• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Penyakit Periodontal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Klasifikasi Penyakit Periodontal"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KLASIFIKASI PENYAKIT

KLASIFIKASI PENYAKIT PERIODONTAL

PERIODONTAL

Penyakit periodantal merupakan penyakit inflamasi

Penyakit periodantal merupakan penyakit inflamasi pada jaringan penyangga gigi yang

pada jaringan penyangga gigi yang

disebabkan mikroorganisme dan menimbulkan destruktif yang progresif pa

disebabkan mikroorganisme dan menimbulkan destruktif yang progresif pa da ligamen

da ligamen

 periodontal dan tulang alveolar, menimbulkan

 periodontal dan tulang alveolar, menimbulkan poket, resesi, atau kedua-duanya.

poket, resesi, atau kedua-duanya.

AAP (American Academy of Periodontology) International for Classification of Periodontal

AAP (American Academy of Periodontology) International for Classification of Periodontal

Workshop Disease 1999 memberikan klasifikasi penyakit periodontal, sebagai berikut :

Workshop Disease 1999 memberikan klasifikasi penyakit periodontal, sebagai berikut :

Peyakit Gingiva

Peyakit Gingiva

1.

1. Penyakit gingiva yang diinduksi plak

Penyakit gingiva yang diinduksi plak

Secara Histopatologi terjadinya gingivitis sampai periodontitis sudah pernah dijabarkan

Secara Histopatologi terjadinya gingivitis sampai periodontitis sudah pernah dijabarkan

oleh Page dan Schroeder (1976) dalam beberapa tahapan: lesi awal timbul 2-4 hari diikuti

oleh Page dan Schroeder (1976) dalam beberapa tahapan: lesi awal timbul 2-4 hari diikuti

gingivitis tahap awal, dalam 2-3 minggu akan menjadi gingivitis yang cukup parah.

gingivitis tahap awal, dalam 2-3 minggu akan menjadi gingivitis yang cukup parah.

Olehnya itu makalah ini akan membahas tentang penyakit gingival ditinjau dari factor

Olehnya itu makalah ini akan membahas tentang penyakit gingival ditinjau dari factor

etiologi,klasifikasi,mekanisme serta tanda dan gejalanya.

etiologi,klasifikasi,mekanisme serta tanda dan gejalanya.

BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

 A.

 A.  Etiologi

 Etiologi

Penyakit Gingiva

Penyakit Gingiva

Ada

Ada

berbagai macam

berbagai macam penyakit

penyakit gingival,yang

gingival,yang umunya

umunya adalah g

adalah gingivitis y

ingivitis yang

ang

 berkaitan

 berkaitan dengan

dengan pembentukan

pembentukan plak

plak gigi.

gigi. Penyakit

Penyakit tersebut

tersebut ditandai

ditandai dengan

dengan adanya

adanya tanda

tanda

inflamasi klinis tanpa adanya kerusakan perlekatan jaringan

inflamasi klinis tanpa adanya kerusakan perlekatan jaringan(attachment loss

(attachment loss/AL). Dapat pula

/AL). Dapat pula

terjadipada periodonsium

terjadipada periodonsium yang

yang mengalami AL

mengalami AL namun sudah

namun sudah stabil dan

stabil dan tidak berprogresi.

tidak berprogresi.

Ginggivitis yang

Ginggivitis yang terjadi hanya sebab

terjadi hanya sebab plak merupakan

plak merupakan hasil interaksi antara

hasil interaksi antara bakteri dalam

bakteri dalam

 plak

 plak dan

dan jaringan

jaringan serta

serta sel-sel

sel-sel inflamator

inflamator inang.

inang. Interaksi

Interaksi tersebut

tersebut dapat

dapat diperburuk

diperburuk oleh

oleh

 pengaruh factor-faktor local,sistemik,medikasi, serta malnutrisi.

(2)
(3)

Penyakit gingival yang dimodifikasi oelh factor sistemik terjadi karena adanya

 perubahan endoktrin yang berkaitan dengan masa puber, siklus menstruasi,kehamilan dan

diabetes mellitus(DM). keadaan ini dapat menjadi lebih berat karena respon yang buruk dari

inflamatori gingival terhadap plak gigi. Sering ditemukan pembesaran dan pendarahan

gingival, yang dapat disertai dengan gingiva yang membengkak dan lunak karena banyaknya

infiltrasi sel-sel darah. Penyakit gingivitis yang dimodifokasi oleh medifikasi prevalensinya

meningkat karena peningkatan penggunaan obat-obatan anti-konvulsan yang diketahui

menginduksi pembesaran gingival seperti fenitoin, obat imunosupresif seperti siklosporin A,

dn calcium channel blockers  seperti nifedipin, verapamil, diltiazem, dan sodium valproat.

