut Arikunto “Interview yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara”.13

Wawancara dilakukan kepada warga yang ditemui dan dapat diajak

berbicara dengan waktu dan tempat wawancara tidak ditentukan.

Wawancara kepada masyarakat dirahapkan dapat memberikan informasi

dan tanggapan tentang perluasan area TPA Sampah Cipeucang yang telah

berlangsung. Wawancara yang dilakukan antara peneliti dengan

masyarakat meliputi hal-hal yang ditampilkan pada tabel 3.2

Tabel 3.2

Kisi-kisi Wawancara

No Aspek yang ditanyakan Butir Pertanyaan

1 Pengetahuan tentang perluasan TPA sampah 1,2

2 Keterlibatan masyarakat dalam perluasan

TPA sampah 9

3 Dampak positif perluasan TPA sampah 3,4 4 Dampak negatif perluasan TPA sampah 5,6

5 Ketergangguan dengan bertambahnya

pemulung 7,8

Sumber: hasil analisis peneliti tahun 2015

12

Ibid., h. 142 13

(42)

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi yang dilakukan ialah dengan cara mencari data

melalui dokumen pemerintah Kelurahan serta negara, menurut Bungin metode dokumentasi adalah “metode yang digunakan untuk menulusuri data historis”14

, dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

gambaran umum keadaan area perluasan TPA sampah Cipeucang.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Masri Singarimbun “Teknik analisa data adalah proses

penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan

diinterpretasikan”.15 Dalam teknik pengolahan analisis data dibagi menjadi

tiga aspek yaitu aspek fisik, sosial dan persepsi masyarakat.

1. Aspek fisik

Aspek fisik di analisis menggunakan SIG dengan metode overlay. Skoring diberikan melalui pembobotan dan penilaian terhadap parameter

dan indikator-indikator yang mempengaruhi kelayakan area perluasan

TPA. Selanjutnya dilakukan interprestasi melalui analisis dan

menyimpulkan temuan yang didapat dari hasil analisis.

Dalam analisis SIG digunakan metode analisis regional. Analisis lahan

regional merupakan cara yang dianggap relatif mudah, cepat, dan murah

dalam menilai kelayakan suatu daerah untu dijadikan perluasan area TPA

sampah. Analisis ini dapat diterapkan untuk skala peta 1:100.000 sampai

1:50.000.

Untuk analisis regional, parameter yang dipertimbangkan dalam

penilaian kelayakan lahan perluasan TPA sampah mencakup parameter

fisik pada tabel 3.3. Beberapa parameter diberi nilai kelas sesuai dengan

tingkat kelayakannya dan diberi nilai kepentingannya kemudian diberi

pembobotan. Penentuan kelas dan nilai kepentingan ini merupakan

14

Ibid., h. 153 15

(43)

penggabungan dari beberapa acuan yang ada, diantaranya Standar Cara

Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SK SNI

T-11-1991-03) yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Parameter

lainnya merupakan pembatas atau buffer. Setiap parameter ditampilkan dalam peta tematik digital. Peta-peta tematik ini kemudian digabungkan

secara tampilan overlay dengan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis. Nilai bobot kemudian dijumlahkan dari rentang

(44)

Kriteria Kelayakan Fisik

No Kriteria

Kelayakan

Bobot S-1 (4) S-2 (3) S-3 (2) N (1) Keterangan

1 Litologi 4 Batu lempung

serpih

Batu lanau, tuf, tapal lempung

Batu pasir, breksi sed., breksi volk, tersier breksi volk,

kwarter batuan beku, aluvial

Batu gamping Batu lempung pemeabilitasnya (kemampuan menahan air)

paling tinggi, sedangkan batu gamping bersifat

poros 2 Potensi Muka air

tanah

3 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Semakin rendah potensi MAT semakin baik, kemungkinan pencemaran

air tanah menjadi rendah

3 Kelerengan 2 <2% 2-8 % 9 – 15 % >15 % Lereng semakin datar

semakin baik bagi kegiatan operasional 4 Curah hujan 1 0-1000 mm 1000 – 2000 mm 2000 – 3000 mm >3000 mm Semakin rendah CH

semakin baik, pengelolaan air rembesan sampah (lindi) semakin mudah Sumber : Deni Alfiani berdasarkan SNI No. 19-3241-1994 dengan pengolahan kembali

Litologi diberikan bobot paling tinggi karena litologi paling berperan dalam menahan pencemaran, jika jenis batuannya kedap air

