• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Identifikasi Masalah

9. Kemampuan Sistem Informasi Geografis (SIG)

Pada saat ini aplikasi SIG sudah banyak digunakan untuk pengelolaan penggunaan lahan bidang pertanian, kehutanan serta pembangunan pemukiman penduduk dan fasilitasnya. Menurut Alfiani “Penggunaan SIG

15

dalam pengelolaan sumberdaya alam sangat dianjurkan dan telah dikembangkan di beberapa negara untuk berbagai tipe sumberdaya alam, seperti areal konservasi dan pengelolaan hutan”.16 Keuntungan penggunaan SIG pada perencanaan dan pengelolaan SDA menurut Fajar adalah sebagai berikut:

a. “Mampu mengintegrasikan data dari berbagai format data (grafik, teks, digital dan analog) dari berbagai sumber dan memiliki kemampuan yang baik dalam pertukaran data diantara berbagai macam disipilin ilmu dan lembaga terkait.

b. Mampu memproses dan menganalisis data lebih efisien dan efektif daripada pekerjaan manual dan memiliki kemampuan pembaharuan data yang efisien, terutama grafik dan menampung data dalam volume besar.

c. Mampu melakukan pemodelan, pengujian dan perbandingan beberapa alternatif kegiatan sebelum dilakukan aplikasi”.17

Selain membantu dalam memecahkan berbagai permasalahan pembangunan, terutama pembangunan yang ditekankan pada optimalisasi penggunaan sumberdaya alam dan pembangunan yang berwawasan lingkungan, dengan menggunakan fasilitas SIG akan terasa sangat besar manfaatnya. Namun demikian SIG hanya merupakan alat atau sarana, sedangkan dalam aplikasinya sangat tergantung dari pada pengguna (users) dalam memasukkan data, mengolah serta memanfaatkannya dalam berbagai pengunaan. Ada banyak aplikasi yang dapat dibuat dengan mengunakan aplikasi SIG, berkaitan dengan perencanaan pembangunan, dimana SIG dapat membantu dalam rangka pengambilan keputusan untuk memilih alternatif pembangunan.

Perencanaan penggunaan lahan, pengelolaan dan kebijaksanaan yang diambil oleh seorang perencana, akan selalu didasarkan pada beberapa faktor, disamping kondisi fisik lahan dan sosial ekonomi, SIG dapat digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan (decision making) yang dibuat. Masing-masing informasi dasar tersebut dapat dituangkan

16

Alfiani, op. cit., h. 13 17

dalam bentuk kegiatan penggunaan lahan, kesesuaian lahan untuk kegiatan pertanian, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ade Basyarat dalam tesisnya yang berjudul “Kajian Sampah Terhadap TPA Leuwinanggung Kota Depok Tahun 2006” dengan hasil penelitian:

Menghasilkan beberapa masukan yang dapat dipertimbangkan guna mendapatkan lokasi TPA sampah yang sesuai dengan kondisi lingkungan, kapasitas lahan dan kondisi kemasyarakatan yang ada. Analisis kritis yang dilakukan, menghasilkan beberapa pengurangan, penyesuaian dan penambahan terhadap parameter SK SNI. Disamping itu berdasarkan analisis kritis dengan membandingkan antara kriteria SK SNI dan kriteria di beberapa negara, diusulkan beberapa penambahan parameter, yaitu parameter (1) kawasan konservasi dan resapan air, (2) cagar budaya/situs- situs sejarah dan (3) lokasi mengandung bahan tambang dan mudah meledak. Sedangkan berdasarkan fenomena empirik di beberapa TPA di Indonesia penambahan parameter yang diusulkan untuk dipertimbangkan masuk dalam kriteria pemilihan lokasi TPA sampah adalah parameter persepsi masyarakat.18

2. Penelitian yang dilakukan oleh I Made Putra Ariana dalam tesis yang berjudul “Respon Masyarakat Setempat Terhadap Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir di Desa Temesi Kabupaten Gianyar 2011” dengan hasil penelitian :

Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Temesi yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Gianyar dengan segala aktivitasnya menimbulkan respon positif dan respon negatif dari masyarakat setempat. Respon positif masyarakat setempat terhadap