Beratnya pembesran gingival sangat individual dan dipengaruhi oleh akumulasi plak yang

tidak terkontrol.

Penyakit gingival yang dimodifikasi oleh malnutrisi mempunyai tanda berupa

 pembengkakan denngan warn merah terang dn mudah berdarah karena devisiensi berat

vitamin C. Devisiensi nutrisi menyebabkan gangguan fungsi imun berupa ketidak mampuan

inang melindungi diri terhadap produk seluler yang tidk bermanfaat seperti radikal oksige.

Ada penyakit lain pada gingival dan sangat jarang terjadi, yaitu lesi gingiva yang

 bukan diinduksi oleh plak. Umunya lesi ini terjadi karena kondisi sistemik. Keadaan ini lesi

ini sering terjadi pada kelompok masyrakat dengan sosil-ekonomi rendah, di Negara

 berkembang dan pada individu dengan keadaan imunokompromais.Salah satunya adlah

 penyakit gingival karena bakteri tertentu.Prevalensi penyakit ini dapat meningkat sebagai

akibat tranmisi bakteri penyakit seksual seperti  gonorrhea  (sebab  Neiseria gonorrhea) dan

yang sudah jarang adalah sifilis (sebab treponema pallidum).Lesi oral merupkan gambaran

sekunder dari infeksi sistemiknya atau terjadi karena infeksi langsung.Saat ini sudah jarang

ditemukan penyakit gingivostomatitis (sebab  strepcoccus hemolyticus), suatu penyakit kut

dengan keadaan demam, dan rasa sakit. Lokal gingivanya berwarna merah, difus,

(4)
(5)

membengkak,mudah berdarah , dn kadang-kadang terbentuk abses gingival. Sering diawali

adanya ton-silitis.Penyakit gingival karena virus disebabkan aoleh bebagai virus DNA dan

RNA yang merupakan virus herpes. Lesi gingiva terjadi sebagai reaksi terhadp virus yang

lten dan adanya penuruan fungsi imun tubuh

Penyakit gingiva karena fungsi relatif jarang terjadi pada individu dengan

imunokompeten, namun sering terjdi pada individu dengan imunokompromais atau jika flora

normal oral terganggu oleh pengguna antibiotika spectrum luas jangka panjang. Keadaan ini

 berupa candidiasis(oleh candida albicans) yang penyebabnya juga sering ditemukan ada di

 balik protesa, penggun steroid topical, aliran saliv menurun,pH saliva menururn atau

meningkatnya glukosa saliva. Klinis terlihat lapisan putih pada gingival,lidh atau membrane

mukosa oral. Lapisan putih ini dapat dibuang dengan kasa dan pada beks lapisan tersebut

terlihat berwarna merah dan berdarah. Pada individu yang penyakit HIV, infeksi candida ini

terlihat sebagai eritema pada attached gingiva. Penyakit ginginva karena genetic

menyertakan jaringan periodonsium dn disebut sebagai fibramatosis heriditer gingival.

Penykit ini diturunkan secara dominan otosomal, tetapi kadang-kadang secara resesif

otosomal.Umunya pembesaran gingiva menutupi gigi sampai mencapai permukaan oklusal,

sehingga gigi sulit tumbuh.Dapat seara local maupun generil.

Pembesaran gingival sebagai reaksi alergi jarang terjadi, namun dapat ditemukan

Karen alergi terhadap materi restorative,pasta gigi, obat kumur, permen karet,dan makanan

tertentu. Penegakan diagnosisnya sulit.Lesi trauma pada gingiva seperti karena trauma

 penyikatan gigi mengakibatkan ulserasi atau resesi. Juga dapat sebb iatrogenic seperti saat

 pembuatan restorasi( trauma mekanik). Makanan atau minuman panas dapat meyebbakan

luka bakar minor pada gingiva (trauma termis).Reaksi gingival terhadap benda asing

meneybabkan kondisi inflamasi local pada gingiva. Sebagai contohnya adalah penumpatan

(6)
(7)

amalgam hingga area subgingiva atau bhan abrasive yang masuk ke subgingiva saat prosedur

 poles gigi (trauma kimiawi tau alergi).