(45)

Hasil dari bobot dan nilai kepentingan dari setiap aspek fisik ini kemudian

dikelaskan dengan rentang nilai seperti pada tabel 3.4

Tabel 3.4

Rentang Nilai Kriteria Kelayakan Fisik TPA

Kelas Keterangan Rentang Nilai

S – 1 Sangat sesuai (Memenuhi syarat tanpa hambatan) 33 – 40 S – 2 Cukup sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan

ringan)

25 – 32

S – 3 Kurang sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan berat) 17 – 24 N Tidak Sesuai (tidak memenuhi syarat) 10 - 16 Sumber : hasil analisis peneliti tahun 2015

2. Faktor Pembatas Kriteria Kelayakan Fisik

Selain harus memenuhi kriteria fisik, lokasi TPA juga harus

memenuhi faktor pembatas kriteria kelayakan fisik TPA seperti tampak

pada tabel 3.5 agar faktor keamanan dan kenyamanan dapat terjaga.

Tabel 3.5

Faktor Pembatas Kriteria Kelayakan Fisik TPA

No. Kriteria kelayakan Faktor pembatas Kelayakan keterangan 1. Jarak terhadap aliran

sungai

<150m Tidak layak Sempadan sungai proteksi air permukaan 2. Jarak terhadap patahan <100m Tidak layak Zona tidak stabil 3. Daerah rawan gerakan

tanah

Sedang-tinggi Tidak layak Keselamatan operasional 4. Daerah letusan gunung

api

Rawan I-II Tidak layak Keselamatan operasional 5. Daerah berbakat banjir <25 tahunan Tidak layak Keselamatan

operasional 6. Jarak dari garis pantai <500m Tidak layak Pasang surut 7. Daerah lindung Air, flora, fauna

dan bangunan

Tidak layak Sesuai peratuan/UU 8. Permukiman <300m Tidak layak Estetika, kesehatan 9. Jarak terhadap jalan

raya

<300m Tidak layak Estetika,bau, asap

(46)

3. Aspek Sosial (Observasi)

Pada analisis aspek sosial (observasi), dilakukan skoring terhadap

parameter-parameter sosial yang ditemui dari hasil identifikasi lapangan.

Penilaian terhadap aspek sosial diperlukan untuk memantau kondisi dan

kegiatan pengelolaan di TPA agar tidak memberikan dampak negatif bagi

lingkungan sosial disekitarnya. Parameter sosial kondisi TPA eksisting

adalah:

a. Batas administrasi

b. Kebisingan dan bau

c. Estetika

d. Jalan masuk ke TPA

e. Dampak terhadap pertanian

f. Pemilik hak atas tanah

g. Kapasitas lahan

h. Jalan menuju lokasi TPA

i. Transport sampah

j. Lalu lintas

k. Daerah lindung/cagar alam

Parameter sosial kondisi TPA eksisting lebih lengkapnya ditampilkan

pada tabel 3.6 Dan hasil dari penilaian kriteria sosial ini kemudian

(47)

34

Kriteria Kelayakan Sosial TPA No. Kriteria kelayakan

sosial

Bobot S-1 (4) S-2 (3) S-3 (2) N (1)

1. Batas administrasi 5 Dalam batas administrasi Diluar batas administrasi tetapi dalam sistem

Tidak bising dan bau hanya saat musim hujan

Tidak bising tetapi bau setiap saat

Bising dan bau setiap saat

3. Estetika 4 Penimbunan

sampah<25% terlihat dari luar

Penimbunan sampah 25%-50% terlihat dari luar

Penimbunan sampah >50% terlihat dari luar

Penimbunan sampah 100% terlihat dari luar

4. Jalan masuk 4 Lintas transportasi tidak mengganggu masyarakat

3 Pemerintah daerah/pusat Pemerintah dan perusahaan Swasta/perusahaan(satu) Masyarakat

7. Kapasitas lahan 3 Dapat menampung sampah >10 tahun lagi

2 Datar dengan kondisi baik

Lebih dari 90 menit dari centroid sampah 10. Lalu lintas 2 Terletak dari >1000m

dari jalan umum

Terletak 500-100m dari jalan umum

Terletak 0-500 m dari jalan umum

(48)

Tabel 3.7

Rentang Nilai Kriteria Kelayakan Sosial TPA

Kelas Keterangan Rentang Nilai

S-1 Sangat sesuai (Memenuhi syarat tanpa hambatan) 115-140 S-2 Cukup sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan

ringan)