18

Ade Basyarat, “Kajian Terhadap Penetapan Lokasi TPA Sampah Leuwinanggung Kota

Depok”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 2006, tidak dipublikasikan

keberadaan TPA ditunjukkan dengan persepsi positif serta sikap dan perilaku positif masyarakat setempat. Dalam persepsi tersebut, masyarakat setempat mempunyai pandangan bahwa TPA akan mendatangkan kesejahteraan kehidupannya. Lebih lanjut, dalam sikap dan perilakunya, masyarakat setempat telah mempunyai kebiasaan baik dalam mengelola sampah. Keberadaan TPA di Desa Temesi juga menimbulkan respon negatif . Respon negatif tersebut juga ditunjukkan oleh persepsi negatif masyarakat setempat, yaitu adanya rasa kekhawatiran timbulnya kerusakan lingkungan dan sumber penyakit bagi masyarakat setempat.19

3. Penelitian yang dilakukan oleh Dena Alfiani dalam tesis yang berjudul “Karateristik Lokal Sebagai Studi Tentang Keberlanjutan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Daerah Perkotaan” dengan hasil penelitian sebagai berikut:

Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan tiga tempat pembuangan akhir sampah di Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Dan TPA dengan tingkat kelayakan tertinggi adalah TPA Rawa Kucing milik pemerintahan Kota Tangerang dengan nilai kelayakan 275,221 dan 205. Dan menghasilkan lokasi sebagai TPA milik bersama yang direkomendasikan di wilayah Kabupaten Tangerang yaitu Kecamatan Kronjo, Teluk Naga dan Solear serta satu wilayah di Kota Tangerang yaitu Kecamatan Jatiuwung.20

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ode Sofyan, yang berjudul “Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, Dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan” dalam Seminar Nasional dan PIT IGI XIV Singaraja 11-12 November 2011 dengan hasil penelitian:

19

I Made Putra Ariana “Respon Masyarakat Setempat Terhadap Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir di Desa Temesi Kabupaten Gianyar 2011”. Tesis pada Pascasarjanan Universitas Diponegoro Semarang, Semarang 2000, tidak dipublikasikan.

20

Dena Alfiani, “Karateristik Lokal Sebagai Studi Tentang Keberlanjutan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Daerah Perkotaan” Tesispada pascasarjana

Di Indonesia TPA sampah masih banyak yang belum memenuhi kriteria, umunya dekat dengan permukiman penduduk, sehingga banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Dan lokasi yang tidak memenuhi kriteria disebabkan oleh faktor ketersediaan tanah, kebijakan pemerintah, dan kepentingan pihak tertentu. Serta merekomendasikan bahwa dalam penentuan dan pembangunan TPA seharusnya masyarakat juga dilibatkan secara aktif, pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan alokasi TPA, pengawasan dan operasional sedangkan pihak swasta dilibatkan pada pembangunan TPA.21

21

Ode Sofyan, “Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, Dalam

Gambar 2.1 Kerangka berfikir Peningkatan pertumbuhan penduduk perotaan

Jumlah sampah meningkat

Kapasitas TPA tidak menampung sampah untuk tahun berikutnya

Area TPA sampah dilakukan perluasan oleh pemerintah Area perluasan harus memenuhi

kriteria kelayakan TPA

Untuk mengetahui tingkat kelayakan area yang dijadikan sebagai perluasan TPA

Keluhan masyarakat dengan keberadaan TPA

yang ada.

Lahan TPA yang tidak sebanding dengan jumlah

sampah.

Bagaimana tingkat kelayakan area perluasan TPA Sampah Cipeucang

Analisis Kelayakan area perluasan TPA

(Overlay – skoring) - Jenis tanah - Muka air tanah - Curah hujan - Keleerengan (Skoring) - Peta Administrasi - Kondisi jalan - Lalu lintas - Kepemilikan Lahan - Kebisingan, bau - Estetika

Kelayakan area perluasan TPA

L at ar B el a k an g T uj ua n Pe rm asal ah a n R Q A n al isi s Ke si m p u la n Fisik Sosial SIG Observasi

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Dokumen terkait