 B.  Klasifikasi Penyakit Gingiva

Klasifikasi penyakit gingival menurut Ranney (1983):

1. Gingivitis yang disebabkan plak, terdiri atas:

Tanpa faktor sistemik

Diperparah faktor sistemik (hormon seks, obat-obatan, mempunayi riwayat sistemik)

2. Gingivitis ulseratif nekrosis

Faktor sistemik tidak dikenali

Berkaitan dengan HIV

3. Gingivitis yang bukan disebabkan plak

Berkaitan dengan penyakit kulit, alergi, infeksi.

Klasifikasi penyakit gingiva yang dimodifikasi:

1.

Gingivitis kronis

Gingivitis simpel/tidak terkomplikasi

Gingivitis terkomplikasi

Gingivitis deskuamatif

2.

Gingivitis akut

Gingivitis ulseratif nekrosis akut (GUNA)

GUNA yang tidak berkaitan dengan HIV

GUNA yang berkaitan dengan HIV

Gingivostomatitis herpetik akut (GHA)

3.

Hiperplasia gingiva non-inflamatoris yang diinduksi obat-obatan.

Klasifikasi lain dari gingivitis:

(8)
(9)

1. Gingivitis simpel :

Bentuk radang kronis pada gingiva yang paling sering dijumpai. Pada penyakit ini, inflamasi

merupakan perubahan primer dan satu-satunya (tidak ada komplikasi faktor sistemik)

2. Gingivitis terkomplikasi :

Pada penyakit ini, inflamasi merupakan:

Perubahan sekunder yang bertumpang tindih diatas kelainan akibat faktor sistemik yang lebih

dulu ada (mis: overgrowth yang dipicu obat)

Faktor pemicu bagi terjadinya perubahan klinis pada gingiva yang akibat faktor sistemik telah

mengalami perubahan mikroskopis yang secara klinis belum terlihat (mis: pregnancy

gingivitis).

3. Gingivitis deskuamatif :

Radang kronis pada gingiva yang relatif jarang dijumpai dengan ciri khasnya gingiva

 berwarna sangat merah disertai pengelupasan epitel permukaan.

4. Gingivitis ulseratif nekrosis akut (GUNA)

Radang akut gingiva yang destruktif dengan tanda klinis dan simtom yang khas. Dibedakan

atas:

GUNA yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV

GUNA yang berkaitan dengan infeksi HIV.

5. Hiperplasia gingiva non-inflamatoris

Berkaitan dengan pemakaian obat-obatan (Drug-induced gingival overgrowth). Kelainan

non-radang pada gingiva yang dipicu oleh obat-obatan seperti:fenitoin, nifedipin, siklosporin.

Bila kelainan ini terkomplikasi radang, keadaannya berubah menjadi gingivitis terkomplikasi.

Diajukan sebagai diagnosis tersendiri karena bukan disebabkan oleh gingivitis.

(10)
(11)

o

Penyakit gingiva disebabkan oleh spesifik bakteri

o

Penyakit gingiva disebabkan oleh virus

o

Penyakit gingiva disebabkan oleh jamur

o

Manifestasi pada gingiva oleh keadaan sistemik

o

Traumatik lesi

o

Reaksi tubuh terhadap benda asing

o

Selain itu tidak terspesifikasi (idiopatik)

Peyakit Periodontal

Perbedaan Periodontitis Kronis dan Periodontitis Agresif

No.

Periodontitis Kronis

Periodontitis Agresif 

1. Terjadi pada orang dewasa, namun dapat  juga terjadi pada anak-anak.

Biasanya terjadi pada pasien yang secara klinis sehat.

2. Jumlah kerusakan tulang sebanding dengan faktor lokal.

Jumlah deposit mikroba tidak sebanding dengan keparahan penyakit.

3. Berhubungan dengan beberapa pola mikroba.

Terdapat hubungan keluarga pada pasien yang menderita periodontitis agresif. 4. Biasanya ditemukan kalkulus subgingiva. Area penyakit diinfeksi oleh

(12)
(13)

actinomycetemcomitans. 5. Proses perkembangan penyakit yang

lambat-sedang dengan kemungkinan adanya masa periode cepat.