88-114

S-3 Kurang sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan berat)

61-87

N Tidak Sesuai (Tidak memenuhi syarat) 35-60 Sumber: Hasil analisis peneliti tahun 2015

4. Aspek Persepsi Masyarakat

Metode analisis yang digunakan dalam identifikasi aspek persepsi

masyarakat adalah metode analisis wawancara. Setelah didapat wawancara

berupa rekaman dilakukan penyalinan berupa teks, selanjutnya dilakukan

interprestasi melalui analisis dan menyimpulkan temuan yang didapat dari

hasil analisis. Parameter aspek persepsi yang dinilai antara lain:

a. Persepsi masyarakat tentang perluasan TPA.

b. Tingkat dampak positif yang dirasakan dari perluasan TPA.

c. Tingkat dampak negatif yang dirasakan dari perluasan TPA.

d. Tingkat ketergangguan dengan adanya pemulung.

e. Keterlibatan masyarakat dalam perluasan TPA sampah.

5. Tingkat Kelayakan Perluasan TPA

Tingkat kelayakan TPA diketahui dari hasil akumulasi penilaian ke

dua aspek, yaitu aspek fisik, sosial serta didukung hasil dari persepsi

masyarakat. Setelahnya dilakukan tabulasi untuk menggambarkan

kelayakan dari masing-masing aspek, seperti pada tabel 3.10

Tabel 3.8

Rentang Nilai Karateristik Kelayakan TPA

No Kriteria Ambang nilai

S-1 S-2 S-3 N

1. FISIK 33-40 25-32 17-24 10-16

2. SOSIAL 115-140 88-114 61-87 35-60

(49)

Setelah diketahui nilai terendah dan tertinggi, kemudian dibuat sebuah

rentang nilai untuk menunjukkan tingkat kelayakan perluasan TPA.

Hasilnya ditampilkan pada tabel 3.11.

Tabel 3.9

Tingkat Kelayakan Perluasan TPA

Kelas Keterangan Rentang Nilai

S-1 Sangat sesuai (Memenuhi syarat tanpa pengecualian) 206-253 S-2 Cukup sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan

ringan)

158-205

S-3 Kurang sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan berat)

110-157

N Tidak Sesuai (Tidak memenuhi syarat) 62-109 Sumber: Hasil analisis peneliti tahun 2015

Data dari hasil tabel 3.11 kemudian dilakukan analisis deskriptif

terhadap karakter yang ada di lokasi lalu digabungkan dengan hasil

analisis dari aspek persepsi masyarakat. Dari hasil analisis ini

mengemukakan tingkat kelayakan area Perluasan TPA Sampah Cipeucang

berupa peta Kelayakan dan di dukung oleh kesimpulan dari hasil aspek

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Tabel 2.1 Tipe Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas, Lokasi Dan Sumber
Tabel 2.2  Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen-Komponen Sumber
Gambar 2.1 Kerangka berfikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kondisi saat ini pengelolaan sampah di DKI Jakarta yang diproduksi setiap harinya 6000 ton per hari dan sekitar 4000 ton per hari dibuang ke TPA Bantargebang,

DAMPAK TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH SUKAJAYA TERHADAP KONDISI KESEHATAN MASYARAKAT 'SERTA ASPEK SOSIAL· EKONOMI.. (Studi Kasus TPA Sampah Sukajaya Kecamatan

Oleh karena itu dilakukan studi untuk membantu penentuan lokasi TPA sampah yang layak untuk dijadikan tempat pembuangan akhir menggunakan kriteria yang telah

TPA Kaliori merupakan fasilitas penampungan dan pengolahan sampah yang ada di Kabupaten Banyumas. TPA ini melayani pengumpulan sampah dari Banyumas bagian barat dan

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di sebuah TPA dibutuhkan serangkaian studi untuk menentukan apakah PLTSa layak dibangun di TPA tersebut, salah satunya

dilakukan dengan baik dan sesuai kriteria yang ada agar lokasi TPA sampah yang. dipilih dapat berjalan optimal dan didukung pemerintah dan

Luas TPA akan berkurang jika pengelolaan sampah dilakukan di sumber dengan metoda 3R (reduce, reuse, recycle) atau Mengurangi, Menggunakan kembali dan Mendaur

Dari hasil analisa diatas dapat disimpulkan bahwa dalam indikator penggunaan lahan yang mempengaruhi penentuan lokasi TPA sampah adalah jarak terhadap permukiman,