Kerusakan tulang dan kehilangan perlekatan yang cepat.

6. Dapat dimodifikasi atau berhubungan dengan :

Penyakit sistemik seperti DM dan HIV. Faktor lokal yang mempengaruhi terjadinya periodontitis.

Faktor lingkungan seperti merokok dan stress emosional.

Lokalisata :

Terjadi pada usia sekitaran pubertas. Lokalisata pada molar pertama dan insisivus dengan kehilangan perlekatan pada paling sedikit dua gigi permanen, yang salah satunya adalah molar pertama.

Respon serum antibody yang sehat terhadap agen infeksi.

7. Dapat disubklasifikasikan menjadi : Lokalisata : melibatkan <30% gigi yang terlibat.

Generalisata : melibatkan >30% gigi yang terlibat.

Ringan : 1-2 mm clinical attachment loss. Sedang : 3-4 mm clinical attachment loss. Berat : ≥5 mm clinical attachment loss.

Generalisata :

Biasanya terkena pada pasien yang berusia dibawah 30 tahun, walau dapat  juga terjadi pada pasien yang lebih tua. Generalisata melibatkan paling sedikit tiga gigi permanen selain molar pertama dan insisivus.

Respon serum antibody yang kurang terhadap agen infeksi.

8. Terdapat keabnormalan pada fungsi

fagosit.

9. Makrofag yang hiperresponsif,

menghasilkan peningkata PGE2 dan IL-1β.

1. Abses periodonsium

Abses Periodontal

Copas from babybuntal, Author Dini Erha

Klasifikasi Abses

Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen terlokalisir pada jaringan periodontal. Yang

(14)
(15)

perikoronal. Abses gingiva melibatkan jaringan interdental dan marginal gingiva. Abses periodontal adalah suatu infeksi yang terletak di sekitar poket periodontal serta dapat mengakibatkan kerusakan ligamentum periodontal dan tulang alveolar. Abses perikoronal disebabkan oleh mahkota gigi yang erupsi sebagian.

Abses periodontal

Gambar 48-1. A, Invasi furkasi yang dalam merupakan lokasi abses periodontal yang umum.B, Anatomi furkasi seringkali mencegah pembersihan kalkulus dan plak mikrobial secara definitif. Umumnya, abses periodontal ditemukan pada penderita periodontitis yang tidak dirawat dan disebabkan oleh poket periodontal yang dalam. Abses periodontal seringkali timbul sebagai

eksaserbasi akut poket yang ada [Gambar 48 -1]. Abses periodontal dihubungkan dengan sejumlah kondisi klinis, terutama akibat pembersihan plak yang tidak sempurna. Kondisi tersebut diidentifikasi pada pasien setelah menjalani bedah periodontal, pemeliharaan pencegahan [Gambar 48 -2], terapi antibiotik sistemik, dan akibat penyakit rekuren. Kondisi-kondisi abses periodontal yang tidak

berhubungan dengan penyakit periodontal inflamasi antara lain perforasi atau fraktur gigi [Gambar 48-3], dan impaksi benda asing. Diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik dinyatakan sebagai salah satu faktor predisposisi pembentukan abses periodontal [Gambar 48-4]. Pembentukan abses periodontal dilaporkan menjadi salah satu penyebab utama kehilangan gigi. Namun, jika

dilakukan perawatan yang baik dan dilanjutkan dengan pemeliharaan periodontal preventif yang konsisten, gigi-geligi yang mengalami kerusakan tulang signifikan dapat dipertahankan sampai bertahun-tahun [Gambar 48-10].

Gambar 48-2.

Abses periodontal pasca-profilaksis setelah penyembuhan poket periodontal secara parsial di atas sisa-sisa kalkulus.

(16)
(17)

Gambar 48-3.

A, Ditemukan fistula pada attached gingiva gigi kaninus kanan rahang atas.B, Pengangkatan flap menunjukkan bahwa penyebabnya adalah fraktur akar.

Gambar 48-4.

Abses periodontal lokal pada gigi kaninus kanan rahang atas seorang pria dewasa penderita diabetes mellitus tipe 2 yang tak-terkontrol. Pada sebagian pasien, pembentukan abses periodontal adalah tanda pertama penyakit tersebut.

Abses Gingiva

Abses gingiva adalah lesi inflamasi akut terlokalisir yang disebabkan oleh berbagai macam sumber, seperti infeksi mikroba plak, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran klinisnya berupa

pembengkakan fluktuan/menonjol, terkadang menimbulkan rasa sakit, berwarna merah, dan halus [Gambar 48-5].

(18)
(19)

Abses gingiva akibat-plak pada gigi kaninus kanan rahang bawah. Abses Perikoronal

Abses perikoronal disebabkan oleh inflamasi operkulum jaringan lunak, yang menutupi gigi yang erupsi sebagian. Kondisi ini seringkali ditemukan di sekitar gigi molar tiga rahang bawah. Sama seperti abses gingiva, lesi inflamasi dapat disebabkan oleh retensi plak mikrobial, impaksi makanan, ataupun trauma.

Abses AkutVs Kronis

Abses digolongkan menjadi akut dan kronis. Abses akut umumnya berupa eksaserbasi lesi

periodontal inflamasi kronis. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain tingginya jumlah dan kemampuan virulensi bakteri yang ada, dikombinasikan dengan penurunan resistensi jaringan dan kurangnya drainase spontan. Drainase dapat dihambat oleh morfologi poket yang dalam dan rumit, debris atau epitelium poket yang susunannya padat sehingga menyumbat orifisium poket. Abses akut ditandai oleh pembengkakan jaringan g ingiva yang berbentuk bulat/oval, menimbulkan rasa nyeri, berwarna merah, edematus, dan halus. Eksudat dapat dikeluarkan menggunakan t ekanan ringan; gigi-geligi sensitif saat diperkusi dan terasa terdapat penonjolan di dalam soket [Gambar 48-6]. Kadang terjadi demam dan limfadenopati regional.

Gambar 48-6.

Pasien yang datang abses akut mengeluhkan nyeri tumpul dan sensasi gigi terangkat dari dalam soket. Tanda distensi jaringan dan eksudasi terlihat jelas.

(20)
(21)

Abses kronis terbentuk setelah penyebaran infeksi dapat dikendalikan ol eh drainase spontan, respon host, ataupun terapi. Jika homeostasis antara host dan infeksi tercapai, pasien hanya memiliki sedikit gejala ataupun tidak ada gejala sama sekali. Namun, nyeri tumpul disebabkan oleh tanda-tanda klinis berupa poket periodontal, inflamasi, dan saluran fistula.

Kotak 48-1 membandingkan tanda dan gejala abses akut dan kronis.

Abses Periodontal Vs Pulpa

Untuk mengetahui penyebab abses dan menentukan rencana perawatan yang tepat, dibutuhkan diagnosis banding antara abses periodontal dan pulpa [Kotak 48-2] [Gambar 48-6 sampai 48-8]. Gambar 48-7.

A, Fistula pada attached gingiva gigi molar satu kanan rahang atas. B, Setelah anestesi lokal, probe periodontal dimasukkan ke dalam fistula dan disudutkan ke apeks akar. C, Pengangkatan flap bedah menunjukkan terapi endodontik yang gagal dan fraktur gigi sebagai penyebab fistula.

(22)
(23)

Gambar 48-8. A, Abses periodontal pada gigi molar satu kiri rahang atas. B, Probe periodontal digunakan untuk meretraksi dinding poket dengan hati-hati.

METODE PERAWATAN KHUSUS

Perawatan abses periodontal terdiri dari dua fase, yaitu: menyembuhkan lesi akut, yang dilanjutkan dengan penatalaksanaan kondisi kronis yang diakibatkan [K otak 48-3].

Abses Akut

Perawatan abses akut ditujukan untuk meredakan gejala, mengendalikan penyebaran infeksi, dan membuat drainase. Sebelum perawatan, riwayat medis pasien, riwayat dental, dan kondisi sistemik pasien diperiksa dan dievaluasi untuk membantu penegakkan diagnosis dan menentukan

(24)
(25)

Drainase melalui Poket Periodontal. Daerah perifer di sekitar abses dianastesi menggunakan anestetik topikal dan lokal agar pasien merasa nyaman. Dinding poket diretraksi perlahan

menggunakan probe periodontal atau kuret untuk membuat drainase melalui jalan masuk poket [Gambar 48-8]. Tekanan jari ringan dan irigasi dapat digunakan untuk mengeluarkan eksudat dan membersihkan poket [Gambar 48-9]. Jika lesi berukuran k ecil dan akses sulit diperoleh, dapat

dilakukan debridemen dalam bentuk skeling dan root planing. Jika lesi berukuran besar dan drainase tidak dapat dibuat, debridemen akar melalui skeling dan root planingatau pembedahan sebaiknya ditunda sampai tanda-tanda klinis utama mereda. Pada pasien semacam ini, dianjurkan untuk memberikan antibiotik sistemik dosis tinggi untuk jangka pendek [Kotak 48-5]. Terapi antibiotik saja tanpa diikuti drainase dan skeling subgingiva dikontraindikasikan.

Gambar 48-9. Tekanan jari ringan cukup untuk mengeluarkan purulen.

Drainase melalui Insisi Eksternal. Abses dikeringkan dan diisolasi menggunakan gauze sponges. Diaplikasikan anestetik topikal, yang dilanjutkan dengan anestetik lokal yang diinjeksikan pada tepi lesi. Insisi vertikal yang menembus bagian tengah puncak abses dibuat menggunakan pisau bedah #15. Jaringan pada aspek lateral insisi dipisahkan menggunakan kuret atau periosteal

(26)
(27)

elevator. Materi fluktuan dikeluarkan dan tepi-tepi l uka didekatkan menggunakan tekanan jari ringan dan gauze pad  lembab.

Pada abses yang terlihat mengalami pembengkakan dan inflamasi parah, instrumentasi mekanis agresif sebaiknya ditunda dan melakukan terapi antibiotik sehingga kerusakan jaringan periodontal sehat di sekitarnya dapat dihindari.

Jika perdarahan dan supurasi telah berhenti, pasien dapat dipulangkan. Bagi pasien yang tidak membutuhkan terapi antibiotik sistemik, perlu diberikan instruksi pasca-perawatan, yaitu pembilasan rutin menggunakan air garam hangat [1 sdt/8 ons. gelas] dan aplikasi periodik klorheksidin glukonat melalui berkumur ataupun secara lo kal menggunakan aplikator berujung-kapas. Pengurangan tekanan/pemerasan dan meningkatkan intake cairan dianjurkan bagi pasien yang memiliki penyakit sistemik. Analgesik dapat diresepkan untuk membuat pasien nyaman. Pada hari berikutnya, umumnya tanda dan gejala telah mereda. Jika tidak, pasien diminta untuk

melanjutkan instruksi yang dianjurkan sebelumnya selama 24 jam berikutnya. Biasanya, langkah ini menghasilkan kesembuhan yang memuaskan, dan lesi dapat dirawat sebagai abses kronis.

Abses Kronis

Sama seperti poket periodontal, abses kronis umumnya dirawat menggunakan skeling dan root  planing atau pembedahan. Pembedahan dianjurkan jika ditemukan defek vertikal dan dalam atau

defek furkasi yang berada di luar kemampuan terapeutik instrumentasi non-bedah [Gambar 48-10]. Pasien diberi anjuran tentang sekuela post-operatif yang biasa terjadi akibat prosedur periodontal non-bedah dan bedah. Sama seperti abses akut, diindikasikan untuk memberikan terapi antibiotik.

Gambar 48-10. A, Abses periodontal kronis pada gigi kaninus kanan rahang atas. B, Setelah adminsitrasi anestesi lokal, probe periodontal dimasukkan untuk menentukan keparahan lesi. C, Menggunakan insisi vertikal mesial dan distal, dilakukan pembukaan flap full-thickness, yang menunjukkan dehisensi tulang parah, restorasi subgingiva, dan kalkulus a kar. D, Permukaan akar telah dihaluskan dan bebas kalkulus serta restorasi dihaluskan. E, Flap full-thickness dikembalikan ke posisi awalnya dan dijahit menggunakan absorbable suture. F, Setelah 3 bulan, jaringan gingiva

(28)
(29)

berwarna merah muda, padat, dan beradaptasi baik dengan gigi, dengan kedalaman probing periodontal minimal.

Abses Gingiva

Perawatan abses gingiva ditujukan untuk membalik fase akut dan, jika memungkinkan, segera membuang penyebabnya. Untuk memberikan kenyamanan selama prosedur, diadministrasikan anestesi topikal atau lokal melalui infiltrasi. Jika memungkinkan, skeling dan root planing dilakukan untuk membuat drainase dan membersihkan deposit mikroba. Dalam situasi yang lebih akut, daerah yang menonjol diinsisi menggunakan pisau bedah #15, dan eksudat dikeluarkan menggunakan

tekanan jari ringan. Benda-benda asing [seperti, dental floss, bahan cetak] dilepaskan. Daerah tersebut diirigasi menggunakan air hangat dan ditutup dengan gauze lembab serta diberi tekanan ringan.

Jika perdarahan telah berhenti, pasien dipulangkan dan dimi nta untuk berkumur dengan air garam hangat setiap 2 jam selama 1 hari. Setelah 24 jam, daerah tersebut diperiksa ulang, dan jika telah cukup sembuh, dilakukan skeling yang sebelumnya ditunda. Jika residu lesi berukuran besar atau sulit diakses, perlu dilakukan pembedahan untuk memperoleh akses.

Abses Perikoronal

Sama seperti abses-abses pada periodonsium lainnya, perawatan abses perikoronal ditujukan untuk penatalaksanaan fase akut, yang dilanjutkan dengan resolusi kondisi kronis. Abses perikoronal akut dianestesi dengan baik untuk memperoleh kenyamanan, dan drainase dibuat dengan m embuka operkulum jaringan lunak secara hati-hati menggunakan probe periodontal atau kuret. Jika debris di bawahnya mudah diakses, maka dapat dibersihkan, yang dilanjutkan dengan irigasi perlahan

menggunakan salin steril. Jika terjadi pembengkakan regional, tanda-tanda sistemik, atau limfadenopati, antibiotik perlu diresepkan.

Pasien diperbolehkan pulang dan diminta untuk berkumur dengan air garam hangat setiap 2 jam dan daerah tersebut diperiksa kembali setelah 24 jam. Jika rasa tidak nyaman adalah salah satu keluhan awal, pasien perlu diberikan analgesik. Jika fase akut telah terkontrol, gigi yang erupsi sebagian dapat dirawat secara definitif melalui eksisi bedah jaringan yang menutupi atau mencabut gigi yang bermasalah.

(30)

Gambar

Gambar 48-1. A, Invasi furkasi yang dalam merupakan lokasi abses periodontal yang umum.B, Anatomi furkasi seringkali mencegah pembersihan kalkulus dan plak mikrobial secara definitif.
Gambar 48-8. A, Abses periodontal pada gigi molar satu kiri rahang atas. B, Probe periodontal digunakan untuk meretraksi dinding poket dengan hati-hati.
Gambar 48-9. Tekanan jari ringan cukup untuk mengeluarkan purulen.
Gambar 48-10.  A, Abses periodontal kronis pada gigi kaninus kanan rahang atas. B, Setelah adminsitrasi anestesi lokal, probe periodontal dimasukkan untuk menentukan keparahan lesi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang pengaruh suasana toko, kualitas produk, kualitas pelayanan, dan harga terhadap kepuasan pelanggan dalam membentuk

Tabungan Mudharabah (Mudharabah-sav. acc.) Deposito Mudharabah (Mudharabah-inv.. ex tended) Dana Pihak Ketiga (Deposit Fund). FDR (Financing to

Penelitian dengan hipotesis jika konseling behavioral dengan teknik asertif diterapkan dengan baik, maka kesantunan berbicara dapat ditingkatkan melalui metode

Nugini dan Malaysia. Produk-produk makanan sagu tradisional dikenal dengan nama papeda, sagu lempeng, buburnee, sagu tutupala, sagu uha, sinoli, bagea, dan

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam perkembangan anak. Ibu yang mempunyai pengetahuan kurang, maka tidak akan

Pelaksanaan Diklat Berjenjang Tingkat Dasar yang akhirnya ditugaskan untuk membuat tugas mandiri ini dapat disimpulkan dengan berbagai macam hasil yang diperoeh diantaranya

Dalam penelitian ini juga dilakukan identifikasi subyek terhadap suatu populasi yang merokok dan tidak merokok, dan peneliti melakukan observasi terhadap subyek penelitian selama

Secara simultan, terdapat pengaruh yang signifikan antara Pemahaman Akuntansi, Pemanfaatan Sistem Informasi Akuntansi dan Peran Internal Audit terhadap Kualitas Laporan Keuangan